bab 2 renstra dinkes 2014-2018

82
BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAJAENGKA 2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Sebagaimana yang tertuang dalam PERDA Nomor 5 Tahun 2008, Bulan Februari 2008, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan adalah merupakan unsur pelaksana pemerintah Kabupaten Majalengka yang melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan bidang kesehatan. Maksud dan tujuan dibentuknya Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka dapat dilihat dari kedudukan, tugas pokok dan fungsi sebagi berikut : Kedudukan Dinas Kesehatan adalah unsur Pemerintah Kabupaten dibidang kesehatan, Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Tugas Pokok Tugas pokok Dinas Kesehatan adalah melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah dalam bidang kesehatan yang terdiri dari Pelayanan Kesehatan, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, Pembinaan Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan. Fungsi 1) Perumusan kebijaksanaan teknis operasional dibidang kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Bupati. RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-1

Upload: muhammadhidayatqurrohman

Post on 14-Apr-2016

262 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

ORGANISASI RUANG

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

BAB II

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN

KABUPATEN MAJAENGKA

2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan

Sebagaimana yang tertuang dalam PERDA Nomor 5 Tahun 2008, Bulan Februari

2008, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan adalah merupakan unsur pelaksana

pemerintah Kabupaten Majalengka yang melaksanakan urusan pemerintahan daerah

berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan bidang kesehatan.

Maksud dan tujuan dibentuknya Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka dapat

dilihat dari kedudukan, tugas pokok dan fungsi sebagi berikut :

Kedudukan

Dinas Kesehatan adalah unsur Pemerintah Kabupaten dibidang kesehatan, Dinas

Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah

Tugas Pokok

Tugas pokok Dinas Kesehatan adalah melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah

dalam bidang kesehatan yang terdiri dari Pelayanan Kesehatan, Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit, Pembinaan Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan.

Fungsi

1) Perumusan kebijaksanaan teknis operasional dibidang kesehatan berdasarkan

kebijaksanaan Bupati.

2) Pelaksanaan teknis fungsional dibidang kesehatan berdasarkan kebijaksanaan

pemerintah pusat.

3) Pemberian perizinan, pembinaan dan pelaksanaan pelayanan umum dibidang

kesehatan.

4) Pembinaan terhadap unit pelaksanaan teknis dinas dalam lingkungan dinasnya.

5) Penyelenggaraan pelayanan teknis administrasi instansi ketata usahaan keuangan

dan kepegawaian serta penyusunan program evaluasi dan pelaporan dinas.

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas, Dinas Kesehatan

mempunyai Struktur Organisasi, sebagai berikut :

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-1

Page 2: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

KEPALA DINAS KESEHATAN

H. ALIMUDIN., S.Sos., MM., MMKes

NIP. 19610910 198203 1 015

SEKRETARIAS DINAS KESEHATAN

Drg. PUDJI WIHARTI

19601016 198901 2 001

Ka.SUB BAGIAN KEUANGAN

Dian Tisna Yuliawati,S.Sos.,MSi

NIP. 19631103 199503 2 001

BIDANG PELAYANAN KESEHATAN

Hj. ENTIN HELIATI, BSc.,S.SOS

NIP. 19590921 198303 2 009

SEKSI KESEHATAN KELUARGA DAN PELAYANAN KB

Dr. Hj. IIS KUSMAWATI, M.Kes

NIP. 19720701 200212 2 002

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

SEKSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR, KHUSUS DAN RUMAH SAKIT

Dr. H. NARWANTO., MMKes

NIP. 19720701 200212 1 002

BIDANG PENCEGAHAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

H. AANG SUDRAJAT, SKM.

NIP. 19601016 197706 1 002

SEKSI IMUNISASI, SURVEILANS

DAN MATRA

IDA HERIYANI, SKM.

NIP. 19790611 200501 1 017

SEKSI PENGENDALIAN PENYAKIT

DRS. M. ADE SYAHBUDIN, M.EPID.

NIP. 19620306 198410 1 005

BIDANG PROMOSI DAN JAMINAN KESEHATAN

Dr. H. Jajang Setiawan, MKM

NIP. 140 367 779

SEKSI JAMINAN KESEHATAN

Dr. H. HUDA GINANJAR R,M.Mkes

NIP. 19710822 200212 1 003

SEKSIPROMOSI KESEHATAN

IYUS RISMAYADI, AMK., S.Sos

NIP. 19640704 199203 1 005

BIDANG SUMBER DAYA KESEHATAN

SEKSI REGULASI KESEHATAN

SRI HERLIANAI, SH.

NIP. 19631105 199203 2 002

SEKSI KEFARMASIAN, ALKES, PENGAWASAN KOSMETIKA, MAKANAN DAN MINUMAN

FARIDA RACHMAWATI,S.Si,Apt

NIP. 19830707 200901 2 003

Ka. SUB BAGIAN UMUM

-Abdul Hasyim

NIP. 19621005 198203 1 013

SEKSI GIZI

H. DEDI RUHENDI., SKM., MKM

NIP. 19610115 198207 1 002

SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN

NANANG WARDHANA, S.SOS, SKM.,M.EPID

NIP. 19710925 199503 1 003

N UPTD

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-2

Page 3: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

1.

2.

2.1

2.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan

Ada tiga institusi kesehatan yang memerlukan kecukupan tenaga, baik dari segi

jumlahnya, komposisinya dan kompetensinya, yaitu (1) Dinas Kesehatan, (2) Puskesmas

dan pelayanan di tingkat desa serta (3) RSUD.

2.2.1 Ketenagaan Dinas Kesehatan

Tabel- 1. Situasi Ketenagaan Dinkes, 2009-2011

No Jenis Tenaga 2009 2010 2011

2 Dokter Umum 2 2 2 3 Dokter Gigi - 1 1 4 Sarjana dan Magister Kesmas 18 19 21 5 S1 Sanitasi 2 2 2 6 D3 Sanitasi 5 4 4 7 D1 Sanitasi 2 2 2 8 Apoteker 3 2 2 9 S1- Farmasi - - -

10 D-3 Farmasi - - - 11 Ass. Apoteker 4 4 4 12 D-IV/S-1Gizi 2 4 4 13 D-III Gizi 1 1 1 14 D-I Gizi - - - 15 S1- Keperawatan 2 3 3 16 DIII Keperawatan 6 7 7 17 SPK 1 - - 18 D IV Kebidanan 1 1 1 19 DIII Bidan 3 2 2 20 D I Bidan 2 3 3 21 D3 Kesehatan Gigi 1 1

54 58 60 Sumber: Profil Dinas Kesehatan Majalengka, 2009-2011

Kab. Majalengka

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-3

Page 4: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Ada 60 orang yang bekerja di Dinas Kesehatan (data 2011), seperti disampaikan dalam

tabel berikut. Data dalam tabel tersebut tidak menjelaskan apakan dari 21 sarjana dan S2

kesmas terdapat 4 tenaga S2 epidemilogi. Diketahui dari keterangan Dinas Kesehatan

Kabupaten Majalengka, bahwa meski jumlah tenaga S2 Epidemiologi sudah mencukupi (4

orang), ternyata tidak semua menjalanka fungsinya sebagai epidemiolog. Ini menjadi isu

penting dalam penempatan tenaga kesehatan khususnya dalam hal kompetensi dan

profesionalisme.

Paling tidak diperlukan dua epidemiolog untuk kabupaten sebesar dan seluas Majalengka.

Disamping epidemilogi, juga diperlukan tenaga ahli bidang promosi kesehatan untuk

mengatasi berbagai masalah perilaku kesehatan seperti telah disampaikan dimuka.

2.2.2 Ketenagaan RSUD Cideres dan RSUD Majalengka

Tabel- 2.2. Ketenagaan RSUD Cideres dan RSUD Majalengka, 2011

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-4

Page 5: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Cideres Majalengka Cideres Majalengka Cideres Majalengka

1 Dokter Umum 12 13 13 18 14 182 Dokter Gigi 3 2 2 1 2 12 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1 1 1 13 Dokter Spesialis Anak 1 1 1 13 Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi 3 2 2 14 Dokter Spesialis Bedah 1 1 1 24 Dokter Spesialis Radiologi 15 Dokter Spesialis Anastesi5 Dokter Ahli 10 96 Dokter Spesialis Lain 4 5 6 56 Dokte Spesialis Gigi Mulut7 Perawat (S-1) 10 3 9 8 8 87 Perawat (D3) 105 75 106 98 112 988 Perawat ( SPK) 37 62 35 58 34 588 Bidan 22 18 20 24 20 249 Apoteker 2 2 1 2 2 29 Pengatur Rawat Rongten 1

10 Penata Anastesi 3 3 3 3 3 310 Analis Laboratorium 1 4 4 2 211 S1 Kesmas 1 3 1 3 2 311 S2 Kesmas 5 512 S1 Gizi 1 1 112 Sarjana Muda/D III Gizi 10 6 3 5 3 513 Asisten Apoteker 6 9 913 Ahli Madya Rekam Medis 1 114 Fisioterapis 1 1 1 1 114 Fisio/Ocupasiterapi 3 1 115 Tenaga Teknis Elektromedik 3 3 1 2 1 215 Sarjana Ekonomi 5 3 1 2 116 Sarjana Hukum 116 Sarjana Administrasi 14 14 9 14 917 Akademi Komputer 3 3 317 Tenaga Lainnya: Terapiwicara 118 Tenaga Lainnya: MRS 1 1 118 Tenaga Lainnya: Perawat Gigi 2 3 2 3 2 319 Tenaga Lainnya: Radiologi 3 3 1 3 119 Tenaga Lainnya: Sanitasi 4 4 4 4 3 420 Tenaga Lainnya: Non Medis 124 114 121 160 133 16020 Tenaga Lainnya: Farmasi 16 1 15 1621 Tenaga Lainnya: Analis Kesehatan 2 4 12 6 14 621 Tenaga Lainnya: Fisika Medis 1 1 122 Tenaga Lainnya: Pembantu Ahli Gizi 4 4 4

*Jenis Ketenagaan di atas mengacu kepada Permenkes No. 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit

Sumber: Profil RS Cideres dan Majalengka, 2009-2011

RS Cideres ( Mars1,MKM2, M Adm1,RSUD MJLK ( MM,MPd,Maadm)

Jenis Ketenagaan*No2009 2010 2011

( RSUD Cideres Magister RS 1, Magister Adm 3 ), RSUD Mjlk Mars 2,MKM 2, MM 2, Madm1, Mpd 1, M Hukm 1

(RS Cideres MARS, M adm1),RSUD ,MM1,Mpd 1 ,Madm 1

Data dalam tabel di atas memperlihatkan bahwa baik RSUD Cideres mapun RSUD

Majalengka sudah mempunyai tenaga spesialis 4 besar (Penyakit Dalam, Anak, Obgyn

dan Bedah).

Yang belum tersedia adalah tenaga dokter ahli anestesi. Tenaga ahli bedah ortopedi ada di

RS Majalengka dan bekerja sebagai dokter paruh waktu(part time). Tenaga ahli madya

rekam medis hanya ada di RSUD Cideres dan belum ada di RSUD Majalengka.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-5

Page 6: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

2.2.3 Ketenagaan di Puskesmas

Tabel- 2.3. Ketenagaan di Puskesmas, 2009-2011

No Puskesmas DokterDokter

GigiPerawat Bidan

Perawat Gigi

ApotekerTenaga Teknis

Farmasi

Tenaga Gizi

Sanitarian PromkesRekam Medis

Analis Kesehatan

Nakes Lain

Adm/ Perkarya

Jumlah

1 Lemahsugih 2 0 12 21 0 0 0 1 2 0 0 0 1 3 422 Bantarujeg 2 1 19 13 3 0 2 1 1 0 0 1 0 7 503 Cikijing 2 1 25 22 4 0 2 1 1 0 0 2 1 11 724 Cingambul 2 0 19 18 2 0 1 1 1 0 0 0 0 2 465 Talaga 3 1 21 22 3 0 1 1 1 0 0 1 4 16 746 Banjaran 0 0 10 16 2 0 1 1 1 1 0 0 1 4 377 Argapura 1 0 13 22 2 0 0 0 1 0 0 0 1 5 458 Maja 1 1 13 24 2 0 1 1 1 0 0 1 2 6 539 Majalengka 2 1 8 12 1 0 1 1 1 0 0 1 1 7 36

10 Munjul 1 0 10 12 1 0 1 1 2 0 0 0 2 6 3611 Cigasong 1 0 9 16 1 0 1 1 1 0 0 0 1 5 3612 Sukahaji 1 0 12 15 2 0 1 1 1 0 0 0 0 5 3813 Salagedang 1 0 8 10 1 0 1 0 1 0 0 0 1 5 2814 Rajagaluh 2 1 10 22 2 0 1 1 2 0 0 1 2 6 5015 Sindangwangi 2 0 9 17 1 0 1 0 2 0 0 0 0 5 3716 Leuwimunding 2 1 7 19 1 0 1 1 1 0 0 1 0 4 3817 Waringin 3 1 6 19 1 0 1 1 2 0 0 0 1 3 3818 Jatiwangi 3 1 20 14 2 0 1 1 2 1 0 1 0 12 5819 Loji 1 0 18 15 2 0 1 1 1 0 0 0 0 5 4420 Kasokandel 2 1 10 16 1 0 1 1 1 1 0 0 1 7 4221 Panyingkiran 2 0 7 12 1 0 1 1 1 0 0 0 1 4 3022 Kadipaten 2 1 13 18 1 0 1 1 2 0 0 0 0 6 4523 Kertajati 2 0 10 10 1 0 0 1 2 0 0 1 0 8 3524 Sukamulya 1 0 8 8 1 0 0 0 3 0 0 0 0 3 2425 Jatitujuh 2 1 19 13 1 0 1 1 2 0 0 1 2 10 5326 Panongan 1 0 6 10 1 0 0 1 1 0 0 0 0 5 2527 Ligung 2 0 11 17 1 0 2 1 2 1 0 1 1 10 4928 Sumberjaya 2 1 9 20 1 1 0 1 2 0 0 0 0 3 4029 Malausma 1 0 5 10 0 0 1 0 2 0 0 0 0 2 2130 Balida 2 0 6 15 1 0 1 2 1 0 0 0 0 5 3331 Sindang 1 0 13 12 1 0 1 0 1 0 0 0 0 2 31

52 13 366 490 44 1 28 26 45 4 0 12 23 182 1.286 Sumber: Rifaskes, 2011

Kab. Majalengka

Data situasi ketenagaan di Puskesmas seperti disampaikan dalam tabel berikut

menujukkan bahwa belum semua Puskesmas memiliki tenaga sesuai dengan standar

kebutuhan untuk melaksanakan fungsi Puskesmas. Sebagai catatan, Puskesmas sebagai

unit pembina kesehatan wilayah mempunyai 4 fungsi pokok, yaitu sebagai berikut:

1. Melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) termasuk promosi kesehatan,

upaya pencegahan penyakit dan kesehatan lingkungan

2. Melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan, yaitu pelayanan pengobatan dan

rujukan

3. Meningkatkan peran serta dan memberdayakan masyarakat

4. Mendorong pembangunan berwawasan kesehatan, yaitu melalui kerja sama lintas

sektor

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-6

Page 7: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Dari data dalam tabel terlihat adanya beberapa kekurangan tenaga di beberapa

Puskesmas. Secara umum, jenis tenaga yang masih kurang adalah sebagai berikut:

a) Dokter gigi

b) Apoteker

c) Tenaga promosi kesehatan

d) Tenaga analis kesehatan

2.2.4. Obat dan Bahan Medis

Tabel- 3. Ketersediaan Obat di Dinas Kesehatan 2009-2011

2009 2010 20111 Analgesik- Antipiretik, Antiimflamasi non-steroid, Antipirai 276% 92,2% 30,4%2 Anestetik 302% 100,4% - 3 Antialergi dan obat untuk anafilaksis 116% 66,5% 18,3%4 Antidot dan obat lain untuk keracunan 100% 43,0% - 5 Antiepilepsi dan antikonvulasi 169% 558,6% - 6 Antiinfeksi 206% 120,9% 40,4%7 Antimigren 57% 40,9% - 8 Antineoplatik, imonosupresan dan obat untuk terapi paliatif - - - 9 Antiparkinson 100% - -

10 Obat yang mempengaruhi darah - 58,0% - 11 Produk darah dan pengganti plasma - - - 12 Diagnostik - - - 13 Antiseptik dan desinfektan 132% 241,7% - 14 Obat dan bahan untuk gigi mulut 84% 121,7% - 15 Hormon, obat endokrin lain dan kontraseptik 51% 118,3% - 16 Obat Kardiovaskuler 100% 108,8% 30,5%17 Obat gagal jantung 678% 65,6% - 18 Obat topikal untuk kulit 133% 161,7% 10,3%19 Larutan elektrolit, nutrisi dan lain-lain 87% 95,6% 17,2%20 Obat untuk mata 100% 197,0% - 21 Oksitosik 100% 72,3% - 22 Psikofarmaka 100% 117,0% - 23 Relaksan otot perifer da penghambat kolinesterase 100% - - 24 Obat untuk saluran cerna 960% 117,3% 21,1%25 Obat untuk saluran napas 92% 139,4% 48,3%26 Obat yang mempengaruhi sistem imun (termasuk vaksin) 1% - - 27 Obat untuk telinga, hidung dan tenggorokan 100% 260,8% - 28 Vitamin dan mineral 81% 155,6% 23,9%

* SK Menkes No. 2500 Tahun 2011: DOEN untuk Puskesmas Tahun 2011

No Nama Kelas Terapi*% Kecukupan

Data dalam tabel menunjukkan bahwa estimasi kebutuhan dan perencanaan obat masih

belum akurat. Ada jenis obat yang tidak mencukupi dan ada pula jenis obat yang lebuih

dari cukup.

Ketidakcukupan obat menyebabkan mutu pelayanan kesehatan tidak baik, sedangkan

kelebihan stok obat menyebabkan inefisiensi dan kerugian ekonomi.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-7

Page 8: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

2.2.5 Sarana dan Fasilitas Kesehatan

Setiap kecamatan sudah memilki Puskesmas, dibantu oleh sejumlahPuskesmas Pembantu,

Puskesmas Keliling, Poskesdes dan Bidan di desa.

Tabel- 4. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Majalengka, 2009 s.d. 2011

No Sarana Kesehatan 2011 2010 2009

1 Rumah Sakit Umum (Pemda dan Swasta) 3 2 22 Rumah Sakit Khusus 1 1 13 Puskesmas Perawatan 9 9 74 Puskesmas Non Perawatan 22 22 235 Puskesmas Keliling 33 33 336 Puskesmas Pembantu 72 72 727 Rumah Bersalin 9 10 98 Balai Pengobatan/ Klinik 19 18 179 Praktek Dokter Perorangan (Umum, Spesialis, Drg) 169 324 177

10 Praktek Bidan 499 11 Poskesdes 195 195 193 12 Posyandu 1.418 1.416 114013 Apotek 67 58 6814 Toko Obat 43 51 5115 GFK 1 1 1

Sumber: Profil Kesehatan Majalengka, 2009-2011

Sarana pelayanan rawat inap disediakan di RSUD dan Puskesmas. Tabel berikut

memperlihatkan bahwa tingkat hunian rawat inap (BOR) di RSUD masih rendah, yaitu

dibawah 60%.

Sedangkan BOR fasilitas rawat inap di Puskesmas mencapai hampir 70%. Padaa tahun

2009 dan 2010 angka tersebut adalah 86,6% dan 88,5%. Ini menunjukkan bahwa peranan

Puskesmas melayani rawat inap cukup tinggi. Atau dapat pula dikatakan bahwa

permintaan maasyarakat akan pelayanan rawat inap di Puskesmas cukup tinggi.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-8

Page 9: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

2.2.6 Pembiayaan Kesehatan

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

SISA

ANGGARAN2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013

1 2 3 4 5 6

1 PENDAPATAN 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00

1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00

1.1.1 Pendapatan Pajak Daerah

1.1.2 Pendapatan Retribusi Daerah 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00

1.1.3Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

1.1.4 Lain-lain pendapatan Asli Dareah yang Sah

1.2 PENDAPATAN TRANSFER 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana perimbangan

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Jumlah 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00

2 BELANJA 54,582,572,075.00 62,002,636,616.00 71,656,924,285.00 80,849,109,648.00 98,459,803,659.50 53,533,514,364.00 55,153,409,974.00 66,829,345,994.00 77,447,183,652.00 92,971,078,578.00 1,049,057,711.00

2.1 BELANJA OPERASI 46,031,547,575.00 58,212,836,616.00 68,115,667,906.00 70,898,472,863.00 82,458,171,659.50 45,035,564,364.00 52,394,099,974.00 64,616,900,994.00 68,075,846,802.00 79,460,191,378.00 995,983,211.00

2.1.1 Belanja Pegaw ai 37,987,784,453.00 43,959,195,875.00 49,936,581,360.00 57,253,026,477.00 64,083,331,355.50 37,690,323,372.00 41,793,050,594.00 48,351,005,227.00 55,477,366,245.00 61,424,087,157.00 297,461,081.00

2.1.2 Belanja Barang 8,043,763,122.00 14,253,640,741.00 18,179,086,546.00 13,645,446,386.00 18,374,840,304.00 7,345,240,992.00 10,601,049,380.00 16,265,895,767.00 12,598,480,557.00 18,036,104,221.00 698,522,130.00

2.2 BELANJA MODAL 8,551,024,500.00 3,789,800,000.00 3,541,256,379.00 9,950,636,785.00 16,001,632,000.00 8,497,950,000.00 2,759,310,000.00 2,212,445,000.00 9,371,336,850.00 13,510,887,200.00 53,074,500.00

2.2.1 Belanja Tanah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2.2.2 Belanja Peralatan dan Mesin 3,697,075,000.00 388,800,000.00 187,950,000.00 1,756,409,306.00 3,149,236,000.00 3,656,084,600.00 374,466,000.00 139,587,000.00 1,692,654,850.00 2,216,159,900.00 40,990,400.00

2.2.3 Belanja Gedung dan Bangunan 4,850,949,500.00 3,401,000,000.00 3,353,306,379.00 8,194,227,479.00 12,852,396,000.00 4,838,867,900.00 2,384,844,000.00 2,072,858,000.00 7,678,682,000.00 11,294,727,300.00 12,081,600.00

2.2.6 Belanja Aset Lainnya 3,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,997,500.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,500.00

2.3 BELANJA TIDAK TERDUGA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2.4 TRANSFER 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2.4.1 TRANSFER BAGI HASIL KE DESA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Jumlah 54,582,572,075.00 62,002,636,616.00 71,656,924,285.00 80,849,109,648.00 98,459,803,659.50 53,533,514,364.00 55,153,409,974.00 66,829,345,994.00 77,447,183,652.00 92,971,078,578.00 1,049,057,711.00

Surplus/(Defesit) (47,230,001,775.00) (54,619,272,772.00) (63,273,560,441.00) (71,705,745,804.00) (87,458,938,900.50) (46,977,387,814.00) (48,840,968,503.00) (61,432,934,594.00) (70,029,414,827.00) (81,642,618,578.00) (252,613,961.00)

3 PEMBIAYAAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3.1 PENERIMAAN DAERAH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Jumlah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3.2 PENGELUARAN DAERAH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Jumlah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Pembiayaan Netto 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

URAIAN KETERANGANJUMLAH ANGGARAN REALISASINOMOR

URUT

II-9

Page 10: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

2.3. Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Tahun 2008 s.d 2013

Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Target 2015

1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 75.20 80 78.55 82 87.33 84 79.18 86 86.13 88 90.59 90 95

2 Cakupan Komplikasi Kebidanan yang ditangani 32.18 80 76.90 80 76.80 80 92.30 80 123.19 80 122.26 80 80

3 Cakupan Longlin Oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 81.18 83 94.67 84 93.47 85 85.66 86 91.44 87 94.74 88 90

4 Cakupan Pelayanan Nifas 91.89 83 96.83 84 91.98 85 89.47 86 93.37 87 95.20 88 90

5 Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang ditangani - 90 8.73 90 41.75 90 35.86 91 61.33 92 71.09 93 95

6 Cakupan Kunjungan Bayi 100 90 60.48 90 101.22 90 80.83 91 94.82 92 112.87 93 95

7 Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100 100 60.18 100 86.53 100 86.31 100 91.07 100 95.34 100 100

8 Cakupan Pelayanan Anak Balita - 90 92.10 90 85.10 90 61.38 91 76.39 92 97.15 93 95

9 Cakupan Pemberian MP ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 19.69 90 0 95 0 100 3.18 100 7.41 100 7.28 100 100

10 Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan 1.86 90 42.97 95 4.35 100 100 100 100 100 100 100 100

11 Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat - 100 45.19 100 89.00 100 94.37 100 94.92 100 98.56 100 100

12 Cakupan Peserta KB aktif 67.69 65 49.81 70 77.15 70 175.71 71 57.36 72 80.67 73 75

13 Cakupan Penemuan dan Penanganan penderita penyakit 100 100 100

a Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 Penduduk <15 Tahun 2.18 2.18 1 0.62 1 2.87 1 3.19 1 2.46 1

b Penemuan Penderita Pneumonia Balita 78.70 57.35 100 0 42.09 100 54.95 100

c Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif - 97.90 98.64 102.36 87.10 100 96.64 100

d Penderita DBD yang ditangani 100 100 100 100 100.00 100 100.00 100

e Penemuan penderita Diare 12.45 12.45 70.13 67.77 37.41 100 43.31 100

14 Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin 0.68 0.83 16.82 100 57.22 100 88.00 100 81.00 100 100

15 Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Masyarakat Mskin 38.6 98.07 3.32 9.03 100 7.24 100

16 Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB < 24 jam 90 90 100 95 96 100.00 97 100.00 98 100

18 Cakupan Desa Siaga Aktif 70 70 93.11 75 96.43 76 97.08 77 97.08 78 80

2012NO INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL (Kepmenkes 828 / 2008)

2008 2009 2010 2011 2013

Dalam perhitungan pencapaian Standar Pelayananan Minimal bidang Kesehatan

terdapat beberapa indikakator yang belum memenuhi target, hal disebabkan karena

masih belum optimalnya kegiatan tersebut.

1. Gambaran Pelayanan Kesehatan Penyakit Menular

Gambaran dari beberapa penyakit menular yang berjangkit di Kabupaten

Majalengka antara lain sebagai berikut :

a. Penyakit Menular Tidak Langsung

1) Penyakit Demam Berdarah (DBD)

2) Penyakit DBD erat kaitannya dengan

meningkatnya mobilitas penduduk, dimana makin baiknya sarana

transportasi memudahkan tersebar luasnya nyamuk penular (vektor) DBD

baik dirumah/pemukiman, sekolah dan tempat-tempat umum.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-10

Page 11: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Tabel 2.12

Insiden Rate per 100.000 Penduduk dan CFR per 100 Penderita Penyakit

DHF di Kabupaten Majalengka Tahun 2007–2013

Tahun Jml

Penderita

Meninggal Insiden Rate per

100.000 pddk

CFR %

2007 393 10 33.5 2.5

2008 196 6 16.6 3.1

2009 517 7 43.7 1.3

2010 431 11 36,3 2,5

2011 138 1 11,6 0,7

2012 134 7 11.5 5.2

2013 305 8 25.8 2.6

Situasi pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Kabupaten Majalengka belum mencapai apa yang diharapkan, hal ini

terlihat masih tingginya kematian kasus DBD pada tahun 2012 dan 2013

(CFR 5,2 dan 2,6 %). Hal ini menandakan bahwa pengetahuan masyarakat

tentang bahaya DBD masih rendah.

Pelaksanaan penanggulangan DBD secara umum dapat dibagi dalam tiga

wilayah: endemis, sporadis dan potensial bebas. Pemberantasan vektor

masih harus dilakukan dengan cara fogging foccus, abatisasi masal dan PSN

dengan cara gerakan 3M. Penyuluhan dengan cara gerakan bulan bakti 3M

dilaksanakan oleh kader POKJA setempat seminggu sekali sejalan dengan

gerakan Jum’at bersih. Berdasarkan data dari Propinsi menunjukkan adanya

kecenderungan pergeseran kasus dari usia anak-anak menjadi usia lebih

dewasa.

3) Rabies

Tujuan program pemberantasan penyakit rabies adalah menurunkan

angka kasus rabies pada manusia maupun hewan sampai angka 0 (nol). Pada

Tahun 2013 di Kabupaten Majalengka tidak terjadi kasus rabies, namun

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-11

Page 12: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

demikian Pelaksanaan penanganan oleh Dinas Kesehatan/ Puskesmas

dengan cara :

(a) Pemberantasan vektor, dilaksanakan dengan tujuan :

- Menekan angka kasus rabies pada daerah-daerah yang belum bebas

rabies

- Memepertahankan daerah yang telah bebas rabies

(b) Penanganan penderita gigitan

Dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan/ Puskesmas dengan jalan

memberikan perlindungan sedini mungkin kepada semua penderita

gigitan hewan tersangka rabies dengan pertolongan pertama mencuci

luka gigitan menggunakan sabun deterjen dan pemberian vaksin anti

rabies berorientasi pada indikasi vaksin.

Pada tahun 2013 telah dilakukan penanganan penderita gigitan

sebanyak 6 kasus yang terdiri dari ; Puskesmas Balida (1 kasus),

Puskesmas Kadipaten (1 kasus) dan Puskesmas Majalengka (4 kasus).

b. Penyakit Menular Langsung

1) Diare

Tujuan program diare adalah menurunkan angka kesakitan dan

kematian karena diare. Berdasarkan laporan Seksi pencegahan dan

pengamatan penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, jumlah

kasus Diare yang dilaporkan tahun 2013 adalah 48.491 kasus. Angka

tersebut menunjukan terjadinya peningkatan kasus bila dibandingkan

dengan tahun 2012 yang hanya sekitar 31.570 kasus. Jumlah tersebut

menunjukkan angka insiden yang masih cukup tinggi sekaligus menunjukan

bahwa diare masih endemis dan masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang utama.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-12

Page 13: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.13

Cakupan Penemuan Penderita Diare di Kabupaten Majalengka

Tahun 2009 – 2013

2009 2010 2011 2012 20130

100002000030000400005000060000700008000090000

100000

0

20

40

60

80

100

120

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Dari grafik tersebut terlihat bahwa dari tahun 2009–2013 semuanya telah mencapai

target yang ditentukan yaitu 20% dari perkiraan insiden diare, dan tahun 2013 juga

telah melebihi target 10%

Rendahnya penemuan kasus diare kemungkinan disebabkan karena

banyaknya kasus yang tidak dittemukan atau berobat ke sarana kesehatan swasta

dan hal ini menunjukkan masih rendahnya proses pelaksanaan surveilans di

Kabupaten Majalengka. Akibatnya bila kasus tidak ditemukan, terutama pada

golongan umur kurang dari 5 tahun (balita) akan berakibat tingginya angka

kematian.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-13

Page 14: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.1

Proporsi Penderita Diare Berdasarkan Kelompok Umur

Di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

10

20

30

40

50

60

70

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Dari gambar tersebut di atas terlihat bahwa terjadi perubahan resiko

terjadinya kasus diare dari tahun 2012 yang lebih besar pada anak usia lebih

dari 5 tahun dibandingkan dengan pada anak dibawah 5 tahun. Pada tahun

2013 kasus diare lebih besar pada anak usia di bawah 5 tahun. Hal ini

sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kejadian diare pada golongan

balita episode diare adalah 1,5 kali per tahun. Selain itu anak di bawah lima

tahun memiliki kekebalan yang rentan terhadap terjadinya penyakit diare.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-14

Page 15: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.2

Distribusi Kasus dan CFR Diare Pada Kejadian KLB

di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

500010000150002000025000300003500040000

0

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025

0.003

0.0035

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Tahun 2009-2013 CFR diare dibawah target yang ditetapkan yaitu 1% dari

jumlah penderira yang ditemukan. Hal ini menunjukan bahwa penanganan

pada kasus diare telah ada perbaikan.

2) Kusta

Grafik 2.3

Penemuan Penderita Baru Kusta Menurut Type dan Proporsi Kasus MB

Di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

20

40

60

80

100

120

0

20

40

60

80

100

120

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-15

Page 16: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Pada Tahun 2013 penemuan kasus (Case finding) kusta ditemukan 79

kasus, hal ini menurun dibandingkan dengan Tahun 2012 yang berjumlah 85

kasus.

Grafik 2.4

Proporsi Kasus Baru Anak di Kabupaten Majalengka

Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

50

100

150

200

250

0

5

10

15

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada (Gambar 25) penemuan kasus baru kusta terbanyak pada tahun

2009 yaitu mencapai 84 kasus baru kemudian pada tahun 2010 mengalami

penurunan yaitu 78 kasus, tahun 2011 jumlah penderita baru meningkat

lagi menjadi 101 tahun 2012 turun lagi menjadi 85 kasus, tahun 2013 turun

sedikit yaitu 84 kasus, hal itu dikarenakan pada tahun tersebut kurangnya

kegiatan yang aktif ke masyarakat seperti RVS. Pada tahun 2009 proporsi

kasus anak mengalami penurunan menjadi (3.6%), pada tahun 2012

mengalami peningkatan lagi menjadi (5.88%) dari target 5% dan pada

tahun 2013 mengalami penurunan lagi menjadi 2.3%.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-16

Page 17: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.5

Penemuan Kasus Baru Kusta (Case Detection Rate atau CDR)/100.000

Penduduk Di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

20

40

60

80

100

120

012345678

3) Tuberkulosa

Di Kabupaten Majalengka penanggulangan Tuberkulosis (TBC)

dilaksanakan sesuai dengan kebijakan KEMENKES RI, yaitu

pemberantasan tuberculosis dengan menggunakan strategi DOTS yang telah

dilaksanakan oleh seluruh UPK, meliputi : Puskesmas, RSUD dan Praktek

Dokter Swasta serta melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan

terpadu. Untuk seluruh Puskesmas yang ada, dibentuk beberapa Kelompok

Puskesmas Pelaksana (KPP) yang sampai dengan tahun 2013 telah

menjangkau seluruh puskesmas, yang terdiri dari 7 Puskesmas Rujukan

Mikroskopis (PRM), 8 Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), 14 Puskesmas

Satelit (PS), 2 Rumah Sakit serta 1 Lembaga Pemasyarakatan.

Cakupan penemuan kasus tahun 2013 sebesar 1.210 Kasus BTA Positif.

Pada tahun 2013 proporsi Positivity Rate setiap triwulannya selalu berada

pada batas toleransi. Hal ini berarti penjaringan/skrining suspek di UPK

rata-rata sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (ideal). Tidak terlalu

selektif (ketat) maupun tidak terlalu longgar seperti yang terlihat pada grafik

di bawah ini

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-17

Page 18: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.6

Positivity Rate per Triwulan / Quarter

Di Kabupaten Majalengka Tahun 2013

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada grafik di atas proporsi BTA positif diantara suspek yang diperiksa

dahaknya (positivity rate) tahun 2013 pada setiap triwulannya selalu berada

pada batas toleransi. Hal ini berarti penjaringan/skrining suspek di UPK

rata-rata sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (ideal). Tidak terlalu

selektif (ketat) maupun tidak terlalu longgar.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-18

Page 19: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.7

Case Detection Rate (CDR) Tahun 2013

Kabupaten Majalengka

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada grafik diatas terlihat selama tahun 2013 penemuan penderita TB BTA

positif baru selalu melampaui target (20%), pada setiap triwulannya. Begitu

pula halnya penemuan kumulatif 1 tahun dapat melampaui target.

4) Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit yang banyak menyerang usia balita dan

lansia. Pada balita, pneumonia merupakan salah satu penyakit penyebab

kematian terbanyak. Berikut adalah cakupan penemuan kasus pneumonia

balita di Kabupaten Majalengka.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-19

Page 20: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.8

Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Kabupaten Majalengka

Tahun 2009–2013

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Dari grafik di atas cakupan penemuan kasus Pneumonia balita selama

5 tahun dari tahun 2009 baru mencapai 40%, pada tahun 2010 capaian hasil

kegiatan naik hingga 87,85%, pada tahun 2011 terjadi penurunan kembali

cakupan Pneumonia balita secara drastic yaitu hanya 40,43%, pada tahun

2012 naik lagi menjadi 48,2%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami

penurunan lagi yang cukup signifikan yaitu 38.5% hal ini dikarenakan

dengan kegiatan supervisi dan bintek program yang belum

berkesinambungan sehingga belum meningkatkan motifasi petugas

puskesmas.

Rendahnya cakupan penemuan dini kasus Pneumonia akan berakibat

terhadap tingginya kasus Pneumonia berat dan kemungkinan bisa berakibat

pada tingginya angka kematian kasus akibat Pneumonia.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

2009 2010 2011 2012 20130

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

0102030405060708090100

II-20

Page 21: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.9

Proporsi Kasus Pneumonia Balita Berdasarkan Klasifikasi Diagnosa

di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

102030405060708090

100

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Dari gambar di atas penemuan kasus ISPA bukan Pneumonia

tiap tahun berfluktuasi dimana kasus terendah tahun 2009 (46,3%) dan

tertinggi tahun 2010 (72,8%), sedangkan untuk kasus Pneumonia

Berat, dari tahun 2009 sampai 2013 fluktuasinya antara 0,3% sampai

6,7 %.

Dari gambar itu pula dapat kita perhatikan bahwa dari tahun

2009 sampai 2013 ada kecenderungan naiknya kasus Pneumonia dan

kasus ISPA bukan Pneumonia. Hal ini menunjukan sudah makin

meningkatnya penemuan kasus Pneumonia dini di Puskesmas.

Pada tahun 2009 kasus Pneumonia Berat berjumlah 284 kasus

dan kasus Pneumonia berjumlah 6.466 kasus. Proporsi kasus

Pneumonia Berat terhadap seluruh kasus Pneumonia adalah 4,4 %.

Angka tersebut masih di atas target yang ditentukan program yaitu

1%, hal ini menunjukkan bahwa masih kurang maksimalnya dalam

menemukan kasus Pneumonia dini di masyarakat.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-21

Page 22: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.10

Proporsi Kasus Pneumonia Berat dan CFR Pneumonia

Berdasarkan Kelompok Umur

di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013

2009 2010 2011 2012 20130

20406080

100120140160180200

00.511.522.533.544.5

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Berdasarkan gambar di atas proporsi Pneumonia berat tahun 2009-

2013 pada anak usia 1-4 tahun selalu lebih besar dibanding bayi, kecuali

tahun 2010 dan 2012. Artinya resiko terjadinya Pneumonia berat pada anak

usia 1 – 4 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan bayi (< 1 tahun). Hal ini

tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa terjadinya Pneumonia

pada bayi dan anak balita dipengaruhi oleh faktor usia anak, aspek

kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan dan lain-lain.

(Depkes RI, 1991).

Berdasarkan gambar tersebut pula terlihat bahwa kasus meninggal

karena Pneumonia dari tahun ke tahun selalu berfluktuasi, dimana CFR

terendah terjadi pada tahun 2010 untuk balita (0,01%) sedangkan CFR

tertinggi terjadi pada tahun 2009 (2,9%) untuk bayi.

Dari data di atas menunjukkan bahwa dari satu sisi merupakan

keberhasilan dalam pencatatan dan pelaporan kasus tetapi disisi lain

mengindikasikan adanya keterlambatan dalam penemuan dini dan

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-22

Page 23: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

tatalaksana kasus, dan hal tersebut tidak sejalan dengan target yang telah

ditentukan yaitu 63% penderita Pneumonia harus mendapat tatalaksana

standar.

5) Penyakit Menular Seksual

AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya karena sampai saat ini

belum ada vaksin untuk mencegahnya dan belum ada obat yang dapat

menyembuhkan penyakit ini dengan sempurna. Penyakit ini mempunyai

case fatality rate (CFR) 100% dalam waktu 5-10 tahun, artinya dalam kurun

waktu antara 5-10 tahun setelah diagnosis AIDS ditegakan hampir

dipastikan penderita akan meninggal.

Saat ini AIDS sudah menjadi epidemi (wabah) Di Kabupaten

Majalengka berdasarkan hasil pelaksanaan mobile VCT, kunjungan sukarela

ke klinik VCT yang baru ada di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten

Majalengka, hasil temuan di beberapa Fasyankes (RSUD Majalengka dan

13 Puskesmas) dari tahun 2001 s/d 2013 telah ditemukan 69 kasus HIV

positif dan 46 kasus AIDS. Meskipun jumlah tersebut masih sangat kecil

dibandingkan besarnya penduduk Kabupaten Majalengka namun dampak

sosialnya sangat besar karena yang terkena penyakit ini adalah pada

golongan usia produktif. Kita harus tetap mewaspadai fenomena gunung es

ini dengan realitas sebernarnya di masyarakat.

Semakin banyak generasi muda terkena HIV/AIDS, maka semakin

berkurang kualitas Sumber Daya Manusia. Dampak sosial seperti

pengucilan, perselisihan, ketegangan, pelecahan kepada penderita

HIV/AIDS akan sangat berpengaruh terhadap penderita, keluarga dan

masyarakat. Kalau keadaan ini tidak ditanggulangi maka suatu saat jumlah

penderita HIV/AIDS akan semakin bertambah banyak. Mengingat

HIV/AIDS menyerang sebagian besar kelompok usia muda yang produktif,

maka akan menurunkan produktifitas masyarakat dalam rangka

Pembangunan terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan

berpengaruh kepada menurunnya Indeksi Pembangunan Manusia di

Kabupaten Majalengka.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-23

Page 24: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.11

Sebaran Kasus HIV/AIDS Per-Wilayah Kerja Puskesmas

Di Kabupaten Majalengka Tahun 2012

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Menurut data diatas kasus HIV Positif banyak ditemukan di wilayah

Puskesmas Majalengka dan kasus AIDS terbanyak ditemukan di Wilayah

Puskesmas Kasokandel. Hal ini dikarenakan di wilayah Puskesmas

Majalengka terdapat lapas yang menampung kasus-kasus narkoba,

kemudian di wilayah Puskesmas Kasokandel terdapat Hotspot sama halnya

dengan di wilayah Puskesmas waringin. Di wilayah Puskesmas Cigasong

juga kasus HIV cukup banyak karena memang terdapat Hotspot disekitar

pasar cigasong.

Laki-laki yang terjangkit HIV masih mendominasi, hal ini perlu diwaspadai

oleh karena siap menularkan kepada lawan jenisnya, apalagi bila laki-laki

tersebut sudah mempunyai pasangan, yang selanjutnya bisa saja penularan

akan terjadi didalam kamar sendiri (penularan melalui transmisi seksual)

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-24

Page 25: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

dalam tatanan rumah tangga dan juga tidak menutup kemungkinan apabila

selanjutnya sel spermatozoa dari laki-laki HIV positif membuahi sel ovum

dan selanjutnya menjadikan keturunan (anak) HIV positif juga.

Sama seperti halnya kasus HIV, pada sebaran kasus AIDS menurut jenis

kelamin ternyata laki-laki masih lebih banyak ketimbang perempuan, seperti

yang terlihat pada diagram berikut ini :

Diagram 2.12

Sebaran Kasus AIDS Menurut Gender

Di Kabupaten Majalengka Periode Tahun 2001 - 2013

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

6) Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

a) Tetanus Neonatorum

Pada tahun 2013 di Kabupaten Majalengka terdapat kasus

Tetanus sebanyak 2 (dua) kasus. Namun bukan kasus Tetanus

Neonatorum, namun hal ini masih menimbulkan tanda tanya apakah,

benar tidak ada kasus atau tidak terlaporkan. Dan kalaupun memang

benar-benar tidak ada kasus, hal tersebut diharapkan sebagai kemajuan

bagi progam imunisasi dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.

b) Campak

Kasus campak yang terjadi pada tahun 2013 sebanyak 128

kasus. Hal ini berarti terjadi peningkatan kasus jika dibandingkan

pada tahun 2011 yaitu 120 kasus dan tahun 2012 sebanyak 125

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

L; Series1; 63.9344262295

082; 64%

P; Series1; 36.0655737704

918; 36%

Sebaran Kasus HIV Per Jenis KelaminMajalengka 2001 - 2013

L P

II-25

Page 26: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

kasus. Pada tahun 2013 ini terjadi KLB campak di desa Argalingga

kecamatan Argapura dengan jumlah kasus 15.

Adapun rincian kasus menurut Kelompok Umur, Bulan dan

Puskesmas akan ditampilkan pada grafik di bawah ini.

Grafik 2.13

Kasus Campak Menurut Kelompok Umur

Di Kabupaten Majalengka Tahun 2012

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada grafik di atas terlihat proporsi kasus campak menurut

kelompok umur, pada tahun ini kasus terbanyak adalah pada usia 5-14

tahun atau usia sekolah yaitu sebanyak 90 kasus hal ini menunjukkan

adanya peningkatan kasus jika dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2012

sebesar 78 kasus atau peningkatan kasus pada umur tersebut sekitar 15.3

%.

Sedangkan Menurut jenis kelamin, kasus campak terbanyak

terjadi pada Perempuan yaitu sebesar 59 % sedangkan pada laki-laki

sebesar 41% .

Berdasarkan petunjuk teknis surveilans campak dari kementerian

kesehatan tahun 2012 maka seharusnya dilakukan pemeriksaan specimen

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-26

Page 27: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

minimal sebanyak 50% dari seluruh kasus. Maka dari Jumlah kasus campak

di Kabupaten Majalengka pada Tahun 2013 sebanyak 134, seharusnya

diperiksa sampel sebanyak 67 kasus campak, namun pada tahun 2013 ini

Surveilans Campak Kabupaten Majalengka melalui Case Base Measles

Surveilance (CBMS) mengirimkan 14 kasus atau sekitar 10,45%. Grafik

kasus CBMS menurut Puskesmas yang mengirimkan Sampel dapat dilihat

pada grafik berikut ini:

Grafik 2.14

Distribusi Kasus CBMS Tahun 2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-27

Page 28: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

2. Penyakit Tidak Menular

a. Penyakit Degeneratif

Selama periode tahun 2013 dan sebelumnya, belum dilaksanakan surveilans

terhadap penyakit tidak menular. Sehingga belum bisa dilakukan analisa data

mengenai penyakit-penyakit degeneratif.

Namun untuk penyakit Hipertensi dan Diabetes Melitus telah dilakukan

pendataan sperti terlihat pada tabel berikut :

Grafik 2.15

Jumlah Kasus Hipertensi Tahun 2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka

Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa penyakit Hipertensi lebih banyak

terjadi daripada Diabetes Melitus dan kasusnya banyak terjadi pada usia di atas 45

tahun.

Terjadi sebuah pola hidup yang kurang baik disini, sehingga ketika telah

mencapai usia di atas 45 tahun terjadi gejala penyakit degenerative akibat

akumulasi kelainan metabolisme tubuh yang terjadi secara berkesinambungan pada

saat masih usia muda nya.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-28

Page 29: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

b. Gangguan Jiwa

Pada tahun 2013 kunjungan pasien dengan gangguan jiwa di sarana pelayanan

kesehatan di Kabupaten Majalengka baik di Puskesmas maupun rumah sakit

dilaporkan sebanyak 31.262 meningkat dari tahun 2012 sebanyak 25.813.

3. KEMATIAN

Secara umum tingkat kematian berhubungan erat dengan tingkat kesakitan

karena biasanya merupakan akumulasi akhir dari berbagai penyakit. Peristiwa kematian

yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan derajat kesehatan, penanganan

penyakit dan pelayanan kesehatan maupun hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa

kematian di wilayah tersebut. Pada dasarnya ada 2 penyebab kematian yaitu penyebab

langsung dan penyebab tidak langsung, walaupun kenyataan yang terjadi adalah

akumulasi interaksi berbagai faktor tunggal maupun bersama yang pada akhirnya

berpengaruh terhadap tingkat kematian masyarakat.

a) Kematian Ibu

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan kematian maternal

terjadi lebih dari 500.000 kasus per tahun di seluruh dunia, yang terjadi akibat

proses reproduksi. Sebagian besar kasus kematian ibu terjadi di negara – negara

berkembang, termasuk di Indonesia.

Angka kematian ibu di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003, angka kematian ibu

(AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup, dengan angka kematian

bayi (AKB) sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2007). Salah satu

penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia dengan angka

kejadiannya berkisar antara 0,51% - 38,4% menurut WHO. Di negara maju, angka

kejadian pre-eklamsia berkisar 6% - 7%. Di negara berkembang, angka kematian

ibu karena pre-eklamsia masih tinggi. Penyebab angka kematian ibu dan anak yang

tinggi pada kasus pre-eklamsia dan eklamsia di negara-negara berkembang adalah

karena pemeriksaan antenatal dan upaya pencegahan yang kurang, serta terlambat

mendapat penanganan yang tepat.

Menurut Depkes RI, pada tahun 2005 kasus pre-eklamsia dan eklamsia

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-29

Page 30: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

memiliki persentase kasus sebesar 4,91% dari seluruh kasus obstetri di rumah sakit

di Indonesia, dengan Case Fatality Rate sebesar 2,35% yang merupakan penyebab

kematian ibu terbesar.

Pre-eklamsia ialah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Sedangkan eklamsia adalah pre-

eklamsia yang terkomplikasi dengan kejang tonik-klonik umum. Etiologi dan

patofisiologi dari pre-eklamsia dan eklamsia masih belum dapat dijelaskan secara

pasti, namun terdapat beberapa hipotesis yang mencoba menerangkan hal tersebut,

salah satunya adalah teori tentang disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini akan

menyebabkan aktivasi koagulasi, sehingga dapat terjadi trombositopenia konsumtif.

Sedangkan pada ibu hamil normal, dikatakan trombosit juga menurun kadarnya

secara progresif selama kehamilan.

Angka kematian ibu atau maternal mortality rate (MMR) adalah angka

kematian ibu yang disebabkan oleh karena kehamilan atau persalinan pada setiap

100.000 kelahiran hidup. Angka ini berguna untuk menggambarkan status gizi dan

kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan

terutama untuk ibu pada saat hamil, melahirkan dan masa nifas. Angka ini juga

berkontribusi pada angka harapan hidup secara keseluruhan sebagai indikator

pembangunan manusia.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

indikator status kesehatan masyarakat. Selama 15 tahun terakhir, AKI di Indonesia

tidak menunjukan penurunan yang bermakna, seharusnya sudah mencapai

225/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2000.Dalam upaya pencapaian

Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2014, diharapkan AKI turun

menjadi 118 per 100.000 KH, AKB menjadi 24 per 1.000 KH dan Angka Kematian

Neonatal (AKN) menjadi 15 per 1.000 KH.

Tahun 2013 jumlah kematian ibu di Kabupaten Majalengka adalah 30 orang

Kematian ibu menurut penyebab terdiri dari hipertensi dalam kehamilan 11orang

(36,67%), perdarahan 12 orang (40%), penyakit jantung 4 orang (13,33%), partus

lama 1 orang (3,33%) dan ileus 1 orang (3,33%).Kematian ibu menurut waktu

terjadinya kematian adalah kematian ibu hamil 2 orang (6,67%), ibu melahirkan 14

orang (46,67%) dan kematian ibu nifas 14 orang (46,67%). Sementara itu kematian

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-30

Page 31: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

ibu menurut tempat kematian adalah 4orang ( 13,39%)meninggal di rumah, 25

orang (83,338%) meninggal di Rumah Sakit yaitu 8 orang RSUD Majalengka, 6

orang RSUD Cideres dan 11 orang di RS luar wilayah,dan1 orang (3,33%)

meninggal dalam perjalanan. Dari 25 orang yang meninggal di Rumah Sakit 15

orang meninggal dalam waktu kurang dari 24 jam dan 15 orang dalam waktu lebih

dari 24 jam.

Grafik 2.16

Trend Kematian Ibu dan Bayi Tahun 2009-2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Grafik 2.17

Trend Kematian Ibu Menurut Puskesmas Tahun 2012-2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Menurut Grafik 3.29 Puskesmas penyumbang kematian ibu di Tahun 2013

adalah Jatiwangi, Cigasong, Kasokandel, Argapura, Sumberjaya, Leuwimunding,

Cikijing, Argapura,Panyingkiran, Jatitujuh, Palasah, Kadipaten, Malausma, Balida,

Majalengka dan Lemahsugih.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

2009 2010 2011 2012 20130

50

100

150

200

250

300

350

400

450

406 405

285 299

247

4727 43 46 30

Kematian IbuKematian Bayi

Lem

ahsu

gih

Maj

a

Sala

gedan

g

Sindan

gwan

gi

Panyi

ngkira

n

Kerta

jati

Palas

ah

Suka

muly

a

Ligu

ng

Jatiw

angi

Cikiji

ng

Sum

berja

ya

Cinga

mbul

Argap

ura

Suka

haji

Kasoka

ndel0

1

2

3

4

5

6

2012

2013

II-31

Page 32: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Diagram 2.18

Kematian Menurut Penyebab Tahun 2012 dan 2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Terjadi penurunan jumlah kematian ibu yang bermakna jika dibandingkan

dengan upaya-upaya yang dilakukan pada Tahun 2013.Sebab kematian ibu di

Kabupaten Majalengka mengalami pergeseran jika pada Tahun 2012 sebab

kematian tertinggi adalah Hipertensi Dalam Kehamilan 21 orang (46%) pada tahun

2013 sebab kematian tertinggi disebabkan karena perdarahan 12 (40%).

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Tahun 2012

Tahun 2013

Perdararahan 22%

HDK46%

Infeksi9%

Penyakit Jantung17%

TBC2%

Ginjal2%

Hilang Kesadaran Akut2%

Perdarahan40%

HDK37%

Partus Lama3%

Penyakit Jantung13%

Emboli Air Ketuban3%

Ileus3%

II-32

Page 33: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Tabel 2.13

Kematian Ibu Menurut Penyebab Tahun 2012 dan 2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Diperkirakan 15-20 % kehamilan dan persalinan akan mengalami komplikasi.

Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar komplikasi dapat

dicegah danditangani bila: 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2)

tenaga kesehatanmelakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan

partograf untukmemantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif

kala III (MAK III)untuk mencegah perdarahan pasca-salin; 3) tenaga kesehatan mampu

melakukan identifikasidini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan

dapat memberikanpertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum

melakukan rujukan;5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat

guna.

Dengan demikian, untuk komplikasi yang membutuhkan pelayanan di RS,

diperlukanpenanganan yang berkesinambungan (continuum of care), yaitu dari

pelayanan di tingkatdasar sampai di Rumah Sakit. Langkah 1 sampai dengan 5

diatas tidak akan bermanfaat bilalangkah ke 6 tidak adekuat. Sebaliknya, adanya

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Penyebab Tahun 2012 Tahun 2013

Perdarahan 10 12

HDK 21 11

Infeksi 4 0

Lain-lain 0 0

Partus Lama 0 1

Penyakit Jantung 8 4

Emboli Air Ketuban 0 1

Ileus 0 1

TBC 1 0

Gagal Ginjal 1 0

Hilang Kesadaran Akut 1 0

Jumlah 46 30

II-33

Page 34: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

pelayanan di RS yang adekuat tidak akanbermanfaat bila pasien yang mengalami

komplikasi tidak dirujuk.

Tahun 2013 jumlah kematian ibu di Kabupaten Majalengka adalah 30 orang

Kematian ibu menurut penyebab terdiri dari hipertensi dalam kehamilan 11orang

(36,67%), perdarahan 12 orang (40%), penyakit jantung 4 orang (13,33%), partus

lama 1 orang (3,33%) dan ileus 1 orang (3,33%).Kematian ibu menurut waktu

terjadinya kematian adalah kematian ibu hamil 2 orang (6,67%), ibu melahirkan 14

orang (46,67%) dan kematian ibu nifas 14 orang (46,67%). Sementara itu kematian

ibu menurut tempat kematian adalah 4orang ( 13,39%)meninggal di rumah, 25

orang (83,338%) meninggal di Rumah Sakit yaitu 8 orang RSUD Majalengka, 6

orang RSUD Cideres dan 11 orang di RS luar wilayah,dan1 orang (3,33%)

meninggal dalam perjalanan. Dari 25 orang yang meninggal di Rumah Sakit 13

orang meninggal dalam waktu kurang dari 24 jam dan 12 orang dalam waktu lebih

dari 24 jam.

Terjadi penurunan jumlah kematian ibu yang bermakna jika dibandingkan

dengan upaya-upaya yang dilakukan pada Tahun 2013.Sebab kematian ibu di

Kabupaten Majalengka mengalami pergeseran jika pada Tahun 2012 sebab

kematian tertinggi adalah Hipertensi Dalam Kehamilan 21 orang (46%) pada tahun

2013 sebab kematian tertinggi disebabkan karena perdarahan 12 (40%).

Berdasarkan hasil Audit Maternal Perinatal Tahun 2013, 12 orang kematian

ibu karena perdarahan terdiri dari atonia uteri 6 (enam) kasus persalinan ditolong

oleh dokter spesialis, inversio uteri 2 (dua) kasus persalinan ditolong oleh bidan,

solutio plasenta 2 (dua) kasus persalinan masing-masing ditolong dokter spesialis

dan bidan dan ruftur uteri 2 (dua) kasus persalinan ditolong oleh dukun paraji.

6 (enam) kasus atau 50 % perdarahan post partum yang ditemukan pada

Tahun 2013 disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan post

partum disebabkan atonia uteri harus dimulai engan mengenal ibu yang memiliki

kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup hal-hal yang

menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal, persalinan lama,

persalinan terlalu cepat, persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin, infeksi

intrapartum, paritas tinggi dan anemia.

Solutio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari

implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu atau

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-34

Page 35: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

lebih.Solusio plasenta umumnya terjadi karena dekompresi uterus pada hidramnion

dan gemeli, tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang

banyak, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. Pengaruh lainnya adalah

faktor usia, faktor paritas, anemia juga defisiensi gizi.

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat

secara mendadak atau perlahan.Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan

persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan

baik.Inversio uterim emberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan

syok.Penyebab Inversio Uteri yaitu spontan (grandemultipara, atoni uteri,

kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi misalnya mengejan

dan batuk) dan tindakan ( tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan,

perlekatan plasenta pada dinding rahim).

Ruptura uteri adalah robekan rahim merupakan peristiwa yang amat

membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin.Ruptura uteri dapat terjadi

secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang

sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta

dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu

(akhir kehamilan).Faktor resikopasca sectio caesar, pasca miomektomi, disfungsi

persalinan (partus lama, distosia), induksi atau akselerasi persalinan dengan

oksitosin drip atau prostaglandin, makrosomia dan grande multipara.

Atonia uteri, solusio plasenta, inversio uteri dan ruftur uteri merupakan

perdarahan pasca salin primer atau terjadi dalam 24 jam pertama, terbanyak dalam

2 jam pertama. Terjadinya kematian karena perdarahan pasca salin primer

mengindikasikan kurang baiknya deteksi faktor risiko pada ibu hamil, manajemen

tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik baik di pelayanan

dasar maupun pelayanan rujukan.

11(sebelas) orang kematian ibu terjadi karena Hipertensi Dalam Kehamilan

(Preeklampsia dan eklampsia). Hipertensi karena kehamilan lebih sering terjadi

pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi, sehingga

terjadi iskemia plasenta.Risiko meningkat pada masa plasenta besar (gemelli,

penyakit trofoblast), hidramnion, DM, faktor herediter dan autoimun.Preeklampsia

ringan sering ditemukan tanpa gejala kecuali peningkatan tekanan darah.Prognosis

menjadi lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria, sedangkan edema tidak selalu

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-35

Page 36: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

ditemukan.Oleh karena itu, penemuan kasus preeklampsia sedini mungkin dengan

mengidentifikasi faktor risiko, menemukan gejala awal hipertensi dan preteinuria

dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Seharusnya sebagian besar kematian ibu dapat dicegah karena sebagian

besar komplikasi kebidanan dapat ditangani. Setidaknya ada tiga kondisi yang perlu

dicermati dalam menyelamatkan ibu yaitu :

a) Pertama, sifat komplikasi obstetri yang tidak dapat diprediksi akan dialami oleh

siapa dan kapan akan terjadi (dalam kehamilan, persalinan atau pasca-salin

terutama 24 jam pertama pasca-salin). Hal ini menempatkan setiap ibu hamil

mempunyai risiko mengalami komplikasi kebidanan yang dapat mengancam

jiwanya.

b) Kedua, karena setiap kehamilan berisiko maka seharusnya setiap ibu mempunyai

akses terhadap pelayanan yang adekuat yang dibutuhkannya saat komplikasi

terjadi. Sebagian komplikasi dapat mengancam jiwa sehingga harus segera

mendapatkan pertolongan di rumah sakit yang mampu memberikan pertolongan

kegawat-daruratan kebidanan dan bayi baru lahir.

Ketiga, sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa persalinan dan dalam

24 jam pertama pasca persalinan, suatu periode yang sangat singkat sehingga akses

terhadap dan kualitas pelayanan pada periode ini perlu mendapatkan prioritas agar

mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam menurunkan kematian ibu.

Dalam kenyataannya, langkah-langkah pencegahan dan penanganan

komplikasi tersebutdiatas seringkali tidak terjadi, yang disebabkan oleh karena

keterlambatan dalam setiaplangkah, yaitu:

a) Terlambat mengambil keputusan

Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat masyarakat dapat disebabkan

oleh beberapa hal berikut ini:

1) Ibu terlambat mencari pertolongan tenaga kesehatan walaupun akses

terhadap tenaga kesehatan tersedia 24/7 (24 jam dalam sehari dan 7 hari

dalam seminggu) – oleh karena masalah tradisi/kepercayaan dalam

pengambilan keputusan di keluarga, dan ketidakmampuan menyediakan

biaya non-medis dan biaya medis lainnya (obat jenis tertentu, pemeriksaan

golongan darah,transport untuk mencari darah/obat, dll).

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-36

Page 37: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

2) Keluarga terlambat merujuk karena tidak mengerti tanda bahaya yang

mengancam jiwa ibu.

3) Tenaga kesehatan terlambat melakukan pencegahan dan/atau

mengidentifikasi komplikasi secara dini - yang disebabkan oleh karena

kompetensi tenaga kesehatan tidak optimal, antara lain kemampuan dalam

melakukan APN (Asuhan Persalinan Normal) sesuai standar dan

penanganan pertama keadaan GDON (Gawat Darurat Obstetri dan

Neonatal).

4) Tenaga kesehatan tidak mampu meng”advokasi” pasien dan keluarganya

mengenai pentingnya merujuk tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu.

b) Terlambat Mencapai RS Rujukan dan Rujukan Tidak Efektif, yang dapat

disebabkan oleh:

1) Masalah geografis

2) Ketersediaan alat transportasi

3) Stabilisasi pasien komplikasi (misalnya pre-syok) tidak terjadi/tidak efektif

– karena keterampilan tenaga kesehatan yg kurang optimal dan/atau

obat/alat kurang lengkap

4) Monitoring pasien selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan tetapi

tidak ditindaklanjuti

c) Terlambat Mendapatkan Pertolongan Adekuat di RS Rujukan, yang dapat

disebabkan karena :

1) Tenaga kesehatan yang dibutuhkan (SPOG, Anestesi, Anak, dll) tidak

tersedia terutama pada hari libur

2) Tenaga Kesehatan kurang terampil walaupun akses terhadap tenaga

tersedia

3) Sarana dan prasarana tidak lengkap/tidak tersedia, termasuk ruang

perawatan, ruang tindakan, peralatan dan obat

4) Darah tidak segera tersedia

5) Pasien tiba di RS dengan “kondisi medis yang sulit diselamatkan”

6) Kurang jelasnya Pengaturan penerimaan kasus darurat agar tidak terjadi

penolakan pasien atau agar pasien dialihkanke RS lain secara efektif

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-37

Page 38: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

7) Kurangnya informasi di masyarakat tentang kemampuan sarana pelayanan

kesehatan yang dirujuk dalam penanganan kegawat daruratan maternal dan

bayi baru lahir, sehingga pelayanan adekuat tidak diperoleh

Tabel dibawah ini menggambarkan Angka Kematian Ibu tahun 2005 – 2013

di Kabupaten Majalengka.

Tabel 2.14

Angka Kematian Ibu (yang dilaporkan) di Kabupaten Majalengka

Tahun 2005 – 2013

b. Kematian Bayi

Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara

berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi

dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini

merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka

Kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan noenatal

kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi

tersebut.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Tahun AKI Sumber

2005 147,9BPS Kab.

Majalengka2006 147,6

2007 197,17

2008 148,36

2009 223,21

2010 133,25 Tabel 7 Profile Kesehatan Tahun 2010

2011 209,5 Tabel 8 Profile Kesehatan Tahun 2011

2012 209,2 Tabel 8 Profile Kesehatan Tahun 2012

2013 137.97 Tabel 8 Profile Kesehatan Tahun 2013

II-38

Page 39: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka

Kematian Bayi (AKB) didunia 54 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2006

menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data dari Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar 34/1000 kelahiran hidup

sedangkan angka Kematian balita (AKBAL) pada tahun 2007 sebesar 44/1000

kelahiran hidup.

Menurut WHO dalam Maryunani (2009) data BBLR dirincikan sebanyak

17% dari 25 juta persalinan pertahun didunia dan hampir semua terjadi dinegara

berkembang. Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5% masih di atas angka

rata-rata Thailand (9,6%) dan Vietnam (5,2%). Di Indonesia, BBLR bersama 1

prematur merupakan penyebab Kematian neonatal yang tinggi. Berdasarkan hasil

Riskesdas 2010 ditemukan bahwa daerah Sumut kejadian berat bayi lahir rendah

sebanyak 8,2 %. Berdasarkan profil Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan

tahun 2011 ditemukan kejadian BBLR 1,5% dari setiap persalinan pertahun.

Bayi yang lahir dari ibu muda mengalami lebih sering kejadian prematuritas

atau berat badan kurang, dan angka kematian yang lebih tinggi dari pada bayi yang

dilahirkan dari ibu yang lebih tua. Berat badan kurang mungkin merupakan

penyebab kematian janin dan bayi yang terpenting. Berat badan kurang pada bayi

yang dilahirkan dari ibu yang sangat muda ternyata berhubungan dengan cacat

bawaan fisik atau mental seperti ayan, kejang – kejang, keterbelakangan, kebutaan

atau ketulian.

Salah satu penyebab Kematian neonatus tersering adalah bayi berat lahir

rendah (BBLR) baik cukup bulan maupun kurang bulan (prematur). Pertumbuhan

dan perkembangan BBLR setelah lahir mungkin akan mendapat banyak hambatan.

Perawatan setelah lahir diperlukan bayi untuk dapat mencapai pertumbuhan dan

perkembangannya. Kemampuan ibu untuk memahami sinyal dan berespon terhadap

bayi prematur berinteraksi dan memberikan dekapan.

Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor risiko

yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal

selain itu BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh

kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Angka

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-39

Page 40: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

BBLR di Indonesia nampak bervariasi, secara nasional berdasarkan analisa lanjut

SDKI angka BBLR sekitar 7,5 %.

Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena faktor demografi dan perawatan

antenatal yang kurang baik akan beruntut pada tingginya angka kejadian bayi berat

lahir rendah atau prematur yang dapat mengakibatkan tingginya angka kesakitan

dan kematian pada bayi.

Berdasarkan kajian dan meta analisis tentang faktor faktor penentu bayi berat

lahir rendah antara lain adalah faktor demografi dan psikososial termasuk di

dalamnya (usia ibu, status ekonomi, pendidikan, penghasilan) faktor berikutnya

adalah faktor perawatan Antenatal termasuk didalamnya (kunjungan antenatal

pertama, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dan kualitas perawatan

antenatal). Apabila faktor-faktor di atas tidak segera diatasi maka jumlah kelahiran

BBLR kemungkinan semakin meningkat. Hal ini akan menjadi beban

pembangunan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang, karena dampak jangka

pendek meningkatnya jumlah kematian bayi usia 0-28 hari, sedangkan jangka

panjang BBLR rentan terhadap timbulnya beberapa jenis penyakit pada usia

dewasa.

Jumlah bayi baru lahir hidup Tahun 2013 adalah 21.743 orangmenurun jika

dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu 21.988 orang, bayi lahir hidup dengan Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) tahun 2013 adalah 793 orang (3,65) meningkat jika

dibandingkan Tahun 2012 yaitu 745 orang (3,39%), lahir mati 165 orang, jumlah

kematian bayi 247 turun jika dibandingkan Tahun 2012 (299 orang) dan jumlah

kematian balita 17.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-40

Page 41: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.18

Trend Kematian Bayi Menurut Puskesmas Tahun 2012-2013

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Grafik 2.19

Perbandingan Bayi Lahir Mati Menurut Puskesmas

Tahun 2012 dan 2013

Menurut Grafik 3.33 Puskesmas dengan jumlah kematian bayi tertinggi

Tahun 2013 adalah Jatiwangi, Loji, Sukahaji, Rajagaluh, Talaga, Bantarujeg,

Leuwimunding, Malausma dan Banjaran.

Menurut Grafik 3.34 Puskesmas dengan kasus lahir mati tertinggi adalah

Jatiwangi, Argapura, Palasah, Kasokandel, Cigasong, Rajagaluh, Talaga dan

Sumberjaya.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Cikijin

g

Cigaso

ng

Palas

ah

Sinda

ng

Pano

ngan

Suka

muly

a

Balida

Pany

ingkir

anLo

ji

Banjar

an

Sinda

ngwan

gi

Ligun

g

Leuw

imun

ding

Argap

ura

Lem

ahsu

gih

Talag

a0

5

10

15

20

25

30

5 5

8

5

9

12

86

3

7

1

5 4

9

6 6

12 11 10 10

6 75

7

11

4

8

11

8

19

11

820122013

Cingam

bul

Pany

ingkir

an

Ligun

g

Majalen

gka

Sinda

ng

Kerta

jati

Jatitu

juhBali

daMun

jul

Leuw

imun

ding

Cikijin

g

Cigaso

ng

Sinda

ngwan

gi

Argap

ura

Sumbe

rjaya

Lemah

sugih

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

3

9

5

2 23

4

23

13

4 4 4 4

2

4 43 3

9

6

3

9 9

7 7

11

8 8

3

5

2

20122013

II-41

Page 42: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Kematian bayi menurut waktu kematian adalah 159 orang pada usia 0-6 hari

(64,37) meningkat jika dibandingkan Tahun 2012 (61,20%), 27 orang pada 7-28

hari (10,93%) menurun jika dibandingkan Tahun 2012 (14,04%) dan 61 orang pada

usia 29 hari -1I bulan (24,69) relatif tetap jika dibandingkan Tahun 2012 (24,74%).

Grafik 2.20

PWS Kematian Neonatal (0-28 hari) Menurut Puskesmas

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Kematian Neonatal tertinggi pada Tahun 2013 tejadi di Puskesmas Jatiwangi,

sukahaji, Loji, Palasah, Bantarujeg, Malausma, Margajaya, Jatitujuh, Banjaran dan

Lemahsugih.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Suka

mulya

Sinda

ngwan

gi

Cinga

mbul

Balid

a

Sumbe

rjaya

Munjul

Rajag

aluh

Kerta

jati

Talag

aMaja

Leuwim

undin

g

Lemah

sugih

Banja

ran

Margaja

ya

Palas

ah

Suka

haji

0

2

4

6

8

10

12

14

16

12 2 2

4 4 4 4 45 5 5 5 5 5 5

6 6 6 6 6 67 7 7 7

8 8 89

12

15

II-42

Page 43: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Diagram 2.1

Kematian Neonatal dan Bayi Menurut Penyebab

Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka

Kematian bayi menurut penyebab kematian di Kabupaten Majalengka tahun

2013 adalah masalah neonatal BBLR 69 orang (27%), asfiksia 62 orang (24%),

sepsis 7 orang (3%), ikterus 3 orang (1%), kelainan kongenital 23 orang (9%),

pneumonia 20 orang (8%), diare 3 orang (1%), kelainan saluran cerna 2 (1%) dan

penyebab lainnya 68 orang (18 %).

c. Kematian Balita

Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1000

kelahiran hidup. Selama tahun 2013 di Kabupaten Majalengka khususnya yang

dilaporkan di Puskesmas terdapat kematian balita sebanyak 17 orang, menurun bila

dibandingkan kematian balita tahun 2012 sebanyak 22 orang. Angka Kematian

Balita (AKABA) dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat permasalahan

kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan balita

seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan.

Namun jika dibandingkan dengan Rumah Sakit, Kematian Balita masih sangat

besar yaitu sebanyak 38 orang di RSUD Majalengka dan 18 orang di RSUD

Cideres.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

BBLR27%

Asfiksia24%

Sepsis3%

Kel Kongenital9%

Ikterus1%

Lain-lain8%

Pneumonia8%

Diare1%

Kel Saluran cerna1%

Lain-lain18%

II-43

Page 44: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Tabel 2.15

Pola Penyakit Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap

di RSUD Majalengka Umur 1-4 tahun di Kabupaten Majalengka Tahun 2013

NO NAMA PENYAKIT KASUS BARU

JUMLAH %

1 Bacterial meningitis, unspecified 7 18.422 Allergic rhinitis, unspecified 7 18.42

3 * Meningitis pada penyakit bakteri dengan kode lai 7 18.424 Unspecified Severe Protein-energy Malnutrition 7 18.425 Nausea (mual) dan vomitus (muntah) 7 18.426 Bronchopneumonia, unspecified 3 7.89

Jumlah 38 100

Sumber :RSUD Majalengka Tahun 2013

Tabel 2.16

Pola Penyakit Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap

di RSUD Cideres Umur 1-4 tahun di Kabupaten Majalengka Tahun 2013

NO NAMA PENYAKIT KASUS BARU

JUMLAH %1 Pneumonia 6 33.332 Febris Confulsive 2 11.113 Meningitis 1 5.564 Tetanus 1 5.565 Encephalitis 1 5.566 Epilepsi 1 5.567 Encephalopati 1 5.568 KP 1 5.569 DADS 1 5.56

10 Efusi Pleura 1 5.5611 Febris 1 5.5612 Syok Hipovolemik 1 5.56

Jumlah 18 100

Sumber :RSUD CideresTahun 2013

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-44

Page 45: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

4. STATUS GIZI

Masalah utama gizi masih diwarnai dengan masalah gizi buruk (khususnya

pada kelompok umur balita), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), anemia

gizi besi (AGB) dan kurang vitamin A (KVA), utamanya pada kelompok penduduk

tertentu seperti anak-anak dan wanita.

a. Status Gizi Balita

Perkembangan dan diferensiasi status gizi terjadi lebih banyak pada anak

dibandingkan pada kelompok-kelompok lain. Keadaan Status Gizi Balita di

Kabupaten Majalengka dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.17

Status Gizi Balita Berdasarkan Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) di

Kabupaten Majalengka Tahun 2008-2013

TAHUN BAIK KURANG BURUK LEBIH2008 88.7 10.3 0.9 0.12009 87.2 10.73 1.16 1.392010 88.01 9.62 1.12 1.212011 89.51 5.4 0.14 4.952012 90.43 7.23 0.06 1.622013 88.81 4.62 0.07 6.49

Sumber : Bidang Yankes Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013

Dari tabel diatas tampak ada penurunan proporsi pada status gizi baik, serta

adanya kenaikan pada status gizi lebih, penurunan pada gizi kurang, kenaikan pada

gizi buruk namun tidak terlalu signifikan, ada kenaikan pada gizi lebih pada tahun

2013.

Intervensi yang telah dilakukan dan bersifat jangka pendek adalah dengan

pemberian makanan tambahan (PMT), yang selama ini telah terbukti dapat

meningkatkan status gizi balita selain intervensi pada program lain seperti

imunisasi dan kesehatan lingkungan. Intervensi pada gizi lebih saat ini belum

dilakukan secara intensif. Hanya saja jika mengikuti definisi operasional Standar

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-45

Page 46: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Pelayanan Minimum (SPM), yang menjadi sasaran adalah seluruh balita dari

keluarga miskin tanpa melihat status gizi balita sehingga yang terjadi adalah

peningkatan pada status gizi lebih atau gemuk.

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bersumber dari Program Jaringan

Pengaman Kesehatan Masyarakat Miskin (PJPKMM) sangat membantu untuk

peningkatan Status Gizi pada Balita, khususnya balita pada keluarga miskin.

b. Asi Eklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayi

tanpa tambahan makanan/minuman lain kecuali obat/vitamin/mineral sejak lahir

sampai bayi berusia 6 bulan. Bayi dikatakan mendapatkan ASI Eksklusif bila pada

saat survey dilakukan masih diberi ASI secara eksklusif.

Pada Lampiran Tabel 1.10 dapat dilihat Cakupan ASI Eksklusif

Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka Tahun 2013. Pada tabel 1.10 tersebut

dapat dilihat bahwa Cakupan ASI Eksklusif tahun 2013 di Kabupaten

Majalengka berdasarkan Sasaran Riil adalah 50,5 % sedangkan

berdasarkan Sasaran Estimasi adalah 59,7%.

Dapat dilihat pemantauan wilayah setempat cakupan ASI Eksklusif

Berdasarkan Sasaran Riil Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka tahun 2013

sebagai berikut :

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-46

Page 47: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Grafik 2.21

Cakupan ASI Eksklusif Berdasarkan Sasaran Ril

Di Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa dari 32 Puskesmas, tidak ada yang

mencapai mencapai lebih dari 90%.

c. Ibu Hamil KEK, Ibu Hamil Anemia dan Cakupan Pemberian Tablet Fe3

Bumil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas

(LILA) < 23,5 cm hasil pengukuran menggunakan pita LILA. Parameter yang

digunakan adalah jumlah Bumil KEK yang dihitung setiap bulan dan dan

prevalensi Bumil KEK yang dihitung setiap tahun. Prevalensi Bumil KEK adalah

persentase jumlah bumil KEK dibandingkan dengan jumlah bumil yang ada di

wilayah kerja.

Bumil KEK merupakan faktor resiko terjadinya BBLR. Bumil KEK

dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat bila prevalensi > 10%.

Pada tabel 1.11 dapat dilihat Laporan Bumil KEK Perpuskesmas di

Kabupaten Majalengka tahun 2013. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa

Prevalensi Bumil KEK pada tahun 2013 adalah 3,3 %.

Pada grafik di bawah ini dapat dilihat Pemantauan Wilayah Setempat

Prevalensi Bumil KEK Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka Tahun 2013

sebagai berikut :

Grafik 2.22

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Maja

Bantaru

jeg

Cingambul

Talaga

Rajagalu

h

Sindang

Salagedang

Mala

usma

Panyingkiran

Jatitu

juh

Sukahaji

Kadipaten

Jatiw

angi

Leuw

imundin

g

Ligung

Maja

lengka

Kertajati

Warin

gin

Sumberja

ya

Banjara

n

Kasokandel

Loji

Lemahsu

gih

Marg

ajaya

Cigasong

Cikijing

Sindangwangi

Sukamuly

a

Balida

Argapura

Munjul

Panongan

Kabupaten

89.6

81.8

78.175.9 75.7

68.7 68.4 67.466.0

64.362.1

60.1

56.754.1

49.746.5 46.4

45.043.0

40.5 40.4 39.4 39.4 39.2

34.7 34.4

29.2 28.6

23.9 23.8

19.0 18.8

Target: Asi Eklsusif 90%

50.5

II-47

Page 48: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

PWS Prevalensi Bumil KEK

Di Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa dari 32 Puskesmas di Kabupaten

Majalengka pada tahun 2013 semuanya prevalensi Bumil KEK < 10%.

Pada grafik di bawah ini dapat dilihat prevalensi Bumil KEK dari tahun

2006 sampai tahun 2013 sebagai berikut :

Grafik 2.23

Prevalensi Bumil KEK

Di Kab. Majalengka Tahun 2006-2013

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 Prevalensi Bumil

KEK berada di bawah ambang batas.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Waring

in

Sinda

ng

Munjul

Kerta

jati

Pany

ingkir

an

Rajaga

luh

Leuw

imun

ding

Lem

ahsu

gih

Cigaso

ng

Suka

haji

Banja

ran

Sum

berja

ya

Bant

aruje

g

Pano

ngan

Sinda

ngwan

gi

Ligun

g

Kadip

aten

Loji

Malaus

ma

Argap

ura

Maja

Salag

edan

g

Jatitu

juh

Majalen

gka

Talag

a

Suka

muly

a

Marga

jaya

Jatiw

angi

Cikijin

g

Cingam

bul

Balid

a

Kaso

kand

el

Kabu

pate

n

8.3 8.3

7.06.7

5.2 5.2 5.1 5.1

4.5 4.4 4.44.1 4.0 3.9 3.8 3.7

2.9 2.8 2.7 2.5 2.42.0 1.9

1.7 1.6 1.5

0.8 0.7 0.6 0.40.2 0.2

3.2

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

6.2

5.5

8.4

3.8

2.7 2.8

3.73.2

II-48

Page 49: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Ibu Hamil Anemia adalah Ibu Hamil yang menderita anemia gizi besi dengan

kadar haemoglobin (Hb) Kurang dari 11,0 gram %. Parameter yang digunakan

adalah jumlah Bumil anemia yang dihitung setiap bulan dan dan prevalensi Bumil

anemia yang dihitung setiap tahun. Prevalensi Bumil anemia adalah persentase

jumlah bumil anemia dibandingkan dengan jumlah bumil yang ada di wilayah

kerja.

Bumil anemia merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan. Dari SKRT

2001 prevalensi Bumil anemia adalah 40,1%. Bumil anemia dianggap sebagai

masalah kesehatan masyarakat bila prevalensi > 20%.

Pada tabel 1.12 dapat dilihat Laporan Bumil Anemia Perpuskesmas di

Kabupaten Majalengka tahun 2013. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa

Prevalensi Bumil Anemia pada tahun 2013 adalah 6,8%.

Pada grafik 3.13 di bawah ini dapat dilihat Pemantauan Wilayah Setempat

Prevalensi Bumil Anemia Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka Tahun 2013

sebagai berikut :

Grafik 2.24

Prevalensi Bumil Anemia

Di Kab. Majalengka Tahun 2013

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa prevalensi bumil anemia masih di atas

20% di Puskesmas Salagedang. Sedangkan prevalensi antara 10-20% ada di

Puskesmas Sukahaji, Waringin, Rajagaluh, Sindang, Leuwimunding, Cikijing,

Munjul, Cigasong, Argapura. Tingginya prevalensi di Puskesmas Salagedang

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

Sala

geda

ng

Suka

haji

War

ingin

Rajaga

luh

Sindan

g

Leuw

imundi

ng

Cikiji

ng

Munjul

Cigaso

ng

Argapura

Sum

berja

ya

Talaga

Bant

aruje

g

Maj

a

Sindang

wan

gi

Panongan

Kertaja

tiLo

ji

Lem

ahsugi

h

Banjar

an

Jatitu

juh

Kadip

aten

Ligung

Jatiw

angi

Maj

alengka

Mal

ausm

a

Cingam

bul

Balid

a

Kaso

kandel

Panyingk

iran

Sukam

ulya

Mar

gajaya

Kabupate

n

37.5

16.4 16.4 16.014.2 13.9 13.2

12.3 11.710.1

8.7

6.5 6.0 5.9 5.3 5.03.8 3.5 3.2 3.1 2.9 2.8 2.7 2.5 2.3

0.7 0.4 0.3 0.2 0.2 0.0 0.0

6.8

II-49

Page 50: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

tersebut sejalan dengan deteksi dini dan pencatatan yang lebih baik dibanding

puskesmas lainnya.

Dapat di bawah ini dapat dilihat prevalensi bumil anemia di Kabupaten

Majalengka tahun 2006 sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut :

Grafik 2.25

Prevalensi Bumil Anemia

Di Kab. Majalengka Tahun 2006-2013

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 prevalensi bumil

anemia cenderung meningkat dibanding tahun 2012.

2.3. Tantangan Dan Peluang Pengembangan Dinas Kesehatan

2.4.1 Tantangan Dinas Kesehatan

Tantangan pertama adalah kemiskinan. Sebanyak 384.820 (23,1%)

penduduk Kabupaten Majalengka masih tergolong miskin. Analisis data Susenas

Tahun 2010 menunjukkan bahwa 20% penduduk Kabupaten Majalengka mempunyai

tingkat konsumsi dibawah US$ 1 perkapita/hari. Batas ini adalah batas kemiskinan

menurut Bank Dunia. Berikut disampaikan besar konsumsi perkapita perhari untuk

masing-masing kuintil (perlimaan) penduduk Kabupaten Majalengka yang dioleh

dari data Susenas Tahun 2010.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

5.7

7.7 7.8

2.1

5.7 5.76

6.8

Grafik 3.14 Prevalensi Bumil Anemiadi Kabupaten Majalengka

Tahun 2006 sampai dengan 2013

II-50

Page 51: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Tabel- 2.18. Konsumsi per Kapita RT Menurut Kuintil, 2010

Rupiah US$1 Q1 (20% Rumah Tangga) 9.308 1,0 2 Q2 (20% Rumah Tangga) 11.651 1,3 3 Q3 (20% Rumah Tangga) 14.434 1,6 4 Q4 (20% Rumah Tangga) 15.929 1,8 5 Q5 (20% Rumah Tangga) 24.971 2,8

Sumber: Susenas, 2010

No KuintilKonsumsi Perkapita

Angka-angka diatas menunjukkan bahwa 20% RT (Q1) adalah keluarga

miskin. Kemudian 60% (Q2, Q3 dan Q4) adalah penduduk yang tergolong hampir

miskin (near poor), yaitu dengan konsumsi antara US$ 1 sampai US$ 2 per kapita

per hari. Kelompok hampir miskin ini sangat rentan terhadap gejolak ekonomi

(inflasi) dan peristiwa sakit yang memerlukan biaya perawatan yang mahal.

Dibidang pendidikan, tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Majalengka

masih relatif rendah, dimana sebagian besar penduduk Majalengka (59,61%) hanya

pernah mengenyam pendidikan setingkat SD. Dari jumlah tersebut yang dapat

menamatkannya hanya sekitar 42%1.

Khusus untuk bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan melalui Badan

Litbangkes mengembangkan IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat)

yang merupakan indeks komposit terdiri dari 14 indikator.IPKM Majalengka

termasuk rendah, yaitu pada urutan ke 19 dari 25 Kabupaten/Kota di Jawa

Barat.Rata-rata IPKM di Jawa Barat adalah 0,489 sedangkan IPKM Majalengka

adalah 0,422.

Pembangunan dalam upaya mensejahterakan penduduk Majalengka telah

berlangsung dari tahun ke tahun termasuk dibidang kesehatan. Pembangunan

kesehatan terdiri dari berbagai kegiatan yang kompleks, yang berhubungan dengan

berbagai macam masalah kesehatan (mortalitas dan morbiditas), determinan

kesehatan, pilihan intervensi yang tersedia dan pelaku-pelaku yang juga sangat

beragam. Pembangunan kesehatan hanya bisa efektif dan efisien kalau direncanakan

dengan baik. Berbagai jenis perencanaan perlu dipersiapkan, termasuk rencana

jangka panjang (20-25 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1

tahun). Perencanaan pembangunan kesehatan juga harus komprehensif (meliputi

1Susenas, 2010.

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-51

Page 52: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

berbagai masalah dan determinan kesehatan) dan juga harus holistik (meliputi semua

elemen sistem kesehatan).

Untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan kesehatan yang

kompleks tersebut, Pemerintah Kabupaten Majelengka memerlukan sebuah

masterplan –atau Rencana Induk– yang akan menjadi acuan bagi semua pihak: Dinas

Kesehatan dan Puskesmas, RSUD, sektor-sektor terkait, pelayanan kesehatan swasta,

LSM, perusahaan swasta dan seluruh masyarakat, dalam melaksanakan

pembangunan kesehatan secara sinkron dan terkoordinasi.

2.4.2 Peluang Dinas Kesehatan

a) Dalam UU Kesehatan 2009, disebutkan bahwa daerah hendaknya

mengalokasikan minimal 10% APBD untuk kesehatan tanpa gaji. Kalau

komponen gaji diambil dari alokasi kesehahan (75% untuk RS dan 64,1% untuk

Dinas Kesehatan), maka total anggaran kesehatan tanpa gaji adalah Rp

105.287.215.143 atau 8,4% dari APBD total. Dengan demikian realisasi

anggaran kesehatan 2011 terpaut 1,6% dibawah ketetapan UU Kesehatan 2009.

b) Prospek Perkembangan Wilayah

Pembangunan BIJB dan kawasan industri, perkantoran dan bisnis akan/sudah

dimulai dalam waktu dekat (tahun 2013). Perkembangan ini, yang untuk

sementara disebut “Aerocity”, didalamnya termasuk kawasan pemukiman dan

“central park”. Kawasan pemukiman tersebut (Sukamulya) akan dihuni oleh

penduduk pindahan dari Kecamatan Kertajati dan Sukamulya.

Selain itu, pembangunan jalan tol sudah berlangsung, yang akan

menghubungkan Majalengka khususnya Aerocity dengan Cikampek (akses

langsung ke Jakarta), dengan Kota Bandung dan Kota Cirebon. Perjalanan ke

Cikampek diperkirakan 1 jam, ke Bandung 1 jam dan ke Cirebon 20 menit.

Pembangunan Aerocity akan menjadi sentra kota modern yang membawa

pengaruh kewilayah sekitarnya. Diperkirakan kabupaten Majelengka akan

berkembang menjadi 3 strata wilayah, yaitu:

Wilayah utara/barat yang menjadi pusat Aerocity;

Wilayah tengah dengan pusatnya kota Majalengka dan lokasi poros jalan

yang berhubungan dengan Cirebon dan Sumedang; dan

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-52

Page 53: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Wilayah timur/selatan, dengan bukit dan pegunungan dan relatif

berkembang lebih lamban

Tabel- 5. Strata Wilayah Kabupaten Majalengka

Aerocity Kertajati Wilayah Tengah Wilayah Timur dan Selatan

(1) Kertajati (1) Palasah (1) Maja(2) Jatitujuh (2) Sumberjaya (2) Argapura(3) Dawuan (3) Lewimunding (3) Banjaran(4) Ligung (4) Sindangwangi (4) Bantarujeg(5) Kadipaten (5) Sukahaji (5) Cikijing(6) Kasokandel (6) Cigasong (6) Talaga(7) Jatiwangi (7) Panyingkiran (7) Lemahsugih

(8) Majalengka (8) Malausma(9) Rajagaluh (9) Cigambul(10) Sindang

Ada beberapa dampak yang diperkirakan akan terjadi dengan pembangunan

Aerocity tersebut, yaitu sebagai berikut:

Pembangunan industri (pabrik), kantor, pasar/toko, restoran dan pelayanan

bandara yang akan membuka lapangan pekerjaan

Migrasi penduduk dari sekitar Aero city dan dari luar Majalengka untuk

mengisi lapangan pekerjaan tersebut, yang akan menambah jumlah manusia

di kawasan tersebut

Jumlah penduduk yang bekerja di sektor formal meningkat dan ini akan

meningkatkan pula kebutuhan akan pelayanan dan program kesehatan kerja

Peningkatan kebutuhan dan permintaan akan rumah dan bahan makanan

Peningkatan kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan kesehatan

primer dan sekunder/tertier yang bermutu

Membuka pasar bagi produk pertanian termasuk dari pegunungan di selatan

dan timur kota Majalengka (kecamatan Cikijing, Talaga, Argapura, Ligung,

Banjaran), seperti sayur mayur, sumber karbohidrat dan protein hewani

(ternak ayam, ikan, kambing, dll).

Potensi daerah retreat (villa dan wisata alam) di lereng gunung Ciremai

akan menjadi sasaran investasi swasta maupun perorangan

Yang terakhir ini juga akan meningkatkan kebutuhan dan permintaan

terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu di kawasan tersebut (yang

sekarang relatif terbelakang).

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-53

Page 54: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Skenario perkembangan seperti disampaikan diatas perlu di respons dalam

masterplan kesehatan ini. Di kawasan Aerocity diperlukan fasilitas pelayanan

kesehatan primer dan sekunder yang memenuhi standar untuk sebuah kota

modern. Puskesmas yang berada ditengah kawasan Aerocity adalah

Puskesmas Sukamulya dan RS terdekat adalah RS Cideres. Kedua fasilitas

milik Pemda ini perlu di ditingkatkan infrastruktur, tenaga, manajemen dan

mutu pelayanannya.

Wilayah tengah dengan pusatnya kota Majalengka, memiliki akses ke Aerocity,

dan Cirebon serta Sumedang melalui jalan propinsi. Wilayah ini akan

berkembang dengan pola konvensional (seperti sekarang); juga dengan

percepatan akan tetapi tata ruangnya terikat pada tata ruang yang ada.

Penduduk wilayah ini juga berinteraksi dengan perkembangan Aerocity,

terutama di daerah Kadipaten dan Jatiwangi.

Wilayah selatan-timur dengan perbukitan dan gunung, dominan dengan

penduduk petani yang hidup secara tradisional. Masalah KIA, penyakit

menular, sanitasi dan air bersih merupakan masalah utama penduduk di

wilayah ini. Menurut asessment Pokja Sanitasi desa dengan sanitasi terburuk

ada di wilayah ini, sehingga program kesling dan promkes perlu diprioritaskan.

Demikian juga, banyak desa-desa dan pemukiman terpencil berada di wilayah

ini, sehingga Puskesmas dan Bidan desa perlu diberdayakan dengan

kemampuan “outreach” seperti Puskesmas Keliling, kunjungan rumah,

supervisi Posyandu, dll.

c. Prospek Perkembangan BPJS Kesehatan

UU No. 40/2011 menetapkan bahwa pada tahun 2014 nanti akan dimulai

Sistem Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage atau UHC).

Sistem jaminan kesehetan ini akan dikelola oleh sebuah badan pelaksana

tunggal, yaitu BPJS-Kesehatan (PP No.24/2011). Sistem jaminan kesehatan

yang ada akan dilebur kedalam BPJS tersebut, yaitu peserta PT Askes (jaminan

kesehatan PNS dan keluarganya), peserta PT Jamsostek (jaminan kesehataan

tenaga kerja sektor formal), peserta Jamkesmas (jaminan kesehatan bagi

penduduk miskin –yang preminya ditanggung oleh pemerintah pusat) dan

Jamkesda (jaminan kesehatan penduduk miskin yang preminya ditanggung

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-54

Page 55: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

pemerintah daerah). Demikian juga Jampersal, program jaminan biaya

persalinan untuk semua ibu hamil yang sekarang ditanggung oleh pemerintah

pusat, akan digabungkan dalam BPJS.

Dengan demikian BPJS akan menjadi sebuah badan yang sangat besar peranan

dan penagruhnya dalam (a) menentukan cara pembayaran penyedia pelayanan

kesehatan (PPK), (b) menentukan standar pelayanan kesehatan dan (c)

menentukan tarif pelayanan kesehatan. Jadi BPJS nantinya akan mempunyai

posisi tawar-menawar (bargaining power) yang kuat.

PPK primer – termasuk Puskesmas dan Bidan akan dibayar dengan cara “Fee

for service” (FFS) atau cara kapitasi. Sedangkan PPK sekunder –yaitu

pelayanan rujukan di RS– akan dibayar dengan cara kelompok diagnosis yaitu

DRG (Diagnostic Related Group) atau disebut juga CBG (Case Based Group).

Prospek perkembangan BPJS perlu diantisipasi oleh sistem kesehataan di

Kabupaten Majalengka dengan baik, terutama dalam mempersiapkan PPK

(Bidan, Puskesmas dan RSUD).

d. Analisis Lingkungan Internal Dan Eksternal (Analisis SWOT)

Hasil analisis Duapuluh isu utama (frekuensi tinggi) dalam masing-masing

kelompok lingkungan tersebut disampaikan dalam tabel berikut.

Tabel- 6. Ringkasan Score Hasil Analisis SWOT

No Dimensi ScoreAdjusted score

(max=1)Adjusted score

(max=4)Total adj. Score

Internal Total adj. Score

External1 Kekuatan 27 0,01 0,06 1,262 Kelemahan 529 0,3 1,23 Peluang 741 0,42 1,68 2,754 Hambatan 471 0,27 1,07

1.768 1 4Total

Secara keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukkan (1) kekuatan internal

kesehatan tidak besar, (2) banyak kelemahan, (3) padahal peluang diluar

cukup besar dan (4) banyak pula hambatan eksternal yang dihadapi. Ringkasan

skor untuk masing-masing dimensi analisis tersebut adalah sebagai berikut:

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-55

Page 56: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Gambar- 2.1 . Matriks SWOT2

Analisis matriks seperti disampaikan diatas menunjukkan bahwa sistem kesehatan berada pada posisi bertahan dan memperkuat diri dengan lingkungan eksternal yang memberikan peluang sekaligus hambatan.Dari hasil analisis SWOT seperti disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi umum pembangunan kesehatan kabupaten Majalengka selama 2014 -2018 adalah sdebagai berikut:

1. Pada tahap awal adalah mempertahankan kinerja yang ada, memperkuat Sistem Kesehatan, dan menangkap berbagai peluang;

2. Pada tahap akhir memacu kinerja untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan.

2 - sel VI, VII dan IX adalah posisi lemah dan mempertahankan eksistensi - sel III, V dan VII adalah posisi bertahan dan memperkuat diri - sel I, II dan IV adalah posisi untuk secara agresif memacu kinerja

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-56

Page 57: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

Tabel- 2.21 Hasil Evaluasi Lingkungan Internal dan EksternalKekuatanNo Kekuatan Frekuensi Skor

1 UKM sudah menjadi prioritas 6 7,42 Regulasi yang mendukung 4 3,33 Dana BOK tersedia untuk Operasional Puskesmas 3 1,94 Alat transportasi mencukupi 3 1,95 Semangat nakes yang tinggi/ disiplin 3 1,86 Pembayaran melalui Jamkesmas 3 1,07 Adanya peraturan yang jelas tentang jam kerja 2 0,98 Supervisi dan Monev berjalan 2 0,99 Penyusunan anggaran sudah baik 2 0,9

10 Karyawan kompak bekerjasama 2 0,911 Juklak dan juknis tersedia 2 0,912 Obat dan bahan medis tersedia cukup 2 0,913 Perda tar 1 0,314 Perda tarif/SOTK sudah ada 1 0,215 Puskesmas dan Pustu sudah cukup baik 1 0,216 Administrasi dan manajemen yang baik 1 0,217 Organisasi dan manajemen yang baik 1 0,218 SP3 berbasis komputer untuk SIK sudah berjalan 1 0,219 UKP berjalan baik 1 0,220 BLUD sudah mulai berjalan di RS 1 0,2

25,6

KelemahanNo Kelemahan Frekuensi Skor

1 SDM Kesehatan dan non kesehatan kurang 16 135,52 Dana kurang 11 79,83 Obat dan bahan medis tidak sesuai dengan amprahan 10 70,64 Administrasi dan manajemen belum optimal 6 40,35 SIK belum berfungsi dengan baik 6 38,36 Penugasan SDM tidak sesuai dengan pendidikan 5 35,07 UKM tidak sinergi dengan lintas program dan lintas sektor 5 30,88 Profesionalisme SDM 2 12,59 Banyak program yang tidak sesuai kebutuhan 2 11,8

10 Sarana Prasaran kurang 1 7,211 Minim pelatihan 1 7,212 Dana belum terealisasi secara penuh 1 7,013 Dana yang digunakan tidak sesuai dengan masalah yang dihadapi 1 6,914 Kinerja tenaga PKM tidak optimal 1 6,915 Keterbukaan manajerial 1 6,916 Panjangnya birokrasi dan sistem prosedur 1 6,917 Tidak Fokus pada kegiatan 1 6,918 Pencatatan pelaporan masih lemah 1 6,919 Kepatuhan SPO masih kurang 1 6,920 Belum ada SOP untuk kesmas di PKM 1 6,9

528,8

Total

Total

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-57

Page 58: Bab 2 Renstra Dinkes 2014-2018

PeluangNo Peluang Frekuensi Skor

1 Kerjasama lintas sektor yang baik 19 156,92 Kebijakan dan komitment pemerintah daerah (bappeda) sudah memadai 15 107,43 masyarakat masih dapat dimobilisasi (kooperatif) dan potensi masy lainnya 10 73,54 industri bisnis akan meningkat karena pembangunan: lapangan kerja 10 68,45 Kebijakan nasional mendukung pembangunan kesehatan 8 59,16 Sarana Transportasi mencukupi (termasuk akses mudah) 7 46,17 Kemudahan komunikasi dan informasi 7 44,98 LSM dan CSR dalam pembangunan kesehatan 5 29,79 Kebijakan global yang mendukung 4 25,5

10 SDM dengan tingkat pendidikan yang memadai 3 19,611 Letak geografis yang mendukung 3 16,612 beasiswa untuk tenaga kesehatan (dari pihak luar dan dari kemkes) 2 13,413 Jumlah sarana swasta yang meningkat 2 13,214 Lingkungan alam yang sehat 2 13,015 Pembangunan bandara dan jalan tol mendorong kemajuan 2 14,316 Pertumbuhan ekonomi membaik 2 12,417 Letak geografis yang mendukung 1 7,118 adanya konsultan yang handal dalam menyusun renstra 1 6,719 pendanaan promotif dan preventif dari BOK sudah cukup besar 1 6,920 Berlakunya UU SJSN tahun 2014 1 6,4

741,2

HambatanNo Hambatan Frekuensi Skor

1 Lingkungan geografi sebagian wilayah yang cukup sulit 8 54,52 Masih ada budaya masyarakat yang negatif untuk kesehatan 11 41,63 Kesenjangan sosial meningkat mendorong kriminalitas dan kekerasan 4 29,04 Pengetahuan masyarakat sangat kurang akibat promkes tidak jalan 4 29,05 Transportasi belum baik di sebagian wilayah 4 28,96 Jalan menuju tempat kerja yang jelek di wilayah Puskesmas 4 27,67 Pembangunan BIJB merupakan tantangan bagi kesehatan 3 26,88 Informasi ilmu terbaru masih kurang 3 21,69 Meningkatnya indutri membawa danpak negatif terhadap kesehatan 3 21,4

10 Target PAD tinggi sedangkan retribusi digratiskan 2 21,111 Pendidikan masyarakat relatif masih rendah 2 20,412 Pendataan masyarakat miskin yang tidak akurat 1 19,713 Rendahnya kesejahteraan 1 19,114 Pejabat kurang tanggap dalam UKM 1 18,815 Reformasi birokrasi berjalan lamban 1 18,616 Peran serta masyarakat masih kurang 1 17,617 Komitmen terhadap capaian MGGs masih kurang 1 15,318 Regulasi: Perda tertinggal mengatasi perubahan-perubahan 1 14,419 Political will untuk kesehatan belum tumbuh 1 13,820 Pemanfaatan potensi swasta/ CSR belum optimal 1 12,8

471,7

Total

Total

RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-58