bab ii interaksi individu dari perspektif martin buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan adam dan...

14
BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber 2.1 Pendahuluan Manusia sebagai makhluk sosial selalu menjalin hubungan dengan orang lain, berusaha mengenal dan memahami kebutuhan satu dengan yang lain, membentuk interaksi dan berusaha mempertahankan interaksi tersebut. 1 Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia tidak terlepas dari relasi dengan lingkungan dan sesama. Hal ini terlihat jelas sejak manusia dilahirkan. Manusia hidup dalam suatu lingkungan tertentu, dan ia memerlukan bantuan dari orang lain dan di sekitarnya. Sebagai makhluk sosial, manusia berkeinginan untuk berbicara, tukar menukar gagasan, mengirim dan menerima informasi, membagi pengalaman, bekerja sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan sebagainya. 2 Berdasarkan pemahaman tentang manusia sebagai makhluk sosial yang berusaha untuk membentuk dan mempertahankan interaksi, maka pada bab ini penulis akan memaparkan kerangka konseptual interaksi individu menurut perspektif Martin Buber. 2.2 Latar Belakang Kehidupan Martin Buber Pada bagian ini, penulis berusaha memaparkan profil Martin Buber sehingga kita dapat secara jelas memiliki pengetahuan tertentu tentang siapa tokoh yang dibahas, latarbelakang kehidupan keluarga dan situasi lingkungan dimana beliau hidup. Pengenalan yang cukup baik atas tokoh ini akan sangat membantu di dalam upaya membaca-memahami pemikiran beliau tentang kerangka konseptual interaksi individu. 1 Sarlito W. Saworno dan Eko A. Meinamo, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), 67. 2 Suranto A. W, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 1.

Upload: others

Post on 10-Jun-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

BAB II

Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber

2.1 Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial selalu menjalin hubungan dengan orang lain, berusaha

mengenal dan memahami kebutuhan satu dengan yang lain, membentuk interaksi dan berusaha

mempertahankan interaksi tersebut.1 Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia

tidak terlepas dari relasi dengan lingkungan dan sesama. Hal ini terlihat jelas sejak manusia

dilahirkan. Manusia hidup dalam suatu lingkungan tertentu, dan ia memerlukan bantuan dari

orang lain dan di sekitarnya. Sebagai makhluk sosial, manusia berkeinginan untuk berbicara,

tukar menukar gagasan, mengirim dan menerima informasi, membagi pengalaman, bekerja

sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan sebagainya.2 Berdasarkan pemahaman

tentang manusia sebagai makhluk sosial yang berusaha untuk membentuk dan

mempertahankan interaksi, maka pada bab ini penulis akan memaparkan kerangka konseptual

interaksi individu menurut perspektif Martin Buber.

2.2 Latar Belakang Kehidupan Martin Buber

Pada bagian ini, penulis berusaha memaparkan profil Martin Buber sehingga kita dapat

secara jelas memiliki pengetahuan tertentu tentang siapa tokoh yang dibahas, latarbelakang

kehidupan keluarga dan situasi lingkungan dimana beliau hidup. Pengenalan yang cukup baik

atas tokoh ini akan sangat membantu di dalam upaya membaca-memahami pemikiran beliau

tentang kerangka konseptual interaksi individu.

1 Sarlito W. Saworno dan Eko A. Meinamo, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), 67.

2 Suranto A. W, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 1.

Page 2: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Mordechai Martin Buber lahir pada tanggal 8 Februari 1878 di Wina3. Buber tinggal

bersama kakeknya yang bernama Salomon Buber dan neneknya yang bernama Adela, di

Lemberg, Polandia, sejak usia 3 tahun. Buber tinggal bersama kakek-neneknya dikarenakan

orang tuanya bercerai. Ia dibesarkan di lingkungan Yahudi yang sangat pietis karena kakeknya

adalah seorang sarjana Ibrani yang menulis beberapa tinjauan kritis terhadap Midrash (tafsiran

Yahudi terhadap Alkitab). Sebagai seorang sarjana, Salomon Buber tidak hanya mengajarkan

cucunya untuk melakukan tradisi Yahudi tetapi memperkenalkan juga karya penulis-penulis

Jerman. Itu sebabnya ketika Marten Buber berusia 13 tahun ia tidak hanya membaca kitab

suci, ia sangat gemar membaca karya dari Schiller, seorang filsuf Jerman.4

Buber kembali tinggal bersama ayahnya pada saat dirinya berusia 14 tahun, saat itu

ayahnya telah menikah lagi, mereka tinggal bersama di Lemberg. Di usianya yang ke-17 tahun,

Buber menyelesaikan studi di Polish Gymnasium dan melanjutkan pendidikan ke Universitas

Wina untuk belajar filsafat dan sejarah seni. Ia tidak memiliki arah yang jelas selama kuliah.

Oleh karena itu dari Wina, Buber melanjutkan studinya ke Universitas Leipzig dan Zurich.

Buber sama sekali tidak tertarik kepada hal-hal yang berkaitan dengan Yahudi karena sejak

kecil ia “membenci” segala bentuk ritual dan tata cara Yudaisme yang kaku, minatnya pada

hal-hal sekuler.

3 Raphael Jospe dan Dov Schwartz, edited, Encounters In Modern Jewish Thought: The Works Of Eva

Jospe (Brighton USA: Academic Studies Press, 2013), xlv.

4 Pancha Wiguna Yahya, “Mengenal Marten Buber dan Filsafat Dialogisnya,” Veritas: Jurnal Teologi

dan Pelayanan, Vol. 2, no.1 (April 2001): 38.

Page 3: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Di Leipzig (1898), Buber terlibat dalam gerakan Zionisme5 yang dipimpin oleh

Theodor Herzl.6 Buber yang merupakan keturunan Yahudi, ketika terlibat dalam gerakan

Zionis ia mempelajari hampir seluruh aspek yang berkaitan dengan keyahudian. Yudaisme

yang dilihat oleh Buber, lebih pada religiusitas dan kesalehannya, bukan pada permasalahan

politiknya.7 Menurut Buber yang dibutuhkan umat Yahudi bukan pembangunan fisik namun

suatu kebangunan yang bersifat rohani, agar umat Yahudi menjadi berguna bagi dunia.8

Theodor Herzl terdorong untuk menjadikan gerakan Zionis sebuah gerakan politik yang

terkait langsung dengan bangkitnya anti-Semitisme politik sebagai fenomena di seluruh Eropa

pada tahun 1873.9 Buber, melihat gerakan Zionis suatu gerakan budaya.10 Hal ini

memperlihatkan adanya perbedaan ideologi antara Herzl dan Buber. Oleh karena itu, Buber

memutuskan untuk keluar dari gerakan Zionisme dan melepaskan tanggungjawabnya sebagai

penulis Dei Welt yang merupakan jurnal milik Herzl.

5 Zionisme adalah gerakan politik abad 19 di era nasionalisme sekuler, revolusi industri, imperialisme

Eropa dan ekspansi penjajahan ke Afrika dan Asia. Jawaban Zionisme atas persoalan yang terjadi, membawa

orang-orang Yahudi ke luar dari Eropa dan membawa mereka ke tanah air sehingga dapat mengejar kebahagiaan

dan penentuan nasib. Dengan tujuan mendapatkan kebebasan dan kemakmuran tanpa rintangan yang dikenakan

kepada mereka.

6 Theodor Herzl terkenal dengan gagasannya tentang negara Yahudi ketika bangkitnya anti-Semitisme

politik sebagai fenomena di seluruh Eropa, pada tahun 1873. Sebagian besar orang Yahudi saat itu tinggal di

Polandia dan Rusia, di mana orang-orang Yahudi mencoba melarikan diri dari wajib militer paksa oleh rezim

Czar, yang secara berkala memicu kerusuhan anti-Yahudi, dan menghendaki kematian orang-orang Yahudi.

7 Wahju S. Wibowo, Aku, Tuhan dan Sesama: Butir-butir Pemikiran Martin Buber Tentang Relasi

Manusia dan Tuhan (Yogyakarta: Cv. Sunrise, 2017), 14.

8 Muhammad Hilal, “Dialog Marten Buber” Jurnal Pustaka, (Januari-Juni 2014): 65, akses Juli 13, 2017,

ejournal.alqolam.ac.id/index.php/jurnal_pusaka/article/.../12/11

9 Michael Zank, “Buber Zionisem,” : 2, diakses Oktober 12, 2017,

https://www.academia.edu/12906887/Buber_Zionism.

10 Ibid,……..6

Page 4: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Zevaat Ribesh adalah sebuah buku yang berisi ajaran Hasidisme11 karya Baal Shem

Tov. Buku ini merupakan buku bacaan Buber di saat ia kecewa terhadap Zionisme dan

Yudaisme ortodoks formal. Inilah awal ketertarikannya terhadap ajaran Hasidisme. Ajaran

Hasidisme muncul di Polandia pada abad ke-8 dan berkembang di antara orang Yahudi Eropa

bagian Timur pada abad ke-18 dan ke-19.12 Hasidisme bukanlah komunitas monastik yang

hidup eksklusif, terpisah dari dunia, tetapi suatau komunitas yang hidup berdasarkan iman dan

hidup di tengah-tengah orang lain. Karena itu ajarannya menekankan pada pentingnya menjaga

hubungan antara manusia dengan Tuhan, mencintai Tuhan dan sesama, peka terhadap wahyu

Tuhan dan menekankan doa sebagai yang utama untuk bisa bersatu dengan Tuhan. Buber

sangat tertarik dengan ajaran Hasidisme dan ketertarikannya itu ditunjukkan melalui penelitian

dan menterjemahkan hikayat-hikayat Hasidisme ke dalam Bahasa Jerman dan

membukukannya, sehingga ia dikenal sebagai seorang yang ahli dalam ajaran Hasidisme13.

Namun demikian ia tidak pernah berkeinginan untuk menjadi seorang Hasid.14

Pengalaman hidup yang dialami oleh Buber dimulai dari masa kecil sampai dewasa,

hobbi membaca yang dimilikinya dan ketertarikannya terhadap ajaran Hasidisme membuatnya

semakin menyadari akan keberadaannya sebagai manusia. Manusia memiliki hak dan

kewajiban, keduanya harus terjadi dialog, jika tidak maka akan membuka peluang untuk

melakukan tindakan yang jahat. Oleh karena itu Buber memberikan konsep dialog untuk

membangun perdamaian dan menyelesaikan konflik.

11 Hasidisme berasal dari Bahasa Ibrani “hesed” yang berarti cinta kasih, rahmat atau anugerah.

12 Maurice S. Friedman, Martin Buber The Life OF Dialogu (Chicago: The University of Chicago Press,

1956), 16, Chicago Illinois.

13 Alex Guilherme and W. John Morgan, “Peace Profile: Martin Buber” (Januari 2011): 110, diakses Juli

20, 2017, https://www.academia.edu/1034400/Peace_Profile_Martin_Buber.

14 Hasid adalah seorang pengikut ajaran Hasidisme.

Page 5: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Tahun 1899,15 pada usia 21 tahun Buber menikah dengan Paula Winkler. Paula berasal

dari Munich dan ia seorang penulis. Buber memiliki dua orang anak, Eva dan Rafael. Buber

meninggal dalam usia 65 tahun di Yerusalem.

2.3 Pemikiran Pokok Martin Buber

Pemikiran Martin Buber dipengaruhi Yudaisme, Hasidisme, Immanuel Kant,

Friederich Nietzsche, Franz Rosenzweig dan juga Schiller. Pengaruh Yudaisme dan

Hasidisme, Buber dapatkan di lingkungan keluarga karena kakeknya ahli dalam kebudayaan

dan sastra Yahudi dan Buber sering diajak oleh kakeknya untuk hadir dalam pertemuan anggota

Zaddikim.16 Buber gemar membaca, buku filsafat yang pertama ia baca adalah karya-karya

Plato. Selanjutnya, ia tertarik untuk mendalami filsafat, kemudian ia membaca buku

Prolegomena karya Immanuel Kant dan Thus Spake Zarathustra karya Frederich Nietzsche.

Franz Rosenzweig adalah sahabat Martin Buber, ia berfilsafat dengan melibatkan seluruh

kepribadiannya, filsafat eksistensial.17 Schiller adalah teman diskusi Buber mengenai Torah.

Pengalaman hidup dan kegemarannya membaca buku, membentuk pemikiran Buber.

Pemikiran Buber dimulai dengan pola I and Thou. Kemudian, pola itu dilanjutkan

dengan adanya hubungan I merealisasikan diri sekaligus menyebut personalitas Thou,

sehingga terjadi unifikasi yang pada akhirnya terdapat hubungan I and Eternal Thou (hubungan

dengan Tuhan).18 Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan pemikiran Buber dengan

mistisisme. Buber memulai dengan hubungan antara aku dengan sesama sedangkan mistisisme

memulai hubungan antara aku dengan Tuhan. Pemikiran filosofis Martin Buber memainkan

15 Wibowo, Aku Tuhan Dan Sesama,……….14.

16 Kelompok dari kaum Hasidisme, dengan pemimpinnya yang disebut Zaddik.

17 Kees Bertens, Filsafat Barat Abad XX, Inggris-Jerman (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1983), 157.

18 Wibowo, Aku, Tuhan dan Sesama,………..18.

Page 6: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

peran penting pada abad ke-20 dalam gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Emmanuel

Levinas.19

2.3.1 Realitas Manusia dan Proses pengetahuannya

Manusia selalu berhubungan dengan tiga pihak dalam dunia ini. Pertama, ia

berhubungan dengan alam, termasuk benda-benda; kedua berhubungan dengan manusia; dan

ketiga ia berhubungan dengan “Yang Absolut,” kaum beragama menyebut dengan “Tuhan.”20

Hubungan yang dilakukan oleh manusia kepada ketiga pihak tersebut, berkaitan dengan

realitas. Realitas menurut Buber adalah “ruang antara” (in between) yang terbuka ketika

manusia berhubungan alam, sesama dan Tuhan, dan dibangun atas dasar hubungan timbal

balik. Buber menyebutnya sebagai “aktualitas,” suatu kehidupan sesungguhnya yang dibangun

oleh individu.

Individu yang “berpikir” menurut Buber memiliki perangkat filosofi yang

memampukan pikiran untuk memahami dan mempersepsikan setiap hal yang dijumpai,

sehingga memiliki pengetahuan. Pengetahuan tentang alam, sesama dan Tuhan yang dimiliki

oleh individu berdasarkan perjumpaan yang melaluinya ada kesatuan, memampukannya untuk

memikirkan hubungan yang konkret dengan semuanya itu. Pengetahuan dapat diperoleh

individu melalui proses. Ada dua macam proses pengetahuan menurut Buber.21 Pertama, proses

yang berlangsung antara subjek dengan objek. Kedua, proses yang berlangsung antara subjek

dan subjek.

19 Kees Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Prancis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), 314.

20 Martin Buber, I and Thou, Penterjemah: Ronald Georgor Smith (Edinburg: T&T. Clark, Hesperides

Press,2008), 6.

21 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama,……………… 29.

Page 7: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Proses antara subjek dengan objek memberikan dampak bagi individu untuk

mengembangkan pengetahuannya terhadap sesuatu. Objek pengetahuan yang sekaligus

merupakan objek pengalaman dan objek penggunaan memberi dampak positif bagi subjek

karena “mengalami” dan “menggunakan” objek pengetahuan. Sebaliknya, objek akan tetap

menjadi objek yang “dialami” dan “digunakan,” proses ini berlaku sepihak.

Proses antara subjek dengan subjek, berlaku hubungan timbal balik. Subyek

memperoleh pengetahuan dari subjek yang lain, tidak ada lagi objek yang “dialami” atau

“digunakan.” Objek berubah menjadi subjek, dikarenakan adanya perjumpaan. Buber melihat

proses kedua ini sebagai proses religius, karena melalui proses pengetahuan yang berlangsung

antar subjek dengan subjek, menghadirkan realitas. Buber mengambil contoh dari Alkitab,

yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa.22 Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa

sebagai sesama subjek: ada intimitas dalam hubungan timbal balik sebagai sepasang kekasih,

keduanya saling memberikan pengaruh satu sama lain.

2.3.2 Manusia sebagai Pribadi

Individu hidup di dalam dua kutub, ego dan pribadi. Individu yang menyadari bahwa

dirinya adalah subjek yang “mengalami” dan “menggunakan”, memisahkan diri dari

hubungannya dengan yang lain, itulah ego. Ego menjadikan dirinya sebagai pusat dan melihat

segala sesuatu dari sudut pandangnya. Sebaliknya, pribadi adalah kesadaran individu akan

subjektivitasnya yang menjalani hubungan dengan yang lain. Aktualisasi individu ditentukan

melalui partisipasinya dengan orang lain yang terbangun dalam sebuah interaksi.23

22 Ibid,……………… 30.

23 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama,……………… 3.

Page 8: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Aspek penting dalam sebuah interaksi adalah dialog. Perjumpaan individu dengan yang

lain, memungkinkan adanya dialog di antara keduanya. Dialog yang terjadi adalah dialog yang

setara, antara subjek dengan subjek. Individu mengakui yang lain sebagai subjek yang memberi

sekaligus yang menerima, sama dengan dirinya. Penjelmaan dari dialog di antara individu

dengan individu, memberikan dampak adanya pergeseran komunikasi (communication)

menjadi persekutuan (communion).24 Di dalam sebuah komunitas, individu berperan

membantu sesamanya dalam proses “mempribadi.” Proses “mempribadi” menyadarkan

individu bahwa dirinya tidak dapat hidup tanpa orang lain.

2.3.3 Relasi I–It dan I–Thou

2.3.3.1 Relasi I–It.

Hubungan yang sepihak dan bersifat posesif tergambar dalam relasi I–It. Buber melihat

relasi I–It tidak memperlihatkan sebuah hubungan yang sangat mendasar. It tidak memberikan

pengaruh kepada I, dan I tidak membiarkan It untuk mempengaruhinya, adanya pemisahaan

antara I dan It, subjek dan objek. Di dalam relasi I–It tidak ada perjumpaan.

Perjumpaan tidak terjadi dalam hubungan I–It, I menutup diri dari It, tidak membiarkan

It ada pada dirinya sendiri tetapi ada menurut pikiran I. It adalah dunia pengalaman

(Erfahrung),25 “pengalaman” yang dimaksud oleh Buber adalah segala sesuatu yang digunakan

demi kepentingan I. Pengalaman I memasukkan segala yang lain ke dalam dirinya sendiri.

“Yang lain” tidak berada pada posisi in between, karena itu tidak ada realitas dalam hubungan

I–It. I hadir sebagai diri yang menampilkan ego, mengobjektivitasi yang lain demi

24 Martin Buber, Between Man And Man, Penerjemah: Ronald Gregor-Smith (London & New York: The

Taylor & Francies e-Library, 2004), 6.

25 Buber, I and Thou,…… 5.

Page 9: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

kepentingannya. Individu yang melakukan pola hubungan I–It, menurut Buber bukanlah

manusia,26 karena baginya relasi I–It mengakibatkan individu keluar dari komunitas dan

sekaligus jauh dari sesamanya. relasi I–It membuat individu hidup terasing, padahal jati dirinya

sebagai “ada” (being) yang hanya dapat diwujudkan bila berada dalam perjumpaan

(encounter).

Relasi I–It dalam kehidupan modern terbentuk melalui institusi. Menurut Buber

institusi dilukiskan dalam It yang penuh dengan objek.27 Individu melalui institusi mengatur

segala sesuatu, berkompetisi, mempengaruhi, bernegosiasi, dan sebagainya. Institusi

membawa individu dalam keterpisahan dengan yang lain karena masuk dalam pengelompokan

individu dan menekan aspek privat, perasaan komunal yang terlihat dipermukaan. I melihat

yang lain sebagai pengelompokan, pemisahan dan kompetisi yang tajam, jika situasi ini

semakin menyesak, individu akan menjadi jenuh hidup dalam institusi. Individu akan

memberikan reaksi untuk keluar dari suasana institusi, melakukan relaksasi dari suasana

pengelompokan, pemisahan dan kompetisi yang tajam dan akhirnya menutup relasi dengan

yang lain, hilanglah perjumpaan dengan sesama. Di zaman modern, individu hidup dari satu

keterasingan keterasingan yang lain, pola relasi I–It meningkat secara progresif yang

berdampak pada kehidupan individu yang kehilangan perjumpaan dengan sesama.

2.3.3.2 Relasi I-Thou.

Pola relasi I–Thou, menurut Buber adalah hubungan timbal balik, membentuk dunia

interaksi.28 Relasi I–Thou merupakan peningkatan progresif dari hubungan I–It. Thou dapat

26 Ibid,…… 34.

27 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama, …….. 37

28 Buber, I and Thou,…… 6.

Page 10: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

membalas apa yang I sampaikan dan hanya Thou yang dapat memberi masukkan kepada I,

sehingga dapat mengembangkan diri, hal semacam ini yang tidak ada dalam relasi I–It.

“Kehidupan roh” (progressive development of the life of the spirit) ditandai dengan adanya

pengembangan progresif dalam diri individu yang terus menerus.29

Kehidupan roh ada di “ruang antara” (in between) I and Thou, bagi Buber kehidupan

roh tidak tidak terdapat di dalam I, tetapi berada di dalam perjumpaan antara I dengan Thou.30

I bisa ada di dalam kehidupan roh apabila I dapat menanggapi perjumpaan dengan Thou

sebagai subjek setara dan saling membangun. In between menyebabkan I and Thou “terpisah”

agar berhadapan muka sebagai yang setara tetapi sekaligus ada jarak yang menyatukannya, I

maupun Thou memiliki subjektivitas masing-masing.31 In between menyadarkan keduanya

akan adanya subjektivitas pada diri masing-masing dan sekaligus sadar akan subjektivitas pada

yang lain.

Kehidupan komunitas terbentuk dari relasi I–Thou. Setiap individu membutuhkan

tempat berpijak untuk hidup dalam hubungan timbal balik yang setara. Menurut Buber

komunitas dibangun berdasarkan dua hal;32 pertama, interaksi yang dijalankan atas dasar satu

“pusat kehidupan.” Kedua, komunitas dibangun berdasarkan interaksi. Dialog menjadi dasar

agar kedua hal tersebut dapat dijalankan.

Relasi I–Thou memiliki aspek cinta yang memungkinkan seseorang bertanggung

jawab kepada yang lain. I dalam pola relasi I-Thou adalah yang mampu mencintai. Cinta

merupakan bentuk tanggung jawab I terhadap Thou yang tidak terdapat dalam pola hubungan

29 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama, …….. 40.

30 Buber, I and Thou,…… 49.

31 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama,……………… 41.

32 Ibid.

Page 11: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

I–It. Cinta merupakan pengarahan I kepada Thou.33 Individu dimampukan untuk hidup dalam

keterlibatan yang utuh dengan sesamanya melalui cinta. I yang mencintai Thou, adalah I yang

memperlakukan Thou setara, dan dalam kesetaraan I mewujudkan tanggung jawab.34 Cinta

bukanlah perasaan subjektif, perasaan ada di dalam I, sedangkan I ada di dalam cinta. Di sinilah

letak perbedaan I dalam relasi I–It, I adalah perasaan. Cinta dan perasaan merupakan dua hal

yang berbeda, cinta menunjuk kepada orang lain sedangkan perasaan menunjuk pada diri

sendiri.

Relasi I–Thou tidak hanya memiliki aspek cinta, tetapi juga ada aspek kebebasan. I

mengadakan perjumpaan dengan Thou bukan karena Thou telah melakukan sesuatu terhadap

I, namun I menanggapi Thou berdasarkan atas keputusan bebas I untuk mengadakan relasi

dengan Thou. Buber menyebutkan bahwa individu yang bebas adalah individu yang

berkehendak tanpa selalu berubah pikiran dengan tiba-tiba dan alasan yang tidak jelas.35

Kehendak dalam diri individu bukanlah kehendak untuk berkuasa, melainkan kehendak untuk

merealisasikan kehidupan yang mendorong manusia untuk mengadakan perjumpaan dengan

orang lain.

2.3.3.3 Eternal Thou

Relasi individu dengan Tuhan tidak mungkin dilakukan dengan pola I–It. Tuhan

sebagai Pribadi tidak mungkin dijadikan It oleh individu. Oleh karena itu relasi individu dengan

Tuhan memakai pola I–Thou. Tuhan adalah Pribadi yang sempurna, Pribadi yang mutlak atau

Absolut. Tuhan menjadi Pribadai yang Absolut karena IA tidak dapat dibatasi. Buber

33 Ibid,………43

34 Ibid, …….. 44.

35 Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama, …….. 45.

Page 12: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

menggunakan istilah Eternal Thou untuk menunjuk ke Pribadi Tuhan yang Absolut.36 Individu

dapat merasakan kehadiran Tuhan sebagai Pribadi hanya dengan menjalankan hubungan I–

Thou.

Tuhan senatiasa berada di dalam relasi dengan individu, dan dalam hubungan itulah

terbentuk “ruang antara.” “Ruang antara” bagi Buber merupakan sejarah yang sedang

berlangsung, dan dalam sejarah dunia manusia dapat “bertemu” dengan Tuhan.37 Tuhan harus

dipahami sebagai Tuhan yang selalu hadir dan kehadiranNya adalah makna dari kehidupan.

Tuhan membentuk individu untuk dapat memberikan makna bagi dunia. Tuhan sebagai Pribadi

dalam hubungan I–Thou “mengalirkan” “anugerah” (grace) dalam perjumpaan dengan I, dan

“anugerah” berada pada “ruang antara.” Individu yang berada di dalam perjumpaan akan

merasakan “anugerah” dan sekaligus menyambutnya dalam bentuk “kehendak” (will).38

Kehendak adalah keputusan atau tanggapan individu terhadap “anugerah” yang dialirkan

Tuhan.

Keputusan (Entsheidung) menjadi suatu aspek penting ketika individu membentuk diri

dalam relasi I–Thou. Individu secara sadar memilih apa yang dianggap baik dan apa yang tidak

melalui keputusannya. Eternal Thou hadir dalam hubungan dengan seseorang sekaligus

memberikan “jalan” kepada seseorang dalam mengambil keputusan. Relasi I–Eternal Thou,

perjumpaan manusia dengan Tuhan, juga terjadi dalam interaksi dengan sesama, I–Thou.

36 Ibid, …….. 73.

37 Ibid.

38 Ibid, …….. 77.

Page 13: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

2.4 Rangkuman

Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari relasi dengan lingkungan dan

sesamanya. Martin Buber mengklasifikasikan hubungan individu menjadi dua, yaitu relasi I–

It dan relasi I–Thou. Individu akan menemukan dirinya, menjadi pribadi yang utuh dan dapat

menemukan tujuan hidup apabila berada dalam relasi I–Thou. Sebaliknya, hal-hal tersebut

tidak dapat ditemukan dalam relasi I–It. Relasi I–It merupakan hubungan subjek–objek,

sedangkan relasi I–Thou hubungan subjek-subjek.

Relasi I–It, merupakan relasi subjek-objek. I sebagai subjek mengobjekkan yang lain.

I “mengalami” dan “menggunakan,” sedangkan yang lain, yang “dialami” dan “digunakan.”

Relasi I–It menempatkan hubungan yang sepihak, I melakukan hubungan hanya sejauh

kepentingan dan keinginannya saja.

Relasi I–Thou bersifat spontan, tidak terikat oleh aturan-aturan serta melampaui ruang

dan waktu, dibangun atas dasar kesetaraan. Relasi ini memperlihatkan perjumpaan kedua

subjek yang diliputi oleh suasana dialogis. I menyapa Thou. Thou sebagai yang setara dengan

I berada di dalam kebebasan yang sama dengan I, begitu juga sebaliknya. Relasi I–Thou,

dikuasai oleh cinta, aspek timbal balik akan membentuk identitas yang akan membawa pada

aktualisasi diri.

Relasi I-Eternal Thou merupakan hubungan yang sama dengan I–Thou. Individu dapat

merasakan kehadiran Tuhan melalui pengalamannya dalam relasi I–Eternal Thou. Tuhan

sebagai Pribadi yang berbeda dengan manusia akan senatiasa berada dalam hubungan dengan

manusia. Perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam relasi I–Eternal Thou, terdapat juga

melalui sesama dalam relasi I–Thou, ada dua aspek yang bertemu, yaitu pemberian dari Tuhan

dan kehendak dari manusia yang diwujudkan dalam keputusan-keputusan.

Page 14: BAB II Interaksi Individu Dari Perspektif Martin Buber€¦ · yaitu peristiwa pengenalan Adam dan Hawa. 22. Adam melakukan perjumpaan dengan Hawa sebagai sesama subjek: ada intimitas

Setelah kita mengetahui kerangka konseptual pemikiran Martin Buber, pada bab

berikutnya akan dibahas interaksi individu dalam PGMB berdasarkan hasil penelitian. Interaksi

merupakan hubungan yang saling mempengaruh.