bab i pendahuluan 1.1 latar...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, etnis, dan agama dan golongan. Keanekaragaman ini di satukan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda. Semboyan ini dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah suatu bangsa yang mencerminkan jati diri bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya budaya yang berbeda-beda dari berbagai macam etnis suku, agama, ras dan golongan masyarakat namun tetap bersatu dalam negara kesatuan Indonesia. Akan tetapi di satu sisi lain dari keberagaman suku bangsa, agama, ras dan antar golongan ini sebenarnya menyimpan satu potensi konflik yang dapat memcah belah persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena dari keberagaman ini dapat memicu sutau konflik yang melibatkan perpecahan atau kerusuhan massal antar etnis suku bangsa, antar agama, ras dan antar golongan SARA. Sesuai seperti apa yang dikatakan oleh najwan (2009 : 196) dari keberagaman budaya, etnis, agama dan multi golongan ini dari satu sisi secara teori multi budaya merupakan potensi budaya yang dapat mencerminkan jati diri bangsa yang besar, akan tetapi dari sisi lain juga berpotensi menimbulkan konflik yang dapat mengecam integrasi bangsa karena konflik antar budaya dapat menimbulkan pertikaian antar etnis, antar agama, ras dan golongan SARA yang bersifat sensitif dan rapuh yang menjurus kearah disintegrasi bangsa Indonesia. Kondisi dan situasi seperti ini merupakan suatu kewajaran sejauh perbedaan ini di sadari keberadaannya. Namun, ketika perbedaan ini di sadari keberadaannya dan dihayati perbedaan tersebut mengemuka dan menjadi ancaman untuk kerukunan hidup. Perbedaan tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan. Masyarakat Indonesia yang multikultur memiliki potensi yang besar untuk terjadinya konflik sara antar kelompok, ras, agama, dan suku bangsa. Indikasi ke arah itu terlihat dari tumbuh suburnya berbagai organisasi

Upload: others

Post on 17-Aug-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku,

budaya, etnis, dan agama dan golongan. Keanekaragaman ini di satukan

dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda.

Semboyan ini dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah suatu bangsa yang

mencerminkan jati diri bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya budaya

yang berbeda-beda dari berbagai macam etnis suku, agama, ras dan golongan

masyarakat namun tetap bersatu dalam negara kesatuan Indonesia. Akan tetapi

di satu sisi lain dari keberagaman suku bangsa, agama, ras dan antar golongan

ini sebenarnya menyimpan satu potensi konflik yang dapat memcah belah

persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena dari keberagaman ini dapat memicu

sutau konflik yang melibatkan perpecahan atau kerusuhan massal antar etnis

suku bangsa, antar agama, ras dan antar golongan SARA. Sesuai seperti apa

yang dikatakan oleh najwan (2009 : 196) dari keberagaman budaya, etnis,

agama dan multi golongan ini dari satu sisi secara teori multi budaya

merupakan potensi budaya yang dapat mencerminkan jati diri bangsa yang

besar, akan tetapi dari sisi lain juga berpotensi menimbulkan konflik yang

dapat mengecam integrasi bangsa karena konflik antar budaya dapat

menimbulkan pertikaian antar etnis, antar agama, ras dan golongan SARA

yang bersifat sensitif dan rapuh yang menjurus kearah disintegrasi bangsa

Indonesia.

Kondisi dan situasi seperti ini merupakan suatu kewajaran sejauh

perbedaan ini di sadari keberadaannya. Namun, ketika perbedaan ini di sadari

keberadaannya dan dihayati perbedaan tersebut mengemuka dan menjadi

ancaman untuk kerukunan hidup. Perbedaan tersebut menjadi masalah yang

harus diselesaikan. Masyarakat Indonesia yang multikultur memiliki potensi

yang besar untuk terjadinya konflik sara antar kelompok, ras, agama, dan suku

bangsa. Indikasi ke arah itu terlihat dari tumbuh suburnya berbagai organisasi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

2

kemasyarakatan, profesi, dan organisasi lainnya. Selain itu, muncul juga

berbagai macam aliran keagamaan.1

Salah satu koflik yang bernuansa SARA di Indonesia terjadi di

berbagai daerah, termasuk peristiwa penembakan empat mahasiswa Trisakti

pada 12 Mei 1998 ternayata berbuntut panjang dan menyulut emosi warga.

Akibatnya, keesokan hari jakarta menjadi lautan aksi massa yang terjadi di

beberapa titik, penjarahan dan pembakaran tidak bisa dihindarkan. Krisis

moneter berkepanjangan di tahun 1998 berujung pada aksi kerusuhan hebat

pada penghujung rezim Orde Baru pimpinan almarhum Soeharto. Saat itu,

Indnesia dilandasi krisis ekonomi yang sangat parah sehingga melumpuhkan

seluruh persedian ekonomi dalam negeri. Kerusuhan yang terjadi menular

pada konflik antar etnis pribumi dan etnis Tioghoa. Saat itu, banyak aset milik

etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar oleh massa yang kalap. Massa

pribumi juga melalukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap para

wanita etnis Tionghoa. Konflik antar etnis itu menjadi sejarah kelam di

penghujung pemerintahan rezim Soeharto. Konflik yang berbau agama paling

tragis meledak pada tahun 1999 silam. Konflik dan pertikaian yang melanda

masyarakat Ambon-Lease sejak januari 1999, telah berkembang menjadi aksi

kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua

tatanan bermasyarakat. Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi

kerusuhan hebat antara umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya

orang meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama ini saling serang dan

bakar membakar bangunan serta sarana ibadah. Saat itu, aparat penegak

hukum dianggap gagal menangani konflik dan merebak isu bahwa situasi

sengaja dibiarkan berlanjut untuk mengalihkan isu-isu besar lainnya.

Kerusuhan yang merusak tatanan kerukunan antar umat bergama di Ambon itu

berlangsung lama sehingga menjadi isu sensitif. Beberapa konflk terjadi di

indonesia, baik yang berdasarkan suku, agama maupun agama (SARA).

Seperti konflik agama di Poso tahun 1998, konflik etnis madura di Sambas,

Kalimantan Barat pada tahun 1999, konflik di Maluku tahun 1999-2004

(Leatemia, 2011 : 45).

1 Suryana, Yaya & Rusdiana, H. A. 2015. Pendidikan Multikultural (Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bansa)

Konsep-Prinsip-Implementasi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hal. 1-2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

3

Seharusnya di Indonesia tidak boleh terjadi konflik SARA, karena

Indonesia memilki konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai warisan tradisi

tentang harmonisasi dan toleransi antar semua warga negara, namun kemudian

dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

dengan cara bersikap yang seakan harmonis dalam masyarakat. implementasi

motto Bhinneka Tunggal Ika bukan diajukan untuk persatuan bangsa, namun

lebih menumbuhkan eksklusuvisme dan kecemburuan sosial.2 Hal tersebut

pada akhirnya menjadi proses awal munculnya pertikaian SARA (suku,

agama, ras, dan antar golongan) yang semula kurang disadari oleh sebagian

besar rakyat Indonesia selama rezim orde baru berkuasa. konsep kebhinekaan

secara simbolis diakomodasi melalui sejumlah lambang kedaerahan dengan

tatanan yang serba sentral dan diatur sedemikan rupa ketatnya dengan

mengatasnamakan persatuan dan menghiraukan perbedaan dan keragaman

yang terdapat didalam masyarakat Indonesia.3

Pada prakteknya konsep Bhinneka Tunggal Ika tidak berjalan efektif,

karena proses konflik itu akan selalu terjadi dimanapun di indonesia. Konflik

merupakan realitas permanenn dalam perubahan. Dan perubahan adalah

realitas permanen dalam kehidupan, dan dialektika adanya konflik, perubahan

dan kehidupan akan bersifat permanen. Meskipun demikian, konflik tidak

boleh dibiarkan berkembang menjadi liar dan kemudian merusak tatanan

kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah menjadi konsensus nasional.

Indonesia yang dikenal dengan jumah suku bangsa terbanyak di dunia yaitu

sekitar 1.128 suku bangsa. Penduduk Indonesia menganut beragam agama

yaitu, Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Khonghucu.

Sebagai sebuah ide multikultural terserap dalam berbagai interaksi

yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup

dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi, kehidupan politik, dan berbagai

kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajian-kajian

mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antar manusia dalam berbagai

manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan

yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan

2 Jalal, Faisal & Supriadi, Dedi. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta:

Adicita. Hal. 39 3 Budianta, Melani. 2003. “Multikulturalisme dan pendidikan Multikultural” dalam Azyumardi Azra, dkk,

Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia. Jakarta: INCIS. Hal. 89

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

4

multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

di Indonesia.

Kelompok masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek

suku, ras, agama, serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa

terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang

demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar etnis, agama

dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Hal itu menunjukkan bahwa

sentimen dan kepercayaan yang berlebih tentang keyakinan masyarakat

terhadap salah satu kelompok, golongan, dan agama akan menimbulkan

konflik, baik yang bernuansa sosial, ekonomi, politik, maupun agama. Bukti

ini sekaligus menunjukkan bahwa potensi konflik ada di berbagai bidang.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang simultan dilakukan agar konflik

yang potensial tersebut dikelola secara seksama, baik oleh pemerintah daerah,

organisasi LSM, maupun aparat penegak hukum.

Berbicara konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan

keanekaragaman, secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang

menjadi ciri masyarakat majemuk karena multikulturalisme menekankan

keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.4 Multikulturalisme

mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik

dan demokrasi, keadilan dan penegak hukum, kesempatan kerja dan berusaha,

hak asasi manusia, hak budaya komunitas, dan golongan minoritas, prinsip-

prinsip etika dan moral, tingkat dan mutu produktivitas, serta berbagai konsep

lainnya yang lebih relevan.

Seiring dengan perkembagan peradaban manusia, pendidikan

dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisasi dalam bentuk

pendidikan formal ataupun non-formal. Dalam konteks ini manusia pada

dasarnya dapat sebagai subjek sekaligus objek pendidikan. Sebagai subjek

pendidikan, manusia berperan aktif dalam proses dan pelaksanaanya. Manusia

juga bertanggung jawab sebagai perencana, pengelola sekaligus pihak yang

harus mengevaluasi dan mengawasi proses berlangsungnya pendidikan.

Adapun sebagai objek, manusia menjadi sasaran yang harus di dituju dan

digarap oleh pendidikan.

4 Suryana, Yaya & Rusdiana, H. A. 2015. Ibid. Hal.194

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

5

Pendidikan multikultural lahir karena ada permasalahan manusia yang

ditindas akibat perbedaan. Pendidikan multikultural itu sangat memuliakan

manusia karena memandang semua manusia setara, dapat bekerja sama dan

saling menghormati walaupun berbeda budaya, ras, etnis, agama, jenis

kelamin, dan cara pandang konflik yang bernuansa agama, tampaknya

berkorelasi kuat dengan faktor non agama. Agama biasanya merupakan faktor

pemicu kerusuhan yang didahului dengan konflik yang bernuansa perbedaan

agama dan kelompok.

Oleh karena itu, melalui pendidikan multikultural kita dapat memberi

seluruh siswa/mahasiswa tanpa memandang status sosial, ekonomi, gender,

orientasi seksual, atau latar belakang etnis, ras atau budaya kesempatan yang

setara untuk belajar disekolah. Pendidikan multibudaya juga di dasari pada

kenyataaan bahwa siswa tidak belajar dalam kekosongan, budaya mereka

memengaruhi mereka untuk belajar dengan cara tertentu. Pendidikan

multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang

keanekaragaman cultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau

penghapusan jenis prasangka atau prejudice untuk suatu kehidupan

masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat dijadikan

instrument strategis untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan

seseorang terhadap bangsanya (Parkay da Stanford 2011 : 35).

Selanjutnya, prinsip penyelenggaraan pendidikan secara jelas juga

telah diuraikan dalam undang-undang sisdiknas tersebut, yaitu tercantum pada

pasal 4, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan

serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, pendidikan

diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka

dan multimakna, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang beralangsung sepanjang

hayat, pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun

kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses

pembelajaran, pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya

membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, pendidikan

diselenggarakan dengan memberdayakan semua kompnen masyarakat melalui

peran serta dalam penyelenggaraan dan pengadilan mutu layanan pendidikan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

6

Secara rinci, cita-cita nasional yang terkait dengan kegiatan pendidikan

telah dituangkan dalam undang-undang sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa

tujuan pendidikan nasional adalah untuk menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Pendidikan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat

dan berbangsa. Oleh sebab itu kegiatan pendidikan merupakan perwujudan

dari cita-cita bangsa. Dengan demikan kegiatan pendidikan nasional sebagai

suatu organisasi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional.

Sejalan dengan nilai-nilai yang telah disepakati LSM Encompass

Indonesia diharapkan dapat ikut mengambil peran dalam membangun sikap

dan nilai-nilai multikultural dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.

Segala bentuk kemajemukan dan perbedaan yang dimilki individu maupun

kelompok memunculkan potensi terjadinya prasangka dan konflik antar

individu maupun kelompok memunculkan potensi terjadinya prasangka dan

konflik antar Individu maupun kelompok, bahkan dapat merambah

keperbedaan wilayah yang lebih luas, wilayah geografis, etnis, budaya, agama,

keyakinan, dan pola pikir. Perkembangan Indonesia dalam berbagai bidang,

dapat pula menimbulkan potensi konflik karena adanya perbedaan

kepentingan / interest baik individu maupun kelompok. Hal ini dapat

menimbulkan prasangka yang tidak benar karena sikap individualisme yang

makin meningkat. Demikian pula konflik antar etnis dan umat bergama yang

menjadi sorotan media seperti kasus yang terjadi di Ambon (Poso - Maluku),

Lampung, Sampit, dan Madura.

Sejak tahun 2003, beberapa pemuda dan pemudi dari Indonesia ikut

serta dalam program lintas budaya di inggris (United Kingdom). Sebuah

program dari Encompass Trust yang diadakan dua kali dalam setahun.

Program tersebut bertujuan untuk membuka cakrawala pemikiran pemuda dan

remaja bahwa perbedaan budaya diantara bangsa, ras, agama, dan golongan

bukan untuk di pertengtangkan tetapi untuk memperkaya pemahaman dan

pengertian.

Terinspirasi, termotivasi, dan berbekal pengalaman mengikuti program

tersebut maka pada tahun 2009, beberapa alumni dari program tersebut (JOU)

kemudian bersepakat mendirikan LSM Encompass Indonesia dengan Akta

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

7

Notaris No. 4, Notaris Zulkifli Wildan tanggal 21 Januari 2010 di Jakarta

Timur secara ilegal, Organisasi ini bersifat non-pemerintahan, non-politik, dan

non-profit yang berfokus pada pendidikan sikap dan nilai-nilai multikultural

antara lain: toleransi, solidaritas, musyawarah, pengungkapan diri (identitas),

empati, dan egaliter.

Sejalan dengan nilai-nilai yang disepakati, LSM Encompass Indonesia

diharapkan dapat ikut mengambil peran dalam membangun sikap dan nilai-

nilai multikultural dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Segala bentuk

kemajemukan dan perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok

memunculkan potensi terjadinya prasangka dan konflik antar individu maupun

kelompok, bahkan dapat merambah keperbedaan wilayah yang lebih luas:

wilayah geografis, etnis, budaya, agama, keyakinan, dan pola pikir.

Perkembangan Indonesia dalam berbagai bidang, dapat pula

menimbulkan potensi konflik Karena adanya perbedaan kepentingan atau

interest baik individu maupun kelompok. Hal ini dapat menimbulkan

prasangka yang tidak benar Karena skap individualism yang maikin

meningkat. Demikian pula konflik antar etnis dan umat beragama yang

menjadi sorotan media seperti kasus yang terjadi di Ambon, Lampung,

Mamasa, Poso, Sampit, Singkil, dan Tolikari.

Sampai tahun 2015, LSM Encompass Indonesia sudah

menyelenggarakan kegiatan Bhinneka Camp sebanyak 3 kali dengan

mempunyai 118 alumnus di Indonesia, sebagai bentuk terapan dan sarana

pembelajaran secara sosial. Kegiatan Bhinneka Camp ini merupakan salah

satu aktualisasi dari visi dan misi LSM Encompass Indonesia. Kegiatan ini

merupakan bentuk pendidikan multikultural dalam rangka menanamkan

kesadaran pentingnya hidup bersama dalam keberagaman dan perbedaan.

Kehadiran Organisasi LSM Encompass Indonesia di tengah-tengah

masyarakat Indonesia yang majemuk dapat memberikan wadah bagaimana

menyikapi persoalam konflik SARA di Indonesia. Sehingga penelitian ini

bermaksud untuk mengetahui kandungan sosiomultikultur “Peran LSM

Encompass Indonesia Dalam Mempromosikan Nilai - Nilai Multikultural

Di Indonesia ?”.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Bagaimana “Peran LSM Encompass Indonesia dalam

mempromosikan nilai-nilai multikultural di Indonesia” ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan

“Peran LSM Encompass Indonesia dalam mempromosikan nilai-nilai

multikultural.”

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Dari segi teoritis, penelitian ini sangat diharapkan mampu memberikan

kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan terutama disiplin ilmu sosiologi.

Khususnya tentang teori George Herbert Mead mengenai konsep diri dan

sosialisasi dan konsep James A. bank mengenai pendidikan multikultural

sehingga mampu membangun dua kajian teori yang digunakan dalam

penelitian ini, sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan ilmu sosiologi.

1.4.2 Secara Praktis

a. Bagi LSM Encompass Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan juga

menjadi referensi dan rujukan bagi LMS Encompass Indonesia dan

khsususnya anggota Encompass Indonesia dalam mempromosikan nilai-

nilai multikultural di Indonesia.

b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi dan

rujukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sejenis.

c. Bagi mahasiswa, mampu dijadikan refleksi pentingnya menjaga nilai-nilai

multikultural di dalam lingkungan (perantauan) dan masyarakat yang

majemuk sehingga yang diharapkan tidak terjadi konflik SARA.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

9

1.5 Definisi Konsep

Konsep yang terdapat dalam suatu teori memiliki makna yang dapat

diidentifikasi dan dinyatakan dalam definisi, agar tidak terjadi kesalahan

dalam penafsiran pada penelitian ini perlu adanya penjelasan tentang konsep

yang digunakan dan yang penting adalah sebagai berikut :

1.5.1 Peran (Role)

Menurut Mead dan Hunt (1993), peran (role) adalah perilaku yang

diharapkan dari seseorang yang suatu status. Berbagai peran yang tergabung

dan terkait pada satu status ini oleh Merton (1968) dinamakan perangkat peran

(role set). Dalam kerangak besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut

sebagai struktur sosial, ditentutkan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini,

hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumber daya yang

langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda

merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap

aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap

masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan

dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu

status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari

orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari

perilaku yang diharapakn karena beberapa alasan. Mendefinisakan peran

sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap cara antar individu

harus bersikap dan berbuat situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi

sosialnya.

Peran merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh

seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial, Peran adalah

suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu

dalam masayarakat sebagai organisasi. Peran juga dapat dikatakan sebagai

perilaku individu, yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

10

Peran (role) suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan Karena

suatu jabatan (pengurus) organisasi. Manusia sebagai mahluk sosial memilki

kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi

akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota

masyarakat yang lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling

ketergantungan. Dalam kehidupan bermasayarakat itu muncullah apa yang

dinamakan peran (role). Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan

seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sessuai

denga kedudukannya maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu

peranan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya terlebih

dahulu kita pahami tentang pengertian peran, (Miftah Thoha, 1997).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa peran

(role) adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapakn oleh banyak orang

atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau

kedudukan atau jabatan dalam sebuah lembaga atau organisasi tertentu.

1.5.2 Pengertian Multikultural

Multikultural berasal dari kata multi (plural) dan kultural (tentang

budaya), multikultralisme merupakan pengakuan terhadap realitas keragaman

kultural, yang berarti mencakup baik keragaman tradisional seperti keragaman

suku, ras, ataupun agama, maupun keberagaman bentuk-bentuk kehidupan

(subkultur) yang terus bermunculan di setiap tahap sejarah kehidupan

masyarakat.5

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian

kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini

kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman bagi

kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka

multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana untuk

meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Multikuralisme

5 Irhandayaningsih Ana, “Kajian Filosofis Terhadap Multikulturalisme Indonesia”, ejournal.undip.ac.id, 2012,

Hal. 2

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

11

mengakui dan menggaungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara

individual maupun secara kebudayaan.6

Nilai - nilai multikultural yang di promosikan dalam pergerakan LSM

Encompass Indonesia berupa six values sebagai berikut :

1. Toleransi (tolerance)

Toleransi sesungguhnya berkembang dalam kerangka adanya

keberagaman, utamanya adalah keberagaman agama dan budaya termasuk di

dalamnya kebiasaan-kebiasaan, tradisi atau adat istiadat yang menyertainya,

maka akan semakin besar pula tuntutan bagi keharusan pengembangan nilai-

nilai toleransi dalam kehidupan masyarakat dan individu, sehingga akan dapat

terwujud keserasian dan keharmonisan hidup, jauh dari konflik-konflik dan

permusuhan antar sesama dalam masyarakat.

Dalam pengertian yang lebih luas toleransi lebih terarah pada

pemberian tempat yang luas bagi keragaman dan perbedaan yang ada pada

individu atau kelompok-kelompok lain. Oleh sabab itu pada awal pembahasan

ini perlu penekanan kembali bahwa tidak benar bilamana toleransi dimaknai

sebagai pengebirian hak-hak individu atau kelompok tertentu untuk di

sesuaikan dengan kondisi atau keadaan orang atau kelompok lain, atau

sebaliknya dengan kondisi mengorbankan hak-hak orang lain untuk dialihkan

sesuai dengan keadaan atau kondisi kelompok tertentu. Toleransi justru sangat

menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada pada saat

masing-masing individu atau kelompok tersebut, namun di dalamnya diikat

dan disatukan dalam kerangka kebersamaan untuk kepentingan yang sama.

Toleransi adalah penghormatan, penerimaan dan penghargaan tentang

keragaman yang kaya akan kebudayaan dunia kita, bentuk ekspresi kita dan

tata cara sebagai manusia. Hal itu dipelihara oleh pengetahuan, keterbukaan,

6 Ibrahim Rustam, “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan

Pendidikan Islam”, ADDIN, Volume 7 No. 1, Februari 2013, Hal. 132

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

12

komunikasi, dan kebebasan pemikiran, kepercayaan. Toleransi adalah harmoni

dalam perbedaan (UNESCO APNIEVE, 2000: 54).7

2. Solidaritas (solidarity)

Solidaritas Arti harfiah solidaritas di Longman dalam kamus

kontemporer Inggris (2011: 1674) adalah loyalitas dan kesepakatan umum di

antara semua orang dalam kelompok, atau antara kelompok yang berbeda

(keanekaragaman budaya), karena mereka semua memiliki tujuan bersama.

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi

membutuhkan manusia yang lainnya. Dalam menjalani kehidupan antara

manusia yang satu dengan yang lain saling membutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Untuk terciptanya kehidupan bersama antara manusia

maka sangat penting untuk adanya interaksi sosial antara satu dengan yang

lain (Soekanto, 2007:54).

3. Musyawarah (discussion)

Diliberation sangat terkait dengan demokrasi. Cohen (2009: 17)

menyatakan bahwa politik demokratis melibatkan musyawarah masyarakat

terfokus pada kepentingan umum, memerlukan beberapa bentuk kesetaraan

manifest di antara warga negara, dan membentuk identitas dan kepentingan

warga dengan cara yang berkontribusi pada pembentukan konsepsi publik

umum.

Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman

diterapkan pendekatan “musyawarah untuk mencapai mufakat.” Bukan

pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama,

tetapi (common denominator), yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai

kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses

musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang

timbul diakomodasi dalam kesepakatan. Tidak ada yang menang tidak ada

yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai mencari penyelesaian (win

win solution).

7 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=33626&val=2347 diakes pada tanggal 16 Oktober 2016

Pukul 21.00 WIB

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

13

4. Pengungkapan diri (identity)

Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang

lain akan menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin mengetahui

tentang mereka akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam

mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri (self-disclouser) adalah proses

menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan

informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987).

5. Egaliter (egalitarian)

Arneson (2013) menyatakan bahwa egalitarianisme adalah tren

pemikiran dalam filsafat yang mendukung kesetaraan jenis yang sama. Orang

harus mendapatkan yang sama, atau diperlakukan sama, atau diperlakukan

setara, dalam beberapa hal. Pandangan alternatif memperluas pilihan terakhir

yang disebutkan ini: Orang harus diperlakukan sama, harus memperlakukan

satu sama lain sebagai sama, harus berhubungan dengan setara, atau

menikmati kesetaraan status sosial dari beberapa macam.

6. Empati (empathy)

Empati awalnya Einfühlung yang secara harfiah berarti "di-perasaan,"

diciptakan oleh psikolog Jerman Theodore Lipps untuk menggambarkan

apresiasi emosional perasaan orang lain. Empati telah lebih jauh digambarkan

sebagai proses memahami pengalaman subjektif seseorang dengan

(vicariously) berbagi pengalaman yang tetap menjaga sikap taat (Ioannidou

dan Konstantikaki, 2008: 119).

1.5.3 Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural telah didefinisikan dalam banyak pandangan

dan banyak latar belakang bidang keilmuan seperti antropologi, sosiologi,

filsafat, dan banyak latar belakang bidang keilmuan seperti antropologi,

sosiologi, dan psikologi. Pendidikan lahir karena ada permasalahan manusia

hanya karena perbedaan. Pendidikan multikultural itu sangat memuliakan

karena memandang semua manusia setara, dapat bekerja sama dan saling

menghormati walaupun kita berbeda budaya, ras, etnis, agama, dan cara

pandang.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

14

Jamens A Bank mendefinisikan pendidikan multikultural adalah

sebuah ide, sebuah gerakan reformasi pendidikan, dan proses yang tujuan

utama adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan sehingga siswa

laki-laki dan perempuan, dan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai ras,

etnis, bahasa, dan budaya kelompok akan memiliki kesempatan yang sama

untuk mencapai akademis di sekolah/universitas.

Pendidikan multikultural sebagai proses menyiratkan bahwa itu bukan

merupakan suatu one-shot. Kesetaraan pendidikan, seperti kebebasan dan

keadilan adalah suatu ideal dalam kehidupan manusia, tetapi tidak pernah

sepenuhnya tercapai, rasisme, seksisme (prasangka berdasarkan jenis

kelamin), dan diskriminasi terhadap para penyandang cacat sulit di hilangkan

dan seberapa keras kita untuk menghilangkannya, itu merupakan sebuah

masalah sosial.

1.5.4 Encompass Indonesia

Di dalam AD/ART, Encompass Indonesia bertempat di Kota Malang,

Jawa Timur. Pada tahun 2009, diadakan bincang-bincang 118 alumnus di

Malang, Jawa Timur setelah mengikuti kegiatan Journey Of Understanding

di London (United Kingdom) yang diselenggarakan oleh Encompass Trust.

Salah satu topik perbincangannya adalah keprihatinan akan maraknya aksi

kekerasan berkedok SARA dan ancaman disintegrasi bangsa. Keprihatinan

tersebut memunculkan gagasan diantara mereka untuk mempraktekkan

sekaligus membagikan bekal ketrampilan dan pengalaman yang mereka

peroleh saat mengikuti program internasional tersebut kepada masyarakat.

Karena kegiatan yang mereka ikuti dalam program tersebut sangat relevan

dengan bentuk upaya prefentif penanggulangan konflik yang berlatar belakang

perbedaan SARA. Akhirnya disepakati untuk membentuk organisasi formal,

yaitu Encompass Indonesia wilayah Malang sebagai wadah pergerakan-

pergerakan mereka.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

15

House Of Understanding atau rumah Encompass Indonesia di Kota

Malang sebuah Tempat / wahana / bangunan rumah yang tidak hanya sekedar

berfungsi sebagai Sekretariat Encompass Indonesia, namun sekaligus sebagai

tempat atau Wahana berkumpul, berinteraksi dan berkreasi antar para anggota

Encompass Indonesia maupun dengan anggota komunitas lain. Kesemua

kegiatan tersebut adalah dalam rangkaian upaya edukasi / pemahaman sikap

dan nilai-nilai multikultural.

1.5 Metode Penelitian

1.5.4 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini maka

pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dimana

data yang dihasilkan bersifat deskriptif atau penelitian kualitatif berusaha

mengerti dan mengungkapkan makna suatu kejadian atau peristiwa dengan

mencoba berinteraksi dengan orang-orang dalam situasi atau fenomena yang

sedang dikaji. Selain itu, dalam penelitian kualitatif peneliti melakukan

berbagai tahapan penelitian dan kemudian mengolah data yang didapat selama

penelitian sampai menyimpulkan data selama proses yang berlangsung dari

awal sampai akhir kegiatan. Data yang disajikan bersifat naratif dan holistik.8

Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan umtuk penelitian

tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi

organisasi, aktivitas sosial. Salah satu alasan menggunakan pendekatan

kualtitatif adalah pegalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan

untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena

yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit umtuk dipahami secara

memuaskan.

1.6.2 Jenis Penelitian

Berdasarkan pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini maka

jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Deskriptif

merupakan metode penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara

8 Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif & Penelitian Gabungan (Cetakan ke-1).

Jakarta. Kencana. Hal. 1

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

16

terperinci fenomena sosial tertentu. Penelitian deskriptif juga dapat

diidentikkan sebagai penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan

suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga

bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Kualitatif

merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis,

yaitu apa yang dinyatakan secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang

nyata, teliti dan dipelajari sebagai suasana yang utuh, jadi penelitian deskriptif

kualitatif studi kasusnya mengarah kepada pendeskripsian secara rinci dan

pendalaman mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi

menurut apa adanya di lapangan studinya.9

1.6.3 Lokasi Penelitian

Uraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi

dan alasan memilih lokasi serta bagaiamana peneliti memasuki lokasi tersebut.

Lokasi penelitian tempat dimana peneliti melihat langsung dengan kedaaan

yang sebenarnya. Sekretariat Encompass Indonesia Wilayah Malang di Sunan

Muria VIII, Kav. 13, Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Dengan

pemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang baru

sehingga bisa memberikan hasil penelitian yang maksimal dengan penguatan

data sekunder.

1.6.4 Subjek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan peneliti adalah Manager

Pengebangan (Pembina organisasi), sekretaris wilayah malang, dan pengurus

(anggota) Encompass Indonesia di Malang, adapun teknik penelitiannya

adalah menggunakan teknik Purposive Sampling adalah teknik penentuan

sample dengan pertimbangan tertentu.10. pertimbangan peneliti dalam

menentukan subyek penelitian adalah :

9 Sutopo, Habertus. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. UNS Press. Surakarta. Hal 110-112 10 Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Hal. 34

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

17

a. Subyek yang dianggap paling mengerti dan memahami tentang

pergerakan LSM Encompass Indonesia yaitu pembina atau maneger

pengembangan.

b. Sekretaris wilayah malang LSM Encompass Indonesia yang telah

memandu program-program LSM Encompass Indonesia dalam

mensosialisasikan kegiatan dan menertibkan administrasi

keroganisasian.

c. Pengurus (anggota) LSM Encompass Indonesia yang berperan aktif

sebagai pegiat dan membantu mennsosialisasikan kegiatan.

Adapun untuk memperlengkap data, peneliti menentukan

beberapa informan yang di anggap sebagai pihak pendukung dari adanya

data yang diperoleh. Maka dari itu peneliti mengambil beberapa informan

sebagai berikut:

a. Manager pengembangan (Bambang Sarasno)

b. Sekretaris Kordinator Wilayah (Dhika Kusumaranti)

c. Delapan Anggota (Pengurus) LSM Encompass Indonesia

Wilayah Malang

1.6.5 Teknik Penentuan Informan

Penelitian ini menggunakan teknik purposivse untuk menentukan

informan. Teknik purposive yaitu “teknik penentuan informan dengan

pertimbangan tertentu”. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses

penentuan informan dengan menentukan terlebih dahulu jumlah informan

yang hendak diambil, kemudian pemilihan informan dilakukan dengan

berdasarkan tujuan-tujuan dan karakteristik tertentu, asalkan tidak

menyimpang dari ciri-ciri informan yang ditetapkan.11 Dalam penelitian

informan, peneliti membaginya kedalam 2 bagian. Yakni Key informan atau

informan kunci dan juga informan yang menurut peneliti mampu mendukung

kelengkapan data yang peneliti butuhkan.

11 Nadzir, Muhammad. 1998. Ibid. Hal.63

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

18

Dengan demikian, karakter ciri-ciri key informan yang akan peneliti

ambil untuk memperoleh data peneliti butuhkan adalah sebagai berikut:

1. Manager Pengembangan (Pembina Organisasi)

2. Sekretaris Kordinator Wialayah Malang

3. Anggota (pengurus) Encompass Indonesia

1.6.5 Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data penelitian diperoleh secara langsung dari

sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat diperoleh dari sumber

yang asli dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab penelitian. Data

primer didapat dengan melakukan observasi dan wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung atau melalui media perantara. Data sekunder

diperoleh dari melalui penelitian kepustakaan baik dengan teknik

pengumpulan dan inventarisasi buku-buku, karya-karya ilmiah, artikel-

artikel dari internet serta dokumen-dokumen yang ada hubungannya

dengan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Data sekunder juga

berupa foto atau video.

1.6.6 Teknik Pengumpulan Data

Adapun beberapa metode dalam pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif sebagai berikut :

a. Observasi

Beberapa informamsi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu,

dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan

gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk

membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan

pengukuran terhadap aspek terntenttu melakukan umpan balik terhadap

pengukuran tersebut. Pada observasi penulis mengadakan pengamatan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

19

langsung dilapangan dengan mengamati aktifitas kegiatan LSM Encompass

Indonesia di Kota Malang baik kegiatan outdoor atau kegiatan indoor.

Observasi ini dilakukan untuk mengetahui dan mengamati kehidupan ataupun

kegiatan dilokasi penelitian.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksut tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai (Intervieew) yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu.12 Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat diskontruksi

makna dalam suatu topik tertentu.13Pada wawancara penulis mengadakan

tanya jawab dengan informan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan

untuk tujuan penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara

mendalam (teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara

intensif dengan suatu tujuan tertentu) dengan informan untuk menggali

informasi-informasi penting dan tajam seputar bagaimana peran LSM

Encompass dalam mempromosikan nilai-nilai multikultural.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari

seseorang. Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,

sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan kebijakan.

Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa dan

lain-lain. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

12 Lexy J. Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 135 13 Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Hal. 82

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

20

1.6.7 Teknik Analisisa Data

Teknik analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi melalui cara mengorganisasikan data kedalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

mengklasifikasikan hal-hal penting yang akan dipelajari, serta membuat

kesimpulann yang sudah dipahami.

Berdasarkan penelitian ini teknik analisa data yang di gunakan peneliti

adalah teknik analisa data secara kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan

berbagai sumber informasi dalam data kemudian digeneralisaikan. Analisa

data merupakan langkah terakhir sebelum didapatkan satu kesimpulan. Oleh

karena itu teknik analisa data diperlukan dalam penelitian guna memperoleh

gambaran yang jelas dan terperinci tentang objek yang diteliti. Dalam

penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisa

deskriptif.

Setelah pengolahan data lalu dilakukan analisa data untuk

membuktikan, efektif tidaknya program kegiatan LSM Encompas Indonesia

berdasrkan jenis data kualitatif, analisas data kualitattif kata-kata dibangun

dari hasil wawancara atau pengamatan (observasi) terhadap data yang

dibutuhkan untuk mendeskripsikan kegiatan dirangkum.14 Adapun kegiatan

dalam penelitian ini meliputi:

1. Pengumpulan Data

Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang

diperoleh dari subyek penelitian yang ada relevansinya dengan perumusan

masalah dan tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data ini peneliti

mengumpulkan data yang terkait dengan judul penelitian. Pengumpulan

data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau waktu

tersendiri, melainkan sepanjang penelitian yang dilakukan proses

pengumpulan data dapat dilakukan.

14 Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hal.88

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

21

2. Reduksi Data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada

penyederhanaan, keabstrakan dan transformasi data awal yang muncul

dari catatan dilapangan. Peneliti mengedit data dengan cara memilih

bagian data untuk dikode, dipakai dan yang diringkas serta dimasukkan

dalam kategori yang diteliti. Reduksi data dilakukan secara terus menerus

selama penelitian dilakukan. Peneliti akan mengklasifikasikan data yang

diperoleh dari lapangan, seperti hasil wawancara, observasi, dokumentasi

terhadap program kegiatan Encompass Indonesia.

3. Penyajian Data / Display Data

Sekumpulan data yang terorganisir sehingga dapat memberi

deskripsi menuji penarikan kesimpulan. Penyajian data harus mempunyai

relevansi yang kuat dengan perumusan masalah secara keseluruhan dan

disajikan secara sistematis.

4. Penarikan Kesimpulan

Proses penarikan kesimpulan merupakan bagian penting dari

kegiatan penelitian karena merupakan kesimpulan dari penelitian. Proses

penarikan kesimpulan ini bermaksud untuk menganalisa, mencari makna

dari data yang ada sehingga dapat ditemukan permasalahan apa yang ada

dalam penelitian yang telah dilakukan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

22

Gambar 1.1 Komponen-komponen Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman

Sumber: Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 183)

1.6.8 Keabsahan Data

Mengacu pada Moleong (1994:330) untuk pembuktian validitas data

penelitian ini ditentukan oleh kredibilitas temuan dan interpretasinya dengan

mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi

yang senyatanya dan disetujui oleh subyek penelitian. Kondisi di atas dapat

dipenuhi dengan cara memperpanjang observasi, pengamatan yang terus-

menerus, triangulasi, dan membicarakan hasil temuan dengan orang lain, dan

menggunakan bahan referensi. Sedangkan reabilitas dapat dilakukan dengan

pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi yang berbeda.

Penelitian ini digunakan triangulasi sumber yang artinya

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan :

Pengumpulan Data Penyajian Data /

Display Data

Penarikan

Kesimpulan Reduksi Data

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/44190/2/jiptummpp-gdl-hairuzzadi-46924-2-babi.pdf · dijadikan bingkai-bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu,

23

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang

berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang

pemerintahan. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan.