bab ii kajian pustaka 2.1 2.1...4 aku dan sekolahku 1. tugas-tugasku sekolah 2. kegiatan...

22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Hasil Belajar 2.1.1 Belajar Menurut Reber dalam Agus Suprijono (2012:03) belajar adalah “The process of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.” Kemudian menurut Winkel dalam Purwanto (2008:38) belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendapat lain dikemukakan R. Gagne dalam Ahmad Susanto (2013:1) belajar adalah suatu proses di mana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sedangkan menurut Winkel dalam Saur M. Tampubolon (2014:139) belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan perilakunya seperti, pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sedangkan menurut Slameto dalam Hamdani (2011:20) mengatakan “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dari beberapa pendapat para ahli maka disimpulkan bahwa belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 2.1.2 Prinsip-prinsip Belajar Prinsip belajar adalah konsep-konsep atau asas yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Ini mengandung maksud bahwa pendidik akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Menurut Slameto dalam Yatim Riyanto (2009:63) menjelaskan prinsip prinsip belajar yaitu:

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Hakikat Hasil Belajar

    2.1.1 Belajar

    Menurut Reber dalam Agus Suprijono (2012:03) belajar adalah “The

    process of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan

    pengetahuan.” Kemudian menurut Winkel dalam Purwanto (2008:38) belajar

    adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

    lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

    keterampilan dan sikap.

    Pendapat lain dikemukakan R. Gagne dalam Ahmad Susanto (2013:1)

    belajar adalah suatu proses di mana organisme berubah perilakunya sebagai

    akibat pengalaman. Sedangkan menurut Winkel dalam Saur M. Tampubolon

    (2014:139) belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan

    lingkungan untuk mendapatkan perubahan perilakunya seperti, pengetahuan,

    keterampilan dan sikap.

    Sedangkan menurut Slameto dalam Hamdani (2011:20) mengatakan

    “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

    memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

    sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

    Dari beberapa pendapat para ahli maka disimpulkan bahwa belajar adalah

    proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi

    dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan pada aspek kognitif,

    afektif dan psikomotorik.

    2.1.2 Prinsip-prinsip Belajar

    Prinsip belajar adalah konsep-konsep atau asas yang harus diterapkan di

    dalam proses belajar mengajar. Ini mengandung maksud bahwa pendidik

    akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara

    mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Menurut Slameto dalam

    Yatim Riyanto (2009:63) menjelaskan prinsip – prinsip belajar yaitu:

  • 7

    1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

    meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan

    intruksional.

    2. Belajar harus dapat menimbulkan “reinforcement” dan motivasi yang

    kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.

    3. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat

    mengembangkan kemampuan bereksplorasinya dan belajar dengan

    afektif.

    4. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungan.

    2.1.3 Hasil Belajar

    Keberhasilan suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru

    haruslah diukur, untuk mengukurnya harus dilakukan evaluasi untuk

    mengetahui hasil belajar yang telah dilaksanakan oleh siswa. Adapun

    pengertian hasil belajar menurut beberapa para ahli. Gagne dalam Purwanto

    (2008:42) mengatakan bahwa hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu

    kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di ligkungan, yang

    menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus -

    stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-

    kategori. Nawawi dalam Ahmad Susanto (2013:5) yang mengatakan bahwa

    hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi

    pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes

    mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Dimyati dan Mudjiono

    dalam Saur M. Tampubolon (2014:140) mengemukakan bahwa hasil belajar

    adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya

    ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru. Dari beberapa pendapat

    tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang

    diperoleh oleh siswa setelah melalui proses kegiatan pembelajaran yang dapat

    diukur dengan tes.

  • 8

    2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal terdapat faktor-faktor yang

    dapat mempengaruhi hasil belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua

    faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari

    luar diri siswa atau faktor lingkungan. Wasliman dalam Ahmad Susanto

    (2013:12-13), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:

    1. Faktor internal: merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa

    yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor ini meliputi

    kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,

    kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

    2. Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar diri siswa yang

    mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

    Keadaan keluarga dan lingkunga sangat berpengaruh terhadap hasil

    belajar. Keluarga yang sangat kacau keadaan ekonominya, pertengkaran

    kedua orang tua, perhatian orang tua terhadap anak yang kurang, serta

    kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam

    kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar siswa.

    2.1.5 Jeni-jenis Hasil Belajar

    Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom dalam Saur Tampubolon (2014:140)

    secara garis besar membagi menjadi tiga ranah, yakni:

    a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

    enam aspek yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

    analisis, sintesis, dan evaluasi.

    b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Jenis hasil afektif tampak

    pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap

    pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,

    kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

    c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

    kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni:

    gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

  • 9

    keharmonisan atau ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan

    ekspresif dan interpretatif.

    Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, di antara

    ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para

    guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam

    menguasai isi bahan materi pelajaran.

    2.2 Hakikat Matematika

    Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

    kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam

    menyelesaikan masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja sehingga matematika

    sangatlah penting untuk kita pelajari. Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2013:1),

    Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian

    secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai

    dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau

    postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan menurut Jemes dalam Ismunamto

    (2011:6), matematika adalah ilmu tentang logika mengenal bentuk, susunan, besaran,

    dan konsep yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

    Pendapat menurut Reys dalam Ismunamto (2011:6), mengatakan bahwa matematika

    adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni,

    suatu bahasa, dan suatu alat.

    Dari beberapa pengertian tersebut maka disimpulkan Matematika adalah ilmu

    tentang logika, pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi dalam

    menyelesaikan masalah.

    2.2.1 Hakikat Pembelajaran Matematika

    Dalam pembelajaran matematika di SD, diharapkan terjadi reinvention

    (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara

    penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas, walaupun

    penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui

  • 10

    sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal

    yang baru.

    Adapun menurut Dimyati dalam Ahmad Susanto (2013:186),

    “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

    instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan

    pada penyediaan sumber belajar”. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam

    merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung

    secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna.

    Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang

    dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang

    dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan berfikir siswa, serta dapat

    meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai uapaya

    meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

    2.2.2 Hakikat Pembelajaran Tematik Terintegratif

    Pembelajaran tematik terintegratif sering juga disebut sebagai

    pembelajaran tematik terpadu. Menurut Kemendikbud (2013: 7)

    pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan memadukan

    beberapa mata pelajaran melalui penggunaan tema, dimana siswa tidak

    mempelajari materi mata pelajaran secara terpisah, semua mata pelajaran

    yang ada di sekolah dasar sudah melebur menjadi satu kegiatan pembelajaran

    yang diikat dengan tema. Adapun Prastowo (2013: 223) mengatakan bahwa

    pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang

    mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam

    berbagai tema. Sedangkan menurut Mulyasa (2013: 170) pembelajaran

    tematik terpadu adalah pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan

    pendidikan dasar yang menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk

    kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya. Berdasarkan

    pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik

    terpadu merupakan pembelajaran yang mengaitkan beberapa mata pelajaran

  • 11

    dalam satu tema tertentu, pembelajaran ini dapat menjadikan proses

    pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

    Tematik terpadu memiliki beberapa tujuan, Kemendikbud (2013: 193)

    tujuan tematik terpadu sebagai berikut:

    1. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.

    2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata

    pelajaran dalam tema yang sama.

    3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan

    berkesan.

    4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan

    berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

    5. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi

    nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari

    pelajaran yang lain.

    6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan

    dalam konteks tema yang jelas.

    7. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan

    secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3

    pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan.

    8. Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan

    mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan

    kondisi.

    Ruang lingkup dalam pembelajaran tematik terpadu yaitu Standar

    Kompetensi Kelulusan (SKL). Menurut PP No.32 Tahun 2013 bahwa

    Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kulifikasi

    kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan

    keterampilan. Menurut M Fadilah (2014: 36) kegunaa SKL adalah sebagai

    ruang lingkup dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar

    Penilaian Pendidikan, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan. Dalam

    pembelajaran tematik teritegratif Standar Kompetensi Lulusan merupakan

    hal yang penting, karena SKL merupakan pedoman dalam penilain

  • 12

    penepenentuan kelulusan siswa. Pada kurikulum 2013 untuk mencapai SKL

    siswa haruslah memiliki kemampuan yang dinamakan dengan Kompetmsi

    Inti (KI) yang merupakan perubahan dar standar kompetensi pada kurikulum

    sebelumnya (KTSP).

    Kompetensi inti kurikulum 2013 kelas 2 (Kementrian Pendidikan dan

    Kebudayaan 2013) disajikan melalui tabel 2.1 sebagai berikut:

    Tabel 2.1

    Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 2 Semester II

    KOMPETENSI INTI

    Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya

    Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan

    percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru.

    Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar,

    melihat, membaca] dan bertanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang

    dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang

    dijumpainya di rumah dan di sekolah.

    Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis,

    dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat,

    dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan

    berakhlak mulia.

    Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013

    Pembelajaran tematik berfokus pada tema tertentu. Tema dibuat dengan

    mengintegrasikan beberapa mata pelajaran. Hal ini menjadikan pembelajaran

    lebih terpadu dan bermakna. Meskipun dalam pembelajaran tematik tidak

    mewajibkan untuk memasukan semua mata pelajaran didalamnya namun

    minimal dalam satu tema terdiri dari tiga mata pelajaran yang pelaksanaan

    operasionalnya dirinci dalam Kompetensi Dasar (KD). Dalam pembelajaran

    kelas 2 semester I terdiri dari 4 tema dan terdapat 16 subtema. Tema dan

    subtema secara rinci disajikan melalui tabel 2.2 berikut:

  • 13

    Tabel 2.2

    Tema dan Subtema Kelas 2 Semester II

    TEMA SUBTEMA

    1 Hidup Rukun 1. Hidup Rukun di Rumah

    2. Hidup Rukun dengan Teman Bermain

    3. Hidup Rukun di Sekolah

    4. Hidup Rukun di Masyarakat

    2 Bermain Di Lingkunganku 1. Bermain di lingkungan rumah

    2. Bermain di rumah temna

    3. Bermain di lingkungan sekolah

    4. Bermain ditempat wisata

    3 Tugasku Sehari-hari 1. Tugasku sehari-hari di rumah

    2. Tugasku sehari-hari di sekolah

    3. Tugasku sebagai umat beragama

    4. Tugasku dalam kehidupan sosial

    4 Aku dan Sekolahku 1. Tugas-tugasku sekolah

    2. Kegiatan ekstrakulikulerku

    3. Lingkungan sekolahku

    4. Prestasi sekolahku

    Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 kelas 2 semester I

    Berdasarkan tabel 2.2 dalam pembelajaran tematik kelas 2 semester I

    terdiri dari 4 tema dan beberapa subtema. Dari 4 tema tersebut peneliti

    menggunakan tema 1 Hidup Rukun subtema 1 Hidup Rukun di Rumah.

    Berikut ini disajikan gambar pemetakan Kompetensi Dasar (KD) sebagai

    berikut:

    Gambar 2.1

    Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 1 Hidup Rukun subtema 1 Hidup Rukun di

    Rumah siklus 1

    Matematika

    3.1 Mengenal bilangan asli sampai 500 dengan

    menggunakan blok dienes (kubus satuan).

    Subtema 1 Hidup Rukun di Rumah

    Indikator

    3.1.1 Membilang sampai 500

    dengan menggunakan blok dienes

    (kubus satuan). 3.1.2 Menyebutkan

    banyak benda dengan menggunakan

    kubus satuan blok dienes (kubus

    satuan).

  • 14

    Gambar 2.2

    Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 1 Hidup Rukun subtema 1 Hidup Rukun di

    Rumah siklus 2

    2.3 Model Pembelajaran

    2.3.1 Model Pembelajaran Discovery Learning

    Beberapa model pembelajaran yang didasarkan pada kontruktivisme salah

    satunya adalah Discovery Learning. Menurut Slavin (Baharudin dan Esa Nur

    Wahyuni, 2015: 180) Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana

    siswa di dorong untuk belajar dengan dirinya sendiri. M Hosna (2014: 280)

    discovery learning yaitu pembelajaran yang di kembangkan menurut

    pandangan kontruktivisme. Pembelajaran Discovery Learning menekankan

    pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin

    ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

    Dalam pembelajaran discovery siswa dapat membuat perkiraan, merumuskan

    hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif

    atau proses deduktif dan melakukan observasi. Sedangkan menurut

    Mohammad Takdir Ilahi (2012: 33) discovery learning merupakan salah satu

    pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam kegiatan

    belajar mengajar, sehingga dapat menggunakan proses mentalnya untuk

    menemukan konsep atau teori yang dipelajari.

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran Discovery Learning merupakan pembelajaran yang melibatkan

    Matematika

    4.1 Memprediksi pola-pola bilangan sederhana

    menggunakan bilanganbilangan yang kurang dari

    100memeriksa kebenaran jawabnya.

    Subtema 1 Hidup Rukun di Rumah

    Indikator

    4.1.1 Menentukan pola-

    pola bilangan sederhana

    menggunakan bilangan

    kurang dari 100. 4.1.2

    Membuat pola-pola

    bilangan sederhana dengan

    menggunakan bilangan

    kurang 100

  • 15

    siswa secara langsung untuk aktif dalam pembelajaran dan mendorong siswa

    untuk menemukan sendiri pemahaman terhadap suatu konsep yang di ajarkan.

    Menurut M Hosnan (2004: 284) karakteristik utama dalam pembelajaran

    Discovery Learning adalah:

    1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

    menggabungkan, dan menggeneralisasikan pengetahuan.

    2. Siswa menjadi pusat pembelaran.

    3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang

    sudah ada.

    Penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan

    dalam pembelajaran modern. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 81A

    Tahun 2013 pada lampiran menyatakan bahwa untuk mencapai kualitas yang

    telah dirancang oleh kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan

    prinsip yang:

    1. Berpusat pada siswa

    2. Mengembangkan kreativitas siswa

    3. Menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang

    4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestika

    5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan

    berbagai strategi dan model pembelajaran yang menyenangkan,

    kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

    2.3.2 Langkah-langkah Model Discovery Learning

    Adapun langkah-langkah Discovery Learning menurut M Hosnan (2014: 289)

    ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar

    mengajar yaitu:

    1. Menentukan tujuan pembelajaran

    2. Melakukan identifikasi karateristik sisiwa (kemampuan awal, minta, gaya

    belajar dsb)

    3. Memilih materi pelajaran

  • 16

    4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari

    contoh-contoh generalisasi)

    5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,

    ilustrasi, tugas dsb untuk dipelajari siswa

    6. Mengatur topik-topik pembelajaran dari yang sederhana ke komplek, dari

    yang kongkrit ke abstrak

    7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar

    Menurut (Mulyasa, 2014:144) langkah-langkah di dalam model

    pembelajaran discovery learning sebagai berikut.

    a. Stimulus (stimulation). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat

    berupa bacaan, gambar, dan cerita sesuai dengan materi pembelajaran

    yang akan dibahas, sehingga siswa mendapat pengalaman belajar melalui

    kegiatan membaca, mengamati situasi, atau melihat gambar.

    b. Identifikasi masalah (problem statement). Pada tahap ini, siswa diharuskan

    menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pembelajaran,

    mereka diberikan pengalaman untuk menanya, mengamati, mencari

    informasi, dan mencoba merumuskan masalah.

    c. Pengumpulan data (data collecting). Pada tahap ini siswa diberikan

    pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat

    digunakan untuk menemukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

    d. Pengolahan data (data processing). Kegiatan mengolah data akan melatih

    siswa untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan konseptualnya

    untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan

    melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.

    e. Verifikasi (verification). Tahap ini mengarahkan siswa untuk mengecek

    kebenaran dan keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai

    kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskusi, dan mencari

    berbagai sumber yang relevan, serta mengasosiasikannya, sehingga

    menjadi suatu kesimpulan.

    f. Generalisasi (generalization). Pada kegiatan ini siswa digiring untuk

    menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau

  • 17

    permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih

    pengetahuan metakognisi siswa.

    2.3.3 Kelebihan Model Discovery Learning

    Di dalam Model terdapat kelebihan dan kelemahan. Berikut kelebihan dari

    model Discovery Learning yang yaitu:

    1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,

    memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam

    proseskognitif/pengenalan siswa.

    2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual

    sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

    3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar parasiswa.

    4. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

    berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

    5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki

    motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

    6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada

    diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

    Beberapa kelebihan yang lain pada model penemuan (Discovery) ini antar

    alain:

    a. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak penguasaan

    keterampilan dan proses kognitif siswa.

    b. Membangkitkan gairah belajar bagi siswa

    c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak lebih maju sesuai

    dengan kemampuannya sendiri

    d. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa

    terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar

    e. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepecayaan

    pada diri sendiri melalui proses – proses penemuan.

  • 18

    2.3.4 Kelemahan Model Discovery Learning

    Model penemuan (Discovery) ini mempunyai kelemahan sebagai berikut:

    1. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental.

    2. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan

    sekitarnya dengan baik

    3. Model ini kurang berhasil digunakan dikelas besar

    4. Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan

    pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila di ganti

    dengan model penemuan (Discovery)

    5. Dengan model penemuan (Discovery) ini proses mental terlalu

    mementingkan proses pengertian saja atau pembentukan sikap dan

    keterampilan siswa.

    2.3.5 Model Pembelajaran Cooperative Learning Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang

    diterapkan dalam pembelajaran kurikulum 2013, dalam kurikulum 2013 siswa

    banyak melakukan kegiatan pembelajaran berkelompok. Komalasari (2011:

    62) cooperative learning adalah pembelajaran dimana siswa belajar dan

    bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya

    terdiri dari 2-5 orang, dengan struktur kelompok yang relatif heterogen.

    Rusman (2013: 202) cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran

    dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

    secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang struktur kelompok

    yang bersifat heterogen. Isjoni (2011: 14) pembelajaran cooperative learning

    adalah model belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil

    yang tingkat kemampuannya berbeda, dalam menyelesaikan tugas

    kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama, dan saling

    membantu untuk memahami materi pelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli

    di atas, dapat disimpulkan pembelajaran cooperative learning adalah

    pembelajaran berkelompok, setiap kelompok bekerja untuk memecahkan

    suatu masalah secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya dengan

    penuh rasa tanggung jawab.

  • 19

    Terdapat macam-macam tipe pembelajaran cooperatif learning

    diantaranya;

    (a) STAD (students team achievement division),

    (b) model jigsaw,

    (c) model investigasi kelompok (group investigation),

    (d) model mencari pasangan (make a match),

    (e) model TGT (team games tournaments),

    (f) model struktural.

    Suprijono (2013: 89-103) membagi model cooperative learning menjadi

    dua belas tipe yaitu: (a) jigsaw, (b) think pair share, (c) numbered heads

    together, (d) group investigation, (d) two stay two stay, (e) make a match, (f)

    listening team, (g) inside-outside circle, (h) bamboo dancing, (i) poincounter-

    point, (i) the power of two, (j) listening team. Dari model dan tipe

    pembelajaran ersebut juga terdapat model pendukung pengembangan

    pembelajaran kooperatif diantaranya adalah;

    1. PQ4R

    2. Guided Note Taking

    3. Snowball Drilling

    4. Concept Mapping

    5. Giving Question and Getting Answer

    6. Question Student Have

    7. Talking Stick

    8. Everyone is Teacher Here

    9. Tebak Pelajaran

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan Talking Stick

    adalah salah pendukung pengembangan pembelajaran Cooperative Learning,

    peneliti memilih model Cooperative Learning tipe Talking Stick untuk

    membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu dapat

    meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa, khususnya dalam pembelajaran

  • 20

    tematik terpadu. Dalam penilitian kali ini penulis menggunakan model

    Cooperatif Learning tipe Talking Stick.

    Menurut Agus Suprijono (2013:109). Pembelajaran dengan model Talking

    Stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Model ini

    memberi kesempatan kepada setiap siswa mempelajari materi tersebut setelah

    guru mengawalinya dengan penjelasan mengenai materi pokok yang akan

    dipelajari. Miftahul Huda (2014:224) Talking Stick merupakan model

    pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok pemegang

    tongkatlah yang pertamakali menjawab pertanyaan guru setelah mereka

    mempelajari materinya.

    Dari pengertian Talking Stick di atas maka dapat disimpulkan Talking Stick

    adalah pendukung pengembang model pembelajaran Cooperative Learning

    yang membantu bahkan memaksa siswa untuk berani dan percaya diri dalam

    berbicara mengemukakan pendapat di hadapan orang lain.

    2.3.6 Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Learning Tipe

    Talking Stick

    Mftahul Huda (2014: 225) langkah-langkah pembelajaran Cooperative

    Learning tipe Talking Stick adalah:

    1. Guru menyampaikan materi pokok yang dipelajari, kemudian

    memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk

    membaca dan mempelajari materi pelajaran.

    2. Siswa berdiskusi membahas masalah yang ada dalam wacana.

    3. Setelah siswa selesai mambaca materi pelajaran dan mempelajari isinya,

    guru mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.

    4. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa,

    setelah itu guru meberi pertanyaan dan siswa yang memegang

    tongkattersebut harus menjawabnya, demikian setrusnya sampai

    sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap

    pertanyaan guru.

    5. Guru memberi kesimpulan.

  • 21

    6. Guru melakukan valuasi/kesimpulan.

    7. Guru menutup pembelajaran.

    2.3.7 Media Pembelajaran

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong

    upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam

    proses belajar mengajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-

    alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan

    bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

    Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan bersahaja

    tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang

    diharapkan.

    Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga

    dituntut untuk dapat mengembangkan alat-alat yang tersedia, guru juga

    dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media

    pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.

    Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang media

    pengajaran, yang meliputi (Hamalik,1994: 6)

    • Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar

    mengajar

    • Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

    • Seluk-beluk proses belajar

    • Hubungan antara model mengajar dan media pendidikan

    • Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran

    • Pemilihan dan penggunaan media pendidikan

    • Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan

    • Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran

    • Usaha inovasi dalam media pendidikan

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang

    tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan

    pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada

    khususnya. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah

  • 22

    berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media

    adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

    Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan

    instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu

    disebut Media Pembelajaran.

    2.3.7.1 Manfaat Media Pembelajaran

    Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting

    adalah model mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini saling

    berkaitan. Pemilihan salah satu model mengajar tertentu akan

    mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, meskipun masih

    ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih

    media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang

    diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks

    pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian,

    dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran

    adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim,

    kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

    Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran

    dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan

    minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan

    belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap

    siswa.

    Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah

    memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga

    pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara lebh khusus

    ada beberapa manfaat media yang lebih rinci Kemp dan Dayton

    (1985) misalnya, mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam

    pembelajaran yaitu:

    1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan

    2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik

  • 23

    3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif

    4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga

    5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

    6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja

    dan kapan saja

    7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi

    dan proses belajar

    8. Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.

    Selain beberapa manfaat media seperti yang dikemukakan oleh

    Kemp dan Dayton tersebut, tentu saja kita masih dapat menemukan

    banyak manfaat-manfaat praktis yang lain. Manfaat praktis media

    pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

    1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan

    informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses

    dan hasil belajar

    2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan

    perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,

    interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya,

    dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai

    dengan kemampuan dan minatnya

    3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang

    dan waktu

    4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman

    kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka,

    serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru,

    masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata.

    Kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

  • 24

    2.3.8 Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Talking

    Stick

    Penerapan model pembelajaran discovert learning dengan berbantuan

    talking stick merupakan cara yang digunakan guna meningkatkan hasil

    belajar siswa dengan menjadikan siswa aktif di dalam kelas karena siswa

    menjadi student center dan guru hanya sebagai fasilitator. Sedangkan ketika

    guru menggunakan talking stick dalam pembelajaran akan melatih siswa

    untuk lebih aktif dan berani berbicara di depan teman lainnya ketika

    mendapatkan pertanyaan dan harus menjelaskan jawaban yang disampaikan.

    Jadi ketika penerapan model pembelajaran discovery learning dengan

    berbantuan talking stick diharapkan siswa di dalam kelas dapat lebih

    memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan model pembelajaran

    yang menarik.

    2.3.9 Penelitian Yang Relevan

    Peneliti menggunakan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian

    ini sebagai referensi. Penelitian sebelumnya digunakan untuk menambah

    pengetahuan bukan untuk di jiplak. Tentunya penelitian yang relevan dengan

    penelitian ini yaitu penerapan Discoveri Learning dan Talking Stick.

    Penelitian yang dilakukan Fradila Yulientri tahun 2015 dengan judul

    “Model Flipped Classroom dan Discovery Learning Pengaruhnya Terhadap

    Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemeandirian Belajar”

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh

    kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Flipped

    classroom dan Discovery dalam pembelajaran Matematika. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa Fobs sebesar 5,65 yang lebih besar dari Ftabel dengan

    taraf signifikansi 5% yaitu 4,00.

    Heri Supiyanto tahun 2014 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran

    Discovery Learning untuk Meningkatkan Kerja Sama dan Hasil Belajar

    Siswa pada pembelajaran Tematik”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

    dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan model

  • 25

    pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil

    belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai presentase peningkatan

    kerja sama dan hasil belajar siswa, yaitu pada siklus I sikap kerja sama 49%

    kurang, siklus II 69% dengan kategori cukup baik, dan siklus III 92%

    kategori baik. Sedangkan pada hasil belajar siswa yaitu siklus I 54% kategori

    kurang, siklus II 72% kategori baik, sedangkan siklus III 92% kategori sangat

    baik.

    Riana Kusuma Sari tahun 2012 dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar

    Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Melalui Model Talking Stick pada

    Siswa Kelas IV SD N Newung I Kecamatan Sukodono”. Dari data di atas

    dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Talking

    Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran

    matematika pada siswa kelas IV SDN Newung I Kecamatan Sukodono tahun

    pelajaran 2011/2012 dengan hasil Pada siklus I dengan penerapan model

    Talking Stick terjadi peningkatan hasil belajar dari 25 % menjadi 65 % dari

    20 siswa yang mendapat nilai ≥ 60,sebagai KKM. Sedang pada siklus II dari

    65 % menjadi 85 % dari 20 siswa yang mendapat nilai ≥ 60,sebagai KKM,

    hal ini menyatakan ada peningkatan sebanyak 20% dari siklus I.

    Berdasarkan beberapa penelitian di atas, peneliti akan melakukuan

    penelitian menggunakan Discovery Learning berbantuan Talking Stick.

    Peneliti mempunyai tujuan yang sama dengan kedua peneliti diatas yaitu

    untuk meningkatakan hasil belajar matematika dalam pembelajaran tematik

    melalui penerapan model Discovery Learning berbantuan Talking Stick.

    2.3.10 Kerangka Pikir

    Kondisi awal pembelajaran tematik yang berfokus pada salah satu mapel

    yaitu matematika di kelas 2 SDN Candigatak 1 dalam penyampaian

    materinya masih di dominasi dengan model konvensional dan siswa kurang

    aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan dan

    cenderung sibuk sendiri. Dengan kegiatan pembelajaran yang seperti itu

  • 26

    mengakibatkan siswa cepat merasa bosan dan susah memahami materi

    pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

    Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar matematika tematik siswa rendah

    bahkan tidak mencapai KKM. Berdasarkan kondisi proses pembelajaran yang

    seperti itu maka perlu diterapkan proses pembelajaran yang dapat

    meningktakan hasil belajar siswa. Tindakan selanjutnya yang dilakukan

    dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model Discovery Learning

    berbantuan Talking Stick dalam pembelajaran matematika tematik, dengan

    penerapan model Discovery Learning berbantuan Talking Stick ini siswa akan

    lebih aktif dalam kegiatan belajar karena dalam model Discovery Learning

    berbantuan Talking Stick ini siswa diarahkan untuk belajar dengan cara

    memecahkan masalah yang ada di dunia nyata, sehingga konsep

    pembelajaran yang akan diperoleh siswa tidak akan mudah untuk dilupakan.

    Dilihat dari kerangka berfikir tersebut, maka diduga penggunaan model

    Discovery Learning berbantuan Talking Stick dapat meningkatkan hasil

    belajar matematika tematik siswa kelas 2 SDN Candigatak 1, sehingga dapat

    digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

    Gambar 2.3

    Kerangka Pikir

    Kondisi Awal

    Pembelajaran

    Hasil Belajar

    Matematika Rendah

    Tindakan Siswa aktif dalam

    pembelajaran Siklus 1

    Hasil belajar

    matematika

    meningkat Guru Menggunakan

    model Discovery

    Learning berbatuan

    Talking Stick Siklus 2

    Siswa aktif dalam

    pembelajaran

    Siswa kurang aktif

  • 27

    2.3.11 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, dapat

    dirumuskan hipotesis tindakan ini sebagai berikut:

    1. Penerapan model Discovery Learning berbantuan Talking Stick

    diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tematik siswa

    kelas 2 SDN Candigatak 1 Boyolali semester II Tahun Pelajaran

    2016/2017.

    2. Langkah-langkah penerapan model Pembelajaran Discovery Learning

    berbantuan Talking Stick yang dilaksanakan sesuai dengan sintaks

    diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tematik siswa

    kelas 2 SDN Candigatak 1 Boyolali semester II Tahun Pelajaran

    2016/2017.