aspek teoritik pembangkitan gelombang ekstrim …

9
1 ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM TIDAK PECAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLITON ATAS LATAR BERHINGGA Muhammad Syukri 1 dan Marwan 2 1 Jurusan Fisika FMIPA 2 Program Studi Matematika FMIPA Universitas Syiah Kuala Abstrak Tulisan ini mendiskusikan tentang perambatan gelombang permukaan di laboratorium hidrodinamika. Pengkajian dikhususkan pada peristiwa pemuncakan dan pembelahan yang paling ekstrim atas gelombang selama perambatannya di laboratorium hidrodinamika. Kajian ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik gelombang yang beramplitudo cukup tinggi dan curam yang dapat dibangkitkan di laboratorium. Kajian yang dilakukan terkait dengan penentuan secara teoritik tentang model terbaik yang dapat digunakan sebagai informasi awal dalam proses pembangkitan gelombang ekstrim. Dalam hal ini, akan ditinjau parameter yang mempengaruhi perubahan gelombang selama perambatannya di kolam pengujian. Konsep yang digunakan dalam penyelidikan adalah persamaan Schrodinger spasial tak linear. Persamaan ini memodelkan gugus gelombang yang berubah secara lambat terhadap spasial dan waktu. Solusi persamaan ini yang dikenal sebagai soliton atas latar berhingga ditentukan dengan menggunakan Metode Hirota. Di sini gugus gelombang diasumsikan dimodulasi oleh dua pasang gelombang. 1. PENDAHULUAN Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kelautan, seperti perkapalan, pertambangan minyak dan gas bumi lepas pantai, penangkapan ikan dan sebagainya memerlukan pengetahuan yang baik tentang laut. Perkapalan dan pembangunan lepas pantai membutuhkan pengetahuan yang setepat mungkin tentang perilaku gelombang. Kapal dan bangunan lepas pantai itu harus siap menghadapi situasi terburuk yang dapat diakibatkan oleh gelombang. Untuk mempersiapkan ini, dalam proses pembuatan kapal atau bangunan lepas pantai perlu dilibatkan pengujian model kapal atau model bangunan lepas pantai itu menghadapi situasi terburuk laboratorium hidrodinamika. Gelombang dibangkitkan di kolam pengujian, sehingga gelombang itu mempunyai karakteristik yang diharapkan di posisi di mana model kapal atau model bangunan lepas pantai tersebut ditempatkan. Fenomena gelombang sangat kompleks, ada kalanya secara tiba-tiba muncul gelombang dengan elevasi dan kecuraman yang sangat tinggi di suatu perairan yang relatif tenang. Gelombang ini disebut sebagai gelombang ekstrim yang kerap kali juga dinamakan gelombang misterius (freak wave) atau gelombang raksasa (giant wave). Dean (1990) dan Kjeldsen (1984) menyebutkan bahwa suatu gelombang dikategorikan sebagai gelombang ekstrim jika tingginya melebihi 2,2 kali tinggi gelombang rata-rata. Gelombang jenis ini sangat jarang terjadi, akan tetapi dampaknya dapat menimbulkan kerusakan yang cukup parah bagi kapal, bangunan lepas pantai maupun benda lainnya yang berada di sekitar

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

1

ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM TIDAK PECAH DENGAN MENGGUNAKAN SOLITON ATAS LATAR

BERHINGGA

Muhammad Syukri1 dan Marwan

2

1Jurusan Fisika FMIPA

2Program Studi Matematika FMIPA

Universitas Syiah Kuala

Abstrak

Tulisan ini mendiskusikan tentang perambatan gelombang permukaan di laboratorium

hidrodinamika. Pengkajian dikhususkan pada peristiwa pemuncakan dan pembelahan yang

paling ekstrim atas gelombang selama perambatannya di laboratorium hidrodinamika. Kajian

ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik gelombang yang beramplitudo cukup tinggi

dan curam yang dapat dibangkitkan di laboratorium. Kajian yang dilakukan terkait dengan

penentuan secara teoritik tentang model terbaik yang dapat digunakan sebagai informasi

awal dalam proses pembangkitan gelombang ekstrim. Dalam hal ini, akan ditinjau parameter

yang mempengaruhi perubahan gelombang selama perambatannya di kolam pengujian.

Konsep yang digunakan dalam penyelidikan adalah persamaan Schrodinger spasial tak

linear. Persamaan ini memodelkan gugus gelombang yang berubah secara lambat terhadap

spasial dan waktu. Solusi persamaan ini yang dikenal sebagai soliton atas latar berhingga

ditentukan dengan menggunakan Metode Hirota. Di sini gugus gelombang diasumsikan

dimodulasi oleh dua pasang gelombang.

1. PENDAHULUAN Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kelautan, seperti perkapalan, pertambangan

minyak dan gas bumi lepas pantai, penangkapan ikan dan sebagainya memerlukan

pengetahuan yang baik tentang laut. Perkapalan dan pembangunan lepas pantai

membutuhkan pengetahuan yang setepat mungkin tentang perilaku gelombang. Kapal dan

bangunan lepas pantai itu harus siap menghadapi situasi terburuk yang dapat diakibatkan

oleh gelombang. Untuk mempersiapkan ini, dalam proses pembuatan kapal atau bangunan

lepas pantai perlu dilibatkan pengujian model kapal atau model bangunan lepas pantai itu

menghadapi situasi terburuk laboratorium hidrodinamika. Gelombang dibangkitkan di kolam

pengujian, sehingga gelombang itu mempunyai karakteristik yang diharapkan di posisi di

mana model kapal atau model bangunan lepas pantai tersebut ditempatkan.

Fenomena gelombang sangat kompleks, ada kalanya secara tiba-tiba muncul gelombang

dengan elevasi dan kecuraman yang sangat tinggi di suatu perairan yang relatif tenang.

Gelombang ini disebut sebagai gelombang ekstrim yang kerap kali juga dinamakan

gelombang misterius (freak wave) atau gelombang raksasa (giant wave). Dean (1990) dan

Kjeldsen (1984) menyebutkan bahwa suatu gelombang dikategorikan sebagai gelombang

ekstrim jika tingginya melebihi 2,2 kali tinggi gelombang rata-rata. Gelombang jenis ini

sangat jarang terjadi, akan tetapi dampaknya dapat menimbulkan kerusakan yang cukup

parah bagi kapal, bangunan lepas pantai maupun benda lainnya yang berada di sekitar

Page 2: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

2

gelombang ini (lihat Earle (1975), Mori, dkk (2002), Divinsky dan Levin (2004), Truslen

dan Dysthe (1997), dan Smith (1976)). Mengingat peristiwa kemunculan dan dampak yang

diakibatkan oleh gelombang ini, penelitian tentang gelombang ekstrim giat sekali dilakukan.

Berbagai penelitian dilakukan untuk memahami fenomena kemunculan dan perambatan

gelombang ekstrim tersebut.

Penelitian tentang gelombang ekstrim dalam bentuk grup gelombang telah banyak dilakukan,

misalnya seperti yang dilakukan oleh Longuet dan Higgins (1984), Philips, dkk (1993),

Donelan dan Hui (1990), Orsbone, dkk (2000,2001), dan Onorato, dkk (2001,2002).

Henderson, dkk (1999) dan Dysthe (1979) menyatakan bahwa dinamika gelombang jenis ini

berkaitan dengan fenomena yang diawali dengan terjadinya lembah gelombang yang sangat

dalam, yang dikenal dengan hole in the sea. Kemudian, di sekitar lembah tersebut secara

tiba-tiba muncul suatu gelombang yang sangat curam dengan amplitudo yang sangat tinggi,

seolah-olah membentuk dinding air. Fenomena seperti ini dinamakan self focussing, yaitu

sentralisasi energi gelombang pada suatu kawasan yang cukup sempit akibat ketaklinearan

medium air. Lighthill (1965) mengemukakan bahwa keberadaan self focussing ini berkaitan

dengan teori kestakstabilan gelombang, yang dikenal sebagai ketakstabilan Benjamin-Feir.

Selanjutnya teori tersebut dikembangkan oleh Benjamin dan Feir (1967) dan Zakharov

(1967). Dari pengembangan teori tersebut, Benjamin dan Feir berkesimpulan bahwa

ketakstabilan akan terjadi jika panjang gelombang yang memodulasi gelombang

monokromatik terletak dalam suatu selang tertentu. Selang ini dikenal sebagai selang

ketakstabilan Benjamin-Feir.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan dihadapi suatu benda terapung,

terlebih dahulu model benda terapung tersebut diuji selama pembuat-an benda terapung

dilaksanakan. Pengujian dilakukan dengan menghadapkan model benda terapung tersebut

pada situasi tebur pada situasi terburuk yang dapat disimulasikan di kolam pengujian. Untuk

itu, di kolam pengujian tersebut dibangkitkan gelombang ekstrim. Di suatu kolam pengujian

terdapat pembangkit gelombang berupa flap di salah satu sisi dan penyerap sebagai tiruan

pantai di sisi lain untuk menghindari terjadinya gelombang pantul. Skema kolam pengujian

di laboratorium hidrodinamika dapat dilihat ada Gambar 1. Gerakan flap di pembangkit

gelombang di kolam pengujian ini dikontrol berdasarkan sinyal input yang diberikan.

Gambar 1. Skema penampang lintang kolam pengujian di laboratorium hidrodinamika.

Sebelah kiri adalah pembangkit gelombang berupa flap yang digerakkan untuk

membangkitkan gelombang dan sebelah kanan adalah penyerap sebagai tiruan pantai.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam kajian khusus tentang peristiwa pemuncakan suatu gelombang permukaan, Westhuis,

dkk melakukan penyelidikan secara eksperimen di laboratorium hidrodinamika. Yang

bersangkutan juga membangun model numerik yang dinamakan HUBRIS [47], untuk

mensimulasikan pembangkitan gelombang. Penyelidikan dilakukan dengan membangkitkan

Page 3: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

3

gelombang bikromatik dengan menggunakan beberapa amplitudo dan frekuensi selubung

yang berbeda-beda. Gelombang bikromatik yang digunakan diperoleh dari superposisi dua

gelombang monokromatik yang beramplitudo sama tetapi dengan frekuensi yang berbeda.

Hasil eksperimen Westhuis, dkk (2001) memperlihatkan bahwa pemuncakan elevasi

gelombang yang tinggi dipengaruhi oleh perbandingan amplitudo dan selisih bilangan

gelombang dari gelombang monokromatik yang membentuk gelombang bikromatik. Data

hasil eksperimen Stansberg (Stansberg, 1998) dan hasil perhitungan software numerik

HUBRIS (Westhuis, dkk 2001) memperlihatkan bahwa gelombang awalnya berupa sinyal

bikromatik mengalami peristiwa pemuncakan dan pemisahan selama perambatannya (lihat

Gambar 2).

Gambar 2. Sinyal bikromatik di beberapa posisi yang dihitung dengan menggunakan

software numerik HUBRIS

Usaha untuk memahami peristiwa pemuncakan gelombang dilakukan pula oleh Cahyono

(2002), dengan membangun suatu Analytical Wave Code (AWC) yang memberikan koreksi

terhadap bilangan gelombang. AWC dibangun dengan menggunakan model KdV dan

pendekatan solusi hingga orde ke tiga model tersebut. Dalam kajian tersebut dipilih

gelombang yang pada awalnya berupa sinyal bikromatik. Hasil kajian Cahyono

memperlihatkan bahwa suatu suku pada orde ke tiga yang dinamakan suku side band orde ke

tiga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pemuncakan gelombang bikromatik.

Hal ini disebabkan karena magnitud amplitudo suku tersebut berbanding lurus dengan

amplitudo pangkat tiga dan berbanding terbalik dengan selisih kuadrat bilangan gelombang

dari gelombang monokromatik yang membentuk gelombang bikromatik.

Selain gelombang bikromatik, gelombang yang juga menarik dikaji adalah gelombang

bertipe Benjamin-Feir. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa

fenomena self focussing berkaitan dengan teori kestakstabilan gelombang, yang dikenal

sebagai ketakstabilan Benjamin-Feir. Ketakstabilan akan terjadi jika panjang gelombang

yang memodulasi gelombang monokromatik terletak dalam selang ketakstabilan Benjamin-

Feir. Beberapa peneliti telah melakukan kajian terkait dengan gelombang Benjamin-Feir

(Marwan, 2009), (Groesen, dkk, 2004), dan (Andonowati, dkk, 2004). Kajian dilakukan

dengan memanfaatkan suatu solusi persamaan Schrodinger tak linear yang dikenal sebagai

soliton atas latar berhingga. Solusi ini merupakan ekstensi tak linear dari gelombang

Page 4: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

4

Benjamin-Feir. Dalam hal ini, para peneliti tersebut melakukan kajian untuk kasus

gelombang Benjamin-Feir dengan satu pasang modulasi.

3. METODE PENELITIAN

Persamaan non-linear lengkap tiga dimensi yang melibatkan kedalaman air untuk

mensimulasikan gerak gelombang pada dasarnya telah dikenal. Persamaan ini terdiri dari

persamaan Laplace untuk potensial kecepatan di daerah interior di bawah permukaan air dan

syarat batas bebas berupa syarat batas kinematik dan dinamik pada permukaan bebas dan

syarat batas kinematik pada dasar bergerak. Secara teoritik penggunaan persamaan lengkap

untuk melihat efek parameter suatu model sukar untuk ditelaah. Lebih dari itu, model

numerik yang didasarkan pada persamaan ini kurang efesien. Oleh karena itu, gerak

gelombang permukaan sering sekali dikaji melalui persamaan yang lebih sederhana.

Salah satu model sebagai penyederhanaan dari persamaan lengkap, untuk gelombang

permukaan yang merambat satu arah pertama kali ditemukan oleh Korteweg dan de Vries.

Persamaan ini dikenal dengan persamaan KdV. Selain sederhana, model ini juga memadukan

unsur tak linear dan unsur dispersif sebagaimana yang dimiliki oleh gelombang air. Akan

tetapi, pemanfaatan model tersebut di laboratotium kurang bermanfaat (lihat Widoyono, dkk

(1997)). Oleh karena itu, pada tahun 1998, Groesen (1998) memperbaiki persamaan tersebut

terkait dengan suku dispersi. Dalam peubah tak berdimensi dapat dituliskan sebagai

𝜕𝑡𝜂 + 𝑖Ω −𝑖𝜕𝑥 𝜂 +3

2𝜂𝜕𝑥𝜂 = 0, (1)

dengan 𝜂 menyatakan elevasi, i kompleks sekawan, x dan t masing-masing menyatakan

peubah spasial dan waktu. Sementara itu, Ω adalah operator dispersi dengan simbol

Ω 𝑘 = tanh 𝑘

𝑘 (2)

Dalam penelitian ini, solusi (1) diasumsikan dapat dituliskan dalam solusi harmonik dengan

frekuensi 𝜔0 yang dimodulasi oleh suatu selubung yang bervariasi secara lambat ),( .

Amplidtudo kompleks ),( memenuhi persamaan Schrodinnger tak linear yang

dituliskan sebagai

02~~

ii . (3)

Di sini, variabel x dan )(/ 0kxt , parameter ~

dan ~ bergantung pada

bilangan gelombang dari gelombang monokromatik dan frekuensi 0 berkaitan dengan

bilangan gelombang 0k melalui relasi dispersi

0

0000

tanh)(

k

kkk . (4)

Dalam Akhmediev (1997) ditunjukkan bahwa persamaan (3) memiliki solusi eksak yang

dikenal sebagai soliton atas latar berhingga (SFB). Solusi ini dituliskan sebagai

20

0

~,),(

aieaa

, (5)

Page 5: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

5

dengan

vv

vvivvva

cos2/2ˆ1cosh

sinh2ˆ2ˆcos2/2ˆ1cosh)12ˆ(),(

dan

22*

2~

vvv .

Apabila *

ˆ

, dengan

~

~

0* a , maka terletak dalam selang ketidakstabilan

Benjamin-Feir 2ˆ0 . Dalam hal ini parameter 𝜐 adalah frekuensi modulasi.

Gambar 3. Kontur elevasi di mana gelombang ekstrim terjadi antara fase singularitas (dua

gelombang menjadi satu gelombang, satu gelombang menjadi dua gelombang) (kiri) dan

selubung gelombang terkait (kanan)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Solusi eksak persamaan Schrodinger spasial tak linear (3) untuk tipe gelombang yang

dimodulasi oleh dua pasang modulasi dengan frekuensi modulasi terletak dalam selang

ketidakstabilan Benjamin-Feir dituliskan sebagai

𝐴 𝜉, 𝜏 = 𝑃 𝜉, 𝜏 + 𝑖𝑄 𝜉, 𝜏

𝐻 𝜉, 𝜏 − 1 𝑎0𝑒

−𝑖𝛾 𝑎02𝜉 , (6)

dengan

𝑃 𝜉, 𝜏 =3

2 2𝜈 cos𝜈 𝜏 + 𝜏01 − 2𝜏02 +

1

9cos 𝜈 3𝜏 − 𝜏01 − 2𝜏02

+1

2𝜎 1

2 − 𝜈 2 cosh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cos 2𝜈 𝜏 − 𝜏02

+2

𝜎 2

1 − 2𝜈 2 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02 cos 𝜈 𝜏 − 𝜏01

Page 6: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

6

−4

3 2𝜈 𝜈 2(17𝜈 2 − 10)

2𝜎 1𝜎 2cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02

+ sinh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 sinh 𝜎2 𝜉 − 𝜉02

𝑄 𝜉, 𝜏 =1

2sinh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cos 2𝜈 𝜏 − 𝜏02 + sinh 𝜎2 𝜉 − 𝜉02 cos 𝜈 𝜏 − 𝜏01

+𝜈 2

2𝜎 1𝜎 2

𝜎 2 cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 sinh𝜎2 𝜉 − 𝜉02

− 𝜎 1 sinh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02

𝐻 𝜉, 𝜏 =3

4 2𝜈 cos𝜈 𝜏 + 𝜏01 − 2𝜏02 +

1

9cos 𝜈 3𝜏 − 𝜏01 − 2𝜏02

+1

2𝜎 1cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cos 2𝜈 𝜏 − 𝜏02 +

1

𝜎 2cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02 cos 𝜈 𝜏 − 𝜏01

−2

3 2𝜈 𝜈 2(4𝜈 2 − 5)

𝜎 1𝜎 2cosh𝜎1 𝜉 − 𝜉01 cosh𝜎2 𝜉 − 𝜉02

+ sinh 𝜎1 𝜉 − 𝜉01 sinh 𝜎2 𝜉 − 𝜉02 .

Di sini, 0 < 𝜈 < 1/2 , 𝜈 =𝜈

𝑎0 𝛾 /𝛽 , 𝜎 1 = 𝜈 2 − 𝜈 2 dan 𝜎 2 = 2𝜈 2 − 4𝜈 2.

Dengan menggunakan ekspresi (6) diperoleh amplifikasi amplitudo gelombang ini

𝐴𝐴𝐹 = lim𝜈 →0

1 + 4 − 2𝜈 2 + 2 1 − 2𝜈 2 = 5.

Gambar 4. Kesingularan fase (kiri), selubung gelombang (tengah dan kanan) gelombang

Soliton atas latar berhingga dengan dua pasang modulasi

Gambar 4 memperlihatkan bahwa kesingularan fase juga terjadi pada kasus dua pasang

modulasi sebagaimana halnya untuk sepasang modulasi.

Page 7: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

7

5. KESIMPULAN

Telah dipelajari perambatan gelombang permukaan di laboratorium hidrodinamika. Dengan

menggunakan solusi Soliton atas latar berhingga untuk kasus dua pasang modulasi diperoleh

bahwa peningkatan amplitudo gelombang 5 kali dari keadaan awalnya. Selain itu, fenomena

kesingularan fase juga terjadi seperti pada kasus sepasang modulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmediev, N.N. and Ankiewicz, A. (1997) : Solitons-Nonlinear Pulses and Beams,

Chapmann & Hall

Dean, R.G. (1990) : Freak Waves : A Possible Explanation, Water Wave Kinetics, Kluwer,

Amsterdam, 609-612

Kjeldsen, S.P. (1984) : Dangerous Wave Group, Norwegian Maritime Research, 12, 16

Earle, M.D. (1975) : Extreme Wave Conditions During Hurricane Camille, J. Geophys. Res.,

80, 377-379

Mori, N., Liu, P.C. dan Yasuda, T.(2002) : Analysis of Freak Wave Measurements in the Sea

of Japan, Ocean Engineering, 29, 1399-1414

Divinsky, B.V., Levin, B.V, Lopatikin, L.I., Pelinovsky, E.N. dan Slyungaev, A.V. (2004) :

A Freak Wave in the Black Sea: Observations and Simulation, Doklady Earth

Science, 395, 438-443

Smith, R. (1976) : Giant Waves, J. Fluid Mech., 77, 417-431

Trulsen, K. dan Dysthe, K. (1997) : Freak Waves a Three Dimensional Wave Simulation,

Proc. of the 21st Symposium on Naval Hydrodynamics, E.P. Rood. Eds., National

Academy Press, 550-558

Longuet dan Hinggins, M.S. (1984) : Statistical Properties of Wave Groups in a Random Sea

State, Philos. Trans. Roy. Soc. London, A312, 219-250

Phillips, O.M., Gu, D. dan Donelan, M.A. (1993) : Expected Structure of Extreme Waves in

a Gaussian Sea, Part 1. Theory and SWADE buoy measurements, J. Phys.

Oceanogr., 23, 992-1000

Donelan, M.A. dan Hui, W.H. (1990) : Mechanics of Ocean Surface Waves, Surface Waves

and Flux, G.L. Geernaert and W.J. Plants, Eds., Kluwer, 1, 209-246

Onorato, M., Orsbone, A.R., Serio, M. dan Bertone, S., (2001) : Freak Waves in Random

Oceanic Sea States, Phys. Rev. Lett, 86, 5831-5834

Onorato, M., Orsbone, A.R. dan Serio, M.(2002) : Extreme Wave Events in Directional,

Random Oceanic Sea States, Phys. of Fluids, 14, L25-L28

Orsbone, A.R.,Onorato, M. dan Serio, M. (2000) : The Nonlinear Dynamics of Rogue Waves

and Holes in Deep Water Gravity Wave Trains, Physics Letters A, 275, 386-39

Orsbone, A.R. (2001) : The Random and Deterministic Dynamics of Rogue Waves in

Unidirectional, Deep Water Wave Trains, Marine Structures, 14, 275-293

Dysthe, K. (1979) : Note on a Modification to the Nonlinear Schrodinger Equation for

Application to Deep Water Waves, Proc. R. Soc. London, Ser. A, 369, 105

Henderson, K.L., Peregrine, D.H. dan Dold, J.W. (1999) : Unsteady Water Wave

Modulation : Fully Nonlinear Solutions and Comparisons with the Nonlinear

Schrodinger Equation, Wave Motion, 29, 341-361

Lighthill, M.J. (1965) : Contibution to the Theory of Waves in Nonlinear Dispersive

Systems, J. Inst. App. Math., 1, 269-306

Benjamin, T.B. dan Feir, J.E (1967) : The Disinteration of Wave Trains on Deep Water, Part

1. Theory, J. of Fluid Mech., 27, 417-430

Page 8: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

8

Zakharov, V.E. (1967) : Stability of Nonlinear Waves Dispersive Media, Shov. Phys. JETP.,

24, 455-459

Dean, R. G. dan Dalrymple, R. A. (1994) : Water Wave Mechanics for Engineers and

Scientists, Advanced series on ocean engineering, 2

Schaffer, H.A. (1996) : Second Order Wavemaker Theory for Irregular Waves, Ocean

Engng., 23, 47-88

Westhuis, J.H., (2001) : Approximate Analytic Solutions and Numerical Wave Tank Results

for the Reflection Coefficients of a Class of Numerical Beach, Proc. of the 10th

ISOPE conference, 127, 242-252

Jamaluddin, A., Cahyono, E., van Groesen, E. dan Andonowati (1998) : Wave Generation at

LHI, Proc. of International Symposium on Advanced and Aerospcae Sciences and

Engineering in Indonesia, 31, 209-218

van Groesen, E. dan de Jager, E.M (1994) : Mathematical Structure in Contious Dynamic

Systems, Studies in Mathematical Physics, North Holland, Amsterdam

van Groesen, E. (1998) : Wave Groups in Uni-directional Surface Wave Models, Journal of

Engineering Mathematics, 34, 215-226

van Groesen, E., Widoyono, F.S. dan Nusantara, T. (1998) : Modelling Waves in a Towing

Tank, Journal of Indonesian Mathematical Society, 4, 55-68

van Groesen, E., Andonowati dan Soewono, E. (1999) : Non-linear Effects in Bi-chromatic

Surface Waves, Proc. Estonian Acad. Sci. Mathematics and Physics, 48, 206-229

van Groesen, E., Andonowati dan Karjanto, N. (2004) : Deterministic Aspects of Nonlinear

Modulation Instability, Proc. of Rogue Waves, Brest, France

van Groesen, E. (2001) : Lecturer on Free Surface Waves, Lecturer notes for course

LABMATH : Mathematics support for hydrodynaamic laboratories, P4M-ITB

van Groesen, E. dan Westhuis, J. (2002) : Modelling and Simulation of Surface Water

Waves, Mathematics and Computers in Simulation, 59, 341-360

Andonowati dan van Groesen, E. (2003) : Optical Pulse Deformation in second Order Non-

linear Media, Journal of Non-linear Optics Physics and Material, 12, 221-234

Andonowati, Karjanto, N. dan van Groesen, E. (2004): Extreme Waves Arising from Down

Stream Evolution of Modulated Wave Dislocation and Non-linear Amplitude

Amplication for Extreme Fluid Surface Waves, submitted to Mathematical Models

and Methods in Applied Sciences

Marwan dan Andonowati (2003) : Perubahan Bentuk pada Perambatan Signal Bikromatik

dan Pengaruhnya Terhadap Amplitudo Maksimum, Jurnal Matematika dan Sains

FMIPA ITB, 8, 81-87

Ramli, Marwan (2009) : The deterministics generation of extreme surface water waves based

on soliton on finite background in laboratory, International Journal of Engineering,

Vol. 22, No. 3, 243-249

Marwan (2010) : On the Maximal Temporal Amplitude of down stream running nonlinear

water waves, Tamkang Journal of Mathematics, Vol. 41, No.2, 51-69

Kusumawinahyu, W.M. dan Andonowati (2003) : Tinggi Maksimum Selubung Paket

Gelombang Bikromatik, Proc. ITB Sains dan Tek., 35 A, 51-63

Kusumawinahyu, W.M, (2006) : Penentuan Parameter-parameter yang Menandai Mulai

Pecahnya Gelombang, Disertasi, Institut Teknologi Bandung

Karjanto, N., van Groesen, E. dan Peterson, P. (2002) : Investigation of the Maximum

Amplitude Increase from the Benjamin-Feir Instability, Journal of Indonesian

Mathematical Society, 8, 39-47

Page 9: ASPEK TEORITIK PEMBANGKITAN GELOMBANG EKSTRIM …

iltu*Etre Aif*€LdffiffiS;Te# e*il*ryffi"3 *',€il#F,ru f&SEry& iljruEVilffi*lT&ffi &Effi#f ffiE f*ffi*&ru

(ac)o(f)o1()oo,

l'-.oo,oo,!oo)

&2

II

IHloI$lols

t;

a

o(E

<zavuIL

,LUv

<(L

):Jozo

t!EDS;:r,t'o,a

p

=

pZl'&aMIH

*fi9??e n

BE= gX-f< tr

1#9, E

?E? O

FATQ

8EzlrHz)il)()frrq0

ftse*Eryffie#&Er\+E

?ilrfaFilr

(E

ruaGrLoo

ffi$3&xinii.