bab 2 tinjauan teoritis 2.1 tinjauan teoritis

33
6 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anatomi dan fisiologi jantung Sistem kardiovaskular dapat dianggap sebagai sistem transportasi tubuh, sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah dan darah itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah adalah rute pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang perlu dibuang (Virtual Medical Centre, 2013). 2.1.1.1 Jantung Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk kerucut dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm,

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

6

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Anatomi dan fisiologi jantung

Sistem kardiovaskular dapat dianggap sebagai sistem transportasi tubuh,

sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah

dan darah itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah

adalah rute pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung

oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang

perlu dibuang (Virtual Medical Centre, 2013).

2.1.1.1 Jantung

Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk

kerucut dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm,

Page 2: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

7

terletak di antara dua paru-paru di sebelah kiri dari tengah dada,

memiliki empat ruang yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel

kiri dan ventrikel kanan (Virtual Medical Centre, 2013).

Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh

(Virtual Medical Centre, 2013).

Letak jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru

dan di belakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada

ke kanan. Kedudukannya yang tepat dapat di gambarkan pada

kulit dada kita (Evelyn C. Pearce, 2009).

Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2

sentimeter dari sternum, ke atas tulang rawan iga kedua kiri, 1

sentimeter dari sterneum, menunjuk kedudukan basis jantung,

tempat pembuluh darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri

antara iga kelima dan keenam, atau di dalam ruang intercostal ke

lima kiri, 4 sentimeter dari garis medial, menunjukkan

kedudukan apeks jantung, yang merupakan ujung tajam ventrikel

(Evelyn C. Pearce, 2009).

2.1.1.2 Struktur jantung

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot

jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari

bentuk dan susunannya sama dengan serat lintang, tetapi cara

bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita

(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2012).

Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding

tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding

Page 3: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

8

tebal disebut ventrikel (bilik) (Arif Muttaqin, 2012). Ini dibagi

oleh sebuah septum (sekat sehingga menjadi dua belah, kiri dan

kanan). Setiap ventrikel memiliki satu katup masuk searah dan

katup keluar searah. Katup trikuspidalis membuka dari atrium

kanan ke dalam ventrikel, dan katup pulmonalis membuka dari

ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonalis. Katup mitral

membuka dari atrium kiri kedalam ventrikel kiri, dan katup aorta

membuka dari ventrikel kiri ke dalam aorta (Kasron, 2012).

Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni otot

atrium, otot ventrikel, dan serabut otot eksitatorik dan konduksi

khusus. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara

yang sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-

otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus

eksitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab

serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktif,

justru mereka memperlihatkan pelepasan muatan listrik berirama

yang otomatis dalam bentuk potensial aksi atau konduksi

potensial aksi yang melalui jantung, yang bekerja sebagai suatu

sistem eksitatorik yang mengatur denyut jantung yang berirama

(Guyton & Hall, 2012).

Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus

sebuah membran yang disebut pericardium. Membran ini terdiri

dari atas dua lapis, pericardium visceral adalah membran serus

yang lekat sekali pada jantung dan pericardium parietal adalah

lapisan fibrus yang terlipat keluar dari basis jantung dan

membungkus jantung sebagai kantong longgar. Karena susunan

ini, jantung berada di dalam dua lapis kantong pericardium, dan

Page 4: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

9

diminyaki dari cairan itu, jantung dapat bergerak bebas (Evelyn

C. Pearce, 2009).

Di sebelah dalam jantung di lapisi endothelium. Lapisan ini di

sebut endocardium. Katup-katupnya hanya merupakan bagian

yang lebih tebal dari membran ini. Tebal dinding jantung

dilukiskan terdiri atas tiga lapis; Perikardium, atau pembungkus

luar; Miokardium, lapisan otot tengah; Endocardium, batas

dalam (Evelyn C. Pearce, 2009).

Dinding otot jantung tidak sama tebalnya. Dinding ventrikel

paling tebal dan dinding disebelah kiri lebih tebal dan dinding

ventrikel sebelah kiri lebih tebal dari dinding ventrikel sebelah

kanan, sebab kekuatan kontraksi ventikel kiri jauh lebih besar

daripada kanan. Dinding atrium tersusun atas otot yang lebih

tipis (Evelyn C. Pearce, 2009).

Anatomi fisiologis otot jantung menggambarkan suatu gambaran

histologi otot jantung yang khas, yang memperlihatkan serabut-

serabutnya yang terpisah, bergabung kembali, dan menyebar

kembali. Otot jantung itu berlurik-lurik dengan pola yang sama

dengan pola yang terdapat pada otot rangka yang khas.

Selanjutnya, otot jantung mempunyai miofibril-miofibril tertentu

yang mengandung filamen aktin dan miosin, yang hampir identik

dengan filamen yang dijumpai di dalam otot rangka; selama

kontraksi filamen-filamen ini terletak bersebelahan dan saling

menyisip terhadap satu sama lain seperti terjadi dalam otot

rangka (Guyton & Hall, 2012).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

10

Otot jantung sebagai suatu sinsitium, tampak daerah-daerah

gelap yang menyilang serabut-serabut otot jantung yang disebut

sebagai diskus interklatus, namun diskus interklatus sebenarnya

merupakan membrane sel yang memisahkan masing-masing sel

otot jantung satu sama lainnya. Jadi, serabut-serabut otot jantung

terdiri atas banyak sel otot jantung yang saling berhubungan dan

terletak bersisian satu dengan lainnya dalam suatu rangkaian

(Guyton & Hall, 2012).

2.1.1.3 Peredaran darah dan saraf jantung

Arteri koroner kanan berasal dari sinus anterior aorta berjalan ke

depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula dekstra

memberikan cabang-cabang ke atrium dekstra dan ventrikel

dekstra. Pada tepi inferior jantung menuju sulkus

antrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteri koronaria

kiri memperdarahi ventrikel dekstra. Arteri koronaria kiri lebih

besar dari arteri koronaria dekstra dari sinus posterior aorta

sinistra berjalan ke depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula

kiri masuk ke sulkus atrioventrikularis menuju ke apeks jantung

memberikan darah untukventrikek dekstra dan septum

interventrikularis. Aliran vena jantung: Sebagian darah dari

dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus

koronarius yang terletak di bagian belakang sulkus

atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena kardiak magna

yang bermuara ke atrium dekstra sebelah kiri vena kava inferior.

vena kardiak minimae dan media merupakan cabang sinus

koronarius, sisanya kembali ke atrium dekstra melalui vena

kardiak anterior, melalui vena kecil langsung ke ruang-ruang

jantung (Syaifuddin, 2012).

Page 6: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

11

Vena cava Superior dan inferior menuangkan darahnya ke dalam

atrium kanan. Lubang vena kava inferior dijaga katup seminular

Eustakhius. Arteri pulmonalis membawa darah keluar dari

ventrikel kanan. Empat vena pulmonalis membawa darah dari

paru-paru ke atrium kiri. Aorta membawa darah keluar dari

ventrikel kiri (Evelyn C. Pearce, 2009)

Lubang aorta dan arteri pulmonalis dijaga katup seminular.

Katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aortic, yang

menghindarkan darah mengalir kembali dari aorta ke ventrikel

kiri. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang

menghindarkan darah mengalir kembali ke dalam ventrikel

kanan (Evelyn C. Pearce, 2009).

After blood has passed through capillary networks in the

myocardium, it enters a series of cardiac veins before draining

into the right atrium through a common venous channel called

the coronary sinus. Several veins that collect blood from a small

area of the right ventricle do not end in the coronary sinus but

instead drain directly into the right atrium. As a rule, the cardiac

veins follow a course the closely parallels that of the coronary

arteries (Patton & Thibodeau, 2010).

Arteri koronaria kanan dan kiri yang pertama-tama

meninggalkan aorta dan kemudian bercabang menjadi arteri-

arteri lebih kecil. Arteri kecil-kecil ini mengitari jantung dan

menghantarkan darah ke semua bagian organ ini. Darah yang

kembali dari jantung terutama dikumpulkan sinus koronaria dan

langsung kembali ke dalam atrium kanan (Evelyn C. Pearce,

2009).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

12

Jantung di persarafi oleh serabut saraf simpatis, parasimpatis,

dan sistem saraf autonomi melalui fleksus kardiaksus. Saraf

simpatis berasal dari duktus simpatikus bagian servikal, torakal,

akan tetapi bagian atas saraf simpatis berasal dari nervus vagus.

Serabut afferent post ganglion berjalan ke nodus sinus atrialis

dan nodus atrioventrikularis yang tersebar ke bagian jantung

yang lain. Serabut afferen berjalan bersama nervus vagus dan

berperan sebagai reflek kardiovaskuler yang berjalan bersama

saraf simpatis (Syaifuddin, 2012).

2.1.1.4 Siklus jantung

Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan

sebuah denyut jantung sampai permulaan denyut jantung

berikutnya disebut siklus jantung. Setiap siklus diawali oleh

pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus.

Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan

dekat tampak masuk vena kava superior, dan potensial aksi

menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi melalui kedua atrium

dan kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel. Karena terdapat

pengaturan khusus dalam sistem konduksi dari atrium menuju ke

ventrikel, ditemukan keterlambatan selama lebih dari 0,1 detik

ketika impuls jantung dihantarkan dari atrium ke ventrikel.

Keadaan ini menyebabkan atrium akan berkontraksi mendahului

kontraksi ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam

ventrikel sebelum terjadi kontraksi ventrikel yang kuat. Jadi,

atrium itu bekerja sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel, dan

ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan utama

Page 8: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

13

untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah (Guyton &

Hall, 2012).

Gelombang kontraksi ini bergerak melalui berkas His kemudian

ventrikel berkontraksi. Gerakan jantung terdiri atas dua jenis,

yaitu kontraksi atau sistol, dan pengenduran atau diastole.

Kontraksi dari kedua atrium terjadi serentak dan disebut sistol

atrial, pengendurannya adalah diastole atrial. Serupa dengan itu

kontraksi dan pengenduran ventrikel disebut juga sistol dan

diastole ventrikel. Lama kontraksi ventrikel adalah 0,3 detik dan

tahap pengendurannya selama 0,5 detik. Dengan cara ini jantung

berdenyut terus-menerus, siang-malam, selama hidupnya. Dan

otot jantung mendapat istirahat sewaktu diastole ventrikuler

(Evelyn C. Pearce, 2009).

Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel

lebih lama dan lebih kuat. Dan yang dari ventrikel kiri adalah

yang terkuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh

untuk mempertahankan tekanan darah ke seluruh tubuh untuk

mempertahankan tekanan darah arteri sistematik. Meskipun

ventrikel kanan juga memompa volume darah yang sama, tetapi

tugasnya hanya mengirimkan ke sekitar paru-paru di mana

tekanannya jauh lebih rendah (Evelyn C. Pearce, 2009).

Menurut Udjianti (2010) siklus jantung mempunyai dua fase

yaitu fase diastolic dan fase sistolik. Selama fase diastolik

ventrikel kanan terisi darah dari antrium kanan sedangkan

ventrikel kiri terisi darah dari vena pulmonalis. Pada fase sistolik

darah di ventrikel kanan dipompakan ke dalam arteri pulmonalis

Page 9: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

14

menuju kapiler paru untuk proses oksigenasi. Sementara itu

darah dari ventrikel kiri dipompakan dan didistribusikan

keseluruh tubuh untuk membantu metabolisme jaringan.

2.1.1.5 Sirkulasi darah

Fungsi sirkulasi adalah untuk memenuhi kebutuhan jaringan

tubuh untuk mentransfer zat makanan ke jaringan tubuh untuk

mentransfer produk-produk yang tidak berguna untuk

menghantarkan hormone dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh

yang lain, dan secara umum, untuk memelihara lingkungan yang

sesuai di dalam seluruh cairan jaringan tubuh agar sel bisa

bertahan hidup dan berfungsi secara optimal (Guyton & Hall,

2012).

Kecepatan aliran darah yang melewati sebagian besar jaringan

dikendalikan oleh respon dari kebutuhan jaringan terhadap zat

makanan. Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk

memenuhi curah jantung dan tekanan arteri yang sesuai agar

aliran darah yang mengalir di jaringan sesuai dengan jumlah

yang dibutuhkan (Guyton & Hall, 2012).

Evelyn C. Pearce (2009) jantung adalah organ utama sirkulasi

darah. Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola,

dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena disebut

peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran dari

ventrikel kanan, melalui paru-paru ke atrium kiri adalah

peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.

2.1.1.6 Peredaran darah besar

Page 10: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

15

Darah meninggalkan ventrikel kiri jantung melalui aorta ini

bercabang menjadi arteri lebih kecil yang menghantarkan darah

ke berbagai bagian tubuh. Arteri-arteri ini bercabang dan

beranting lebih kecil lagi hingga sampai arteriola. Arteri-arteri

ini mempunyai dinding yang sangat berotot yang menyempitkan

salurannya dan menahan aliran darah. Fungsinya adalah

mempertahankan tekanan darah arteri dan dengan jalan

mengubah-ubah ukuran saluran mengatur aliran darah dalam

kapiler. Dinding kapiler sangat tipis sehingga dapat berlangsung

pertukaran zat antar plasma dan jaringan interstisial. Kemudian

kapiler-kapiler ini bergabung dan membentuk pembuluh lebih

besar yang disebut venula, yang kemudian juga bersatu menjadi

vena, untuk menghantarkan darah kembali ke jantung. Semua

vena bersatu dan bersatu lagi hingga terbentuk dua batang vena,

yaitu vena kava inferior yang mengumpulkan darah dari badan

dann anggota gerak bawah, dan vena kava superior yang

mengumpulkan darah dari bagian kepala dan anggota gerak atas.

Kedua pembuluh darah ini menuangkan isinya kedalam atrium

kanan jantung (Evelyn C. Pearce, 2009).

2.1.1.7 Peredaran darah kecil (sirkulasi pulmonal)

Darah dari vena tadi kemudian masuk kedalam ventrikel kanan

yang berkontraksi dan memompanya ke dalam arteri pulmonalis.

Arteri ini bercabang dua untuk menghantarkan darahnya ke paru-

paru kanan dan kiri. Darah tidak sukar memasuki pembuluh-

pembuluh darah yang mengaliri paru-paru. Di dalam paru-paru

setiap arteri membelah menjadi arteriola dan akhirnya menjadi

kapiler pulmonal yang mengitari alveoli di dalam jaringan paru-

paru untuk memungut oksigen dan melepaskan karbondioksida

Page 11: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

16

(Evelyn C. Pearce 2009). Kemudian kapiler pulmonal bergabung

menjadi vena dan darah dikembalikan ke jantung oleh empat

vena pulmonalis. Dan darahnya dituangkan ke dalam atrium kiri.

Darah ini mengalir masuk ke dalam ventrikel kiri. Ventrikel ini

berkontraksi dan darah dipompa masuk ke dalam aorta. Maka

kini mulai lagi peredaran darah besar (Evelyn C. Pearce, 2009).

Udema pulmonal menyertai kegagalan jantung sisi kiri. Cairan

jaringan berkumpul dalam paru-paru dan paru-paru ini menjadi

berfungsi lemah. Udema pulmonal juga dapat terjadi pada klien

yang overhidrasi (mendapat cairan terlampau banyak), paru-paru

menjadi penuh air dan ada kemungkinan ia “tenggelam” dalam

udema paru-parunya sendiri (Evelyn C. Pearce, 2009).

Sirkulasi portal, darah dari lambung, usus, pancreas, dan limpa

dikumpulkan di vena porta (pembuluh gerbang). Di dalam hati

vena ini membelah diri ke dalam system kapiler kemudian

bersatu dengan kapiler-kapiler arteri hepatica. Arteri ini

menghantarkan darah dari aorta kehati dan menjelajahi seluruh

organ ini. Persediaan darah ganda ini dikumpulkan sebuah sistem

vena yang bersatu membentuk vena hepatica. Vena ini

menghantarkan darahnya ke vena kava inferior kemudian ke

jantung. Bendungan (obstruksi) portal dapat terjadi bila satu atau

beberapa cabang vena portal terbendung, misalnya karna ada

cidera parah pada hati atau dalam beberapa keadaan pada

peradangan hepar. Bila obstruksi ini parah, dapat diikuti

komplikasi asites, yaitu penimbunan cairan berlebihan dalam

rongga peritoneum. Sirkulasi koroner (peredaran dalam jantung)

Page 12: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

17

menyediakan darah untuk jantung sendiri (Evelyn C. Pearce,

2009).

2.1.2 Pengertian

Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan

kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi

pompa jantung sehingga tidak mampu mempertahankan cardiac output

(CO) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

(Corwin, 2001; Price, 1995).

Heart Failure (HF) is a progressive condition with several stages as

outlined by the ACC/AHA Task Force (Stages A-D, see Fig. 5.1).

(Bender, 2011)

Heart Failure (HF) is an abnormal clinical syndrome involving impaired

cardiac pumping and or filling. HF, formerly called congestive HF, is the

terminology preferred today since not all patients will have pulmonary

congestion or volume overbad.

(Lewis, 2011)

Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur

atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh (Darmojo, 2012 cit Ardini 2011)

Page 13: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

18

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis

berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa

darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik

secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2012).

Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat

mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu

sindroma klinis berupa dispneu (sesak nafas), dilatasi vena dan edema

yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung

(Sudoyo, 2006).

2.1.3 Etiologi

2.1.3.1 Gangguan kontraksi otot jantung

a. Miokarditis

b. Infark miokard

c. Aritmia

d. Obat-obatan

2.1.3.2 Beban kerja jantung yang meningkat

a. Insufisiensi aorta

b. Insufisiensi mitral

c. Tranfusi yang berlebihan

d. Hipervolemia sekunder

e. Stenosis aorta

2.1.3.3. Gangguan pengisian jantung

a. Stenosis mitral

b. Stenosis trikuspid

Page 14: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

19

c. Tamponade jantung

d. Perikarditis

2.1.3.4 Meningkatnya kebutuhan tubuh akan oksigen

a. Anemia

b. Hipertiroidisme

c. Demam

d. Beri-beri

2.1.4 Tanda Gejala

Menurut Mansjoer dan Triyanti (2012). Manifestasi klinis dari gagal

jantung tergantung dari etiologinya, tetapi secara umum dapat digambarkan

sebagai berikut :

2.1.4.1 Sesak nafas (dyspneu)

Peningkatan tekanan pengisian bilik kiri menyebabkan transudasi

cairan ke jaringan paru. Penurunan compliance (regangan) paru

menambah kerja nafas. Sensasi sesak nafas juga disebabkan

penurunan aliran darah ke otot pernafasan. Awalnya , sesak nafas

timbul saat betraktivitas (dyspnea on effort) dan jika gagal jantung

makin berat sesak juga timbul saat beraktivitas.

2.1.4.2 Ortopnea (sesak saat berbaring)

Pada saat posisi berbaring, maka terdapat penurunan aliran darah

di perifer dan peningkatan volume darah di sentral (rongga dada).

Hal ini berakibat peningkatan tekanan bilik kiri dan udema paru.

Kapasitas vital juga menurun saat posisi berbaring.

2.1.4.3 Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada

malam hari disertai batuk- batuk.

2.1.4.4 Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung

akibat peningkatan tonus simpatik.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

20

2.1.4.5 Batuk- batuk

Terjadi akibat udema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh

atrium kiri yang dilatasi.Batuk sering berupa batuk yang basah dan

berbusa, kadang disertai bercak darah.

2.1.4.6 Mudah lelah

Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat

jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya

pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya

energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi

akibat distres pernafasan dan batuk.

2.1.4.7 Sianosis

Penurunan tekanan oksigen di jaringan perifer dan peningkatan

ekstraksi oksigen mengakibatkan peningkatan methemoglobin

kira-kira 5 g / 100 ml sehingga timbul sianosis.

2.1.4.8 Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral

akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.

2.1.4.9 Edema ( biasanya pitting edema ) yang dimulai pada kaki dan

tumit dan secara bertahap bertambah ke atas disertai penambahan

berat badan.

2.1.4.10 Hepatomegali (pembesaran hepar)

Terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini

berkembang maka tekanan pada pembuluh portal meningkat

sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen yang disebut

asites.

2.1.4.11 Anoreksia dan mual akibat pembesaran vena dan stasis vena di

dalam rongga abdomen

2.1.4.12 Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)

Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat

istirahat.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

21

2.1.5 Patofisiologi

Jantung yang normal dapat berespons terhadap peningkatan kebutuhan

metabolisme yang menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi

untuk mempertahankan kardiak output. Ini mungkin meliputi: respons

sistem syaraf simpatetik terhadap baro reseptor atau kemoreseptor,

pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap

peningkatan volume, vasokonstriksi arteri renal dan aktivasi sistem renin

angiotensin serta respon terhadap serum-serum sodium dan regulasi ADH

dari reabsorbsi cairan.

Kegagalan mekanisme kompensasi di percepat oleh adanya volume darah

sirkulasi yang di pompakan untuk menentang peningkatan resisitensi

vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek

waktu pengisian ventrikel dan arteri koronaria, menurunnya kardiak ouput

menyebabkan berkurangnya oksigenasi pada miokard.

Peningkatan tekanan dinding pembuluh darah akibat dilatasi menyebabkan

peningkatan oksigen dan pembesaran jantung (hipertropi) terutama pada

jantung iskemik atau kerusakan, yang menyebabkan kegagalan mekanisme

pemompa. (Junadi, Purnawan, 2013).

Patway

Preload

meningkat

Afterload

meningkat

Contractcility menurun

Perikarditis,

Temponade

Dysritmia, Obat-obatan

dan infark miokard

Stenosis aorta/hipertensi,

tranfusi >>

Page 17: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

22

Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel kiri

(Otot jantung menebal, mengeras, elastisitas

menurun, kemampuan kontraksi turun, ukuran

jantung membesar (LVH)

Penurunan ejeksi darah sistemik

Penurunan Cardiac output

pengeluaran katakolamin

peningkatan frekwensi denyut jantung,

peningkatan tahanan perifer

G3 perfusi pada jaringan periper

Bila tak tertanggulangi timbul dekompensasi

(tekanan darah turun) (nadi meningkat)

G3 perfusi jaringan

bendungan pada daerah

proksimal ventrikel kiri

Bendungan pada atrium kiri

Bendungan pada paru

Rh +/+, Sesak nafas, Asidosis

respiratorik

Oedem paru

Ggn pertukaran gas

Page 18: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

23

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

2.1.6.1 Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau

polisitemia vera

2.1.6.2 Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK

akut memperbutuk PPOM atau GJK kronis.

2.1.6.3 Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain

2.1.6.4 Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan

keseimbangan asam basa baik metabolik maupun

respiratorik. Gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis

respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan

PCO2 (akhir)

2.1.6.5 Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang

merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan

2.1.6.6 Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan

penyakit adrenal

2.1.6.7 Kecepatan sedimentasi (ESR) : mungkin meningkat, menandakan

reaksi inflamasi akut.

2.1.6.8 Tes fungsi ginjal : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap

fungsi hepar atau ginjal. Peningkatan BUN menandakan

penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin

merupakan indikasi gagal ginjal

2.1.6.9 Tes fungsi hati : Albumin/transferin serum : mungkin menurun

sebagai akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan

sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.

2.1.6.10 Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid

Page 19: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

24

2.1.6.11 Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran

ruang jantung, hipertropi ventrikel

2.1.6.12 Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang

menunjang penurunan kemampuan kontraksi.

2.1.6.13 Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema

paru. Bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi bilik atau

perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan

tekanan pulmonal.

2.1.6.14 Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.

2.1.6.15 Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople) : dapat

menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam

fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontratilitas

ventrikuler.

2.1.6.16 EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan

disritmia

(Sumber: Wajan Juni Udjianti, 2010)

2.1.7 Komplikasi

Menurut Barbara C. long (2010), komplikasi gagal jantung kongestif

adalah sebagai berikut :

2.1.7.1 Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler.

Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang

pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.

2.1.7.2 Aritmia: pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko

untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena

tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian

mendadak.

2.1.7.3 Trombus ventrikuler kiri: pada gagal jntung kongestif akut dan

kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output

Page 20: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

25

beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada

ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi

kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan

lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus

dapat terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident

(CVA)

2.1.7.4 Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan

darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati.

Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis

2.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung adalah memperpanjang hidup

pasien dengan mengembalikan kepastian fungsi menjadi normal atau

mendekati normal.

Pengobatan yang ideal pada gagal jantung adalah melakukan koreksi

terhadap penyakit yang mendasari, tetapi hal ini kadang-kadang tidak

mungkin dilakukan.

2.1.8.1 Dasar-dasar pengobatan gagal jantung

a. Koreksi terhadap penyakit yang mendasari.

1. Penyakit hipertensi

2. Pembedahan untuk penggantian katub.

b. Pencegahan dan pengobatan faktor predisposisi.

1. Pengobatan infeksi.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

26

2. Pembatasan konsumsi garam.

3. Mengontrol aritmia.

c. Memperbaiki kontraktilitas mikard.

1. Digitalis

2. Beta 1 adrenergik

3. Beta 2 adrenergik

d. Mengurangi beban jantung.

1. Aktivitas fisik diturunkan.

2. BB diturunkan.

3. Obat-obatan yang dapat menurunkan preload dan afterload.

e. Koreksi terhadap garam dan cairan.

f. Penyuluhan bagi pasien atat keluarga.

1. Memberi pengertian tentang penyakit dan faktor yang

memperberat keadaan.

2. Anjurkan melakukan aktivitas sesuai kemampuan fungsi

jantung.

3. Pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

2.1.9.1 Foto polos dada

a. Proyeksi A-P: konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung

hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.

b. Proyeksi RAO: tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium

kiri dan pembesaran ventrikel kanan

2.1.9.2 Elektro Kardiografi (EKG)

Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P

yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika

lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi

Page 22: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

27

2.2 Rencana Asuhan Klien Gagal jantung

2.2.1 Pengkajian

a. Aktivitas dan Istirahat

1. Gejala: Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa

berdenyut dan berdebar.

Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal

nokturnal, nokturia, keringat malam hari).

2. Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan

karena kerja, takpinea dan dispnea.

b. Sirkulasi

1. Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik

hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma

dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak,

hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia,

riwayat shock hipovolema.

2. Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1

keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak

teratur; fibrilasi arterial.

c. Integritas Ego

Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat,

gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup,

merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.

d. Makanan/Cairan

1. Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering

penggunaan diuretik.

2. Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes,

pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

28

e. Neurosensoris

1. Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing

2. Tanda: Kelemahan

f. Pernafasan

1. Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.

2. Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum

berwarna bercak darah, gelisah.

g. Keamanan

1. Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi

2. Tanda: Kelemahan tubuh

h. Penyuluhan/pembelajaran

1. Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.

2. Tanda: Menunjukan kurang informasi

2.3 Diagnosa Keperawatan

2.3.1 Penurunan cardiac output b/d perubahan kontraktilitas mikard.

Rasional:

Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak sanggup untuk berperan sebagai

pompa secara normal sehingga menghasilkan insufisiensi cardiac output

yang terjadi baik pada waktu istirahat atau aktivitas. Tindakan keperawatan

bertujuan untuk menurunkan beban kerja jantung sehingga akan

meningkatkan efisiensi jantung sebagai pompa.

2.3.2 Gangguan keseimbangan cairan (volume cairan) b/d penurunan cardiac

output.

Rasional:

Page 24: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

29

Dengan penurunan perfusi ginjal sebagai akibat sekunder dari penurunan

cardiac output cairan dan sodium akan menyebabkan juga penahanan

(retensi) potasium dengan resiko fatal dysritmia.

2.3.3 Pertukaran gas tidak efektif b/d perubahan membran alveolar capilary.

Rasional:

Pada kondisi normal pertukaran O2 dan CO2 terjadi pada membran alveoli

kapiler. Dengan adanya kelainan paru akan menyebabkan perubahan

membran alveoli kapiler. Pertukaran gas O2 dan CO2 akan terganggu dan

menjdi tidak efektif, yang mana hal tersebut akan mempengaruhi jantung

baik untuk tugasnya sebagai pompa atau untuk kebutuhan O2 metabolisme

jantung sendiri.

2.3.4 Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah.

Rasional:

Gagal janung kongesti terjadi ketika jantung tidak sanggup berperan

sebagai pompa secara normal, menghasilkan suatu insufisiensi cardiac

output yang terjadi baik waktu istirahat atau aktivitas. Tindakan perawatan

bertujuan menurunkan beban kerja jantung sehingga akan meningkatkan

efisiensi jantung sebagai pompa sehingga akan terjadi perbaikan sirkulasi

darah.

2.4 Perencanaan

2.4.1 Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas

miokard.

Tujuan: Penurunan cardiac output tidak terjadi

Kriteria standart:

Page 25: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

30

Subyektivitas standart:

a. Pasien mengatakan nyeri dada berkurang.

b. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

c. Pasien mengatakan dapat melakukan aktivitas sendiri.

Obyektifitas pasien:

a. Vital sign dalam batas normal.

b. Diaphoreses tidak ada.

c. Pengeluaran urine adekwat.

d. Sesak nafas berkurang.

Intervensi dan Rasionalisasi

a. Catat suara jantung

Rasionalisasi:

S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.

Irama Gallop sering ada (S3 dan S4) sebagai akibat masuknya darah ke

dalam bilik yang membesar. Murmur merupakan gambaran adanya

ketidak normalan/ stenosis katup.

b. Monitor tekanan darah

Rasionalisasi:

Pada awal, pertengahan, atau kronik CHF, tekanan darah meningkat

karena peningkatan SVR. Pada CHF yang berat, badan jantung tidak

bisa bertambah panjang agar untuk bisa kompensasi dan bisa terjadi

hipotensi yang berat/irreversible.

c. Monitor pengeluaran urine, catat penurunan pengeluaran urine, warna,

dan kekentalan urine.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

31

Rasionalisasi:

Sebagai akibat peningkatan bendungan vena, maka ginjal bereaksi

karena adanya penurunan cardiac output dengan retensi air dan sodium.

Pengeluaran urine biasanya menurun oleh karena perpindahan cairan

kembali ke dalam sirkulasi ketika berbaring.

d. Palpasi denyut peripher.

Rasionalisasi:

Penurunan cardiac output akan menyebabkan kelemahan denyut pada

arteri radialis, poplitea, dorsalis pedis, dan posttibial. Denyut dapat

cepat atau reguler dan mungkin terdapat pulsus alternans (denyut yang

kuat diselingi denyut yang lemah).

e. Lihat warna kulit, pucat atau cyanosis.

Rasionalisasi:

Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi peripher sebagai akibat

sekunder dari tidak adekwatnya cardiac output, vasokonstriksi, dan

anemia cyanosis terjadi oleh karena CHF yang sukar sembuh.

f. Istirahatkan pasien dengan posisi semi fowler pada tempat tidur atau

kursi. Bantu perawatan fisik sesuai indikasi.

Rasionalisasi:

Istirahat harus dijaga selama akut atau CHF yang sukar sembuh untuk

memperbaiki efisiensi dari kontraksi jantung dan mengurangi

kebutuhan O2 miokard dan beben kerja jantung.

g. Tinggikan kaki, hindari tekanan di bawah lutut. Menganjurkan aktive/

pasive exercise meningkatkan latihan jalan yang di toleransi.

Rasionalisasi:

Page 27: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

32

Akan menurunkan statis pada vena dan bisa mengurangi terjadinya

thrombus/emboli.

h. Colaborative:

Berikan O2 lewat nasal canule/masker sesuai indikasi.

Rasionalisasi:

Meningkatnya persediaan O2 untuk kebutuhan miokard untuk

menanggulangi hipoxia/iskemia.

Pemberian diuretik

Rasionalisasi:

Jenis dan dosis diuretik tergantung dari derajat gagal jantung dan

stadium dari fungsi ginjal. Pengurangan preload adalah penting dalam

pengobatan pada pasien dengan cardiac output yang relatif normal

yang disertai oleh gejalala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretik

akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.

Pemberian digoxin

Rasionalisasi:

Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan

denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi

dan memperpanjang periode refrakter dari AV junction untuk

meningkatkan efisiensi cardiac output.

2.4.2 Gangguan keseimbangan cairan (volume cairan) b/d penurunan cardiac

output.

Tujuan: Keseimbangan cairan tidak terganggu.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

33

Kriteria standart:

Subyektivitas standart:

a. Pasien mengatakan tubuhnya tidak bengkak lagi.

b. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.

Obyektifitas pasien:

a. Berat badan stabil

b. Vital sign dalam batas normal.

c. Edema tidak ada.

d. Suara nafas jelas.

e. Volume cairan stabil dengan pemasukan dan pengeluaran.

Intervensi dan Rasionalisasi

a. Monitor pengeluaran urine, catat jumlah, warna, dan berapa kali sehari.

Rasionalisasi:

Urine yang keluar mungkin sedikit dan pekat (terutama selama sakit)

karena penurunan perfusi ginjal. Tidur dengan posisi setengah duduk

dakan memperbaiki deuresis, oleh karena itu pengeluaran urine mungkin

meningkat pada malam hari/selama istirahat.

b. Monitor masukan dan pengeluaran dalam 24 jam.

Rasionalisasi:

Terpai diuretik menghasilakn pengeluaran urine yang banyak/mendadak

(hipovolemia), sekalipun edema, acites sudah tidak ada.

c. Jaga posisi bed rest dalam posisi semi fowler selama fase akut.

Rasionalisasi:

Page 29: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

34

Posisi setengah duduk meningkatkan filtrasi glomerulus dan menurunkan

produksi ADH, sehingga mempertinggi diuresis.

d. Monitor BB tiap hari.

Rasionalisasi:

Diuretik dapat menghasilkan perpindahan cairan dan hilangnya BB secara

cepat/berlebihan.

e. Nilai distensi leher dan pembuluh darah peripher. Awasi daerah-daerah

yang mudah terjadi edema dan catat adanya edema yang menyeluruh.

Rasionalisasi:

f. Ubah posisi sesering mungkin, tinggikan kaki ketika duduk, lihat

permukaan kulit jaga agar tetap kering, sediakan alas apabila ada indikasi.

Rasionalisasi:

Adanya edema, sirkulasi yang lambat, perubahan intake nutrisi, dan

bedrest yang lama merupakan kumpulan sterssor yang mempengaruhi

kelangsungan kesehatan kulit sehingga membutuhkan pengawasan yang

cermat.

g. Dengarkan suara nafas, catat peningkatan atau adanya suara seperti cracles

(gemeretak), dan whesing.

Rasionalisasi:

Volume caira yang berlebihan sering menyebabkan bendungan paru

(pulmonal). Gejala dari edema paru mungkin merupakan refleksi dari

gagal jantung kiri.

h. Monitor BP dan CVP.

Rasionalisasi:

Page 30: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

35

Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan adanya volume cairan yag

berlebihan dan mungkin direfleksikan pada bendungan pulmonal.

i. Colaborative: Pemberian diuretika.

Rasionalisasi:

Meningkatkan kecepatan pengeluaran urine dan mungkin menghambat

reabsorbsi dari sodium di tubulus renalis.

2.4.3 Pertukaran gas tidak efektif b/d perubahan membran alveolar capilary.

Tujuan: Pertukaran gas efektif.

Kriteria standart:

a. Menunjukkan ventilasi dan axygenasi jaringan yang adekwat dengan

ABGS/oxygenatori. Dalam pengukuran tersebut klien masih dalam batas

normal dan bebas dari tanda-tanda respiratory distress.

Klien mampu berpartisipasi dalam terapi sesuai kemampuan.

Intervensi dan Rasionalisasi

a. Auskultasi suara nafas, catat adanya cracles, dan whezing.

Rasionalisasi:

Hal tersebut menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan

sekret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.

b. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam.

Rasionalisasi:

Membebaskan jalan nafas agar jalan nafas efektif sehingga pemasukan O2

ke dalam tubuh adekwat.

c. Anjurkan pasien untuk sering mengubah posisi.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

36

Rasionalisasi:

Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d. Atur posisi fowler dan bed rest.

Rasionalisasi:

Mengurangi konsumsi/kebutuhan O2 dan merangsang pengembangan paru

secara maksimal.

e. Colaborasi pemberian O2 sesuai dengan indikasi.

Rasionalisasi:

Meningkatkan konsentrasi O2 alveolar yang akan mengurangi hipoxemia

jaringan.

f. Colaborasi pemberian:

1. Deuretik

Rasionalisasi:

Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran

gas.

2. Bronchodilator

Rasionalisasi:

Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas yang

menyempit.

2.4.4 Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah

Tujuan: Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.

Kriteria standart:

Page 32: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

37

Tanda Vital dalam batas normal yaitu: sistole: 100-140 mmHg, diastole: 70-

90 mmHg, nadi: 60-100 x/mnt, respirasi: 16-24 x/mnt.

Daerah perifer hangat.

Pasien tidak pucat/cyanosis.

Intervensi dan Rasionalisasi

a. Berikan posisi fowler atau semi fowler.

Rasionalisasi:

Fasilitas pengembangan diafragma, memperluas pertukaran gas, dan

mengurangi terjadinya hypoxia.

b. Observasi TTV

Rasionalisasi:

Pada mulanya tekanan darah bisa meningkat, kemudian apabila cardiac

output membahayakan maka tekanan darah akan turun. Perubahan TTV

menunjukkan gangguan dalam perfusi jaringan.

c. Anjurkan pasien istirahat di tempat tidur atau mengurangi aktivitas.

Rasionalisasi:

Dengan istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 miokard.

d. Kaji bila ada kecemasan.

Rasionalisasi:

Kecemasan meningkatkan katekolamin dimana akan meningkatkan kerja

jantung.

e. Jaga lingkungan nyaman dan tenang. Batasi pengunjung bila perlu.

Rasionalisasi:

Page 33: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis

38

Emosional akan meningkatkan kerja jantung.

f. Observasi adanya gangguan irama jantung.

Rasionalisasi:

Irama jantung yang tidak teratur menyebabkan cardiac output yang tidak

adekwat sehingga perfusi jaringan menurun.

g. Observasi adanya takikardi, perubahan pulse, kulit dingin, dan keringat

banyak.

Rasionalisasi:

Adanya tanda-tanda diatas merupakan petunjuk adanya perfusi jaringan

dimana hal tersebut akan memperburuk kondisi jantung.

h. sama dengan tim medis dalam EKG, pemberian O2, β blocker, obat yang

memudahkan BAB.

Rasionalisasi:

EKG: Segmen ST depresi dan gelombang T mendatar dapat

menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan O2 miokard.

O2: Meningkatkan O2 bagi miokard dan mencegah dari

hipoxia/ischemik.

β blocker: Efek menurunkan hearth rate dan sistole.

Obat yang memudahkan BAB:

Mekanisme kerja dari sistem pencernaan mempengaruhi dari

kerja jantung. Dengan pemberian laksatif, maka akan

mengurangi kerja jantung.