asuhan keperawatan pada pasien cidera kepala sedang

32
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG A. PENGERTIAN Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985) Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK. B. PATOFISIOLOGI Cedera kulit kepala Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi. Fraktur tengkorak Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung. Cidera otak Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Komosio Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi. Kontusio Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Hemoragi cranial

Upload: ali-zuljuni

Post on 28-Jan-2016

256 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ASKEP C EDERA

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

A.    PENGERTIAN

Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan

otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson

Price, 1985)

Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala

adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap

cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

B.     PATOFISIOLOGI

Cedera kulit kepala

Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila

mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial.

Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini

dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat

menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila

fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial

menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat

ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus

paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering

menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva.

Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.

      Cidera otak

Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat

menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral

membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak

dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya

beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa

kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan

perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio

Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan

adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring

kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial

Hematoma ( pengumpulan  darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling

serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :

1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)

diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang

menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada

diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi

karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural

hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada

keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan

merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma

subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang

terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera

kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio

sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma

kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling

sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang

diperkirakan akibat proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma

hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini

biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil.

Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong

aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.

Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :

-          Gangguan kesadaran

-          Konfusi

-          Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan

-          Tiba-tiba defisit neurologik

-          Perubahan TTV

-          Gangguan penglihatan

-          Disfungsi sensorik

-          lemah otak

C.   

Trauma kepala 

PATHWAYS

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

 

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

D.    TANDA DAN GEJALA

         Pola pernafasan

Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi

aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.

         Kerusakan mobilitas fisik

Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.

         Ketidakseimbangan hidrasi

Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK

         Aktifitas menelan

Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali

         Kerusakan komunikasi

Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan

kemampuan untuk menggunakan bahasa.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

         CT Scan

         Ventrikulografi udara

         Angiogram

         Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

         Ultrasonografi

F.     PENATALAKSANAAN

1.      Air dan Breathing

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

-          Perhatian adanya apnoe

-          Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan

oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.

-          Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara

cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara

25-35 mmhg.

2.      Circulation

Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS.

Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak

tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah.

Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi

dicari.

3.      disability (pemeriksaan neurologis)

-          Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena

penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi

normal kembali segera tekanan darahnya normal

-          Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

G.    PENGKAJIAN PRIMER

a.       Airway

Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot

bantu pernafasan, sianosis

b.      Breathing

Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus  dada, fail chest, gerakan otot

pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.

c.       Sirkulasi

Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin,

kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

d.      Disability

Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.

e.       Eksposure

Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

H.    PENGKAJIAN SKUNDER

-          Kepala

Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera

jaringan lunak periorbital

-          Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

-          Neurologis

Penilaian fungsi otak dengan GCS

-          Dada

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG

-          Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen

-          Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

I.       DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

1.      Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral

2.      Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak,

kerusakan persepsi /kognitif)

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

3.      Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan

4.      Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas

5.      Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan

6.      Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran

7.      Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran

8.      Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih

J.      RENCANA KEPERAWATAN

1.      Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema

serebral

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik

Intervensi :

-          Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK

-          Monitor status neurologis

-          Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK

-          Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya

-          Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK

-          Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi

sesuai dengan indikasi

2.      Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan

otak, kerusakan persepsi /kognitif)

Tujuan : pola nafas pasien efektif

Intervensi :

-          Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas

-          Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas

-          Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala

-          Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik

-          Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi,

wheezing)

-          Catat pengembangan dada

-          Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan

indikasi

-          Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif

-          Lakukan program medik

3.      Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan

tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat

intervensi :

-          Kaji irama atau pola nafas

-          Kaji bunyi nafas

-          Evaluasi nilai AGD

-          Pantau saturasi oksigen

4.      Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas

Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas

intervensi :

-          Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi

-          Kaji frekuensi pernafasan

-          Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

-          Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar

-          Kolaburasi : monitor AGD

5.      Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran

tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif

intervensi :

-          Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah

-          Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur

-          Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu

-          Pasang pagar tempat tidur

-          Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya.

Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang

-          Pertahankan tirah baring

6.      Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran

Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi

Intervensi :

-          Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan

makanan

-          Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi

dan aspirasi

-          Catat makanan yang masuk

-          Kaji cairan gaster, muntahan

-          Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien

-          Laksanakan program medik

7.      Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih

tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin

intervensi :

-          Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis

-          Periksa residu kandung kemih setelah berkemih

-          Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah

infeksi

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

ASKEP CEDERA KEPALABAB IPENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANGBanyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala.Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.B.    TUJUAN PENULISAN1.    Tujuan UmumSetelah membahas tentang  “Asuhan Keperawatan Pada Klien  Cedera Kepala” mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.

2.    Tujuan KhususSetelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa mampu :a.    Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.b.    Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.c.    Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.

C.    METODE PENULISANDalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literature dari berbagai media baik buku maupun internet yang disajikan dalam bentuk makalah.D.    SISTEMATIKA PENULISANSistematika dalam penulisan makalah ini adalah :BAB I    : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode, dan Sistematika Penulisan.BAB II    : Terdiri dari Konsep Penyakit Cedera Kepala, Asuhan Keperawatan Cedera Kepala, Kasus Cedera Kepala.

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

BAB III    : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB IITINJAUAN TEORI

A.    KONSEP PENYAKIT CEDERA KEPALA1.    DefinisiCedera kepala merupakan proses diman terjadi trauma langsung atau deselerasi terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91)Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral do sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96)Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi menjadi 3 gradasi :a.    Cedera kepala ringan (CKR)     = GCS 13-15b.    Cedera kepala sedang (CKS)     = GCS 9-12c.    Cedera kepala berat (CKB)     = GCS ≤ 8

2.    Etiologi Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.

Macam-macam Pendarahan pada Otaka.    Intraserebral hematoma (ICH)Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah, dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan ganguan neurologis /lateralisasi. Operasi yang dilakukan biaSanya adalah evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.b.    Subdural hematoma (SDH)Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jematan vena yang biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit. Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah lapisan dura mater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari-3 minggu, dan subdural hematoma kronis jika peardarahan terjadi lebih dari 3 minggu.Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran, disertai

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

adanya lateralisasi yanag paling sering berupa hemiparere/hemiplegia dan pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada perdarahan subdural adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika terdapat pergesaran garis tengah labih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebi biasanya tulang tidak dikemalikan (dekompresi) dan disimpan sugalea. Prognosis dari klien SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak, serta usia klien pada klien dengan GCS kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin rendah GCS maka semakin jelek prognosisnya. Semakin tua klien maka semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain akan memperjelek prognosisnya.Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri kepala, bingung,mengantuk, menarik diri, perubahan proses pikir (berpikir lambat), kejang, dan edema pupil. c.    Epidural hematoma (EDH)Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yanag dapat berupa hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH. Lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosisnya klien EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang pemberian analgetik. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran adanya perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikemangkan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembangkan jika saat operasi didapatkan dura mater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. 3.    Manifestasi klinisManifestasi klinis yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa deposit neorologis, perubahan tanda vital, ganguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan pergerakan, kejang, dan syok akibat cidera multi system. 4.    PatofisiologiPatofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.a.    Proses PrimerProses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

kematian langsung pada daerah yang terkena.b.    Proses SekunderKerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia(kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi(defisiensi darah suatu bagian) dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.

5.    Pathway

    

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

6.    Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi a.    CT scan ( dengan/tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otakb.    MRI Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif c.    Cerebral angiografiMenunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre menjadi edema, perdarahan, dan trauma.d.    Serial EEGDapat melihat perkembangan gelombang patologise.    Sinar XMendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema) fragmen tulangf.    BAERMengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil g.    PETMendeteksi perubahan aktifititas metabolism otakh.    CSSLumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoidi.    Kadar elektrolitUntuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial j.    Screen toxicologyUntuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran k.    Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.l.    Toraksentesis menyatakan darah/cairan

m.      Analisa gas darah (A’GD/astrup)Analisa gas darah (A’GD/astrup) adalah salah satu tes diaknostik untuk menentukan status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa

7.    KomplikasiKomplikasi akibat cedera kepala yaitu tumor otak.

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

8.    Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi  ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia  serebri yang terjadi. Keadaan ni dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.Selain itu perlu dikontrol kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial, ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolism intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat  intermitten, iatrogenic paradisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan kraanial. Penatalaksanaan konservatif meliputi :a.    Bedrest totalb.    Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)c.    Pemberian obat-obatan 1)    Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya traughma 2)    Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat untuk mengurangi vasodilatasi.3)    Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%. 4)    Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.d.    Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. e.    Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu banyak cairan. Dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya. 

B.    ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEDERA KEPALA1.    PengkajianPengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.a.    AnamnesisKeluhan utama yang sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.

1)    Riwayat penyakit saat iniAdanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat KLL, jatuh dari dari ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadarn di hubungkan dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

2)    Riwayat penyakit terdahuluPengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit jantung anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

3)    Riwayat penyakit keluargaMengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM.

b.    Pengkajian Psiko-Sosio-SpiritualPengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

c.    Pola fungsi kesehatan (11 pola Gordon)1)    Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatanBila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau bidan. Bila sakit ringan seperti masuk angin kadang – kadang klien membuat jamu sendiri. Klien tidak pernah berobat ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya. Klien mengatakan kesehatan adalah hal yang penting dan ingin cepat sembuh agar bisa bekerja lagi.2)    Pola Nutrisi/metabolicSebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan minum karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang, klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah. Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.3)    Pola eliminasiSebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari ( ± 1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas tempat tidur. Sejak MRS klien belum BAB.

4)    Pola aktivitas dan latihanKemampuan perawatan diri    0    1    2    3    4Makan/minum             x        Mandi             x        Toileting             x        Berpakaian             x        Mobilisasi di tempat tidur             x        Berpindah             x        Ambulasi ROM             x        

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.      5)    Pola tidur dan istirahatSebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.6)    Pola kognitif-perseptualKlien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi jelas. Klien mengatakan penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa membuka mata lama-lama karena masih mengeluh pusingdan mual. Klien mengeluh telinga kiri terasa penuh berisi cairan sehingga pendengaran agak terganggu. Tampak otore keluar dari telinga kiri. Klien juga mengeluh sakit kepala seperti berdenyut-denyut terutama di bagian kanan dan kadang-kadang disertai pusing-pusing. Klien tampak meringis terutama saat bergerak. Skala nyeri 4-5 (sedang).7)    Pola persepsi diri/konsep diriKlien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di sebelahnya.8)    Pola seksual dan reproduksi

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

Klien sudah tiga tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak. Menstruasi teratur setiap 28 -30 hari sekali. Klien tidak memakai alat kontrasepsi.9)    Pola peran-hubunganSaat ini klien ditunggu oleh suaminya dan hubungan mereka terlihat baik. Keluarga besar klien ada di Jawa. Di Bali klien punya beberapa famili dan teman-teman yang sudah datang menjenguk klien tadi pagi.10)    Pola manajemen koping stressBila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan minta pendapat dari suami dan teman-teman. Suami mengatakan klien cukup terbuka terhadap masalah yang dialaminya.11)    Pola keyakinan-nilaiKlien dan suami beragama Islam dan biasa sholat setiap hari. Setelah MRS klien hanya berdoa dari tempat tidur.

d.    Pemeriksaan fisikSetelah melkukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. 

e.    Keadaan umumPada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran CKR atau COR dengan GCS 13-15, CKS dengan GCS 9-12, CKB dengan GCS ≤ 8.

2.    Diagnosa dan Intervensia.    Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan intracranial ditandai denganDS :-    Mengatakan kejangDO :

-    Perubahan tingkat kesadaran-    Gangguan atau kehilangan memori-    Defisit sensori-    Perubahan tanda vital-    Perubahan pola istirahat-    Retensi urine-    Gangguan berkemih-    Nyeri akut atau kronis-    Demam-    Mual , muntah

Intervensi 1)    Ubah posisi klien secara bertahap Rasional    : Klien dengan paraplegia beresiko menglami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai respons klien mencegah terjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen dibawa oleh darah.2)    Jaga suasana tenangRasional    : Suasana tenang akan memberikan rasa nyama pda klien dan mencegah ketegangan3)    Kurangi cahaya ruanganRasional    : Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap peningkatan TIK

b.    Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d desak ruang sekunder dari kompresi korteks

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

cerebri ditandai denganDS :DO :-    GCS 12 (blackout, post trepanasi)-    TD : 67/42 mmHg-    N : 76x / menit-    Pupil anisocorIntervensi 1)    Kaji faktor penyebab dari situasi kemungkinan penyebab peningkatan TIK

Rasional    : deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

2)    Memonitor TTV tiap 4 jam

Rasional    : suatu keadaan normal bila sirkulasi cerebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator  kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah cerebral.

3)    Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.

Rasional    : perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jigularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena cerebral) untuk itu dapat meningkatkan tekanan intracranial.

c.    Gangguan pola pernapasan b.d depresi pusat pernapasan ditandai denganDS:-     Kien mengatakan sulit bernapas dan sesak napasDO : 

-    Gangguan visual-    Penurunan karbondioksida-    Takikardia-    Tidak dapat istirhat-    Somnolen-    Irritabilitas-    Hipoksia-    Bingung-    Dispnea-    Perubahan warna kulit (pucat , sianosis)-    Hipoksemia

Intervensi :1)    berikan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke posisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.Rasional    :Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

2)    Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-tanda vital.Rasional    :Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.3)    Jelaskan pada klien tentang etiologi/ faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruRasional    :Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik

d.    Kekurangan volume cairan yang b.d penurunan kesadaran dan disfungsi hormonal ditandai denganDS :DO: 

-    Perubahan turgor kulit-    Perubahan tanda vital-    Akral dingin-    Penurunan BB mendadak -    Perubahan nilai metabolisme

Intervensi1)    Pantau keseimbangan cairan Rasioanal    :  Kerusakan otak dapat menghasilkan disfungsi hormonal dan metabolic2)    Pemeriksaan serial elektrolit darah atau urine dan osmolaritasRasional : Hal ini dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium. Retensi natrium dapat terjadi beberapa hari, diikuti dengan dieresis natrium. Peningkatan letargi, konfusi, dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.3)    Evaluasi elektrolitRasional : Fungsi elektrolit dievaluasi dengan memantau elektrolit, glukosa serum, serta intake dan output.

e.    Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular yang di tandai denganDS :DO :

-    Kelemahan-    Parestesia-    Paralisis-    Ketidakmampuan-    Kerusakan koordinasi-    Keterbatasan rentang gerak-    Penurunan kekuatan otot

Intervensi1)    Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstermitasRasional    : Lobus frontal dan oxipital berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau peningkatan tekanan.2)    Ubah posisi klien tiap 2 jamRasional    : Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu posisi sehingga jaringan yang tertekan akan kehilangan nutrisi yang dibawa darah melalui oksigen.3)    Lakukan latihan secara teratur dan letakan telapak kaki klien dilantai saat duduk dikursi atau papan penyangga saat di tempat tidur.Rasional    : Mencegah deformitas dan komplikasi seperti footdrop

C.    KASUS CEDERA KEPALANy.D.S berusia 31 tahun, beralamat di Jl.Sesetan gg.belibis 1 C Denpasar. Masuk RS tanggal 27 september 2012 pk. 21.30 WiTa akibat kecelakaan lalu lintas dengan keluhan nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintas, pingsan, serta muntah. Keluhan saat pengkajian : pusing dan mual muntah serta tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan. Tanda-tanda vital  : Nadi :92 x/mnt Temp:36,8 0 C  RR :27 x/mnt TD :115/70 mmHg. GCS = E : 4 V: 5 M: 4 (GCS = 13)1.    PENGKAJIANa.    Identitas PasienNama                : Ny. D.SUmur                : 31 tahunJenis kelamin            : PerempuanPendidikan            : SMAPekerjaan            : Karyawan SwastaStatus perkawinan        : KawinAgama                : IslamSuku                : JawaAlamat                : Jln Sesetan Gang Belibis 1 C DenpasarTanggal masuk        : 27 September 2012 pk. 21.30 WitaTanggal pengkajian        : 29 September 2012 pk  14.30 WitaPenanggung jawab        : Tn.M.N

2.    STATUS KESEHATANa.    Status Kesehatan Saat Ini  Keluhan utamaSaat MRS : nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintasSaat pengkajian : pusing dan mual muntah  Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat iniPasien datang ke IRD RSUP Sanglah dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintas. Pasien sedang berjalan kaki kemudian ditabrak motor dari samping, pasien jatuh membentur aspal.Riwayat pingsan (+), riwayat muntah (+), luka pada kepala bagian kanan (+). Setelah dilakukan pemeriksaan, CT Scan dan pengobatan, klien dirawat di Ruang Ratna untuk observasi selanjutnya.Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :      Pasien langsung dibawa ke IRD RSUP Sanglahb.  Status Kesehatan Masa Lalu  Penyakit yang pernah dialamiKlien tidak pernah mengalami penyakit yang berat , hanya flu dan demam biasa. Riwayat      MRS (-). Riwayat DM (-), sakit jantung (-), asma (-), hipertensi (-)

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

  AlergiRiwayat alergi terhadap makanan, obat dan benda lain (-)  Kebiasaan  merokok/kopi/ alkohol/lain-lain yang merugikan kesehatan)Kebiasaan merokok (-), minum kopi (-), minum alkohol (-).c.    Pemeriksaan Fisik1)    TTV :    Nadi :92 x/mnt Temp:36,8 0 C RR :27 x/mnt TD :115/70 mmHg.2)    Tingkat KesadaranKesadaran         : ComposmentisGCS : E ; 4, M ; 5, V ; 4 = 13 (CKR)3)    Head To ToeKepala dan leherInspeksi : luka robek yang sudah dihecting pada regio parietal dextra (+) sepanjang 5 cm tanpa perdarahan aktif, brill hematome (-), battle sign (-), rhinore (-), tampak otore warna kuningbercampur sedikit darah keluar dari telinga kiri, jejas di daerah wajah dan leher (-), pupil isokor dengan refleks +/+, anemis (-), deviasi trakea (-)Palpasi  : cephal hematome pada regio parietal dextra (+) dengan nyeri tekan (+), krepitasi (-), nyeri tekan pada leher (-)DadaInspeksi : gerak dada simetris, retraksi otot bantu nafas (-), jejas (-)Palpasi   : bentuk simetris, benjolan (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)Perkusi   : Suara sonor, kanan kiri samaAuskultasi : Paru-paru :suara nafas vesikuler, ronchi-/-, wheezing -/-Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)Payudara dan ketiakBentuk simetris, jejas (-), massa/benjolan (-) AbdomenDistensi (-), jejas (-), hepar tak teraba, bising usus kuat , peristaltik 8-10 x/mnt.GenetaliaBentuk normal, jejas (-), hematome (-)IntegumenWarna kulit sawo matang, kebersihan cukup, kelainan pada kulit (-).EkremitasAtasPada daerah siku dan lengan bawah nampak luka lecet sepanjang ± 3 cm tanpa perdarahan aktif, ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-) ,akral hangat, kekuatan motorik   555 │ 555555 │ 555BawahJejas(-), ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-) ,akral hangat, kekuatan motorik   555 │ 555               555 │ 555Pemeriksaan neurologisStatus mental dan emosiKlien terlihat cukup tenang walaupun merasa masih trauma dengan kecelakaan yang dialami.Pengkajian saraf kranialPemeriksaan saraf kranial I s/d XII masih dalam batas normal.Pemeriksaan RefleksRefleks fisiologis (+), refleks patologis (-).

d.    Riwayat Penyakit Keluarga :

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

        Riwayat DM (-), hipertensi (-), asma (-), sakit jantung (-).

e.    Diagnosa Medis dan therapyDiagnosa medis : CKR + Susp. Fraktur Basis CraniiTherapy              : IVFD Na CL 0,9 % 28 tts/mnt                             Inj. Tyason 3 x 1 gr IV                             Inj. Remopain 3x 1 gr IV                             Inj. Bralin        3x 1 amp IV

3. POLA FUNGSI KESEHATAN (11 Pola Fungsional Gordon)a.  Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatanBila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau bidan. Bila sakit ringan seperti masuk angin kadang – kadang klien membuat jamu sendiri. Klien tidak pernah berobat ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya. Klien mengatakan kesehatan adalah hal yang penting dan ingin cepat sembuh agar bisa bekerja lagi.b. Pola Nutrisi/metabolicSebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan minum karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang, klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah. Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.c.  Pola eliminasi          Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari ( ± 1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas tempat tidur. Sejak MRS klien belum BAB.d.  Pola aktivitas dan latihanKemampuan perawatan diri    0    1    2    3    4Makan/minum             x        Mandi             x        Toileting             x        Berpakaian             x        Mobilisasi di tempat tidur             x        Berpindah             x        Ambulasi ROM             x        0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:     tergantung total.             Okigenasi:    Klien bernafas spontan tanpa memakai oksigen. Keluhan sesak (-)

e.  Pola tidur dan istirahatSebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.f.  Pola kognitif-perseptualKlien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi jelas. Klien mengatakan penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa membuka mata lama-lama karena masih mengeluh pusingdan mual. Klien mengeluh telinga kiri terasa penuh berisi cairan sehingga pendengaran agak terganggu. Tampak otore keluar dari telinga kiri. Klien juga mengeluh sakit kepala seperti berdenyut-denyut terutama di bagian kanan dan kadang-kadang disertai pusing-pusing. Klien tampak meringis terutama saat bergerak. Skala nyeri 4-5 (sedang).g.  Pola persepsi diri/konsep diri Klien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di sebelahnya.

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

h.  Pola seksual dan reproduksiKlien sudah tiga tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak. Menstruasi teratur setiap 28 -30 hari sekali. Klien tidak memakai alat kontrasepsi.i.  Pola peran-hubungan  Saat ini klien ditunggu oleh suaminya dan hubungan mereka terlihat baik. Keluarga besar klien ada di Jawa. Di Bali klien punya beberapa famili dan teman-teman yang sudah datang menjenguk klien tadi pagi.j.  Pola manajemen koping stressBila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan minta pendapat dari suami dan teman-teman. Suami mengatakan klien cukup terbuka terhadap masalah yang dialaminya.k. Pola keyakinan-nilai   Klien dan suami beragama Islam dan biasa sholat setiap hari. Setelah MRS klien hanya berdoa dari tempat tidur.

4.    Diagnosa NO    DATA SENJANG    ETIOLOGI    PROBLEM1    DS : Klien mengatakan -    ”Pusing”-    ”Mual & muntah”DO : -    Klien tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan-    TTV  :  N : 92 x/mnt           S:36,8 0 C         RR :27 x/mnt         TD :115/70 mmHg.    Peningkatan intracranial    Gangguan perfusi jaringan cerebral2.    DS : Klien mengatakan -    ”Pusing”DO : -    Klien tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan-    GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 5 = 13 (CKR)-    TTV  :  N : 92 x/mnt           S:36,8 0 C         RR :27 x/mnt         TD :115/70 mmHg.

    Desak ruang sekunder dari kompresi korteks cerebri    Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial3.    DS : Klien mengatakan -    ”Pusing”DO : -    TTV  :  N : 92 x/mnt           S:36,8 0 C         RR :27 x/mnt         TD :115/70 mmHg.-    GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 4 = 12 (CKR)-    Kesadaran : somnolen    Depresi pusat pernapasan    Gangguan pola pernapasan

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

5.     IntervensiHARI/TGL    NODX    RENCANA KEPERAWATAN        TUJUAN &KRITERIA HASIL    INTERVENSI    RASIONALRabu 29/09/2012

    1

    Setelah diberikan tindakan kep. selama 2×24 jam diharapkan gangguan perfusi jaringan klien akan berkurang dengan K.H : DS : Klien mengatakan -    ”Pusing berkurang”-    ”Tidak mual & muntah”DO : -    Klien tampak tenang-    TTV  : N   : 80 x/mntS    :36,8 0 CRR :22 x/mntTD :110/70 mmHg.    -    Ubah posisi klien secara bertahap 

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

-    Jaga suasana tenang

-    Kurangi cahaya ruangan    -    Klien dengan paraplegia beresiko menglami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai respons klien mencegah terjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen dibawa oleh darah

-    Suasana tenang akan memberikan rasa nyama pda klien dan mencegah ketegangan

-    Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap peningkatan TIKRabu 29/09/2012

    2

    Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan dapat meminimalkan tekanan intracranial dengan K.H :DS : Klien mengatakan -    ”Pusing nya berkurang”

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

DO : -    Klien tampak terdapat luka pada kepala sebelah kanan

-    GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 5 = 13 (CKR)

-    TTV  :  

N : 92 x/mnt S  :36,8 0 C    RR :22 x/mnt    TD :115/70 mmHg.

    -    Kaji faktor penyebab dari situasi kemungkinan penyebab TIK-    Pantau TTV tiap 4 jam-    Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.    -    Deteksi ini untuk memprioritaskan intervensi, maka mengkaji status neurologis untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.-    Suatu keadaan, normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik penurunan dari autoregulator, kebanyakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral.-    Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jigularis dan menghambat aliran darah otak di kawatirka meningkatkan tekanan intracranial.Rabu, 29/09/2012

    3

    Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan gangguan pernapasan klien berkurang dengan KH:DS : Klien mengatakan -    ”Pusing klien berkurang”DO : -    TTV  :  N   : 92 x/mntS    :36,8 0 C

Page 25: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

      RR :22 x/mnt      TD :115/70 mmHg.-    GCS : E ; 4, M ; 4, V ; 4 = 12 (CKR)-    Kesadaran : somnolen    -    berikan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke posisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.-    Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-tanda vital.-    Jelaskan pada klien tentang etiologi/ faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru    -    Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit-    Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.-    Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik

BAB IIIPENUTUPA.    KESIMPULANCedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)

Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.

B.    SARANSetelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.

Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :1.    Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.2.    Dapat menilai batasan GCS.3.    Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan cedera kepala.4.    Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di rumah sakit maupun di rumah.

Page 26: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

DAFTAR  PUSTAKAArif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salema MedikaBatticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba MedikaPierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : ErlanggaLecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlanggahttp://id.scribd.com/doc/85827418/Laporan-Kasus-Cedera-Kepala  (di unduh pada tanggal 21 November 2012)http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-kepala.html (di unduh pada tanggal 26 November 2012)http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-cedera-kepala-ringan/ (di unduh pada tanggal 26 November 2012)

Page 27: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

Captopril merupakan obat umum yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini

merupakan obat golongan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor. Captopril dapat digunakan

bersamaan dengan obat anti hipertensi golongan lain untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan.

Jadi dari namanya pun sudah dapat dimengerti bahwa captopril menghambat kerja enzim  yang

mengubah angiotensin. Angiotensin II merupakan suatu zat aktif yang mengakibatkan vasokonstriksi

(mengecilnya pembuluh darah). Jadi secara logika, bila zat yang mengakibatkan pembuluh darah

mengecil dihambat, maka pembuluh darah akan “tetap besar” sehingga tekanan di dalam pembuluh

darah itu pun tidak meningkat. Hal ini tentu saja dapat dijelaskan, karena secara hukum fisika, tekanan

akan meningkat bila luas penampangnya mengecil dan tekanan akan menurun bila luas penampangnya

besar.

Captopril tidak hanya menurunkan tekanan darah

namun juga melindungi jantung. Obat ini merupakan obat yang sangat baik pada pasien hipertensi

dengan gangguan jantung seperti gagal jantung atau pasca serangan jantung. Untuk masalah ini tidak

ada obat yang memiliki efektifitas lebih tinggi daripada obat golongan ACEI termasuk captopril sehingga

captopril merupakan salah satu obat “dewa” bagi penderita hipertensi karena harganya yang murah dan

sudah teruji sekian lama dapat menurunkan angka morbiditas.

Captopril tersedia dalam bentuk sediaan 12,5 mg, 25 mg, dan 50 mg. Captopril diminum sehari 3 kali

setiap 8 jam. Sebaiknya obat ini dikonsumsi dalam keadaan perut kosong atau 1 jam sebelum makan.

Dosis captopril yang diberikan oleh dokter akan berdasarkan target tekanan darah yang ingin dicapai.

Semakin tinggi dosis yang diberikan maka efek samping pun akan semakin besar namun disaat yang

bersamaan akan dapat memberikan keuntungan yang lebih baik bagi sang pasien.

Untuk mendapatkan efek pengobatan yang maksimal, captopril perlu dikonsumsi 3 kali sehari atau

selang 8 jam. Hal ini terkadang menjadi kendala besar bagi individu aktif karena ketaatan minum obat

yang baik merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pengobatan hipertensi. Namun dengan

berkembangnya dunia farmasi, saat ini terdapat obat golongan ACEI yang dapat bekerja 24 jam penuh

sehingga hanya perlu diminum sekali sehari (Lisinopril). Efek pengobatan obat ini sama dengan

captopril. Kendalanya hanya satu: mahal, karena obat ini tidak dijual dalam sediaan generik.

Penggunaan captopril tidak dianjurkan untuk ibu hamil (terutama trimester kedua dan ketiga karena

dapat mengakibatkan gangguan hingga kematian pada janin) atau ibu menyusui. Gunakanlah

kontrasepsi bila mengkonsumsi captopril dan informasikan segera kepada dokter Anda bila ternyata

Anda hamil.

Capropril juga tidak biasa diberikan pada pasien dengan gagal ginjal. Perlu diketahui bahwa salah satu

efek samping pemberian captopril adalah terjadinya kenaikan kreatinin. Dokter akan secara berkala

memeriksa kemungkinan terjadinya efek samping ini. Efek samping lain yang paling umum adalah batuk

kering. Efek samping ini tidak berbahaya. Pada beberapa individu, efek samping batuk ini sangat

mengganggu sehingga dia enggan untuk mengkonsumsi captopril. Selain captopril ada juga obat

golongan yang sama dengan efek samping batuk yang minimal, sayangnya obat ini dibandrol dengan

harga yang relatif lebih mahal dibandingkan captopril.

Page 28: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cidera Kepala Sedang

Jadi tidak perlu takut untuk mengkonsumsi captopril dan bila ada keluhan setelah mengkonsumsi

captopril segeralah berkonsultasi dengan dokter Anda untuk mengetahui apakah keluhan yang Anda

rasakan memang akibat captopril. Jika tidak, akan sangat menguntungkan bagi Anda untuk terus

mengkonsumsi obat ini.

Jakarta, DeskripsiCaptopril merupakan obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), dapat digunakan sendiri atau bersama dengan obat-obatan lain. Tekanan darah tinggi menambah beban kerja jantung dan arteri.

Jika berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan fungsi jantung dan arteri menurun. Sehingga dapat menyebabkan rusaknya pembuluh darah otak, jantung, dan ginjal yang dapat mengakibatkan terjadinya stroke, gagal jantung, atau ginjal. Hipertensi juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung. Hal-hal tersebut dapat dihindari ketika hipertensi dapat terkontrol dengan baik.

Captopril bekerja dengan menghambat enzim dalam tubuh yang menghasilkan zat yang menyebabkan pembuluh darah mengencang, sehingga dapat menurunkan tekanan darah serta meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke jantung.

Captopril juga digunakan pada beberapa pasien setelah serangan jantung. Setelah serangan jantung, beberapa otot jantung rusak dan melemah. Otot jantung dapat terus melemah seiring berjalannya waktu. Hal ini membuat lebih sulit bagi jantung untuk memompa darah. Captopril dapat dimulai dalam beberapa hari pertama setelah serangan jantung.

Selain itu, kaptopril digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif atau dapat digunakan untuk kondisi lain seperti yang ditentukan oleh dokter. Obat ini hanya tersedia dengan resep dokter.