aspek biologi ikan sembilang plotosus canius, bleeker … · daftar gambar 1 kerangka pemikiran...
TRANSCRIPT
ASPEK BIOLOGI IKAN SEMBILANG
(Plotosus canius, BLEEKER 1858) DI PERAIRAN PANTAI
SINGARAJA-MAJAKERTA, INDRAMAYU, JAWA BARAT
DERRY MUHARRAM
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aspek Biologi Ikan
Sembilang (Plotosus canius) di Perairan Pantai Singaraja-Majakerta, Indramayu,
Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2016
Derry Muharram
C24110085
ABSTRAK
DERRY MUHARRAM. Aspek Biologi Ikan Sembilang (Plotosus canius, Bleeker
1858) di Perairan Pantai Singaraja-Majakerta, Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing
oleh SULISTIONO dan ETTY RIANI.
Ikan sembilang (Plotosus canius) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi
yang cukup banyak digemari masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis beberapa aspek biologi ikan sembilang di Perairan Singaraja-
Majakerta, Indramayu. Mulai dari Februari–April 2015, total ikan contoh yang
diamati sebanyak 98 ekor ikan, (65 ekor ikan jantan dan 33 ekor ikan betina).
Pengamatan dilakukan pada distribusi frekuensi panjang, hubungan panjang
bobot, faktor kondisi, komposisi makanan, indeks kepenuhan lambung, tumpang
tindih, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad,
ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan pola pertumbuhan ikan sembilang yaitu alometrik
negatif. Secara umum nilai faktor kondisi rata–rata jantan dan betina adalah 1,1
dan 1,0. Jenis makanan utama ikan sembilang adalah krustasea, dan nilai
tumpang tindih sekitar 0,99. Perbandingan ikan sembilang jantan dan betina yaitu
2:1. Ikan dengan tingkat kematangan gonad I–IV ditemukan pada setiap
pengamatan. Ukuran pertama kali matang gonad ikan sembilang jantan dan betina
adalah 281 mm dan 308,6 mm. Ikan ini memiliki fekunditas berkisar 564–864
butir, dan pola pemijahan ikan sembilang adalah bertahap (partial spawner).
Kata kunci: Aspek biologi, ikan sembilang (Plotosus canius), perairan Indramayu.
ABSTRACT
DERRY MUHARRAM. Reproductive Biology of Eel-tailed Catfish
(Plotosus canius, Bleeker 1858) in Coastal Water Singaraja-Majakerta,
Indramayu, West Java. Supervised by SULISTIONO and ETTY RIANI.
Eel-tailed catfish (Plotosus canius) is one of favorite fish for people in
coastal area. The purpose of this research was to analyze biological aspect of the
fish in Singaraja–Majakerta coastal area, Indramayu, West Java, from February to
April 2015. The total of sample observed were 98 fish, consisting of 65 males
and 33 females. The observation was employed for frequency of distribution of
long, growth pattern, condition factor, food habit, index stomach content, food
overlapping, sex ratio, gonad maturity stage, gonado somatic index, the size at
first maturity, fecundity and egg diameter of fish. The result of this research
showed that the growth pattern was allometric negative, average value of
condition factor of male and female fish was 1.1 and 1.0, main food of the fish
was crustacea, overlapping value was 0.99. Sex ratio of the fish was 2:1. The
fish of immature-mature was found in every observation. The size of first gonad
maturity was 281 and 308,6 mm, fecundity was 564–864, and according to
diameter distribution, the fish was partial spawner.
Keywords: Biological aspects, eel-tailed catfish, Indramayu waters.
ASPEK BIOLOGI IKAN SEMBILANG
(Plotosus canius, BLEEKER 1858) DI PERAIRAN PANTAI
SINGARAJA-MAJAKERTA, INDRAMAYU, JAWA BARAT
DERRY MUHARRAM
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aspek Biologi Ikan Sembilang
(Plotosus canius, Bleeker 1858) di Perairan Pantai Singaraja-Majakerta,
Indramayu, Jawa Barat. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor dan Departemen Manajemen Sumberdaya perairan
yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. PT. Difa Kreasi selaku pemberi Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
3. Dr Ir Achmad Fakhrudin MSi selaku dosen pembimbing akademik.
4. Prof Dr Ir Sulistiono MSc selaku dosen pembimbing skripsi I dan pemberi
biaya kegiatan penelitian dan Dr Ir Etty Riani MS selaku pembimbing skripsi
II, yang telah memberikan arahan, saran, maupun kritik dalam penyelesaian
skripsi.
5. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi M Sc selaku komisi pendidikan program S1,
serta Charles PH Simanjuntak SPi MSi PhD, selaku dosen penguji yang telah
memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
7. Kedua orang tua serta seluruh keluarga yang telah senantiasa memberikan doa
dan dukungan.
8. Teman-teman Manajemen Semberdaya Perairan angkatan 48 dan semua pihak
yang turut serta membantu dalam penyelesaian skripsi.
Bogor, Agustus 2016
Derry Muharram
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 3 Lokasi dan Waktu 3 Pengumpulan Data 3 Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Hasil 10 Pembahasan 20
KESIMPULAN DAN SARAN 23 Kesimpulan 23 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 27 RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan TKG 9 2 Luas relung ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina 14
3 Tumpang tindih makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina 14
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 2
2 Peta lokasi penelitian 3 3 Diagram batang distribusi frekuensi panjang ikan sembilang
(Plotosus canius) jantan dan betina 10
4 Grafik hubungan panjang bobot ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina 11 5 Grafik faktor kondisi rata-rata ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina 12 6 Komposisi jenis makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina 13
7 Komposisi jenis makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan waktu pengamatan 13
8 Indeks kepenuhan lambung ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan waktu pengamatan 14
9 Rasio kelamin ikan sembilang pada setiap pengambilan contoh 15 10 Tingkat kematangan gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan waktu pengamatan 15 11 Hasil histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) betina TKG
II. 16
12 Hasil histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) betina TKG
III. 16 13 Hasil histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan TKG
IV. 16 14 Tingkat kematangan gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan selang kelas 17 15 Ukuran pertama kali matang gonad ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina 18
16 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan 19 17 Fekunditas terhadap panjang ikan sembilang (Plotosus canius) 19 18 Fekunditas terhadap bobot ikan sembilang (Plotosus canius) 19 19 Sebaran diameter telur TKG III dan IV ikan sembilang
(Plotosus canius) berdasarkan selang kelas (mm) 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Ikan sembilang (Plotosus canius) 27 2 Perairan Desa Majakerta, Kecamatan Balongan, Indramayu 27
3 Data pertama kali matang gonad (Lm) ikan sembilang
(Plotosus canius) jantan 28 4 Data pertama kali matang gonad (Lm) ikan sembilang
(Plotosus canius) betina 28 5 Uji chi square terhadap rasio kelamin jantan dan betina pada ikan
sembilang (Plotosus canius) 29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan pantai Indramayu Jawa Barat merupakan perairan yang memiliki
potensi sumberdaya ikan yang melimpah. Salah satu sumberdaya ikan yang
terdapat di perairan tersebut adalah ikan sembilang (Plotosus canius). Habitat
ikan ini terdapat di wilayah estuari dan pantai (Harteman 2015). Ikan ini
merupakan salah satu sumberdaya perikanan ekonomis penting yang tergolong
dari famili Plotosidae (Ball dan Rao 1984). Ikan ini biasanya ditangkap
menggunakan tuasan atau rumpon yang digunakan sebagai alat bantu proses
penangkapan. Pemasangan tuasan atau rumpon dimaksudkan untuk menarik
gerombolan ikan untuk berkumpul di sekitar rumpo (Andriani et al. 2015).
Menurut Dewanti et al. (2012), penangkapan ikan di alam dapat
menurunkan stok ikan tersebut jika tanpa adanya pengelolaan yang berkelanjutan.
Hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan penurunan stok ikan sembilang
(Plotosus canius), sehingga kelangsungan hidup ikan ini perlu diperhatikan. Saat
ini informasi mengenai aspek biologi ikan sembilang (Plotosus canius) masih
sangat kurang. Upaya penangkapan, pemanfaatan, serta pelestarian ikan ini
memerlukan suatu informasi mengenai aspek biologi. Aspek reproduksi dan
kebiasaan makanan merupakan aspek penting yang berkaitan dengan
keberlangsungan dan kelestarian hidup ikan tersebut.
Penelitian aspek biologi ikan sembilang (Plotosus canius) di wilayah
perairan pantai Singaraja-Majakerta relatif minim sehingga informasi tentang
kondisi biologinya penting untuk diteliti. Adanya informasi mengenai aspek
biologi dapat dimanfaatkan untuk menjadi dasar pengelolaan sumberdaya
perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa aspek biologi
ikan sembilang (Plotosus canius) yakni aspek pertumbuhan, reproduksi, dan
kebiasaan makanan.
Perumusan Masalah
Produksi perikanan tangkap ditahun 2015 menurut Badan Pusat Statistik
Indramayu (2015) sangat memuaskan. Jumlah tangkapan mencapai 141.450 ton
pertahun. Data tersebut meningkat dari produksi ikan pada tahun 2014, yaitu
sebesar 22,9% dibandingkan dengan produksi sebelumnya yaitu pada tahun 2013
sebesar 20,4%. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sumberdaya perikanan dan
kelautan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Indramayu, khususnya daerah Perairan Indramayu.
Ikan sembilang (Plotosus canius) merupakan salah satu komoditas
perikanan yang terdapat di Perairan Indramayu. Ikan ini merupakan salah satu
jenis ikan yang bernilai ekonomis dan cukup digemari oleh masyarakat, serta
menjadi salah satu indikator pencemaran lingkungan perairan. Pemanfaatan
sumberdaya ikan ini di Perairan Majakerta yang tinggi dengan volume produksi
yang terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan produksi yang terus
meningkat dapat mengakibatkan adanya upaya tangkap lebih yang akan
2
menyebabkan penurunan stok ikan ini di Perairan Majakerta, Indramayu. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengelolaan perikanan yang tepat dan berkelanjutan
agar sumberdaya ikan ini pada masa yang akan datang tidak punah. Adapun
aspek biologi yang perlu dilihat untuk mendasari pengelolaannya adalah aspek
pertumbuhan dan aspek reproduksi. Kerangka penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis berberapa aspek biologi,
antara lain pola pertumbuhan, kebiasaan makanan dan reproduksi ikan sembilang
(Plotosus canius), sebagai dasar pengelolaan yang berkelanjutan terhadap
sumberdaya ikan tersebut, khususnya di perairan pantai Singaraja–Majakerta,
Indramayu, Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai informasi terkait
aspek pola pertumbuhan, kebiasaan makanan, dan aspek reproduksi ikan
sembilang (Plotosus canius) untuk pengelolaan yang berkelanjutan.
Sumberdaya perikanan ikan
sembilang (Plotosus canius)
Perairan pantai
Singaraja -
Majakerta
- Panjang dan
bobot
- Bobot gonad
- TKG
- Fekunditas
- Diameter
telur
- Isi usus dan
lambung
ikan
Pola
pertumbuhan,
reproduksi,
dan kebiasaan
makanan
Dasar
penentuan
upaya
pengelolaan
ikan
sembilang
yang
berkelanjutan
3
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Pengambilan contoh ikan sembilang (Plotosus canius) di perairan pantai
Desa Singaraja- Majakerta, Kecamatan Balongan, Indramayu. Penelitian
dilakukan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Februari hingga April 2015
(Gambar 2).
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Pengumpulan Data
Pengambilan contoh ikan sembilang
Pengambilan ikan contoh menggunakan penarikan contoh acak sederhana.
Pengambilan contoh dilakukan dari hasil tangkapan nelayan di Perairan
Singaraja-Majakerta, Indramayu. Analisis laboratorium dilakukan di
Laboratorium Biologi Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pengamatan ikan contoh di laboratorium Ikan contoh yang telah diukur panjang total dan bobotnya, kemudian
dibedah untuk diambil gonadnya. Selanjutnya, dianalisis jenis kelamin dan
Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Bobot gonad total ditimbang menggunakan
timbangan yang memiliki skala terkecil 0,0001 gram. Gonad betina yang telah
4
mencapai TKG III dan IV kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampel dan
diawetkan menggunakan formalin 4% untuk dilakukan perhitungan fekunditas
dan pengamatan diameter telur. Perhitungan fekunditas menggunakan metode
gravimetri. Pengamatan diameter telur ikan dilakukan pada tiap bagian gonad,
yaitu bagian anterior, tengah dan posterior. Masing-masing bagian gonad diambil
butir telurnya sebanyak 50 butir. Kemudian, diamati menggunakan mikroskop
yang telah dilengkapi mikrometer okuler dengan metode sensus. Tingkat
Kematangan Gonad (TKG) yang diamati berdasarkan kondisi morfologis dengan
memperhatikan warna, bentuk, dan ukurannya yang mengacu kepada
Suryaningsih (2014).
Identifikasi jenis makanan ikan contoh
Identifikasi jenis makanan yang dimakan oleh ikan contoh dilakukan
pembedahan terlebih dahulu untuk mengambil lambung dan usus ikan. Setelah itu
dilakukan pengukuran panjang usus dengan cara mengukur panjang keseluruhan
panjang usus. Bobot usus dilakukan dengan cara menimbang seluruh usus dan isi
yang ada didalamnya. Lambung dan usus kemudian dimasukkan ke dalam plastik
klip dan diawetkan dengan menggunakan formalin 4%. Isi lambung ikan contoh
diamati dengan mikroskop binokuler dengan pembesaran 40x dan 100x sedangkan
untuk mengidentifikasi jenis makanan menggunakan buku identifikasi
Gosner (1971) dan ditulis di data sheet.
Analisis Data
Prosedur analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas aspek
distribusi frekuensi pertumbuhan, aspek kebiasaan makan terhadap ikan
sembilang, pola pertumbuhan, dan aspek reproduksi.
Distribusi frekuensi panjang dan bobot
Distribusi frekuensi panjang dan bobot rumus yang digunakan untuk
menentukan banyaknya kelas (Walpole 1995)
Σ kelas = 1 + 3,32 log N
Keterangan:
N = jumlah keseluruhan data
Rumus yang digunakan untuk menentukan selang kelas (Walpole 1995)
= maks-min
Σ kelas
Rumus untuk menentukan frekuensi relatif ikan jantan dan betina (Walpole 1995)
Fr = (Fi/total frekuensi) x 100
5
Keterangan:
Fr = frekuensi relatif
Fi = frekuensi kelas
Pola pertumbuhan
Pola pertumbuhan dapat dilihat dengan menghubungkan pertumbuhan
panjang dan pertumbuhan bobot. Rumus yang dapat digunakan untuk mengetahui
hubungan parameter panjang dan bobot mengacu pada Effendie (1979)
W= ɑ Lb
Keterangan:
W = bobot (gram)
L = panjang (mm)
ɑ = konstanta
b = penduga pola hubungan panjang-bobot
Rumus umum tersebut bila ditransformasikan ke dalam logaritma, akan diperoleh
persamaan
Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai
konstanta b yaitu dengan hipotesis
1. H0: b=3, dikatakan hubungan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama
dengan pola pertumbuhan bobot).
2. H1: b≠3, dikatakan memiliki hubungan alometrik.
Pola pertumbuhan alometrik ada dua macam, yaitu alometrik positif (b>3)
yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan
dengan pertumbuhan panjang dan alometrik negatif (b<3) yang berarti bahwa
pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan
bobotnya. Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji statistik
sebagai berikut
t hitung = |b1-b
b1|
Sb1 adalah simpangan baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan
∑
(∑ )
Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang
kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah jika thitung > ttabel maka tolak
hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel berarti terima hipotesis nol
(Walpole 1995).
6
a. Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan untuk
mengetahui kapasitas fisik ikan dalam bertahan hidup dan bereproduksi.
Jika pertumbuhan ikan yang ditemukan b=3, tipe pertumbuhan isometrik
maka rumus yang digunakan adalah
= .1
3
L3
Jika nilai b ≠ 3, tipe pertumbuhan alometrik maka rumus yang
digunakan adalah
= w
aLb
Keterangan:
K = faktor kondisi yang diamati berdasarkan panjang total
W = bobot
L = panjang
a dan b = konstanta
Nilai K sendiri tidak memiliki arti, akan tetapi terlihat kegunaannya
apabila dibandingkan dengan individu lainnya atau antara satu kepada grup
yang lain. Nilai K berkisar antara 2-4 menunjukkan badan ikan agak pipih.
Ikan-ikan yang badannya kurang pipih memiliki nilai K berkisar antara 1-3
(Effendie 1979).
Kebiasaan makanan
Aspek kebiasaan makanan dapat dilihat dari indeks bagian terbesar, luas
relung makanan, dan tumpang tindih.
a. Indeks bagian terbesar
Evaluasi ragam jenis makanan ikan dengan indeks ini menggunakan
frekuensi kejadian. Model formulanya adalah (Effendie 1979)
Ii = i i
i i x 100%
Keterangan:
Ii = indeks bagian terbesar
Vi = presentase volume makanan jenis ke-i
Oi = presentase frekuensi kejadian makanan ke-i
b. Luas relung makanan
Luas relung makanan menunjukkan kemampuan ikan dalam
menyesuaikan diri terhadap fluktuasi ketersediaan pakan yang ada dengan
baik. Perhitungan luas relung makanan menggunakan metode “Levin’s
7
Measure” dari Hepenheide (Byrkjedal dan Thompson 1998) dihitung rumus
sebagai berikut
B = 1
Pi2
Keterangan:
B = Luas relung makanan
Pi = Proporsi satu jenis pakan yang dikonsumsi
∑ = Jumlah Pi2 dari semua macam makanan yang dikonsumsi
Standarisasi luas relung makanan agar bernilai 0 hingga 1, dapat dihitung
dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Rachman et al. (2012)
dihitung dengan menggunakan rumus
B = B-1
N-1
Keterangan:
Ba = standarisasi luas relung makanan
Bi = luas relung makanan
n = jumlah organisme pada selang yang akan dicari
c. Tumpang tindih
Menunjukkan adanya kesamaan jenis makanan yang dimanfaatkan
oleh ikan, baik berdasarkan jenis kelamin maupun kelompok ukuran ikan.
Rumus yang digunakan untuk menentukan tumpang tindih relung makanan
adalah Simplified Morisita Index menurut Rachman (2012) sebagai berikut
CH 2 . Pij.Pik
(Pij)2+ (Pik 2
Keterangan:
CH = tumpang tindih relung makanan
Pij = proporsi satu jenis organisme yang digunakan oleh
kelompok ikan jantan
Pik = proporsi satu jenis organisme yang digunakan oleh
kelompok ikan betina
d. Indeks kepenuhan lambung
Indeks kepenuhan lambung merupakan indikator untuk menunjukkan
aktivitas makan dari ikan amatan. Rumus yang digunakan untuk
menentukan indeks kepenuhan lambung berdasarkan kepada
Spataru et al. (1987)
ISC = (SCW / BW)
8
Keterangan:
ISC = konsumsi pakan relatif
SCW = berat isi lambung
BW = berat individu ikan
Reproduksi
Aspek reproduksi dapat dianalisis dengan menentukan dan menganalisis
proporsi rasio kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG).
a. Proporsi rasio kelamin
Analisis rasio kelamin dilakukan untuk melihat perbandingan dari
jantan dan betina pada suatu perairan. Dalam hal ini yang dihitung adalah
proporsi jenis
P j=
B x 100
Keterangan:
Pj = proporsi jenis (jantan/betina)
A = jumlah jenis ikan tertentu (jantan/betina)
B = jumlah total individu ikan yang ada (jantan+betina)
b. Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan
sembilang (Plotosus canius) mencapai matang gonad (M) adalah metode
Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata
mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986)
[ (
)] ( ∑ )
Sehingga, M = antilog M
antilog m(M) = m 1, √ 2∑pi i
ni-1
m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, adalah
log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x
adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan
matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang
panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi,
dan M adalah panjang ikan pertama kali matang gonad.
c. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan sembilang (Plotosus canius)
ditentukan secara morfologi dengan berdasarkan bentuk, warna, ukuran,
bobot gonad, dan perkembangan isi gonad. Data yang dibutuhkan adalah
ukuran gonad dan bentuk morfologi gonad. Penentuan tingkat kematangan
gonad secara morfologis tercantum pada Tabel 1.
9
Tabel 1 Perkembangan TKG ikan lele jantan dan betina
TKG Betina Jantan
I Gonad kecil dan memanjang
10–15 mm, warna bening dan
butir-butir telur mulai terbentuk,
dan warnanya transparan.
Gonad kecil dengan panjang
5–12 mm, berwarna putih dan
permukaan gonad mulai rata.
II Gonad semakin besar dan
berwarna kuning. Butir-butir telur
sudah mulai terlihat. Panjang
gonad 15–20 mm.
Gonad semakin membesar
dengan panjang 12–30 mm,
warna mulai berubah jernih
dan bentuk gerigi pada gonad
semakin membesar.
III Gonad lebih besar, panjang 20–30
mm, berwarna kuning agak
kecoklatan. Butir-butir telur
mengisi lebih dari ½ rongga perut
dan mulai mendesak alat
pencernaan kesebelah dorsal
(punggung).
Gonad lebih besar dengan
panjang 20–45 mm, dan
mengisi 2/3 rongga perut.
Warna jernih dan gerigi pada
gonad semakin membesar.
IV Gonad besar dengan panjang
30–50 mm, berwarna kuning
kecoklatan dan mengisi 2/3 rongga
perut.
Gonad besar dan panjang,
mengisi 2/3 rongga perut.
Gonad menggembung dan
berwarna jernih.
Sumber: Suryaningsih (2014)
d. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu nilai dalam persen
sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan
termasuk gonad dikalikan dengan 100% (Effendie 1979). Berikut
persamaan untuk mencari indeks kematangan gonad
= Bg
Bt x 100%
Keterangan:
IKG = indeks kematangan gonad
Bg = bobot gonad (gram)
Bt = bobot tubuh ikan total (gram)
e. Fekunditas
Data yang dikumpulkan adalah jumlah telur ikan (fekunditas TKG III
dan TKG IV). Metode analisis fekunditas dengan metode gravimetri dan
volumetri sebagai berikut
: = :v
Keterangan:
X = jumlah telur yang akan dicari
x = jumlah telur contoh
V = volume seluruh gonad
v = volume gonad contoh
10
f. Diameter telur
Diameter telur ikan betina TKG III dan TKG IV. Pisahkan ikan yang
mempunyai TKG III dan IV kemudian diambil 50 butir telur yang masih
utuh dari masing-masing gonad yang mempunyai TKG III dan IV dan
letakkan berjajar di atas gelas objek. Amati dibawah mikroskop dengan
metode penyapuan kemudian catat nilai dan diameter telurnya. Lakukan
masing-masing 50 butir untuk tiap bagian anterior, tengah, dan posterior
gonad TKG III dan TKG IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Aspek pertumbuhan
Aspek pertumbuhan pada penelitian ini secara berturut-turut mencakup
distribusi frekuensi panjang, pola pertumbuhan, dan faktor kondisi. Distribusi
frekuensi panjang merupakan hal utama yang dilakukan dalam penentuan aspek
pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Selang kelas (mm)
Gambar 3 Diagram batang distribusi frekuensi panjang ikan sembilang
(Plotosus canius) jantan dan betina
0
10
20
30
40
50
0
10
20
30
40
50
0
10
20
30
40
50
Fre
ku
ensi
rel
ati
f (%
)
Jantan Betina
Februari
Maret
April
11
Gambar 3 menunjukkan diagram batang distribusi frekuensi ikan sembilang
(Plotosus canius). Ikan jantan paling banyak tertangkap pada bulan Februari
sebanyak 40% dengan selang kelas 298–329 mm, sedangkan paling sedikit
tertangkap pada bulan Maret sebesar 4% dengan selang kelas 394-425 mm. Ikan
betina paling banyak tertangkap pada bulan April sebanyak 30% dengan selang
kelas 330–361 mm, sedangkan paling sedikit tertangkap pada bulan Maret dengan
selang kelas 202–233 mm, 266–297 mm, dan 394-425 mm.
Aspek pertumbuhan kedua adalah pola pertumbuhan yang mencakup
analisis hubungan panjang dan bobot. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan
jantan diperoleh persamaan W=1,353L0,9803
dengan koefisien determinasi 89,05%.
Ikan betina diperoleh persamaan W=2,0851L0,9013
dengan koefisien determinasi
86,3. Grafik hubungan panjang bobot ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Grafik hubungan panjang bobot ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina
W = 1,353L0,9803
R² = 0,8905
n=65
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600 tJantan
W = 2,0851L0,9013
R² = 0,863
n= 33
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
100 150 200 250 300 350 400 450
Panjang (mm)
tBetina Bob
ot
(gra
m)
12
Hasil analisis faktor kondisi rata-rata ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan adalah sebesar 1,1 dan betina sebesar 1,0. Faktor kondisi ikan jantan
mengalami fluktuasi, sedangkan pada ikan betina cenderung stabil. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Grafik faktor kondisi rata-rata ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina
Kebiasaan makanan
Kebiasaan makanan dalam penelitian ini secara berturut-turut adalah indeks
bagian terbesar, komposisi jenis makanan berdasarkan waktu pengambilan
contoh, luas relung, tumpang tindih, dan indeks kepenuhan lambung. Indeks
bagian terbesar atau komposisi jenis makanan ikan jantan dan betina
menunjukkan bahwa organisme yang paling mendominasi adalah krustasea,
bivalvia dan polychaeta. Diagram pie terhadap komposisi jenis makanan ikan
sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 6.
0.7
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
jjjjs jJantan
0.7
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
Februari Maret April
Waktu pengambilan contoh
Betina
Fak
tor
ko
nd
isi
13
Gambar 6 Komposisi jenis makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan
betina
Hasil komposisi jenis makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan
betina berdasarkan waktu pengambilan contoh menunjukkan bahwa pada
pengambilan contoh bulan Februari, Maret, dan April tertinggi adalah pada jenis
makanan krustasea. Gambar 7 merupakan komposisi jenis makanan terhadap ikan
sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan.
Waktu pengambilan contoh
Gambar 7 Komposisi jenis makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan
betina berdasarkan waktu pengamatan
58%
6%
11%
21%
4%
17%
8%
65%
2% 8%
Bilvavia
Oligochaeta
Crustacea
Algae
Polychaeta
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Februari Maret April
Fre
ku
ensi
rel
ati
f
jjJantan
Februari Maret April
Algae
Polychaeta
Oligochaeta
Bivalvia
Crustacea
bBetina
Jantan
Betina
14
Luas relung ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina masing-
masing sebesar 2,5033 dan 2,1551. Hasil luas relung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas relung ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina
Jantan Betina
Standarisasi relung (Ba) 0,1503 0,2310
Luas Relung (Bi) 2,5033 2,1551
Hasil tumpang tindih antara ikan sembilang jantan dan betina sebesar 0,99.
Tumpang tindih makanan ikan sembilang jantan dan betina yang dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Tumpang tindih makanan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan
betina
Betina Jantan
Betina 1 0,99
Jantan 0,99 1
Indeks kepenuhan lambung merupakan salah satu aspek kebiasaan makan
pada penelitian ini. Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai terbesar dari indeks
kepenuhan lambung berdasarkan waktu pengamatan. Baik pada ikan jantan
maupun betina, nilai ISC tertinggi pada bulan Maret dengan nilai rata-rata ISC
ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina 0,0299 dan 0,0261.
Waktu pengambilan contoh
Gambar 8 Indeks kepenuhan lambung ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan waktu pengamatan
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05jJantan
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
Februari Maret April
jBetina
ISC
15
Aspek reproduksi
Aspek reproduksi dalam penelitian ini secara berturut-turut adalah rasio
kelamin, tingkat kematangan gonad, histologi, ukuran pertama kali matang gonad,
indeks kematangan gonad, fekunditas, dan diameter telur. Rasio kelamin ikan
sembilang (Plotosus canius) dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil yang didapat
terlihat bahwa pada setiap pengambilan contoh jumlah ikan jantan selalu lebih
banyak dibandingan jumlah ikan betina. Perbandingan ikan sembilang (Plotosus
canius) jantan dan betina adalah 2:1.
Gambar 9 Rasio kelamin ikan sembilang pada setiap pengambilan contoh
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu
pengamatan ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina didominasi oleh
TKG IV. Tingkat kematangan gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan waktu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Tingkat kematangan gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan waktu pengamatan
0
1
2
3
Februari Maret April
Pro
po
rsi (J
/B)
Waktu pengambilan contoh
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Februari Maret AprilWaktu pengambilan contoh
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I
Fre
ku
ensi
rel
ati
f
Jantan
Betina
Betina
16
Aspek reproduksi berikutnya adalah penentuan uji histologi. Berikut
merupakan gambar histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan
betina (Gambar 11-13).
Gambar 11 Hasil histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) betina TKG
II. Oosit (Os). Perbesaran 40x dan histologi (scale bar = 500 µm)
Gambar 12 Hasil histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) betina TKG
III. Ootid (Ot), kuning telur/yolk (Y), folikel (Flk). Perbesaran 40x
dan histologi (scale bar = 500 µm)
Gambar 13 Hasil histologi gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan TKG
IV. Sel leydig (L), spermatid (Sd). Perbesaran 40x dan histologi (scale
bar = 500 µm)
17
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Selang Kelas (mm)
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
Aspek reproduksi selanjutnya adalah tingkat kematangan gonad. Grafik
tingkat kematangan gonad ikan sembilang (Plotosus canius) berdasarkan selang
kelas ukuran panjang (mm) disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan
bahwa ikan jantan TKG I dominan tertangkap pada selang kelas 170–201 mm dan
202–233 mm, untuk TKG II berada pada selang kelas 234–265 mm, sedangkan
TKG III dominan tertangkap pada selang kelas 266–297 mm. TKG IV dominan
tertangkap pada selang kelas 298–329 mm, 330–361 mm, 362–393 mm, dan
394–425 mm. Gambar 14 menunjukkan bahwa ikan betina dengan TKG I 170–
201 mm, 202–233 mm, TKG II terdapat pada selang kelas 234–265 mm dan 266–
297 mm. TKG III dominan tertangkap pada selang kelas 298–329 mm. TKG IV
dominan tertangkap pada selang 330–361 mm, 362–393 mm dan 394–425 mm.
Gambar 14 Tingkat kematangan gonad ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina berdasarkan selang kelas
Fre
ku
ensi
rel
ati
f
Jantan
Betina
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
18
Berdasarkan metode Speraman-Karber (Udupa 1986), nilai lm (ukuran
pertama kali matang gonad) ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina
yang didapat sebesar 281 mm dan 308,6 mm. Grafik penentuan ukuran pertama
kali matang gonad dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Ukuran pertama kali matang gonad ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina
Berikut merupakan hasil analisis nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG)
ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina pada bulan Februari–April
2015. Baik pada ikan jantan maupun betina nilai IKG tertinggi berada pada bulan
Maret yaitu 18,7 dan 19,9. Grafik indeks kematangan gonad dapat dilihat pada
Gambar 16.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
180 230 280 330 380 430
JJantan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
180 230 280 330 380 430
Panjang (mm)
jBetina
Fre
ku
ensi
ku
mu
lati
f (%
)
19
Gambar 16 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan
Fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang maupun bobot. Jumlah butir
telur ikan berkisar antara 564–864 butir pada kisaran panjang 301–425 mm dan
pada kisaran bobot ikan 365–448 gram (Gambar 17 dan 18).
Gambar 17 Fekunditas terhadap panjang ikan sembilang (Plotosus canius)
Gambar 18 Fekunditas terhadap bobot ikan sembilang (Plotosus canius)
5
10
15
20
25
30
Jantan
5
10
15
20
25
30
Februari Maret April
Waktu pengambilan contoh
Betina
y = 0.1723x1.4237
R² = 0.6812
200
400
600
800
1000
100 150 200 250 300 350 400 450
Fek
un
dit
as
Panjang (mm)
y = 0.0205x1.7427
R² = 0.4433
200
400
600
800
1000
100 150 200 250 300 350 400 450 500
Fek
un
dit
as
Bobot (gram)
IKG
rata
-rata
20
Diameter telur merupakan salah satu cakupan dari aspek reproduksi.
Berikut merupakan sebaran frekuensi diameter telur ikan sembilang
(Plotosus canius) yang diamati untuk menduga pola pemijahan (Gambar 19).
Gambar 19 menjelaskan sebaran frekuensi diameter telur baik pada TKG III dan
TKG IV, puncak sebaran frekuensi tertinggi pada TKG III terjadi pada selang
kelas diameter telur 2,9–3,1 mm sedangkan pada TKG IV puncak tertinggi berada
pada selang kelas diameter telur 5–5,2 mm.
Gambar 19 Sebaran diameter telur TKG III dan IV ikan sembilang (Plotosus
canius) berdasarkan selang kelas (mm)
Pembahasan
Ukuran panjang total ikan sembilang (Plotosus canius) (Lampiran 1) yang
tertangkap selama pengambilan contoh (Februari–April 2015) di perairan
Singaraja-Majakarta (Lampiran 2) berkisar antara 170-425 mm. Berbeda dengan
penelitian Dewanti et al. (2012) yang dilakukan di Kerobokan Semarang, panjang
ikan sembilang (Plotosus canius) yang tertangkap berkisar antara 370–700 mm.
Ikan sembilang (Plotosus canius) jantan memiliki nilai b=0,9803,
sedangkan ikan betina memiliki nilai b=0,9013. Nilai b yang lebih kecil dari tiga
menunjukkan pertumbuhan alometrik negatif, yang berarti pertambahan panjang
ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobotnya (Effendie 2002).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TKG III
0
5
10
15
20
25
30
Selang kelas (mm)
Fre
ku
ensi
rel
ati
f (%
)
TKG IV
21
Perbedaan pola pertumbuhan dari ikan ini juga dapat terjadi karena adanya
perbedaan faktor internal berupa perbedaan spesies atau genetik, dan faktor
eksternal berupa kondisi lingkungan antara lain suhu, salinitas, waktu
penangkapan, dan ketersediaan makanan (Effendie 2002).
Hasil analisis nilai faktor kondisi rata–rata ikan sembilang (Plotosus canius)
adalah 1,1 dan 1,0. Perbedaan faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis kelamin,
musim, kondisi lingkungan, stres, umur, tingkat kematangan gonad, dan
ketersediaan makanan (Effendie 2002; Olurin & Aderibigbe 2006).
Berdasarkan pengamatan terhadap isi lambung ikan sembilang
(Plotosus canius), kelompok krustasea merupakan organisme yang paling banyak
ditemukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa makanan utama ikan sembilang
(Plotosus canius) adalah krustasea, sesuai dengan penelitian
Fatah dan Asyari (2011) yang menyatakan bahwa makanan utama ikan sembilang
(Plotosus canius) adalah udang yang tergolong kelompok krustasea. Krustasea
merupakan organisme bentik yang pada umumnya menjadi makanan ikan
demersal seperti sembilang.
Relung makanan mengindikasikan sumberdaya makanan yang dimanfaatkan
oleh suatu organisme (Pianka 1981 dalam Anakotta 2002). Nilai dari luas relung
jantan dan betina yaitu 2,5033 dan 2,1551. Luas relung makanan yang besar
mengindikasikan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lebih beragam.
Sebaliknya jika luas relung makannya sempit atau kecil berarti ikan cenderung
lebih selektif terhadap makanan tertentu (Anakotta 2002).
Hasil nilai tumpang tindih antara ikan sembilang (Plotosus canius) jantan
dan betina sebesar 0,99. Nilai relung yang tinggi (mendekati satu) menunjukkan
bahwa ikan jantan dan betina memiliki jenis makanan yang cenderung sama.
Indeks kepenuhan lambung merupakan indikator untuk menunjukkan aktivitas
makan ikan. Hasil nilai terbesar indeks kepenuhan lambung terdapat pada bulan
Maret dengan nilai rata–rata ikan jantan dan betina 0,0299 dan 0,0261. Hal
tersebut diduga karena pada bulan Maret ikan sembilang (Plotosus canius) lebih
aktif mencari makan untuk persiapan masa pemijahan.
Rasio kelamin ikan sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina yaitu 2:1.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu populasi, perbandingan ikan
jantan dan betina diharapkan dalam keadaan seimbang (Purwanto et al. 1986).
Selain itu, penyimpangan dari kondisi ideal diduga terjadi karena perbedaan pola
tingkah laku antara ikan jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas, kondisi
lingkungan dan penangkapan (Hermawansyah 2007). Sulistiono et al. (2001)
menyatakan bahwa perbedaan jumlah ikan betina dan jantan yang tertangkap
berkaitan dengan pola ruaya ikan, baik untuk memijah maupun untuk mencari
makan.
Perkembangan gonad menuju matang merupakan bagian dari reproduksi
ikan sebelum terjadi pemijahan. Sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada
perkembangan gonad. Pengamatan kematangan gonad dapat diketahui
perkembangan gonad secara histologi dan morfologi (Effendie 2002). Selama
penelitian, TKG III dan IV ditemukan cukup mendominasi baik pada ikan
sembilang (Plotosus canius) jantan ataupun ikan betina, hal ini diduga terdapat
beberapa ikan yang sudah siap untuk memijah. Ditemukannya ikan yang sudah
mencapai TKG III dan IV dapat menjadi indikator adanya ikan yang memijah
pada perairan tersebut (Suhendra dan Merta 1986). Perbedaan musim pemijahan
22
ikan dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi musim hujan tahunan, letak geografis
dan kondisi lingkungan (Mayunar dan Ahmad 1994).
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan dan betina dianalisis dengan menggunakan metode Spearman-Karber.
Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan hasil Lm 281 mm (Lampiran 3) dan
306,8 mm (Lampiran 4). Nilai indeks kematangan gonad ikan sembilang
(Plotosus canius), baik pada ikan jantan maupun betina yang tertinggi terdapat
pada bulan Maret, yaitu dengan nilai IKG rata-rata 18,73 dan 19,996. Nilai IKG
ikan jantan lebih kecil dari ikan betina, hal ini sesuai dengan penelitian
Slamet et al. (2010) dalam Alamsyah et al. (2012) yang menyatakan bahwa ikan
jantan umumnya mempunyai nilai IKG yang lebih rendah dibandingan dengan
ikan betina.
Fekunditas merupakan jumlah telur yang terkandung di dalam ovarium yang
siap dikeluarkan saat ikan memijah. Fekunditas terbagi menjadi dua macam yaitu
fekunditas individu (mutlak) dan fekunditas total (Nikolsky 1963). Fekunditas
ikan sembilang (Plotosus canius) dianalisis menggunakan data panjang dan bobot
ikan pada TKG III dan IV. Fekunditas ikan sembilang (Plotosus canius) betina
berkisar antara 540–822 butir pada kisaran panjang 301–425 mm dan kisaran
bobot ikan 362–448 gram.
Pola pemijahan ikan sembilang (Plotosus canius) ditentukan berdasarkan
analisis ukuran diameter telurnya. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa pola pemijahan ikan sembilang (Plotosus canius) bertahap (partial
spawner). Perbedaan musim pemijahan ikan disebabkan oleh adanya fluktuasi
musim hujan tahunan, letak geografis dan kondisi ikan
(Mayunar dan Ahmad 1994). Kisaran selang kelas data diameter telur ikan
sembilang (Plotosus canius) yaitu 1,7–5,5 mm. Puncak sebaran diameter telur
pada TKG III berada pada selang kelas 2,9–3,1 mm, puncak sebaran diameter
telur pada TKG III berada pada selang kelas. Berbeda dengan penelitian
Dewanti et al. (2012), yang menghasilkan data diameter telur ikan sembilang
(Plotosus canius) yang didapat berkisar antara 0,1–0,8 cm yang dilakukan di
Kerobokan Semarang. Terjadinya perbedaan ukuran diameter telur ikan
disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi lingkungan (Poojary et al. 2011).
Menurut Sjafei et al. (2008), tingkat perkembangan testis I (awal
pertumbuhan) berbentuk buli-buli kecil yang halus dan berwarna putih susu
bening. Secara histologi perkembangan testis I terlihat jaringan ikat lebih
dominan, tingkat ini dikatakan belum matang atau immature. Pada perkembangan
testis II (berkembang) terlihat dari ukuran testis lebih besar dan kelompok buli–
buli yang kecil mengisi 1/5 dari rongga perut, berwarna putih susu bening dengan
permukaan licin. Hasil histologi terlihat bahwa jaringan ikat semakin sedikit.
Pada perkembangan testis III (dewasa) ditunjukkan dengan ciri kelompok buli–
buli yang semakin membesar dan telah mengisi 1/4 dari rongga perut. Pada
perkembangan testis (matang) dicirikan dengan ukuran testis semakin membesar
dan mengisi 1/3 dari rongga perut. Kelompok buli–buli semakin besar dan
berwarna putih susu pekat. Hasil TKG IV ikan sembilang (Plotosus canius)
jantan ditunjukkan oleh ukuran testis yang sudah membesar dan kelompok buli–
buli yang semakin besar dan pejal (Gambar 16). Tingkat kematangan ini
ditemukan pada kisaran ukuran panjang ikan 298–425 mm.
23
Perkembangan kematangan gonad ikan betina secara histologi disajikan
pada Gambar 14 dan 15. Menurut Sjafei et al. (2008), tingkat perkembangan
ovarium I (awal pertumbuhan) dicirikan bahwa ovarium berwarna putih
kekuningan dengan permukaan yang licin. Secara histologi ovarium didominasi
oleh oogonium. Inti sel berbentuk bulat, berada di tengah dan dikelilingi
fitoplasma. Pada perkembangan ovarium II (berkembang terlihat dari ovarium
berwarna kuning terang. Secara histologi terlihat bahwa oogonoium sebagian
besar telah berkembang menjadi oosit primer, fase ini disebut maturation. Pada
perkembangan ovarium III (dewasa) ditunjukkan dengan ciri bahwa ovarium
berwarna kuning terang. Secara histologi terlihat bahwa jumlah oosit primer
semakin bertambah. Pada tahap ini dimulai fase pematangan (maturing). Pada
perkembangan ovarium IV (matang) dicirikan dengan ovarium bertambah besar,
mengisi 2/3 rongga perut.
Dilihat dari sisi histologi ovarium fase IV didominasi oleh ootid dan ovum.
Dari hasil pengamatan uji histologi, didapatkan hasil TKG IV dari ikan sembilang
(Plotosus canius) betina, hal tersebut ditunjukkan oleh ovarium yang berbentuk
bulat oval, gonad telah membesar, terlihat matang serta tampak rongga-rongga
tempat pelepasan gonad. Tingkat kematangan ini ditemukan pada kisaran ukuran
panjang ikan betina 298–425 mm. Ikan yang berada pada tahap perkembangan ini
merupakan ikan yang siap untuk melakukan pemijahan.
Upaya pengelolaan ikan sembilang (Plotosus canius) yang dapat
direkomendasikan, yaitu tidak menangkap ikan sembilang (Plotosus canius) pada
bulan Maret, karena pada bulan tersebut merupakan puncak pemijahan ikan
sembilang (Plotosus canius). Selain itu, ukuran ikan yang ditangkap harus lebih
besar dari nilai ukuran pertama kali matang gonad, yaitu 281 mm pada ikan jantan
dan 308,6 pada ikan betina. Hal ini dilakukan agar ikan sembilang (Plotosus
canius) yang pertama kali matang gonad memiliki kesempatan untuk memijah
terlebih dahulu, sehingga keberadaan ikan ini di perairan Singaraja–Majakerta
tetap lestari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa pola pertumbuhan ikan
sembilang (Plotosus canius) yaitu alometrik negatif. Hasil faktor kondisi yang
didapat adalah ikan jantan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan betina.
Jenis makanan utama ikan sembilang (Plotosus canius) adalah krustasea, hasil
tumpang tindih mengindikasikan bahwa tingginya persaingan antara ikan jantan
dan betina dalam memperoleh jenis makanan yang sama. Perbandingan ikan
sembilang (Plotosus canius) jantan dan betina yang diperoleh tidak dalam kondisi
seimbang (Lampiran 5). Ikan jantan lebih cepat mencapai matang gonad, dimana
ukuran pertama kali matang gonad ikan jantan dan betina adalah 281 dan 308,6
mm. Ikan ini memiliki fekunditas berkisar 564–864 butir, dan pola pemijahan
ikan sembilang (Plotosus canius) adalah bertahap (partial spawner).
24
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai berbagai aspek ikan
sembilang (Plotosus canius) dan dikaitkan dengan kondisi perairan sehingga
informasi yang didapat lebih lengkap. Penangkapan ikan ini harus dengan
pengelolaan yang didasari berbagai aspek biologi reproduksi sehingga
sumberdaya ikan ini di perairan Singaraja-Majakerta dapat berkelanjutan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah SA, Sara L, Mustafa A. 2013. Studi biologi reproduksi Ikan Kerapu
Sunu (Plectropomus areolatus) pada musim tangkap. Jurnal Mina Laut
Indonesia, 1(1): 7383.
Anakotta ARF. 2002. Studi kebiasaan makanan ikan-ikan yang tertangkap di
sekitar ekosistem mangrove Pantai Oesapa dan Oebelo Teluk Kupang-Nusa
Tenggara Timur. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Andriani H, Brown A, Rengi P.2015. Studi teknologi alat tangkap jaring
sembilang yang menggunakan tuasan di Desa Pematangan Sei Baru
Kecamatan Tanjung Balai Asahan Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera
Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 20(1): 32–42.
Ball DV, Rao KV. 1984. Marine Fisheries. New Delhi: Graw Hill Publishing
Company Limited.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap dan
Budidaya Tambak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. [internet]. [diacu
2016 April 5]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id/perikanantangkap.
Byrkjedal I, Thompson DBA. 1998. Tundra Plovers, The Eurasian, Pacific and
Anerican Golden Plovers and Grey Plover. T and AD Poyser. London: 412p
Colwell RK, Futuyma RJ. 1971. On the measurement of nice breadth and overlap.
52(4):567–576.
Dewanti YR, Irwani, Rejeki S. 2012. Studi reproduksi dan morfometri ikan
sembilang (Plotosus canius) betina yang didaratkan di pengepul wilayah
Krobokan Semarang. Journal of Marine Research, 1(2): 135–144.
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Edisi revisi. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusatama.
Fatah K, Asyari. 2001. Beberapa aspek biologi ikan sembilang (Plotosus canius)
di Perairan Estuaria Banyuasin, Sumatra Selatan. Bawal, 3(4).11–17.
Gosner LK. 1971. Guide To Identification Of Marine And Estuarine Invertebrate.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Harteman E. 2015. Korelasi panjang-berat dan faktor kondisi ikan sembilang
(Plotosus canius) di estuaria Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewan
Tropika, 4(1).6–11.
Mayunar, Ahmad T. 1994. Pemantauan musim, fekunditas telur ikan kerapu
macan (Ephinepphelus fuscoguttatus) dari hasil pemijahan alami dalam
kelompok. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 3: 39–47.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes.New York: Academic Press.
26
Olurin KB, Aderibigbr OA. 2006. Length and weight relationship and condition
factor of pond reared juvenile Oreochromis niloticus. Word Journal of
Zoology, 1(2): 82–85.
Poojary N, Tiwari LR, Chakraborty SK. 2011. Stock assessment of the Indian
scad, Decapterus russeli (Ruppel, 1830) from Mumbai Waters. India
Journal of Geo Marine Science, 40(5): 680–686.
Purwanto G, Bob WN, Bustaman S. 1986. Studi pendahuluan keadaan dan
perbandingan kelamin ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan
sekitar Teluk Biru dan elpaputih Pulau Seram. Jurnal Penelitian Perikanan
Laut, (34): 69–78.
Rachman A, Herawati T, Hamdani H. 2012. Kebiasaan makanan dan luas relung
ikan di Cilalawi Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa
Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(2): 79-87. ISSN: 2088-3137.
Sjafei DS, Simanjuntak CPH, Rahardjo MF. 2008. Perkembangan kematangan
gonad dan tipe pemijahan ikan selais (Ompok hypopthalmus) di rawa
banjiran sungai Kampar Kiri, Riau. Jurnal Iktiologi Indonesia, 8(2):
93–100.
Spataru P, Viveen WJAR, Gophen M. 1987. Food Composition of Clarias
gariepinus in Lake Kinneret (Israel). Hydrobiologia. 144(1): 77-82.
Suhendra T, Merta IGS. 1986. Hubungan panjang berat, tingkat kematangan
gonad, dan fekunditas ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan
Sorong. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 34: 11–19.
Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabe S. 2001. Kematangan Gonad
Beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetraodon lunaris, Tetraodon fluviatilis,
Tetraodon reticularis) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal
Iktiologi Indonesia, 1(2): 25–30.
Suryaningsih S. 2014. Pemanfaatan belatung ampas tahu sebagai pakan alternatif
untuk peningkatan produksi ikan lele dumbo bagi petani ikan Desa Pingit,
Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara. [disertasi]. Purwokerto:
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman.
Udupa KS. 1986. Statistical Method of Estimating The Size at First Matury in
Fishes. Fishbyte, 63(4): 559–566.
Walpole RS. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
27
LAMPIRAN
Lampiran 1 Ikan sembilang (Plotosus canius)
Sumber: Dokumen pribadi (2016)
Lampiran 2 Perairan Desa Majakerta, Kecamatan Balongan, Indramayu
28
Sumber: Dokumen pribadi (2015)
Lampiran 3 Data pertama kali matang gonad (Lm) ikan sembilang
(Plotosus canius) jantan
m 2,4487
1,9600 0,0037 0,0073 0,007323
antilog(m) 280,9977
Lm 281,0050
Lampiran 4 Data pertama kali matang gonad (Lm) ikan sembilang
(Plotosus canius) betina
m 2,4894
1,9600 0,0018 0,0034 0,003439
antilog(m) 308,6234
Lm 308,6269
29
Lampiran 5 Uji chi square terhadap rasio kelamin jantan dan betina pada ikan
sembilang (Plotosus canius)
TKG Jantan Betina ei
(oi-ei)^2/ei
jantan
(oi-ei)^2/ei
betina
1 13 8 10,5000 0,5952 0,5952
2 17 6 11,5000 2,6304 2,6304
3 8 5 6,5000 0,3462 0,3462
4 27 14 20,5000 2,0610 2,0610
Xhit 11,2656
Xtab 3,1824
Keputusan : Xhit > Xtab, maka tolak H0
Kesimpulan : Proporsi kelamin ikan sembilang jantan dan betina tidak seimbang
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bekasi pad tanggal 27 Juni 1993 dari pasangan
Bapak Zafar Sodikin dan Ibu Nunung Nurjanah. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
ditempuh di SD As-Syafiiyah (2001), SDIT Al-Ichwan (2005),
SMPI Al-Azhar 16 (2008), dan SMA Al-Muslim (2011). Pada
tahun 2011 Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD), kemudian
diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis
aktif mengikuti beberapa kegiatan intra kampus di antaranya menjadi ketua
angkatan Manajemen Sumberdaya Perairan angkatan 48, anggota Himpunan
Profesi Manajemen Sumberdaya Perairan Institut Pertanian Bogor (HIMASPER
IPB) dan beberapa kepanitian di antaranya Festival Air 2013. Penulis juga aktif
dikegiatan ekstra kampus yaitu menjadi sekertaris umum Satuan Pelajar dan
Mahasiswa Pemuda Pancasila (SAPMA PP).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Penulis melakukan penelitian yang berjudul “ spek Biologi kan sembilang
(Plotosus canius, Bleeker 1858) di Perairan Pantai Singaraja-Majakerta,
Indramayu, Jawa Barat”.