bab i pendahuluan a. latar bab i 10406241005.pdf · pdf filekerajaan pajajaran adalah...
Post on 06-Feb-2018
221 views
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cirebon pada awalnya adalah sebuah daerah yang bernama Tegal Alang-
Alang yang kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Raden
Walangsungsang1 diubah namanya menjadi Caruban.2 Nama Caruban sendiri
terbentuk karena diwilayah Cirebon dihuni oleh beragam masyarakat dan sebutan
lain Cirebon adalah Caruban Larang. Pada perkembangannya Caruban berubah
menjadi Cirebon karena kebiasaan masyarakatnya sebagai nelayan yang membuat
terasi udang dan petis, masakan berbahan dasar air rebusan udang/cai-rebon3.
Tahun 1389 M, Cirebon disebut Caruban Larang, terdiri atas Caruban
pantai/ pesisir dan Caruban Girang.4 Letak Cirebon yang berada dipesisir Pantai
Utara Jawa yang merupakan jalur strategis perdagangan lokal maupun
internasional membuat Cirebon cepat berkembang menjadi tempat persinggahan
para pedagang dari luar negeri. Para pedagang yang singgah di pelabuhan Cirebon
1 Walangsungsang adalah putra sulung dari Raja Pajajaran, Prabu
Siliwangi dan Permaisuri Subang Larang. Dalam perannya membangun kekuatan Islam di Cirebon, beliau membangun Dalem Agung Pakungwati dan menjabat sebagai kuwu Cirebon kedua dengan gelar Pangeran Cakrabuana/Cakrabumi. (lihat Aria, 1972: 12)
2 Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra (Kumpulan Makalah Diskusi Ilmiah). (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), hlm. 9.
3Cai berasal dari bahasa Sunda yang berarti air, dan rebon berarti udang kecil. Dalam penggunaannya, kata cai disingkat menjadi ci sehingga menjadi ci-rebon.
4P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. (Cirebon: Lembaga Kebudayaan Wilayah Tingkat III Cirebon, 1978), hlm. 26.
1
2
umunya adalah pedagang Islam yang berasal dari China, Arab, dan Gujarat yang
kemudian banyak diantara mereka yang menetap di Cirebon.
Sejak abad ke 15 M Cirebon sudah banyak didatangi pedagang Islam yang
kemudian menetap. Oleh karena itu menurut Tome Pires, seorang pedagang
Portugis yang pernah mengadakan pelayaran disepanjang pantai Utara Jawa pada
tahun 1531, kerajaanPajajaran melarang orang-orang muslim terlalu banyak
masuk ke dalam. Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
yang menguasai wilayah Sunda termasuk hingga kewilayah Cirebon.
Kerajaan Sunda Pajajaran sendiri pada saat itu di pimpin oleh raja yang
bergelar Sri Paduka (Baduga) Maharaja atau yang lebih dikenal dengan nama
Prabu Siliwangi.5Karena Prabu Siliwangi penganut ajaran Sang Hyang/Hindu-
Budha, maka masuknya agama Islam dibatasi agar tidak mengancam
kekuasaannya. Akan tetapi, penyebaran Islam di Cirebon menjadi berkembang
pesat setelah Pangeran Cakrabuana menjadi Kuwu di Cirebon.
Pangeran Cakrabuana adalah Raden Walangsungsang, anak Sulung Prabu
Siliwangi dan Permaisuri Nyai Subang Larang yang beragama Islam. Dari
pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang lahir tiga keturunan
bernama Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang, dan Raja Sengara/Kian
Santang.6Setelah dewasa Raden Walangsungsang diperkenankan meninggalkan
Pajajaran untuk memperdalam ilmu Islamnya disusul kemudian oleh adiknya Lara
5M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, Sejarah Kerajaan
TradisionalCirebon.(Jakarta: Suko Rejo Bersinar, 2001),hlm. 6.
6P. S. Sulendraningrat, op. cit.,hlm. 15.
3
Santang. Diperjalanan menuju Cirebon Raden Walangsungsang menikah dengan
Nyai Endang Geulis.
Tempat pertama Islam diperkenalkan di wilayah Cirebon adalah pelabuhan
Muara Jati dan Dukuh Pasambangan. Orang pertama yang mengenalkan Islam
adalah Syekh Idlofi/Syekh Datuk Kahfi/Syekh Nurul Jati yang kemudian menetap
dan mendirikan pesantren. Raden Walangsungsang, Lara Santang, dan Endang
Geulis yang kemudian berguru pada Syekh Nurul Jati membuka pedukuhan di
daerah Tegal Alang-Alang. Lambat-laun para pribumi yang tertarik dengan ajaran
Islam mulai memeluk Islam dengan suka rela.
Setelah mendirikan pedukuhan Raden Walangsungsang dan Lara Santang
pergi menunaikan Ibadah Haji. Diperjalanannya Lara Santang menikah dengan
Syarif Abdillah Bin Nurul Alim, Sultan Mesir yang bergelar Sulthon Makhmud
Syarif Abdullah dari keluarga Bani Hasyim. Agar mudah diterima kemudian
nama Lara Santang diubah menjadi Syarifah Mudaim. Dari pernikahan ini
Syarifah Mudaim melahirkan dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan
Syarif Nurullah.7 Syarif Hidayatullah kelak menjadi Sultan pertama di Kesultanan
Cirebon dan menjadi salah satu diantara Wali Songo, para penyebar agama Islam
di Jawa.
Sunan Gunung Jati atau yang dikenal Syarif Hidayatullah dilahirkan di
Mekah tahun 1448 M dari pernikahan Syarif Abdullah dengan Syarifah Mudaim
atau Lara Santang. Pada usia 120 tahun, Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada
tahun 1568 M. Jenazahnya dikebumikandipuncak Gunung Sembung/Astana
7M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, loc.cit.,
4
Agung Gunung JatiCirebon.8 Kesultanan Cirebon lahir setelah Sunan Gunung Jati
Syarif Hidyatullah menikahi sepupunya Nyai Pakungwati, anak dari Pangeran
Cakrabuana/Walangsungsang sebagai Kuwu Cirebon.
Pada tahun 1479 M, beberapa misionaris Islam dari Baghdad, Mekah,
Mesir, dan Siria berkumpul dipulau Jawa dalam rangka ekspansi agama Islam9,
membentuk sebuah Dewan Walisongo yang semula diketuai Sunan Ampel
(setelah wafat) digantikan diketuai Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah.10Para
penyebar Islam di Jawa, dikenal dengan istilah Walisongo telah lama melihat
perkembangan Cirebon sebagai basis dari penyebaran Islam, karenanya Sunan
Gunung Jati sebagai orang yang dianggap memiliki riwayat mumpuni sebagai
orang yang ilmu agama Islamnya tinggi dianggap bisa mewujudkan misi
pengembangan Islam di Jawa.
Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah yang pada tahun 1479 M
mendapat restu Pangeran Cakrabuana dan dewan Walisongo yang diketuai Sunan
Ampel telah menghentikan upeti kepada Pajajaran yang menandakan telah
berdirinya Cirebon.11 Saat itulah Kesultanan Cirebon berdiri terlepas dari
Pajajaran dan menjadi Kerajaan yang berdaulat. Setelah Sunan Gunung Jati
8P. S. Sulendraningrat, op.cit.,hlm. 33.
9Misi ekspansi agama Islam ke Indonesia merupakan pengembangan Islam di Pulau Jawa yang dilakukan dengan jalan damai, bukan jalan kekerasan.Pengembangan Islam di daerah Malaya dan Indonesia tidak menghapuskan pengaruh India tapi merupakan konversi antara budaya Hindu dengan Islam. (Toynbee, 2006: 620)
10P. S. Sulendraningrat, op.cit.,hlm. 20.
11Ibid.,hlm. 15.
5
mendirikan dan memimpin Kesultanan Cirebon, proses Islamisasi menjadi lebih
nyata terjadi. Hal itu terlihat dari wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon, antara
lain Luragung, Kuningan, Banten, Sunda Kelapa, Galuh, Sumedang, Japura
Talaga, Losari dan Pasir Luhur.
Dakwah Sunan Gunung Jati tidak dilakukan dengan cara yang
revolusioner, tetapi dengan cara yang mudah diterima yakni dengan memperbaiki
yang sudah ada. Kegiatan-kegiatan keagamaan contohnya, dalam perayaan
Panjang Jimat dan Sekatenadalah percampuran budaya yang hingga sekarang
masih bisa kita lihat. Selain itu, contoh percampuran budaya juga terlihat sangat
unik dalam ornamen keagamaan seperti di Masjid Agung Sang Ciptarasa yang
menggunakan bentuk bengunan limasan khas budaya Hindu.
Saat Sunan Gunung Jati menjadi Sultan petama di Cirebon sekaligus
pengangkatannya sebagai Sunanpada tahun 1479 M hingga tahun 1568 M,
budayaHindu-Budha yang merupakan agama peninggalan Pajajaran tidak
dihapuskan, melainkan diselaraskan dengan ajaran Islam. Berbagai peninggalan
pasca proses Islamisasi yang dilakukan Sunan Gunung Jati masih terlihat hingga
saat ini. Proses maupun hasil dari Islamisasi Sunan Gunung Jati memiliki
keunikan tersendiri dan menarik untuk dikaji lebih mendalam. Berdasarkan uraian
tersebut, penelitian ini mengkaji dakwah Sunan Gunung Jati dalam proses
Islamisasi di Kesultanan Cirebon tahun 1479-1568 M.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat diajukan
rumusan masalah sebagai berikut :
6
1. Bagaimana kondisi geografis dan sosio-kultural Cirebon sebelum masuknya
Islam?
2. Bagaimana sekilas tentang Sunan Gunung Jati?
3. Bagaimana dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati di Cirebon?
4. Bagaimana pengaruh dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati di
Kesultanan Cirebon?
5. Bagaimana kondisi masyarakat Cirebon pasca proses Islamisasi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
a. Melatih kemampuan berfikir kritis, analisis, sistematis dan objektif dalam
mengkaji suatu peristiwa sejarah.
b. Mengaplikasikan metodologi penelitian sejarah dan historiografi yang telah
diperoleh selama menempuh pendidikan.
c. Mengembangkan disiplin intelektual terutama profesi dalam bidang sejarah.
d. Menumbuhkan wawasan sejarah kebangsaan dan nasionalis di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Memberi gambaran mengenai kondisi geografis dan sosio-kultur Ci