asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi urine dan fekal

35
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI URINE DAN FEKAL Di S U S U N Oleh

Upload: hatta-ata-coy

Post on 27-Jun-2015

17.329 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI

URINE DAN FEKAL

Di

S

U

S

U

N

Oleh

POLTEKKES KEMENKES NAD

PRODI KEPERAWATAN BANDA ACEH

TAHUN AJARAN 2010-2011

Page 2: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal” dapat diselesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw,

keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir

hayat.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang

keperawatan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Makalah ini disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang

datang dari individual kelompok maupun yang datang dari luar. Namun penuh

kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat di

selesaikan.

Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen

Pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang

bagaiamana cara kami menyusun makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami

mohon untuk saran dan kritikkannya supaya kedepannya akan lebih baik dari

sebelumnya.

Banda aceh, 12 Januari 2011

i

Page 3: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. iDAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1A.Latar Belakang..................................................................................... 1B.Tujuan Seminar.................................................................................... 2

BAB II ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE............................... 3A.Konsep Eliminasi Urine....................................................................... 3

1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine......................................... 32. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine..................... 33. Tanda Gangguan Eliminasi Urine................................................ 44. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine............................................. 55. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine..................................... 6

BAB III ASKEP GANGGUAN ELIMINASI FEKAL............................. 9A.Konsep Eliminasi Fekal....................................................................... 9

1. Pengertian Gangguan Eliminasi Fekal......................................... 92. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Fekal..................... 93. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal................................................ 104. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal............................................. 115. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Fekal..................................... 136. Faktor predisposisi/Faktor pencetus............................................ 14

B.Pengkajian............................................................................................ 151. Riwayat Keperawatan Eliminasi.................................................. 152. Pemeriksaan Fisik........................................................................ 153. Pemeriksaan Diagnostik............................................................... 16

C.Diagnosa Keperawatan......................................................................... 16

BAB IV PENUTUP...................................................................................... 19A.Kesimpulan.......................................................................................... 19B.Saran..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 20

ii

Page 4: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa

urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila

kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses

eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi

dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih

Secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas

nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks

saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan

kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan

keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik

medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat

korteks serebri atau batang otak.

Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori

dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian

diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal

pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter

interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,

apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi

meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine

tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine

normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan

atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga

disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi

dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga

bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam

1

Page 5: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu

menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi

tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada

gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada

keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing

orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara

kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai

dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik

untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa

menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan

kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,

perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang

mempengaruhi eliminasi

B. Tujuan seminar

a. Tujuan umum

untuk mengetahui gangguan eliminai urine dan fekal

b. Tujuan khusus

untuk mengetahui Retensi, Inkontinensiaurine, Enuresis, Urgency,

Dysunia, Polyunia, dan urinari suppresi pada pasien.

untuk mengetahui konstipasi, Impaction, Diare, Inkontinensia fekal,

Flatulens, dan Hemoroid pada pasien

2

Page 6: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

BAB II

ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. Konsep Eliminasi Urine

1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu

mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang

yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,

yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui

uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine

a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan

ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen

otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung

kemih.

c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam

hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam

semalam.

d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.

e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih

f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,

seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.

g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine Retensi,

yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak

sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

h. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen

otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung

kemih.

3

Page 7: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

i. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam

hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam

semalam.

j. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.

k. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih

l. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,

seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.

m. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.

3. Tanda Gangguan Eliminasi Urin

a. Retensi Urin

1. Ketidak nyamanan daerah pubis.

2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.

3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

4. Meningkatnya keinginan berkemih dan resah

5. Ketidaksanggupan untuk berkemih

b. Inkontinensia urin

1. pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di

WC

2. pasien sering mengompol.

c. Diare

1. BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang

menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.

4. feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan

menahan BAB.

d. Inkontinensia Fekal

1. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,

2. BAB encer dan jumlahnya banyak

4

Page 8: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

3. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma

spinal cord dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

1. Menumpuknya gas pada lumen intestinal,

2. Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan

kram.

3. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemoroid

1. pembengkakan vena pada dinding rectum

2. perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang

3. merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi

4. nyeri

g. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan USG

2. Pemeriksaan foto rontgen

3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

4. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine

a. Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium

mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan

pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output

urine lebih banyak.

b. Aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik

untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot

kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter

untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus

dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang

5

Page 9: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan

mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan

karena lebih besar metabolisme tubuh.

1. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur

urethra

2. Infeksi

3. Kehamilan

4. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat

5. Trauma sumsum tulang belakan

6. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,

urethra.

7. Umur

8. Penggunaan obat-obatan.

5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine

Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan

di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang

berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera

medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urine/

inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa

mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik padam edulla

spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau

dislokasi.

Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya

bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla

spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf

termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik

dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai

syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada

medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-

6

Page 10: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat

lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.

Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi.

Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat

diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada

disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat

tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat

dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan

defekasi.

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan

penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling

berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih

dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf

otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis

terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan

resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan

sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan

peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang

simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh

sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu

asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen

ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral

segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak

menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase

pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral

dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.

Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi

pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus

pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.

Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post

7

Page 11: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan

retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan

edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,

obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,

nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang

mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine

pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung

kemih yang adekuat.

8

Page 12: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

BAB III

ASKEP GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

A. Konsep Eliminasi Fekal

1. Pengertian Gangguan Eliminasi Fekal

Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu

mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,

mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi

gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi

maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke

kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Fekal

Yang sering ditemukan yaitu:

a. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya

frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan

mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi

ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak

air diserap.

b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga

tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction

berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.

c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak

berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.

Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan

meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer

sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol

BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.

Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit

9

Page 13: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.

Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB

tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada

perawat.

e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus

meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas

keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang

menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan

oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang

menghasilkan CO2.

f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum

(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,

kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat

terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika

terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal.

Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB

menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

3. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal

a. Konstipasi

1) Menurunnya frekuensi BAB

2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan

3) Nyeri rektum

b. Impaction

1) Tidak BAB

2) Anoreksia

3) Kembung/kram

4) nyeri rektum

10

Page 14: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

4. Etiologi Gangguan Eliminasi Fekal

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.

Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar

volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa

dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di

beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur

mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu

keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama

setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada

pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika

pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah)

yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk

mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.

Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses

yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat

perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan

reabsorbsi cairan darichym e.

c. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-

penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa

jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa

orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan

frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat

motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

d. Kurang aktifitas

Kurang berolahraga, berbaring lama Pada pasien immobilisasi atau

bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan

11

Page 15: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi

reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.

e. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh

terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain

seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan

prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.

Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah

obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses.

Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan

tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas

peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare.

f. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga

pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya

sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3

tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat

mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony

(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang

dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya

(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga

menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa

orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus

spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-

penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord

dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat

menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa

membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi

ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.

Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa

12

Page 16: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari

spinkter ini.

5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Fekal

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga

disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat

bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.

Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik

mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam

rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk

defekasi.

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks

defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan

dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus

mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon

sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.

Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak

menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam

rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan

kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –

sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan

spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter

anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang

dengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan

diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi

muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui

saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang

meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan

tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika

13

Page 17: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus

spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat

menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses

di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

6. Faktor predisposisi/Faktor pencetus

a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.

Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal

untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di

kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena

terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.

b. Gaya hidup.

Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi

urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat

mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi

keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.

c. Stress psikologi

Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya

frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif

untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang

diproduksi.

d. Tingkat perkembangan.

Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada

wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya

tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua

terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan

peristaltikintes tinal.

e. Kondisi Patologis

Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).

14

Page 18: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

f. Obat-obatan,

Diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi

retensi urine.

B. Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan Eliminasi

Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat

menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu

gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan

mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi

berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pola eliminasi.

Pengkajiannya meliputi:

a. Pola eliminasi

b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi

c. Masalah eliminasi

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,

cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi

inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.

Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah

peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.

Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi,

bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan

tabel berikut.

15

Page 19: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

3. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik

visualisasi langsung/tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap

unsur- unsur yang tidak normal.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,

inkontinensi dan enuresis

2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare,

inkontinensia usus, hemoroid, impaction

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine

4. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat

mengejang

5. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter

6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi

7. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi

8. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi

saluran urinary akibat proses penyakit.

16

Page 20: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

Karakteristik Feses Normal dan Abnormal

Karateristi

kNormal Kemungkiman penyebab

Warna Dewasa kecoklatan

Bayi: kekuningan

Adanya pigmen empedu ( obtruksi empedu );

pemeriksaan diagnostik mengunakan barium

Hitam Obat( spt fe ); PSPA ( Lambung usus halus ); diet

tinggi buah merah dan sayur hijau tua ( spt bayam )

Merah PSPB ( spt rectum ), beberapa makan sprti

Pucat Malabsorbi lemak, tinggi susu dan rendah daging

Orange atau hijau Infeksi usus

Konsitensi Berbentuk lunak

agar cair,

lembek,basah.

Keras kering Dehidrasi penurunan motilitas

usus akibat kurang nya

serat,kurang latihan, ganguan

emosi dan laksantif abuse.

Diare Peningkatan matilitas usus

(Mis. Akibat iritasi kolon oleh

bakteri )

Bentuk Silinder (bentuk

rectum) dngan @

2,5 cm u/org

dewasa

Mengecil bentuk

pensil atau seperti

benang

Kondisi abstruksi rektum

Jumlah Tergantung diet

(100 / 400 gr/hri)

- -

Bau Aromatic:

dipengaruhi oleh

makanan yg

dimakan dan flora

bakteri

Tajam ,pedas Infeksi ,perdarahan

Unsur

pokok

Sejumlah kecil

bagian kasar

makanan yg tidak

Pus,mucus,parasit,da

rah,lemak

,dalam jumlah

Infeksi bakteri kondisi

peradangan pendarahan

gastrointestinal,malabsorsi

17

Page 21: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

di cernak, potongan

bakteri yg mati sel

epitel , lemak

protein ,unsure-

unsur kering cairan

pencernaan

(pigmen empedu

dll)

bsar ,benda asing salah makan

BAB IV

PENUTUP

18

Page 22: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa eliminasi urine adalah proses

pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).

Sedangkan fekal adalah keadaa di mana seorang individu mengalami atau berisiko

tinggi mengalami statis usus besar.

B. Saran

Apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekeliruan

atau kesalahan kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik atau sarannya

dari semua pihak dapat memperbaiki atau menyempurnakan makalah kami yang

baik.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 23: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

Departemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes RI.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1993. Asuhan Kesehatan Anak dalam

Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI.

Beckmann, Charles R.B. et antara lain: Absterik and Bynecology 2/E Baltimore,

Wiliams and Wilkins. 1995.

Yayasan Bima Pustaka Sarnono Prawiroharjo d/a bagian Obsteric dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya B. Jakarta

10430.

20