bab i dan ii selulitis
DESCRIPTION
gigi dan mulut, selulitis fasialisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan
periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus lapisan
kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di
sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh,
karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini,
infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal
kemudian berkembang menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian jika tidak
segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 2000).
Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat menyebabkan
Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe menyebabkan
metastase bakteri sekunder ke paru -paru, otak, hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini,
et al , 2000)
Istilah selulitis digunakan untuk suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada
permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat
dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher,
karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.
Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis difus akut
(Ludwig’s Angina, selulitis yang berasal dari inframylohyoid, selulitis senator’s difus
parapharingeal, selulitis fasialis difus, serta fascitis necrotizing dan gambaran atipikal
lainnya), serta selulitis kronis. Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Ludwigs
Angina, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual,
dan submental.
Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang disertai demam dan
kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti peningkatan jumlah leukosit
dan laju endap darah. Gejala lokal selulitis antara lain pembengkakan yang mengenai
jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas, kemerahan pada daerah pembengkakan, trismus,
dan dasar mulut serta lidah terangkat. Penanggannya dengan pemberian antibiotik dan
tindakan drainase jika diperlukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi
akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004).
Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan
jaringan ikat longgar,terutama pada muka dan leher, karena biasanya
pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa
sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan
tanpa
disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat
fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk
suatulokalisasi cairan (Peterson, 2002).
Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa
melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2001).
2.2 Perbedaan abses dan selulitis
(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)
KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES
Durasi Akut Kronis
Sakit Berat dan merata Terlokalisir
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi
Lokasi Difus Berbatas jelas
Kehadiran pus Tidak ada Ada
Derajat keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat
Bakteri Aerob (Streptococcus) Anaerob
(Stafilococcus)
Enzim yang dihasilkan Streptokinase/fibrinolisin,
Hyaluronidase,
Coagulase
Streptodornase
Sifat Difus Terlokalisir
2.3 Etiologi : Streptococcus sp.
Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi
(pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral
dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang
rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi
infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya
perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi
odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal
kemudian berkembang menjadi selulitis fasial.
Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta
mikroorganisme anerob negatif lainya. Mikroorganisme lainnya negatif
anaerob seperti Prevotella, Porphyromonadan Fusobacterium (Berini, et al,
2000). Namun pada dasarnya, infeksi odontogenik merupakan infeksi
campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun bakteri aerob(Peterson,2002).
Pada 88,4% kasus selulitis fasialis, penyebabnya adalah infeksi odontogenik
yang berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha untuk mencari jalan
keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini antara lain:
mikroorganisme, asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan
mikroorganisme, keadaan umum pasien, serta faktor lokal.
Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses
periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi
gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak
steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound
maksila/mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari
oral malignancy.
2.4 Anatomi spasia fasialis
Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan
fasia di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-
otot dan berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat
purulen (Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau
spasia sebagai tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam
menegakkan diagnosa.
2.5 Patofisiologi
Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi
odontogenikyang
berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan
dari infeksi/abses periapikal, menyebarke segala arah mencari jalan keluar.
Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan
lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama
selulitis
adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular/
jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik.
Penyebaran inidipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai
barrier pencegah penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran
infeksi pada proses septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan
otot-otot yang berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al, 2000).
Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):
Gigi-gigi Rahang Bawah
- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)
o Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial
o Di atas perlekatan otot : ke intraoral
- M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)
o Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam
o Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar
o Anterior : ke daerah submental
- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)
o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik
o Lateral : ke daerah temporal
- M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)
o Lateral : ke daerah pterigomandibula
o Medial : ke daerah pharyngeal
o Posterior : ke retropharyngeal
Gigi-gigi Rahang Atas
- M. Buccinator (di lateral)
o Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial
o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral
- Palatum durum (di medial)
- Sinus maksilaris ( di superior)
Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebarandari infeksi adalah mikroorganisme (virulensi mikroorganisme,
jumlah mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan
toksisitasyang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host
(keadaan umum(status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai
darah, efektivitas sistem pertahanan)).
Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut : mekanisme pertahanan
lokal(barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam
tubuh), mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen)
serta mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).
2.6 Klasifikasi selulitis fasialis
Menurut Berini, et al (2000) selulitis dapat digolongkan menjadi:
Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan
ruanganatomi atau spasia yang terlibat.
Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut,
hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen.
Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang
purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi
dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson
( 2002)beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedaakan, karena pada
beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan
abses.
Nama lain
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwig’s Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyo id
3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karenaterbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.
Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak
mendapatkan perawatan yangadekuat atau tanpa drainase.
Selulitis difus yang sering dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone/Angina
Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang
mengenaispasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-
kadang sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 2000;
Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi
bila hanya mengenai satu sisi/unilateral disebut Pseudophlegmon.
Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan
ketiga bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar
submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka
yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.
Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua
sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam,
lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku seperti papan,
pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya,
seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit
menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.
Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin,
berupa:
rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous
dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin
dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus,
drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti
endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.
2.7 Diagnosis, gejala klinis dan prognosis
Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan
pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral),
yang
lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi.
Pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan
panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa
dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 2000) .
Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat
longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan,
pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi selular dan kadang karena adanya
pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan ,
kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah
terangkat.
Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak
teratur,malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan
cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari,
disfagia dan dispnoe, serta stridor.
Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada umur penderita,
kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi
sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segera ditangani dengan cepat
dan benar.
2.8 Terapi dan komplikasi
Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise
dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang
minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis
septikemia dan infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan
anestesi umum untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di
rumah sakitsesegera mungkin.
Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau
tracheostomi jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace,
1995), yaitu: menghilangkan causa (jika keadaan umum pasien
memungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi
penyebab), drainase (insisi drainase bisa dilakukan intra maupun ekstra oral,
ataupun bisa dilakuk an bersamaan sepertikasus-kasus yang parah. Penentuan
lokasi insisi ber dasarkan spasium yang terlibat).
Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan
secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik
diberikan selama 5-10 hari (Milloro, 2004)
Supportive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian
analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti
Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen ( 400-600 mg /8 jam) dan jika
Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti
Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4 -6 jam) dan/atau Opioid
rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal
(kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline) dapat memicu
timbulnya pernanahan.
Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antaralain:
obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IdentitasPasien
Nama : Tn. JS
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lempongsari
Pekerjaan : Swasta
Masuk RSDK : 5 Nov 2014
No. CM : C505119
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 5 November 2014 pukul 12.00 WIB di Poli Gigi Mulut RSDK.
Keluhan Utama : bengkak pada bibir atas
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh bibir bawah bengkak, warna
kemerahan. Semakin lama semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien kesulitan
mengunyah makanan dan minum karena makanan dan minuman terasa keluar ke kanan
kiri mulut. Demam (-). Pasien lalu berobat ke dokter keluarga, diberikan obat selama 3
hari tapi tidak sembuh dan bengkak pada bibir atas semakin membesar. Pasien lalu
berobat ke RS Citarum, diberikan obat Cefadroxil, As. Mefenamat, Levofloxacin,
Ibuprofen tetapi karena tidak terjadi perubahan pasien lalu dirujuk ke RSDK.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat operasi hernia dan usus buntu 10 tahun lalu
- Obat yang sedang dikonsumsi : Cefadroxil, As. Mefenamat, Levofloxacin, Ibuprofen.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat keluarga dengan sakit seperti ini (-)
- Riwayat keluarga darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung (-)
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang karyawan swasta, mempunyai seorang istri dan 2 orang anak yang sudah
mandiri. Biaya pengobatan dengan BPJS non PBI.
Kesan : sosial ekonomi cukup
3.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 5 November 2014 pukul 12.15 WIB di Poli Gigi Mulut RSDK
Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital :
TD 130/90 mmHg RR 20x/menit
HR 88x/menit VAS 8
Status Gizi :
TB 172 cm BB 65 kg BMI 21,9 (normoweight)
Pemeriksaan Ekstraoral
a. WajahInspeksi : Asimetri (-), edema (+) bibir atas status lokalisPalpasi : nyeri tekan (+) bibir atas status lokalis
b. LeherInspeksi : simetris, benjolan (-)Palpasi : pembesaran nnll (-/-), pembesaran tiroid (-/-)
Pemeriksaan Intraoral
a. Mukosa pipi : edema (-/-), hiperemis (-/-)b. Mukosa palatum :edema (-/-), hiperemis (-/-)c. Mukosa dasar mulut :edema (-/-), hiperemis (-/-)d. Mukosa pharynx :edema (-/-), hiperemis (-/-)e. Kelainan periodontal : 1.4 gangren pulpa, 1.7 gangren radix, 2.3 gangren pulpa, 2.4
gangren radix f. Gingiva RA :edema (-/-), hiperemis (-/-)g. Gingiva RB :edema (-/-), hiperemis (-/-)
Odontogram
Status Lokalis1. Bibir atas
Inspeksi : oedem (++), hiperemis (+), permukaan rata, tampak fistel mukosaPalpasi : nyeri tekan (+), fluktuasi (-), hangat (+)
2. Gigi-geligi1.4 : Inspeksi : karies (+)
Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
1.7 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
2.3 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
2.4 :Inspeksi : karies (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
Kalkulus rahang atas dan bawah (+)
3.4 Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis : Selulitis e.c gangren radix gigi 1.7 2.3 et gangren pulpa gigi 1.4 2.4
Diagnosis Banding : Abses submukosa
Diagnosis Lain : Kalkulus rahang atas dan bawah
3.5 Rencana Terapi
Pro konsul Bedah Mulut
Na Diklofenak 50mg/8jam
Eritromycin 500mg/8jam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus datang pasien dengan keluhan bengkak pada bibir atas. Dari anamnesis,
didapatkan keluhan mulai ± 1 minggu lalu dan bengkak semakin bertambah besar. Keluhan
juga disertai rasa nyeri. Pasien sudah minum obat tetapi keluhan tidak berkurang. Dari
pemeriksaan fisik ekstraoral bibir atas didapatkan pada inspeksi ada oedem warna kemerahan
dan dari palpasi ada nyeri tekan serta perabaan hangat. Hal ini sesuai dengan diagnosis
selulitis yang memiliki tanda-tanda respon inflamasi yaitu tumor, rubor, kalor dan dolor.
Selulitis merupakan suatu proses infeksi, karena itu perlu mencari fokal infeksinya
tersebut. Dari pemeriksaan intraoral pada kasus ini, didapatkan berupa
1.4 : Inspeksi : karies (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
1.7 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
2.3 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
2.4 :Inspeksi : karies (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)
Kalkulus rahang atas dan bawah (+)
Dari hasil pemeriksaan intraoral tersebut, dapat disimpulkan diagnosis selulitis e.c
gangren radix 1.7 2.3 et gangren pulpa 1.4 2.4. Gigi-geligi tersebut mengalami karies yang
lama dan tidak terawatt sehingga akhirnya menjadi fokal infeksi.
Penatalaksanaan untuk kasus ini berdasarkan prinsip perawatan infeksi yaitu
menghilangkan causa (dengan melakukan ekstraksi gigi penyebab jika kondisi pasien baik),
incise drainase (bias dilakukan intraoral maupun ekstraoral), pemberian antibiotik (co
eritromycin 500mg/8jam) dan juga supportive care seperti istirahat, nutrisi yang cukup dan
pemberian analgetik antiinflamasi (co Na diklofenak 50mg/8jam). Dan karena juga
ditemukan adanya kalkulus pada rahang atas dan bawah, pasien juga perlu diedukasi untuk
menjaga oral hygiene dengan baik dan benar.
BAB V
KESIMPULAN
Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak terutama
jaringan ikat longgar , sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang yang luas, indurasi
tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis dapat mengakibatkan kematian
jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera mungkin.
Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya
yaitu menghilangkan causa, insisi drainase,pemberian antibiotik dan perawatan suportif,tetapi
yang perlu diperhatikan adalah penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang
buruk , seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Berini, et al, 2000, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337
50).
2. Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)
3. Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Bal timore (p 214-
26)
4. Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2ndedition,
Canada: BC Decker Inc.
5. Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia
6. Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyol (p90-100)
7. Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis
8. Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infecti on, WB Saunders,
Philadelphia