aspek teoritik pembangkitan gelombang ekstrim …
TRANSCRIPT
1
ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM TIDAK PECAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLITON ATAS LATAR
BERHINGGA
Muhammad Syukri1 dan Marwan
2
1Jurusan Fisika FMIPA
2Program Studi Matematika FMIPA
Universitas Syiah Kuala
Abstrak
Tulisan ini mendiskusikan tentang perambatan gelombang permukaan di laboratorium
hidrodinamika. Pengkajian dikhususkan pada peristiwa pemuncakan dan pembelahan yang
paling ekstrim atas gelombang selama perambatannya di laboratorium hidrodinamika. Kajian
ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik gelombang yang beramplitudo cukup tinggi
dan curam yang dapat dibangkitkan di laboratorium. Kajian yang dilakukan terkait dengan
penentuan secara teoritik tentang model terbaik yang dapat digunakan sebagai informasi
awal dalam proses pembangkitan gelombang ekstrim. Dalam hal ini, akan ditinjau parameter
yang mempengaruhi perubahan gelombang selama perambatannya di kolam pengujian.
Konsep yang digunakan dalam penyelidikan adalah persamaan Schrodinger spasial tak
linear. Persamaan ini memodelkan gugus gelombang yang berubah secara lambat terhadap
spasial dan waktu. Solusi persamaan ini yang dikenal sebagai soliton atas latar berhingga
ditentukan dengan menggunakan Metode Hirota. Di sini gugus gelombang diasumsikan
dimodulasi oleh dua pasang gelombang.
1. PENDAHULUAN Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kelautan, seperti perkapalan, pertambangan
minyak dan gas bumi lepas pantai, penangkapan ikan dan sebagainya memerlukan
pengetahuan yang baik tentang laut. Perkapalan dan pembangunan lepas pantai
membutuhkan pengetahuan yang setepat mungkin tentang perilaku gelombang. Kapal dan
bangunan lepas pantai itu harus siap menghadapi situasi terburuk yang dapat diakibatkan
oleh gelombang. Untuk mempersiapkan ini, dalam proses pembuatan kapal atau bangunan
lepas pantai perlu dilibatkan pengujian model kapal atau model bangunan lepas pantai itu
menghadapi situasi terburuk laboratorium hidrodinamika. Gelombang dibangkitkan di kolam
pengujian, sehingga gelombang itu mempunyai karakteristik yang diharapkan di posisi di
mana model kapal atau model bangunan lepas pantai tersebut ditempatkan.
Fenomena gelombang sangat kompleks, ada kalanya secara tiba-tiba muncul gelombang
dengan elevasi dan kecuraman yang sangat tinggi di suatu perairan yang relatif tenang.
Gelombang ini disebut sebagai gelombang ekstrim yang kerap kali juga dinamakan
gelombang misterius (freak wave) atau gelombang raksasa (giant wave). Dean (1990) dan
Kjeldsen (1984) menyebutkan bahwa suatu gelombang dikategorikan sebagai gelombang
ekstrim jika tingginya melebihi 2,2 kali tinggi gelombang rata-rata. Gelombang jenis ini
sangat jarang terjadi, akan tetapi dampaknya dapat menimbulkan kerusakan yang cukup
parah bagi kapal, bangunan lepas pantai maupun benda lainnya yang berada di sekitar
2
gelombang ini (lihat Earle (1975), Mori, dkk (2002), Divinsky dan Levin (2004), Truslen
dan Dysthe (1997), dan Smith (1976)). Mengingat peristiwa kemunculan dan dampak yang
diakibatkan oleh gelombang ini, penelitian tentang gelombang ekstrim giat sekali dilakukan.
Berbagai penelitian dilakukan untuk memahami fenomena kemunculan dan perambatan
gelombang ekstrim tersebut.
Penelitian tentang gelombang ekstrim dalam bentuk grup gelombang telah banyak dilakukan,
misalnya seperti yang dilakukan oleh Longuet dan Higgins (1984), Philips, dkk (1993),
Donelan dan Hui (1990), Orsbone, dkk (2000,2001), dan Onorato, dkk (2001,2002).
Henderson, dkk (1999) dan Dysthe (1979) menyatakan bahwa dinamika gelombang jenis ini
berkaitan dengan fenomena yang diawali dengan terjadinya lembah gelombang yang sangat
dalam, yang dikenal dengan hole in the sea. Kemudian, di sekitar lembah tersebut secara
tiba-tiba muncul suatu gelombang yang sangat curam dengan amplitudo yang sangat tinggi,
seolah-olah membentuk dinding air. Fenomena seperti ini dinamakan self focussing, yaitu
sentralisasi energi gelombang pada suatu kawasan yang cukup sempit akibat ketaklinearan
medium air. Lighthill (1965) mengemukakan bahwa keberadaan self focussing ini berkaitan
dengan teori kestakstabilan gelombang, yang dikenal sebagai ketakstabilan Benjamin-Feir.
Selanjutnya teori tersebut dikembangkan oleh Benjamin dan Feir (1967) dan Zakharov
(1967). Dari pengembangan teori tersebut, Benjamin dan Feir berkesimpulan bahwa
ketakstabilan akan terjadi jika panjang gelombang yang memodulasi gelombang
monokromatik terletak dalam suatu selang tertentu. Selang ini dikenal sebagai selang
ketakstabilan Benjamin-Feir.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan dihadapi suatu benda terapung,
terlebih dahulu model benda terapung tersebut diuji selama pembuat-an benda terapung
dilaksanakan. Pengujian dilakukan dengan menghadapkan model benda terapung tersebut
pada situasi tebur pada situasi terburuk yang dapat disimulasikan di kolam pengujian. Untuk
itu, di kolam pengujian tersebut dibangkitkan gelombang ekstrim. Di suatu kolam pengujian
terdapat pembangkit gelombang berupa flap di salah satu sisi dan penyerap sebagai tiruan
pantai di sisi lain untuk menghindari terjadinya gelombang pantul. Skema kolam pengujian
di laboratorium hidrodinamika dapat dilihat ada Gambar 1. Gerakan flap di pembangkit
gelombang di kolam pengujian ini dikontrol berdasarkan sinyal input yang diberikan.
Gambar 1. Skema penampang lintang kolam pengujian di laboratorium hidrodinamika.
Sebelah kiri adalah pembangkit gelombang berupa flap yang digerakkan untuk
membangkitkan gelombang dan sebelah kanan adalah penyerap sebagai tiruan pantai.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam kajian khusus tentang peristiwa pemuncakan suatu gelombang permukaan, Westhuis,
dkk melakukan penyelidikan secara eksperimen di laboratorium hidrodinamika. Yang
bersangkutan juga membangun model numerik yang dinamakan HUBRIS [47], untuk
mensimulasikan pembangkitan gelombang. Penyelidikan dilakukan dengan membangkitkan
3
gelombang bikromatik dengan menggunakan beberapa amplitudo dan frekuensi selubung
yang berbeda-beda. Gelombang bikromatik yang digunakan diperoleh dari superposisi dua
gelombang monokromatik yang beramplitudo sama tetapi dengan frekuensi yang berbeda.
Hasil eksperimen Westhuis, dkk (2001) memperlihatkan bahwa pemuncakan elevasi
gelombang yang tinggi dipengaruhi oleh perbandingan amplitudo dan selisih bilangan
gelombang dari gelombang monokromatik yang membentuk gelombang bikromatik. Data
hasil eksperimen Stansberg (Stansberg, 1998) dan hasil perhitungan software numerik
HUBRIS (Westhuis, dkk 2001) memperlihatkan bahwa gelombang awalnya berupa sinyal
bikromatik mengalami peristiwa pemuncakan dan pemisahan selama perambatannya (lihat
Gambar 2).
Gambar 2. Sinyal bikromatik di beberapa posisi yang dihitung dengan menggunakan
software numerik HUBRIS
Usaha untuk memahami peristiwa pemuncakan gelombang dilakukan pula oleh Cahyono
(2002), dengan membangun suatu Analytical Wave Code (AWC) yang memberikan koreksi
terhadap bilangan gelombang. AWC dibangun dengan menggunakan model KdV dan
pendekatan solusi hingga orde ke tiga model tersebut. Dalam kajian tersebut dipilih
gelombang yang pada awalnya berupa sinyal bikromatik. Hasil kajian Cahyono
memperlihatkan bahwa suatu suku pada orde ke tiga yang dinamakan suku side band orde ke
tiga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pemuncakan gelombang bikromatik.
Hal ini disebabkan karena magnitud amplitudo suku tersebut berbanding lurus dengan
amplitudo pangkat tiga dan berbanding terbalik dengan selisih kuadrat bilangan gelombang
dari gelombang monokromatik yang membentuk gelombang bikromatik.
Selain gelombang bikromatik, gelombang yang juga menarik dikaji adalah gelombang
bertipe Benjamin-Feir. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa
fenomena self focussing berkaitan dengan teori kestakstabilan gelombang, yang dikenal
sebagai ketakstabilan Benjamin-Feir. Ketakstabilan akan terjadi jika panjang gelombang
yang memodulasi gelombang monokromatik terletak dalam selang ketakstabilan Benjamin-
Feir. Beberapa peneliti telah melakukan kajian terkait dengan gelombang Benjamin-Feir
(Marwan, 2009), (Groesen, dkk, 2004), dan (Andonowati, dkk, 2004). Kajian dilakukan
dengan memanfaatkan suatu solusi persamaan Schrodinger tak linear yang dikenal sebagai
soliton atas latar berhingga. Solusi ini merupakan ekstensi tak linear dari gelombang
4
Benjamin-Feir. Dalam hal ini, para peneliti tersebut melakukan kajian untuk kasus
gelombang Benjamin-Feir dengan satu pasang modulasi.
3. METODE PENELITIAN
Persamaan non-linear lengkap tiga dimensi yang melibatkan kedalaman air untuk
mensimulasikan gerak gelombang pada dasarnya telah dikenal. Persamaan ini terdiri dari
persamaan Laplace untuk potensial kecepatan di daerah interior di bawah permukaan air dan
syarat batas bebas berupa syarat batas kinematik dan dinamik pada permukaan bebas dan
syarat batas kinematik pada dasar bergerak. Secara teoritik penggunaan persamaan lengkap
untuk melihat efek parameter suatu model sukar untuk ditelaah. Lebih dari itu, model
numerik yang didasarkan pada persamaan ini kurang efesien. Oleh karena itu, gerak
gelombang permukaan sering sekali dikaji melalui persamaan yang lebih sederhana.
Salah satu model sebagai penyederhanaan dari persamaan lengkap, untuk gelombang
permukaan yang merambat satu arah pertama kali ditemukan oleh Korteweg dan de Vries.
Persamaan ini dikenal dengan persamaan KdV. Selain sederhana, model ini juga memadukan
unsur tak linear dan unsur dispersif sebagaimana yang dimiliki oleh gelombang air. Akan
tetapi, pemanfaatan model tersebut di laboratotium kurang bermanfaat (lihat Widoyono, dkk
(1997)). Oleh karena itu, pada tahun 1998, Groesen (1998) memperbaiki persamaan tersebut
terkait dengan suku dispersi. Dalam peubah tak berdimensi dapat dituliskan sebagai
𝜕𝑡𝜂 + 𝑖Ω −𝑖𝜕𝑥 𝜂 +3
2𝜂𝜕𝑥𝜂 = 0, (1)
dengan 𝜂 menyatakan elevasi, i kompleks sekawan, x dan t masing-masing menyatakan
peubah spasial dan waktu. Sementara itu, Ω adalah operator dispersi dengan simbol
Ω 𝑘 = tanh 𝑘
𝑘 (2)
Dalam penelitian ini, solusi (1) diasumsikan dapat dituliskan dalam solusi harmonik dengan
frekuensi 𝜔0 yang dimodulasi oleh suatu selubung yang bervariasi secara lambat ),( .
Amplidtudo kompleks ),( memenuhi persamaan Schrodinnger tak linear yang
dituliskan sebagai
02~~
ii . (3)
Di sini, variabel x dan )(/ 0kxt , parameter ~
dan ~ bergantung pada
bilangan gelombang dari gelombang monokromatik dan frekuensi 0 berkaitan dengan
bilangan gelombang 0k melalui relasi dispersi
0
0000
tanh)(
k
kkk . (4)
Dalam Akhmediev (1997) ditunjukkan bahwa persamaan (3) memiliki solusi eksak yang
dikenal sebagai soliton atas latar berhingga (SFB). Solusi ini dituliskan sebagai
20
0
~,),(
aieaa
, (5)
5
dengan
vv
vvivvva
cos2/2ˆ1cosh
sinh2ˆ2ˆcos2/2ˆ1cosh)12ˆ(),(
dan
22*
2~
vvv .
Apabila *
ˆ
, dengan
~
~
0* a , maka terletak dalam selang ketidakstabilan
Benjamin-Feir 2ˆ0 . Dalam hal ini parameter 𝜐 adalah frekuensi modulasi.
Gambar 3. Kontur elevasi di mana gelombang ekstrim terjadi antara fase singularitas (dua
gelombang menjadi satu gelombang, satu gelombang menjadi dua gelombang) (kiri) dan
selubung gelombang terkait (kanan)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Solusi eksak persamaan Schrodinger spasial tak linear (3) untuk tipe gelombang yang
dimodulasi oleh dua pasang modulasi dengan frekuensi modulasi terletak dalam selang
ketidakstabilan Benjamin-Feir dituliskan sebagai
𝐴 𝜉, 𝜏 = 𝑃 𝜉, 𝜏 + 𝑖𝑄 𝜉, 𝜏
𝐻 𝜉, 𝜏 − 1 𝑎0𝑒
−𝑖𝛾 𝑎02𝜉 , (6)
dengan
𝑃 𝜉, 𝜏 =3
2 2𝜈 cos𝜈 𝜏 + 𝜏01 − 2𝜏02 +
1
9cos 𝜈 3𝜏 − 𝜏01 − 2𝜏02
+1
2𝜎 1
2 − 𝜈 2 cosh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cos 2𝜈 𝜏 − 𝜏02
+2
𝜎 2
1 − 2𝜈 2 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02 cos 𝜈 𝜏 − 𝜏01
6
−4
3 2𝜈 𝜈 2(17𝜈 2 − 10)
2𝜎 1𝜎 2cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02
+ sinh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 sinh 𝜎2 𝜉 − 𝜉02
𝑄 𝜉, 𝜏 =1
2sinh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cos 2𝜈 𝜏 − 𝜏02 + sinh 𝜎2 𝜉 − 𝜉02 cos 𝜈 𝜏 − 𝜏01
+𝜈 2
2𝜎 1𝜎 2
𝜎 2 cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 sinh𝜎2 𝜉 − 𝜉02
− 𝜎 1 sinh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02
𝐻 𝜉, 𝜏 =3
4 2𝜈 cos𝜈 𝜏 + 𝜏01 − 2𝜏02 +
1
9cos 𝜈 3𝜏 − 𝜏01 − 2𝜏02
+1
2𝜎 1cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cos 2𝜈 𝜏 − 𝜏02 +
1
𝜎 2cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02 cos 𝜈 𝜏 − 𝜏01
−2
3 2𝜈 𝜈 2(4𝜈 2 − 5)
𝜎 1𝜎 2cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02
+ sinh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 sinh 𝜎2 𝜉 − 𝜉02 .
Di sini, 0 < 𝜈 < 1/2 , 𝜈 =𝜈
𝑎0 𝛾 /𝛽 , 𝜎 1 = 𝜈 2 − 𝜈 2 dan 𝜎 2 = 2𝜈 2 − 4𝜈 2.
Dengan menggunakan ekspresi (6) diperoleh amplifikasi amplitudo gelombang ini
𝐴𝐴𝐹 = lim𝜈 →0
1 + 4 − 2𝜈 2 + 2 1 − 2𝜈 2 = 5.
Gambar 4. Kesingularan fase (kiri), selubung gelombang (tengah dan kanan) gelombang
Soliton atas latar berhingga dengan dua pasang modulasi
Gambar 4 memperlihatkan bahwa kesingularan fase juga terjadi pada kasus dua pasang
modulasi sebagaimana halnya untuk sepasang modulasi.
7
5. KESIMPULAN
Telah dipelajari perambatan gelombang permukaan di laboratorium hidrodinamika. Dengan
menggunakan solusi Soliton atas latar berhingga untuk kasus dua pasang modulasi diperoleh
bahwa peningkatan amplitudo gelombang 5 kali dari keadaan awalnya. Selain itu, fenomena
kesingularan fase juga terjadi seperti pada kasus sepasang modulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmediev, N.N. and Ankiewicz, A. (1997) : Solitons-Nonlinear Pulses and Beams,
Chapmann & Hall
Dean, R.G. (1990) : Freak Waves : A Possible Explanation, Water Wave Kinetics, Kluwer,
Amsterdam, 609-612
Kjeldsen, S.P. (1984) : Dangerous Wave Group, Norwegian Maritime Research, 12, 16
Earle, M.D. (1975) : Extreme Wave Conditions During Hurricane Camille, J. Geophys. Res.,
80, 377-379
Mori, N., Liu, P.C. dan Yasuda, T.(2002) : Analysis of Freak Wave Measurements in the Sea
of Japan, Ocean Engineering, 29, 1399-1414
Divinsky, B.V., Levin, B.V, Lopatikin, L.I., Pelinovsky, E.N. dan Slyungaev, A.V. (2004) :
A Freak Wave in the Black Sea: Observations and Simulation, Doklady Earth
Science, 395, 438-443
Smith, R. (1976) : Giant Waves, J. Fluid Mech., 77, 417-431
Trulsen, K. dan Dysthe, K. (1997) : Freak Waves a Three Dimensional Wave Simulation,
Proc. of the 21st Symposium on Naval Hydrodynamics, E.P. Rood. Eds., National
Academy Press, 550-558
Longuet dan Hinggins, M.S. (1984) : Statistical Properties of Wave Groups in a Random Sea
State, Philos. Trans. Roy. Soc. London, A312, 219-250
Phillips, O.M., Gu, D. dan Donelan, M.A. (1993) : Expected Structure of Extreme Waves in
a Gaussian Sea, Part 1. Theory and SWADE buoy measurements, J. Phys.
Oceanogr., 23, 992-1000
Donelan, M.A. dan Hui, W.H. (1990) : Mechanics of Ocean Surface Waves, Surface Waves
and Flux, G.L. Geernaert and W.J. Plants, Eds., Kluwer, 1, 209-246
Onorato, M., Orsbone, A.R., Serio, M. dan Bertone, S., (2001) : Freak Waves in Random
Oceanic Sea States, Phys. Rev. Lett, 86, 5831-5834
Onorato, M., Orsbone, A.R. dan Serio, M.(2002) : Extreme Wave Events in Directional,
Random Oceanic Sea States, Phys. of Fluids, 14, L25-L28
Orsbone, A.R.,Onorato, M. dan Serio, M. (2000) : The Nonlinear Dynamics of Rogue Waves
and Holes in Deep Water Gravity Wave Trains, Physics Letters A, 275, 386-39
Orsbone, A.R. (2001) : The Random and Deterministic Dynamics of Rogue Waves in
Unidirectional, Deep Water Wave Trains, Marine Structures, 14, 275-293
Dysthe, K. (1979) : Note on a Modification to the Nonlinear Schrodinger Equation for
Application to Deep Water Waves, Proc. R. Soc. London, Ser. A, 369, 105
Henderson, K.L., Peregrine, D.H. dan Dold, J.W. (1999) : Unsteady Water Wave
Modulation : Fully Nonlinear Solutions and Comparisons with the Nonlinear
Schrodinger Equation, Wave Motion, 29, 341-361
Lighthill, M.J. (1965) : Contibution to the Theory of Waves in Nonlinear Dispersive
Systems, J. Inst. App. Math., 1, 269-306
Benjamin, T.B. dan Feir, J.E (1967) : The Disinteration of Wave Trains on Deep Water, Part
1. Theory, J. of Fluid Mech., 27, 417-430
8
Zakharov, V.E. (1967) : Stability of Nonlinear Waves Dispersive Media, Shov. Phys. JETP.,
24, 455-459
Dean, R. G. dan Dalrymple, R. A. (1994) : Water Wave Mechanics for Engineers and
Scientists, Advanced series on ocean engineering, 2
Schaffer, H.A. (1996) : Second Order Wavemaker Theory for Irregular Waves, Ocean
Engng., 23, 47-88
Westhuis, J.H., (2001) : Approximate Analytic Solutions and Numerical Wave Tank Results
for the Reflection Coefficients of a Class of Numerical Beach, Proc. of the 10th
ISOPE conference, 127, 242-252
Jamaluddin, A., Cahyono, E., van Groesen, E. dan Andonowati (1998) : Wave Generation at
LHI, Proc. of International Symposium on Advanced and Aerospcae Sciences and
Engineering in Indonesia, 31, 209-218
van Groesen, E. dan de Jager, E.M (1994) : Mathematical Structure in Contious Dynamic
Systems, Studies in Mathematical Physics, North Holland, Amsterdam
van Groesen, E. (1998) : Wave Groups in Uni-directional Surface Wave Models, Journal of
Engineering Mathematics, 34, 215-226
van Groesen, E., Widoyono, F.S. dan Nusantara, T. (1998) : Modelling Waves in a Towing
Tank, Journal of Indonesian Mathematical Society, 4, 55-68
van Groesen, E., Andonowati dan Soewono, E. (1999) : Non-linear Effects in Bi-chromatic
Surface Waves, Proc. Estonian Acad. Sci. Mathematics and Physics, 48, 206-229
van Groesen, E., Andonowati dan Karjanto, N. (2004) : Deterministic Aspects of Nonlinear
Modulation Instability, Proc. of Rogue Waves, Brest, France
van Groesen, E. (2001) : Lecturer on Free Surface Waves, Lecturer notes for course
LABMATH : Mathematics support for hydrodynaamic laboratories, P4M-ITB
van Groesen, E. dan Westhuis, J. (2002) : Modelling and Simulation of Surface Water
Waves, Mathematics and Computers in Simulation, 59, 341-360
Andonowati dan van Groesen, E. (2003) : Optical Pulse Deformation in second Order Non-
linear Media, Journal of Non-linear Optics Physics and Material, 12, 221-234
Andonowati, Karjanto, N. dan van Groesen, E. (2004): Extreme Waves Arising from Down
Stream Evolution of Modulated Wave Dislocation and Non-linear Amplitude
Amplication for Extreme Fluid Surface Waves, submitted to Mathematical Models
and Methods in Applied Sciences
Marwan dan Andonowati (2003) : Perubahan Bentuk pada Perambatan Signal Bikromatik
dan Pengaruhnya Terhadap Amplitudo Maksimum, Jurnal Matematika dan Sains
FMIPA ITB, 8, 81-87
Ramli, Marwan (2009) : The deterministics generation of extreme surface water waves based
on soliton on finite background in laboratory, International Journal of Engineering,
Vol. 22, No. 3, 243-249
Marwan (2010) : On the Maximal Temporal Amplitude of down stream running nonlinear
water waves, Tamkang Journal of Mathematics, Vol. 41, No.2, 51-69
Kusumawinahyu, W.M. dan Andonowati (2003) : Tinggi Maksimum Selubung Paket
Gelombang Bikromatik, Proc. ITB Sains dan Tek., 35 A, 51-63
Kusumawinahyu, W.M, (2006) : Penentuan Parameter-parameter yang Menandai Mulai
Pecahnya Gelombang, Disertasi, Institut Teknologi Bandung
Karjanto, N., van Groesen, E. dan Peterson, P. (2002) : Investigation of the Maximum
Amplitude Increase from the Benjamin-Feir Instability, Journal of Indonesian
Mathematical Society, 8, 39-47
iltu*Etre Aif*€LdffiffiS;Te# e*il*ryffi"3 *',€il#F,ru f&SEry& iljruEVilffi*lT&ffi &Effi#f ffiE f*ffi*&ru
(ac)o(f)o1()oo,
l'-.oo,oo,!oo)
&2
II
IHloI$lols
t;
a
o(E
<zavuIL
,LUv
<(L
):Jozo
t!EDS;:r,t'o,a
p
=
pZl'&aMIH
*fi9??e n
BE= gX-f< tr
1#9, E
?E? O
FATQ
8EzlrHz)il)()frrq0
ftse*Eryffie#&Er\+E
?ilrfaFilr
(E
ruaGrLoo
ffi$3&xinii.