bab i dan ii selulitis

29
BAB I PENDAHULUAN Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal kemudian berkembang menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 2000). Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat menyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri sekunder ke paru -paru, otak, hati, ginjal dan organ- organ lainnya. (Berini, et al , 2000) Istilah selulitis digunakan untuk suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna. Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis difus akut (Ludwig’s Angina, selulitis yang

Upload: gerin-orviyanti

Post on 05-Feb-2016

101 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gigi dan mulut, selulitis fasialis

TRANSCRIPT

Page 1: bab I dan II selulitis

BAB I

PENDAHULUAN

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan

periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus lapisan

kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di

sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh,

karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini,

infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal

kemudian berkembang menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian jika tidak

segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 2000).

Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat menyebabkan

Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe menyebabkan

metastase bakteri sekunder ke paru -paru, otak, hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini,

et al , 2000)

Istilah selulitis digunakan untuk suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada

permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat

dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher,

karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.

Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis difus akut

(Ludwig’s Angina, selulitis yang berasal dari inframylohyoid, selulitis senator’s difus

parapharingeal, selulitis fasialis difus, serta fascitis necrotizing dan gambaran atipikal

lainnya), serta selulitis kronis. Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Ludwigs

Angina, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual,

dan submental.

Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang disertai demam dan

kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti peningkatan jumlah leukosit

dan laju endap darah. Gejala lokal selulitis antara lain pembengkakan yang mengenai

jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas, kemerahan pada daerah pembengkakan, trismus,

dan dasar mulut serta lidah terangkat. Penanggannya dengan pemberian antibiotik dan

tindakan drainase jika diperlukan.

Page 2: bab I dan II selulitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi

akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004).

Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan

jaringan ikat longgar,terutama pada muka dan leher, karena biasanya

pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.

Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa

sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan

tanpa

disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat

fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk

suatulokalisasi cairan (Peterson, 2002).

Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa

melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2001).

2.2 Perbedaan abses dan selulitis

(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)

KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES

Durasi Akut Kronis

Sakit Berat dan merata Terlokalisir

Ukuran Besar Kecil

Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi

Lokasi Difus Berbatas jelas

Kehadiran pus Tidak ada Ada

Derajat keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat

Bakteri Aerob (Streptococcus) Anaerob

(Stafilococcus)

Enzim yang dihasilkan Streptokinase/fibrinolisin,

Hyaluronidase,

Coagulase

Page 3: bab I dan II selulitis

Streptodornase

Sifat Difus Terlokalisir

2.3 Etiologi : Streptococcus sp.

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi

(pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral

dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang

rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi

infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya

perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi

odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal

kemudian berkembang menjadi selulitis fasial.

Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta

mikroorganisme anerob negatif lainya. Mikroorganisme lainnya negatif

anaerob seperti Prevotella, Porphyromonadan Fusobacterium (Berini, et al,

2000). Namun pada dasarnya, infeksi odontogenik merupakan infeksi

campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun bakteri aerob(Peterson,2002).

Pada 88,4% kasus selulitis fasialis, penyebabnya adalah infeksi odontogenik

yang berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha untuk mencari jalan

keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini antara lain:

mikroorganisme, asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan

mikroorganisme, keadaan umum pasien, serta faktor lokal.

Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses

periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi

gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi

periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak

steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound

maksila/mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari

oral malignancy.

2.4 Anatomi spasia fasialis

Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan

fasia di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-

otot dan berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat

Page 4: bab I dan II selulitis

purulen (Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau

spasia sebagai tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam

menegakkan diagnosa.

2.5 Patofisiologi

Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi

odontogenikyang

Page 5: bab I dan II selulitis

berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan

dari infeksi/abses periapikal, menyebarke segala arah mencari jalan keluar.

Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan

lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama

selulitis

adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular/

jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik.

Penyebaran inidipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai

barrier pencegah penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran

infeksi pada proses septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan

otot-otot yang berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al, 2000).

Page 6: bab I dan II selulitis

Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):

Gigi-gigi Rahang Bawah

- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)

o Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial

o Di atas perlekatan otot : ke intraoral

- M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)

o Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam

o Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar

o Anterior : ke daerah submental

Page 7: bab I dan II selulitis

- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)

o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik

o Lateral : ke daerah temporal

- M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)

o Lateral : ke daerah pterigomandibula

o Medial : ke daerah pharyngeal

o Posterior : ke retropharyngeal

Gigi-gigi Rahang Atas

- M. Buccinator (di lateral)

o Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial

o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral

- Palatum durum (di medial)

- Sinus maksilaris ( di superior)

Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi

penyebarandari infeksi adalah mikroorganisme (virulensi mikroorganisme,

jumlah mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan

toksisitasyang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host

(keadaan umum(status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai

darah, efektivitas sistem pertahanan)).

Page 8: bab I dan II selulitis

Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap

infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut : mekanisme pertahanan

lokal(barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam

tubuh), mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen)

serta mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).

2.6 Klasifikasi selulitis fasialis

Menurut Berini, et al (2000) selulitis dapat digolongkan menjadi:

Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia

fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,

konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan

ruanganatomi atau spasia yang terlibat.

Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut,

hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen.

Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang

purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi

dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson

Page 9: bab I dan II selulitis

( 2002)beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedaakan, karena pada

beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan

abses.

Nama lain

a. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

1) Ludwig’s Angina

2) Selulitis yang berasal dari inframylohyo id

3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal

4) Selulitis Fasialis Difus

5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

b. Selulitis kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat

karenaterbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.

Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak

mendapatkan perawatan yangadekuat atau tanpa drainase.

Selulitis difus yang sering dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone/Angina

Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang

mengenaispasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-

kadang sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 2000;

Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi

bila hanya mengenai satu sisi/unilateral disebut Pseudophlegmon.

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan

ketiga bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar

Page 10: bab I dan II selulitis

submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka

yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.

Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua

sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam,

lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku seperti papan,

pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya,

seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit

menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.

Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin,

berupa:

rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous

dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin

dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus,

drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti

endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.

2.7 Diagnosis, gejala klinis dan prognosis

Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan

pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral),

yang

lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi.

Pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan

panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa

dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 2000) .

Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat

longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan,

pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi selular dan kadang karena adanya

pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan ,

kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah

terangkat.

Page 11: bab I dan II selulitis

Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak

teratur,malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan

cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari,

disfagia dan dispnoe, serta stridor.

Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada umur penderita,

kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi

sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segera ditangani dengan cepat

dan benar.

2.8 Terapi dan komplikasi

Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise

dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang

minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis

septikemia dan infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan

anestesi umum untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di

rumah sakitsesegera mungkin.

Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau

tracheostomi jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace,

1995), yaitu: menghilangkan causa (jika keadaan umum pasien

memungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi

penyebab), drainase (insisi drainase bisa dilakukan intra maupun ekstra oral,

ataupun bisa dilakuk an bersamaan sepertikasus-kasus yang parah. Penentuan

lokasi insisi ber dasarkan spasium yang terlibat).

Page 12: bab I dan II selulitis

Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien

mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan

secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik

diberikan selama 5-10 hari (Milloro, 2004)

Supportive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian

analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti

Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen ( 400-600 mg /8 jam) dan jika

Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti

Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4 -6 jam) dan/atau Opioid

rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal

(kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline) dapat memicu

timbulnya pernanahan.

Page 13: bab I dan II selulitis

Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antaralain:

obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.

Page 14: bab I dan II selulitis

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IdentitasPasien

Nama : Tn. JS

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Lempongsari

Pekerjaan : Swasta

Masuk RSDK : 5 Nov 2014

No. CM : C505119

3.2 Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal 5 November 2014 pukul 12.00 WIB di Poli Gigi Mulut RSDK.

Keluhan Utama : bengkak pada bibir atas

Riwayat Penyakit Sekarang :

± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh bibir bawah bengkak, warna

kemerahan. Semakin lama semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien kesulitan

mengunyah makanan dan minum karena makanan dan minuman terasa keluar ke kanan

kiri mulut. Demam (-). Pasien lalu berobat ke dokter keluarga, diberikan obat selama 3

hari tapi tidak sembuh dan bengkak pada bibir atas semakin membesar. Pasien lalu

berobat ke RS Citarum, diberikan obat Cefadroxil, As. Mefenamat, Levofloxacin,

Ibuprofen tetapi karena tidak terjadi perubahan pasien lalu dirujuk ke RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat darah tinggi disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat alergi obat disangkal

- Riwayat operasi hernia dan usus buntu 10 tahun lalu

- Obat yang sedang dikonsumsi : Cefadroxil, As. Mefenamat, Levofloxacin, Ibuprofen.

Page 15: bab I dan II selulitis

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluarga dengan sakit seperti ini (-)

- Riwayat keluarga darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien seorang karyawan swasta, mempunyai seorang istri dan 2 orang anak yang sudah

mandiri. Biaya pengobatan dengan BPJS non PBI.

Kesan : sosial ekonomi cukup

3.3 Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 5 November 2014 pukul 12.15 WIB di Poli Gigi Mulut RSDK

Keadaan Umum : tampak sakit

Kesadaran : composmentis

Tanda Vital :

TD 130/90 mmHg RR 20x/menit

HR 88x/menit VAS 8

Status Gizi :

TB 172 cm BB 65 kg BMI 21,9 (normoweight)

Pemeriksaan Ekstraoral

a. WajahInspeksi : Asimetri (-), edema (+) bibir atas status lokalisPalpasi : nyeri tekan (+) bibir atas status lokalis

b. LeherInspeksi : simetris, benjolan (-)Palpasi : pembesaran nnll (-/-), pembesaran tiroid (-/-)

Pemeriksaan Intraoral

a. Mukosa pipi : edema (-/-), hiperemis (-/-)b. Mukosa palatum :edema (-/-), hiperemis (-/-)c. Mukosa dasar mulut :edema (-/-), hiperemis (-/-)d. Mukosa pharynx :edema (-/-), hiperemis (-/-)e. Kelainan periodontal : 1.4 gangren pulpa, 1.7 gangren radix, 2.3 gangren pulpa, 2.4

gangren radix f. Gingiva RA :edema (-/-), hiperemis (-/-)g. Gingiva RB :edema (-/-), hiperemis (-/-)

Page 16: bab I dan II selulitis

Odontogram

Status Lokalis1. Bibir atas

Inspeksi : oedem (++), hiperemis (+), permukaan rata, tampak fistel mukosaPalpasi : nyeri tekan (+), fluktuasi (-), hangat (+)

Page 17: bab I dan II selulitis

2. Gigi-geligi1.4 : Inspeksi : karies (+)

Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

1.7 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

2.3 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

2.4 :Inspeksi : karies (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

Kalkulus rahang atas dan bawah (+)

Page 18: bab I dan II selulitis

3.4 Diagnosis Kerja

Diagnosis Klinis : Selulitis e.c gangren radix gigi 1.7 2.3 et gangren pulpa gigi 1.4 2.4

Diagnosis Banding : Abses submukosa

Diagnosis Lain : Kalkulus rahang atas dan bawah

3.5 Rencana Terapi

Pro konsul Bedah Mulut

Na Diklofenak 50mg/8jam

Eritromycin 500mg/8jam

Page 19: bab I dan II selulitis

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus datang pasien dengan keluhan bengkak pada bibir atas. Dari anamnesis,

didapatkan keluhan mulai ± 1 minggu lalu dan bengkak semakin bertambah besar. Keluhan

juga disertai rasa nyeri. Pasien sudah minum obat tetapi keluhan tidak berkurang. Dari

pemeriksaan fisik ekstraoral bibir atas didapatkan pada inspeksi ada oedem warna kemerahan

dan dari palpasi ada nyeri tekan serta perabaan hangat. Hal ini sesuai dengan diagnosis

selulitis yang memiliki tanda-tanda respon inflamasi yaitu tumor, rubor, kalor dan dolor.

Selulitis merupakan suatu proses infeksi, karena itu perlu mencari fokal infeksinya

tersebut. Dari pemeriksaan intraoral pada kasus ini, didapatkan berupa

1.4 : Inspeksi : karies (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

1.7 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

2.3 : Inspeksi : sisa akar (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

2.4 :Inspeksi : karies (+) Perkusi : (-) Tekanan : (-) Vitalitas : (-) Mobilitas : (-)

Kalkulus rahang atas dan bawah (+)

Dari hasil pemeriksaan intraoral tersebut, dapat disimpulkan diagnosis selulitis e.c

gangren radix 1.7 2.3 et gangren pulpa 1.4 2.4. Gigi-geligi tersebut mengalami karies yang

lama dan tidak terawatt sehingga akhirnya menjadi fokal infeksi.

Page 20: bab I dan II selulitis

Penatalaksanaan untuk kasus ini berdasarkan prinsip perawatan infeksi yaitu

menghilangkan causa (dengan melakukan ekstraksi gigi penyebab jika kondisi pasien baik),

incise drainase (bias dilakukan intraoral maupun ekstraoral), pemberian antibiotik (co

eritromycin 500mg/8jam) dan juga supportive care seperti istirahat, nutrisi yang cukup dan

pemberian analgetik antiinflamasi (co Na diklofenak 50mg/8jam). Dan karena juga

ditemukan adanya kalkulus pada rahang atas dan bawah, pasien juga perlu diedukasi untuk

menjaga oral hygiene dengan baik dan benar.

Page 21: bab I dan II selulitis

BAB V

KESIMPULAN

Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak terutama

jaringan ikat longgar , sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang yang luas, indurasi

tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis dapat mengakibatkan kematian

jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera mungkin.

Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya

yaitu menghilangkan causa, insisi drainase,pemberian antibiotik dan perawatan suportif,tetapi

yang perlu diperhatikan adalah penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang

buruk , seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.

Page 22: bab I dan II selulitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Berini, et al, 2000, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337

50).

2. Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)

3. Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Bal timore (p 214-

26)

4. Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2ndedition,

Canada: BC Decker Inc.

5. Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia

6. Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyol (p90-100)

7. Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

8. Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infecti on, WB Saunders,

Philadelphia