bab ii kajian pustaka 2.1 lichens 2.1.1 klasifikasi lichenseprints.umm.ac.id/62121/3/bab ii.pdf8 bab...

15
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lichens 2.1.1 Klasifikasi Lichens Menurut Meijer (2006) Lichens merupakan simbiosis antara fungi (mikobiount) dari kelompok Ascomycetes dan Basidiomycetes dengan alga (fikobiont) dari kelompok Cyanobacteria atau Chlorophyceae. Lichens memiliki beraneka warna dan bentuk, Corticolous Lichens merupakan jenis Lichens yang ditemukan hidup sebagai epifit pada substrat kulit batang. Keberadaan jenis Lichens ini sangat tergantung pada pohon inangnya karena beberapa jenis Lichens memilih jenis pohon tertentu sebagai inang (Sudrajat, 2013). Maka perlu untuk mengetahui jenis pohon apa saja yang dapat menjadi substrat dan mendukung kehidupan Lichens. Klasifikasi merupakan suatu proses pengaturan tumbuhan dalam tingkat tertentu berdasarkan skesamaan dan tidak kesamaan. Pada dasarnya, Lichens diklasifikasikan ke dalam tumbuhan Thallphyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan fisiologik dari dua makhluk hidup yaitu alga dan fungi (Favero-longo, 2010). Lichens diklasifikasikan menurut Jovan (2008) yang menyusun dan dibedakan dalam dua kelas, yaitu: 1. Kelas AscoLichenses a. Pyrenomucetales yang menghasilkan tubuh buah berupa perisetium, yang berumur pendek dan dapat hidup bebas, misalnya Dermatocarpon dan Verrucaria, dengan klasifikasi sebagai berikut.

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Lichens

    2.1.1 Klasifikasi Lichens

    Menurut Meijer (2006) Lichens merupakan simbiosis antara fungi

    (mikobiount) dari kelompok Ascomycetes dan Basidiomycetes dengan alga

    (fikobiont) dari kelompok Cyanobacteria atau Chlorophyceae. Lichens memiliki

    beraneka warna dan bentuk, Corticolous Lichens merupakan jenis Lichens yang

    ditemukan hidup sebagai epifit pada substrat kulit batang. Keberadaan jenis Lichens

    ini sangat tergantung pada pohon inangnya karena beberapa jenis Lichens memilih

    jenis pohon tertentu sebagai inang (Sudrajat, 2013). Maka perlu untuk mengetahui

    jenis pohon apa saja yang dapat menjadi substrat dan mendukung kehidupan

    Lichens.

    Klasifikasi merupakan suatu proses pengaturan tumbuhan dalam tingkat

    tertentu berdasarkan skesamaan dan tidak kesamaan. Pada dasarnya, Lichens

    diklasifikasikan ke dalam tumbuhan Thallphyta yang merupakan tumbuhan

    komposit dan perpaduan fisiologik dari dua makhluk hidup yaitu alga dan fungi

    (Favero-longo, 2010).

    Lichens diklasifikasikan menurut Jovan (2008) yang menyusun dan

    dibedakan dalam dua kelas, yaitu:

    1. Kelas AscoLichenses

    a. Pyrenomucetales yang menghasilkan tubuh buah berupa perisetium, yang

    berumur pendek dan dapat hidup bebas, misalnya Dermatocarpon dan

    Verrucaria, dengan klasifikasi sebagai berikut.

  • 9

    1. Dermatocarpon miniatum W. Mann. Lich. Bahem.

    Gambar 2.1 Dermatocarpon miniatum W. Mann. Lich. Bahem.

    (Sumber: Jovan, 2008)

    Dermatocarpon miniatum W. Mann. Lich. Bahem bentuknya bulat seperti

    piring spesies ini termasuk dalam tife morfologi foliose karena sifatnya yang tidak

    menempel erat pada substrat yang di tumbuhinya dan mudah dipisah.

    2. Verrucaria ningrescens Schwabische Alb, Germany

    Gambar 2.2 Verrucaria ningrescens Schwabische Alb, Germany

    (Sumber: Jovan, 2008)

    Verrucaria ningrescens Schwabische Alb, Germany spesies ini termasuk

    dalam tipe morfologi crustose karena sifatnya yang sulit di pisahkan dari substrat

    yang di tumbuhnya.

    b. Discomycetales yang membentuk tubuh buah berupa aposetium. Aposetium

    pada lumut kerak ini berumur panjang, bersifat seperti tulang rawan dan

    mempunyai aksus yang berdinding tebal, contoh : Usnea yang berbentuk semak

    kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohon dalam hutan, lebih-lebih di daerah

    pegunungan (Usnea australis (Ach.) Mont), dan Parmelia yang berupa

    lembaran-lembaran seperti kulit yang hidup pada pohon-pohon dan batu-batu

    (Parmelia sulcata Lecanora helva), dengan klasifikasi sebagai berikut.

  • 10

    1. Usnea australis (Ach.) Mont.

    Gambar 2. 3 Usnea australis (Ach.) Mont

    (Sumber: Jovan, 2008)

    2. Parmelia sulcata Lecanora helva

    Gambar 2.4 Parmelia sulcata Lecanora helva

    (Sumber: Jovan, 2008)

    2. Kelas Basidioomycetes

    Kebanyakan Lichens ini merupakan talus yang berbentuk lembaran-

    lembaran. Pada tubuh buah terbentuk lapisan hymenium yang mengandung

    basidium, yang sangat menyerupai tubuh buah Hymenomycetales, contohnya: Cora

    parvonia. Lichens dipisahkan dari fungi dan dijadikan suatu golongan yang berdiri

    sendiri. Berasal dari jamur Basidiomycetes dan alga Mycophyceae. Basidiomycetes

    yaitu dari family: thelephoraceae dengan tiga genus Cora, Corella dan

    Dyctionema. Mycophyceae berupa filamen yaitu Scytonema dan tidak terbentuk

    filamen dan Chrococcus. Klasifikasi Cora pavonia Lucking, E. Navarro & Sipman

    adalah.

  • 11

    a. Cora pavonia Lucking, E. Navarro & Sipman

    Gambar 2.5 Cora pavonia Lucking, E. Navarro & Sipman

    (Sumber: Jovan, 2008)

    Cora pavonia Lucking, E. Navarro & Sipman mirip seperti Dermato carpon

    miniatum sama-sama termasuk dalam tipe morfologifoliose karena mudah di

    pisahkan dari substratnya. Akan tetapi Cora pavonia Lucking, E. Navarro &

    Sipman hidup secara berkelompok dalam jumlah yang sangat banyak. Kebanyakan

    Lichens ini mempunyai talus yang berbentuk lembaran-lembaran. Pada tubuh buah

    terbentuk lapisan hymenium yang mengandung basidium, yang sangat menyerupai

    tubuh buah Hymenomycetalus.

    2.1.2 Habitat Lichens

    Menurut Murningsih (2016), Lichens tumbuh tidak hanya dipepohonan saja

    akan tetapi juga tumbuh diatas permukaan tanah terutama di daerah- daerah ekstrem

    misalnya di daerah Tundra. Lichens tumbuh dibatang pohon, tanah, batuan, dinding

    atau substrat lainnya, dan dalam berbagai macam kondisi lingkungan, mulai dari

    daerah gurun sampai daerah kutub (Septinia, 2011).

    Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam

    pembentukan tanah, Lichens bisa hidup di bebatuan atau pada cadas di bebatuan di

    atas permukaan laut, atau di gunung-gunung yang tinggi dan bersifat endolitik

    (Johansson 2008). Lichens tidak membutuhkan syarat hidup yang tinggi, tahan

    terhadap kondisi kekurangan air dalam jangka waktu yang lama dan tahan terhadap

    tanah terik. Jika cuaca panas Lichens akan berubah warna seperti kekeringan tetapi

    tidak mati namun jika disirami hujan Lichens akan hidup kembali.

  • 12

    Menurut Mulyadi (2017), Lichens terdapat dalam jumlah yang berlimpah

    pada habitat yang berbeda-beda, biasanya dalam lingkungan yang agak kering.

    Lichens tumbuh pada batang dan cabang-cabang pohon, batu-batuan dan tanah

    gundul dengan permukaan yang stabil. Kondisi lingkungan juga mempengaruhi

    habitan Lichens yaitu: suhu, kelembapan, ketinggian, pH dan intensitas cahaya

    sangat cocok bagi habitat Lichens.

    Menurut Murningsih (2016),berdasarkan substratnya tempat tumbuhnya

    Lichens dibedakan menjadi 3 yaitu:

    1. Corticolous

    Gambar 2.6 Corticolous

    (Sumber: Jovan, 2008)

    Corticolous merupakan Lichens yang tumbuh dipermukaan pohon atau jenis

    Lichens yang hidup pada kulit pohon. Jenis ini sangat terbatas pada daerah tropis

    dan subtropics, yang sebagian besar kondisi lingkungannya lembab. Biasanya

    terdiri dari spesies fruticose dan foliose contohnya Evernia, Parmelia dan Usnea.

    Pertumbuhan Lichens di permukaan pohon tergantung pada kestabilitas pohon

    tersebut, tekstur, pH dan ketersediaan air.

    2. Saxicolous

    Saxicolous merupakan Lichens yang tumbuh di permukaan batu, jenis ini

    sangat tergantung tipe batu dan menempel pada substrat yang padat dan di daerah

    dingin, spesies yang termasuk didalamnya seperti Caloplecta, Aspicilia tumbuh

    diatas permukaan batu akik. Spesies Verrucaria dapat ditemukan di daerah

  • 13

    bebatuan disumur. Lepraria, komunitas cystocoleus dapat ditemukan di permukaan

    batu silika. Tipe batu dan pH merupakan faktor penting yang bertanggung jawab

    atas pembentukan koloni dan komunitas Lichens, contoh spesies: Caloplecta,

    Aspicilia, Verrucaria, Lepraria dan Cystocoleus.

    Gambar 2.7 Saxicolous

    (Sumber: Jovan, 2008)

    3. Terricolous

    Terricolous merupakan jenis Lichens terrestrial yang tumbuh di permukaan

    tanah dan sering membentuk komponen yang dominan pada vegetasi lahan

    biasanya di lingkungan ekstrem.

    Gambar 2. 8 Terricolous

    (Sumber: Jovan, 2008)

    Lichens tidak membutuhkan syarat-syarat hidup yang tinggi, tahan

    terhadap kondisi kekurangan air dalam jangka waktu yang lama, tahan terhadap

    panas terik. Jika cuaca panas, Lichens akan berubah warna seperti kekeringan,

    tetapi tidak mati. Jika disirami air maka Lichens akan hidup kembali. Pertumbuhan

    thalus sangat lambat, dalam satu tahun biasanya kurang dari 1 cm. Di wilayah yang

    kondisi lingkungan seragam masing-masing substrat cenderung Lichens yang

    tumbuh juga relatif seragam. Tumbuhan tumbuh di lingkungan dengan kondisi

  • 14

    iklim yang berbeda dan dengan substrat yang berbeda. Tumbuhan mampu dengan

    cepat menyerap dan menyiapkan air dari banyak sumber maka maka

    memungkinkan bagi Lichens untuk hidup di lingkungan yang “keras” seperti gurun

    dan kutup, dan terpapar pada suatu permukaan yang datar, dinding, atap,

    dahan/ranting pohon dan material buatan manusia lainnya seperti gelas, logam dan

    lain-lain. Lichens dapat dijumpai secara luas di daerah yang lembab, dataran tinggi,

    daerah artik sampai tropik. Tumbuhan ini dapat ditemukan pada permukaan tanah,

    daun, batu, kulit kayu, pohon, dipinggir sungai maupun tepi pantai. (Jannah 2017),

    2.2 Kelimpahan

    2.2.1 Definisi Kelimpahan

    Menurut Dewi (2018), kelimpahan merupakan jumlah individu yang

    menempati wilayah tertentu atau jumlah individu suatu spesies per satuan luas atau

    per persatuan volume, kelimpahan mengacu kepada jumlah spesies atau jenis-jenis

    struktur dalam komunitas. Kelimpahan juga merupakan parameter kualitas yang

    mencerminkan distribusi relativ spesies organisme dalam komunitas (Arini, 2016).

    2.2.2 Faktor yang mempengaruhi kelimpahan

    Dalam suatu kelimpahan suatu organisme terdapat faktor-faktor yang

    membatasi kelimpahan spesies yaitu faktor yang menentukan berapa dari individu

    tersebut hidup. Faktor tersebut harus mencakup sifat dari individu dan lingkungan

    baik berupa faktor dalam (densit-dependet factory) maupun faktor luar (densit-

    independet factory). Karena keduanya berperan bersama untuk menentukan batasan

    kelimpahan untuk suatu spesies (Sulistyani, 2014).

    1. Faktor dalam (densit-dependet factory)

    Faktor dalam merupakan seluruh makhluk hidup yang ada dibumi. Faktor

    ini juga saling mempengaruhi kelimpahan spesies lain. Dengan adanya predasi,

    parasitisme, kompetisi, dan mengakibatkan adanya batasan kelimpahan spesies

    lain. Contoh umum faktor dalam yang membatasi kelimpahan spesies lain yaitu

    organisme yang dapat membatasi kelimpahan organisme yang dimakan.

    2. Faktor luar (densit-independet factory)

    Faktor luar suatu ekosistem adalah keadaan fisik dan kimia yang menyertai

    kehidupan organisme sebagai medium dan substar kehidupan. Komponen ini terdiri

  • 15

    dari segala sesuatu yang tak hidup dan secara langsung terkait pada keberadaan

    organisme, antara lain sebagai berikut (Putra, 2015).

    a. Suhu Udara

    Suhu merupakan faktor fisik lingkungan, mudah di ukur dan sangat

    berfarian. Suhu udara dipermukaan bumi adalah relatif, tergantung pada faktor-

    faktor yang mempengaruhinya seperti lamanya penyimpanan matahari. Hal ini

    dapat berdampak langsung akan adanya perubahan suhu di udara. Suhu udara

    bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu dipermukaaan bumi (Karyati,

    2016).

    Faktor kondisi tempat tumbuh sangat berpengaruh terhadap nilai kerapatan

    Lichens serta jumlah jenis Lichens tersebut. Lichens memiliki kisaran toleransi suhu

    yang cukup luas. Lichens dapat hidup baik pada suhu yang sangat rendah atau pada

    suhu yang sangat tinggi. Lichens akan segera menyesuaikan diri bila keadaan

    lingkungan kembali normal. Salah satu alga contohnya alga jenis Trebouxia tumbuh

    baik pada kisaran suhu 12-24℃, dan fungsi penyusunan Lichens pada umumnya

    tumbuh baik pada suhu 18-21℃. Suhu optimal untuk pertumbuhan Lichens dibawah

    40℃, sedangkan diatas 45℃ dapat merusak klorofil Lichens dan aktifitas

    fotosintesis dapat terganggu (Murningsih, 2016).

    b. Kelembaban udara

    Kelembaban udara adalah banyaknya air di udara. Kelembaban ini terkait

    dengan suhu, semakin rendah suhu umumnya akan menaikkan kelembaban.

    Kelembaban udara maka transpirasi akan semakin tinggi. Lumut kerak rentan

    terhadap kekeringan dalam jangka waktu yang cukup panjang, namun lumut kerak

    (Lichens) menyukai tempat dengan kisaran kelembaban 70-98% (Sudrajat, 2013).

    c. Intensitas cahaya

    Intensitas cahaya merupakan faktor penting yang membantu menentukan

    penyebaran dan pembentukan keanekaragaman. Berdasarkan adaptasi terhadap

    cahaya, ada jenis-jenis tumbuhan yang memerlukan cahaya penuh, juga ada

    tumbuhan yang tidak memerlukan cahaya penuh.

    Terlalu banyak atau terlalu sedikit intensitas cahaya sangat mempengaruhi

    tumbuhan dan hewan dalam lingkungan. Perubahan intensitas cahaya dapat

  • 16

    dikatakan sebagai faktor penting, itensitas cahaya terendah yang diperlukan

    Lichens untuk berfotosintesis secara efektif adalah 1025 Lux (Mafaza, 2019).

    2.2.3 Indeks Kelimpahan

    Menurut Marianingsih (2017), kelimpahan setiap spesies individu atau jenis

    biasanya dinyatakan sebagai persentase dari jumlah spesies yang ada di lingkungan

    dan merupakan ukuran relatif. Kelimpahan mengacu kepada jumlah spesies atau

    jenis-jenis struktur dalam komunitas. Kelimpahan relatif digolongkan dalam tiga

    kategori yaitu tinggi (>20%), sedang (15%-20%), dan rendah (

  • 17

    Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman

    Pi = ni/N, perbandingan antara jumlah individu spesies ke-I dengan

    jumlah total individu

    Ni = jumalah individu dari suatu jenis i

    N = jumlah total individu seluruh jenis

    Dengan kriteria :

    H’

  • 18

    Bioindikator sebagai spesies atau kelompok spesies yang secara cepat dapat

    menggambarkan kondisi lingkungan baik abiotik maupun biotik; menggambarkan

    dampak perubahan lingkungan dari sebuah habitat, komunitas atau ekosistem; atau

    mengindikasikan keragaman dari kelompok takson, atau keragaman secara

    kseluruhan di dalam suatu Kawasan.

    2.3.2 Keuntungan Penggunaan Lichens sebagai Bioindikator

    Menurut Husamah (2019), beberapa keuntungan penggunaan Lichens

    sebagai bioindikator adalah sebagai berikut:

    a. Banyak spesies Lichens memiliki rentang geografis yang luas, memungkinkan

    studi gradien polusi jarak jauh.

    b. Morfologi Lichens tidak bervariasi dengan musim, dan akumulasi polutan dapat

    terjadi sepanjang tahun.

    c. Lichens biasanya berumur panjang.

    d. Pertukaran air dan gas di seluruh thallus Lichens membuat mereka sensitif

    terhadap polusi.

    e. Lichens tidak memiliki akar dan tidak memiliki akses ke sumber nutrien tanah

    dan bergantung pada endapan, rembesan air di atas permukaan substrat,

    atmosfer dan sumber nutrisi lain yang sangat encer. Dengan demikian,

    kandungan jaringan mereka sebagian besar mencerminkan sumber nutrisi di

    atmosfer dan kontaminan.

    f. Lichens tidak memiliki jaringan pelindung atau jenis sel yang diperlukan untuk

    menjaga kadar air internal tetap konstan.

    Kebanyakan Lichens yang melewati beberapa siklus pembasahan dan

    pengeringan selama sehari. Ketika terhidrasi, nutrisi dan kontaminan diserap di

    seluruh permukaan Lichens. Selama dehidrasi, nutrisi dan banyak kontaminan

    terkonsentrasi dengan diubah menjadi bentuk slow release, yaitu diserap ke dinding

    sel, tertutup di dalam organel atau mengkristal di antara sel-sel. Selama hujan lebat,

    nutrisi dan polutan secara bertahap tercuci. Sebuah keseimbangan dinamis dengan

    demikian ada antara akumulasi/kehilangan nutrisi/ pencemar atmosfer, yang

  • 19

    membuat Lichens menjadi alat analisis yang sensitif untuk mendeteksi perubahan

    kualitas udara.

    2.3.3. Lichens Sebagai Indikator Pencemaran Udara

    Menurut Taufikurahman (2010), Lichens sangat dikenal sebagai indicator

    polusi udara dan banyak digunakan untuk menilai kualitas udara. Lumut kerak

    (Lichens) merupakan tumbuhan indikator yang peka terhadap pencemaran udara.

    Lumut kerak (Lichens) merupakan hasil simbiosis antara fungi dan alga (Rasyidah

    2018). Simbiosis tersebut menghasilkan keadan fisiologi dan morfologi yang

    berbeda dengan keadaan semula sesuai dengan keadaan masing-masing komponen

    pembentukannya.

    Menurut Hadiyati (2013), Thallus Lichens tidak memiliki kurtikula

    sehingga mendukung Lichens dalam menyerap semua unsur senyawa di udara

    termasuk Sulfur Dioksida (So2) yang akan diakumulasikan dalam thallus nya.

    Kemampuan tersebut yang menjadi dasar penggunaan Lichens untuk pemantauan

    pencemaran udara. Salah satu organisme tanaman yang berfungsi sebagai indikator

    biologi pencamaran udara adalah Lichens, ini dapat dilihat dari kepekaannya

    terhadap berbagai jenis polutan di udara dan reaksinya terhadap emisi-emisi

    polutan. Jenis Lichens yang paling peka terhadap Sulfur Dioksida (So2) adalah dari

    jenis Lobaria amplissima, hal ini sejalan dengan penambahan jumlah konsentrasi

    Sulfur Dioksida (So2) yang diikuti oleh berkurangnya keberadaan jenis Lichens

    terutama dari jenis corticolous. Oleh karena itu kita jarang menemukan Lichens

    pada daerah yang tercemar.

    Menurut Conti (2001), sifat Lichens yang ideal sebagai bioindikator antara

    lain:

    a. Secara geografis penyebarannya luas

    b. Morfologinya tetap meskipun terjadi perubahan musim

    c. Tidak memiliki kutikula, sehingga mempermudah air, larutan dan logam serta

    mineral diserap oleh Lichens

    d. Nutrisinya tergantung dari bahan-bahan yang diendapkan dari udara

    e. Mampu menimbun pencemar selama bertahun-tahun

  • 20

    Menurut Pignata (2007) lumut kerak (Lichens) adalah salah satu organisme

    yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan karna

    Lichens sangat sensitif dengan pencemaran udara. Memiliki sebaran geografis yang

    luas kecuali di daerah perairan, keberadaan melimpah dan memiliki bentuk atau

    morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak memiliki

    kutikula. Sehingga, Lichens dapat menyerap gas dan partikel polutan secara

    langsung melalui permukaan talus. Penggunaan Lichens sebagai bioindikator lebih

    efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin indicator ambien yang dalam

    pengoprasiannya memerlukan bbiaya yang besar dan menggunakan alat khusus.

    2.4 Tinjauan tentang sumber belajar Biologi

    Menurut Tahar (2006) sumber belajar merupakan suatu sistem yang terdiri

    dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar

    memungkinkan seseorang dapat belajar secara individual. Pemanfaatan sumber

    belajar ditandai dengan kemampuan memilih sumber belajar yang sesuai dengan

    kebutuhan, pengadaan bahan ajar, dan bentuk interaksi dengan bahan ajar yang

    digunakan. Dengan pemanfaatan sumber belajar tersebut, kegiatan pembelajaran

    menjadi lebih bermakna.

    Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

    kepentingan proses atau aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak

    langsung (Khanifah, 2012). Sumber belajar yang menarik dapat meningkatkan

    pemahaman siswa. Pada umumnya sumber belajar saat ini terbatas pada guru dan

    buku paket, padahal banyak sumber belajar lainnya baik didalam maupun diluar

    kelas, antara lain: benda nyata, poster, lingkungan alam dan sosial. Namun fakta

    dilingkungan sering kita temukan adalah sumber belajar yang hanya berasal dari

    buku dan guru itu sendiri (Lilawati, 2017). Lingkungan alam merupakan segala

    sesuatu yang berada disekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku

    organisme. Sumber belajar berbasis lingkungan alam yang digunakan dapat berupa

    meteri lokal.

    Sumber belajar diharapkan dapat memberikan informasi dalam rangka

    meningkatkan kualitas pengajaran. Apabila dicapai kualitas pengajaran yang baik

    maka akan dicapai pula hasil belajar yang baik. Dengan adanya pengadaan dan

  • 21

    penggunaan sumber belajar disekolah diharapkan dapat memberikan informasi

    dalam rangka meningkatkan kualitas pengajaran. Implementasi penggunaan

    sumber belajar sampai saat ini belum dikembangkan oleh Pendidikan menjadi

    sumber belajar yang lebih menarik dan tepat dalam rangka membantu pencapaian

    Kompetensi Dasar peserta didik (Setiyani, 2010).

    Agar proses mengajar berjalan dengan baik, peserta didik sebaiknya diajak

    untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Semakin banyak alat indera yang

    digunakan dalam menerima dan mengolah informasi semakin besar informasi

    tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Media pembelajaran

    dipergunakan untuk memudahkan dalam penyampaian materi kepada peserta didik

    dan membantu guru dalam proses belajar mengajar. Peserta didik akan terbantu

    dalam memahami materi yang komplek. Pemanfaatan media juga berperan besar

    memberikan pengalaman belajar peserta didik (Imtihana, 2014).

  • 22

    2.5 Kerangka Konsep

    Gambar 2. 9 Kerangka Konsep Penelitian

    (Sumber: Dokumentasi Pribadi 2019)