askep rinitis alergi dan urtikaria kel. iii

40
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RHINITIS ALERGI OLEH: KELOMPOK III ANDI NUR RAHMAD ANDI JUNAIDA MARIA GORETY BAHI 1

Upload: andhy

Post on 19-Feb-2016

122 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

rinitis alergi dan urtikaria

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENDENGAN RHINITIS ALERGI

OLEH: KELOMPOK III

ANDI NUR RAHMADANDI JUNAIDAMARIA GORETY BAHI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK) JALUR KERJASAMA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

20151

Page 2: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di

masyarakat dan golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul

akibat reaksi imunologis terhadap alergi lingkungan. Walaupun faktor

lingkunan merupakan faktor penting, faktor genetik dalam manifestasi alergi

tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu

menunjukkan bahwa sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan

sebelumnya. Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering

dijumpai di masyarakat

Rhinitis alergi (hay fever,polinosis)merupakan bentuk alergi

respiratorius yang paling sering ditemukan dan prevalensinya antara 10-15%

dari masyarakat ( Brunner & Sudarth, 1996 )

Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan

kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya

disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik

gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan

(elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan

oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Dalam istilah awam

lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. Meskipun pada

umumnya penyebab urtikaria diketahui karena rekasi alergi terhadap alergen

tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak diketahui penyebabnya secara

signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah faktor, baik

imunologik dan nonimunologik, dapat terlibat dalam patogenesis terjadinya

urtikaria. Urtikaria dihasilkan dari pelepasan histamin dari jaringan sel-sel

mast dan dari sirkulasi basofil. Faktor-faktor nonimunologik yang dapat

melepaskan histamin dari sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia,

beberapa obat-obatan (termasuk morfin dan kodein), makan makanan laut

seperti lobster, kerang, dan makanan-makanan lain, toksin bakteri, serta

2

Page 3: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan terlibat lebih sering pada

urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling sering

adalah reaksi hipersensitivitas tipe I yang distimulasi oleh antigen polivalen

yang mempertemukan dua molekul Ig E spesifik yang mengikat sel mast

atau permukaan basofil.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Mahasiswa mengetahui tentang berbagai alergi yang dapat

ditimbulkan, terutama padaRhinitis Alergi dan Urtikaria. Mulai

dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul, serta

penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit tersebut.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada

pasien    dengan gangguan sistem imunologi : Rinitis alergi dan

Urtikaria

2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan Rinitis

alergi dan Urtikaria

3. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan Rinitis alergi

dan Urtikaria

4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai dengan

rencana keperawatan Rinitis alergi dan Urtikaria

5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan Rinitis

alergi Urtikaria

3

Page 4: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

BAB II

TINJAUN TEORI

KONSEP MEDIS RINITIS ALERGI

2.1 Definisi

Rhinitis alergi adalah suatu bentuk inflamasi pada mukosa hidung

dan merupakan gangguan tersering pada orang dewasa yang menyerang

bagian hidung dan sinus ( Stedman, 2003 )

Rhinitis alergi adalah salah satu bentuk rhinitis yang mekanismenya

secara umum melaluisystem imun,atau IgE secara khusus.

Rhinitis alergi (hay fever,polinosis)merupakan bentuk alergi

respiratorius yang paling sering ditemukan dan prevalensinya antara 10-15%

dari masyarakat ( Brunner & Sudarth, 1996 )

Berdasarkan lama dan seringnya gejala, rhinitis alergi

diklasifikasikan sebagai

1. Rinitis Alergi Intermiten; yaitu bila gejala berlangsung kurang dari 4

hari per minggu dan lamanya kurang dari empat minggu.

2. Rinitis Alergi Persisten; yaitu bila gejala berlangsung lebih dari 4 hari

per minggu dan lamanya lebih dari empat minggu.

3. Derajatnya dikatakan sedang atau berat bila gejalanya mengganggu

kualitas hidup penderitanya.

2.2 ETIOLOGI

1. Genetik

2. Tepung sari bunga atau

ilalang

3. Bulu binatang

4. Bahan pakaian (mis:wool)

5. Makanan

6. Benda-benda berdebu

7. Asap

4

Page 5: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

2.3 Pathofisiologi

Beberapa orang memiliki kecenderungan alergik. Alergi semacam ini disebut

alergi atopik karena disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak lasim.

Kecenderungan alergi ini diturunkan secara genetis dari orangtua ke anak dan ditandai

dengan adanya sejumlah besar antibodi IgE dalam darah. Antibodi ini disebut reagen

atau antibodi tersensitisasi untuk membedakannya dengan antibodi IgE yang lebih

umum. Bila suatu alergen ( yang didefinisikan sebagai suatu antigen yang bereaksi

secara spesifik dengan antibodi reagin IgE tipe spesifik ) memasuki tubuh, maka terjadi

reaksi alergen – reagin dan kemudian terjadi reaksi alergi.

Sifat khusus antibodi IgE adalah adanya kecenderungan yang kuat untuk

melekat pada sel mast dan basofil. Satu sel mast dapat mengikat sampai setengah juta

molekul antibodi IgE. Bila suatu alergen berikatan dengan dengan beberapa antibodi

IgE yang melekat pada sel mast atau basofil, maka ini menyebabkan perubahan segera

pada membran sel mast atau basofil, mungkin disebabkan oleh efek fisik molekul

antibodi yang dapat mengubah membran sel. Pada setiap saat, banyak sel mast dan

basofil yang pecah, ada juga yang segera melepaskan substansi khusus sperti histamin.

Substansi ini menyebabkan beberapa efek seperti dilatasi pembuluh darah setempat,

penarikan eosinofil dan neutrofil menuju tempat yang reaktif, peningkatan

permeabilitas kapiler dan hilangnya cairan kedalam jaringan dan kontraksi otot polos

lokal. Oleh karena itu terjadi berbagai respons jaringan, tergantung tempat reaksi

alergen – reagin terjadi.

Pada rhinitis, reaksi alergen – reagin terjadi dalam hidung. Histamin yang

dilepaskan sebagai respon terhadap reaksi, menimbulkan dilatasi pembuluh darah

stempat, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Kedua efek ini menimbulkan kebocoran cairan yang cepat

kedalam rongga hidung dan kedalam jaringan hidung yang lebih dalam, dan saluran

hidung menjadi bengkak dan penuh dengan sekret, terjadi iritasi dan bersin – bersin

yang khas.

Page 6: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

Patway Rinitis Alergi

2.4 Manifestasi Klini

Page 7: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

1. Sakit kepala

2. Iritasi hidung

3. Sekret hidung yang encer dan

jernih

4. Kongesti nasal

5. Mata berair

6. Bersin-bersin

7. Batuk kering

8. Suara parau

9. Nyeri pada sinus para nasal

10. Epitaksis

11. Rasa gatal pada hidung,kadang

pula pada tenggorokan dan

palatum

12. mole

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian

pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali

menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu

macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau

ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung,

walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan

pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan

kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi

makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri

(Irawati, 2002).

2. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji

intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point

Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen

dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain

alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat

diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas

kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan

provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh

dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai

diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati

reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu

Page 8: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis

makanan (Irawati, 2002).

2.5 Penatalaksanaan

1. Terapi Penghindaran

Dalam terapi penghindaran,setiap usaha harus dilakukan untuk

menghilangkan allergen. Tindakan sederhana dan control lingkungan sangat efektif

untuk mengurangi gejala. Contoh tindakan ini adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan air conditioner

b. Lingkungan yang bebas debu/asap.

c. Pasien yang memiliki riwayat rinitis harus menghindari kontak dengan orang

yang sedang terinfeksi.

d. Ajarkan pasien menjaga kebersihan diri dan teratur mencuci tangan.

e. Pasien dianjurkan memperbanyak istirahat dan juga intake cairan yang

adekuat.

2. Farmakoterapi

a. Antihistamin

Merupakankelompok utama obat yang diprogramkan untuk mengatasi

gejala rhinitis alergi.Efek samping utama dari kelompok ini adalah

sedasi.Antihistamin oral mudah diserap.Paling efektif jika diberi pada keadaan

timbulnya gejala pertama karena mencegah terjadinya gejala baru dengan

menghambat kerja histamine pada reseptor –H1.

Contoh antihistamin: dipenhidramin,klorfeniramin,prometazin

a. Preparat Adrenergik

Merupakanvasokontriktorpembuluh darah mukosa,dapat diberikan secara

oral maupuntopical (tetesan dan semprotan).Pemberian secara topical lebih

minimal efek samping dibandingkan per oral. Contohpreparat adrenergik:

pseudoefedrin, phenilefrin, hidroklorida.

b. Natrium kromolin intranasal.

Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara menstabilkan sel mast

dan menghambat pelepasan histamine serta mediator lainnya dalam respon

alergi.Preparat ini digunakan sebagai profilaksis sebelum seseorang

terpajan allergen.

c. Kortikosteroid

Page 9: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

Preparat kortikosteroid intranasal merupakan indikasi bagi kasus-

kasus alergi yang lebih berat dan kasus rhinitis persisten yang tidak bisa

diatasi dengan terapi konvensionalseperti dekongestan,antihistamin,dan

kromolin intranasal. Contoh: beklometason,dexametason, flunisolid,

triamnisolon.

d. Imunotherapy

Indikasi hanya jika hipersensitivitas IgE ( hipersensitivitas tipe I )

terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari oleh

pasien ( debu rumah, serbuk sari )

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RHINITIS ALERGI

2.6 Pengkajian

1. Riwayat sakit sekarang

Klien mengungkapkan gejala :

a. Sakit kepala bersin – bersin yang kerapkali bersifat serangan mendadak

b. Ingus yang encer serta berair

c. Mata dan hidung terasa gatal

d. Lakrimasi

e. Suara parau

2. Riwayat sebelumya

a. Alergi pada pasien atau anggota keluarganya

b. Pemeriksaan alergi

c. Riwayat penggunaan obat

d. Apa yang dirasakan pasien sebelum gejalanya muncul dengan jelas seperti

pruritus, masalah pernapasan dan rasa kesemutan

3. Pemeriksaan fisik

Mungkin ditemukan adanya suara parau, mengi, biduran, ruam, eritema atau edema.

4. Kaji setiap hubungan antara masalah emosional atau stress dan terpicunya gejala

alergik

2.7 Diagnosa Keperawatan ( NANDA )

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

oleh mukus yang berlebih

2. Ansietas berhubungan dengan terpajannya alergen

Page 10: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

2.8 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

oleh mukus yang berlebih

Hasil NOC :

a. Pencegahan aspirasi

b. Status pernapasan : kepatenan jalan napas

c. Status pernapasan : ventilasi

Tujuan / kriteria evalusi ( NOC )

a. Menunjukan pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh

pencegahan aspirasi; status pernapasan : kepatenan jalan napas ; dan status

pernapasan : ventilasi tidak terganggu.

b. Menunjukan status pernapasan : kepatenan jalan napas, yang dibuktikan oleh

indikator gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1 – 5 : gangguan ekstrem, berat,

sedang, ringan, atau tidak ada gangguan ) :

1) Kemudahan bernapas

2) Pergerakan sputum keluar dari jalan napas

3) Mengeluarkan sekret yang efektif.

4) Batuk efektif

5) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih.

6) Mempunyai irama dan frekwensi pernapasan dalam rentang normal

Intervensi NIC :

a. Manajemen jalan napas : memfasilitasi kepatenan jalan udara

b. Pengisapan jalan napas : mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan

memasukan kateter pengisap kedalam jalan napas oral atau thrakea.

c. Pengaturan posisi : mengubah posisi atau bagian tubuh klien secara untuk

memfasiltasi kesejateraan fisiologis dan psikologis.

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

Kaji dan dokumentasikan hal – hal berikut ini :

a. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain

b. Keefektifan obat resep

Page 11: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

c. Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus kental dan

keletihan.

d. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan

atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan.

e. Pengisapan jalan napas

Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau thrakea`

Pantau status oksigen pasien

Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan

Penyuluhan untuk pasien / keluarga

a. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung ( misalnya, oksigen )

b. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok didalam

ruangan perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok.

c. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk

memudahkan pengeluaran sekret.

d. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti

warna, karakter, jumlah dan bau.

e. Pengisapan jalan napas : instruksikan kepada klien dan atau keluarga tentang

cara pengisapan jalan napas, jika perlu

Aktivitas kolaboratif

a. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu

b. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan

pendukung.

c. Berikan udara atau oksigen yang telah dihumidifikasi ( dilembabkan ) sesuai

dengan kebijakan institusi.

d. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonik dan perawatan

paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi.

e. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.

Aktivitas lain

a. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret

b. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan

kecemasan dan meningkatkan kontrol diri.

Page 12: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

c. Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal

rongga dada, misalnya bagian kepala tempat tidur ditinggikan 450 kecuali ada

kontraindikasi

d. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret

2. Ansietas berhubungan dengan terpajannya alergen

Hasil NOC :

a. Tingkat ansietas : keparahan manifestasi kekhawatiran, ketegangan atau

perasaan tidak tenang yang muncul dari sumber yang tidak dapat diidentifikasi

b. Pengendalian diri terhadap ansietas : tindakan personal untuk menghilangkan

atau mengurangi perasaan khawatir, tegang atau perasaan tidak tenang akibat

sumber yang tidak dapat diidentifikasi

c. Konsentrasi : kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu

d. Koping : tindakan personal untuk mengatasi stressor yang membebani sumber

– sumber individu.

Tujuan / kriteria evalusi ( NOC )

a. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan sampai

sedang, dan selalu menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas,

konsentrasi dan koping.

b. Menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh

indikator gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1 – 5 : tidak pernah, jarang,

kadang – kadang, sering atau selalu ) :

1) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan

2) Mempertahankan performa peran.

3) Memantau manifestasi perilaku ansietas

4) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas.

Contoh lain, pasien akan :

1) Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan

2) Menunjukan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan

ketrampilan yang baru.

3) Mengidentifikasi gejala yang merupakan indikator ansietas pasien sendiri.

4) Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif secara tepat.

5) Memiliki tanda – tanda vital dalam batas normal.

Intervensi NIC :

Page 13: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

a. Bimbingan antisipasi : mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan

krisis perkembangan dan atau situasional.

b. Penurunan ansietas : meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau

perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang

diantisipasi dan tidak jelas.

c. Teknik menenangkan diri : meredakan kecemasan pada pasien yang

mengalami distress akut.

d. Peningkatan koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi

stressor, perubahan atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan

peran hidup.

e. Dukungan emosi : memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan atau

dukungan selama masa stress.

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik.

b. Kaji untuk faktor budaya ( misalnya, konflik nilai ) yang menjadi penyebab

ansietas.

c. Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil

menurunkan ansietas dimasa lalu.

d. Reduksi ansietas : menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien.

Penyuluhan untuk pasien / keluarga

a. Buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis, termasuk kebutuhan

untuk pengulangan, dukungan dan pujian terhadap tugas – tugas yang telah

dipelajari.

b. Informasikan tentang gejala ansietas

c. Ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara serangan panik dan

gejala penyakit fisik.

Aktivitas kolaboratif

Penurunan ansietas : berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.

Aktivitas lain

a. Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang dan berikan

ketenangan serta rasa nyaman.

Page 14: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

b. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan

perasaan untuk mengesternalisasikan ansietas.

c. Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara untuk

mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi

ansietas.

d. Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan serta terapi okupasi

untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus.

e. Coba teknik seperti imajinasi bimbing dan relaksasi progresif.

f. Berikan penguatan positif ketika pasien mampu meneruskan aktivitas sehari –

hari dan aktivitas lainnya meskipun mengalami ansietas.

g. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal

dan nonverbal secara bergantian.

h. Dorong pasien untuk mengespresikan kemarahan dan iritasi, serta izinkan

pasien untuk menangis.

i. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan yang

lebih tenang, kontak terbatas dengan orang lain jika dibutuhkan, serta

pembatasan penggunaan kafein dan stimulan lain.

j. Sarankan terapi alternatif untuk mengurangi ansietas yang dapat diterima oleh

pasien.

k. Singkirkan sumber – sumber ansietas jika memungkinkan.

l. Penurunan ansietas :

1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

2) Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien.

3) Dampingi pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa

takut.

4) Berikan pijatan punggung atau pijatan leher jika perlu.

5) Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan.

6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas.

KONSEP MEDIS URTIKARIA

2.9 Definis

Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi

oleh haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan

seringkali menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)

Page 15: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang

terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine

selama respons peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi.

Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau

gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)

Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai

dengan adanya pembentukan “bilur-bilur” – pembekakan kulit yang dapat hilang

tanpa meninggalkan bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah

merasakan salah satu bentuk urtikaria akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal.

Gambaran patologis yang utama adalah didapatkannya edema dermal akibat

terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons terhadap histamine (dan

mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel mast.(Tony, 2005)

2.10 Etiologi

Etiologi urtikaria. (Harrison, 2005):

1. Gangguan Kulit Primer

a. Dermatografisme

b. Urtikaria solaris

c. Urtikaria dingin

d. Penyakit sistemik

2. Obat-obatan atau Bahan kimia; Penisilin dan derivatnya kemungkinan merupakan

penyebab obat paling sering dari urtikaria akut, tetapi obat-obatan lainnya, apakah

melalui oral, injeksi, inhalasi, atau, topikal juga dapat menyebabkan reaksi

urtikaria.

3. Makanan; Makanan merupakan penyebab yang umum dari urtikaria akut.

Terutama adalah makanan seafood, sedangkan makanan lainnya yang sering

dilaporkan adalah strawberry, cokelat, kacang, keju, telur, gandum, dan susu.

4. Gigitan dan sengatan serangga; Gigitan serangga, sengatan nyamuk, kutu, atau

laba-laba, dan kontak dengan ngengat, lintah, dan ubur-ubur dapat menyebabkan

timbulnya urtikaria.

5. Inhalan; Nasal spray, insect spray, inhalasi dari debu, bulu-bulu binatang atau

karpet, dan serbuk merupakan beberapa faktor pencetus melalui inhalasi.

6. Sindroma Urtikaria Kontak; Respon yang tidak lazim ini dapat diakibatkan karena

kontak antara kulit dengan obat-obatan, bahan kimia, makanan, serangga, hewan,

dan tanaman.

Page 16: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

2.11 Patogenesis

Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria, meskipun

tipe-tipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast kutaneus melepaskan histamin dalam

respon terhadap C5a, morfin, dan kodein. Neuropeptida substansi P (SP), vasoactive

intestinal peptide (VIP), dan somatostatin, neurokinin A dan B, bradikinin, dan

calcitonin gene–related peptide (CGRP), kesemuanya dapat mengaktivasi sel-sel mast

untuk mensekresi histamin. Tidak semua produk biologik potensial tersebut

diproduksi ketika sel mast kutaneus terstimulasi. Permeabilitas vaskuler di kulit

diakibatkan secara predominan oleh reseptor histamin H 1, meskipun reseptor

histamin H 2 juga dapat berperan. Urtikaria disebabkan karena pelepasan histamin,

bradikinin, leuketrien C4, prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif lainnya lainnya

dari sel mast dan basofil di kulit. Substansi-substansi tersebut menyebabkan

ekstravasasi cairan ke kulit, mengakibatkan timbulnya lesi urtikaria. Intensitas

pruritus dari urtikaria adalah hasil dari pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor

histamin H1 pada sel-sel endotel dan otot polos menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler. Sedangkan aktivasi reseptor histaminH2 menyebabkan

vasodilatasi arteriol dan venula.

Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I IgE

diinisiasi oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan cross-link

reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut menyebabkan

pelepasan histamin. Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik,

menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini

menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit kompleks imun tipe III berhubungan

dengan SLE dan penyakit autoimun lainnya yang dapat menyebabkan urtikaria.

Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, serum

sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika substansi

alergenik dalam plasma dari produk darah donor bereaksi dengan antibodi Ig E resipien.

Beberapa obat-obatan (opioids, vecuronium, succinylcholine, vancomycin, dan lain-

lain) juga agen-agen radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast

melalui mekanisme mediasi non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus fisik yang

menyebabkan urtikaria meliputi immediate pressure urticaria, delayed pressure

urticaria, cold urticaria, dan cholinergic urticaria. Terakhir, urtikaria kronik dimana

penyebabnya tidak dapat ditemukan secara signifikan, merupakan idiopatik.

Page 17: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

2.12 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa

biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan

batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih,

dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian

tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga. Diameter lesi

dapat bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2 inchi) sampai dapat sebesar satu piring makan.

Ketika proses oedematous meluas sampai ke dalam dermis dan atau subkutaneus dan

lapisan submukosa, maka ia disebut angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat

terjadi pada lokasi manapun secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya

mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang

pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan

daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat mengenai lidah dan

faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak dan jarang persisten melebihi 24-48

jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.

2.13 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Diagnostik Urtikaria:

1. Urtikaria akut; Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan

2. Urtikaria kronik; jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunan

pemeriksaan laboratorium, radiografik dan atologik berikut ini dapt memberian

petunjuk untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.

Uji Rutin:

1. Pemeriksaan darah, air seni dan tinja rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi

yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam

2. Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen

3. Test kulit, walaupun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu

diagnosis. Uji gores dan uji tusuk dapat digunakan untuk mencari alergen

4. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai

untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu persatu.

2.14 Penatalaksanaan Pasien Urtikaria

1. Saat dibawa ke IGD untuk setiap pasien dengan tanda atau gejala reaksi alergi,

termasuk urtikaria, angioedema, atau syok anafilaksis adalah penting. Urtikaria

akut dapat progresif mengancam nyawa menjadi angioedema dan atau syok

Page 18: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

anafilaksis dalam periode waktu yang sangan singkat, meskipun demikian

biasanya syok rapid-onset tanpa disertai urtikaria atau angioedema.

2. Jika angioedema tampak menyertai urtikaria, pemberian 0.3-0.5 mg epinefrin i.m

dapat diperlukan.

3. Jika bronkospasme muncul, nebulisasi bronkodilator seperti albuterol diperlukan.

4. Penilaian lainnya mungkin diperlukan, seperti EKG serial, monitoring tekanan

darah dan pulse oximetry; berikan kristaloid i.v jika pasien hipotensi; dan berikan

oksigen.

5. Antihistamin, terutama yang menghambat reseptor H1, merupakan terapi lini

pertama urtikaria.  

1) Diphenhydramin dan hydroxyzin adalah H1 blocker yang paling sering

digunakan. Ia beraksi lebih cepat daripada H1 blocker minimal sedatif. Obat-

obatan ini berpotensi sedative, dan pasien sebaiknya tidak diperbolehkan

mengendarai kendaraan dalam 6 jam dari pemberian obat.

2) H1 blocker efektif dalam meredakan pruritus dan rash dari urtikaria akut.

3) H1 blocker sedative minimal yang lebih baru seperti fexofenadine, loratadine,

desloratadine, cetirizine, dan levocetirizine digunakan terutama dalam

manajemen urtikaria kronik dari pada akut. Akan tetapi, jika urtikaria akut

persisten selama > 24-48 jam, antihistamin dengan sedative minimal

sebaiknya diberikan, dengan suplementasi antihistamin sedative jika pruritus

dan urtikaria sukar disembuhkan.

4) Antihistamin H2, seperti cimetidine, famotidine, dan ranitidine, dapat berperan

ketika dikombinasikan dengan antihistamin H1 pada beberapa kasus urtikaria.

Antihistamin H1 dan H2 diduga mempunyai efek sinergis dan sering

memberikan hasil yang lebih cepat dan resolusi lengkap urtikaria daripada

pemberian H1 blocker sendirian, terutama jika diberikan secara simultan

secara I.V.

5) Doxepin adalah antidepressant dan antihistamin yang menghambat reseptor

H1 dan H2 dan mungkin efektif pada kasus yang sulit disembuhkan dalam

dosis 25-50 mg saat tidur atau 10-25 mg 3-4 kali per hari.

6) Glukokortikoid dapat menstabilisasi membran sel mast dan menghambat

pelepasan histamin lebih lanjut. Ia juga mengurangi efek inflamasi dari

histamin dan mediator lainnya.  

Page 19: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

7) Keefektifan dari glukokortikoid pada urtikaria akut masih kontroversial.

Dalam satu kasus, urtikaria akut membaik lebih cepat pada kelompok yang

diterapi dengan prednisone daripada dengan kelompok yang diterapi dengan

placebo.

8) Pada dewasa, prednisone 40-60 mg/hari selama 5 hari. Pada anak-anak, terapi

1 mg/kg/hari selama 5 hari. Tapering off dosis kortikosteroid tidak diperlukan

pada kebenyakan kasus urtikaria akut.

9) Keefektifan epinefrin pada urtikaria akut adalah kontroversial. Jika

angioedema tampak disertai dengan urtikaria, epinefrin 0.3-0.5 mg dapat

diberikan secara i.m. Tetapi harus diingat bahwa ACE-inhibitor–induced

angioedema biasanya tidak berespon terhadap epinefrin atau pada terapi

umum lainnya, karena ia tidak dimediasi IgE.

10) Penggunaan methotrexate, colchicine, dapsone, indomethacin, dan

hydroxychloroquine dapat efektif dalam manajemen vasculitic urticaria.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA

2.15 Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam serta

gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau

kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk mempertimbangkan faktor-

faktor penyebab sebelumnya dan keefektifan berbagai pilihan terapi.

1. Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti:

a. Panas

b. Dingin

c. Tekanan

d. Aktivitas berat

e. Cahaya matahari

f. Stres emosional, atau penyakit kronik (misalnya, hipertiroidisme, rheumatoid

arthritis, SLE, polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera, karsinoma,

limfoma).

2. Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti:

a. diabetes mellitus (DM)

b. insufisiensi ginjal kronik

c. sirosis bilier primer

d. kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).

Page 20: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

3. Tanyakan tentang riwayat angioedema pada keluarga dan pribadi, dimana

urtikaria pada jaringan yang lebih dalam dan dapat mengancam nyawa jika

mengenai laring dan pita suara. Penyebab spesifik angioedema diantaranya

hereditari angioedema (defisiensi C1-inhibitors) dan acquired angioedema

(berhubungan dengan angiotensin-converting enzyme [ACE] inhibitor dan

angiotensin receptor blockers (ARBs). Karakteristik dari angioedema meliputi di

bawah ini: 

1) Vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam daripada yang

tampak pada urtikaria.

2) Pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada

permukaan mukosa dari saluran nafas (bibir, lidah, uvula, palatum molle, dan

laring ) dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri abdomen

berat).

3) Suara serak, merupakan tanda paling awal dari oedem laring (tanyakan pasoen

bila ia mengalami perubahan suara serak)

Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan, seperti

di bawah ini: 

4. Penyakit sekarang (misalnya, demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek, muntah,

diare, nyeri kepala)

5. Pemakaian obat-obatan meliputi penisilin, sefalosporin, sulfa, diuretik,

nonsteroidal anti-inflammatory drugs, iodida, bromida, quinidin, chloroquin,

vancomycin, isoniazid, antiepileptic agents, dll.

6. Intravenous media radiokontras

7. Riwayat bepergian (amebiasis, ascariasis, strongyloidiasis, trichinosis, malaria)

8. Makanan ( kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)

9. Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian

10. Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman

11. Kontak dengan bahan nikel (ex, perhiasan, kancing celana jeans), karet (ex,

sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri

12. Paparan panas atau sinar matahari

2.16 Pemeriksaan Fisik

Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan elevasi

kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi ini dapat terjadi

Page 21: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat berpindah.

Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan ringan).

Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan

menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa. Di antaranya :  

1. Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak

2. Angioedema pada bibir, lidah, atau laring 

3. Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya

hepatitis atau penyakit kolestatik hati

4. Pembesaran kelenjar tiroid

5. Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma

6. Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan penyambung,

rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus (SLE)

7. Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm (asthma)

8. Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur

2.17 Diagnosa Keperawatan (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2010)

Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan

kulit seperti urtikaria adalah sebagai berikut :

1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan

integritas

2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen

3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

Page 22: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

C.   INTERVENSI KEPERAWATAN

No.Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1Potensial terjadinya

infeksi b.d. adanya

luka akibat

gangguan integritas

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

Hasil pengukuran tanda vital dalam

batas normal.

- RR :12-24 x/menit

- N : 70-82 x/menit

- T : 36-37 OC

- TD : 120/85 mmHg

Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi

(kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)

Hasil pemeriksaan laboratorium dalam

batas normal Leuksosit darah : 4.400 –

11.300/mm3

1. Lakukan teknik aseptic dan antiseptic

dalam melakukan tindakan pada pasien

2. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam

3. Observasi adanya tanda-tanda infeksi

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

pemberian diet TKTP

5. Libatkan peran serta keluarga dalam

memberikan bantuan pada klien.

6. Jaga lingkungan klien agar tetap bersih.

1. Dengan teknik septik dan aseptik

dapat mengirangi dan mencegah

kontaminasi kuman.

2. Suhu yang meningkat adalah

imdikasi terjadinya proses infeksi.

3. Deteksi dini terhadap tanda-tanda

infeksi

4. Untuk menghindari alergen dari

makanan.

5. Memandirikan keluarga

6. Menghindari alergen yang dapat

meningkatkan urtikaria.

2 Resiko kerusakan

kulit b.d.  terpapar

alergen

Tujuan :

Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien

Kriteria hasil :

Klien akan mempertahankan integritas

1. Ajari klien menghindari atau

menurunkan paparan terhadap alergen

yang telah diketahui.

2. Baca label makanan kaleng agar

1. Menghindari alergen akan

menurunkan respon alergi.

2. Menghindari dari bahan makanan

Page 23: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

kulit, ditandai dengan menghindari

alergen

terhindar dari bahan makan yang

mengandung alergen

3. Hindari binatang peliharaan.

4. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di

rumah atau di tempat kerja, bila

memungkinkan.

yang mengandung alergen.

3. Binatang sebaiknya hindari

memelihara binatang atau batasi

keberadaan binatang di sekitar

area rumah.

4. AC membantu menurunkan

paparan terhadap beberapa

alergen yang ada di lingkungan.

3 Perubahan rasa

nyaman b.d.

pruritus

Tujuan :

Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan berkurangnya

pruritus, ditandai dengan berkurangnya

lecet akibat garukan, klien tidur

nyenyak tanpa terganggu rasa gatal,

klien mengungkapkan adanya

peningkatan rasa nyaman

1. Jelaskan gejala gatal berhubungan

dengan penyebabnya (misal keringnya

kulit) dan prinsip terapinya (misal

hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-

garuk.

2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan

untuk menghilangkan formaldehid dan

bahan kimia lain serta hindari

menggunakan pelembut pakaian buatan

pabrik.

3. Gunakan deterjen ringan dan bilas

pakaian untuk memastikan sudah tidak

1. Dengan mengetahui proses

fisiologis dan psikologis dan

prinsip gatal serta penangannya

akan meningkatkan rasa

kooperatif.

2. Pruritus sering disebabkan oleh

dampak iritan atau allergen dari

bahan kimia atau komponen

pelembut pakaian.

3. Bahan yang tertinggal (deterjen)

pada pencucian pakaian dapat

Page 24: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

ada sabun yang tertinggal.

4. Jaga kebersihan kulit pasien

5. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian obat pengurang rasa gatal

menyebabkan iritasi.

4. Mengurangi penyebab gatal

karena terpapar alergen.

5. Mengurangi rasa gatal.

4 Gangguan citra

tubuh b.d.

penampakan kulit

yang tidak bagus

Tujuan :

Pengembangan peningkatan

penerimaan diri pada klien tercapai

Kriteria Hasil :

1. Mengembangkan peningkatan

kemauan untuk menerima keadaan

diri.

2. Mengikuti dan turut berpartisipasi

dalam tindakan perawatan diri.

3. Melaporkan perasaan dalam

pengendalian situasi.

4. Menguatkan kembali dukungan

positif dari diri sendiri.

5. Mengutarakan perhatian terhadap

diri sendiri yang lebih sehat.

1. Kaji adanya gangguan citra diri

(menghindari kontak mata,ucapan

merendahkan diri sendiri).

2. Identifikasi stadium psikososial

terhadap perkembangan.

3. Berikan kesempatan pengungkapan

perasaan.

4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan

klien, bantu klien yang cemas

mengembangkan kemampuan untuk

1. Gangguan citra diri akan

menyertai setiap

penyakit/keadaan yang tampak

nyata bagi klien, kesan orang

terhadap dirinya berpengaruh

terhadap konsep diri.

2. Terdapat hubungan antara

stadium perkembangan, citra diri

dan reaksi serta pemahaman klien

terhadap kondisi kulitnya.

3. Klien membutuhkan pengalaman

didengarkan dan dipahami.

4. Memberikan kesempatan pada

petugas untuk menetralkan

kecemasan yang tidak perlu 

Page 25: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

6. Tampak tidak meprihatinkan

kondisi.

7. Menggunakan teknik

penyembunyian kekurangan dan

menekankan teknik untuk

meningkatkan penampilan

menilai diri dan mengenali masalahnya.

5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki

citra diri , spt merias, merapikan.

6. Mendorong sosialisasi dengan orang

lain.

terjadi dan memulihkan realitas

situasi, ketakutan merusak

adaptasi klien .

5. Membantu meningkatkan

penerimaan diri dan sosialisasi.

6. Membantu meningkatkan

penerimaan diri dan sosialisasi.

Page 26: Askep Rinitis Alergi Dan Urtikaria Kel. III

DAFTAR PUSTAKA

Aisah. Urtikaria. Dalam : Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2.

Jakarta : FKUI. 2005: 169-76.

Bruner & Sudarth ( 2002 ) Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3 Edisi 8, Jakarta ;

EGC

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing diagnosis

manual planning, individualizing, and documentary client care edition 3.

Philadelphia: F.A.davis company.

Guyton & Hall. 2014. Buku Ajar fisiologi Kedokteran Edisi keduabelas.Elseiver:

Singapur

Linscott. Urticaria. www.emedicine.com. Diupdate pada tanggal 15 Oktober 1015

Stedman. ( 2001 ) Medical Dictionary Edisi 5, Baltimore ; Walter Healtha

Company

Urticaria. www.wikipedia.com. Diupdate pada tanggal 15 Oktober 1015.

Ahern, Nancy R & Wilkinson, Judith M . 2011.Buku Saku Diagnosa Keperawatan

Edisi 9. 2011. Jakarta; EGC