bab i pengantar a. latar belakang masalah
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Mutasi merupakan mekanisme human resource management yang sering
muncul di dunia industri dan organisasi. Menurut Hasibuan (Putri, 2016), mutasi
adalah suatu perubahan posisi / jabatan / tempat / pekerjaan yang dilakukan baik
secara horizontal maupun vertikal (promosi / demosi) di dalam satu organisasi.
Mutasi tidak dapat dilakukan tanpa adanya alasan yang sesuai , sebab bagi pekerja
yang telah menanda-tangani perjanjian kerja tertulis, telah disebutkan jabatan atau
bagian kerja penempatan dirinya, yang berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang hanya dapat diubah apabila disetujui oleh
pekerja dan perusahaan. Oleh karenanya, ketentuan pengaturan mekanisme mutasi
haruslah dibuat secara terbuka, agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Meski demikian, perusahaan memiliki hak untuk memindahkan pekerja
dari suatu bagian ke bagian lain, atau dari suatu jabatan ke jabatan lain, atau dari
suatu tempat kerja ke tempat kerja lain, dengan syarat umum yang biasa diatur
dalam perjanjian kerja, dikarenakan adanya suatu alasan mendesak, seperti
kesehatan pekerja, ketidakcakapan pekerja bekerja, berkurang atau bertambahnya
pekerjaan. Mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang
dilakukan baik secara horizontal maupun vertical (promosi/demosi) di dalam satu
organisasi. Dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi karyawan, karena tujuannya
adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam perusahaan
tersebut. (Hasibuan, 2013). Saydam (2000) menjelaskan tujuan mutasi karyawan /
pegawai adalah : a) menempatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan
2
organisasi; b) meningkatkan semangat dan kegairahan kerja pegawai; c) upaya
pengembangan pegawai; dan d) serta sebagai tindakan preventif dalam upaya
mengamankan pegawai dan organisasi
Ada beberapa kasus mengenai mutasi yang terjadi seperti terjadi Puluhan
pekerja PT. Aneka Timber Furniture yang bergerak di bidang pengolahan kayu,
Kabupaten Gresik ini, Kamis (01/11/2018) melakukan unjuk rasa akibat mutasi
sepihak dan tanpa alasan yang dilakukan perusahaan (panjinasional.net). Tidak
hanya itu senin, 11 maret 2019 sebanyak 1125 pejabat eselon IV, III, II pada
Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta memperoleh mutasi. (detik news.com)
Mutasi memberikan dampak kecemasan pada karyawan yang akan
dimutasi. Kecemasan sebenarnya merupakan hal yang normal di dalam kehidupan
karena kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang
mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan
intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
dan disebut sebagai gangguan kecemasan (Robichaud dan Dugas, 2015).
Kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah
perilaku yang tampak seperti perasaan khawatir dan gelisah atau resah, maupun
respon fisiologis tertentu (Barlow dan Durand, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2017) menemukan hasil
terdapat hubungan kecemasan dengan prestasi kerja. Semakin tinggi kecemasan
pada karyawan maka semakin rendah prestasi kerja, dan sebaliknya semakin
rendah kecemasan pada karyawan maka semakin tinggi prestasi kerja karyawan.
3
Oleh karena itu untuk menjaga dan meningkatkan prestasi kerja dan kinerja
karyawan diperlukan pengelolaan terhadap kecemasan.
Kecemasan merupakan sinyal psikopatologis yang muncul atas respons
terhadap stress. (Robinson dalam Hartono 2012). Sependapat dengan itu menurut
Batteson et, al, (2011) mengemukakan kecemasan merupakan suatu sinyal yang
berfungsi untuk memberikan peringatan dan mempersiapkan diri individu dalam
mendeteksi dan menghadapi suatu ancaman.
Penelitian skala besar yang dilakukan oleh Mortensen, (2014) menjelaskan
bahwa peningkatan level kecemasan normal dan nonklinis yang meningkat dapat
melemahkan sikap, perilaku, dan bahkan kinerja karyawan. Orang yang cemas
seringkali tidak puas dengan pekerjaan mereka. Jika itu berlangsung,
ketidakpuasan itu dapat memacu orang untuk mencari pekerjaan lain dan akhirnya
pergi. Kecemasan dapat menghambat cara individu dalam menangani
pekerjaannya. Orang yang cemas cenderung kurang percaya diri bahwa mereka
memiliki keterampilan yang efektif. Mereka lebih pesimis tentang apa yang
mereka lakukan akan membuat perbedaan dan cenderung melakukan hal-hal yang
kurang produktif seperti dalam hal menetapkan tujuan dan membandingkan diri
sendiri dengan orang lain. Hal tersebut memberikan kemungkinan hasil yang tidak
memuaskan dan akhirnya menyerah. Individu dapat mengalami kegagal an
melakukan hal yang benar karena mereka percaya itu tidak masalah.
Keputusasaan yang dirasakan dapat menempatkan individu di jalan menuju
kinerja yang buruk, dan mungkin kehilangan pekerjaan mereka.
4
Temuan lapangan yang peneliti temukan berdasarkan wawancara dengan
beberapa karyawan diketahui bahwa karyawan sebelumnya sudah diberitahukan
isu-isu mengenai adanya mutasi. Isu mutasi tersebut semakin jelas kebenarannya,
sehingga karyawan merasakan kecemasan mengenai akan adanya mutasi ditempat
mereka bekerja. Mereka merasa gelisah, tertekan, khawatir, dan tegang mengenai
isu-isu yang sudah mulai terbukti kebenarannya terkait berita akan adanya mutasi.
Sebagian karyawan merasa cemas dikarenakan khawatir tidak mampu
menyelasaikan tugas yang baru dan sebagian lainnya merasa cemas dikarenakan
takut gaji atau bonus yang didapat berkurang.
Kecemasan terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan seperti menurut Bandura (Safaria & Saputra, 2009) yaitu efikasi diri
dan outcome expectancy. Efikasi diri merupakan asesmen individu terhadap
kemampuannya dalam menghadapi situasi dan outcome expectancy merupakan
perkiraan individu terhadap kemungkinan terjadi akibat-akibat tertentu. Seperti
yang dikemukakan oleh Smith (Atkinson, 2010) bahwa kecemasan adalah
ketakutan tanpa adanya objek yang jelas. Tanda-tanda kecemasan adalah dalam
bentuk rasa khawatir dan perasaan lain yang kurang menyenangkan. Biasanya
perasaan ini disertai oleh ketidakpercayaan diri dalam menghadapi masalah.
Perasaan tidak percaya diri dalam menghadapi suatu masalah membuat seseorang
menjadi cemas dengan apa yang akan dihadapinya sehingga patut diduga bahwa
efikasi diri mempengaruhi kecemasan seseorang.
Begitu juga menurut Nevid, Rathus, & Greene (2005) faktor yang
memengaruhi kecemasan antara lain faktor kognitif dan faktor biologi. Faktor
5
kognitif kecemasan meliputi prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan
yang self defeating atau irasional, sensitivitas berlebih terhadap ancaman,
sensitivitas kecemasan, salah mengatribusikan sinyal sinyal tubuh, dan efikasi diri
yang rendah. Efikasi diri yang rendah disebabkan karena seseorang percaya
bahwa seseorang tidak punya kemampuan untuk menanggulangi tantangan-
tantangan penuh stres yang seseorang hadapi dalam hidup, seseorang akan merasa
makin cemas bila seseorang berhadapan dengan tantangan-tantangan itu.
Sebaliknya orang yang mampu melakukan tugas tugasnya, seseorang itu tidak
akan dihantui oleh kecemasan, atau rasa takut bila seseorang itu berusaha
melakukannya. Orang dengan efikasi diri yang rendah (kurang yakin pada
kemampuannya untuk melakukan tugas tugas dengan sukses) cenderung untuk
berfokus pada ketidakadekuatan yang dipersepsikan (Nevid, Rathus, & Greene,
2005).
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Jason Thompson and Rapson
Gomez (2014), menjelaskan dimana interaksi antara komponen evaluasi diri inti
dari harga diri dan efikasi diri dan stresor ambiguitas peran dan konflik peran di
tempat kerja akan secara signifikan berkontribusi pada prediksi depresi,
kecemasan, dan stres. Tingkat depresi, stres dan kecemasan yang lebih tinggi
menghasilkan tingkat ketegangan yang lebih tinggi di antara orang-orang dengan
harga diri rendah dan efikasi diri, tetapi efek ini akan berkurang untuk orang-
orang dengan harga diri tinggi dan / atau efikasi diri tinggi. Sependapat dengan
itu, Atmarini (2012), mengemukakan hasil penelitiannya, dimana kemampuan
dalam menghadapi situasi akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan dan
6
kecemasan yang dialami seseorang pada situasi yang mengancam. Semakin tinggi
efikasi diri yang dimiliki individu, maka akan semakin percaya bahwa dirinya
mampu mengatasi situasi yang mengancam sehingga tidak merasa cemas dan
tidak merasa terganggu oleh situasi yang menurutnya mengancam. Begitu
sebaliknya, jika individu tidak yakin dapat mengatasi situasi yang menurutnya
mengancam serta tidak yakin dengan kemampuannya sendiri maka mengalami
kecemasan tinggi.
Penelitian lainnya dilakuakan oleh Hutabarat (2016) yang mengemukakan
terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan. Karyawan atau pekerja
yang mempunyai efikasi diri yang tinggi, akan mempunyai kesadaran mengenai
seberapa besar kemampuannya dalam menghadapi mutasi. Seseorang yang
mempunyai efikasi diri rendah akan memenuhi tantangan hidup dengan
kecemasan yang jauh lebih besar dari pada orang yang memiliki efikasi diri yang
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efikasi diri juga berkaitan dengan kondisi
emosional seseorang ketika menghadapi suatu hal atau permasalahan. Orang yang
mempunyai efikasi diri tinggi akan membangun suatu kondisi emosional yang
baik dan kondusif bagi dirinya untuk menghadapi permasalahan yang sedang
dihadapinya. Kondisi emosional yang baik akan membuat orang tersebut lebih
siap dalam menangani permasalahan dan mengatasi kecemasan yang dirasakan.
Efikasi diri yang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam
mendekati tugas dan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang meragukan
kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih sulit daripada
sebenarnya (dalam Mukhid, 2009). Baron dan Byrne (2004) mengungkapkan bila
7
individu memiliki keyakinan diri mengenai kemampuanya dalam menghadapi
kecemasan, tubuh akan menghasilkan obat alami dan aman, yang dapat
menurunkan kecemasan dan meningkatkan prestasi. Orang yang yakin dirinya
mampu dalam menghadapi lingkunganya, maka ketika situasi dan lingkungan
yang sedang dihadapi menekan individu tersebut, individu akan merasa tenang
dan tidak khawatir, serta dapat berfikir jernih (Baron & Byrne, 2004).
Ambarwati, (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa seseorang
harus memiliki keyakinan bahwa dirinya akan mampu melaksanakan tingkah laku
yang dibutuhkan dalam suatu tugas. Keyakinan tersebut menentukan seberapa
besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan
dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.
Apabila kesulitan dialami oleh individu yang meragukan kemampuannya, maka
usaha-usaha untuk mengatasinya akan mengendur atau bahkan dihentikan. Nesri
(2010) mengemukakan seseorang yang mempunyai kematangan mental yang baik
akan dapat membangkitkan kepercayaan diri (self efficacy) atau keyakinan dirinya
dalam menghadapi lingkungan baru. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai
kematangan mental yang buruk dalam hal ini terjadi kecemasan
Menurut Fadlilah, (2010) Efikasi diri adalah penilaian kognitif yang
kompleks tentang kemampuan individu di masa mendatang untuk
mengorganisasikan dan memilih tindakan yang di butuhkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Efikasi diri menekankan pada komponen kepercayaan diri yang di
miliki oleh seorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang
mengandung kekaburan, tidak dapat di ramalkan, atau sering kali penuh tekanan
8
(Fadlilah, 2010). Efikasi diri yang kuat dalam diri individu mendasari pola pikir,
perasaan dan dorongan dalam dirinya untuk merefleksikan segenap kemampuan
yang ia miliki. Efikasi diri mengarahkan individu untuk memahami kondisi
dirinya secara realistis, sehingga ia mampu menyesuaikan antara harapan akan
pekerjaan yang di inginkannya dengan kemampuan yang ia miliki. Efikasi diri
juga memberikan pijakan yang kuat bagi individu untuk pengevaluasian dirinya
agar mampu menghadapi tuntunan pekerjaan dan persaingan yang dinamis
(Fadlilah, 2010). Bandura (1997), mendefinisikan efikasi diri adalah keyakinan
individu dalam kemampuannya sendiri untuk mengatur dan menerapkan tindakan
untuk menghasilkan pencapaian dan hasil yang diinginkan. Efikasi diri adalah
penilaian kognitif yang kompleks tentang kemampuan individu dimasa
mendatang untuk mengorganisasikan dan memilih tindakan yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan tertentu. Efikasi diri menekankan pada komponen
kepercayaan diri yang dimiliki oleh seorang dalam menghadapi situasi yang akan
datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat di ramalkan, atau sering kali
penuh tekanan (Fadlilah, 2010).
Efikasi diri merupakan salah satu prediktor dalam mempengaruhi tingkat
kecemasan. Seperti penelitian Susilowati (2012) menjelaskan ada hubungan
negatif antara efikasi diri dengan kecemasan. Individu dengan efikasi diri yang
tinggi merupakan modalitas individu untuk menekan kecemasan mutasi kerja,
sehingga berdampak terhadap kemampuan dan peluang untuk berhasil ketika
mencoba untuk menyelesaikan suatu tugas. Karyawan yang memiliki efikasi diri
tinggi menilai diri mereka memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan
9
dengan baik, sedangkan mereka memiliki efikasi diri rendah merasa tidak yakin
mampu berkinerja baik (Luszczynska, 2005).
Berdasarkan permasalahan dan uraian singkat keterkaitan antara kedua
variabel dan hasil dari wawancara yang peneliti lakukan, maka muncul pertanyaan
dalam penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan antara efikasi diri dan
kecemasan menghadapi mutasi pada karyawan.
Jawaban pada pertanyaan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti akan mencoba menjawabnya dalam penelitian yang akan dilakukan.
Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena
untuk menguji korelasi antara efikasi diri dan kecemasan dengan melibatkan
karyawan sebagai responden dalam penelitian ini.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji bagaimana
hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan dalam menghadapi mutasi pada
karyawan.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
memberikan sumbangan informasi dan literatur tambahan berkaitan dengan
efikasi diri maupun kecemasan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan secara
umum dan secara khusus kemajuan ilmu psikologi.
10
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat
memberikan pengetahuan dan sebagai rujukan kepada masyarakat umum dan
secara khusus pada karyawan serta pada perusahaan dalam menghadapi
kecemasan mutasi serta dalam meningkatkan efikasi diri.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait dengan kecemasan yang pernah dilakukan peneliti
lainnya, diantaranya adalah penelitian Tahmassian dan Moghadam (2011)
dengan judul Relationship Between Self-Efficacy and Symptoms of Anxiety,
Depression, Worry and Social Avoidance in a Normal Sample of Students.
Sampel termasuk 266 siswa perempuan dan 283 siswa sekolah menengah dari
sekolah-sekolah dari daerah yang berbeda 6, 8 dan 9 (Teheran, Iran). Sekolah
dipilih secara acak. Peserta menyelesaikan Kuisioner Self-Efficacy untuk
Anak-anak dan Penghindaran Sosial & Skala Kesulitan dan juga skala yang
mengukur kecemasan sifat, depresi, kekhawatiran dan penghindaran sosial.
Analisis regresi bertahap digunakan sebagai metode analisis. Hasil utama
membedakan bahwa ada hubungan yang signifikan dan negatif antara efikasi
diri total, efikasi diri fisik dan efikasi diri akademik dan depresi. Juga
hubungan yang signifikan dan negatif ditemukan antara efikasi diri total,
efikasi diri fisik dan efikasi diri emosional dan kecemasan. Self-efficacy
emosional dan self-efficacy fisik memiliki hubungan negatif yang signifikan
11
dengan rasa khawatir. Di sisi lain, self-efficacy sosial dan self-efficacy fisik
secara signifikan dan negatif terkait dengan penghindaran sosial
Penelitian Halat dan Ates (2016) dengan judul The Impacts Of Anxiety
And Self-Efficacy Beliefs Of Students On The Achievement Levels About
Reading And Interpretation Of Graphs. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menguji pengaruh kecemasan dan keyakinan self-efficacy dari siswa
kelas delapan pada tingkat prestasi tentang membaca dan interpretasi dari
poligon frekuensi dan histogram. Ada total 388 siswa kelas delapan yang
terlibat dalam penelitian ini. Mereka menghadiri studi dari empat sekolah
menengah yang berbeda. Para peneliti menggunakan tiga instrumen berbeda
dalam pengumpulan data. Salah satu instrumen adalah tes statistik pilihan
ganda yang mencakup 22 pertanyaan tentang pembacaan dan interpretasi
grafik dan temuan ukuran kecenderungan dan penyebaran pusat. Tes ini
dikembangkan oleh para peneliti yang mengujinya dan menemukan keandalan
nilai alpha Cronbach sebagai 0,80. Para peneliti juga menggunakan skala
kecemasan matematika yang dikembangkan oleh Şentürk (2010) dan skala
keyakinan self-efficacy matematika yang dikembangkan oleh Umay (2002)
dalam penelitian ini. Setelah pengumpulan data, para peneliti menggunakan
uji-t berpasangan sampel, uji-t sampel independen dan ANOVA dua arah
dalam analisis data. Studi ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan dan self-
efficacy siswa kelas 8 dalam matematika memiliki efek yang cukup besar pada
tingkat prestasi siswa tentang membaca dan menafsirkan frekuensi poligon
dan histogram. Studi ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
12
tingkat self-efficacy siswa dan skor tes keseluruhan. Selanjutnya, ketika
tingkat prestasi mereka diperiksa sesuai dengan tingkat kecemasan mereka,
tingkat prestasi siswa pada tes ditemukan berturut-turut sedang, rendah dan
tinggi. Interaksi tingkat kecemasan dan efikasi diri siswa tidak mempengaruhi
tingkat pencapaian siswa tentang membaca dan menafsirkan grafik.
Penelitian Qudsy dan Putri (2016) dengan judul Self-efficacy and
Anxiety of National Examination among High School Students. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis korelasi efikasi diri dan kecemasan ujian
nasional (Ujian Nasional) di antara siswa sekolah menengah di Lhokseumawe,
Provinsi Aceh, Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini adalah 102 siswa
dari 12 kelas di SMA Lhokseumawe 3 (SMAN 3 Lhokseumawe). Penelitian
ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan dilakukan di Lhokseumawe,
Provinsi Aceh, Indonesia. Pengukuran kecemasan ujian dilakukan dengan
menggunakan Examination Anxiety Scale yang dikembangkan oleh Putri dan
Qudsyi (2014) yang didasarkan pada teori Bucklew dan variabel self-efficacy
siswa diukur menggunakan Morgan-Jinks Students Efficacy Scale (MJSES)
yang dikembangkan oleh Jinks dan Morgan (1999). Koefisien Alpha
Cronbach untuk setiap skala adalah 0,804 untuk Examination Anxiety Scale
dan 0,797 untuk MJSES versi Indonesia. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara self-efficacy dan kecemasan
ujian nasional di kalangan siswa, dengan r = -0.200; p = 0,022 (p <0,05).
Berdasarkan analisis ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang
signifikan antara self-efficacy dan kecemasan menjelang Ujian Nasional pada
13
siswa sekolah menengah. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi self-efficacy
yang dimiliki oleh siswa sekolah menengah, semakin sedikit kecemasan yang
dirasakan sebelum Ujian Nasional. Berdasarkan analisis yang dilakukan,
menghasilkan nilai R Square sebesar 0,040. Berdasarkan analisis ini, dapat
disimpulkan bahwa peran self-efficacy telah berkurang sebesar 4 persen
terhadap kecemasan yang dirasakan oleh siswa sekolah menengah sebelum
Ujian Nasional.
Penelitian Destyani dan Sulistyarini (2018) dengan judul The Influence
Of Dhikr Therapy On Anxiety Levels Of Stroke Patients. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh terapi dzikir pada tingkat
kecemasan pada pasien yang hidup dengan stroke. Desain penelitian
eksperimental ini adalah kontrol dan desain eksperimen kelompok pretest-
posttest dengan tindak lanjut. Kelompok eksperimen (n = 3) menerima
intervensi dalam bentuk terapi zikr, sedangkan kelompok kontrol (n = 3) tidak
menerima intervensi apa pun. Penelitian ini menggunakan skala Beck Anxiety
Inventory (BAI) untuk mengukur kecemasan. BAI memiliki keandalan
Cronbach's α = 0,812 (N = 21 aitem). Data dianalisis secara kuantitatif
menggunakan analisis deskriptif. Untuk memperkuat data kuantitatif, peneliti
juga menggunakan observasi dan wawancara untuk memperoleh data
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi dzikir tidak dapat
mengurangi tingkat kecemasan pasien stroke.
Dari beberapa penelitian yang dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa penelitian ini memliki:
14
1. Keaslian Topik
Topik penelitian pada penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan variabel bebas efikasi diri dan variabel tergantung
kecemasan.
2. Keaslian Teori
Adapun teori efikasi diri dalam penelitian ini menggunakan teori dari
Juwita (2017) dan teori kecemasan dalam penelitian ini dari teori
Gunawan (2007)
3. Keaslian Alat Ukur
Skala penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
kecemasan dari Gunawan (2017) berdasarkan aspek Seligman (2001) dan
Robinson (1991) untuk mengukur kecemasan. Alat ukur efikasi diri yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Bandura (2010)
yang di adaptasi oleh Juwita (2017).
4. Keaslian Responden Penelitian
Pada penelitian ini, subjek yang akan dijadikan sebagai responden
penelitian berbeda dari penelitian yang sudah ada sebelumnya. Responden
dalam penelitian ini adalah karyawan pada perusahaan swasta.