aspek neurofisiologi down sindrom

32
Aspek Neurofisiologi Down Sindrom Kesimpulan Down sindrom merupakan penyebab terbanyak terjadinya retardasi mental. Pada hampir sebagian besar kasus, hal tersebut disebabkan oleh adanya penambahan kromosom 21. Dalam beberapa dekade terakhir banyak yang telah dipelajari mengenai kelainan kognitif neural dasar, yang diamati pada sindrom tersebut tetapi pengetahuan menyeluruh mengenai hal tersebut masih jauh dari cukup. Bagian ini meninjau mengenai apa saja yang diketahui mengenai otak dan fungsi kognitif pada down sindrom, melihat data dari siswa dengan berbagai kelompok usia. Meskipun terdapat defek intelektual secara umum pada down sindrom, hal ini jelas bahwa gangguan neural dan kognitif tidak diamati secara bersamaan pada semua kelompok ; pada sindroma down terdapat pola spesifik terhadap masalah terkait defisit pada formatio hipocampus, korteks prefrontal dan mungkin juga pada cerebellum. Terdapat pola spesifik besar yang membedaka down sindrom dari bentuk kelainan retardasi mental lainnya seperti sindrom Williams ( WS ), autism, sindrom Prader – Willi dan lain-lain. Membuat kemajuan pada proses ameliorasi kesulitan yang dihadapi pada individu

Upload: theofilus-ardy

Post on 05-Aug-2015

55 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Kesimpulan

Down sindrom merupakan penyebab terbanyak terjadinya retardasi mental.

Pada hampir sebagian besar kasus, hal tersebut disebabkan oleh adanya

penambahan kromosom 21. Dalam beberapa dekade terakhir banyak yang telah

dipelajari mengenai kelainan kognitif neural dasar, yang diamati pada sindrom

tersebut tetapi pengetahuan menyeluruh mengenai hal tersebut masih jauh dari

cukup. Bagian ini meninjau mengenai apa saja yang diketahui mengenai otak

dan fungsi kognitif pada down sindrom, melihat data dari siswa dengan

berbagai kelompok usia. Meskipun terdapat defek intelektual secara umum

pada down sindrom, hal ini jelas bahwa gangguan neural dan kognitif tidak

diamati secara bersamaan pada semua kelompok ; pada sindroma down

terdapat pola spesifik terhadap masalah terkait defisit pada formatio

hipocampus, korteks prefrontal dan mungkin juga pada cerebellum. Terdapat

pola spesifik besar yang membedaka down sindrom dari bentuk kelainan

retardasi mental lainnya seperti sindrom Williams ( WS ), autism, sindrom

Prader – Willi dan lain-lain. Membuat kemajuan pada proses ameliorasi

kesulitan yang dihadapi pada individu dengan down sindrom akan

membutuhkan perhatian dan kewaspadaan yang besar pada kehidupan

alamiahnya.

Pendahuluan

Sindrom down, merupakan penyebab umum terbanyak pada retardasi mental,

telah diketahui secara umum bahwa penyebabnya adalah adanya triplikasi pada

semua, atau sebagian besar kromosom 21 pada seorang individu. Sampai

sekarang kita belum mengerti secara pasti bagaimana untuk

mengkarakteristikan gangguan kognitif pada down sindrom. Pengetahuan yang

masih sangat kurang tersebut menjadi hambatan untuk meningkatkan kualitas

hidup seorang individu dengan down sindrom yang perkembangannya

mengikuti pola yang tidak umum. Pada bagian ini saya akan lebih terfokus

Page 2: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

pada fungsi kognitif dan neurofisiologi pada down sindrom dalam pengertian

mengenai tanda spesifik yang membantu membedakan down sindrom dengan

bentuk retardasi mental lainnya. Kekhususan ini merupakan petunjuk penting

mengetahui secara pasti penyebab bentuk retardasi yang diamati pada down

sindrom.

Defek umum

Individu dengan down sindrom secara tipikal jatuh pada keadaan retardasi

ringan sampai sedang, dengan IQ dalam rentang 50 – 90. Beberapa individu

dengan down sindrom masuk dalam kategori normal, sedangkan lainnya

mengalami retardasi yang berat. Variabilitas tersebut merupakan tantangan

signifikan terhadap kelainan tersebut tetapi sulit untuk memberikan kejutan

secara alamiah pada kelainan tersebut.

Pada mempertimbangkan mengenai penyebab gangguan intelektual tersebut,

satu bagian dapat memberikan penjelasan secara multipel, tidak harus sampai

tahap eksklusif. Saya memfokuskan pada dua tahap yaitu : neurobiologis dan

kognitif.

Neurobiologis down sindrom

Pada saat lahir sangat sering sulit untuk membedakan individu dengan otak

normal dan down sindrom. Sekarang, baik penelitian post mortem dan

penelitian neuroimaging telah dapat memberikan penjelasan mengenai

perbedaan antara kelompok individu dengan otak normal dengan down

sindrom pada usia 6 bulan. Dimana perbedaan tersebut muncul, dan apakah hal

tersebut bernilai ? otak pada individu dengan down sindrom secara tipikal

lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol, minimal setelah usia 6 bulan. Oleh

karena itu, perbedaan ukuran otak tersebut dapat menjadi masalah allometeri.

Kemungkinan tersebut, ditambahkan kepada kenyataan bahwa tidak terdapat

hubungan yang pasti antara ukuran otak dengan intelegensia pada berbagai

keadaan, menyarankan bahwa retardasi mental yang diamati pada down

Page 3: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

sindrom tidak mudah memberikan kesimpulan mengenai perbedaan besar pada

ukuran otak.

Meskipun secara keseluruhan individu dengan down sindrom memiliki ukuran

otak yang lebih kecil, beberapa area di otak terpengaruh secara

disproporsional. Perbedaan pengaruh tersebut tidak dapat diperkiraan dengan

allometeri, dan sepertinya memberikan petunjuk penting mengenai bagaimana

trisomi 21 memberikan karakteristik down sindrom pada retardasi mental.

Penelitian awal menunjukkan bahwa otak pada individu dengan down sindrom

pada saat lahir atau segera setelah lahir dapat dibedakan dengan otak pada

individu normal ( Brooksbank et al. 1989: Wisniewski & Schmidt-Sidor 1989;

Florez et al. 1990; Schmidt-Sidor et al. 1990; Bar-Peled et al. 1991; Pazos et

al. 1994 ).

Nilai normal dilaporkan pada bentuk otak dan tulang kepala, berat otak,

proporsi lobus cerebri tertentu, ukuran cerebellum dan batang otak, dan

munculnya sistem neurotransmiter. Terdapat bukti, bahwa beberapa perubahan

yang terjadi muncul pada awal usia kehamilan, pada usia kehamilan 22 minggu

( contohnya, Schmidt-Sidor et al. 1990; Golden & Hyman 1994; Wisniewski &

Kida 1994; Engidawork & Lubec 2003 ) dan hal ini jelas bahwa pada usia 6

bulan sejumlah perbedaan penting sudah jelas terlihat. Beberapa perbedaan

tersebut terlihat pada proporsi individu dengan down sindrom yang

menunjukkan sejumlah kelainan, dibandingkan dengan kelainan yang sama

pada semua sampel. Hal ini penting sebagai ringkasan variabilitas pada

populasi tersebut melalui penampakan genotip trisomi 21. ( hal ini menjadi

sebuah pertanyaan terbuka bagaimana seorang individu dengan down sindrom

dibandingkan dengan perkembangan individu yang jelas terlihat dari berbagai

variabilitas – dimana terdapat alasan yang masuk akal untuk membayangkan

variabilitas yang berlebih, variabilitas yang kurang, ataupun variabilitas yang

normal. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan penting untuk merangsang

penelitian terkait hal tersebut di masa mendatang ).

Page 4: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Sebuah perbedaan nyata yang menjadi menjadi sebuah pemikiran mengenai

keterlambatan proses mielinisasi postnatal ( Wisniewski 1990 ), secara umum

terjadi di awal tetapi bermanifestasi secara primer pada traktus nervosum,

bahwa kemudian proses mielinisasi mengalami keterlambatan perkembangan,

seperti hubungan serabut saraf antara lobus frontal dan lobus temporal.

Keterlambatan ini diamati pada sekitar 25 % bayi dengan down sindrom yang

menjadi subjek dalam analisis post mortem antara usia 2 bulan dan 6 tahun.

Keterlambatan proses mielinisasi juga diamati pada penelitian menggunakan

magnetic resonance imaging pada seorang bayi ( usia 18 bulan ) dengan down

sindrom ( Koo et al. 1992 ). Tanpa mengesampingkan pengaruh keterlambatan

proses mielinisasi, tidak pantas memasukkan bahwa dalam semua kasus

mielinisasi yang masuk dalam kategori normal pada saat lahir, dimana 75 %

dari semua kasus tersebut termasuk dalam kategori normal pada periode

perkembangan awal. Becker et al. ( 1986 ) menunjukkan bahwa arborisasi

dendritik dalam korteks visual dengan down sindrom yang secara paradoksikal

lebih besar dibandingkan normal di awal pada bayi tetapi kemudian

dipertimbangkan menjadi lebih sedikit dibandingkan pada bayi normal pada

usia 2 tahun. Mereka berspekulasi bahwa kurangnya perhatian di awal

merupakan akibat dari respon kompensasi terhadap hilangnya formasi sinap

yang adekuat, tetapi pada kenyataannya tetap sama bahwa pada awal

perkembangan anak terdapat penurunan dalam neokorteks. Perbedaan secara

neuropatologik setelah usia 3 sampai 5 bulan memasukkan pemendekan dari

panjang lobus fronto – oksipital dalam otak, yang memberikan pengaruh pada

reduksi dalam perkembangan lobus frontal, penyempitan girus temporalis

superior ( diamati pada sekitar 35 % dari semua kasus ), penurunan ukuran

batang otak dan cerebellum ( diamati pada sebagian besar kasus ) dan 20 %

sampai 50 % reduksi terjadi pada sejumlah neuron granuler korteks ( lihat

Crome et al. 1966; Benda 1971; Blackwood & Corsellis 1976 ). Tidak

sependapat mengenai perbedaan tersebut, gambaran secara keseluruhan pada

saat lahir atau beberapa saat setelah lahir merupakan satu – satunya kelainan

ringan yang terjadi, meskipun individu dengan down sindrom cenderung

Page 5: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

masuk ke dalam garis bawah kategori normal ( atau di luarnya ) pada sebagian

besar pengukuran.

Pengamatan mengenai fungsi neuron, sebagai kebalikan terhadap struktur,

pada bayi muda mendapatkan beberapa kelainan : terdapat bukti baik mengenai

keterlambatan atau gangguan perkembangan sistem auditorik ( Jiang et al.

1990 ) yang mungkin ikut berperan terhadap meluasnya gangguan pendengaran

yang diamati pada individu dengan down sindrom. Secara pasti, seperti sebuah

gangguan, jika organik, dapat dihubungkan dengan banyaknya kesulitan yang

muncul kemudian pada proses belajar bahasa. Hill Karrer et al. ( 1998 ) telah

melaporkan keterlambatan perkembangan inhibisi otak menggunakan kelainan

yang terlihat ( ERP ) dalam cara pandang terhadap memori visual. Terdapat

juga bukti mengenai lebih luasnya kelainan pada EEG koheren ( McAlaster

1992 ) yang kelihatannya mencerminkan peningkatan daerah sekitar dendrit

( cf. Marin – Padilla 1976 ).

Perbedaan tersebut, seperti halnya perbedaan yang lain, muncul hanya

beberapa waktu setelah lahir. Hal ini umumnya memberikan pengaruh pada

otak bagian posterior dibandingkan bagian anterior, dan pada hemisfer kiri

dibandingkan hemisfer kanan. Bukti mengenai sequelle secara neuropatologis

pada down sindrom sering muncul pada setengah perjalanan hidup seorang

individu. Data dari penelitian post mortem dan dari penelitian megenai fungsi

otak pada populasi terpilih memperlihatkan bahwa perubahan awal umumnya

muncul pada awal kehidupan seseorang dan mejadi lebih menonjol dan

umumnya pada awal masa remaja.

Telah ada beberapa penelitian mengenai fungsi otak pada remaja dan dewasa

muda dengan down sindrom, tetapi data yang tersedia masih belum dapat

memberikan penjelasan secara mendalam. Devinsky et al. ( 1990 ) melaporkan

mengenai gambaran aktivitas gelombang alfa EEG normal pada dewasa muda (

< 40 tahun ), sedangkan Schapiro et al ( 1992 ) melaporkan metabolisme otak

normal pada kelompok yang sejenis, menggunakan Positron Emission

Page 6: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Tomography ( PET ) untuk mengukur uptake glukosa dan aliran darah

regional. Mereka tidak melaporkan beberapa gangguan pada interaksi neuron

normal diantara lobus frontal dan lobus parietal, kemungkinan termasuk area

bicara Broca. Secara keseluruhan, mereka menyimpulkan bahwa pada individu

yang lebih muda dengan down sindrom, atrofi cerebral tidak umum melebihi

batas yang dapat diperkirakan dengan semakin kecil ukuran cranial dan tinggi

badan seorang subjek penelitian. Di lain pihak, pada kasus tersebut dimana

demensia dapat diamati pada subjek yang lebih muda, terdapat tanda yang jelas

mengenai kelainan atrofi cerebral dan defisiensi metabolik. Pelebaran ventrikel

merupakan tanda umum pada kasus ini. Pada penelitian awal terfokus pada

uptake glukosa, peneliti menemukan interaksi yang abnormal antara talamus

dan neokorteks, pada beberapa bagian tertentu lobus temporal dan lobus

oksipital, berspekulasi bahwa mungkin terdapat dengan perhatian langsung

sebagai akibatnya ( Horwitz etl al. 1990 ).

Sebuah penelitian mengenai PET yang melibatkan tujuh subjek dewasa muda

dengan down sindrome ( rata – rata usianya sebesar 28 tahun ) tanpa demensia

( Haier el al. 1995 ) mengkonfirmai mengenai penemuan sebelumnya yang

secara keseluruhan laju metabolisme glukosa kortikal lebih tinggi pada subjek

dengan down sindrom ( dan pada subjek retardasi mental lainnya )

dibandingkan dengan kontrol normal. Hal ini terlihat peningkatan secara

paradoksikal yang khas diinterpretasikan sebagai tanda ínefisiensi. Ketika

salah satu terlihat lebih jelas pada area tertentu, terdapat penurunan laju

metabolik pada lobus frontal bagian medial dan lobus temporal bagian medial

pada subjek penelitian dengan down subjek, dan beberapa bukti mengenai

disfungsi dalam ganglia basalis.

Dua penelitian terbaru (Pinter et al. 2001a; Kates et al. 2002) memberikan

informasi lebih spesifik. Pinter et al. menggunakan metode MRI resolusi tinggi

untuk menganalisis struktur otak pada 16 anak muda ( rata – rata memiliki usia

11 tahun ) dengan disertai down sindrom. Setelah dilakukan koreksi secara

keseluruhan terhadap volume otak, volume hippokampus, tetapi tidak pada

Page 7: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

volume amigdala, dimana terdapat penurunan pada kelompok tersebut. Hasil

tersebut meyakinkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dilakukan

menggunakan metode MRI dengan resolusi rendah ( Jernigan et al. 1993 ).

Kates et al. melakukan pengamatan pada sebuah kelompok yang terdiri dari 12

anak dengan down sindrom ( semuanya laki – laki dengan rata – rata memiliki

umur 5, 94 tahun ) dan mereka dibandingkan dengan anak – anak dengan fragil

– X, keterlambatan perkembangan bahasa, atau gangguan perkembangan khas.

Anak – anak dengan sindrom Down memiliki volume otak yang lebih kecil

dibandingkan yang lainnya, dengan tidak adanya laporan mengenai reduksi

pada korteks parietal seperti informasi mengenai reduksi yang terjadi pada

lobus temporal. Pinter et al. ( 2001b ), dilain pihak, mencatat mengenai

pengawetan korteks parietal.

Secara keseluruhan, bukti berasal dari penelitian dengan subjek penelitian

berusia pertengahan kehidupan mereka tetap tidak meyakinkan. Hal ini,

bagaimanapun juga, tidak menjadi masalah ketika seseorang melakukan

penelitian yang terfokus pada subjek penelitian yang lebih tua. Untuk beberapa

waktu, hal ini sudah jelas bahwa neuropatologi yang terlihat seperti yang

terlihat pada penyakit Alzheimer ( AD ) umumnya terjadi pada seseorang

dengan sindrom down setelah usia sekitar 35 tahun. Penelitian terbaru telah

mempelajari cara mengenai neuropatologi yang terlihat pada sindroma Down

yang mirip dengan gangguan Alzheimer ataupun berbeda dengan gangguan

Alzheimer. Sebuah fakta penting yang muncul dari penelitian 10 tahun yang

lalu dimana secara bayangan 100 % individu dengan Sindroma Down

menunjukkan gambaran neuropatologi yang mirip dengan gangguan

Alzheimer, kurang dari 50 % menunjukkan bahwa demensia tidak selalu

terlihat pada penyakit Alzheimer ( lihat, sebagai contoh, Holland et al. 1998 ).

Ketidaksepahaman mengenai neuropatologi dari demensia tentu saja

disebabkan oleh kepentingan yang cukup besar, dengan penekanan awal pada

upaya untuk menentukan jika mungkin kecil perbedaan diantara kasus sindrom

down dan penyakit Alzheimer yang dapat memberikan penjelasan mengenai

Page 8: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

disosiasi yang diamati pada sindrom down tetapi tidak pada penyakit

Alzheimer. Belum terbukti kemungkinan untuk menentukan berbagai

perbedaan yang dapat disebutkan, dengan pasti, untuk menilai fakta tersebut

( lihat, contoh, Cork 1990 ).

Lima penelitian yang dilakukan pada tahun 1990an memberikan data megenai

neuropatologi yang diamati pada orang dewasa dengan sindrom down (Weis

1991; Lögdberg & Brun 1993; Kesslak et al. 1994; Raz et al. 1995; Aylward et

al. 1999). Weis (1991) menjelaskan perbedaan spesifik dalam korteks dan

substansia alba secara keseluruhan, dengan perbedaan yang tidak terlalu

signifikan pada cerebellum ( P < 0,06 ). Penelitian kedua ( Kesslak et al.

1994 ) yang dilakukan terhadap 13 orang dewasa dengan sindrom down,

memperlihatkan penurunan ukuran hipocampus dan neokorteks dan

peningkatan paradoksikal dari ukuran girus parahipocampus pada kelompok

tersebut tanpa disertai demensia. Tidak ada perbedaan secara signifikan yang

diamati pada lobus temporalis superior, lobus temporalis media, dan inferior,

ventrikel lateral, atau area kortikal atau subkortikal. Pada subjek penelitian

sindrom down hanya terdapat dua perubahan terkait usia : dengan semakin

bertambahnya usia, peningkatan ukuran ventrikel dan penurunan ukuran

hipocampus. Pada dua subjek penelitian dengan demensia kemungkinan

terdapat atrofi otak dan pelebaran ventrikel; secara umum terdapat gambaran

yang mirip seperti yang diamati pada penyakit Alzheimer, tetapi hal ini tidak

terlihat pada subjek penelitian dengan sindrom down yang tidak mengalami

demensia secara klinis, meskipun usianya sudah mencapai 51 tahun.

Penelitian ketiga ( Raz et al. 1995 ) yang dilakukan pada 25 orang dewasa, 13

dengan sindrom down, juga menggunakan MRI. Paling kritis, hasil penelitian

tersebut disesuaikan terhadap ukuran tubuh, sehingga mereka memasukkan

data perbedaan tersebut secara sederhana dihasilkan dari allometeri. Regio otak

yang lebih kecil pada subjek penelitian dengan sindrom down termasuk

formasio hipocampus, corpus mamilaris, dan sebagian hemisfer cerebellum

dan cerebrum.

Page 9: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Mereka juga direplikasi mengenai peningkatan ukuran girus parahipocampus

yang diamati oleh Kesslak et al. ( 1994 ). Tidak terdapat perbedaan pada

semua subjek yang diamati pada korteks orbito – frontalis, girus pre dan post

sentral, dan ganglia basalis. Penelitian keempat ( Lögdberg & Brun 1993 )

melakukan analisis morfometrik terhadap otak pada tujuh subjek penelitian

dengan sindrim down ( rata – rata usianya 25,3 tahun ) dan menunjukkan

penurunan secara signifikan pada girus dalam di lobus frontalis. Akhirnya,

Aylward et al. ( 1999 ) menggunakan MRI dengan resolusi tinggi untuk

menunjukkan reduksi volume hipocampus tertentu pada orang dewasa.

Perubahan pada pengamatan tersebut mempertegas laporan terdahulu mengenai

penurunan volume cerebellum ( Jernigan & Bellugi 1990 ), dan penurunan

dendritik spinal dan volume hipocampus ( Ferrer & Gullotta 1990 ). Mereka

juga telah melaporkan mengenai neuropatologi dalam amigdala ( Mann & Esiri

1989: Murphy et al 1992 ), pada sebagian subregio tersebut sebagian besar

terkait erat dengan hipocampus ( Murphy & Ellis 1991 ) tetapi penemuan

terbaru lebih pada kontrol terhadap volume otak secara keseluruhan ( Pinter et

al. 2001a ) memberikan sedikit keraguan dalam data tersebut.

Perubahan neuropatologis awal akibat peningkatan usia pada sindrom down

terlihat muncul pada sebagian formasio hipocampus, terutama pada korteks

entorhinal, tetapi juga melibatkan girus dentata, CA1 dan subiculum ( Mann &

Esiri 1989; Hyman 1992 ). Terdapat kehilangan sel yang besar dalam lokus

coeruleus ( Mann et al. 1990 ), sebuah nukleus batang orak yang mewakili

formasio; paling menonjol dalam kasus demensia berat.

Pada kesimpulan, terdapat penyebaran tanda neuropatologi pada subjek

penelitian dengan usia tua yang disertai sindrom down tetapi terdapat secara

selektif, tetap, terhadap pengertian mengenai dimana tanda tersebut pertama

kali muncul, dan dimana tanda tersebut terlihat paling menonjol. Dalam hal ini,

perubahan dalam formasio hipocampus ( Ball & Nuttal 1981; Sylvester 1983;

Ball et al. 1986 ), lobus temporal secara umum ( Deb et al. 1992; Spargo et al.

Page 10: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

1992 ), korteks prefrontal ( Logdberg & Brun 1993; Kesslak et al. 1994 ) dan

cerebellum ( Cole et al. 1993 ) yang menonjol.

Secara keseluruhan, penelitian neuropatologi di awal dan akhir hidup

berpengaruh terhadap regio tertentu dari korteks, termasuk yang paling

menonjol lobus temporalis dan formasio hipocampus ( Wisniewski et al.

1986 ), korteks prefrontal, dan cerebellum. Dalam menganalisis kesulitan

belajar dan mengingat, kami harus berhati – hati terhadap perubahan yang

mencerminkan masalah pada sistem neural tersebut.

Terdapat hal yang penting dan perkembangan literatur yang berhubungan

dengan sistem hipocampus dan korteks prefrontal pada sindrom down tetapi

kemungkinan cara kerja dalam cerebellum secara umum telah dikurangi.

Pengamatan terhadap kelainan menetap pada struktur tersebut melalui

pengamatan jarak dekat terhadap kebiasaan dan fenotip kognitif pada sindrom

down harus menjadi prioritas utama di masa depan.

Sindrom Down Dibandingkan Dengan Sindrom Retardasi Lainnya

Tidak pantas jika pola neuropatologi yang diamati pada sindrom down, sangat

spesifik terhadap kasus ini – sindrom retardasi mental lainnya memberikan

gambaran yang berbeda. Pada sindrom William, sebagai contoh, secara relatif

membandingkan regio frontal dan limbik yang berpengaruh pada sindrom

Down, dengan defisit pada area kortikal mengenai persepsi bahasa dan

persepsi wajah ( Bellugi et al. 1999 ). Pada Fragile – X, peningkatan di volume

hipocampus, thalamus, dan nukleus kaudatus telah diamati lama dengan

penetapan pada lobus parietalis substansia alba ( Kates et al. 2002 ). Pada

sindrom lainnya, autism, perbedaan gambaran yang muncul dengan defek

yang diamati lebih luas pada hipocampus, subiculum, korteks entorhinal,

nukleus septum, corpus mamilaris, nukleus tertentu di amigdala, korteks

neocerebellar, nukleus di bagian atas cerebellum, dan nukleus olivarius inferior

( Bauman & Kemper 1985 ).

Page 11: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Perbedaan penting tersebut pada neuropatologi yang diamati pada berbagai

macam sindrom retardasi mental sangat menyarankan bahwa defek kognitif

yang diamati pada sindrom tersebut harus berbeda dengan sindrom lainnya

menggambarkan pola spesifik penghindarandan gangguan fungsi.

Keadaan Kognitif Pada Seseorang Dengan Sindrom Down

Secara umum, bayi dengan sindrom down menunjukkan kemampuan belajar

dan mengingat yang relatif normal ( tetapi lihat Hepper & Shahidullah 1992

untuk laporan mengenai gangguan habituasi pada dua fetus dengan sindrom

Down ). Penting untuk mengerti, namun, hal ini bukan berarti bahwa mereka,

atau memang berkembang secara normal, termasuk dalam kategori normal

mengenai kemampuan belajar dan mengingat pada saat lahir. Pada

kenyataannya, hal ini tidak menjadi masalah karena beberapa bagian otak

mengalami maturitas secara postnatal dan bentuk ketergantungan belajar dan

mengingat mereka tidak ada sampai beberapa waktu setelah lahir. Lobus

temporalis medial, dan sebagian hipocampus, sebagai bagian cerebellum,

termasuk dalam kategori tersebut. Kenyatannya bahwa keterlambatan

perkembangan struktur rupanya sebagian menjadi resiko pada sindrom down

yang mungkin menjadi pertimbangan penting ( lihat Nadel 1986 ). Pada awal

seri penelitian, Ohr & Fagen ( 1991, 1993 ) melaporkan bahwa bayi berusia 3

bulan dengan sindrom down masih normal dalam belajar mengenai kontingensi

diantara pergerakan mereka ( kaki menendang ) dan penguatan, termasuk

pembelajaran awal, kemampuan pergerakan cepat dan retensi. Pada laporan

sesudahnya, Ohr & Fagen ( 1994 ) menunjukkan bahwa bayi berusia 9 bulan

dengan sindrom down mengalami gangguan, sebagai kelompok, dalam belajar

mengenai kontingensi diantara pergerakan tangan dan penguatannya. Akan

tetapi, mereka mencatat bahwa beberapa bayi dengan sindrom down dapat

belajar. Mereka menyimpulkan bahwa sebuah penurunan relatif mengenai

Page 12: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

kondisi kemampuan seorang bayi dengan sindrom down dibandingkan dengan

perkembangan normal bayi setelah berusia 6 bulan.

Mangan ( 1992 ) menguji bayi kelompok kontrol dan bayi dengan sindrom

down menggunakan berbagai pertanyaan bertingkat, satu diantaranya, uji

belajar tempat, dibuat secara khusus untuk menilai penetapan fungsi sistem

hipocampus. Pola hasil tersebut konsisten dengan penyebaran, tetapi ringan,

neuropatologi dibandingkan dengan peningkatan patologi terlokalisir pada

hipocampus.

Kesepahaman dalam penelitian mengenai pembelajaran dalam segi bahasa

telah ditunjukkan pada anak – anak dengan sindrom down ( lihat Rondal

1994 ). Masih terdapat sedikit keraguan mengenai kesulitan dalam

mendapatkan kemampuan bahasa sampai tahap yang berat, sebagian pada

bagian fonologi dan sintaktik ( lihat Tager – Flusberg 1999; Vicari et al. 2002;

Thordardottir et al. 2002 ), tetapi juga terdapat kasus dimana kemampuan

bahasa masih termasuk dalam kategori normal, atay bahkan termasuk dalam

kategori menengah atas. Bayi dengan sindrom Down menunjukkan berbagai

gambaran normal kebiasaan prebahasa, termasuk babbling, dan meniru,

meskipun hal tersebut kecil tetapi kemungkinan dalam hal ini menjadi

perbedaan penting diantara perkembangan bayi dengan sindrom Down dan

bayi normal ( Oller & Siebert 1988; Lynch et al. 1990; Steffens et al. 1992 ).

Sigman dan teman-temannya ( Mundy et al. 1988; Sigman 1999 ) telah

menunjukkan defisit dalam penggunaan permintaan non verbal pada seorang

anak kecil dengan sindrom Down.

Defisit yang mirip dalam kebiasaan meminta telah dilihat pada penelitian

lainnya; termasuk salah satunya menilai permintaan secara verbal ( Beeghly et

al. 1990 ), tetapi sejumlah penelitian telah gagal untuk mengetahui sebuah

defisit ( sebagai contoh, Greenwald & Leonard 1979 ). Vocalisasi muncul di

bawah kontrol kontingesi pada bayi dengan sindrom Down ( Poulsen 1988 ),

dan kemampuan mereka untuk mendapatkan kata – kata terlihat seperti normal

Page 13: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

meskipun lambat ( Hopmann & Nothnagle 1994 ). Ketika hal ini sulit untuk

menentukan defek yang tepat pada akar masalah kemampuan bahasa tertentu,

terdapat sedikit pendapat yang menyarankan bahwa kesulitan tersebut secara

primer salah satu kemampuan belaja atau mengingat. Sigman ( 1999 ) defek

stress terkait kebiasaan, lebih sedikit dibandingkan kebiasaan pemberian

perhatian secara optimal, dan penurunan kapasitas untuk mengawali perhatian

untuk menggabungkan sebagai sumber masalah bahasa. Tager – Flusberg

( 1999 ) terfokus pada memori dari auditori , dimana secara tertentu dapat

menghitung untu defek fonologi yang diamati.

Kenyataan bahwa disproporsi kesulitan yang diamati pada perkembangan

grammatikal masih tetap konsisten dengan pendapat bahwa masalah belajar

dan ingatan bukan akar masalah dari defek bahasa pada seseorang dengan

sindrom down.

Anak kecil mengembangkan nosi mengenai kelanjutan eksistensi dan properti

objek dalam sebuah karakteristik mode. Anak – anak dengan sindrom Down

telah ditunjukkan secara tertentu untuk mendapatkan konsep dasar objek lebih

lambat dibandingkan anak – anak normal ( lihat, sebagai contoh, Rast &

Meltzoff 1995 ) tetapi dengan pelatihan yang lebih mereka dapat memperoleh

kemampuan yang lebih atau kurang dibandingkan dengan perkembangan pada

anak – anak normal dalam waktu yang sama ( Wilshart 1993 ). Akan tetapi,

perbedaan berbagai masalah yang muncul dalam situasi tersebut berpusat pada

ketidakstabilan dalam memperoleh kemampuan. Meskipun subjek tertentu

dengan sindrom Down dapat menyelesaikan berbagai macam tingkatan tes

digunakan untuk menilai subjek menurut usia tidak jauh berbeda dengan

subjek yang normal, performa yang dihasilkan setelah proses pembelajaran

tersebut dapat sangat bervariasi dan umumnya tergantung dari masalah

motivasi. Masalah tersebut, jika mewakili gaya pembelajaran seorang anak

dengan sindrom Down, sangat penting dalam memikirkan mengenai efektifitas

intervensi. Hasil dari penelitian Wishart menggunakan standar uji intelegensi

baterai menyarankan bahwa mereka dapat mewakili hal tersebut. Uji ulang

Page 14: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

reliabilitas menghasilkan nilai yang sangat rendah karena keberhasilan yang

diperoleh dalam satu test mungkin tidak muncul pada saat uji ulang, yang

dilakukan secepatnya setelah dua minggu kemudian. Kemampuan baru yang

muncul, hanya akan menghilang dalam jangka pendek. Sebuah pendapat yang

muncul bahwa bukti mengenai cepat lupa berkaitan dengan kerusakan pada

formasio hipocampus tetapi dibutuhkan lebih banyak data sebelum kesimpulan

ini dapat diterima. Masalah motivasi dan ketidakstabilan perkembangan

diamati pada penelitian yang dilakukan oleh Wishart sangat menyarankan

bahwa anak kecil dengan sindrom Down tidak hanya mengalami keterlambatan

perkembangan mental, tetapi juga diikuti oleh suatu pola yang berbeda.

Seperti apa yang Wishart ( 1993, p. 392 ) kemukakan, pandangan ini memiliki

keunggulan utama yang konsisten dengan data dari neuroscience menunjukkan

sindrom Down dihubungkan dengan perbedaan mendasar dalam morfologi dan

fungsi otak. Untuk menyimpulkan keadaan pada bayi dan anak – anak: terdapat

bukti mengenai tipe belajar tertentu yang relatif normal, terutama pada subjek

penelitian yang masih berusia muda. Macam cara belajar yang termasuk

kategori normal sering direferensikan sebagai petunjuk / prosedur: kondisi

sederhana, sebagai contoh, dan ditangguhkan sebagai contoh ( Rast & Meltzoff

1995 ). Terdapat bukti mengenai beberapa defisit pembelajaran spesifik yang

besar, yang biasanya muncul hanya beberapa bulan atau sampai bertahun –

tahun setelah lahir. Bukti tersebut konsisten dengan masalah spesifik dalam

sistem spasial kognitif formasio hipocampus.

Masalah belajar dan ingatan yang mulai muncul pada usia bayi akhir menjadi

catatan penting seperti halnya pertumbuhan bayi menjadi anak – anak dan

menjadi dewasa. Ketika banyak pengetahuan kami dalam saat ini diperoleh

dari proses belajar bahasa, terdapat informasi yang tersedia mengenai jenis lain

dari cara belajar dan ingatan. Sebuah poin penting yang harus ditekankan dari

data mengenai belajar bahasa terdapat beberapa hal yang harus dikerjakan

dengan kemampuan yang kurang pada anak – anak dengan sindrom Down

untuk belajar huruf – huruf, atau konstruksi linguistik, atau bahan non verbal

Page 15: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

lainnya, dan lebih banyak yang harus dikerjakan dengan kemampuan mereka

untuk menstabilkan informasi yang mereka harus kelola terlebih dahulu untuk

mendapatkannya. Wishart ( 1993 ) dan Fowler ( 1988 ) menekankan poin

tersebut, yang mungkin mencerminkan, dibandingkan faktor lainnya, gangguan

pada konsolidasi ingatan, fungsi lain dari sistem hipocampus.

Dalam sebuah penelitian terdahulu yang mengamati tentang bentuk multipel

cara belajar dan ingatan, Carlesimo et al. ( 1997 ) melaporkan gangguan

tertentu pada sindrom Down. Subjek penelitian dengan sindrom Down diuji

dengan berbagai macam cara pandang ingatan yang bersifat implisit

( prosedural ) dan eksplisit ( episodik ), termasuk batang – kata, daftar

pelajaran dan mengingat kembali prosa. Efek rangsangan yang kuat dapat

dilihat pada kelompok sindrom Down, dibandingkan dengan yang diamati pada

kelompok kontrol, menandakan bahwa ingatan yang bersifat implisit akan

tetap utuh. Sehingga, defisit yang diamati terdapat pada kedua tes ingatan yang

bersifat eksplisit. Kinerja pada cara pandang terhadap ingatan yang bersifat

eksplisit telah dihubungkan dengan fungsi dari sistem hipocampus, meskipun

defek tersebut memberikan gangguan pembanding dalam fungsi hipocampus

dan dengan demikian dapat sesuai dengan data yang berasal dari penelitian

mengenai spasial.

Pada penelitian serial terbaru, saya bersama institusi saya telah menguji

beberapa kelompok individu dengan sindrom Down yang berlainan pada

sebuah test yang didesain untuk menilai secara langsung fungsi spesifik sistem

otak. Penilaian neuropsikologis kognitif sering menggunakan ujia

perkembangan pada hewan coba, dimana secara kritis mendasari sirkuit otak

dapat diidentifikasi dan dipelajari secara hati – hati pada suatu penelitian yang

bersifat invasif. Kami mulai dengan fokus pada tiga sistem otak yang

diidentifikasi oleh data neuropatologis, banyak yang didiskusikan mengenai

hal tersebut di atas : sistem hipocampus, korteks prefrontal, dan cerebellum.

Kami mengembangkan satu set uji yang secara kolektif dapat memberi tahu

kami sesuatu mengenai bagaimana sistem otak ini faring. Pada set awal

Page 16: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

penelitian ( Pennington et al. 2003 ) kami menemukan bukti spesifik mengenai

disfungsi hipocampus pada sampel kami dengan 28 orang dewasa,

menggunakan usia mental yang sesuai kontrol. Kami menemukan sedikit bukti

mengenai disfungsi pada girus prefrontal dalam sebuah uji non verbal.

Pekerjaan selanjutnya, namun, memberikan petunjuk bahwa uji secara verbal

mungkin menghasilkan hasil yang berbeda, dan memang hal itu adalah apa

yang kita lihat sekarang ( Moon et al., dalam persiapan ). Menggunakan uji

verbal untuk mengeksplorasi korteks prefrontal, kami menemukan pada

kelompok usia muda dan usia tua tanda yang jelas dari disfungsi baik dari

sistem hipocampus dan sistem prefrontal. Defisit diamati pada sebuah lingkup

uji meskipun mediasi secara verbal diperlukan untuk mengeluarkan pengaruh

korteks prefrontal. Secara keseluruhan, penelitian kami menunjukkan bahwa

masalah tertentu yang muncul tentang ingatan diatur oleh sistem hipocampus

dan sistem prefrontal. Gangguan yang muncul kemudian dihubungkan dengan

penggunaan materi uji verbal. Gangguan pada fungsi hipocampus secara

prinsip dapat mencerminkan masalah yang timbul dalam beberapa stuktur di

regio hipocampus ; sebuah penelitian terkini mengenai dua cara pandang

neuropsikologi yang bergantung pada parahipocampus dan regio perirhinal

( keterlambatan yang tidak sama antara contoh dan gambaran visual saling

dibandingkan ), namun, saran bahwa area tersebut berfungsi dengan baik, dan

bahwa gangguan tersebut lebih mencerminkan pada ketidaksempurnaan

perkembangan hipocampus itu sendiri ( Dawson et al. 2001 ). Korteks

prefrontal, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, memainkan peranan

penting dalam fungsi yang luas, termasuk ingatan yang bersifat episodik /

eksplisit dan ingatan yang sedang bekerja.

Kami sudah melihat bahwa ingatan yang bersifat episodik terganggu pada

seorang individu dengan sindrom Down. Sudah ada penelitian yang lebih luas

mengenai ingatan yang sedang bekerja pada populasi tersebut, dan jelas bahwa

defisit tersebut diamati pada sejumlah penelitian ( Varnhagen et al. 1987 ;

Marcell & Weeks 1988 ; Laws 1998 ; Jarrold et al. 200, 2002 ). Akan tetapi,

Page 17: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

gangguan ini terlihat terbatas pada informasi secara verbal, sebagai gangguan

minimal pada visuospasial. Defisit tersebut muncul baik pada masalah motorik

maupun artikulasi ( Kanno & Ikeda 2002 ) dan mungkin berhubungan dengan

apa yang disebut sebagai lingkaran fonologi ( Laws 2002 ). Dengan demikian,

beberapa bentuk data menandakan bahwa gangguan spesifik pada korteks

prefrontal dan sistem hipocampus sebagai bagian penting dari fenotip pada

sindrom Down. Hal ini menyarankan sebuah kerangka kerja untuk penelitian di

masa depan : apa yang menyebabkan penambahan kromosom 21 menyebabkan

gangguan sebagian fungsi dari dua sistem tertentu tersebut ?

Fungsi Kognitif Pada Sindrom Down Dibandingkan Dengan Sindrom

Retardasi Mental Lainnya

Seperti yang sudah disebutkan di awal, pola dari gangguan neural berbeda

diantara masing – masing sindrom retardasi mental. Dengan demikian, tidak

mengejutkan bahwa pola gangguan kognitif juga menjadi seperti itu. Tabel 5.1

menampilkan pola yang diamati pada sindrom Down dimana fungsinya relatif

menurun dan terganggu. Tabel 5.1 menunjukkan pola gangguan dan

penghindaran diri sangat selektif – beberapa aspek ingatan masih relatif normal

dan yang lainnya sangat terganggu. Beberapa bentuk kognitif spasial masih

normal, lainnya mengalami gangguan. Jika salah satu membandingkan

gambaran ini dengan apa yang diamati pada bentuk lain dari retardasi mental,

salah satu akan melihat lagi bahwa polanya sangat berbeda. Sebagai contoh,

anak – anak dengan sindrom William tidak menunjukkan kesulitan yang

spesifik pada aspek morfosintatik bahasa ( Vicari et al. 2002 ). Mereka, namun,

terganggu dalam uji belajar secara verbal ( Nichols et al. 2004 ) dan

menunjukkan keterlambatan, perkembangan yang tidak khas pada semua area

fungsi bahasa ( Donnai & Karmiloff – Smith 2000 ). Ingatan auditori jangka

pendek terganggu pada sindrom Down, tetapi relatif tetap berfungsi baik pada

sindrom William. Pada ranah persepsi, anak – anak dengan sindrom William

sebagian terganggu pada organisasi secara umum, sedangkan anak – anak

dengan sindrom Down memiliki kesulitan dengan organisasi secara loka.

Page 18: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

Meskipun ketika kinerjanya terganggu pada kedua kelompok tersebut, seperti

uji tata blok, secara alamiah gangguan tersebut berbeda ( lihat Bellugi et al.

1999 untuk tinjauan kembali ). Perbedaan juga muncul ketika sindrom Down

dibandingkan dengan sindrom retardasi mental lainnya, seperti Prader Willi.

Sangat berbeda dengan anak – anak dengan sindrom Down, yang secara umum

sangat baik dalam hubungan sosial, anak – anak dengan sindrom Prader Willi

memiliki pola gangguan hubungan sosial, termasuk sensitif yang sangat

ekstrim, cemas, dan kebiasaan obsesif kompulsif ( Walz & Benson 2002 ).

Dengan demikian, masing – masing retardasi mental terlihat dikarakteristikan

oleh suatu rangkaian gangguan kognitif, yang mungkin mencerminkan defek

pada neuralnya yang mendasari sindrom tersebut. Salah satu implikasi

mengenai fakta tersebut adalah bahwa strategi intervesi yang akan dilakukan

harus disesuaikan dengan masing – masing sindrom.

Kesimpulan

Kognisi merupakan gangguan pada sindrom Down, dan kemajuan yang dibuat

dalam menentukan secara pasti defisit yang terjadi. Kebanyakan indikasi

menyarankan bahwa gangguan tidak menyebar pada semua sistem dengan

proporsi yang sama tetapi anya berpengaruh spesifik pada hanya pada beberapa

sistem. Pola gangguan selektif ini berbeda diantara masing – masing sindrom

retardasi mental. Apa yang diamati pada sindrom Down lebih seperti apa yang

diamati pada sindrom lainnya, seperti sindrom William, fragile – X, atau

sindrom Prader Willi.

Untuk saat ini bukti pasti mengenai sindrom down melibatkan bentuk kondisi

tergantung pada hipocampus ; bukti kuat yang melibatkan korteks prefrontal

juga tersedia. Tidak ada keraguan bahwa gangguan lain akan ditemukan,

kemungkinan juga melibatkan cerebellum, atau bagian dari cerebellum.

Penelitian ini juga memberikan gambaran yang jelas masuk akalaspek mana

yang mengalami gangguan dalam perkembangan neural yang mungkin

bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan yang muncul pada retardasi

Page 19: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

mental yang terlihat pada sindrom down. Bagaimana kita bisa melangkah lebih

lanjut dari pengetahuan yang sekarang untuk mengetahui hubungan antara

defek genetik dan fenotip neural dan kognitif yang muncul pada penelitian

sindrom Down ? strategi tertentu yang kami gunakan adalah dengan

mengindentifikasi secara hati – hati sebagai kemungkinan fenotip neural dan

kognitif pada seorang individu dengan sindrom Down, membedakannya secara

hati – hati dari retardasi mental yang diamati pada sindrom yang lain.

Kemudian, seseorang dapat mencoba untuk membuat model uji pada hewan

coba yang memisahkan hanya gen yang bertanggung jawab terhadap

penampakan spesifik dari fenotip sindrom Down. Dengan memberikan

perhatian yang lebih pada gambaran tertentu dari sindrom Down, kami dapat

meningkatkan kemampuan kami untuk mencari tahu sumber penyebabnya, dan

karena hal itu kemampuan kami untuk melakukan sesuatu untuk memperbaiki

akibat yang paling berat dari bentuk retardasi mental ini.

Bab 10.

Kesulitan Belajar pada Sindrom Down

Down Sindrom

Sindrom genetik yang paling banyak frekuensi kemunculannya adalah sindrom

Down, juga diketahui sebagai “trisomi 21”. Saat sekarang ini terjadi rata – rata

1 tiap 1000 kelahiran hidup. Kasus trisomi 21 biasaya diklasifikasika dalam

tiga kategori etiologi :

1. Standar trisomi 21 ( 97 % kasus )

2. Mosaik trisomi 21 ( 1 % kasus )

3. Translokasi ( 2 % kasus )

Sindrom Down telah banyak diteliti, terutama pada beberapa dekade terakhir.

Meskipun banyak informasi yang telah terkumpul mengenai sindrom Down,

hal ini tidak berarti bahwa semua aspek sindrom, perkembangannya, patologi

dan terkait masalah telah dieksplorasi. Kami sering cenderung untuk

Page 20: Aspek Neurofisiologi Down Sindrom

mempertimbangkan sindrom ini sebagai retardasi mental sedang dan berat. Hal

ini berbahaya dan mungkin tidak akurat. Perbandingan dengan sindrom genetik

retardasi mental lainnya menyarankan bahwa hal ini akan lebih bervariasi dan

memiliki derajat spesifitas sindrom.