bab 2 tinjauan pustaka 2.1 defenisi dan morfologi...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Morfologi Rumput laut
Ribuan tahun sebelum masehi (SM), bangsa Cina sudah memanfaatkan rumput laut sebagai
makanan sehat dan obat-obatan. Kemudian pada 65 SM, bangsa Romawi mulai
menggunakannya untuk bahan kosmetik.
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada
substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai
batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya di karang,
lumpur pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat
pada tumbuhan lain secara epifitik.(Davidson, 1980)
Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta.
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas :
1. Rhodophyceae (ganggang merah)
2. Phaeophyceae (ganggang coklat)
3. Chlorophyceae (ganggang hijau)
4. Cyanophyceae (ganggang biru-hijau)
Beberapa jenis rumput laut Indonesia yang bernilai ekonomis dan sejak dulu sudah
diperdagangkan yaitu : Eucheuma sp, Hypnea sp, Gracilaria sp, Gelidium sp, dari kelas
Rhodophyaceae serta Sargassum sp dari kelas Phaeophyceae.
Eucheuma sp. dan Hypnea sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid
yang disebut karaginan (carrageenan). Gracilaria sp. dan Gelidium sp. menghasilkan metabolit
primer senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Sementara Sargassum sp. yang menghasilkan
metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut alginat. Rumput laut yang menghasilkan
karaginan disebut pula Carraginophyte (karaginofit), penghasil agar disebut agarophyte
(agarofit), dan penghasil alginat disebut alginophyte (alginofit).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Sargassum Sp.
Rumput laut jenis Sargassum sp ini umumnya memiliki bentuk thallus silindris atau gepeng.
Cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat. Bentuk daun melebar, lonjong atau seperti
pedang. Mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter. Warna thallus umumnya
coklat . Berikut ini adalah klasifikasi dari Sargassum sp.
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Phaeophycea
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum sp.
Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh Sargassum sp. antara lain thallus pipih, licin, batang
utama bulat agak kasar, dan holdfast (bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram.
Cabang pertama timbul pada bagian pangkal sekitar 1 cm dari holdfast. Percabangan berselang-
seling secara teratur. Bentuk daun oval dan memanjang berukuran (40x10) mm. Pinggir daun
bergerigi jarang, berombak, dan ujung melengkung atau meruncing. Vesicle (gelembung seperti
buah) berbentuk lonjong, ujung meruncing berukuran (7x1,5) mm, dan agak pipih. Rumput laut
jenis ini mampu tumbuh pada substrat batu karang di daerah berombak. (Othmer, 1986)
2.2.1 Potensi pemanfaatan Sargassum Sp.
Rumput laut sargassum telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan obat. Sebagai
sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable-gum), protein,
sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium.
Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti A,B1,B2,B6,B12, dan C;
betakaroten; serta mineral, seprti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi, dan yodium.
Hidrokoloid dari Rumput laut (Karaginan, Agar dan Alginat) sangat diperlukan
mengingat fungsinya sebagai gelling agent, stabilizer, emulsifier agent, pensuspesi, pendispersi
yang berguna dalam berbagai industri seperti industri makanan, minuman, farmasi dan kosmetik,
5
Universitas Sumatera Utara
maupun industri lainnya seperti cat tekstil, film, makanan ternak, keramik, kertas, fotografi dan
lain- lain.
2.2.2. Alginat
Alginat merupakan fikokoloid atau hidrokoloid yang diekstraksi dari alga coklat
(phaeophyceae). Senyawa tersebut merupakan suatu polimer linier yang disusun oleh dua unit
monomerik, yaitu β-D-mannuronic acid dan α-L-guluronic acid. Adapun rumput laut komersil
sebagai penghasil alginat yang berasal dari genus-genus Laminaria, Lessonia, Ascophyllum,
Sargassum dan Turbinaria.
Alginat menjadi penting karena penggunaanya yang cukup luas untuk dalam industri
antara lain sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk flim, pembentuk gel,
disintegrating agent, dan bahan pengemulsi. Sehubungan dengan fungsi tersebut maka alginat
banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, seperti farmasi (5%), tekstil (50%), makanan dan
minuman (30%), kertas (6%), serta industri lainnya (9%). Alginat diekstrak dari rumput laut
coklat (Phaeophyceae), misalnya Laminaria dan Sargassum. Asam alginat adalah suatu
polisacharida yang terdiri dari D-mannuronic acid dan L-guluronic acid yang merupakan asam-
asam karbosiklik (R-COOH) dengan perbandingan mannuronic acid/guluronic acid antara 0,3–
2,35.
β-D-mannuronic acid α-L-guluronic acid
Gambar 2.1 Struktur Alginat
Alginat berfungsi sebagai pemelihara bentuk jaringan pada makanan yang dibekukan,
counteract penggetahan dan pengerasan dalam industri roti berlapis gula, pensuspensi dalam
sirop, pengemulsi dalam salad dressing, serta penambah busa pada industri bir. Di bidang
bioteknologi, alginat digunakan sebagai algin-immobilisasi sel dari yeast pada proses produksi
6
O
O OH HO
COOH O
O OH HO
COOH
Universitas Sumatera Utara
alkohol. Di bidang farmasi dan kosmetik, alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau
garam sodium alginat dan kalsium alginat. (Anggadiredja.T.J. 1989)
Mineral esensial yang dikandung rumput laut sangat banyak, antara lain besi dan kalsium.
Kandungan kalsium rumput laut sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan susu, sehingga
rumput laut sangat tepat dikonsumsi untuk mengurangi dan mencegah gejala osteoporosis.
Rumput laut mengandung berbagai vitamin yaitu vitamin A, B kompleks, C, D, dan K.
Kandungan vitamin tersebut memberi nutrisi pada kulit sehingga kulit lebih lembab dan
kencang. Vitamin C bisa membantu menangkal radikal bebas.
Kandungan protein dan serat rumput laut juga sangat tinggi. Serat pada rumput laut bisa
membuat perut terasa lebih kenyang. Selain itu, rumput laut bisa meluruhkan lemak-lemak di
perut, sehingga bahan ini banyak dimanfaatkan untuk produk pelangsing.
Manfaat luar biasa rumput laut lainnya adalah kemampuannya untuk membantu proses
memperbarui jaringan kulit yang rusak sehingga banyak pula dipakai sebagai produk antikeloid.
Selain manfaat diatas juga terdapat manfaat yang lain, yaitu :
• Anti kanker, Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap, wanita
premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara
dibandingkan wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita Jepang yang selalu
menambahkan rumput laut di dalam menu mereka.
• Antioksi dan Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai antioksidan. Zat
ini membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya bagi
tubuh.
• Mencegah Kardiovaskular, Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke,
mengkonsumsi rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan
garam pada tubuh.
• Makanan Diet Kandungan serat (dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat ini
bersifat mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat
baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga Anda
akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan.
7
Universitas Sumatera Utara
• Secara tradisional, rumput laut dipercaya dapat mengobati batuk, asma, bronkhitis, TBC,
cacingan, sakit perut, demam, influenza, dan artritis.
http://kosmo.vivanews.com/news/read/13244-rawat_kulit_dengan_rumput_laut
2.3 Kitosan
2.3.1 Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β(1-4)2- asetamida 2-deoksi-D-
glucopyranosa (Muzzerelli,R.A.A.1997) dan kitin sebagai precursor kitosan pertama kali
ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Perancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi
dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan pada tahun 1820. (Rismana,2004)
Gambar 2.2 Struktur Kitin
Kitin murni mengandung gugus asetamida (NH-COCH3), dan kitosan murni mengandung
gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini akan mempengaruhi sifat-sifat kimia senyawa
tersebut.(Roberts,G.A.F,1992)
Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur (1,4)-2-amino-2-
deoksi β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kerangka crustaceae
(Muzzerelli,R.A.A.1997).
Kitosan ditemukan oleh C.Rouget pada tahun 1895, dia menemukan bahwa kitin yang
telah didihkan pada larutan KOH juga dapat diperlukan dengan NaOH panas maka akan terjadi
pelepasan gugus asetil (proses deasetilasi) yang terikat pada atom nitrogen menjadi gugus amino
bebas yang disebut dengan kitosan. (Vinvogrado,A.P,1971).
8
O H
OH
CH2OH
H
H
NHCOCH3
O H
O H
OH
CH2OH
H
H
NHCOCH3
O H
n
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur Kitosan
2.3.2 Kegunaan Kitin dan Kitosan
Dewasa ini aplikasi kitin da kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin, dan
kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat
cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida,
lemak tannin, PCB, (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi
afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentukan film
dan membran mulai terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara
dibidang pertanian dan pangan kitin dan kitosan digunakan sebagai pencampur ransum pakan
ternak, antimikrob, antijamur, serat bahan pangan, pestisida, herbisida, virusida, tanaman, dan
deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikrob dan
anti jamur juga diterapkan dibidang kedokteran kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan
Candida albican dan Staphvlacoccus aureus. Selain itu bipolimer tersebut juga berguna sebagai
antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa
kontak, aditif kosmetik, membran dialis, bahan shampoo, dan kondisioner rambut, zat
hemostatik, penstabil liposom, bahan ortoprdik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah
diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi.(Purwantiningsih,S.,1992)
Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan,
biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil,
industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyai antara
lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan bersifat resin penukar ion untuk
9
O H
OH
CH2OH
H
H
NH2
O H
O H
OH
CH2OH
H
H
NH2
O H
n
Universitas Sumatera Utara
meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan,
penstabilan minyak, rasa dan lemak dalam produksi industri pangan. (Rismana,2004)
Gambar 2.4 Struktur Alginat dilapisi kitosan dalam menyerap ion logam Kadmium
2.3.3 Pengolahan Kitin dan Kitosan
Kitin yang terdapat padat kulit atau cangkang ini masih terikat dengan protein, CaCO3, pigmen,
dan lemak. Berbagai teknik dilakukan untuk memisahkannya, tetapi pada umumnya ada tiga
tahapan yaitu deproteinisasi dengan NaOH encer, demineralisasi dengan HCl encer dan
deasitilasi dengan NaOH pekat
Beberapa penelitian menggunakan proses deproteinisasi dan demineralisasi yang berbeda,
ada yang demineralisasi dulu kemudian deproteinisasi atau sebaliknya. Pilihan pengolahan
tergantung dari tujuan penggunaan kitosan (Brine, 1984).
2.3.4 Deproteinisasi
Proses deproteinisasi ini dilakukan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada kulit atau
cangkang kepiting. Proses deproteinisasi ini menggunakan berbagai pereaksi seperti Na2CO3,
NaHCO3, KOH, Na2SO4, Na2S, Na3PO4 dan NaOH.
10
OH
OH
O O
O O
OH O (-) (+) Cd
O
OH
O O (-) (+) Cd
HO
O (+) Cd O (-)
NH2
O
O
HO O
O (-) (+) Cd
O
NH2 O
O
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kondisi Perlakuan dengan NaOH pada Proses Deproteinisasi
Sumber Konsentrasi NaOH
(N)
Suhu
(oC)
Lama Reaksi
(Jam)
Udang 0,125
0,25
0,75
1,25
100
65
100
100
0,5
1
-
0,5
Kepiting 0,50
1,00
1,00
1,00
1,25
1,25
65
80
100
100
85 – 90
100
2
3
36
72
1,5 – 2,25
24
Lobster 2,50
1,00
1,25
2,50
Suhu kamar
100
80 – 85
100
72
60
1
2,5
(Roberts,G.A.F, 1992).
Penggunaan enzim untuk memisahkan protein juga dilakukan dalam beberapa penelitian,
diantaranya dengan pepsin, setelah didemineralisasi sebelumnya dengan suatu zat. Perlakuan
dengan enzim ini masih menyisakan protein sekitar 5 % yang memerlukan proses lanjutan
(Roberts,G.A.F, 1992).
2.3.5 Demineralisasi
Proses demineralisasi bertujuan untuk memisahkan kitin dari CaCO3. Proses demineralisasi ini
menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl, HNO3, H2SO4, CH3COOH dan HCOOH.
Umumnya menggunakan HCl 50 % (Roberts,G.A.F, 1992).
11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kondisi Perlakuan dengan HCl pada Proses Demineralisasi
Sumber Konsentrasi HCl
(N)
Suhu (oC) Lama Reaksi
(Jam)
Udang 0,275
0,5
1,25
1,57
Suhu Kamar
Suhu Kamar
Suhu Kamar
20 – 22
16
-
1
1 – 3
Kepiting 0,65
1,0
1,0
1,57
2,0
11,0
Suhu Kamar
Suhu Kamar
Suhu Kamar
Suhu Kamar
Suhu Kamar
-20
24
12
-
5
48
4
Lobster 1,57
2,0
2,0
Suhu Kamar
Suhu Kamar
Suhu Kamar
11 – 14
5
48
(Roberts,G.A.F, 1992).
2.3.6 Deasetilasi
Kitin yang diperoleh dari proses deproteinisasi dan demineralisasi tidak dapat larut dalam
sebahagian besar pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin dideasetilasi
dengan pelarut alkali menjadi kitosan. Setelah melalui proses deasetilasi maka daya penyerapan
kitin akan meningkat dengan bertambahnya gugus amino (NH3) yang terdapat di dalamnya
(Muzzarelli, 1997).
Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil kitin melalui
perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Hwang dan Shin (2000) menggunakan larutan
NaOH 40 % dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70 oC selama 6 jam yang menghasilkan
12
Universitas Sumatera Utara
kitosan dengan derajat deasetilasi 92 %. Derajat deasetilasi kitosan tergantung dari konsentrasi
alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin dan berat jenis (Hwang dan Shin ,2000)
Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan makin rendah suhu atau makin singkat
waktu yang diperlukan dalam proses ini.
2.3.7 Klasifikasi Isoterm Adsorpsi
Terdapat 5 persamaan isoterm yang dapat digunakan untuk mengambil proses adsorpsi, yaitu
isoterm adsorpsi Langmuir, Freundlich, Temkin, Brunauer-Emmett-Teller (BET) dan dubirin.
Akan tetapi, hanya 2 persamaan pertama yang sering digunakan
a. Isoterm Langmuir
Isoterm Langmuir merupakan isoterm adsorpsi yang pertama dikembangkan secara
teoritis sekaligus menjadi dasar bagi banyak persamaan isoterm baru. Isoterm
Langmuir ini mengasumsikan bahwa adsorbat hanya membentuk lapisan tunggal
diatas permukaan adsorben yang homogen. Isoterm Langmuir juga dapat digunakan
untuk mengamati adsorpsi serempak 2 gas pada permukaan adsorben yang sama.
Pada kasus ini, kemungkinan terjadinya reaksi antara kedua gas tersebut harus
diperhatikan. Markham dan Benton adalah dua peneliti pelopor yang pertama kali
mengembangkan isoterm Langmuir untuk campuran gas biner dengan tetap menjaga
semua asumsi teori asli, yaitu permukaan adsorben diasumsikan homogen.
Beberapa hasil kemisorpsi menunjukkan bahwa kesahihan persamaan Langmuir
hanya terjadi pada kisaran yang pendek dan terbatas. Selain itu, perhitungan kalor
adsorpsi pada teori Langmuir tidak mempertimbangkan permukaan yang telah
menjerap adsorbat, sedangkan pada kenyataanya kalor adsorpsi akan turun seiring
dengan berkurangnya jumlah daerah luasan permukaan yang belum menjerap
adsorbat.
13
Universitas Sumatera Utara
b. Isoterm Freundlich
Isoterm Freundlich adalah bentuk terbatas dari isoterm Langmuir dan hanya bisa
diterapkan pada tekanan uap sedang. Isoterm Freundlich biasanya berlaku untuk
adsorpsi cairan pada permukaan padatan. Isoterm ini biasanya paling umum
digunakan, karena dapat mencirikan kebanyakan proses adsorpsi dengan baik (Pope,
2004). Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada sisi permukaan adsorben terjadi
proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Namun, Isoterm Freundlich tidak
memperkirakan keberadaan sisi-sisi permukaan yang dapat mengganggu terjadinya
adsorpsi saat kesetimbangan tercapai. Di sisi lain, hanya ada beberapa sisi aktif saja
yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Pope, 2004).
2.3.8 Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam
Muzzarelli (1977) menyatakan bahwa kitosan mengikat logam melalui pertukaran ion,
penyerapan dan pengkhelatan. Ketiga proses tersebut bergantung pada ion logam masing –
masing.
2.3.9 Sifat-sifa Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada
keadaan tertentu. Keterlarutan kitosan yang paling baik ialah dalam larutan asam asetat 1%,
asam format 10% dan asam sitrat 10%. Kitosan tidak dapat larut dalam asam piruvat, asam
laktat, dan asam-asam anorganik pada pH tertenu, walaupun setelah dipanaskan dan diaduk
dengan waktu yang agak lama. Keterlarutan kitosan dalam larutan asam format ataupun asam
asetat dapat membedakan kitosan dan kitin karena kitin tidak dapat melatut dalam keadaan
pelarut asam tersebut.
Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta memiliki
kegunaan yang beragam, antara lain sebagai perekat, aditif untuk kertas dan tekstil, penjernihan
yang beragam, antara lain sebagai perekat, penjernihan air minum, serta untuk mempercepat
14
Universitas Sumatera Utara
penyembuhan luka, dan memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan penkelat yang
kuat untuk ion logam transisi. Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi logam dan
membentuk kompleks kitosan dengan logam. (Robert,G.A.F,1992)
Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer. Kitosan
bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya tergantung pada
tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan sebagai polielektronik kationik,
sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan netral ataupun anionik.(Hwang dan
Shin,2001)
2.3.10 Sifat Fisik-Kimia pada Kitin
Kitin merupakan bahan yang tidak beracun dan bahkan mudah terurai secara hayati
(biodegradable). Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwarna putih dengan kalor
spesifik 0,373 ± 0,03 kal/g/oC (Knorr,1984).
Kitin hampir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa, tetapi larut dalam asam formiat,
asam metanasulfonat, N,N-dimetilasemida yang mengandung 5% litium klorida,
heksafluoroisopropil alkahol, heksafluoroaseton dan campuran 1,2-diklorotana-asam
trikloroasetat dengan nisbah 35:65 (%[V/V]).(Hirano,1986). Asam mineral pekat seperti H2SO4,
HNO3 dan H3PO4 dapat melarutkan kitin sekaligus menyebabkan rantai panjang kitin
terdegradasi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil. (Bastaman,1989)
2.4 Pendayagunaan Limbah Udang
Limbah udang yang mencapai 30-40% dari produksi udang beku belum banyak dimanfaatkan.
Menurut Moelyanto (1979), limbah udang selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, dapat juga
dipergunakan untuk keperluan industri. Pembuatan kitosan dari kulit udang dapat dipakai sebagai
bahan kimia untuk industri dan kertas. Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang
sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung
15
Universitas Sumatera Utara
kepala yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan ternak
(Mudjiman, 1982)
Kulit udang mengandung unsur yang bermanfaat yaitu protein kalsium dan kitin yang
mempunyai kegunaan dan prospek yang baik dalam industri. Protein dan kalsium dapat
digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pakan ternak sedangkan kitin dapat
dimanfaatkan sebagai surfaktan, zat pengemulsi, bahan tambahan untuk antibiotik dan kosmetik
(Knorr, 1984)
2.5 Pencemaran Logam
Penggunaan logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan
manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia melalui 2 jalur, yaitu :
1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air, tanah,
dan makanan
2. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri biasa
mempengaruhi kesehatan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda yang berasal
dari logam. Logam yang digunakan untuk membuat alat perlengkapan rumah tangga, seperti
sendok, garpu, pisau, dan berbagai jenis peralatan rumah tangga lainnya. Pesatnya pembangunan
dan penggunaan berbagai bahan baku logam biasanya berdampak negatif yaitu munculnya kasus
pencemaran yang melebihi batas sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat
yang tinggal di sekitar daerah perindustrian maupun masyarakat pengguna produk industri
tersebut. Hal itu terjadi karena sangat besarnya resiko terpapar logam berat maupun logam
transisi yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu.
Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling toksik, adalah
Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Co. Sementara itu, tingkat toksisitas terhadap manusia dari yang
paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, As, Cr, Sn, Zn. Polutan logam mencemari lingkungan, baik
16
Universitas Sumatera Utara
dilingkungan udara, air, dan tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses
alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi biasa memberikan kontribusi
ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang biasa menambah polutan bagi
lingkungan berupa kegiatan industri. Pencemaran logam, baik industri, kegiatan domestik,
maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke sungai atau laut dan selanjutnya
mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga
tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam.
2.5.1. Logam Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa,
mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Cd umumnya terdapat
dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium bisa membentuk
ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol, titik
leleh 321o C, dan titik didih 767oC.
Kadmium bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, serta dapat dimanfaatkan sebagai
pencampur logam lain, seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe). Cd terutama
terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng (Zn). Terdapat satu jenis mineral Cd di alam,
yaitu green ockite (CdS) yang terdapat dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari
kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara
dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan
penambagan, peleburan seng (Zn) dan timbal (Pb). Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal
dari populasi udara, keramik, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang
tercemar Cd, fungisida, pupuk, serta cat. (Widowati,W. 2006)
2.5.2 Logam Berat
Logam berat didefenisikan sebagai logam yang memiliki densitas atau kerapatan tinggi
merupakan pencemaran yang banyak dijumpai baik dilingkungan darat maupun di perairan.
Keberadaan logam berat akan membawa pengaruh pada kehidupan organisme di lingkungan
17
Universitas Sumatera Utara
(termasuk manusia), karena sifatnya yang meracun dan dapat menyebabkan kematian apabila
jumlahnya melewati ambang batas yang ditetapkan. Kandungan logam berat di lingkungan dapat
dikurangi dengan cara menyerapnya, salah satunya dengan menggunakan kitosan.
Beberapacontoh logam berat ialah Hg, Zn, Cd, Cu, Co, Pb, dan Cr. Proses penyerapan
logam berat pada kitosan dan modifikasinya berlangsung spontan (Karthikeyan et al., 2004)
Bahkan, Gotoh et al., (2004) menyatakan bahwa Cu2+, Co2+, dan Cd2+ mencapai kesetimbangan
adsorpsi hanya dalam 10 menit. Dalam proses adsorpsi logam berat dari limbah, kompetisi antar-
ion logam mungkin saja terjadi. Ion logam dengan afinitas tinggi pada kitosan akan memiliki
kapasitas adsorpsi yang tinggi pula. (Gotoh et al., 2004)
2.6 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometer serapan atom adalah metoda pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat
dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom
– atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi
oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisis. Fraksi atom – atom yang
tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan untuk
penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat beraneka ragam (Walsh,
1955).
2.6.1. Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-
atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan
berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini
merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA.
Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom logam dalam nyala, dapat
diringkaskan sebagai berikut : bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari
18
Universitas Sumatera Utara
logam yang akan diselidiki itu dilewatkan ke dalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara
berturutan dengan cepat :
1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat
2. Penguapan zat padat dilanjutkan dengan desosiasi menjadi atom-atom penyusun yang
mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal dari nyala ke tingkatan-tingkatan energi yang
lebih tinggi dan mencapai kondisi dalam mana mereka akan memancarkan energi.
( Vogel, A.I, 1992)
2.6.2 Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen berikut :
a. Unit atomisasi
b. Sumber radiasi
c. Sistem pengukur fotometrik
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah
unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-
benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus
dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi.
Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudian
dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke
kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui buffle. Dengan gas asetilen dan
oksidator udara tekan, temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur
dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang
dianalisis. (Khopkar, S.M, 1990)
19
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Gangguan Pada SSA dan Mengatasinya
Gangguan yang nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai
dengan konsentrasi unsur sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor
matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekuler yang bersifat menyerap radiasi.
Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cendrung
mengabsorbsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi
sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan
spektrum absorbsi atom netral yang memang akan ditentukan. Ada beberapa usaha untuk
mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan :
1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas
pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang
tinggi.
2. Menambahkan elemen pengikat gugus atau atom penyangga, sehingga terikat kuat
akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya, penentuan
logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam, yang lainnya akan
terjadi ikatan lebih kuat dengan anion penggangu.
3. Pengeluaran unsur penggangu dari matriks sampel dengan cara ekstraksi.
(Mulja.M, 1995)
20
Universitas Sumatera Utara