asuhan neonatus resiko tinggi

63
asuhan neonatus, bayi dan anak balita Laman Beranda 1.word BBLR 2. artikel asfiksia neonatorum 3. pdf neonatus resiko tinggi 4. PPT pendarahan tali pusat 5. gambar image kejang 6. hypotermi 7.hypertermi 8. hypoglikemi 9. bank soal dan tetanus neonatorum vidio neonatus Minggu, 05 Juni 2011 NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus.

Upload: muhammad-rinaldi-sufri

Post on 14-Feb-2015

782 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

asuhan neonatus, bayi dan anak balita

Laman

Beranda 1.word BBLR 2. artikel asfiksia neonatorum 3. pdf neonatus resiko tinggi 4. PPT pendarahan tali pusat 5. gambar image kejang 6. hypotermi 7.hypertermi 8. hypoglikemi 9. bank soal dan tetanus neonatorum vidio neonatus

Minggu, 05 Juni 2011

NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik.

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan

Page 2: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

  Yang termasuk neonatus resiko tinggi yaitu diantaranya sebagai berikut:1. BBLR2. asfiksia neonatorum3. sindrom, gangguan pernafasan4. ikterus5. perdarahan tali pusat6. kejang7. hypotermi8. hypertermi9. hypoglikemi10 tetanus neonatorum

BBLRDefinisi

Page 3: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa

memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam

setelah lahir (3).

 Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia

dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-

ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara

berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir

lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas

dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap

kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu

daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter

diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut

SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada

sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).

 Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain

adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan

kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3).

(1) Faktor ibu

a. Penyakit

Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

b. Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat,

eklamsia, dan kelahiran preterm.

c. Usia Ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia

<>

d. Faktor kebiasaan ibu

Page 4: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu

pengguna narkotika.

(2) Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

(3) Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan

paparan zat-zat racun (4,7).

 Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8):

Hipotermia

Hipoglikemia

Gangguan cairan dan elektrolit

Hiperbilirubinemia

Sindroma gawat nafas

Paten duktus arteriosus

Infeksi

Perdarahan intraventrikuler

Apnea of Prematurity

Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR) antara lain (3,8):

Gangguan perkembangan

Gangguan pertumbuhan

Gangguan penglihatan (Retinopati)

Gangguan pendengaran

Penyakit paru kronis

Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu

<> dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (8).

Page 5: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

 Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi

dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (3):

Umur ibu

Riwayat hari pertama haid terakir

Riwayat persalinan sebelumnya

Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

Kenaikan berat badan selama hamil

Aktivitas

Penyakit yang diderita selama hamil

Obat-obatan yang diminum selama hamil

Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):

Berat badan <>

Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):

Pemeriksaan skor ballard

Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan

Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan

analisa gas darah.

Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang

bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <>

Penatalaksanaan/ terapi

Medikamentosa

Pemberian vitamin K1 (3):

Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau

Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan

umur 4-6 minggu)

Page 6: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Diatetik

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya

masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan

diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan

bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang

diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan

utama (6):

Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun,

perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari

sekali.

Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari

berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan

bayi adalah sebagai berikut (3):

a. Berat lahir 1750 – 2500 gram

- Bayi Sehat

Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih

dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.

Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui.

Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu

alternatif cara pemberian minum.

- Bayi Sakit

Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti

pada bayi sehat.

Apabila bayi memerlukan cairan intravena:

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian

ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.

Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan

ASI peras melalui pipa lambung :

o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

Page 7: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum

160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum.

Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk

menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram

- Bayi Sehat

Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan

menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau

tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan

cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung

setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

- Bayi Sakit

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara

perlahan.

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil

dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram

- Bayi Sehat

Beri ASI peras melalui pipa lambung

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Page 8: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

- Bayi Sakit

Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.

Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena

secara perlahan.

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160

ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi)

Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama

Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan

intravena secara perlahan.

Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum

160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk

menyusui langsung.

Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):

Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak

kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang

tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

Ukur suhu tubuh dengan berkala

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

Jaga dan pantau patensi jalan nafas

Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit

Page 9: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan

nafas, hiperbilirubinemia)

Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung

setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan saat dirawat

a. Terapi

Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang

Pantau berat badan bayi secara periodik

Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan

berat lair ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>

Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah

berusia lebih dari 7 hari :

- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari

- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI

tetap 180 ml/kg/hari

- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200

ml/kg/hari

- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.

 Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/

mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut (3,4):

Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

Hitung umur koreksi

Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)

Awasi adanya kelainan bawaan

Pencegahan

Page 10: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang

penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan

dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang

mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi

pelayanan kesehatan yang lebih mampu

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda

bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga

kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34

tahun)

4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu

dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan

pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil

2.  asfiksia neonatorum

BATASAN

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat lahir atau

beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah

(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

PATOFISIOLOGI

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia

jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan

pada kejadian asfiksia.

GEJALA KLINIK

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit

sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

DIAGNOSIS

Page 11: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.

Pemeriksaan fisik :

          Nilai Apgar

Klinis 0 1 2

Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit

Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Refleks saat jalan nafas dibersihkan

Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin

Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas (lemah)

Fleksi kuat gerak aktif

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ekstrimitas biru

Merah seluruh tubuh

         

   Nilai 0-3   : Asfiksia berat

               Nilai 4-6   : Asfiksia sedang

               Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih

kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna

untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk

memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.

(bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)

Pemeriksaan penunjang :

-         Foto polos dada

-         USG kepala

-         Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu :

-         Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis

-         Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru

-         Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans

-         Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

-         Hematologi : DIC

Page 12: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

PENATALAKSANAAN 

Resusitasi        Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

        Terapi medikamentosa :

Epinefrin :Indikasi :

-           Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.

-           Asistolik.Dosis :-           0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000   (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau

endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. 

Volume ekspander :Indikasi :

-            Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

-            Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :-            Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)-            Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis : -           Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai  menunjukkan

respon klinis.

Bikarbonat :Indikasi :

-           Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

-           Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis :  1-2 mEq/kg BB  atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)Cara :-           Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena

dengan kecepatan minimal 2 menit.Efek samping :-           Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium

dan otak.

Nalokson :-           Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan.

Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.Indikasi :

Page 13: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

-           Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.

-           Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis :   0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)Cara :  Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan i.m atau s.c              

Suportif        Jaga kehangatan.        Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.        Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Page 14: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Bagan Resusistasi neonatus

Uji kembali  efektifitas :VentilasiKompresi dadaIntubasi Endotrakeal -  Pemberian epinefrin

Pertimbangkan kemungkinan :HipovolemiaAsidosis metabolik berat

Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :apnea dan denyut jantung 0 setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15  menit.

Page 15: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

3. sindrom gangguan pernafasan

. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFENISI

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau

hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu

ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak

Sakit, Ngastiah. Hal 3).

Penyakit Membran Hialin (PMH)

Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps

paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak

kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.

2. PATOFISIOLOGI

Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang peranan dalam

pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan

lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24

minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah untuk

merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga

untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar dan di sertai

usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga

terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.

3. PROGNOSIS

Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya penyakit. Bayi

yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi prematur lain

yang tidak menderita PMH.

4. GAMBARAN KLINIS

Page 16: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau masa

generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir

dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.

5. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK

Foto thorak

Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai penyebab dan

untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.

Pemeriksaan darah : perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.

6. PENATALAKSANAAN

Tindakan yang perlu dilakukan :

1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc)

dan meletakkan bayi dalam inkubator.

2. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi

prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan

retina dan lain-lain.

3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan

menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg

BB/ hari.

4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000

untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg

BB / hari.

5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen

( surfaktan dari luar).

Keperawatan

Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.

1. Bahaya kedinginan

Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemak belum berbentuk

dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury,

sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat

Page 17: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

mempertahankan suhu bayi 36.5-37oc.

2. Resiko terjadi gangguan pernafasan

Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur

adalah

a. Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum

b. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan oksigen.

3. Kesukaran dalam pemberian makanan

Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %.

Makanan bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap

pertahankan dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.

4. Resiko mendapat infeksi

Untuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik pula.

Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang memasuki

ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan harus steril.

5. Kebutuhan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya penghisapan lendir,

pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut setiap

menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.

4. ikterus

A. Definisi

Page 18: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya

deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan

tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan

>10 mg/dL.

Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke

jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit

bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut

terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2

(pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah

minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat.

Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus.

Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru

lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Page 19: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah

studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto

Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar

58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL

pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan

sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13

mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap

hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan.

Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada

95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509

neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada

tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya

ikterus patologis. Angka kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga

data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya  sebesar 30% pada tahun 2000 dan

13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara

pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar

bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada

hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.

C. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur

lebih pendek.

Page 20: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,

UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin

oleh hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->

glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan

oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,

sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.

Polisitemia.

Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

Ibu diabetes.

Asidosis.

Hipoksia/asfiksia.

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

2. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a.    Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

ASI

b.    Faktor Perinatal

Page 21: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c.    Faktor Neonatus

Prematuritas

Faktor genetik

Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

D. Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai

meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-

lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

1. Ikterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun

kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola

ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya

mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun

kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin

sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai

contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-

Page 22: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina

cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir.

Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi

peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80

hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur

dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang

berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga

meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak

perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.

Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada

peningkatan kadar bilirubin.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila

Page 23: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya

bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun

apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan

skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya

matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan

buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit

dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak

kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum

serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan

tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang

diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium

foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL

atau usia bayi > 2 minggu.   

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan

bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan

Page 24: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi

pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang

tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining,

bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi

pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum

(metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir

dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi

bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan

TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76,

p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk

mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk

menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis

biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum

ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif

dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa

ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya

dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi

peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan

bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Page 25: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam

jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan

melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Usia  Kuning terlihat pada  Tingkat keparahan ikterus  Hari 1Hari 2Hari 3

Bagian tubuh manapunTengan dan tungkai *Tangan dan kaki

Berat

* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan,

tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan

memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin

serum untuk memulai terapi sinar.

F. Tata laksana

1. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum

kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil.

Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol

lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi

hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini

kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup

besar.

Page 26: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir

sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan

terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi

sinar, lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab

hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji

saring G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara

bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku

untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan

terapi sinar.

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

Page 27: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar

hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera

rujuk bayi.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk

dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1

dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer.

Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas

transfusi tukar.

Kirim contoh darah ibu dan bayi.

Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa

perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu:

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu

mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan

dengan kehamilan berikutnya.

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk

menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi

(contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,

kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.

Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3

minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum

kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged

jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu

selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan

transfusi darah.

Page 28: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)

Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup

bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar  dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari

penyebab.

Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi

dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila

memungkinkan.

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya dimuat

terpisah.

G. Efek Hiperbilirubinemia

Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-

sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat

menghambat enzim-enzim mitokondria serta  mengganggu sintesis DNA.  Bilirubin juga dapat

menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius)

sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin

serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan

lama paparan bilirubin terhadap jaringan.

Ensefalopati bilirubin

Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan

Page 29: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan

lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan

kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada

sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk

ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum

dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai

spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik

yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang

disebabkannya.

Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir sangat kompleks dan

belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain: konsentrasi albumin serum, ikatan

albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi

efek toksik bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa

ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang sebelumnya

diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena ensefalopati bilirubin. 

Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami kerusakan otak

permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau

hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan perceptual motor disorder.

H. Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO

sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan

hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan

yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya

8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.

Page 30: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan

dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan

kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif

bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada

neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus

neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. Sekunder

Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi

ikterus neonatorum.

Pemeriksaan Golongan Darah

Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta

menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan

darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah

dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan

pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi

terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus.

Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-

tanda vital lain.

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi  sehingga memperlihatkan

warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang,

paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku

Page 31: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di

bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

5.pendarahan tali pusat

Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan tali pusat

yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu perdarahan

pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

ETIOLOGI

1 Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :

a Patus precipitatus

b Adanya trauma atau lilitan tali pusat

c Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat

persalinan

d Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau

placenta sewaktu sectio secarea

2 Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :

a Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah, namun

perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat berbahaya bagi

bayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi

b Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah

c Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh darah

setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding

pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh

dan mudah pecah

3 Robekan pembuluh darah abnormal

Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya

dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah seperti :

a Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada

perlindungan jely wharton

b Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempat

percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak adda

Page 32: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda

c Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan masing-

masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah

pecah

4 Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placenta

Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan bayi. Pada

kasus placenta previa cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrutio

placenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat terjadi anoreksia.

Pengamatan pada placenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan pada bayi

baru lahir, pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta atau dengan sectio secarea apabila

diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala.

PENATALAKSANAAN

1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi

2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali pusat.

3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan

rujukan.

 6. kejang

Kejang adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh demam. Sekitar 2-5% anak berumur

enam bulan sampai lima tahun umumnya mengalami demam. Namun, tidak sampai menginfeksi

otak anak.

Apa yang harus dilakukan bila anak mengalami kejang demam?

Walaupun kejang demam terlihat sangat menakutkan, sebenarnya jarang sekali terjadi

komplikasi yang berat, yang paling penting adalah tetap tenang.

Ketika demam, miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya dan jangan mencoba

Page 33: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

menahan gerak si anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air

yang sedikit hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Jangan memberikan kompres

dengan es atau alkohol karena anak akan menggigil dan suhu tubuh justru meningkat, walaupun

kulitnya terasa dingin. Untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dapat diberikan obat,

umumnya kejang demam akan berhenti dengan sendirinya sebelum lima menit.

Apakah anak perlu masuk rumah sakit? Bila kejang berlangsung kurang dari lima menit,

kemudian anak sadar dan menangis, biasanya tidak perlu dirawat. Bila demam tinggi dan kejang

berlangsung lebih dari 10-15 menit atau kejang berulang, maka Anda harus membawanya ke

dokter atau rumah sakit.

Untuk membantu menentukan apa yang akan terjadi pada anak di kemudian hari, kejang demam

dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang kompleks.

Kejang demam sederhana adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak

berulang pada hari yang sama, sedangkan kejang kompleks adalah bila kejang hanya terjadi pada

satu sisi tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau berulang dua kali atau lebih dalam

satu hari.

Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau mengganggu

kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga sangat kecil, sekitar 2-3%.

Risiko terbanyak adalah berulangnya kejang demam, yang dapat terjadi pada 30-50% anak-anak.

Risiko-risiko tersebut akan lebih besar pada kejang yang kompleks.

Rekaman otak atau electroencephalografi (EEG) biasanya tidak dilakukan secara rutin karena

tidak berguna untuk memperkirakan apakah kejang akan berulang kembali, juga tidak dapat

memperkirakan apakah akan terjadi epilepsi di kemudian hari.

Untuk anak dengan kejang kompleks atau anak yang mengalami kelainan saraf yang nyata,

dokter akan mempertimbangkan untuk memberikan pengobatan dengan anti kejang jangka

panjang selama 1-3 tahun.

7. hypotermi

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah

36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi

apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa

dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat

Page 34: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat

mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001). Disamping

sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

(Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi yaitu kondisi

dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C. Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada

bayi yaitu : 1)Jaringan lemak subkutan tipis. 2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat

badan besar. 3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak

mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. (Indarso, F, 2001).

5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami

hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998). Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme

hilangnya panas pada bayi yaitu dengan : 1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang

hangat (bayi) ke obyek yang dingin. 2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang

panas ke obyek yang dingin. 3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya.

4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion

pada BBL). (Indarso, F, 2001). Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat yang bisa

ditimbulkan oleh hipotermi yaitu : 1)HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi

perifer dengan metabolisme anaerob. 3)Kebutuhan oksigen yang meningkat. 4)Metabolisme

meningkat sehingga pertumbuhan terganggu. 5)Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan

perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat. 6)Shock. 7)Apnea. 8)Perdarahan Intra

Ventricular. (Indarso, F, 2001). Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang

mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-

1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-

alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi

tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan

30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk

tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit)

atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual). Pengelolaan

Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi hipotermi : (1)Bayi cukup bulan

-Letakkan BBL pada Radiant Warner. -Keringkan untuk menghilangkan panas melalui

evaporasi. -Tutup kepala. -Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini

mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan. (2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap

Page 35: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

letakkan pada radiant warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di

atas. -Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo controle.

(3)Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. Tutup

kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner. Dengan servo controle

suhu kulit abdomen 36, 5°C. Dengan dinding double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila

kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas

berlebihan). Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur lingkungan

yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel 2.1 Temperatur yang dibutuhkan menurut

umur dan berat badan neonatus Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr 1201-1500 gr 1501-2500

gr > 2500 gr 0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48 jam 34-35 33-34,2 31,4-33,6

30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam 34-35 33-34 31,1-33,2 29,8-32,8

4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34 30,5-33 3-4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5

minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6 minggu 30,6-32,3 29,31,8 Sumber : Klaus, M,H et al. (1998).

Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi : Mempertahankan Suhu Tubuh Untuk Mencegah

Hipotermi Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa untuk mempertahankan suhu tubuh

bayi dalam mencegah hipotermi adalah : (1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini

merupakan salah satu dari 7 rantai hangat ; a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering

dan bersih. b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan

handuk yang kering dan bersih. c.Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu

dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru). d.Memberi ASI sedini mungkin segera setelah

melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -

Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok

atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.

e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan.

f.Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri. g.Melatih semua orang yang

terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh

normal Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan harus

menunda memandikan bayi. a.Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram,

langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat

memandikan bayi, gunakan air hangat. b.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi

lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa

Page 36: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan

dapat menghisap ASI dengan baik. Menangani Hipotermi (1)Bayi yang mengalami hipotermi

biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan

bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. (2)Cara lain yang sangat sederhana dan

mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam

dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat. (3)Bila tubuh bayi masih

dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk

menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh

memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar. (4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia

sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat

menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

8. hypertermi

kenaikan suhu tubuh diatas 410 C (rectal). Merupakan keadaan gawat darurat medik dengan

angka kematian yang tinggi terutama pada bayi sangat muda, usia lanjut dan penderita-penderita

penyakit jantung.

Hiperpirexia terjadi karena produksi panas berlebihan, terhambatnya pengeluaran panas atau

kerusakan thermoregulator. Setiap kenaikan 10 C suhu tubuh akan menaikkan metabolisme  +

13%, sehingga pada suhu 40,50 C metabolisme meningkat 50%, konsumsi oksigen meningkat,

terjadi metabolisme anaerob dan asidosis metabolik. Suhu  > 410 C anak bisa mengalami kejang,

sedangkan suhu > 420 C dapat menyebabkan denaturasi dan kerusakan sel secara langsung.

Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :

1.    Renjatan / Hipovolemia

2.    Gangguan fungsi jantung

3.    Gangguan fungsi koagulasi

4.    Gangguan fungsi ginjal

5.    Nekrosis hepatosellular

6.    Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea, alkalosis dan tetani.

PENGOBATAN

Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena panas merupakan

usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi kemungkinan komplikasi.

Page 37: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit penyebab panas.

Antipiretika.

Parasetamol                       :    10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau rektal).

Metamizole ( novalgin )    :    10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous.

Ibuprofen                           :    5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rektal.

Pendinginan Secara fisik

Merupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu > 0,10 C/menit sampai tercapai

suhu 38,50 C. Cara-cara  physical cooling/compres :

Evaporasi : penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai kipas angin untuk mempercepat

penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan efektif. Cara lain yang bisa digunakan :

kumbah lambung dengan air dingin, infus cairan dingin, enema dengan air dingin atau

humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.

Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks vasokonstriksi dan shivering yang akan

meningkatkan kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan tubuh. Untuk mengurangi

dampak ini dapat diberi :

- Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan karena mempunyai efek

antikonvulsi dan tidak punya efek hipotensi.

- Chlorpromazine

9. hypoglikemi

BATASAN

Hipoglikemi  adalah  keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6

mmol/L).

PATOFISIOLOGI

        Hipoglikemi sering terjadi pada  BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

        Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga

meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti

sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

Page 38: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

        Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang

berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan

pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. 

        Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.

        Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan

dan hari-hari pertama pasca lahir.

        Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan

penggunaan cadangan glukosa, misalnya  pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan

pernapasan.

DIAGNOSIS

Anamnesis

        Riwayat bayi  menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan

        Riwayat bayi prematur

        Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

        Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

        Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

        Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

        Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia

-         Bayi dari ibu diabetes (IDM)

-         Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)

-         Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)

-         Bayi prematur dan lewat bulan

-         Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

-         Bayi puasa

-         Bayi dengan polisitemia

-         Bayi dengan eritroblastosis

-         Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker

GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik

Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas

Page 39: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

        Jitteriness

        Sianosis

        Kejang atau tremor

        Letargi dan menyusui yang buruk

        Apnea

        Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

        Hipotermia

        RDS

DIAGNOSIS BANDINGinsufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas

metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).

Penyulit     -  Hipoksia otak

    -  Kerusakan sistem saraf pusat

TATALAKSANAa. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari

pertama :

o     Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

o     Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali

pemeriksaan

Kadar glukosa ≤  45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

o      

o     Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

     Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

     Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Page 40: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila

dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/

10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan

vena sentral.

     Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.

Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)

                                                                6 x berat (Kg)

Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari

               Kebutuhan 80 cc/jam/hari  = 80 x 3 = 240 cc/hari  = 10 cc/jam

GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min

                  6 x 3                             18

     Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam

     Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas

     Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :

-       Infus D10 diteruskan

-       Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

-       ASI diberikan bila bayi dapat minum

Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

-       Ikuti petunjuk bila kadar glukosa

sudah normal (lihat ad d)

Page 41: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

-       ASI diberikan bila bayi dapat minum

dan jumlah infus diturunkan pelan-

pelan

-       Jangan menghentikan infus secara

tiba-tiba

c. Kadar  glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :

      ASI teruskan

      Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

      Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

-  Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)

  - Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum

    - Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

d. Kadar glukosa normal IV teruskan

     IV teruskan

     Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

     Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan

dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)

   konsultasi endokrin

   terapi : kortikosteroid  hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per

oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.

   bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human

growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)

Page 42: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

10. TETANUS NEONATORUM

Tetanus Noenatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi < 1 bulan) yang

disebabkan oleh clostridium tetani (kuman yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem

syaraf pusat)

Patofisiologi: spora clostridium tetani masuk ke dalam tali pusat yang belum puput.

Masa inkubasi:

1. 3- 28 hari dengan rata- rata 6 hari.

2. Apabila masa inkubasi < 7 hari biasanya penyakit lebih parah dan angka

kematisnnya tinggi

Epidemiologi:

Angka kematian kasus tinggi

Tetanus Neonatorum yang dirawat angka kematiannya mendekati 100%,

terutama dengan masa inkubasi <>

Angka kematian tetanus neonatorum yang dirawat di RS di Indonesia bervariasi

dengan kisaran 10,8- 55%

Faktor risiko:

Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan atau tidak lengkap

Pemberian tidak sesuai dengan program

Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat- syarat 3 bersih

Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kebersihan

Gejala klinik tetanus neonatorum:

1. Bayi yang semula dapat menetek tiba- tiba sulit menetek karena kejang otot

rahang dan faring

2. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan

Page 43: Asuhan Neonatus Resiko Tinggi

3. Kejang terutama bila kena rangsang cahaya, suara, sentuhan

4. Kadang- kadng disertai sesak nafas dan wajah membiru

Penanganan tetanus neonatorum:

Mengatasi kejang dengan injeksi anti kejang

Menjaga jalan nafas tetap bebas dan pasang spatel lidah agar tidak tergigit

Mencari tempat masuknya kuman tetanus, biasanya di tali pusat atau di telinga

mengobati pnyebab tetanus dengan anti tetanus serum dan antibotik

Perawatan adekuat : kebutuhan O2, makanan, cairan dan elektrolit

Tempatkan di ruang yang tenang dn sedikit sinar.

Diposkan oleh ayuk di 04:07 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog

▼   2011 (1) o ▼   Juni (1)

NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN-NYA

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.