bab i pengantar a. latar belakang masalah

14
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mutasi merupakan mekanisme human resource management yang sering muncul di dunia industri dan organisasi. Menurut Hasibuan (Putri, 2016), mutasi adalah suatu perubahan posisi / jabatan / tempat / pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal (promosi / demosi) di dalam satu organisasi. Mutasi tidak dapat dilakukan tanpa adanya alasan yang sesuai , sebab bagi pekerja yang telah menanda-tangani perjanjian kerja tertulis, telah disebutkan jabatan atau bagian kerja penempatan dirinya, yang berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang hanya dapat diubah apabila disetujui oleh pekerja dan perusahaan. Oleh karenanya, ketentuan pengaturan mekanisme mutasi haruslah dibuat secara terbuka, agar tidak ada pihak yang dirugikan. Meski demikian, perusahaan memiliki hak untuk memindahkan pekerja dari suatu bagian ke bagian lain, atau dari suatu jabatan ke jabatan lain, atau dari suatu tempat kerja ke tempat kerja lain, dengan syarat umum yang biasa diatur dalam perjanjian kerja, dikarenakan adanya suatu alasan mendesak, seperti kesehatan pekerja, ketidakcakapan pekerja bekerja, berkurang atau bertambahnya pekerjaan. Mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertical (promosi/demosi) di dalam satu organisasi. Dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi karyawan, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam perusahaan tersebut. (Hasibuan, 2013). Saydam (2000) menjelaskan tujuan mutasi karyawan / pegawai adalah : a) menempatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Mutasi merupakan mekanisme human resource management yang sering

muncul di dunia industri dan organisasi. Menurut Hasibuan (Putri, 2016), mutasi

adalah suatu perubahan posisi / jabatan / tempat / pekerjaan yang dilakukan baik

secara horizontal maupun vertikal (promosi / demosi) di dalam satu organisasi.

Mutasi tidak dapat dilakukan tanpa adanya alasan yang sesuai , sebab bagi pekerja

yang telah menanda-tangani perjanjian kerja tertulis, telah disebutkan jabatan atau

bagian kerja penempatan dirinya, yang berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang hanya dapat diubah apabila disetujui oleh

pekerja dan perusahaan. Oleh karenanya, ketentuan pengaturan mekanisme mutasi

haruslah dibuat secara terbuka, agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Meski demikian, perusahaan memiliki hak untuk memindahkan pekerja

dari suatu bagian ke bagian lain, atau dari suatu jabatan ke jabatan lain, atau dari

suatu tempat kerja ke tempat kerja lain, dengan syarat umum yang biasa diatur

dalam perjanjian kerja, dikarenakan adanya suatu alasan mendesak, seperti

kesehatan pekerja, ketidakcakapan pekerja bekerja, berkurang atau bertambahnya

pekerjaan. Mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang

dilakukan baik secara horizontal maupun vertical (promosi/demosi) di dalam satu

organisasi. Dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi karyawan, karena tujuannya

adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam perusahaan

tersebut. (Hasibuan, 2013). Saydam (2000) menjelaskan tujuan mutasi karyawan /

pegawai adalah : a) menempatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan

Page 2: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

2

organisasi; b) meningkatkan semangat dan kegairahan kerja pegawai; c) upaya

pengembangan pegawai; dan d) serta sebagai tindakan preventif dalam upaya

mengamankan pegawai dan organisasi

Ada beberapa kasus mengenai mutasi yang terjadi seperti terjadi Puluhan

pekerja PT. Aneka Timber Furniture yang bergerak di bidang pengolahan kayu,

Kabupaten Gresik ini, Kamis (01/11/2018) melakukan unjuk rasa akibat mutasi

sepihak dan tanpa alasan yang dilakukan perusahaan (panjinasional.net). Tidak

hanya itu senin, 11 maret 2019 sebanyak 1125 pejabat eselon IV, III, II pada

Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta memperoleh mutasi. (detik news.com)

Mutasi memberikan dampak kecemasan pada karyawan yang akan

dimutasi. Kecemasan sebenarnya merupakan hal yang normal di dalam kehidupan

karena kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang

mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan

intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari

dan disebut sebagai gangguan kecemasan (Robichaud dan Dugas, 2015).

Kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah

perilaku yang tampak seperti perasaan khawatir dan gelisah atau resah, maupun

respon fisiologis tertentu (Barlow dan Durand, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2017) menemukan hasil

terdapat hubungan kecemasan dengan prestasi kerja. Semakin tinggi kecemasan

pada karyawan maka semakin rendah prestasi kerja, dan sebaliknya semakin

rendah kecemasan pada karyawan maka semakin tinggi prestasi kerja karyawan.

Page 3: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

3

Oleh karena itu untuk menjaga dan meningkatkan prestasi kerja dan kinerja

karyawan diperlukan pengelolaan terhadap kecemasan.

Kecemasan merupakan sinyal psikopatologis yang muncul atas respons

terhadap stress. (Robinson dalam Hartono 2012). Sependapat dengan itu menurut

Batteson et, al, (2011) mengemukakan kecemasan merupakan suatu sinyal yang

berfungsi untuk memberikan peringatan dan mempersiapkan diri individu dalam

mendeteksi dan menghadapi suatu ancaman.

Penelitian skala besar yang dilakukan oleh Mortensen, (2014) menjelaskan

bahwa peningkatan level kecemasan normal dan nonklinis yang meningkat dapat

melemahkan sikap, perilaku, dan bahkan kinerja karyawan. Orang yang cemas

seringkali tidak puas dengan pekerjaan mereka. Jika itu berlangsung,

ketidakpuasan itu dapat memacu orang untuk mencari pekerjaan lain dan akhirnya

pergi. Kecemasan dapat menghambat cara individu dalam menangani

pekerjaannya. Orang yang cemas cenderung kurang percaya diri bahwa mereka

memiliki keterampilan yang efektif. Mereka lebih pesimis tentang apa yang

mereka lakukan akan membuat perbedaan dan cenderung melakukan hal-hal yang

kurang produktif seperti dalam hal menetapkan tujuan dan membandingkan diri

sendiri dengan orang lain. Hal tersebut memberikan kemungkinan hasil yang tidak

memuaskan dan akhirnya menyerah. Individu dapat mengalami kegagal an

melakukan hal yang benar karena mereka percaya itu tidak masalah.

Keputusasaan yang dirasakan dapat menempatkan individu di jalan menuju

kinerja yang buruk, dan mungkin kehilangan pekerjaan mereka.

Page 4: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

4

Temuan lapangan yang peneliti temukan berdasarkan wawancara dengan

beberapa karyawan diketahui bahwa karyawan sebelumnya sudah diberitahukan

isu-isu mengenai adanya mutasi. Isu mutasi tersebut semakin jelas kebenarannya,

sehingga karyawan merasakan kecemasan mengenai akan adanya mutasi ditempat

mereka bekerja. Mereka merasa gelisah, tertekan, khawatir, dan tegang mengenai

isu-isu yang sudah mulai terbukti kebenarannya terkait berita akan adanya mutasi.

Sebagian karyawan merasa cemas dikarenakan khawatir tidak mampu

menyelasaikan tugas yang baru dan sebagian lainnya merasa cemas dikarenakan

takut gaji atau bonus yang didapat berkurang.

Kecemasan terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan seperti menurut Bandura (Safaria & Saputra, 2009) yaitu efikasi diri

dan outcome expectancy. Efikasi diri merupakan asesmen individu terhadap

kemampuannya dalam menghadapi situasi dan outcome expectancy merupakan

perkiraan individu terhadap kemungkinan terjadi akibat-akibat tertentu. Seperti

yang dikemukakan oleh Smith (Atkinson, 2010) bahwa kecemasan adalah

ketakutan tanpa adanya objek yang jelas. Tanda-tanda kecemasan adalah dalam

bentuk rasa khawatir dan perasaan lain yang kurang menyenangkan. Biasanya

perasaan ini disertai oleh ketidakpercayaan diri dalam menghadapi masalah.

Perasaan tidak percaya diri dalam menghadapi suatu masalah membuat seseorang

menjadi cemas dengan apa yang akan dihadapinya sehingga patut diduga bahwa

efikasi diri mempengaruhi kecemasan seseorang.

Begitu juga menurut Nevid, Rathus, & Greene (2005) faktor yang

memengaruhi kecemasan antara lain faktor kognitif dan faktor biologi. Faktor

Page 5: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

5

kognitif kecemasan meliputi prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan

yang self defeating atau irasional, sensitivitas berlebih terhadap ancaman,

sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal sinyal tubuh, dan efikasi diri

yang rendah. Efikasi diri yang rendah disebabkan karena seseorang percaya

bahwa seseorang tidak punya kemampuan untuk menanggulangi tantangan-

tantangan penuh stres yang seseorang hadapi dalam hidup, seseorang akan merasa

makin cemas bila seseorang berhadapan dengan tantangan-tantangan itu.

Sebaliknya orang yang mampu melakukan tugas tugasnya, seseorang itu tidak

akan dihantui oleh kecemasan, atau rasa takut bila seseorang itu berusaha

melakukannya. Orang dengan efikasi diri yang rendah (kurang yakin pada

kemampuannya untuk melakukan tugas tugas dengan sukses) cenderung untuk

berfokus pada ketidakadekuatan yang dipersepsikan (Nevid, Rathus, & Greene,

2005).

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Jason Thompson and Rapson

Gomez (2014), menjelaskan dimana interaksi antara komponen evaluasi diri inti

dari harga diri dan efikasi diri dan stresor ambiguitas peran dan konflik peran di

tempat kerja akan secara signifikan berkontribusi pada prediksi depresi,

kecemasan, dan stres. Tingkat depresi, stres dan kecemasan yang lebih tinggi

menghasilkan tingkat ketegangan yang lebih tinggi di antara orang-orang dengan

harga diri rendah dan efikasi diri, tetapi efek ini akan berkurang untuk orang-

orang dengan harga diri tinggi dan / atau efikasi diri tinggi. Sependapat dengan

itu, Atmarini (2012), mengemukakan hasil penelitiannya, dimana kemampuan

dalam menghadapi situasi akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan dan

Page 6: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

6

kecemasan yang dialami seseorang pada situasi yang mengancam. Semakin tinggi

efikasi diri yang dimiliki individu, maka akan semakin percaya bahwa dirinya

mampu mengatasi situasi yang mengancam sehingga tidak merasa cemas dan

tidak merasa terganggu oleh situasi yang menurutnya mengancam. Begitu

sebaliknya, jika individu tidak yakin dapat mengatasi situasi yang menurutnya

mengancam serta tidak yakin dengan kemampuannya sendiri maka mengalami

kecemasan tinggi.

Penelitian lainnya dilakuakan oleh Hutabarat (2016) yang mengemukakan

terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan. Karyawan atau pekerja

yang mempunyai efikasi diri yang tinggi, akan mempunyai kesadaran mengenai

seberapa besar kemampuannya dalam menghadapi mutasi. Seseorang yang

mempunyai efikasi diri rendah akan memenuhi tantangan hidup dengan

kecemasan yang jauh lebih besar dari pada orang yang memiliki efikasi diri yang

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efikasi diri juga berkaitan dengan kondisi

emosional seseorang ketika menghadapi suatu hal atau permasalahan. Orang yang

mempunyai efikasi diri tinggi akan membangun suatu kondisi emosional yang

baik dan kondusif bagi dirinya untuk menghadapi permasalahan yang sedang

dihadapinya. Kondisi emosional yang baik akan membuat orang tersebut lebih

siap dalam menangani permasalahan dan mengatasi kecemasan yang dirasakan.

Efikasi diri yang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam

mendekati tugas dan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang meragukan

kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih sulit daripada

sebenarnya (dalam Mukhid, 2009). Baron dan Byrne (2004) mengungkapkan bila

Page 7: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

7

individu memiliki keyakinan diri mengenai kemampuanya dalam menghadapi

kecemasan, tubuh akan menghasilkan obat alami dan aman, yang dapat

menurunkan kecemasan dan meningkatkan prestasi. Orang yang yakin dirinya

mampu dalam menghadapi lingkunganya, maka ketika situasi dan lingkungan

yang sedang dihadapi menekan individu tersebut, individu akan merasa tenang

dan tidak khawatir, serta dapat berfikir jernih (Baron & Byrne, 2004).

Ambarwati, (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa seseorang

harus memiliki keyakinan bahwa dirinya akan mampu melaksanakan tingkah laku

yang dibutuhkan dalam suatu tugas. Keyakinan tersebut menentukan seberapa

besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan

dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.

Apabila kesulitan dialami oleh individu yang meragukan kemampuannya, maka

usaha-usaha untuk mengatasinya akan mengendur atau bahkan dihentikan. Nesri

(2010) mengemukakan seseorang yang mempunyai kematangan mental yang baik

akan dapat membangkitkan kepercayaan diri (self efficacy) atau keyakinan dirinya

dalam menghadapi lingkungan baru. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai

kematangan mental yang buruk dalam hal ini terjadi kecemasan

Menurut Fadlilah, (2010) Efikasi diri adalah penilaian kognitif yang

kompleks tentang kemampuan individu di masa mendatang untuk

mengorganisasikan dan memilih tindakan yang di butuhkan untuk mencapai

tujuan tertentu. Efikasi diri menekankan pada komponen kepercayaan diri yang di

miliki oleh seorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang

mengandung kekaburan, tidak dapat di ramalkan, atau sering kali penuh tekanan

Page 8: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

8

(Fadlilah, 2010). Efikasi diri yang kuat dalam diri individu mendasari pola pikir,

perasaan dan dorongan dalam dirinya untuk merefleksikan segenap kemampuan

yang ia miliki. Efikasi diri mengarahkan individu untuk memahami kondisi

dirinya secara realistis, sehingga ia mampu menyesuaikan antara harapan akan

pekerjaan yang di inginkannya dengan kemampuan yang ia miliki. Efikasi diri

juga memberikan pijakan yang kuat bagi individu untuk pengevaluasian dirinya

agar mampu menghadapi tuntunan pekerjaan dan persaingan yang dinamis

(Fadlilah, 2010). Bandura (1997), mendefinisikan efikasi diri adalah keyakinan

individu dalam kemampuannya sendiri untuk mengatur dan menerapkan tindakan

untuk menghasilkan pencapaian dan hasil yang diinginkan. Efikasi diri adalah

penilaian kognitif yang kompleks tentang kemampuan individu dimasa

mendatang untuk mengorganisasikan dan memilih tindakan yang dibutuhkan

untuk mencapai tujuan tertentu. Efikasi diri menekankan pada komponen

kepercayaan diri yang dimiliki oleh seorang dalam menghadapi situasi yang akan

datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat di ramalkan, atau sering kali

penuh tekanan (Fadlilah, 2010).

Efikasi diri merupakan salah satu prediktor dalam mempengaruhi tingkat

kecemasan. Seperti penelitian Susilowati (2012) menjelaskan ada hubungan

negatif antara efikasi diri dengan kecemasan. Individu dengan efikasi diri yang

tinggi merupakan modalitas individu untuk menekan kecemasan mutasi kerja,

sehingga berdampak terhadap kemampuan dan peluang untuk berhasil ketika

mencoba untuk menyelesaikan suatu tugas. Karyawan yang memiliki efikasi diri

tinggi menilai diri mereka memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan

Page 9: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

9

dengan baik, sedangkan mereka memiliki efikasi diri rendah merasa tidak yakin

mampu berkinerja baik (Luszczynska, 2005).

Berdasarkan permasalahan dan uraian singkat keterkaitan antara kedua

variabel dan hasil dari wawancara yang peneliti lakukan, maka muncul pertanyaan

dalam penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan antara efikasi diri dan

kecemasan menghadapi mutasi pada karyawan.

Jawaban pada pertanyaan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

peneliti akan mencoba menjawabnya dalam penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena

untuk menguji korelasi antara efikasi diri dan kecemasan dengan melibatkan

karyawan sebagai responden dalam penelitian ini.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji bagaimana

hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan dalam menghadapi mutasi pada

karyawan.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

memberikan sumbangan informasi dan literatur tambahan berkaitan dengan

efikasi diri maupun kecemasan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan secara

umum dan secara khusus kemajuan ilmu psikologi.

Page 10: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

10

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat

memberikan pengetahuan dan sebagai rujukan kepada masyarakat umum dan

secara khusus pada karyawan serta pada perusahaan dalam menghadapi

kecemasan mutasi serta dalam meningkatkan efikasi diri.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait dengan kecemasan yang pernah dilakukan peneliti

lainnya, diantaranya adalah penelitian Tahmassian dan Moghadam (2011)

dengan judul Relationship Between Self-Efficacy and Symptoms of Anxiety,

Depression, Worry and Social Avoidance in a Normal Sample of Students.

Sampel termasuk 266 siswa perempuan dan 283 siswa sekolah menengah dari

sekolah-sekolah dari daerah yang berbeda 6, 8 dan 9 (Teheran, Iran). Sekolah

dipilih secara acak. Peserta menyelesaikan Kuisioner Self-Efficacy untuk

Anak-anak dan Penghindaran Sosial & Skala Kesulitan dan juga skala yang

mengukur kecemasan sifat, depresi, kekhawatiran dan penghindaran sosial.

Analisis regresi bertahap digunakan sebagai metode analisis. Hasil utama

membedakan bahwa ada hubungan yang signifikan dan negatif antara efikasi

diri total, efikasi diri fisik dan efikasi diri akademik dan depresi. Juga

hubungan yang signifikan dan negatif ditemukan antara efikasi diri total,

efikasi diri fisik dan efikasi diri emosional dan kecemasan. Self-efficacy

emosional dan self-efficacy fisik memiliki hubungan negatif yang signifikan

Page 11: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

11

dengan rasa khawatir. Di sisi lain, self-efficacy sosial dan self-efficacy fisik

secara signifikan dan negatif terkait dengan penghindaran sosial

Penelitian Halat dan Ates (2016) dengan judul The Impacts Of Anxiety

And Self-Efficacy Beliefs Of Students On The Achievement Levels About

Reading And Interpretation Of Graphs. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menguji pengaruh kecemasan dan keyakinan self-efficacy dari siswa

kelas delapan pada tingkat prestasi tentang membaca dan interpretasi dari

poligon frekuensi dan histogram. Ada total 388 siswa kelas delapan yang

terlibat dalam penelitian ini. Mereka menghadiri studi dari empat sekolah

menengah yang berbeda. Para peneliti menggunakan tiga instrumen berbeda

dalam pengumpulan data. Salah satu instrumen adalah tes statistik pilihan

ganda yang mencakup 22 pertanyaan tentang pembacaan dan interpretasi

grafik dan temuan ukuran kecenderungan dan penyebaran pusat. Tes ini

dikembangkan oleh para peneliti yang mengujinya dan menemukan keandalan

nilai alpha Cronbach sebagai 0,80. Para peneliti juga menggunakan skala

kecemasan matematika yang dikembangkan oleh Şentürk (2010) dan skala

keyakinan self-efficacy matematika yang dikembangkan oleh Umay (2002)

dalam penelitian ini. Setelah pengumpulan data, para peneliti menggunakan

uji-t berpasangan sampel, uji-t sampel independen dan ANOVA dua arah

dalam analisis data. Studi ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan dan self-

efficacy siswa kelas 8 dalam matematika memiliki efek yang cukup besar pada

tingkat prestasi siswa tentang membaca dan menafsirkan frekuensi poligon

dan histogram. Studi ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara

Page 12: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

12

tingkat self-efficacy siswa dan skor tes keseluruhan. Selanjutnya, ketika

tingkat prestasi mereka diperiksa sesuai dengan tingkat kecemasan mereka,

tingkat prestasi siswa pada tes ditemukan berturut-turut sedang, rendah dan

tinggi. Interaksi tingkat kecemasan dan efikasi diri siswa tidak mempengaruhi

tingkat pencapaian siswa tentang membaca dan menafsirkan grafik.

Penelitian Qudsy dan Putri (2016) dengan judul Self-efficacy and

Anxiety of National Examination among High School Students. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis korelasi efikasi diri dan kecemasan ujian

nasional (Ujian Nasional) di antara siswa sekolah menengah di Lhokseumawe,

Provinsi Aceh, Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini adalah 102 siswa

dari 12 kelas di SMA Lhokseumawe 3 (SMAN 3 Lhokseumawe). Penelitian

ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan dilakukan di Lhokseumawe,

Provinsi Aceh, Indonesia. Pengukuran kecemasan ujian dilakukan dengan

menggunakan Examination Anxiety Scale yang dikembangkan oleh Putri dan

Qudsyi (2014) yang didasarkan pada teori Bucklew dan variabel self-efficacy

siswa diukur menggunakan Morgan-Jinks Students Efficacy Scale (MJSES)

yang dikembangkan oleh Jinks dan Morgan (1999). Koefisien Alpha

Cronbach untuk setiap skala adalah 0,804 untuk Examination Anxiety Scale

dan 0,797 untuk MJSES versi Indonesia. Hasil analisis data menunjukkan

bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara self-efficacy dan kecemasan

ujian nasional di kalangan siswa, dengan r = -0.200; p = 0,022 (p <0,05).

Berdasarkan analisis ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang

signifikan antara self-efficacy dan kecemasan menjelang Ujian Nasional pada

Page 13: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

13

siswa sekolah menengah. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi self-efficacy

yang dimiliki oleh siswa sekolah menengah, semakin sedikit kecemasan yang

dirasakan sebelum Ujian Nasional. Berdasarkan analisis yang dilakukan,

menghasilkan nilai R Square sebesar 0,040. Berdasarkan analisis ini, dapat

disimpulkan bahwa peran self-efficacy telah berkurang sebesar 4 persen

terhadap kecemasan yang dirasakan oleh siswa sekolah menengah sebelum

Ujian Nasional.

Penelitian Destyani dan Sulistyarini (2018) dengan judul The Influence

Of Dhikr Therapy On Anxiety Levels Of Stroke Patients. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh terapi dzikir pada tingkat

kecemasan pada pasien yang hidup dengan stroke. Desain penelitian

eksperimental ini adalah kontrol dan desain eksperimen kelompok pretest-

posttest dengan tindak lanjut. Kelompok eksperimen (n = 3) menerima

intervensi dalam bentuk terapi zikr, sedangkan kelompok kontrol (n = 3) tidak

menerima intervensi apa pun. Penelitian ini menggunakan skala Beck Anxiety

Inventory (BAI) untuk mengukur kecemasan. BAI memiliki keandalan

Cronbach's α = 0,812 (N = 21 aitem). Data dianalisis secara kuantitatif

menggunakan analisis deskriptif. Untuk memperkuat data kuantitatif, peneliti

juga menggunakan observasi dan wawancara untuk memperoleh data

kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi dzikir tidak dapat

mengurangi tingkat kecemasan pasien stroke.

Dari beberapa penelitian yang dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa penelitian ini memliki:

Page 14: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

14

1. Keaslian Topik

Topik penelitian pada penelitian yang akan dilakukan ini

menggunakan variabel bebas efikasi diri dan variabel tergantung

kecemasan.

2. Keaslian Teori

Adapun teori efikasi diri dalam penelitian ini menggunakan teori dari

Juwita (2017) dan teori kecemasan dalam penelitian ini dari teori

Gunawan (2007)

3. Keaslian Alat Ukur

Skala penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

kecemasan dari Gunawan (2017) berdasarkan aspek Seligman (2001) dan

Robinson (1991) untuk mengukur kecemasan. Alat ukur efikasi diri yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Bandura (2010)

yang di adaptasi oleh Juwita (2017).

4. Keaslian Responden Penelitian

Pada penelitian ini, subjek yang akan dijadikan sebagai responden

penelitian berbeda dari penelitian yang sudah ada sebelumnya. Responden

dalam penelitian ini adalah karyawan pada perusahaan swasta.