bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

94
BAB 3 SISI SYARIAH DALAM PEMBIAYAAN ISLAMIC FINANCIAL MANAGEMENT Prof.Dr.H. Veitzhal Rivai, M.B.A. Andria Permata Veitzhal. B.Acct., M.B.A.

Upload: ridwanmunir

Post on 24-Jun-2015

689 views

Category:

Economy & Finance


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

BAB 3SISI SYARIAH DALAM PEMBIAYAAN

BAB 3SISI SYARIAH DALAM PEMBIAYAAN

ISLAMIC FINANCIAL MANAGEMENT

Prof.Dr.H. Veitzhal Rivai, M.B.A.Andria Permata Veitzhal. B.Acct., M.B.A.

Page 2: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

A. SUBYEK SYARIAH

1. Dasar Hukum:

a. Berdasarkan Al-Qur’anb. Berdasarkan Hadisc. Berdasarkan Ijma’

Page 3: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Berdasarkan Al-Qur’an “Hai orang yang beriman! Jika kamu bermu’amalah tidak

secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis…” Al-Baqarah (2: 282).

“…Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya.” Al-Isra’ (17: 34).

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”. An-Nisa’ (4: 29).

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…” Al-Maidah (5: 1).

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”. Al-Maidah (5: 2).

Page 4: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memeroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [180] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”. Al-Baqarah (2: 283).

Page 5: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Berdasarkan Hadis Hadis Nabi riwayat Thabrani: “Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai

mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abba situ didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR Thabrani dari Ibnu Abbas).

Hadis Nabi riwayat Tirmidzi: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin,

kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).

Page 6: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Hadis Nabi shalallahu alaihi wa salam.: Dari Abu Sa’id Al- Khudri bahwa Rasulullah

Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban).

Page 7: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Berdasarkan Ijma’ Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan

(kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorangpun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).

Kaidah Fiqh

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Page 8: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Tidak semua manusia pribadi/orang dapat dikatakan subyek hukum yang cakap. Oleh karena itu bank hanya akan mempertimbangkan permohonan pembiayaan dari orang/manusia pribadi yang cakap (bekwaam).

Manusia sebagai pribadi/orang mampu dan cakap untuk melakukan suatu tindakan hukum oleh undang-undang ditentukan sebagai berikut:

Telah dewasa (aqil baligh), yaitu mencapai usia 21 tahun atau telah menikah.

Tidak ditaruh di bawah perwalian. Tidak ditaruh di bawah pengampuan (curatele).

2. Manusia Sebagai Pribadi

Page 9: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

3.Badan Hukum

Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tertentu di dalam hukum dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban seperti seorang manusia.

Hal ini merupakan fictie dari manusia pribadi/orang yang merupakan kontruksi hukum. Badan-badan (perkumpulan-perkumpulan) tersebut untuk dapat “Badan Hukum“ terlebih dahulu harus memiliki persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku.

Unsur yang terpenting dari suatu badan hukum adalah terpisahnya kekayaan pribadi dan kekayaan perusahaan.

Page 10: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Contoh dari perusahaan yang berbadan hukum: perseroan terbatas (PT), Perkumpulan Koperasi, Yayasan, Perusahaan Daerah dan Bank dengan catatan anggaran dasar/akte pendirian perusahaan yang berbadan hukum tersebut, dapat bertindak dalam lalu lintas hukum, melalui perantaraan pengurusnya.

Siapa yang secara sah bertindak mewakili badan hukum dimaksud dapat dilihat dalam Angggaran Dasar/Akta Pendirian masing-masing Badan Hukum.

Page 11: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Jadi hal-hal yang penting diketahui dan dipahami mengenai subyek hukum dalam hubungannya dengan pembiayaan adalah: Apakah pemohon pembiayaan/nasabah yang bersangkutan

Subyek Hukum (Orang Perorangan atau Badan Hukum). Karena hanya subyek hukumlah yang dapat dipertimbangkan permohonan pembiayaannya.

Bila pemohon pembiayaan adalah orang pribadi maka perlu diteliti apakah yang bersangkutan dapat bertindak sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yaitu:

Telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah. Tidak dibawah pengampuan (curatele).

Kalau pemohon/nasabah adalah perusahaan maka perlu diteliti perusahaan tersebut merupakan badan hukum atau tidak, apakah pemohon berwenang mengajukan permohonan pembiayaan sesuai akte anggaran dasar perusahaan. Jika perusahaan tersebut belum/tidak merupakan badan hukum maka para pengurus secara pribadi beserta kekayaannya harus bertanggungjawab atas seluruh kewajiban perusahaan.

Page 12: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Di samping perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum, perlu juga diketahui contoh perusahaan-perusahaan yang bukan berbadan hukum yang dalam praktik sering mengadakan hubungan dengan bank, antara lain: Persekutuan Perdata, Perusahaan perseorangan, Firma dan Perseroan Komanditer (C.V).

Page 13: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

B. STATUS HUKUM PERUSAHAAN

1. PengertianStatus Hukum Perusahaan perlu diketahui karena erat kaitannya dengan tanggungjawab pembiayaan yang diberikan kepada perusahaan.Status Hukum Perusahaan antara lain meliputi:

Perseroan Perseroan Firma Perseroan Komanditer Perseroan Terbatas Yayasan Koperasi

Page 14: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. PerseroanAdalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.Dalam praktik dikenal perusahaan perorangan yang mana pemiliknya adalah satu orang, orang tersebut bertanggungjawab atas seluruh hutang-hutangnya. Kekayaan perusahaan dengan pribadi tidak terpisahkan. Bank dapat menuntut kekayaan perusahaan dan pribadinya jika perusahaan tersebut dilikuidasi.

Page 15: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

3. Perseroan FirmaPerseroan Firma adalah suatu perserikatan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan, dibawah nama bersama.

Firma harus didirikan dengan akte otentik dan atas pendirian Firma harus didaftarkan kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dalam wilayah hukum dimana perseroan berkedudukan.

Tiap anggota perseroan berhak bertindak keluar untuk dan atas nama Firma tersebut, kecuali dalam hal apabila diantara anggota perseroan ada yang dikecualikan.

Tanggungjawab persero/peserta adalah secara tanggung renteng dan tidak terbatas. Bank dapat menuntut kekayaan perusahaan dan pribadi persero/peserta jika perusahaan dilikuidasi.

Page 16: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

4. Perseroan KomanditerPerseroan Komanditer adalah perseroan dengan cara

memasukkan sejumlah uang atau sesuatu barang yang dapat dinilai dengan uang.

Setiap persero yang hanya memasukkan sejumlah modal tertentu dinamakan Persero Diam (Stille Vennoot, Sleeping Partner), sedangkan persero yang juga memimpin perseroan dan bertanggungjawab secara keseluruhan dan tanggung renteng terhadap pihak ketiga disebut Persero Pelaksana.

Persero diam tidak turut serta memimpin hanya bertanggungjawab sampai jumlah modal yang telah atau harus dimasukkan dalam perseroan.

Dalam hal Persero Diam turut memimpin atau membiarkan namanya digunakan dalam usaha, maka tanggungjawabnya sama dengan Persero Pelaksana yaitu penyertaannya ditambah dengan kekayaan pribadi dan tanggung renteng.

Page 17: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

5. YayasanBeberapa hal yang perlu diperhatikan tentang yayasan, yaitu:a) Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang

dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

b) Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, pengurus dan pengawas.

c) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau iktu serta dalam suatu badan usaha.

d) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan kepada Pembina, pengurus dan pengawas.

e) Kekayaan yayasan baik berupa uang, baraang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, pengurus, pengawas, karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.

Page 18: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

f) Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ yayasan dalam rangka menjalakan tugas yayasan.

g) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.

h) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan.

i) Anggota Pembina, pengurus dan pengawas yayasan dilarang merangkaap sebagai anggota Direksi atau pengurus dan anggota Dewan Komisaris atau pengawas dari badsan usaha sebagaimana dimaksud dengan butir (g) dan (h) di atas.

j) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.

Page 19: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

k) Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dengan butir (j) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.

l) Yayasan dapat didirikan dengan surat wasiatm) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta

pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dengan butir (k) memperoleh pengesahan dari Menteri

n) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tepat kedudukan yayasan.

o) Akta pendirian yayasaan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia

Page 20: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

6. Perseroan TerbatasPerseroan Terbatas tidak memakai nama bersama atau nama salah seorang dari perseronya, tetapi dari tujuan perusahaan. Suatu Perseroan Terbatas harus didirikan dengan akta otentik yang merupakan syarat mutlak untuk pendiriannya.

Sebelum Perseroan Terbatas tersebut dapat berdiri dengan sah, maka akte pendiriannya harus disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengesahan. Begitu pula untuk setiap perubahan dalam syarat-syarat pendirian dan perpanjangan waktu yang diperlukan pengesahan yang sama. Akte pendirian bersama pengesahan yang telah diperoleh itu harus didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum dimana perseroan tersebut berkedudukan dan kemudian mengumumkannya dalam Berita Negara.

Suatu Perseroan Terbatas yang telah memenuhi persyaratan undang-undang bersifat Badan Hukum, sehingga perserikatan yang diadakan oleh perseroan tersebut dengan pihak ketiga menjadi tanggungjawab perseroan tersebut seluruhnya.

Page 21: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Perseroan Terbatas yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM mempunyai kekayaan sendiri, yang mana hak-hak dan kewajiban tersendiri yang terpisah dari tanggungjawab anggotanya sebagai perorangan.

Pengurus perseroan diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan mewakili perseroan diluar atau didalam pengadilan. Persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang agar suatu Perseroan Terbatas bersifat sebagai Badan Hukum sebagaimana diuraikan diatas adalah:

Telah ada persetujuan dari Departemen Hukum dan HAM atas akta pendirian

Didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat Diumumkan dalam perubahan Berita Negara

Selama ketiga syarat tersebut belum dipenuhi, maka Perseroan Terbatas semacam itu belum merupakan Badan Hukum, karenanya masing-masing anggota pengurus dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi dan tanggung renteng.

Page 22: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

7. KoperasiKoperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Syarat-syarat pendirian Koperasi: Didirikan dengan akta notaris Departemen Koperasi Diumumkan dalam tambahan Berita Negara

Page 23: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

8. Badan Usaha Milik Negara

Menurut Undang-undang No. 19 tahun 2003 (pasal 1), yang dimaksud dengan:

a) Badan usaha milik negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan

b) Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan

c) Pertusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal

Page 24: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

d) Perusahaan umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan

e) Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan

f) Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.

g) Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris

Page 25: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

C. AKAD PEMBIAYAAN

Akad pembiayaan sebagai suatu persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain (nasabah), tunduk kepada kaidah-kaidah Hukum Perdata dan Hukum Syariah.

Dalam Hukum Perdata, khususnya Hukum Perjanjian dikenal istilah “Sistem Terbuka” yang mempunyai arti memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi dan berbentuk apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum dan atau kesusilaan.

Sehubungan dengan kesahan suatu akad pembiayaan, perlu juga diperhatikan ketentuan Aturan Bea Materai, yang mana untuk akad pembiayaan harus dipenuhi “Bea Materai Pembiayaan”-nya agar surat perjanjian pembiayaan dimaksud dapat dijadikan sebagai suatu bukti tulisan yang sah. Sedangkan untuk lampiran-lampiran dari akad pembiayaan perlu dibubuhi materai tempel dan ditandatangani diatasnya setelah diberi tanggal yang sesuai dengan tanggal penandatanganan.

Page 26: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Tanda tangan para pihak adalah sebagai bukti dari persetujuan para pihak untuk bertanggungjawab dikemudian hari atas segala akibat sesuatu yang telah disetujui.

Persetujuan pembiayaan yang dituangkan dalam Akad Pembiayaan wajib diikuti dengan suatu jaminan.

Jaminan dimaksud dapat berupa hak kebendaan, yang mana untuk itu diperlukan Akad Pengikatan Jaminan. Pengikatan jaminan ini merupakan Perjanjian Accessoir, yaitu bergantung kepada persyaratan perikatan pokok-pokoknya, dalam hal ini Akad Pembiayaan dimaksud.

Page 27: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

D. Status Hukum Tanah1. Pengertian Dimaksud dengan Status Hukum atas tanah adalah status pemilikannya. Benda-benda yang diterima sebagai jaminan atas pembiayaan yang diberikan haruslah jelas status hukumnya karena tidak semuanya tanah dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan dan cara pengikatannya berbeda-beda tergantung kepada status pemilikan/hukum atas tanah tersebut.

Page 28: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Status pemilikan/hukum atas tanah antara lain: Hak milik Hak guna usaha Hak guna bangunan Hak pakai Hak sewa Hak pengusahaan hutan Hak membuka tanah Hak memungut hasil hutan

Page 29: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Di samping hak-hak tersebut di atas masih terdapat hak atas tanah lainnya yang belum dikonversikan yaitu hak milik adat.

Dari status pemilikan tersebut di atas yang dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan adalah:

Hak milik Hak guna usaha Hak guna bangunan

Cara pengikatannya dilakukan baik dengan (Pand) dan Hipotik maupun Credit Verband, sedangkan khusus untuk tanah Hak Milik Adat pengikatannya dilaksanakan dengan Credit Verband. Untuk tanah-tanah yang belum dikonversikan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Page 30: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Ada beberapa petunjuk yang dapat dipakai sebagai bukti pemilikan yaitu: Girik Letter of Credit Kohir Petuk Pajak Riwayat Tanah

Girik, Lette of credit, Kohir, Petuk Pajak adalah merupakan bukti pembayaran pajak atas tanah. Istilah-istilah ini mempunyai pengertian yang sama dan dipergunakan sesuai dengan daerah masing-masing di mana tanda bukti ini dikeluarkan.

Mengingat pentingnya hal- hal di atas, harus diketahui dan dipahami status pemilikan hukum atas tanah.

Page 31: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Hak MilikHak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Bukti pemilikan hak atas tanah ialah Sertifikat Hak Milik atas Tanah.

3. Hak Guna UsahaHak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka tertentu, guna pertanian,perikanan atau peternakan. Hak guna usaha diberikan waktu paling lama 25 tahun, dan untuk perusahaan tertentu dapat diberikan paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Bukti pemilikan hak guna usaha adalah Sertifikat Hak Guna Usaha.

Page 32: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

4. Hak Guna BangunanHak Guna Bangunan ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Sebagai bukti pemilikan hak guna bangunan adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan. Sebagai upaya pengamanan pembiayaan bank. Apabila SHGU dan SHGB akan dijadikan sebagai agunan pembiayaan agar diperhatikan berakhirnya jangka waktu hak tersebut jangan sampai sama atau lebih pendek dari jangka waktu pembiayaan.

Apabila dalam perjalanan, jangka waktu pembiayaan ternyata masa berlaku sertifikat akan berakhir maka customer harus memberikan surat kuasa nota riil kepada bank untuk mengajukan permohonan perpanjangan atas jangka waktu SHGU atau SHGB.

Page 33: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

5. Hak PakaiHak Pakai adalah untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

Izin/hak pakai yang diberikan oleh pemerintah atas tanah yang langsung dikuasai oleh negara berdasarkan pasal tersebut di atas, lazim disebut Izin Okupasi. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang, misalnya: Kantor Pertanahan setempat yang mengeluarkan hak pakai tadi. Sedangkan hak pakai atas tanah milik bukan negara hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Page 34: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Hak pakai ini dianjurkan tidak dipakai sebagai jaminan karena tanah tersebut tidak bisa dibebani dengan suatu hak tanggung sehingga sulit mengamankan kepentingan bank, bila nasabah bercidera janji atas kewajiban pembiayaannya ataupun bila ada sanggahan keberatan dari pihak ketiga. Begitu juga bangunan dan tanaman yang didirikan di atas tanah hak pakai dianjurkan tidak diterima sebagai jaminan.

Dalam hal hak pakai dan benda benda di atasnya diterima sebagai jaminan, agar diperhatikan syarat syarat minimal sebagai berikut:

a) Hak pakai tersebut adalah dari tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

b) Hak tersebut harus dapat dipindahtangankan/dijaminkan yang untuk itu telah mendapat izin dari pejabat yang berwenang, misalnya Kantor Pertanahan setempat.

c) Dibuat akta pengikatan jaminan dan pengalihan hak dengan dengan akte otentik.

d) Pengikatan didaftarkan pada di Kantor Pertanahan setempat.

Page 35: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

6. Hak Pengusahaan HutanHak pengusahaan hutan adalah hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk melakukan sesuatu dan mengolah kayu dalam areal hutan tertentu. Luas areal dan lain-lainnya tentukan dalam Surat Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Biasanya yang mengeluarkan HPH adalah Direktorat Jenderal Kehutanan. HPH ini tidak dapat dialihkan sehingga tidak dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan.

7. Hak SewaHak sewa adalah hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.Mengingat sifatnya yang sementara dan terbatas jangka waktunya, tidak bisa dialihkan tanpa izin pemilik dan tidak bisa dibebani hak tanggungan, maka hak sewa ini tidak bisa diterima sebagai jaminan pembiayaan.

8. Hak Memungut Hasil Hutan dan Hak Membuka HutanHak-hak ini bukanlah hak atas tanah, karena tidak memberi wewenang untuk menggunakan tanah tertentu. Karenanya hak inipun tidak bisa diterima sebagai jaminan pembiayaan.

Page 36: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

E. PENGIKATAN JAMINAN

Yang dapat diikat adalah jaminan berupa benda bergerak dan tak bergerak, sebagai berikut:

1. Pengikatan secara Gadai atau Panda. Pengertian Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seseorang berpiutang lembaga keuangan atas suatu benda bergerak milik orang lain, hak mana semata mata diperjanjikan dengan menyerahkan penguasaan atas bentuk tersebut yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan hutang terlebih dahulu daripada pembiayaan lainnya apabila bentuk tersebut dijual.

Page 37: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

1) Gadai/Pand hanya dapat diadakan atas “benda-benda tidak bergerak”, termasuk surat-surat berharga, apabila Surat-Surat Berharga yang menjadi obyek gadai diperlukan endosemen atas surat-surat tersebut.

2) Benda yang dibebani gadai/pand harus dikuasai oleh Pemberi utang (pemegang gadai).

3) Gadai diadakan harus dengan persetujuan antara pemilik dana dengan nasabah pemilikan benda tersebut.

4) Gadai diadakan, dimaksudkan untuk menjamin pelunasan pembiayaan lembaga keuangan oleh nasabah.

5) Lembaga keuangan sebagai pemegang gadai berhak terlebih dahulu mendapatkan pelunasan dari pembiayaan lain apabila barang-barang obyek gadai dijual.

6) Lembaga keuangan berhak menahan/menguasai benda benda yang di gadaikan sampai seluruh hutang (pokok + bunga + denda-denda dan biaya lain) dilunasi oleh nasabah.

Dari definisi di atas secara konkret dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

Page 38: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

7) Lembaga keuangan berhak menjual sendiri tanpa melalui Kantor Lelang benda-benda tersebut apabila diperjanjikan dengan tegas dan hasilnya untuk pelunasan pembiayaan.

8) Lembaga keuangan berhak minta penggantian biaya pemeliharaan benda-benda yang digadaikan kepada nasabah.

9) Tetapi sebaliknya nasabah dapat menuntut pemegang gadai atas hilangnya atau merosotnya harga benda benda tersebut apabila hal tersebut terjadi karena kelalaian lembaga keuangan. Oleh karena itu apabila lembaga keuangan menguasai benda-benda gadai harus menjaga/mengawasi sebaik-baiknya dan mengasuransikan benda-benda tersebut dengan Banker’s Clause untuk menghindari kerugian yang mengkin terjadi.

10) Lembaga keuangan berhak menggadaikan ulang benda -benda yang digadaikan (gadai ulang-her prolongatie).

Page 39: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

b. Sifat PengikatanTidak disyaratkan dengan akte otentik, tetapi sebaiknya dibuat akta notarisnya agar kekuatan pembuktiannya sempurna, baik terhadap nasabah maupun terhadap pihak ketiga.

c. Surat-surat yang dikuasai lembaga keuangan sehubungan dengan diadakannya Gadai1) Surat bukti pemilikan asli dari barang-barang yang digadaikan.2) Surat Perjanjian gadai itu sendiri.3) Surat kuasa menjaminkan atas nama pemilik barang apabila barang

obyek gadai adalah milik pihak ketiga yang dibuat secara notariil.4) Surat kuasa jual yang juga secara notariil, kecuali deposito berjangka

atas nama pemohon pembiayaan

Page 40: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

d. Gadai/Pand hapus dalam hal: 1) Hutang nasabah telah lunas.2) Benda yang dijual menjadi obyek gadai dikembalikan

kepada pemilik/nasabah atau customer.3) Benda yang dijadikan obyek gadai menjadi milik Bank.

Page 41: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Pengikatan Secara Fiduciare Eigendoms Overdraft (FEO)a. Pengertian FEO

FEO ini merupakan suatu bentuk penyimpangan dari gadai/pand dan timbul karena kebutuhan dalam praktek berdasarkan Arrest Hoge Raad, dengan maksud agar barang -barang yang dijaminkan dapat-dikuasai dan dipergunakan oleh customer/pemilik barang.

FEO adalah suatu perjanjian antara customer dan pembiayaan dimana customer menyerahkan hak milik atas barang-barang bergerak kepada pembiayaan, dengan perjanjian bahwa penyerahan tersebut hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman.

Page 42: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Dari definisi diatas secara konkrit dapat dijelaskan hal- hal sebagai berikut: FEO diadakan atas persetujuan antara customer dan lembaga

keuangan. FEO hanya dapat diadakan atas barang barang bergerak. Barang - barang sebagai obyek FEO tetap dikuasai customer

berdasarkan kepercayaan. FEO diadakan, dimaksudkan untuk menjamin pelunasan

pembiayaan Bank oleh customer. Lembaga keuangan berhak menuntut penyerahan barangnya

secara fisik dari customer. Lembaga keuangan berhak menuntut barangnya apabila

dikuasai pihak lain (bukan customer).

Page 43: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

b. Sifat Pengikatan

Undang-Undang tidak mengatur sifat pengikatannya karena FEO terjadi dalam praktek. Akta pengikatan FEO agar dibuat secara notariil, sedangkan khusus barang-barang yang diikat secara FEO setiap saat dapat diperbarui dibawah tangan yang biasanya menggunakan laporan stock/persediaan.

c. Surat -surat yang dikuasai Bank 1) Akta pengikat FEO.2) Surat-surat bukti pemilikan asli dari barang-barang obyek FEO, dalam

hal barang - barang tersebut memerlukan tanda bukti pemilikan.3) Surat kuasa jual atas barang -barang obyek FEO yang dibuat secara

notariil.

4) Laporan/daftar barang yang telah diisi dan ditandatangani customer.

d. Fiduciaire Eigendoms Overdraft (FEO) hapus dalam hal:1) Hutang customer lunas.2) Barang-barang obyek FEO dikuasai nasabah.3) Barang-barang obyek FEO musnah.

Page 44: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

3. Pengikatan secara Hak Tanggungan

a. PengertianHak Tanggungan atas tanah beserta benda–benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut ”Hak Tanggungan” adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan atau Sertifikat Hak Milik, berikut rumah dan benda–benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada lembaga keuangan terhadap kreditur–kreditur lainnya.

Page 45: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Dari definisi di atas secara konkret dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Hak Tanggungan diadakan untuk menjamin pelunasan hutang-hutang oleh nasabah, karena lembaga keuangan dengan diadakannya Hak Tanggungan mendapatkan hak untuk dilunasi terlebih dahulu dari kreditur lain apabila barang yang dibebani Hak Tanggungan dijual.

2) Hak Tanggungan diadakan atas persetujuan Bank dengan nasabah.3) Barang-barang yang dibebani Hak Tanggungan: Barang-barang tidak

bergerak yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dll.

4) Hak Tanggungan tetap melekat pada obyeknya, meskipun obyek tersebut berpindah tangan, artinya lembaga keuangan tetap sebagai pemegang Hak Tanggungan oleh pemilik dipindah tangankan (dijual misalnya) ke pihak lain, tanpa persetujuan lembaga keuangan.

5) Akte Hak Tanggungan disyaratkan dengan akte otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) dan kemudian didaftarkan pada BPN/Kantor Pertanahan untuk mendapatkan Sertifikat Hak Tanggungan agar mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.

Page 46: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

6) Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah: Notaris PPAT (tidak setiap notaris adalah PPAT) Pejabat yang ditunjuk. Camat PPAT

7) Khusus Hak Tanggungan terhadap kapal.Setelah Surat Kuasa Memasang Hipotik (SKMH) dibuat

oleh notaris, maka untuk pemasangan Hak Tanggungan itu dengan perjanjian pembiayaan dan berkas-berkas surat kapal dibawa kepada pegawai Pendaftaran dan Pencatatan Balik Nama Kapal setempat.

8) Setiap Hak Tanggungan meliputi segala perbaikan dikemudian hari pada benda yang juga segala apa yang menjadi satu dengan benda itu karena pertumbuhan atau pembangunan

9) Lembaga keuangan berhak mendapatkan pelunasan terlebih dahulu dari para kreditur lain sesuai dengan urutan pemasangan Hak Tanggungan, apabila barang-barang yang dibebani Hak Tanggungan dijual.

Page 47: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

1) Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) dibuat secara notariil.

2) Hak Tanggungan dapat diletakan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tangankan barang yang dibebani yaitu pemilik. Sehubungan dengan itu Bank akan membebani suatu barang dengan Hak Tanggungan harus ada Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan dari pemilik barang.

3) Surat Kuasa untuk memasang harus otentik dan Hak Tanggungan hanya dapat diberikan dengan suatu akte otentik yang didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

b. Cara Pengikatan

Page 48: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

4) Agar lembaga keuangan dapat menjual barang-barang yang dibebani Hak Tanggungan, apabila pelunasan pembiayaan oleh nasabah diragukan, perlu adanya clausula kuasa menjual dari pemilik barang yang tercantum dalam SKMHT/Hak Tanggungan.

5) Akta Hak Tanggungan dibuat oleh PPAT dalam hal jaminan berupa tanah, sedangkan untuk kapal laut, akta hipotik dibuat oleh syahbandar dan atau Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

6) Agar lembaga keuangan dapat pelunasan terlebih dahulu daripada pembiayaan lainnya, Bank harus melaksanakan Pemasangan Hak Tanggungan.

b. Cara Pengikatan

Page 49: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Dalam pemberian hipotek dapat diadakan janji yang bertujuan untuk melindungi kepentingan lembaga keuangan. Janji-janji tersebut harus termuat pula dalam SKMHT apabila pembuatan akta Hak Tanggungan tersebut didahului dengan SKMHT, janji-janji tersebut antaranya:

1) Hak yang memberikan kekuasaan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menjual sendiri (tanpa melalui Pengadilan Negeri) barangnya dimuka umum dan mengambil pelunasan hutang dari hasil pelelangan tersebut (beding van ein machtige verkoop).

c. Beberapa Clausula Dalam Hak Tanggungan, yaitu:

Page 50: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2) Tidak akan menyewakan obyek Hak Tanggungan tanpa seizin Bank

3) Janji bahwa sertifikat tanah bisa dikembalikan kepada pihak yang melunasi hutangnya kepada lembaga keuangan sebagai pemilik jaminan.

4) Pembatasan pemilik persil untuk menyewakan persilnya 5) Beding van nietzoivering, artinya kepada pemegang hipotik

pertama diizinkan bahwa pada penjualan barang tidak mungkin Hak Tanggungan dibersihkan, hal ini hanya berlaku pada jual-beli secara suka rela dan tidak berlaku pada penjualan eksekutorial.

6) Assurantie Beding, dalam mana disyaratkan dalam Hak Tanggungan bahwa si pemegang Hak Tanggungan menerima ganti rugi dari assuransi atas benda yang diagunkan, apabila terjadi kerusakan/risiko pada benda tersebut.

Page 51: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

d. Surat -surat yang harus dikuasai oleh lembaga keuangan dengan diadakannya pengikatan secara Hak Tanggungan:

1) Akta Hak Tanggungan2) Surat Bukti Pemilikan Asli 3) Surat lain seperti: surat ukur, sertifikat, surat laik laut, IMB

e. Hapusnya Hak Tanggungan1) Segala janji dengan mana sipiutang dikuasakan memiliki barang -

barang yang dibebani Hak Tanggungan.2) Karena atas permintaan para pihak yang berkepentingan.3) Hutangnya lunas.4) Penghapusan Hak Tanggungan harus dimintakan kepada Kantor BPN

dan atau Kantor Syahbandar hal mana tersebut dengan istilah roya.

Page 52: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

1) Hak Tanggungan tidak dapat dibebankan atas barang- barang dari anak-anak yang belum dewasa, orang yang dalam keadaan dibawah pengampunan dan orang -orang yang dalam keadaan tidak hadir, selama penguasaan atas barang-barangnya hanya diberikan untuk sementara waktu.

2) Hak Tanggungan yang tidak didaftarkan kepada Kantor BPN, tidak mempunyai kekuatan apa pun.

3) Hak Tanggungan menjadi tidak sah, apabila saat didaftarkan pada Kantor Pertanahan barang-barang yang dibebani Hak Tanggungan telah dipindahkan oleh pemilik, dalam pengertian nasabah telah kehilangan hak miliknya.

4) Hak Tanggungan tidak dapat dilaksanakan apabila obyek berada dalam status sitaan.

5) Pada prinsipnya sejak saat pemberian pembiayaan, jaminan harus langsung dibebani Hak Tanggungan.

6) Dalam praktek sering ditemui adanya SKMHT, SKMHT ini bukan merupakan salah satu jenis pengikatan jaminan.

f. Hal - hal yang perlu diperhatikan:

Page 53: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

7) Selama pembiayaan belum lunas lembaga keuangan tetap menguasai sertifikat obyek Hak Tanggungan.

8) SKMHT tanpa pemasangan Hak Tanggungan mengandung risiko-risiko antara lain: Bilamana barang jaminan disita, maka SKMHT tersebut tidak bisa

ditinggalkan menjadi Hak Tanggungan. Apabila SKMHT akan ditingkatkan menjadi Hak Tanggungan pada saat

customer sudah macet, maka akan menimbulkan kesulitan dalam hal pembebanan biaya.

Dalam hubungannya dengan pemberian kuasa oleh perorangan, apabila pemberi kuasa meninggal, maka SKMHT menjadi batal, kecuali apabila terdapat clausul sebagaimana disebut dalam subbab Pemberian Kuasa.

Syarat-syarat yang dikehendaki untuk dimuat dalam akte Hak Tanggungan sebagaimana tercantum dalam sub bab pengikatan jaminan, akan batal apabila syarat tersebut tidak secara tegas disebut dalam SKMHT.

Page 54: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

4. Pengikatan secara Pembiayaan Verband

Dilihat dari objek pengikatan, pada dasarnya sama dengan Hipotik, perbedaannya ialah Credit Verband selain dapat dibebankan atas hak-hak seperti yang dapat dipasang Hipotek (Hak milik, hak guna usaha dan hak guna Bangunan) juga dapat dibebankan atas tanah yang dikuasai oleh penduduk asli tetapi belum dikonversikan menjadi hak sesuai ketentuan.

Benda-benda tak bergerak yang diikat secara pembiayaan Verband tidak boleh diikat secara Credit Verband yang kedua dan seterusnya. Credit Verband mempunyai hak istimewa (privelege), seperti halnya dengan Hipotek Pertama, artinya si pemegang pembiayaan berhak lebih dulu menerima pelunasan daripada yang lainnya.

Page 55: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

5. Personal/Corporate Guarantee dan Avalisa. Personel/Corporate Guarantee Personal/Corporate Guarantee sama dengan istilah jaminan pribadi.

Perjanjian dengan pola borgtoht (jaminan pribadi) adalah jaminan pribadi terhadap pembayaran suatu kewajiban/hutang di luar penjaminan kewajiban/hutang yang timbul karena surat berharga.

Jaminan pribadi bila diberikan oleh seseorang sering juga dikenal dengan istilah Personal Guarantee; bila diberikan oleh perusahaan sering pula dikenal dengan sebutan Corporate Guarantee.

Di dalam borgtocht, perorangan maupun perusahaan, dikenal adanya hak istimewa yang diberikan undang-undang kepada penjamin, yaitu hak agar dibuktikan terlebih dahulu bahwa nasabah/customer yang dijamin benar-benar sudah tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya. Dengan kata lain, bila pemberi borgtocht tersebut ditagih, tidak secara otomatis harus memenuhi kewajibannya. Berbeda dengan avails yang begitu ditagih, yang bersangkutan harus memenuhi kewajiban penjaminannya.

Agar pemberi jaminan pribadi dapat ditagih dan langsung berkewajiban memenuhi penjaminannya, maka dalam surat penjaminannya harus dinyatakan secara tegas bahwa yang bersangkutan melepaskan hak istimewanya tersebut.

Page 56: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Dengan demikian untuk menjamin suatu pembiayaan, tidak dapat dilakukan dengan cara meng-avalis akan tetapi harus dengan cara borgtocht (personal/Corporate Guarantee).

Dalam hal bank akan menerima borgtocht, hendaknya diperhatikan:1) Personal/Corporate Guarantee sebaiknya dibuat dengan akta notaris

supaya mempunyai kekuatan permbuktian sempurna2) Diberikan dengan melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan

secara tegas dalam akta borgtocht tersebut.3) Hutang yang dijamin jelas identitas dan cara hukumnya serta pasti

jumlahnya, demikian pula nilai borgtocht-nya juga harus pasti jumlahnya dan tidak boleh melebih hutang yang dijamin

4) Bank yakin dengan bonafiditas pemberi borgtocht.

Page 57: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

b. AvalisAvalis adalah suatu jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga terhadap pelunasan pembayaran atas surat berharga (Cek, promes) pada saat jatuh tempo surat berharga. Di dalam avalis ini, pemilik/pemegang surat berharga dapat langsung meminta pembayaran kepada avalis tanpa adanya keharusan terlebih dahulu meminta pembayaran kepada nasabah, karena avalsi sama terikatnya dengan pihak yang dijamin.

Page 58: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

a. Ketentuan Harta Gono GiniBerdasarkan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 disebutkan ketentuan mengenai harta gono gini suami/istri antara lain sebagai berikut:

1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (pasal 35 ayat 1).

2) Harta bawaan masing-masing suami/istri dan harta benda yang diuperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (pasal 35 ayat 2).

3) Mengenai harta bersama suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak (pasal 36 ayat 1).

4) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya (pasal 36 ayat 2).

6. Harta Gono Gini (harta bersama) Sebagai Jaminan Pembiayaan

Page 59: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

a. Ketentuan Harta Gono Gini5) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak

atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut (pasal 29 ayat 1).

6) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan (pasal 29 ayat 2).

7) Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan (pasal 29 ayat 3).

8) Selama perkawinan berlangsung penjanjian tersebut tidak dapat diubah kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dann perubahan tidak merugikan pihak ketiga (pasal 29 ayat 4).

9) Bilamana perkawinan putus karena perceraian, karta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (pasal 37).

Berdasarkan ketentuan di atas, maka harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama terkecuali ada penjanjian perkawinan secara tertulis yang menyatakan sebaliknya. Terhadap harta bersama, suami atau istri dalam melakukan tindakan hukum harus dengan persetujuan kedua belah pihak dan tidak dapat bertindak sendiri.

Page 60: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

b. Harta Gono Gini (harta bersama) Sebagai Jaminan Pembiayaan

Berdasarkan ketentuan di atas (butir a), dalam menerima harta bersama sebagai jaminan pembiayaan harus ada persetujuan suami dan atau istri.

Apabila persetujuan tersebut tidak ada, maka penerimaan/pengikatan sebagai jaminan pembiayaan dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak melalui Pengadilan Negeri.

Page 61: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

b. Harta Gono Gini (harta bersama) Sebagai Jaminan Pembiayaan

Penting diperhatikan ketika menerima harta gono gini sebagai jaminan pembiayaan:

1) Setiap penerimaan harta gono gini sebagai jaminan pembiayaan harus ada persetujuan kedua belah pihak (suami/istri) tanpa melihat apakah barang-barang tersebut berupa sertifikat/bukti haknya atas nama suami/istri. Harta gono gini ini meliputi harta tidak bergerak maupun harta bergerak seperti kendaraan, perhiasan dan lain sebagainya.

2) Persetujuan suami/istri di atas harus diserahkan kepada lembaga keuangan untuk setiap penerimaan barang jaminan yang sifatnya pemilikan secara pribadi kecuali barang jaminan tersebut bukan merupakan harta gono gini.

Page 62: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

b. Harta Gono Gini (harta bersama) Sebagai Jaminan Pembiayaan

3) Apabila suami/istri mempunyai lebih dari satu istri maka persetujuan tersebut harus diberikan oleh semua istrinya baik dalam persetujuan yang dibuat secara bersama-sama maupun dalam persetujuan secara sendiri-sendiri.

4) Ketentuan butir (1) hingga (3) di atas berlaku juga untuk penjamin bukan nasabah.

5) Persetujuan suami/istri tersebut juga berlaku untuk pemberian jaminan pribadi/borgtocht/ personal guarantee.

Page 63: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

6) Semua transaksi jual beli/pemindahan hak atas harta gono gini juga harus atas persetujuan suami/istri. Jaminan pembiayaan yang akta jual belinya tidak tercantum persetujuan suami/istri dan belum dilakukan balik nama atas nama pembeli tidak dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan.

7) Untuk jaminan atas nama nasabah perorangan dan atau penjamin perorangan yang berstatus janda/duda agar diminta juga persetujuan dari anak-anaknya yang sudah dewasa (apabila harta tersebut berupa harta warisan yang berlum dibagi/dipecah).

8) Persetujuan suami/istri dan atau anak-anak yang sudah dewasa seperti dijelaskan dijelaskan pada butir (7) di atas berlaku pula dalam pemberian SKMHT.

b. Harta Gono Gini (harta bersama) Sebagai Jaminan Pembiayaan

Page 64: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

c. Tata Cara Memperoleh Persetujuan Suami/Istri

1) Persetujuan suami/istri untuk menjaminkan harta gono gini perkawinan sebaiknya dilakukan dengan akta notariil di mana suami/istri sekaligus dating ke notaris pada saat dilakukan pengikatan jaminan dan atau pada waktu pembuatan SKMHT/Credit Verband/FEO tanpa perlu dibuatkan akta persetujuan secara tersendiri.

2) Persetujuan suami/istri dapat juga dibuat secara tersendiri dengan akta notariil di mana suami/istri dating ke notaris, bila istri lebih dari 1(satu) maka persetujuan dapat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri.

3) Dalam persetujuan butir 1) dan 2) di atas sekaligu dicantumkan dalam aktanya bahwa mereka adalah istri satu-satunya sedangkan bila lebih dari 1(sau) istri maka pernyataan dimaksud tidak perlu dicantumkan.

4) Persetujuan suami/istri untuk pemberian jaminan peibadi/borgtoch/personal guarantee dapat dituangkan sekaligus dalam akta borgtochnya atau dapat dibuat akta persetujuan sendiri.

5) Persetujuan anak-anak yang sudah dewasa dalam hal nasabah persorangan dan atau penjamin perorangan yang berstatus duda/janda tata caranya sama dengan persetujuan suami/istri tersebut di atas.

Page 65: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

F. Pemberian Kuasa1. Pengertian

Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada seseorang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Yang dimaksud dengan menyelenggarakan sesuatu urusan adalah melakukan suatu perbuatan hukum yaitu suatu perbuatan yang mempunyai atau menimbulkan suatu akibat hukum. Orang yang telah diberi kuasa (penerima kuasa) melakukan perbuatan hukum tersebut atas nama orang yang memberi kuasa.

Page 66: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

F. Pemberian Kuasa2. Cara Pemberian Kuasa

Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akte umum dalam suatu tulisan dibawah tangan bahkan dalam suatu pucuk surat atau lisan. Walaupun pemberian kuasa tak disyaratkan dengan akta otentik/notariil tetapi sebaiknya apabila Bank menerima suatu kuasa dari nasabah atau pihak lain, misalnya kuasa untuk menjual barang jaminan ataupun bila ada pemberian kuasa untuk menjaminkan oleh pihak lain kepada nasabah, supaya pemberian kuasa tersebut dinyatakan dengan akta notariil, hal tersebut dimaksudkan agar kekuatan pembuktiannya sempurna.

 

Page 67: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

F. Pemberian Kuasa3. Jenis Pemberian Kuasa Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu

mengenai hanya suatu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.

Ada tiga jenis pemberian kuasa, yaitu:a. Pemberian kuasa untuk melaksanakan sauatu kepentingan

tertentu.b. Pemberian kuasa untuk melaksanakan beberapa

kepentingan tertentu.c. Pemberian kuasa secara umum, artinya tidak disebutkan

untuk kepentingan tertentu atau pemberian kuasa tersebut untuk segala kepentingan pemberi kuasa.

Page 68: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

4. Penggunaan Pemberian KuasaPemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi perbuatan

pengurusan. Untuk memindah-tangankan barang atau untuk meletakan Hipotek diatasnya atau lagi untuk membuat suatu perdamaian, ataupun suatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.

Dari hal di atas dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa pemberian kuasa oleh pemilik barang kepada customer untuk menjaminkan barangnya kepada lembaga keuangan atas falitas pembiayaan yang diperoleh harus dinyatakan dengan tegas dalam Surat Kuasa, bahwa pemberian kuasa yang diberikan itu melaksanakan suatu kepentingan tertentu: misalnya pemberian kuasa untuk menjaminkan, untuk menjual barang jaminan, untuk memasang Hipotek pertama dan sebagainya.

Di dalam pelaksanaan pemberian kuasa tersebut, penerima kuasa berhak untuk menuntut penggantian biaya, pemasangan Hipotek dan lain-lain harus diperjanjikan menjadi beban customer.

F. Pemberian Kuasa

Page 69: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

5. Berakhirnya Pemberian KuasaPemberian Kuasa berakhir apabila: a. Kepentingan yang harus dilaksanakan telah selesai.

Pemberi atau Penerima Kuasa meninggal dunia atau badan Hukum bubar dalam hal pemberi dan atau penerima kuasa perusahaan Badan Hukum.

b. Pemberi Kuasa dicabut kembali oleh Pemberi Kuasa.c. Kuasa tersebut dibatalkan/dikembalikan oleh Penerima

Kuasa.d. Pemberi Kuasa atau penerima Kuasa pailit atau ditaruh

dibawah pengampuan (curatele).e. Pengangkatan Kuasa baru untuk menjalankan urusan yang

sama

F. Pemberian Kuasa

Page 70: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Untuk menjamikan keamanan dan kepentingan lembaga keuangan maka hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa didalam pemberiam kuasa itu agar dicantumkan clausula bahwa kuasa ini adalah diberikan dengan tidak dapat dicabut kembali/ berakhir dengan alasan apapun maupun berdasarkan Undang-Undang.

Clausa-clausa yang perlu diperhatikan dalam surat kuasa:Apabila pemberian kuasa dicabut oleh Pemberi Kuasa, sedangkan dalam pemberian kuasa itu ada clausula “tidak dapat dicabut “ maka Pengadilanlah yang akan menentukan masih berlaku atau tidaknya pemberian kuasa tersebut. Suatu kuasa dapat dialihkan kepada orang lain bilamana ada clausa bahwa kuasa tersebut diberikan dengan hak subtitusi yang secara tegas disebut Surat Kuasa tersebut.

F. Pemberian Kuasa

Page 71: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

6. Penandatanganan Surat KuasaSurat kuasa yang diberikan oleh Nasabah kepada lembaga

keuangan harus ditanda tangani oleh orang-orang yang berhak menanda tangani Perjanjian Pembiayaan. Surat Kuasa harus dibubuhi materai secukupnya. Khusus untuk kuasa dibawah tangan dibubuhi meterai dan perlu diperhatikan pembubuhan tanggal yang sesuai di atas materai tempel maksud.

F. Pemberian Kuasa

Page 72: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

1. Pengertian Akta adalah surat tanda bukti: suatu tulisan yang ditanda tangani

dan diperuntukkan membuktikan kebenaran apa yang tertera di dalamnya.

2. Macam Aktaa. Akta Otentik

Akta otentik adalah suatu akta yang bentuknya telah ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat-pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatannya: Akta dibuat oleh/dihadapan seorang pejabat umum Akta harus dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat dengan kata lain

pejabat tersebut harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.

G. Jenis-Jenis Akta

Page 73: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Dimaksud dengan pejabat-pejabat umum seperti disebutkan di atas adalah:

Page 74: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Akta di bawah tangan adalah suatu tanda bukti yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat/pegawai umum. Kekuatan pembuktian akta dibawah tangan adalah sempurna sepanjang para pihak tidak mengingkarinya. Apabila salah satu pihak mengingkari kebenaran isi akta, tanggalnya, atau tanda tangannya maka pihak lain harus membuktikan kebenarannya.

Dalam transaksi perbankan sebaiknya dihindarkan akta di bawah tangan terutama yang menyangkut jumlah risiko yang tinggi, lebih baik dilakukan dengan akta notaris. Bagi lembaga keuangan selaku pemberi pembiayaan suatu saat dapat dimintakan grosse yang berguna bagi pelaksanaan eksekusi jaminan.

Mengingat akta adalah alat bukti maka agar diperhatikan bea meterainya sesuai ketentuan bea meterai yang berlaku

b. Akta Di bawah Tangan

Page 75: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

a. Akta Notaris Adalah akta yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Akta yang demikian

adalah akta otentik yang berarti mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Ada akta-akta yang menurut undang-undang harus dibuat di dalam bentuk otentik, misalnya: Akta Pendirian Perseroan Terbatas (P.T), Firma, C.V, Yayasan, Koperasi, Surat kuasa Memasang Hipotik, Akta Hipotik.

b. Akta yang dilegalisir oleh NotarisAkta semacam ini juga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,

sebenarnya sifat akta ini dibawah tangan, karena baik bentuk maupun isinya dibuat oleh para pihak yang berkepentingan. Akta ini baru sah setelah para pihak menandatangani atau cap jempol di hadapan Notaris dan setelah isi akta maupun maksud akte ini dibacakan oleh Notaris. Pada akta yang dilegalisir notaris ini, notaris menjamin kepastian tanggal maupun menjamin para pihak telah menanda tangani akta tersebut dengan semestinya dihadapannya. Oleh karena itu, akta ini walaupun merupakan akta dibawah tangan tapi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

3. Macam-Macam Akta Notaris

Page 76: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

c. Akta yang disalin oleh Notaris / Copy Collectionee Akta semacam ini adalah akta yang dibuat oleh Notaris yang

merupakan salinan suatu akta, baik akta otentik atau akta di bawah tangan apabila aslinya telah hilang atau tidak terbaca lagi. Kekuatan pembuktian yang sama dengan aslinya.

Copy Collectionee yang dibuat oleh Notaris yang membuat akta aslinya yang hilang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.

Copy Collectionee dari akta-akta dibawah tangan hanya memberikan permulaan pembuktian dengan tulisan (tidak sempurna ).

3. Macam-Macam Akta Notaris

Page 77: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

1. Penjelasan Penyelesaian kartu pembiayaan oleh nasabah tertentu tidak

selalu dengan pembayaran/pelunasan oleh nasabah sendiri, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu, antara lain: a. Novasi/pembaharuan hutang.b. Subrogasi/penggantian kreditur.c. Cessie Piutang.d. Kompensasi/perjumpaan utang.

H. Pembaruan, Pengalihan, dan Perjumpaan Utang

Page 78: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Novasi terjadi dengan 3 (tiga) cara:a. Apabila seorang nasabah terhadap pembiayaannya

mengadakan suatu perikatan baru sebagai ganti perikatan yang lama karena adanya perikatan baru menjadi hapus.

b. Apabila nasabah semula digantikan oleh/dengan nasabah baru dan nasabah lama dibebaskan dari hutangnya (expromisie).

c. Apabila dengan suatu perjanjian yang baru pembiayaan (lama) digantikan dengan pembiayaan baru dan nasabah dibebaskan dari hutangnya oleh pembiayaan baru.

Novasi/pembaharuan hutang harus dinyatakan dengan tegas dalam suatu perjanjian sehingga tidak mungkin terjadi sesuatu karena anggapan saja.

Perjanjian novasi tidak disyaratkan harus dengan akta otentik, tetapi sebaiknya dengan akte otentik, terutama novasi, karena adanya penggantian nasabah.

2. Novasi/Pembaharuan Hutang

Page 79: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Contoh -contoh novasi adalah sebagai berikut:a. Adanya Perjanjian Pembiayaan yang baru untuk Nasabah

yang sama, di mana Perjanjian Pembiayaan yang baru menghapuskan Perjanjian yang lama sebagai bukti adanya hutang Nasabah.

b. Kedudukan A sebagai Nasabah terhadap lembaga keuangan sebagai Pembiayaan, digantikan oleh Nasabah (yang baru) B dan kepada A dinyatakan tidak berhutang lagi kepada lembaga keuangan.

c. A (Nasabah) berhutang kepada B (Pembiayaan). C menggantikan kedudukan B sebagai Pembiayaan. Untuk itu dibuat perjanjian antara A, B dan C sehingga hak menagih beralih dari B ke C dan A dibebaskan dari kewajibanya terhadap B.

Page 80: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Subrogasi terjadi apabila ada penggantian oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran.

Konkretnya adalah sebagai berikut:a. Lembaga keuangan menerima pembayaran dari pihak ketiga dan pihak

ketiga itu menggantikan semua hak yang dipunyai lembaga keuangan terhadap nasabah. Penggantian itu/subrogasi harus dinyatakan dengan tegas sampai dengan suatu perjanjian dan dilakukan pada saat pembayaran oleh pihak ketiga tersebut.

b. Nasabah memperoleh pembiayaan dari pihak ketiga untuk melunasi pembiayaannya dan pihak ketiga tersebut menggantikan hak-hak dari lembaga keuangan. Subrogasi demikian baru sah apabila baik akad pembiayaan maupun tanda pelunasan harus dibuat dengan akta otentik dan baru diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi hutang tersebut.

Hal yang penting bagi lembaga keuangan dengan adanya subrogasi ialah adanya pelunasaan pembiayaan, baik oleh pihak ketiga maupun oleh nasabah sendiri yang mana digunakan untuk pelunasan adalah pembiayaan dari pihak ketiga.

3. Subrogasi

Page 81: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

4. Ceesie PiutangCessie Piutang adalah penyerahan piutang oleh nasabah kepada

lembaga keuangan dengan akta otentik atau di bawah tangan yang dapat digunakan oleh lembaga keuangan sebagai salah satu cara pelunasan pembiayaan nasabah.

Hutang nasabah belum dapat dikatakan lunas selama tagihan terhadap pihak ketiga belum direalisir.

Syarat-syarat Cessie adalah:a. Bentuk akta otentik atau dibawah tangan tetapi sebaiknya

dibuat otentik.b. Kepastian jumlah piutang harus ditentukan tegas.c. Bukti/dasar piutangd. Tanggal penagihane. Pemberitahuan, atauf. Persetujuan/pengakuan nasabah asal/tertagih secara tertulis.

Page 82: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

Untuk surat-surat berharga atas unjuk dilakukan dengan penyerahan surat dimaksud. Sedangkan untuk surat-surat atas nama dilakukan dengan penyerahan suratnya disertai endosemen.

Pengikatan Cessie Piutang sebaiknya dibuatkan dengan suatu Akte Notaris dengan memuat hal-hak sebagai berikut:

a. Piutang-piutang tersebut hanya dapat diperhitungkan setelah hasil penagihan dipenuhi.

b. Lembaga keuangan tidak bertanggung jawab atas piutang-piutang yang tidak dapat ditagih dengan alasan apapun.

c. Daftar piutang tersebut harus diusahakan untuk diadakan spesifikasi selengkapnya seperti: nama yang berhutang, Jumlah piutang dan lain-lain.

Page 83: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

d. Harus dimintakan persetujuan dari si berhutang bahwa yang bersangkutan akan melakukan pembayaran hanya kepada Bank.

e. Harus diteliti dan benar adanya dasar hukum yang kuat dari piutang yang akan dicessiekan dan jumlahnya harus pasti

f. Sebelum akta cessie ditanda tangani perlu dibuat akta notariil perjanjian penyelesaian hutang antara bank dengan customer nasabah yang dalam satu pasalnya atau klausulanya menyebutkan cessie piutang tersebut hasilnya baru diperhitungkan untuk menyelesaikan hutang customer debiutur apabila hasil tagihan benar-benar telah secara efektif masuk dalam rekening customer nasabah yang ada dalam administrasi bank.

g. Akta cessie diusahakan notariil dan harus ditanda tangani oleh lembaga keuangan, customer nasabah dan disetujui serta ditanda tangani oleh tertagih.

Page 84: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

5. Kompensasi/Perjumpaan UtangKompensasi/perjumpaan hutang adalah suatu keadaan

dimana dua orang saling berhutang satu sama lain, sehingga antara mereka terjadi suatu perjumpaan dengan mana hutang-hutang antara mereka tersebut dihapuskan.

Contoh: A memperoleh pembiayaan dari kepada lembaga keuangan Rp50 juta. Tetapi sebaliknya A menjual kepada lembaga keuangan barang-barang seharga Rp20 juta. Karenanya kompensasi hutang A dengan sendirinya berkurang Rp20 juta.

Page 85: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

I. Kepailitan 1. PengertianKepailitan adalah suatu keadaan seorang nasabah telah berhenti membayar

utang-utangnya yang harus dinyatakan dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri. Keadaan pailit bisa diminta oleh nasabah sendiri, seorang atau lebih krediturnya, atau oleh Kejaksaan dalam hal kasus pidana.

Page 86: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Beberapa istilah yang timbul dengan adanya pernyataan pailit perlu diketahui:

a. Hakim KomisarisPada saat seorang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri, maka diangkatlah seorang Hakim Komisaris yang bertindak sebagai pengawas dalam penyelesaian kepailitan nasabah tersebut, serta mengawasi juga agar kepailitan berjalan dan diselesaikan sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku.

b. Balai Harta Peninggalan (BHP)Adalah badan yang bertindak sebagai kurator (curatrice) dalam kepailitan nasabah dan melaksanakan tindakan-tindakan pengurusan (behhersdaden) dalam hal diperlukan tindakan-tindakan penerusan perusahaan customer, jika ada.

Page 87: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Beberapa istilah yang timbul dengan adanya pernyataan pailit perlu diketahui:

c. AccordAdalah suatu rencana penyelesaian kepailitan yang diajukan oleh nasabah kepada para kreditur, pernyataan accord (perdamaian) mana harus disahkan oleh Pengadilan Negeri (homologatie accord).

d. InsolventieBilamana dalam rapat verifikasi tidak diajukan suatu accord atau suatu acoord telah diajukan oleh nasabah dalam keadaan pailit tetapi ditolak rapat verifikasi, maka boedel (harta) dengan sendirinya berada dalam keadaan insolventie (artinya keadaan si berhutang sudah sungguh pailit atau tidak mampu membayar utangnya).

Page 88: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Beberapa istilah yang timbul dengan adanya pernyataan pailit perlu diketahui:

e. LikuidasiSebagai akibat keadaan insolventie tersebut, maka oleh Balai Harta Peninggalan boedel kemudian dijual didepan umum. Dari hasil penjualan ini setelah dikeluarkan ongkos-ongkos yang diperlukan maka dibuatkan suatu daftar pembagian di mana ditentukan bagian yang dapat diterima dari hasil penjualan oleh setiap pembiayaan. Isi daftar pembagian ini harus disahkan oleh Pengadilan Negeri.

f. Rapat Verifikasi Adalah pertemuan-pertemuan yang diadakan antara para kreditur, nasabah dan Hakim Komisaris dibawah pimpinan Pengadilan Negeri, untuk memelihara dan memisahkan piutang-piutang (melakukan verifikasi) dan untuk mendapatkan daftar pembagian (uitdelingslijst).

Page 89: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Beberapa istilah yang timbul dengan adanya pernyataan pailit perlu diketahui:

g. Boedel PailitHarta terpailit baik yang sudah maupun yang akan diperoleh akan diperhitungkan untuk pemenuhan hutang/kewajiban terpailit.

h. Daftar Pembagian (Uitdelingslijst)Adalah salah satu daftar yang ditetapkan dalam rapat verifikasi dalam suatu keadaan pailit atau pada suatu accord, yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai masing-masing jumlah yang dibagikan kepada para kreditur.

i. Dicabut/berakhirnya kepailitan Dihentikan karena kekurangan hasil-hasil. Karena adanya homologatie accord (perdamaian yang telah disahkan

oleh pengadilan) Sesudah daftar pembagian beroleh kekuatan mengikat dari Pengadilan

Negeri.

Page 90: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

J. Penyitaan (Beslag)

1. PengertianPenyitaan atau beslag adalah tindak hukum yang dilakukan atau dilaksanakan oleh yang berwenang (antara lain Pengadilan, BUPLN, Polisi, Kejaksaan) atas barang-barang seseorang dengan tujuan untuk menjamin hak-hak atau piutang-piutang seorang penggugat (dalam perkara perdata) atau untuk mendapatkan suatu bukti (dalam perkara pidana).

Page 91: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Jenis-jenis penyitaan

a. Penyitaan RevindicatoirAdalah penyitaan atas suatu barang dilaksanakan atas permintaan pemilik barang tersebut yang berada pada kekuasaan orang lain, sebelum dan atau dalam rangka pemilik tersebut mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri untuk mendapatkan kembali barang miliknya.

Hal seperti ini dapat terjadi atas barang-barang jaminan pembiayaan, yang ternyata barang jaminan pembiayaan adalah milik pihak ketiga yang dijaminkan nasabah kepada Bank tanpa persetujuan yang tegas/pasti dari pihak pemiliknya.

Untuk itu perlu diperhatikan surat kuasa menjaminkan dari pemiliknya kepada nasabah apabila barang jaminan adalah milik pihak ketiga.

Page 92: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Jenis-jenis penyitaan

b. Penyitaan ConservatoirAdalah penyitaan atas barang dengan tujuan agar barang-barang tersebut tidak dihilangkan selama perkara yang bersangkutan sedang berlangsung. Hal tersebut dapat diajukan oleh lembaga keuangan apabila ada dugaan barang-barang jaminan yang dikuasai nasabah akan disembunyikan, dipindah-tangankan ataupun lain-lain perbuatan dengan maksud untuk menarik barang-barang tersebut dari kekuasaan lembaga keuangan.

Page 93: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

2. Jenis-jenis penyitaan

c. Penyitaan ExecutorialAdalah penyitaan atas suatu barang sebagai pendahuluan suatu eksekusi/suatu pelaksanaan keputusan Kepailitan yang telah memperoleh kekuatan hukum/pasti, dengan tujuan agar barang-barang tersebut kemudian akan dilelang di depan umum.

d. Rijden Beslag

Adalah penyitaan atas kendaraan yang meskipun perkaranya masih berlangsung walaupun kendaraan dalam keadaan disita tetapi boleh digunakan oleh pemiliknya. Misalnya kendaraan nasabah disita sehubungan perkara penyelesaian pembiayaannya, tetapi kendaraan tersebut

masih dapat digunakan oleh nasabah.

Page 94: Bab 3 sisi syariah dalam pembiayaan

3. Perlawanan (verzet)Adalah suatu upaya yang diajukan kepada Pengadilan Negeri untuk

mempertahankan suatu hak. Tuntutan perlawanan demikian dimajukan dan diperiksa dengan cara yang sama seperti cara bagi gugatan biasa.

Perlawanan (verzet) diajukan kepada:a. Keputusan Verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan dengan tanpa

hadirnya tergugat, walaupun untuk itu tergugat telah dipanggil dengan sempurna.

b. Penyitaan oleh yang terkena sita dengan alasan tertentu, misalnya karena yang disita untuk sementara itu telah memenuhi keputusaan.

c. Penyitaaan oleh pihak ketiga dengan alasan:1) Barang yang terkena sita adalah miliknya.2) Kepentingan pihak ketiga tersebut dirugikan.