bab 2 morbili

48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA MORBILI Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak. Sebelum penggunaan vaksin campak, puncak insiden pada umur 5-10 tahun.Sekarang di Amerika Serikat, campak terjadi paling sering pada anak umur sekolah yang belum di imunisasi dan pada remaja dan orang dewasa muda yang telah di imunisasi. (1) Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Nama lain penyakit ini adalah campak, measles, atau rubeola. (1,2,3,4) Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Virus morbili terdapat dalam sekret nasofaring dan darah 15

Upload: lusiachristina

Post on 04-Apr-2016

288 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

teori

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Morbili

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

MORBILI

Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar

3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat

dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%

menjadi 1,2%.

Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari

penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat

menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul.

Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh

campak.

Sebelum penggunaan vaksin campak, puncak insiden pada umur 5-10 tahun.Sekarang di

Amerika Serikat, campak terjadi paling sering pada anak umur sekolah yang belum di imunisasi

dan pada remaja dan orang dewasa muda yang telah di imunisasi.(1)

Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga stadium,

yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Nama lain penyakit ini adalah

campak, measles, atau rubeola.(1,2,3,4)

Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Virus morbili

terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama stadium kataral sampai 24 jam setelah timbul

bercak di kulit.(3,4)

Banyak kesamaan antara tanda-tanda biologis campak dan cacar memberi kesan

kemungkinan bahwa campak dapat diberantas. Tanda-tanda ini adalah(1,5) :

1. ruam khas,

2. tidak ada reservoir binatang,

3. tidak ada vektor,

4. kejadian musiman dengan masa bebas penyakit,

5. virus laten tidak dapat ditularkan,

15

Page 2: Bab 2 Morbili

6. satu serotip, dan

7. vaksin efektif.

I. Definisi

Campak adalah suatu penyakit infeksi virus aktif menular, ditandai oleh tiga stadium :

1. stadium inkubasi atau kataral sekitar 10-12 hari dengan sedikit, jika ada, tanda-tanda atau

gejala-gejala, 2. stadium prodromal dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan

faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk yang semakin

berat, dan 3. stadium akhir atau konvalesen dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut

pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.(1,2,3,4)

II. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh golongan paramyxovirus (Anonim), yaitu virus RNA dari

family Paramixofiridae, genus Morbillivirus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama

masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi

nasofaring, darah dan urin.(4,5)

Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kama. Virus

campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh

manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya.

Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku,

minimal 4 minggu dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH

rendah. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia. Perubahan sitopatik, tampak

dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi

dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.(4,5)

Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes semprotan selama masa prodromal

(stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus

aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan (mulai fase

prodromal), pada beberapa keadaan awal hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah

ruam muncul. (1,4,5,6)

16

Page 3: Bab 2 Morbili

III. Patologi

Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring, bronkus,

saluran pencernaan, dan konjungtiva. Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang

serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler.

Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva.

Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti

banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang

muncul adalah

(1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,

appendiks, limpa dan timus) dan

(2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit

terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut.

Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga

ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus

campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi

mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.Penularan : secara droplet terutama selama

stadium kataralis. Umumnya menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.(4,5)

Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula

spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body

intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis.. (4,5,6)

17

Page 4: Bab 2 Morbili

18

Page 5: Bab 2 Morbili

IV. Patogenesis

Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang

infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak

adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal.

Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik

regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi

multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun

jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama

infeksi.

Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan

menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas

adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-

11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai

puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama

infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan

serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam

keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.

Hari Manifestasi

0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring

atau kemungkinan konjungtiva

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

2-3 Viremia primer

3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi

pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7 Viremia sekunder

7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran

nafas

19

Page 6: Bab 2 Morbili

11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

V. MANIFESTASI KLINIS (1,2,3,4,5)

1. Stadium kataral (prodromal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise,

batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium

kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang

patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna

putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di

mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah

tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian

menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan

leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering

didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada

bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2

minggu terakhir.

2. Stadium erupsi

Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum

durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya

eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara

makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, di

bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-

kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam

mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti

terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di

daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare

dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili

yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

20

Page 7: Bab 2 Morbili

3. stadium konvalesensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)

yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia

sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala

patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan

eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai

menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut (4,5,6) :

Anamnesis :

1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus dicurigai

atau di diagnosis banding morbili.

2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.

3. Dapat disertai diare dan muntah.

4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) :

epistaksis, petekie, ekimosis.

5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu

sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.

Pemeriksaan fisik :

1. Pada stadium inkubasi manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya

tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan

konjungtivitis.

2. Pada umunya anak tampak lemah.

3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir

stadium kataral).

4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash)

yang khas : ruam makulopapular yang

21

Page 8: Bab 2 Morbili

munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka,

dan kemudian seluruh tubuh.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan

laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti

banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan

pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,

immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody

(FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa

prodromal dan serum sekunder pada 7 – 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil

dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum

IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam

waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada

pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan

bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan

jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal.

22

Page 9: Bab 2 Morbili

VII. DIAGNOSIS BANDING (6,7)

1. German Measles.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah

suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga. Ruam berwarna merah muda dan timbul

lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul tidak seberat campak.

Etiologi : Rubivirus (fam. Togaviridae), virus RNA.

Masa inkubasi : 14 – 21 hari

Masa penularan: sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari setelah timbulnya ruam. Cara

penularan melalui droplet.

Manifestasi klinis :

- Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia,

konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limf denopati.Gejala cepat

menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.

- Demam berkisar 380C –38,70C. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan dengan

ruam kulit.

- Enantema pada rubela (Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodrodromal

sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna

merah muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan

tanda patognomonik.

23

Page 10: Bab 2 Morbili

- Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus

suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.

- Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di

muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas) Ruam pada

akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari ke dua ruam di muka mulai

menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di ekstremitas sedangkan di

tempat lain mulai menghilang.

Diagnosis:

- Manifestasi klinis yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari,

limfadenopati retroaurikular dan suboksipital.

- Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari sesudah timbulnya

ruam.

- Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timbulnya ruam.

2. Exanthem Subitum / Roseola Infatum.

Etiologi : Human herpes virus tipe 6 (HHV6)

Masa inkubasi : sulit ditentukan karena kontak tidak diketahui.

Manifestasi klinis:

24

Page 11: Bab 2 Morbili

Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-

40,60C, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, konjungtivitis

dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu

normal disertai timbulnya ruam. Ruam muncul saat demam telah menghilang.

Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher, ekstremitas atas

muka, dan ektremitas bawah.

Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga

mirip dengan lesi rubela.

Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam

hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.

Diagnosis: manifestasi klinis penurunan hitung leukosit.

Scarlet Fever (Scarlatina)

Etiologi : Streptococcus beta hemolyticus grup A

Masa inkubasi : 1 – 7 hari, rata-rata 3 hari

Cara penularan: Melalui droplets dari pasien yang terinfeksi atau karier.

Fokus infeksi : Faring dan tonsil, jarang pada luka operasi atau lesi kulit.

Manifestasi klinis :

- Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala,

malaise dan menggigil. Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yang khas.

25

Page 12: Bab 2 Morbili

- Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-

abuan.

- Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry

tongue (tanda patognomonik).

- Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan.

Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan

dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal

dan lipatan poplitea.

- Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat

(circumoral pallor).

- Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper

yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.

- Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki. Deskuamasi

kemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.

VIII. KOMPLIKASI (4,5,6,8)

Bila ada, berupa komplikasi segera :

- Trakeobronkitis dan laringotrakeitis biasanya telah ada, merupakan sebagian dari

manifestasi morbili.

- Otitis media merupakan komplikasi paling sering terjadi, harus dicurigai bila demam tetap

tinggi pada hari ketiga atau keempat sakit.

- Bronkopneumonia / bronkiolitis oleh virus morbili sendiri atau infeksi sekunder (oleh

pneumokokus, hemofilus influenzae) dengan gejala batuk menghebat, timbul sesak nafas.

- Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi anergi

(uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif).

26

Page 13: Bab 2 Morbili

- Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh

bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan

kebutaan.

- Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga

mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak

(Soegeng Soegijanto, 2002)

- Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom Guillain-Barre, dan lain-

lain.

- Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih kecil juga diare,

miokarditis, trombositopeni, malnutrisi pasca serangan campak, keratitis, hemorragic measles

(morbili yang parah dengan perdarahan multiorgan, demam, dan gejala cerebral) serta kebutaan. 

IX. PENATALAKSANAAN (4,5)

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki

keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul:

1. Istirahat.

2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..

3. Medikamentosa :

- Antipiretik : parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.

- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis

maksimum 600 mg/hari.

- Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein)

tidak boleh digunakan.

- Perawatan mata untuk konjungtivitis yang ringan dengan cairan mata jernih; jika

mata bernanah, bersihkan dengan kain katun yang telah direbus dalam air mendidih atau

lap bersih yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol/tetrasiklin,

3x/hari selama 7 hari.

- Mukolitik bila perlu.

- Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.

Dosis rekomendasi berdasarkan WHO pemberian vitamin A adalah sebagai berikut :

Infant usia < 6 bulan 50.000 IU

27

Page 14: Bab 2 Morbili

6 bulan – 1 tahun 100.000 IU

Anak > 1 tahun 200.000 IU

Pemberian suplementasi vitamin A secara rutin pada dapat menurunkan angka kasus

kematian pada morbili dari beberapa faktor termasuk diare.(9)

- Antivirus

Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara in vitro

terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan penderita dewasa

yang immunocompromissed. Namun penggunaan ribavirin ini masih dalam tahap

penelitian dan belum digunakan untuk penderita anak. (10)

- Tatalaksana campak dengan komplikasi berat anak – anak dengan campak disertai

komplikasi memerlukan perawatan di rumah sakit serta penanganan terhadap

penyulityang timbul, yaitu :

Bronkopneumonia : pemberian antibiotik ampisilin 100mg/kgBB/hari dalam 4

dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 74mg/kgBB/hari intravena

dibagi dalam 4 dosis samapi gejala sesak berkurang dan pasien sudah mampu

untuk minum obat per oral.

Enteritis: pada keadaan berat nak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan

intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan dehidrasi. Untuk

bayi usia 2-5 bulan, berikan setelah zinc (10mg) sekali sehari selama sepuluh hari

berturut-turut. Untuk anak usia 6 bulan-12 tahun, berikan zinc (20 mg) sekali

sehari selama sepuluh hari berturut-turut.

Otitis media seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga

perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4mg/kgBB/hati

dibagi dalam 2 dosis)

Ensefalopati : perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk

mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan

koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan

oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit

yang timbul.

28

Page 15: Bab 2 Morbili

X. PROGNOSIS (4,5,6)

Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan

umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.

XI. PENCEGAHAN(4)

Angka kesembuhan terjadi lebih baik pada anak- anak yang menerima vaksinasi dari ibu

yang memiliki antibody daripada ibu yang tidak memiliki antibodi dan lebih baik pula

dibandingkan dengan anak yang hanya menerima vaksinasi pada umur 9 bulan. (11)

Imunisasi Aktif

Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat

berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari

virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan

protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk

karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut

sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4˚C, sehingga harus

digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin.

Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan

lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang

pengeluaran IgA sekretori.

Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang

menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat

alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari

darah.

Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)

Indikasi :

– Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak

dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.

– Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai

resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus diberikan

imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 5 hari paparan. Setelah itu vaksin MMR

29

Page 16: Bab 2 Morbili

diberikan sesegera mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah

pemberian imunoglobulin.

Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi,

tetapi semakin cepat semakin baik..(12)

XII. Prognosis

Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit

maka prognosisnya baik.

30

Page 17: Bab 2 Morbili

31

Page 18: Bab 2 Morbili

32

Page 19: Bab 2 Morbili

33

Page 20: Bab 2 Morbili

34

Page 21: Bab 2 Morbili

KEJANG

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)

Etiologi

Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan

ekstrakranial.

1. Intrakranial

Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.

Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat

disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus,

infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.

2. Ekstrakranial

Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti

hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia,

hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan

oleh metastasis keganasan ke otak9.

Klasifikasi Kejang

Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan menjadi6 :

1. Kejang parsial

Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer

serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang

mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak berusia 3 hingga 13

tahun8. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi :

1. Kejang parsial simpleks

Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa disertai dengan

perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai dengan perubahan aktivitas

motorik yang abnormal, sering terlihat pola aktivitas motorik yang tetap pada wajah

dan ekstremitas atas saat episode kejang terjadi. Walaupun kejang parsial simpleks

35

Page 22: Bab 2 Morbili

sering ditandai dengan perubahan abnormal dari aktivitas motorik, perubahan

abnormal dari sensorik, autonom, dan psikis

2. Kejang parsial kompleks

Kejang parsial kompleks ditandai dengan perubahan abnormal dari persepsi dan

sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat kejang, pandangan mata

anak tampak linglung, mulut anak seperti mengecap – ngecap, jatuhnya air liur keluar

dari mulut, dan seringkali disertai mual dan muntah.

3. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder

Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan menimbulkan gejala

seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder biasanya

menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik. Hal ini sulit dibedakan dengan

kejang tonik – klonik.

2. Kejang Umum

Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata kedua hemisfer

serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejang umum dapat

dikelompokkan menjadi :

1. Kejang tonik klonik (grand mal seizure)

Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering terjadi pada

anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba – tiba, namun pada beberapa

anak kejang ini didahului oleh aura (motorik atau sensorik). Pada awal fase tonik,

anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otot – otot yang

disertai dengan rigiditas otot yang progresif. Sering juga disertai dengan

inkontinensia urin atau inkontinensia tinja. Kemudian pada fase klonik, terjadi

gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi yang disertai spasme pada

ekstremitas. Terjadi perubahan kesadaran pada anak selama episode kejang

berlangsung dan bisa berlanjut hingga beberapa saat setelah kejang berhenti.

2. Kejang tonik

Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik. Anak tiba –

tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang progresif.

3. Kejang mioklonik

36

Page 23: Bab 2 Morbili

Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba –

tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadi hingga ratusan kali

per hari.

4. Kejang atonik

Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba – tiba.

5. Kejang absens

Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau disebut

juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens tipikal ditandai

dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba – tiba, kehilangan kesadaran

sementara secara singkat, yang disertai dengan tatapan kosong. Sering tampak

kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode kejang terjadi kurang dari

30 detik. Kejang ini jarang dijumpai pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang

absens atipikal ditandai dengan gerakan seperti hentakan berulang yang bisa

ditemukan pada wajah dan ekstremitas, dan disertai dengan perubahan kesadaran7.

Tatalaksana Intractable Seizures

Pada penanganan intractable seizure, terdapat beberapa obat yang masih

digunakan. Penggunaan obat – obatan tersebut hanya dipakai pada beberapa kasus

penyakit dengan kondisi intactable seizure, obat – obatan tersebut adalah :

1. Valproate (Depacote)

Asam valproat dapat digunakan pada penanganan kasus kejang Lennox –

Gustaut Syndrome. Dosis maintenance yang dipakai sekitar 10-60 mg/kg/hari,

diberikan sebanyak 2 hingga 4 kali sehari. Dosis harian harus dimulai pada dosis

10 mg/kg/hari dan ditingkatkan sebanyak 10 mg/kg/hari setiap minggunya sampai

level serum terapeutik tercapai yaitu 50-100 µg/ml. Efek samping yang sering

terjadi adalah gangguan traktus gastrointestinal, kenaikan berat badan, mengantuk,

dan alopesia. Tremor dan trombositopenia merupakan dose related effect. Untuk

anak dibawah usia 2 tahun dapat meningkatkan resiko toksisitas hepar dan

pankreatik. Asam valproat juga mengganggu metabolisme dari obat antikonvulsan

lain yaitu meningkatkan jumlah obat fenobarbital, fenitoin, karbamazepin,

diazepam, clonazepam, dan ethosuksamid di dalam darah. Dosis asam valproat 15

37

Page 24: Bab 2 Morbili

- 40 mg/kg/hari dalam 2 - 3 dosis. Lama pengobatan rumat diberikan selama 1

tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.7

2. Lamotrigine (Lamictal)

Obat ini juga dapat digunakan untuk pengobatan kejang pada Lennox –

Gustaut syndrome. Dosis maintenance yang digunakan sekitar 5-15 mg/kg/hari,

tetapi dikarenakan obat ini mengganggu kerja antikonvulsan lainnya, penetapan

dosis harus dilakukan ketika diberikan bersamaan dengan antikonvulsan lainnya.

Lamictal harus diberikan dosis rendah pada awal pemberian jika diberikan pada

pasien yang mengkonsumsi asam valproat dan pada dosis tinggi jika diberikan

pada pasien yang juga meminum fenitoin, karbamezepin, fenobarbital, atau

pirimidon. Efek samping dari obat ini adalah gangguan traktus gastrointestinal,

somnolen, pusing, sakit kepala, dan diplopia. Efek yang paling

mengkhawatirkan adalah munculnya ruam kemerahan di kulit yang dapat

merupakan tanda – tanda dari Stevens – Johnson syndrome7. Pada studi yang

dilakukan pada Shahid Sadoughi Hospital di Iran yang dilakukan oleh Fallah R,

et al, meneliti 22 anak laki – laki dan 18 anak perempuan yang mengalami

intractable epilepsy dengan Lennox –Gastaut syndrome didapatkan hasil nilai

rata – rata angka kejadian kejang selama penelitian yang dihitung setiap minggu

dan dilakukan sebelum dan sesudah pemberian lamotrigin mengindikasikan

bahwa penggunaan lamotrigin efektif dalam mengurangi kejang dan disarankan

menjadi terapi tambahan pada penanganan intractable epilepsi pada kasus

Lennox –Gastaut syndrome.11

3. Felbamate (Felbatole)

Obat ini dipakai untuk refractory seizure yang tidak dapat ditangani

dengan pengobatan lain. Penggunaan obat ini sebagian besar dipakai untuk

Lennox – Gustaut syndrome. Dosis yang diberikan sekitar 15-45 mg/kg,

diberikan 3 sampai 4 kali sehari. Pemberian harus dimulai dengan dosis yang

paling rendah berdasarkan kisaran dosis terapeutik dan harus digunakan sebagai

terapi tunggal dikarenakan resiko terjadinya efek samping lebih tinggi jika

diberikan bersamaan dengan antikonvulsan lain. Pada interaksi obat, felbamat

meningkatkan kadar serum fenobarbital, fenitoin, asam valproat, dan

38

Page 25: Bab 2 Morbili

menurunkan kadar karbamazepin. Efek samping yang dapat disebabkan obat ini

adalah anoreksia, nausea, vomiting, insomnia, dan letargi dengan efek samping

yang dikhawatirkan yaitu anemia aplastik dan hepatotoksisitas berat. Semua

anak yang mendapatkan obat ini disarankan untuk selalu dipantau dengan

pemeriksaan laboratorium darah rutin dan fungsi hati.7

4. Vigabatrin (Sabril)

Obat ini efektif digunakan pada kasus refractory partial seizure. Dosis

maintenance yang dipakai adalah 30-150 mg/kg/hari dan diberikan sehari atau

dua hari sekali. Jika setelah pemberian, kondisi kejang pasien tidak terdapat

kemajuan, hal tersebut berarti obat tersebut resisten.7

5. Topiramate (Topamax)

Obat ini efektif digunakan pada pengobatan Lennox – Gustaut syndrome

dan refractory complex partial seizure. Dosis yang diberikan pertama kali yaitu

1 mg/kg/hari dengan dosis target maintenance sebesar 3-9 mg/kg/hari. Interaksi

dengan obat antikonvulsan lainnya sangat sedikit. Topiramat memiliki beberapa

efek samping yang sangat mengkhawatirkan yaitu masalah kepribadian yang

paling umum terjadi pada anak – anak. Efek samping lain yang dapat terjadi

adalah anoreksia, penurunan berat badan, masalah dalam tidur, kelelahan, sakit

kepala, diplopia, gangguan bicara. Efek samping yang serius dari topiramat

adalah nefrolitiasis dan harus hati – hati pada pemberian topiramat kepada

pasien yang memiliki riwayat batu ginjal atau sedang dalam ketogenic diet.7

6. Tiagabine (Gabitril)

Obat ini dipakai untuk terapi tambahan pada kasus refractory partial

seizure. Dosis pemberian diawali dengan 0,1 mg/kg/hari dan dinaikkan hingga

mencapai dosis target yaitu 0,5-1 mg/kg/hari sampai dapat mengontrol kejang

secara adekuat. Efek samping yang disebabkan oleh obat ini adalah kelelahan,

pusing, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, dan mood depresi.7

7. Levetiracetam (Keppra)

Obat ini efektif sebagai terapi tambahan pada refractory partial seizures

pada anak – anak usia 6 sampai 12 tahun. Dosis maintenance sekitar 10 sampai

60 mg/kg/hari. Efek samping pada anak – anak adalah sakit kepala, anoreksia,

39

Page 26: Bab 2 Morbili

kelelahan, dan infeksi termasuk rinitis, otitis media, gastroenteritis, dan

faringitis. Pemakaian pada orang dewasa dilaporkan dapat mengakibatkan

leukopenia tetapi tidak pernah didapatkan pada pasien anak.7

8. Oxcarbazepine (Trileptal)

Pada suatu studi yang dilakukan di Iran University of Medical Science dan

Shahid Beheshti of Medical Science di Iran yang dilakukan oleh Azita Tavassoli,

et al, menyimpulkan oxcarbazepin efektif untuk mengontrol intractable seizure

pada anak – anak. Respon yang paling baik ditunjukkan oleh pasien dengan

partial epilepsy dan pasien dengan mixed type seizure memberikan respon yang

paling sedikit. Dosis rata – rata untuk mengontrol kejang adalah 45 mg/kg/hari.

Pada studi ini didapatkan efek samping kemerahan pada kulit dan didapatkan

riwayat reaksi kulit terhadap karbamazepin pada pasien tersebut sehingga harus

dikeluarkan dari studi. Dan efek samping lain yang ditunjukkan adalah pada

pemberian dosis yang tinggi menyebabkan diplopia dan pusing kepala yang

langsung menghilang jika dosis obatnya diturunkan. Efek samping lain yang

terlihat yaitu asimptomatik transient hyponatremia, mengantuk, sakit kepala,

nausea dan muntah, ataksia dan agitasi. Semua efek samping tersebut terlihat

pada pemberian awal dan menghilang setelah beberapa hari. Pada studi ini,

komplikasi serius seperti depresi sumsum tulang dan gangguan pada hepar

maupun ginjal ntidak ditemukan.12

40

Page 27: Bab 2 Morbili

PEMBAHASAN

Pada Pasien

Anamnesis :

1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya

tinggi, mendadak), batuk, pilek harus dicurigai

atau di diagnosis banding morbili.

Pasien dengan demam tinggi 4 hari sebelum

masuk rumah sakit sudah berobat namun tidak

ada perbaikan.

2. Dapat disertai diare dan muntah. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pagi hari

pasien mendadak mimisan, sorenya pasien

BAB cair, lendir (-), darah (-), BAB hitam (-)

dan muntah 3x berisi cairan tidak banyak.

3. Dapat disertai dengan gejala perdarahan:

epistaksis, petekie, ekimosis

4. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah

kecurigaan.

Pada saat hari masuk RS pasien mengeluhkan

mata merah dan belekan.

5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak

dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu

Pasien belum mendapatkan vaksin campak.

41

Page 28: Bab 2 Morbili

sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi

campak.

Pemeriksaan fisik :

1. Pada stadium inkubasi manifestasi yang

tampak mungkin hanya demam (biasanya

tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan

konjungtivitis.

Pasien dengan demam tinggi 4 hari sebelum

masuk rumah sakit sudah berobat namun tidak

ada perbaikan, disertai batuk yang tidak ada

dahak

2. Pada umunya anak tampak lemah. Pada saat observasi tanggal 11-13 pasien

nampak lemah

3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir

stadium kataral).

Sariawan timbul sehingga pasien malas makan

4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang

khas : ruam makulopapular yang munculnya

mulai dari belakang telinga, mengikuti

pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan

kemudian seluruh tubuh.

Kemerahan muncul mulai dari leher ke dada,

wajah lalu kaki dan seluruh tubuh.

Lalu pada tanggal 14-05-2015 : nampak

hiperpigmentasi pada dada

Morbili

42

Page 29: Bab 2 Morbili

IVFD KaEn 1B / 12 jam

Antipiretik : parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.

Pada pasien

BB : 22,5 kg x 10 mg = 225mg / kgBB/ kali (dalam interval 6-8 jam)

- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : dosis secara oral 100 - 200 mg

setiap 4 jam; dosis maksimum 1200 mg/hari.

Pada pasien dapat diberikan 100mg PO / 4 jam.

Dosis rekomendasi berdasarkan WHO pemberian vitamin A adalah sebagai berikut :

Infant usia < 6 bulan : 50.000 IU

6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU

Anak > 1 tahun : 200.000 IU

Pada pasien usia 3 tahun mendapatkan Vit A 200.000 IU

Nebulizer : Nacl 0,9% 2cc untuk mengencerkan dahak karena pada pasien didapatkan

batuk dan ronkhi minimal

Perawatan mata : bersihkan mata dengan kain bersih direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol/tetrasiklin, 3x/hari selama 7 hari.

Komplikasi dari morbili pada pasien adalah gastroenteritis dengan derajat ringan.

Anjuran untuk banyak minum

Pemberian zinc

usia 2-5 bulan zinc :10mg/ hari (10 hari berturut-turut),

usia 6 bulan-12 tahun :20 mg / hari (10 hari berturut-turut)

Pada pasien usia 3 tahun mendapatkan dosis 20mg /hari (10 hari berturut-turut)

RIWAYAT KEJANG PADA PASIEN

Kejang yang kurang dari 5 menit berupa kaku kaku pada tubuh pasien termasuk dalam kejang

umum tipe tonik.

Asam valproat dapat digunakan pada penanganan kasus kejang Lennox – Gustaut Syndrome.

Dosis maintenance yang dipakai sekitar 10-60 mg/kg/hari, diberikan sebanyak 2 hingga 4 kali

43

Page 30: Bab 2 Morbili

sehari. Dosis harian harus dimulai pada dosis 10 mg/kg/hari dan ditingkatkan sebanyak 10

mg/kg/hari setiap minggunya sampai level serum terapeutik tercapai yaitu 50-100 µg/ml.

Pada pasien diberikan asam valproat 3x250mg dan sudah meminum hampir 1 tahun.

STATUS GIZI PASIEN

BB / U = (22,5-14,3)/1,7= 4,8 SD ( gizi lebih)

TB / U = (110- 96,1)/3,7= 3,8 SD ( tinggi )

BB / TB = (22,5-18,9)/1,8 = 2 SD ( normal)

IMT / U = (18,59 – 15,6)/ 1,3 = 2,3 SD (gemuk)

44

Page 31: Bab 2 Morbili

\

45

Page 32: Bab 2 Morbili

Kebutuhan gizi untuk anak usia 1-3 tahun 1200 kalori / kgBB/ hari,

Kebutuhan protein

1200 x 15% = 180 kal / hari

180 / 4 = 45gr/ hari

Kebutuhan karbohidrat

40-45% dari energi total perhari

1200 x 40% = 480 kal/ hari

480/ 4 = 120 gr/hari

Kebutuhan lemak

30-50%

1200 x 40% = 480 kal / hari

480 / 9 = 53,55 gr/ hari

46

Page 33: Bab 2 Morbili

47

Page 34: Bab 2 Morbili

Pasien tidak mengikuti anjuran vaksinasi menurut rekomendasi IDAI pada tahun 2014.

Seharusnya ketika pada usia 9 bulan pasien terlewati jadwal vaksinasi campak, dapat

mendapatkan vaksin gabungan pada MMR ketika usia 15 bulan.

48

Page 35: Bab 2 Morbili

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I.

Jakarta: IDAI, 2004.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis. Jakarta: IDAI, 2004.

3. Penyakit Tropik dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid 2. FKUI

2000.

4. Atom. Campak. http://www.Medlinux.blogspot.com. [diakses 22 Agustus 2008]

5. Haryowidjojo. Demam Campak. Htttp://www.Pediatrik.com. [diakses 22 Agustus

2008]

6. Rahayu Tuti, Alan R. Tumbelaka. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada

Anak. Sari Pediatri Vol. 4, No 3: 104-113. Desember 2002

7. Depkes Republik Indonesi. Campak. 07 Februari 2006.

8. William, W. 2002. Current Pediatric Diagnosis & Treatment 16 th edition. USA:

MacGraw-Hill Education

9. Sudfeld Christhoper,et al. Effectiveness of measless vaccination and vitamin A

treatment. International Journal of Epidemiology. 2010

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.1985. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

11. Abby Peter, et al. Measles Vaccination in the Presence or Absence of Maternal

Measles Antibody: Impact on Child Survival. Clin Infect Dis. (2014) 59 (4): 484-492

12. Soegijanto, 2001. Buku Imunisasi di Indonesia Edisi Pertama. Jakarta: Pengurus

Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

49

Page 36: Bab 2 Morbili

13. Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am.

2006;53:257-277

14. Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care UK

Annual Congress. 2013

15. Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999

Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev 1996;18:438-49.

16. Fallah R, Karbasi A.S, Golestan M. Efficacy and Safety of Lamotrigene in Lennox –

Gastaut Syndrome. Iran Journal Child Neurology. 2009 December;33-38

17. Tavazolli A,Ghofrani M,Rouzrokh M,Eznollah A.Efficacy of Oxarbazepine Add –

On Therapy on Intractable Seizures in Children. Journal of Neuroscience and

Behavioural Health, 2010 September;3:30-34.

18. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Nomor :

1995/MENKES/SK/XII/2010. Kementrian Kesehatan RI Direktoran Jendreal Bina

Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2011

50