askep hematemesis melena
TRANSCRIPT
HEMATEMESIS MELENA
A. Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah,
biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley,
2007).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk
segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau
berubah karena enzim dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan
berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan
warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah
berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan
atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan
hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan
menunjukkan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya
darah pada usus halus (Davey, 2005).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah
dapat berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang
tertelan (epistaksis, hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung
pada lamanya kontak dengan asam lambung, darah dapat berwarna
merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan
bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter karena
bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai
hematemesis ( Purwadianto & Sampurna, 2000).
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang
gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
B. Etiologi
1. Kelainan di Esophagus
Varises esophagus
Disebabkan karena pecahnya varises esophagus, penderita tidak
pernah mengeluhkan rasa nyeri atau pefih di epigastrium. Sifat
perdarahannnya spontan dan massif. darah yang dimuntahkan
berwarna kehitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur
dengan asam lambung.
Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus lebih sering menimbulkan perdarahan yang kronis dan
biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum.
Karsinoma esophagus
Sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, hanya
sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak massif.
Sindroma Mallory – Weiss
Sering terjadi pada ibu hamil muda dan pada pecandu alcohol,
sebelum timbul hematemesis didahului dengan muntah hebat yang
pada akhirnya baru timbul perdarahan.
2. Kelainan lambung dan duodenum:
Gastritis Erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak massif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum
muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.
Tukak lambung
Penderita mengalami dyspepsia berupa mual, muntah, nyeri ulu
hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di
epigastrium yang berhubungan dengan makanan. sifat
hematemesis tidak begitu massif dan melena lebih dominan.
3. Penyakit darah: leukemia, anemia, hemofili, limfoma, DIC
(disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia
dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan
saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha
penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas.
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak
dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata
45-50% seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58)
C. Manifestasi Klinis
Muntah darah (hematemesis)
Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
Denyut nadi yang cepat, TD rendah
Akral teraba dingin dan basah
Nyeri perut
Nafsu makan menurun
Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat
menyebabkan terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat,
nyeri dada dan pusing.
D. Patofisiologi
Pembentukan aktif jaringan ikat
Proses regenerasi sel hati dalam bentuk yang terganggu
Kegagalan parenkim hati Hipertensi portal Enselfalopati Ascites
Nafsu makan turun Varises esofagus Penekanan diafragma
Mual-muntah
Perut tak enak Tekanan meningkat Ruang paru menyempit
Kelemahan
Cepat lelah Pembuluh darah pecah
Prubahan nutrisi Sakit perut Hematemisis Melena Sesak nafas
Keseimbangan cairan Gangguan pola nafas
Gangguan perfusi jaringan
Cemas.
E. Pemeriksaan Diagnosis
--- Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita
lemah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis.
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis,
penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian
obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-
lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya
keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala
hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah
dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai
takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian
atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran,
nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala
hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius
seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu
dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider
naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya
kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati
segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti
perkembangan penderita.
--- Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan
esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan
pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum.
emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin,
dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
---Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan,
dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung,
pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
--- Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin
sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas.
Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas
harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk
mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih
baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi:
1. Pengawasan dan pengobatan umum
Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang
menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid
sebaiknya dihindarkan.
Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung
dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam
fisiologis selama belum tersedia darah.
Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran
penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang
dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga
normal.
Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10
mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2
reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai
pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai
tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi
cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air dan
pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung
akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan
terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan
dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-150 ml
sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini
dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin
per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan
splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan
demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu
diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita
penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan
adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita
perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan
SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif,
sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan
kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan
selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan
pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus.
Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5% sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3% sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop
yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan
dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose
umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan
yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas
mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka
dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa
dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti
dan fungsi hari membaik.
G. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus
mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu sehingga setiap
perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati
yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita
seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan,
dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas
dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya
perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan
golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk
mencegah terjadinya sirosis hati.
H. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena
adalah koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai
dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan
neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok
hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah
jantung dan tekanan darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi
paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas), anemi
posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari (Mubin, 2006).
--- Syok hipovelmik
Disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan, dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada
klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
--- Ensefalopati
Terjadi akibat kerusakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di
dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati
terganggu. dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami
kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam
keadaan normal dibuang oleh hati.
PENGKAJIAN HEMATEMESIS DAN MELENA
A. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap penyakit:
hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup : Alkoholisme, kebiasaan makan
B. Pengkajian Umum
1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
2. Eliminasi :
BAB : konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah
hitam, konsistensi pekat, jumlahnya)
BAK : warna gelap, konsistensi pekat
3. Neurosensori : adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi,
koma).
4. Respirasi : sesak, dyspnoe, hipoxia
5. Aktifitas : lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk apa
kasus Perdarahan Gastrointestinal atas menurut Doenges (2000):
Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan.
Tanda: Takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap
aktivitas).
Sirkulasi
Gejala: Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia
(hipovolemia, hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit:
Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah,
kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan
status syok, nyeri akut, respon psikologik).
Integritas Ego
Gejala : Faktor stress akut atau kronis (keuangan, keluarga, kerja),
perasaan tidak berdaya.
Tanda: Tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
Eliminasi
Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena
perdarahan GI atau masalah yang berhubungan dengan GI,
misalnya luka peptic/gaster, gastritis, bedah gaster, radiasi area
gaster, perubahan pola defekasi/ karakteristik feses.
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus: sering
hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan,
karakter feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau
kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatore),
konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida),
haluaran urine: menurun, pekat.
Makanan/Cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga
obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal),
masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam,
mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya,
penurunan berat badan.
Tanda: Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau
tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi
mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin
meningkat.
Neurosensori
Gejala: Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar,
kelemahan, status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu,
rentang dari agak cenderungan tidur, disorientasi/bingung, sampai
pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi/oksigenasi).
Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa
terbakar, perih; nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa
ketidaknyamanan/distress samar-samar setelah makan banyak dan
hilang dengan makan (gastritis akut), nyeri epigastrium kiri
sampai tengah/atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam
setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster), nyeri
epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah
makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau
antasida (ulkus duodenal), tak ada nyeri (varises esophageal atau
gastritis), faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan
obat-obat tertentu (salisilat, reserpin, antibiotic, ibuprofen), stressor
psikologis.
Tanda: Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.
Keamanan
Gejala: Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya ASA.
Tanda: Peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar
(menunjukkan sirosis/hipertensi portal).
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Adanya penggunaan obat resep/dijual bebas yang
mengandung ASA, alcohol, steroid, NSAID menyebabkan
perdarahan GI, keluhan saat ini dapat diterima karena (misalnya
anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misalnya trauma
kepala); flu usus, atau episode muntah berat, masalah kesehatan
yang lama misalnya sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan
makan.
C. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3. Auskultasi :
Paru : normal
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah: Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN,
serum, amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin: BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang: esophagoscopy, endoscopy, USG, CT
Scan.
D. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis meliputi:
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
Jumlah serta warna darah hematemesis.
Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih
tertinggal, potensial aspirasi.
Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk
ke jalan nafas, mencegah renjatan.
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah >
500 cc dan terjadi secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik
yaitu tekanan darah, nadi, pernapasan, temperatur.
Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan
cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius,
kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung
ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang,
menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena
yang berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan
yang terjadi. Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji :
macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi
perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang
terjadi secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya
secara kontinyu menggambarkan perdarahan yang terjadi pada
saluran pencernaan bagian atas dan terjadi pecahnya pembuluh
darah arteri. Jika fase emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya
lakukan pengkajian terhadap :
Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada
klien hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya
varices esofagus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang
sering mengalami asites dan edema.
Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata
cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan
hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit: 3 hari I cair
selanjutnya makanan lunak.
Pola makan klien
BB sebelum terjadi perdarahan
Kebersihan mulut: karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa
perdarahan dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan
ketidaknyamanan.
4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami
kenaikan temperatur sekitar 38-39 derajat Celcius. Pada keadaan pre
renjatan temperatur kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan
sirkulasi. Penumpukan sisa perdarahan merupakan sumber infeksi
pada saluran cerna sehingga suhu tubuh klien dapat meningkat. Selain
itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi sumber infeksi yang
menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan
eliminasi. Yang perlu dikaji adalah:
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine
berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena
perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan
terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji tentang kebersihan
diri, kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun,
mempersiapkan dan melakukan pembilasan lambung, cara
pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara persiapan dan
pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/
pemeriksaan darah.
8. Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul adalah:
Defisit volume cairan b.d perdarahan (kehilangan secara aktif)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
masukan, pembatasan diet dan peningkatan laju.
Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut. atau spasme otot dinding
perut.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang / salah interpretasi informasi tentang
penyakit.
Ansietas b.d sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun
kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial
atau ketidakmampuan yang permanen.
DIAGNOSAKEPERAWATAN
T U J U A N INTERVENSI RASIONAL
1. Kekurangan volume cairan b.d perdarahan akut
Kebutuhan cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam :
Kriteria : Tanda vital dalam
batas normal TD : 120/80RR : 16-20x/menitN : 60-100x/menitS : 36-37° C
Turgor kulit normal. Membran mukosa
lembab. Produksi urine
output seimbang(1 ml/kgBB/hari)
Muntah darah dan berak darah berhenti
Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase
Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungki.
Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.
Tinggikan kepala tempat tidur selama perawatan
Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster; darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises
Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi
Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.
Mencegah refluks gaster dan aspirasi dimana dapat
Daftar Pustaka
Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.). Jakarta: EGC.
Hasting, Glen E. 2005. Hematemesis dan Melena. Philadelpia
Junadi, P. 1984. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta.
Long, Phips. 1991. Medical Surgical Nursing. Philadelphia, WB. Sounders.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media Aesculapius.
Mubin (2006). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi (2nd Ed.). Jakarta: EGC.
NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Purwadianto & Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan Praktis (105-110). Jakarta: Binarupa Aksara.
Soeparman. 1984. Ilmu Penyakit Dalam. FK-UI, Jakarta.