bab i pendahuluan -...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan kargo merupakan salah satu dari sekian banyak elemen keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan internasional. Idealnya, pemeriksaan keamanan kargo yang akan diangkut dengan menggunakan pesawat udara dilakukan guna memastikan terpenuhinya aspek keamanan dan keselamatan penerbangan. Selanjutnya, pemeriksaan kargo dan pos idealnya dilakukan oleh badan usaha yang fokus kegiatan usahanya adalah melakukan pemeriksaan kargo. Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan pemeriksaan keamanan kargo dalam upaya untuk terus meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan secara umum. Meski demikian, pemerintah menghadapi berbagai tantangan dalam menciptakan proses pemeriksaan kargo yang efektif. Salah satu tantangan penting muncul dari sisi badan pemeriksa kargo atau yang lebih dikenal dengan nama Agen Inspeksi (Regulated Agent). Sebelum membahas masalah ini secara lebih mendalam, Bab ini akan terlebih dahulu membahas tentang masalah keamanan dan keselamatan penerbangan.

Upload: trinhbao

Post on 11-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keamanan kargo merupakan salah satu dari sekian banyak elemen

keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan

internasional. Idealnya, pemeriksaan keamanan kargo yang akan diangkut dengan

menggunakan pesawat udara dilakukan guna memastikan terpenuhinya aspek

keamanan dan keselamatan penerbangan. Selanjutnya, pemeriksaan kargo dan pos

idealnya dilakukan oleh badan usaha yang fokus kegiatan usahanya adalah

melakukan pemeriksaan kargo. Pemerintah Indonesia berupaya untuk

meningkatkan pemeriksaan keamanan kargo dalam upaya untuk terus

meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan secara umum. Meski

demikian, pemerintah menghadapi berbagai tantangan dalam menciptakan proses

pemeriksaan kargo yang efektif. Salah satu tantangan penting muncul dari sisi

badan pemeriksa kargo atau yang lebih dikenal dengan nama Agen Inspeksi

(Regulated Agent). Sebelum membahas masalah ini secara lebih mendalam, Bab

ini akan terlebih dahulu membahas tentang masalah keamanan dan keselamatan

penerbangan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

2

Pengertian dari keselamatan dan keamanan penerbangan diatur dalam

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009. Menurut Pasal 1 Angka 48:

“Keselamatan Penerbangan

adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan

keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,

angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas

umum lainnya”

sementara itu, menurut Pasal 1 Angka 49:

“Keamanan Penerbangan

adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan

kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan

pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas dan prosedur”

Bila ditelaah secara umum, terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi

keselamatan dan keamanan penerbangan, yaitu:

1. Kondisi pesawat terbang

Kondisi pesawat terbang tentunya merupakan faktor penting yang

mempengaruhi keselamatan dan keamanan penerbangan. Yang dimaksud

dengan kondisi pesawat terbang, termasuk bagaimana pesawat terbang:

dirancang, dibuat, dioperasikan, dilengkapi dengan semua perlengkapan

pendukungnya, serta dirawat secara berkala. Hal-hal ini diatur didalam

Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil Aviation Safety Regulation).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

3

Pada dasarnya, sebuah pesawat terbang harus dipersiapkan dengan tingkat

keamanan dan keselamatan yang tinggi dan sangat ketat. Sebagai contoh:

komponen pesawat yang sudah waktunya diganti harus diganti meskipun

kelihatannya masih berada dalam kondisi baik. Apabila dalam penerbangan

terdapat sistem navigasi atau perangkat yang tidak berfungsi sebagaimana

mestinya, maka pesawat terbang harus segera kembali ke bandara asal atau

mendarat di bandara terdekat. Selain itu, pelatihan untuk menjaga tingkat

kecapakan pilot dan tim teknisi juga harus dilakukan senantiasa.

2. Sistem penerbangan

Sistem penerbangan merupakan salah satu faktor yang menentukan

keselamatan dan keamanan penerbangan. Sistem penerbangan nasional yang

terintegrasi dengan baik tentunya akan meningkatkan keselamatan dan

keamanan penerbangan. Adapun yang dimaksud dengan sistem penerbangan

meliputi: bandar udara, jalur lalu lintas udara dan mekanisme pengendalian

lalu lintas udara (air traffic controls) yang diatur oleh suatu negara. Termasuk

didalamnya, segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar

udara dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan fungsi keselamatan dan

keamanan arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos,

tempat perpindahan intra dan/atau antar moda.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

4

3. Kegiatan operasional maskapai penerbangan

Kegiatan operasional maskapai penerbangan yang dimaksud terutama adalah

yang berkaitan dengan pengendalian dan pengoperasian pesawat terbang oleh

maskapai penerbangan. Kegiatan maskapai penerbangan di Indonesia diatur

antara lain dalam pasal 83 sampai dengan pasal 139 Undang – Undang Nomor

1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

maskapai penerbangan memiliki prosedur dan infrastruktur yang dirancang

guna mencegah dan mengatasi masalah keamanan selama penerbangan.

Faktor keamanan dan keselamatan dalam kegiatan operasional maskapai

penerbangan juga sangat berkaitan dengan keamanan bandar udara. Di banyak

negara, keamanan perjalanan udara seluruhnya berpusat di bandar udara.

Selain dari ketiga faktor penting tersebut diatas, faktor kebijakan dan

pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, atau fungsi regulator, juga berperan

penting dalam memastikan keselamatan penerbangan. Sebagai regulator,

pemerintah bertugas menerbitkan berbagai aturan, melaksanakan sertifikasi, dan

melakukan fungsi pengawasan terhadap seluruh komponen industri penerbangan

guna menjamin keselamatan dan keamanan transportasi udara. Terkait dengan

fungsi pemerintah sebagai regulator dan sesuai dengan Undang – Undang Nomor

1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pemerintah Indonesia memberlakukan

Program Nasional Keselamatan Penerbangan dan Program Nasional Keamanan

Penerbangan Sipil (National Civil Aviation Security Programme) yang bertujuan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

5

untuk keselamatan dan keamanan penerbangan, keteraturan dan keberlanjutan

penerbangan sipil di Indonesia dengan memberikan perlindungan terhadap

penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para petugas di darat dan

masyarakat serta instalasi di kawasan bandar udara dari tindakan melawan hukum.

Program Keamanan Penerbangan Nasional (PKPN) bertujuan untuk

melindungi keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan di Indonesia,

dengan memberikan perlindungan terhadap penumpang, personel pesawat udara,

para petugas di darat, masyarakat, pesawat udara, instalasi pendukung operasi

penerbangan, penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, unit-unit

penyelenggara bandar udara, badan usaha bandar udara, badan usaha bandar

udara dan badan usaha angkutan udara dari tindakan melawan hukum mengingat

semakin meningkatnya ancaman terhadap penerbangan. Program Keamanan

Penerbangan Nasional (PKPN) memiliki sifat yang dinamis dan disusun guna

memenuhi ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International

Civil Aviation Organization) Annex 17 tentang Security dan Undang – Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Secara historis perkembangan Program Keamanan Penerbangan Nasional

(PKPN) sangat berkaitan dengan evolusi program keamanan penerbangan sipil di

dunia. Pada dasarnya sistem pemeriksaan keamanan penerbangan menjadi lebih

ketat secara signifikan di Amerika Serikat dan seluruh dunia sejak peristiwa

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

6

pengeboman World Trade Center, New York pada tanggal 11 September 2001.

Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration/FAA)

menambahkan daftar barang – barang berbahaya yang dilarang dalam

penerbangan berdasarkan ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional

(International Civil Aviation Organization/ ICAO), termasuk: berbagai alat-alat

rumah tanggal, dan segala bentuk peralatan yang berujung tajam. Pada tanggal 19

November 2001, President George W. Bush menandatangani Aviation and

Transportation Security Act serta membentuk Transportation Security

Administration dibawah Department of Homeland Security. Kanada, negara-

negara anggota Uni Eropa, dan Australia segera menjadi beberapa negara maju

yang serta merta meningkatkan sistem keamanan penerbangan mereka setelah 11

September 2001.

Peristiwa 11 September 2001 juga mengubah industri penerbangan global.

Jumlah penumpang pesawat mengalami penurunan sehingga mengakibatkan

pendapatan industri penerbangan dunia turun dari US$ 329 Miliar (2000) menjadi

US$ 307 Miliar (2001) dan US$ 306 Miliar (2002). Selanjutnya secara global,

industri penerbangan mengalami kerugian sebesar US$ 13 Miliar (2001) dan

US$ 11.3 Miliar (2002). Perusahaan penerbangan seperti Swissair dan Sabena

mengalami kebangkrutan menyusul menurunnya tingkat kepercayaan konsumen

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

7

terhadap industri penerbangan dan naiknya harga minyak1

Sumber: IATA, 2012

. Guna meningkatkan

kepercayaan konsumen maka secara industri penerbangan sepakat meningkatkan

tindakan-tindakan pengamanan penerbangan. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan

untuk keperluan keamanan penerbangan juga mengalami peningkatan, terutama

setelah September 2001 hingga 2002. Saat ini, secara global industri penerbangan

diperkirakan menghabiskan US$ 7.4 Miliar per tahun untuk keperluan keamanan

penerbangan (IATA, 2012). Detail komponen biaya keamanan penerbangan

diberikan oleh Gambar I.1 berikut ini:

Gambar I.1. Komponen Biaya Keamanan dalam Industri Penerbangan Global

(US$ Miliar)

1 The Impact of September 11, 2001 to Aviation. IATA. http://www.iata.org/pressroom/documents/impact-9-11-aviation.pdf

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

8

Terkait dengan peningkatan keamanan penerbangan, Organisasi

Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO)

sepakat untuk memperluas tujuan mekanisme keamanan penerbangan (aviation

security mechanism) segera setelah peristiwa 11 September 2001. Pada bulan

Oktober 2001, tujuan dari mekanisme keamanan penerbangan (aviation security

mechanism) seperti terlampir dalam ICAO Annex 17 diperluas dengan perubahan

berikut:

1. Melakukan survei keamanan penerbangan internasional dan penilaian secara

rahasia, berdasarkan permintaan, dan merekomendasikan pengenalan metode

keamanan penerbangan sesuai dengan Annex 17 dari Organisasi Penerbangan

Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) tentang

keamanan penerbangan.

2. Melakukan koordinasi program pelatihan keamanan penerbangan,

menyediakan on-the-job training dan menyediakan beasiswa atau program

sponsor ICAO, menyelenggarakan workshop dengan pilihan topik khusus dan

seminar atau pelatihan di tingkat regional.

3. Menyediakan peralatan keamanan penerbangan, alat bantu pelatihan dan

peralatan lainnya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemanan penerbangan

4. Melakukan audit keamanan penerbangan skala internasional secara sukarela

dengan tujuan untuk meningkatkan implementasi standar keamanan

penerbangan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

9

Selanjutnya, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil

Aviation Organization/ICAO) juga melakukan amandemen kesepuluh lewat

tambahan persyaratan keamanan terhadap Annex 17. Tambahan persyaratan

keamanan ini berlaku efektif sejak 15 April 2002. Adapun tambahan persyaratan

keamanan tersebut antara lain:

1. Pemeriksaan keamanan terhadap pesawat terbang (aircraft security check)

Termasuk didalamnya pemeriksaan terhadap interior pesawat terbang yang

memiliki akses terbuka terhadap penumpang. Pemeriksaan akan dilakukan

terhadap obyek-obyek mencurigakan, senjata serta berbagai benda berbahaya

lainnya.

2. Pemeriksaan latar belakang (background check)

Pemeriksaan latar belakang mengacu pada pemeriksaan identitas (termasuk

pengalaman kerja dan sejarah kriminal) terhadap personel yang akan

memasuki daerah keamanan terbatas di bandara.

3. Penyaringan (Screening)

Penyaringan (Screening) menambahkan istilah “mengidentifikasi dan/atau”

terhadap persyaratan untuk “mendeteksi senjata, bahan peledak, atau alat

berbahaya lainnya yang mungkin digunakan untuk melakukan suatu tindakan

melanggar hukum”. Screening juga menambahkan tanggung jawab terhadap

operator penyelenggara penyaringan (screening) untuk tidak hanya

menemukan tetapi juga mengidentifikasi berbagai benda berbahaya. Peralatan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

10

tambahan seperti mesin X-Ray adalah dibutuhkan untuk dapat melakukan

identifikasi yang efektif.

4. Keamanan (Security)

Kata “internasional” dihilangkan dari “penerbangan sipil internasional

(international civil aviation)” dengan tujuan agar penyelenggaraan

pemeriksaan keamanan dilakukan juga terhadap penerbangan sipil domestik.

5. Daerah Keamanan Terbatas (Security Restricted Areas)

Pengertian daerah keamanan terbatas (security restricted areas) diperluas

dengan mengikutsertakan, untuk pertama kalinya, daerah airside dari bandara

yang aksesnya diawasi. Daerah keamanan biasanya meliputi: area

keberangkatan penumpang (daerah antara pos pemeriksaan keamanan dan

pesawat terbang), jalur yang melandai (ramp), area penyelenggaraan bagasi

(baggage make-up), gudang kargo (cargo sheds), pusat surat dan pos (mail

center), daerah airside katering, dan area kebersihan (airside cleaning services

area). Perubahan dalam Annex 17 memperluas persyaratan keamanan

terhadap area di luar pesawat terbang dan wilayan apron. Dengan demikian,

persyaratan keamanan diberlakukan pada area yang lebih luas. Guna

mengakomodasi perubahan atau amandemen ini maka dibutuhkan

penyesuaian peralatan dan tenaga kerja.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

11

6. Tujuan (Objectives)

Tujuan ini mengharuskan setiap negara yang melakukan perjanjian kerjasama

dengan ICAO untuk memastikan penerapan prinsip-prinsip penerbangan sipil

internasional yang dirancang untuk mencegah tindakan melanggar hukum

dalam penerbangan dalam negeri (domestic).

7. Kerjasama Internasional (International Cooperation)

Dalam kerjasama internasional, setiap negara yang tergabung dalam ICAO

diminta saling bertukar informasi sebanyak-banyaknya terkait ancaman

terhadap keamanan penerbangan.

8. Organisasi Nasional dan Otoritas Terkait yang Tepat (National Organization

and Appropriate Authority)

Setiap negara anggota ICAO diwajibkan untuk memberdayakan otoritas yang

tepat dan sesuai untuk mengelola program keamanan penerbangan sipil

nasional. Dalam implementasinya, hal ini melibatkan definisi dan alokasi

tugas serta koordinasi aktivitas antar badan, departemen, dan organisasi lain

dalam suatu negara; belum termasuk bandara dan operator pesawat terbang

serta lembaga-lembaga terkait lainnya. Fungsi koordinasi mestinya dilakukan

oleh Komite Keamanan Penerbangan Nasional yang ditunjuk.

9. Kegiatan dalam Bandara (Airport Operations)

Negara-negara anggota ICAO diminta untuk mengesahkan dan menerapkan

program keamanan bandara pada setiap bandara internasional di negara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

12

masing-masing. Program keamanan bandara haruslah tertulis dan

mencantumkan berbagai persyaratan terkait.

Perubahan dalam sistem keamanan penerbangan (aviation security system)

akibat amandemen ICAO Annex 17 juga turut merubah dan membentuk program

keamanan penerbangan nasional. Pemerintah Indonesia memiliki Program

Nasional Keamanan Penerbangan Sipil (National Civil Aviation Security

Programme) yang bertujuan untuk melindungi keselamatan, keteraturan dan

efisiensi penerbangan di Indonesia melalui peraturan, tindakan dan prosedur,

perlindungan yang perlu terhadap tindakan melawan hukum dengan

mempertimbangkan keselamatan, keteraturan dan efisiensi penerbangan. Lebih

lanjut, Program Nasional Keamanan Penerbangan Sipil yang disahkan pada

tanggal 2 Februari 2010 ditujukan untuk melindungi keamanan pesawat udara

yang terdaftar atau beroperasi di Indonesia dan bandar udara di Indonesia.

Pemerintah memandang perlunya paradigma baru bahwa keselamatan

penerbangan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Perusahaan

Penerbangan dan Masyarakat pengguna jasa. Berbagai peraturan yang menjadi

dasar dan terkait dengan Program Nasional Keamanan Penerbangan Sipil

(National Civil Aviation Security Programme) di Indonesia antara lain:

1. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

13

2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan

Keselamatan Penerbangan;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;

4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2010 tentang Program

Keamanan Penerbangan Nasional;

5. Keputusan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan keamanan

penerbangan, termasuk didalamnya:

a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 11/2001 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Udara.

b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 54/2004 tentang Program

Nasional Pengamanan Penerbangan.

c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 25/2008 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Udara.

d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 77/2011 tentang Tanggung

Jawab pengangkut Angkutan Udara.

e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 92/2011 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

6. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan

keamanan penumpang pesawat terbang, termasuk:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

14

a. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor

SKEP/255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Kargo dan Pos yang Diangkut

dengan Pesawat Udara.

b. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152/2012

tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat

Udara.

Peraturan-peraturan terkait keamanan penerbangan yang diterapkan oleh

pemerintah seyogyanya meningkatkan keamanan dan memberikan dampak positif

terhadap industri penerbangan dan masyarakat Indonesia. Meski demikian, hal ini

belumlah tercapai dalam masalah pengamanan kargo dan pos yang diangkut

dengan pesawat udara. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan usaha Agen

Inspeksi (Regulated Agent). Berdasarkan ICAO Annex 17, agen inspeksi

(regulated agent) adalah agen, pengirim barang atau entitas lain yang melakukan

bisnis dengan operator dan menyediakan pengawasan keamanan yang diminta dan

dipersyaratkan oleh otoritas yang mengurusi kargo atau pos. Sementara itu,

menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152/2012,

agen inspeksi (regulated agent) adalah badan hukum Indonesia yang melakukan

kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara yang memperoleh izin dari

Direktur Jenderal untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap kargo dan

pos.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

15

Praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Indonesia dimulai pada tanggal

4 Juli 2011. Tepatnya, sejak diberlakukannya Keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan Udara Nomor SKEP/255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Kargo dan

Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara. Alasan pemerintah menerapkan

praktek agen inspeksi (regulated agent), salah satunya adalah untuk

menyesuaikan dan menerapkan kesepakatan dalam ICAO Annex 17. Diharapkan

dengan adanya agen inspeksi (regulated agent) maka keamanan kargo dan pos

yang diangkut dengan pesawat udara menjadi lebih meningkat. Meski demikian,

implementasi kebijakan agen inspeksi (regulated agent) di bandara kargo

internasional Soekarno-Hatta masih dinilai kurang persiapan, memberikan

dampak negatif bagi aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri di Indonesia,

serta meningkatkan biaya logistik secara keseluruhan.

Kebijakan agen inspeksi (regulated agent) telah berkali-kali mengundang

protes di lapangan atau bandara udara Soekarno – Hatta. Sebagai akibatnya,

penerapan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor

SKEP/255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan

Pesawat Udara telah berkali – kali mengalami penundaan. Media massa

menyoroti kegiatan agen inspeksi (regulated agent) yang ditengarai menyebabkan

penumpukan kargo dan pos, terutama akibat lambatnya proses pemeriksaan.

Sementara itu beberapa asosiasi sektoral dalam negeri seperti: Asosiasi Logistik

dan Freight/Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

16

Indonesia (ASPERINDO), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Serikat

Perusahaan Pers (SPS) dan PT Pos Indonesia menyampaikan tidak terdapatnya

perubahan pengawasan keamanan kargo dan pos yang signifikan oleh agen

inspeksi (regulated agent). Yang terjadi hanyalah kenaikan biaya screening dari

Rp 60 per kilogram menjadi antara Rp 440 sampai Rp 1,050 per kilogram sudah

termasuk PPn 2

Ketika pada akhirnya diterapkan, kebijakan agen inspeksi (regulated agent)

kembali mendapat protes karena keterlambatan kargo masih saja terjadi (antara 6

– 12 jam). Pemberlakuan Agen Inspeksi (Regulated Agent) untuk kargo

internasional yang sedianya akan diberlakukan secara bersamaan ditunda hingga 3

Oktober 2011. Namun kembali diundur hingga tanggal 4 Januari 2012 untuk

kargo internasional. Salah satu yang masih menjadi kendala adalah penerapan

Agen Inspeksi (Regulated Agent) di kawasan berikat. Di kawasan berikat, barang

sudah diperiksa oleh bea cukai dan disegel. Penerapan Agen Inspeksi (Regulated

Agent) kepada kargo asal kawasan berikat menimbulkan duplikasi pemeriksaan

. Hal ini berakibat pada meningkatkan biaya logistik dan

memberikan dampak negatif terhadap perdagangan (terutama ekspor).

Kementerian Perhubungan akhirnya menunda pemberlakuan Agen Inspeksi

(Regulated Agent) hingga tanggal 4 September 2011 atau setelah musim mudik

Lebaran selesai.

2 Pada akhirnya terjadi kesepakatan dengan Agen Inspeksi (Regulated Agent) untuk menggunakan harga Rp 350/kilogram sampai Rp 450/kilogram

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

17

keamanan dan menimbulkan ineffisiensi dalam hal waktu dan biaya bagi

pengusaha.

Di awal tahun 2012, jumlah Agen Inspeksi (Regulated Agent) dan jumlah

mesin X-Ray yang terbatas juga menjadi kendala utama. Hanya terdapat 3 (tiga)

Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang beroperasi di Bandara Soekarno – Hatta,

yaitu: PT Gatran, PT Putra Avian Prima dan PT Fajar Santosa. Selain itu, ada tiga

perusahaan lagi yang tengah disiapkan yaitu PT Birotika Semesta (DHL Express),

PT Pajajaran Global Service dan PT Angkasa Pura II. Di negara lain seperti

Singapura, jumlah Agen Inspeksi (Regulated Agent) mencapai 100 unit lebih

sehingga mampu mengatasi arus kargo yang tinggi. Perusahaan-perusahaan

angkutan kargo juga tidak harus mendirikan perusahaan baru untuk menjadi agen

inspeksi (regulated agent). Persoalan Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang

semakin meningkat kemudian dibahas oleh Tim Kecil yang terdiri Ditjen

Perhubungan Udara, KADIN (Kamar Dagang Indonesia) dan sejumlah asosiasi.

Tim ini melakukan pembahasan terkait penyempurnaan SKEP 255, penghitungan

tarif, dan masalah pelaksanaan Agen Inspeksi (Regulated Agent) di kawasan

berikat.

Selain dibahas oleh Tim Kecil dalam Ditjen Perhubungan Udara, KADIN

(Kamar Dagang Indonesia) dan sejumlah asosiasi, masalah Agen Inspeksi

(Regulated Agent) juga menjadi perhatian Ombudsman RI. Mereka memanggil

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

18

Kementerian Perhubungan untuk berkonsultasi masalah praktek Agen Inspeksi

(Regulated Agent) dan dampaknya bagi pelaku usaha dan daya saing ekonomi

nasional. Pada tanggal 12 Oktober 2011, Ombudsman RI mengirimkan surat

kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait masalah ini. Setelah melalui

berbagai konsultasi, maka Direktur Jenderal Perhubungan Udara kemudian

merevisi Keputusan No 255/IV/2011 menjadi Keputusan Nomor KP 152/2012.

Setelah memberikan tenggat waktu kurang lebih 3 bulan untuk implementasi

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152/2012,

Ombudsman RI mengeluarkan pernyataan adanya maladministrasi dalam

penyelenggaraan pemeriksaan keamanan terhadap kargo dan pos yang diangkut

dengan pesawat udara oleh agen inspeksi (regulated agent) sebagaimana diatur

dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP Nomor

255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang diangkut

dengan Pesawat Udara, yang kemudian diubah menjadi Peraturan Direktur

Jenderal Perhubungan Udara Nomor 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo

dan Pos yang diangkut dengan Pesawat Udara.

Ombudsman RI merekomendasikan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

RI untuk:

1. Memperhatikan benar-benar standar keselamatan penerbangan dan

kepentingan Negara Republik Indonesia dalam menciptakan iklim investasi

yang kondusif demi peningkatan pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan:

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

19

a. Memperjelas hubungan antara Agen Inspeksi (Regulated Agent) dengan

BUAU berkenaan dengan tanggung jawab terhadap hasil pemeriksaan

Kargo dan Pos yang diangkut oleh pesawat yang dilakukan oleh Agen

Inspeksi (Regulated Agent)

b. Bahwa pemeriksaan kargo dan pos hanya dilakukan di Lini 1 atau

setidaknya dilakukan dalam area terbatas kawasan Bandar Udara

2. Menetapkan batas atas tarif jasa pemeriksaan kargo dan pos yang dilakukan

oleh Agen Inspeksi (Regulated Agent) berdasarkan perhitungan struktur biaya

yang wajar dan jelas dengan melibatkan dan memperhatikan pendapat para

pemangku kepentingan demi mencegah ekonomi biaya tinggi.

Menanggapi rekomendasi dari Ombudsman RI, sampai dengan saat ini

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara masih melakukan konsultasi dengan

berbagai pihak untuk memperbaiki implementasi kebijakan Agen Inspeksi

(Regulated Agent). Praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang terjadi sampai

dengan saat ini adalah belum berubah secara signifikan. Perkembangan

implementasi kebijakan Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang sangat dinamis ini

kemudian menarik minat penulis untuk meneliti masalah implementasi kebijakan

agen inspeksi di Indonesia. Selanjutnya, penulis juga tertarik untuk meneliti aspek

persaingan usaha dari kegiatan Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Indonesia.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

20

B. Perumusan Masalah

Pokok permasalah dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan Agen

Inspeksi (Regulated Agent) dan implikasinya terhadap para pelaku usaha,

persaingan usaha, dan kegiatan usaha kargo di Bandar Udara Internasional

Soekarno – Hatta. Adapun pokok – pokok permasalahan diatas kemudian

dijabarkan dalam pertanyaan – pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Apakah peran Agen Inspeksi (Regulated Agent) dalam menjamin keamanan

kargo udara melanggar ketentuan Undang-Undang Penerbangan?

2. Apakah terdapat praktek persaingan usaha yang tidak sehat dalam kegiatan

usaha Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Bandar Udara Internasional

Soekarno – Hatta?

3. Bagaimana peran pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan persaingan

usaha yang sehat di bidang keamanan kargo udara di Bandar Udara

Internasional Soekarno – Hatta?

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

21

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan telaah literatur dan penelusuran terhadap judul penelitian tesis

yang ada pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis

belum menemukan judul tesis yang terkait dengan masalah kegiatan Agen

Inspeksi (Regulated Agent) di Indonesia.

Penelitian terhadap kegiatan Agen Inspeksi (Regulated Agent) memang

pernah dilakukan oleh para peneliti di luar negeri, seperti oleh para peneliti di Uni

Eropa. Hallside, et.al (2012)3

3

melakukan penelitian terhadap Peraturan Komisi

Uni Eropa No. 1082/2012 terkait Amandemen Peraturan Komisi UE No.

185/2010 tentang Validasi Keamanan Penerbangan di UE (Commission

Regulation (EU) No.1082/2012 amending Commission Regulation (EU)

No.185/2010 in respect of EU Aviation Security Validations), terutama:

implementasi persyaratan pemeriksaan kargo yang datang dari negara-negara di

luar Uni Eropa, serta dampaknya bagi keamanan penerbangan di Uni Eropa

secara umum dan efektivitas proses pemeriksaan kargo. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Hallside, et.al (2012) menunjukkan bahwa praktik pemeriksaan

terhadap kargo udara yang datang dari negara-negara di luar Uni Eropa (Air

Cargo or Mail Carrier operating into the Union from a Third Country Airport /

ACC3) oleh Agen Inspeksi (Regulated Agent) yang memiliki standar validasi Uni

http://ec.europa.eu/transport/modes/air/security/doc/new_acc3_regulation_final_report.pdf

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

22

Eropa adalah menguntungkan bagi proses pemeriksaan keamanan penerbangan di

negara-negara anggota Uni Eropa. Selanjutnya, peraturan ini juga meningkatkan

efisiensi karena mendorong terciptanya koordinasi dan pengawasan yang lebih

baik antara Agen Inspeksi di negara-negara bukan anggota Uni Eropa (ACC3)

dengan pemeriksa kargo dan operator penerbangan di negara-negara anggota Uni

Eropa.

Meski demikian, penelitian ini merujuk pada praktek Agen Inspeksi

(Regulated Agent) di negara – negara anggota Uni Eropa dan bukan Indonesia.

Selanjutnya, hasil penelitian ini juga tidak menyinggung masalah persaingan

usaha. Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka keaslian tesis ini dapat

dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus

dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasionalitas, serta objektivitas. Hal ini

merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga

dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya

secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif

(membangun). Penelitian ini juga menarik untuk dilakukan karena dapat menjadi

pioneer untuk menyelidiki masalah praktek Agen Inspeksi (Regulated Agent) di

Indonesia.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

23

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan pokok – pokok permasalahan dan pertanyaan – pertanyaan

tersebut diatas maka diketahui tujuan dari penelitian dalam thesis ini adalah

sebagai berikut:

1. Menjelaskan peran Agen Inspeksi (Regulated Agent) dalam menjamin

keamanan kargo udara di Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta;

2. Menjelaskan keberadaan praktek persaingan usaha yang tidak sehat dalam

kegiatan usaha Agen Inspeksi (Regulated Agent) di Bandar Udara

Internasional Soekarno – Hatta;

3. Menjelaskan peran pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan persaingan

usaha yang sehat di bidang keamanan kargo udara di Bandar Udara

Internasional Soekarno – Hatta.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

hukum, terutama yang berkaitan dengan keamanan penerbangan di Indonesia

serta memperkaya tinjauan atas topik persaingan usaha. Lebih lanjut, penelitian

ini juga penulis harapkan bermanfaat bagi:

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71881/potongan/S2-2014... · 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam kegiatan operasionalnya,

24

1. Praktisi Hukum

Bagi praktisi hukum, penelitian ini diharapkan memberikan tambahan

referensi bagi kajian hukum, terutama yang berkaitan dengan keamanan

penerbangan, kargo dan pos yang dikirimkan melalui pesawat udara dan

persaingan usaha di Indonesia.

2. Pengambil Keputusan

Bagi pengambil keputusan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan

masukan (referensi) guna mengembangkan strategi untuk meningkatkan peran

pemerintah dalam mengefisienkan peran Agen Inspeksi (Regulated Agent)

dalam menjamin keamanan kargo dan pos dan penerbangan di masa yang

akan datang.