asuhan keperawatan medikal bedah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal dan iriversibel dimana kemampuan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah).
Laju penyakit renal tahap akhir meningkat hampir 8% tiap tahun dalam
kurun waktu tertentu. Lansia (bersusia antara 55 – 56 tahun) merupakan
kelompok yang berkembang cepat untuk mengalami penyakit renal tahap akhir
(Soeparman, 1990)
Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995 – 1999)
adalah Deabetes Melitus 44%, hipertensi 27%, glomerulonefritis 10%, nefritis
intersitialis 4%, Kista dan penyakit bawaan lain 3%, penyakit sistemik (misal,
lupus dan vaskulitis 2%, neoplasma 2%, tidak diketahui 4%, penyakit lain 4%.
Penyakit ginjal yang mengalami hemodialisa di Indonesia tahun 2000 adalah
glomerulonefritis 46,36%, deabetes melitus 18, 65%, obstruksi dan infeksi
12,85%, hipertensi 8,46%, sebab lain 13,65% (Aru. W . Sudoyo).
Perawatan berperan sangat penting dalam penyuluhan klien penyakit
ginjal tahap akhir. Terhadap sejumlah informasi yang harus dipahami pasien dan
keluarga tentang gagal ginjal dalam rangka untuk memelihara kesehatan dan
menghindari komplikasi yang berhubungan dengan gagal ginjal adalah dengan
memberikan asuhan kperawatan yang optimal dan professional.
B. TUJUAN PENULISAN
Diharapkan mahasiswa/i mampu :
1. Mengetahui konsep dasar medis mengenai penyakit gagal ginjal kronik
(GGK)
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan mengenai kasus gagal
ginjal kronik (GGK)
1
BAB II
TIJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, 2005)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan retensi
urea. (Bruner dan Suduth, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah keadaan ireversibel ditandai fungsi nefron
yang berkurang yang berlangsung progresif menuju uremia berlangsung
berangsur untuk waktu yang cukup lama, sehingga ginjal tidak dapat lagi
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Tambayong, 2000).
Gagal ginjal kronik adalah krusakan pada ginjal yang terus berlangsung
dan tidak dapat diperbaiki, dan akan menimbulkan gangguan multisistem.
(Reeves , 2001).
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan gagal ginjal kronik adalah
kerusakan ginjal yang berlangsung sangat lama yang menyebabkan
penurunan fungsi ginjal sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh terganggu.
2. Etiologi
Menurut Sudoyo et al. (2006: 582) etiologi pada penyakit ginjal kronik
sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Berikut penyebab
utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999) yaitu:
a. Diabetes melitus (44%)
b. Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar (27%)
c. Glomerulonefritis (10%)
2
d. Nefritis interstitialis (4%)
e. Kista dan penyakit bawaan lain (3%)
f. Penyakit sistemik (misal Lupus dan vaskulitis) (2%)
g. Neoplasma (2%)
h. Tidak diketahui (4%)
i. Penyakit lain (4%)
3. Klasifikasi Penyakit
Kalasifikasai penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakt, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140 – umur) X berat badan
LFG (ml/mnt/1,73m2 = *)
72 X kreatinin plasma (mg/dL)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit (stage):
Derajat 1. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat (LFG = > 90
ml/mnt/1.37 m2)
Derajat 2. Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan (LFG = 60-89
ml/mnt/1,37 m2)
Derajat 3. Kerusakan ginjal LFG menurun sedang (LFG = 30-59 ml/mnt/1,37
m2)
Derajat 4. Kerusakan gimjal dengan LFG menurun berat (LFG = 15-29
ml/mnt/1,37 m2)
Derajat 5. Gagal Ginjal (LFG = < 15 atau dialisis)
3
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi yaitu:
a. Penyakit ginjal diabetes
Diabetes tipe 1 dan 2
b. Penyakit ginjal non diabetes
Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sitemik, obat, neoplasia)
Penyakit Vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik (ginjal polikstik)
c. Penyakit pada transplantasi
Rejeki kronik, keracunan obat (siklosporin/takrolimus), penyakit recurrent
(glomerular), transplant glomerulopathy.
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada aealnya tergantung pada penyakit
yamg mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons)
sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
sepertisitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yanmg masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya tida aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang
renin- angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor B(TGF-B). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
4
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahantapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yangb ditandai dengan kadar urea dan kretinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, klien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada klien seperti,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badab.
Sampai pada LFG di bawah 30%, klien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Klien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, mauoun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain natrium dan kalin. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komlikasi yang lebih serius, dan klien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi organ.
Pada keadaan ini klien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
5. Manifestasi Klinis
Klien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala; keparahan kondisi
bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia
klien.
a) Manifestasi kardiovaskular; hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulmonal, perikarditis.
b) Gejala – gejala dermatologis; gatal –gatal hebat (pruritus); serangan
uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif.
5
c) Gejala – gejala gastrointestinal; anoreksia, mual muntah dan cenderung
cegukan, penurunan aliran saliva, haus rasa, kecap logam dalam mulut,
kehilangan kemampuan menghidu dan mengecap, dan parotitis atau
stomitis.
d) Perubahan neuromuskuler; perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
e) Perubahan hematologis; kecenderungan perdarahan,
f) Keletihan dan latergik, sakit kepala kelemahan umum.
g) Klien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
kussmual, dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklomik).
6. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada gagal ginjal kronis adalah:
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidisisi metabolik,
katabolisma, dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mafungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibatiritasi oleh toksin, dan
kehilangan darah selama hemodialisis,
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, peningkatan
kadar aluminium.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif,
eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium.
Klien juga perlu mendapat penanganan dialisisyang adekuat untuk menurunkan
kadar produk sampah uremik dalam darah.
6
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnistik yang dilakukan pada klien gagal ginjal yaitu;
a. Pemeriksaan laboratorium (urine, protein)
b. Darah (uric acid meningkat, Ca menurun, Cl
menurun, Hb menurun, LED menurun, kreatinin meningkat, albumin
menurun)
c. Radiologi
Untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi gagal ginjal gronik.
d. Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena akan memperburuk fungsi gimjal. Menilai
bentuk dan besar gingal, apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang
disertai tonogram memberi keterangan yang lebih baik.gmelihat ukuran
ginjal, batu obstruksi
e. LUP untuk menilai system veluikalis dan ureter
f. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih
serta pospat.
g. Ronogram
Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim,
ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
h. Biopsy ginjal
Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gangguan ginjal kronik, atau
diketahui etiologinya.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Terapi umum
1. Istirahat
2. Diet
a.)Protein : maksimal 30 gr / hari
b.)Rendah kalori : 40-50 kal/kg/hari
7
c.)Cairan dan elektrolit, pertama berikan 300 ml iv, lalu berikan sampai
diuresis cukup 40 ml/jam
d.)Cairan dibatasi bila ada: edema, hipertensi, gagal jantung kongestif.
e.)Natrium dibatasi namun cukup untuk menjaga volume cairan
ekstraseluler.
f.) Kalium dibatasi bila ada oliguria
g.)Bila kadar kalium > 6,5 mEg/I perlu rawat inap.
1) Hiperglikemi akut diberikan insulin dan dektrose iv, fludokortison
abuterol rebuliser.
2) Hiperkaleni kronis dapat diberikan natrium polystyrene sulfonate.
3. Medikamentosa
1. Obat pertama : bila ada asidosis metabolic diberikan natrium
bikarbonat 20-30mmol/d atau natrium sulfat. Sebaiknya dikombinasi
dengan loop diuretic.
2. Obat alternative
a.) Eritropoetin bila aa anemia.
Dosis 25-50 unit /kg BB 3 x / Minggu
b.) Preparat Kalsium : 3 x 650 mg
bila terdapat hipokalsimea dan hiperfosfatemia.
c.) Alupurinol bila ada
hiperurisemi dan terjadi arthritis gout.
4. Tranfusi darah, lamanya bila sangat perlu
5. Dialisis
6. Transplantasi ginjal: terbalk.
b. Terapi komplikasi
a. Bila ada asidosis : Bikarbonat Natrium 2 – 3 x 600 mg/ hari
b. Bila terdapat hipertensi: ACEI atau CCB (Calcium channel
blocker).
8
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelesahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
(anina).
Tanda : hipertensi, ndi kuat, edema jaringan umum, dan pitting pada
kaki, telapak, tangan, nadi lemah halus, kecenderungan
perdarahan, hipotensi ortostatik menunjukan hipovolomia,
pucat; kulit coklat kehijauan, kuning.
c. Integritas Ego
Gejala : faktor stress, contoh financial, hubungan tidak ada kekuatan,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan..
Tanda : menolak asientas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi usus, oliguria, anuria, (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare / konstipasi.
Tanda : perubahan warna urine contoh : kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria dapat menjadi anuria.
e. Makanan /cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah,
rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan), penggunaan
diuretik.
9
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesarah hati (tahap akhir)
perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum,
tergantung), ulserasi gusi, perdarahan gusi atau lidah,
penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
f. Neuro sensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang,
kebas/kesemutan dan kelemahan khusunya ekstermitas bawah.
Tanda : gangguan status mental, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis,
kehilangan memori kacau, penurunan tingkat kesadaran,
stupor, koma.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk
saat malam hari)
Tanda : perilaku berhati-hati / distraksi , gelisah
h. Pernapasan
Gejala : napas pendek, dispnea nokturalproksimal; batuk dengan /
tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : takipnea, dipnea, peningkatan frekuensi / kedalaman
(perapasan kussmaul), batuk produktif dengan sputum merah
muda-encer (edema paru).
i. Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus.
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara aktua
terjadi peningkatan pada klien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal, petekie, area eksimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik)
pada kulit, jaringan lunak, sendi,keterbatasan gerak sendi.
j. Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infektifitas
k. Interaksi sosial
10
Gejala : kesulitan menentukan kondisi contoh; tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
2. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema dan relarsi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan
4. Resti penurunan curah jantung yang berhubungan dengan akumulasi toksin
(urea).
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
3. Rencana Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
HYD : Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema
Menunjukkan tanda-tanda vital normal
Melaporkan penurunan rasa haus
Mempertahankan pembatasan diet dan cairan
Intervensi :
1. Kaji status cairan : timbang berat badan, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut nadi dan
irama nadi.
R/ Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk
membantu memantau perubahan dan hergevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan
R/ Pembatasan cairan dan akan menentekan BB ideal, haluaran urine dan
respon terhadap terapi
3. Identifikasi sumber potensial cairan medikasi, makanan dan cairan yang
digunakan untuk pengobatan oral dan intravena.
11
R/ Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
4. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional pembatasan
R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dalam pembatasan cairan.
5. Bantu klien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
R/ Kenyamanan klien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering
R/ Higiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
HYD : Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi
Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan
diet
Menunjukkan tidak adanya perlambatan atau penurunan BB
Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi amoreksia dan
tidak menimbulkan rasa kenyang.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi : perubahan BB, pengukuran antroponerik, nilai
laboratorium, ( elektrolit serum, Bun, kreatinin, proteinb dan kadar basi )
R/ Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
2. Kaji pola diet klien : Riwayat diet, hitung kalori
R/ pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun
menu
3. Menyediakan makanan kesukaan klien dalam batas diet.
R/ Mendorong peningkatan masukan diet
4. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi :
telur, produk susu, daging.
12
R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
5. Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein rendah natrium di
antara waktu makan
R/ Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan
kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan
penyembuhan jaringan.
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
HYD : Berpartisipasi dalam meningkatkan aktivitas dan latihan
Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian
Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.
Intervensi:
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan : depresi, anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektolit.
R/ Menydiakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi Bantu jika keletihan terjadi
R/ Meninhgkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri
3. Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat.
R/ Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah didiagnosis
R/ Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisir yang bagi banyat pasien
sangat melelahkan
d. Resti penurunan curah jantung yang berhubungan dengan akumulasi toksin
(urea).
13
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung yang dibutuhkan.
HYD : Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD, irama jantung
dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji adanya derajat hipertensi, keluhan nyeri dada,
lokasi dan intensitas
R/ Hipertensi dan gagal ginjal kronik dapat menyebabkan perikarditis,
resiko efusi perikardial.
2. Observasi tanda-tanda vital
R/ Mengetahui keadaan umum klien
3. Anjurkan klien menghindari kelelahan dan
peningkatan latihan
R/ Keletihan pada gagal ginjal kronik dapat menambah beban kerja
jantung.
4. Ubah posisi dan gerakan ekstremitasdengan
menggoyangkan jari tangan dan kaki.
R/ Meningkatkan aliran darah serta mengurangi dan melepaskan kompresi
vena eksternal
5. Kolaborasi medis dalam
a.) Obat antihipertensi
R/ Menurunkan tekanan vaskuler sistemik dan atau pengeluaran renin
untuk menurunkan kerja miokardialdan membantu mencegah gagal
ginjal kronik.
b) Dialisis
R/ Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Tujuan : Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
HDY : Meningkatkan pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Intervensi :
14
1. Kaji pertahanan mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya dan
penanganan
R/ Intruksi dasar untuk penjelasan dan penyusunan lebih lanjut
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan klien untuk belajar.
R/ Klien dapat belajar tentang gagal dan penanganan setelah mereka siap
untuk memahami dan menerima.
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
R/ Klien dapat melihat bahwa kehidupan tidak harus berubah akibat
penyakit
4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perncanaan
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatanyang bertujuan
untuk menilaihasil dari keseluruhan tindakan yang dilakukan. Evaluasai
dilakukan secara terus menerus dan untuk melihat seberapa jauh tindakan
keperawatan. Adapun tujuan dari evaluasi adalah:
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Pemasukan nutrisi yang adekuat
c. Aktivitas kembali normal
d. Penurunan curah jantung tidak terjadi
e. Pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah keadaan ireversibel ditandai fungsi nefron yang
berkurang yang berlangsung progresif menuju uremia berlangsung berangsur
untuk waktu yang cukup lama, sehingga ginjal tidak dapat lagi mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Klien akan menunjukkan beberapa tanda
dan gejala; keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari dan usia klien. penyebab utama penyakit ginjal kronik
sebagai berikut : Diabetes melitus, Hipertensi dan penyakit pembuluh darah
besar , Glomerulonefritis, Nefritis interstitialis, Kista dan penyakit bawaan lain,
Penyakit sistemik (misal Lupus dan vaskulitis) dan Neoplasma
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna, Karena dalam proses
penyusunan makalah sendiri membutuhkan proses pembelajaran serta masukan-
masukan yang positif. Untuk itu penulis mengharapkan saran atau masukan dari
berbagai pihak untuk menyusun makalah selanjutnya agar lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Price, Sylvia A.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
4.Jakarta : EGC
Nursalam.2009.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta: Salemba Medika
17