artikel-tesis1.pdf

23
1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KELAS I-A PADANG (Neni Vesna Madj id-092 12110 53) A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutu han yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia bekerja, baik pekerjaan yang diusahakan maupun bekerja pada orang lain. Bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi  perintah dan mengutusnya, karen a ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut. 1 Hal ini melahirkan hubungan perburuhan. Menurut Charles D. Drake dalam Aloysius Uwiyono perselisihan antara  pekerja/buruh karena didahului oleh pelanggaran hukum juga dan dapat terjadi karena bukan pelanggaran hukum. Perselisihan perburuhan yang terjadi akibat  pelanggaran hukum pada umumnya diseb abkan oleh karena: 1.) Terjadi perbeda an paham dalam pelaksanaaan hukum perbu ruhan. Hal ini tercermin dari tindakan pekerja/buruh atau pengusaha yang melanggar suatu ketentuan hukum. 2.) Tindakan p engusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis p ekerjaan,  pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin lalu diperlakukan berbeda. Sedangkan perselisihan perburuhan yang terjadi tanpa didahului oleh suatu pelanggaran, umumnya disebabkan oleh: 1. Per bed aan dal am men afsirkan huk um per bur uha n 2. Terjad i karen a ketid aksep emahaman dal am ben tuk per ubahan syara t- syarat kerja. 2 Sistem hukum perburuhan yang berkembang dari industrialisasi di Eropa abad ke-19, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara lain di dunia, pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk menertibkan konflik antara majikan dan buruh 1 H. Zainal Asikin,  Pengertian, Sifat dan Hakikat Hukum Perburuhan dalam Dasar- dasar Hukum Perburuhan, PT. R aja Grasin do Persa da, 1993 , hal. 1. 2 Lalu Husni,  Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan &  Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafi ndo Pers ada, Jaka rta, 2004 , hal. 41-42.

Upload: joni-randi-cha

Post on 10-Oct-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIALPADA PENGADILAN NEGERI KELAS I-A PADANG

    (Neni Vesna Madjid-0921211053)

    A. LATAR BELAKANGDalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,

    untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia bekerja, baik pekerjaanyang diusahakan maupun bekerja pada orang lain. Bekerja pada orang lainmaksudnya adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberiperintah dan mengutusnya, karena ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yangmemberikan pekerjaan tersebut.1 Hal ini melahirkan hubungan perburuhan.

    Menurut Charles D. Drake dalam Aloysius Uwiyono perselisihan antarapekerja/buruh karena didahului oleh pelanggaran hukum juga dan dapat terjadikarena bukan pelanggaran hukum. Perselisihan perburuhan yang terjadi akibatpelanggaran hukum pada umumnya disebabkan oleh karena:1.) Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaaan hukum perburuhan. Hal ini

    tercermin dari tindakan pekerja/buruh atau pengusaha yang melanggar suatuketentuan hukum.

    2.) Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan,pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin laludiperlakukan berbeda. Sedangkan perselisihan perburuhan yang terjadi tanpadidahului oleh suatu pelanggaran, umumnya disebabkan oleh:1. Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhan2. Terjadi karena ketidaksepemahaman dalam bentuk perubahan syarat-

    syarat kerja.2Sistem hukum perburuhan yang berkembang dari industrialisasi di Eropa abad

    ke-19, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara lain di dunia, pada dasarnyaadalah sebuah upaya untuk menertibkan konflik antara majikan dan buruh

    1 H. Zainal Asikin, Pengertian, Sifat dan Hakikat Hukum Perburuhan dalam Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grasindo Persada, 1993, hal. 1.

    2 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan &Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 41-42.

  • 2kedalam suatu sistem rasionalitas legal. Teori-teori hukum positivis menekankanperan yang netral dari aturan-aturan dalam memelihara kepentingan-kepentingandari semua kelompok kedalam apa yang didefenisikan sebagai aturan-aturanpermainan (rules of the game). Sementara institusi pengadilan dan parahakimnya dipandang sebagai wasit atau pengawas dari aturan-aturan permainanini.3

    Peraturan perundangan yang berkaitan dengan proses penyelesaian perburuhanyang pernah diberlakukan di Indonesia adalah melalui UU Darurat Nomor 16Tahun 1951 yakni melalui perantaraan, memberi putusan yang berupa anjurankepada pihak-pihak yang berselisih. Jika usaha Menteri Perburuhan itu tidakberhasil, perselisihan diserahkan kembali kepada panitia pusat. Cara penyelesaianperselisihan perburuhan menurut UU No. 22 Tahun 1957 yang berpegang padasuatu asas musyawarah untuk mufakat dengan berpijak pada tahap pertama bilaterjadi perselisihan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak yang berselisih.Dalam hal tidak dicapainya perdamaian antara pihak yang berselisih setelah dicariupaya penyelesaian para pihak maka baru diusahakan penyelesaiannya oleh BadanPenyelesaian Perburuhan.4

    Di Indonesia, keberadaan pengadilan perburuhan yang dikenal dengan UUPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PHI) telah disetujui dalamrapat paripurna DPR RI pada tanggal 16 Desember 2003. Tepat sebulankemudian, tanggal 14 Januari 2004, UU PHI diundangkan oleh Presiden menjadiUU No. 2 Tahun 2004, dan akan berlaku secara efektif setahun kemudian.5

    Spirit UU PHI No. 2 Tahun 2004 ini adalah menjamin penyelesaianperselisihan industrial menjadi adil, cepat dan murah. Itulah ungkapan yang keluardari Menakertrans Erman Suparno dalam peresmian gedung PHI di Padang

    3 Surya Tjandra, Makalah tentang Pengadilan Hubungan Industrial di Indonesia, QuoVadis? Beberapa Catatan dari Awal Ruang Sidang, disampaikan pada Current Issues onIndonesian Laws Conference, School of Law, The University of Washington, Seattle, AmerikaSerikat, 28 Februari 2007, hal. 1.

    4 Zaeni Asyhadie , op.cit, hal. 201.5 Surya Tjandra dan Jafar Suryomenggolo, Makalah tentang Sekedar Bekerja? Analisis

    UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indusrtial: Perspektif Buruh,Jakarta, 19 Maret 2004, hal. 3.

  • 3Sumatera Barat.6Dengan berlakunya UU No. 2 Tahun 2004, maka UU No. 22 Tahun 1957

    tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan UU No. 12 Tahun 1964tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaaan Swasta dinyatakan tidakberlaku lagi. Ini berarti UU No. 2 Tahun 2004 menghapus sistem penyelesaianperselisihan melalui P4P/D (Panitia Perselisihan Perselisihan PerburuhanPusat/Daerah). Dalam hal ini sistem P4P/D dinilai sudah tidak lagi sesuai dengankebutuhan masyarakat dan mekanisme penyelesaian perselisihan yang cepat,tepat, adil dan murah.7

    Selain itu pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 dirasakantidak lagi dapat menampung perkembangan masyarakat dalam penyelesaianperselisihan hubungan industrial, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut8 :1. Penyelesaian perselisihan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Badan

    Usaha Milik Daerah belum diatur dalam ketentuan tersebut.2. Hak-hak pekerja/buruh secara perorangan ditempatkan sedemikian rupa

    sehingga tidak dapat diakomodir untuk menjadi pihak dalamperselisihan hubungan industrial.

    3. Tidak mengatur perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satuperusahaan.

    4. Tidak menjamin rasa keadilan bagi pekerja/buruh dan pengusaha karenapenyelesaian perselisihan yang ditawarkan hanya melalui jalur non litigasi.

    5. Terkesan kuatnya campur tangan Pemerintah, dalam hal :a. Veto Menteri

    Adanya kewenangan Menteri untuk menunda atau membatalkan putusanPanitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) melalui Hak

    6 Majalah Nakertrans Edisi 01-Februari 2006 dalam Agung Hermawan, Masih AdakahKeadilan Bagi Buruh, LBH Bandung, Fikri Print Production, April 2008, hal. 38.

    7 Della Feby dkk, Praktek Pengadilan Hubungan Industrial: Panduan Bagi SerikatBuruh, TURC, Jakarta, 2007, hlm.2.

    8 MSM Simanihuruk, Tanggungjawab Pemerintah dalam Menegakkan Peraturan danMenjalankan Pengawasan atas Putusan Lembaga Penyelesaian dalam Perspektif Pengawasan,disampaikan pada Foccus Group Discussion Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,Jakarta, Hotel Cemara, tanggal 23-24 November 2005.

  • 4Veto berdampak pada terbentuknya paradigma masyarakat tentangbesarnya campur tangan pemerintah yang seharusnya dikurangi.

    b. Hanya ada Pegawai Perantara di bagian Hubungan Industrial dan Syarat-Syarat Kerja yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (tidak memberikanalternatif pilihan penyelesaian melalui konsiliasi dan arbitrase)

    6. Keanggotaan P4P dan P4D diangkat tanpa seleksi yang menimbulkan asumsibahwa lembaga P4D dan P4P tidak independen.PHI merupakan Pengadilan khusus yang berada pada lingkup peradilan

    umum atau biasa disebut Pengadilan Negeri.9 Sebagaimana disampaikan olehKetua MA Bagir Manan, pengertian Pengadilan khusus disini bukan hanya dariobyek perkara yang adalah sengketa perburuhan dalam hubungan perburuhan,tetapi juga dari segi susunan majelis hakim yang terdiri hakim biasa (karir) danhakim adhoc (ahli), cara-cara beracara khusus seperti tidak adanya upaya hukumbanding dan penjadwalan waktu penyelesaian perkara yang terbatas.10

    UU No. 2 Tahun 2004 merombak total sistem penyelesaian perburuhan yangtelah ada sebelumnya. UU ini membagi perselisihan industrial menjadi empatmacam, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, danperselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Meski pada tahap awalpenyelesaian perselisihan diisyaratkan harus menempuh mekanisme bipartit,namun pembagian keempat macam perselisihan ini membawa konsekuensi yangberbeda satu sama lain dalam tahap penyelesaian berikutnya.11

    PHI pada PN. Kelas I-A Padang sejak tahun 2006-2010 telah menerima 105perkara perselisihan hubungan industrial, 101 perkara PHK, 1 perkara perselisihanhak, 1 perselisihan kepentingan, 2 perkara perlawanan.

    Walaupun telah disyaratkan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinyaPHK, namun fakta yang terjadi justru sebaliknya. Di PHI pada PN. Kelas I-A

    9 Pasal 55 UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6 dan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4356.

    10 Website Tempo Interaktif, http://www.tempointeractive.com, terakhir dikunjungi 7April 2011 Pk. 13.15 WIB.

    11 Dela Feby dkk, op.cit, hal.3.

  • 5Padang, dari 4 (empat) jenis sengketa hubungan industrial, sengketa PHK-lahyang mendominasi perkara yang masuk.

    Didorongnya perselisihan perburuhan ke ranah formal pada sebuah lembagapenyelesaian perselisihan perburuhan, mau tidak mau memaksa pekerja maupunpengusaha untuk menempuh jalur tersebut, sehingga perlu untuk mengukurkeefektifan jalur penyelesaian perselisihan perburuhan di lembaga penyelesaianhubungan industrial dengan mengaitkannya dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 UUNo.4 Tahun 2004 tentang Kehakiman yang menyatakan : Peradilan dilakukandengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

    B. Rumusan Masalah1. Bagaimana praktik Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha yang

    diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan NegeriKelas I-A Padang ?

    2. Bagaimana efektivitas Pengadilan Hubungan Industrial pada PengadilanNegeri Kelas I-A Padang dalam menyelesaikan perselisihan hubunganindustrial di Sumatera Barat ?

    C. Tujuan Penelitiana. Untuk mengetahui praktik Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha yang

    diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan NegeriKelas I-A Padang.

    b. Untuk mengetahui efektivitas Pengadilan Hubungan Industrial padaPengadilan Negeri Kelas I A Padang dalam menyelesaikan perselisihanhubungan industrial.

    D. Pembahasan1. Hubungan Industrial dan Perselisihannya

    a. Hubungan IndustrialDi Indonesia konsep hubungan Industrial yang dianut adalah Hubungan

    Industrial Pancasila (HIP) yang lahir dari hasil Lokakarya Nasional yang

  • 6diselenggarakan dari tanggal 4 sampai 7 Desember 1974 dan diikuti olehwakil dari organisasi buruh/pekerja, organisasi pengusaha, wakil pemerintah,dan unsur perguruan tinggi. HIP adalah suatu sistem hubungan yangterbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yangdidasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang diataskepribadian bangsa dan kebudayaaan nasional Indonesia.12

    Hubungan Industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi,konsultasi musyawarah serta berunding ditopang oleh kemampuan dankomitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada dalam perusahaan.Undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yangperlu kita kembangkan dalam bidang hubungan industrial. Arahnya adalahuntuk menciptakan sistem dan kelembagaan yang ideal, sehingga terciptakondisi kerja yang produktif, harmonis, dinamis, dan berkeadilan.13

    Dalam dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrialmenjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi danmekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat,adil, dan murah14. Oleh karena Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentangPenyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidaksesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka lahirlah Undang-undang No. 2Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselesihan Hubungan Industrial.b. Perselisihan Hubungan Industrial.

    Perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam sebuah perusahaaandalam dunia kerja disebut Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). PHI secararingkas dapat diartikan sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan

    12 Lalu Husni, op.cit, hal 2313 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 2314 Landasan menimbang huruf b UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

    Hubungan Industrial.

  • 7pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atauserikat pekerja.15

    Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 2 tahun 2004 tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) disebutkanPerselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yangmengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusahadengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanyaperselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusanhubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalamsatu perusahaan.

    2. Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di lembagaPenyelesaian Hubungan Industrial

    Apabila pada tahap mediasi atau konsiliasi tidak tercapai kesepakatan,maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan HubunganIndustrial. Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yangberada pada lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrialbertugas dan berwenang, memeriksa dan memutus:a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat

    pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 56 UU PPHI).Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri

    dari:a. Hakim;b. Hakim Ad-Hoc;c. Panitera Muda; dand. Panitera Pengganti.

    Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA)terdiri dari:

    15 Libertus Jehani, Hak-hak pekerja Bila di PHK, Visi Media, Jakarta, 2006, hal.11

  • 8a. Hakim Agung;b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; danc. Panitera. (Pasal 60 UU PPHI)

    Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalahHukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI (Pasal57 UU PPHI). Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melaluiPengadilan Hubungan Industrial tidak membuka kesempatan untukmengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan PengadilanHubungan Industrial yang menyangkut perselisihan hak dan perselisihanPHK dapat langsung dimintakan kasasi ke MA. Sedangkan menyangkutperselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/SB dalam satuperusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapatdimintakan kasasi ke MA.

    Secara singkat prosedur pengajuan gugatan dan persidangan di PHIsebagai berikut:16a. Gugatan diajukan ke PHI yang daerah hukumnya meliputi tempat

    domisili pekerja.b. Gugatan harus dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasi

    atau konsiliasi. Jika risalah tidak disertakan Pengadilan wajibmengembalikan gugatan kepada penggugat.

    c. Gugatan harus mencantumkan pokok-pokok persoalan yang menjadiperselisihan beserta identitas para pihak dan dokumen yang menguatkangugatan.

    d. Apabila perselisihan tersebut menyangkut perselisihan hak/ kepentinganyang diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, pengadilanhubungan industrial memutuskan terlebih dahulu perkara perselisihanhak atau kepentingan (Pasal 87 UU PPHI).

    e. Apabila proses beracaranya adalah proses cepat sesuai permohonantertulis salah satu pihak maka dalam tujuh hari kerja setelah permohonan

    16 Libertus Jehani, Op.Cit, hal. 25-26.

  • 9diterima, Ketua PN mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atauditolaknya permohonan tersebut. Bila permohonan dikabulkan ketua PNdalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah keluar penetapanmenentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpaprosedur pemeriksaan. Tenggat waktu untuk jawaban dan pembuktiankedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja(Pasal 98 dan Pasal 99 UU PPHI).

    f. Apabila dengan proses acara biasa, maka dalam waktu paling lama tujuhhari kerja setelah penetapan majelis hakim, Ketua majelis akanmelakukan sidang pertama.

    g. Apabila dalam sidang pertama secara nyata-nyata pengusaha terbuktitidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah serta hak-haklainnya selama menunggu penyelesaian PHK, hakim Ketua sidang segeramenjatuhkan putusan sela yang memerintahkan pengusaha untukmembayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerjayang bersangkutan.

    h. Apabila pengusaha mengabaikan putusan sela tersebut maka hakim ketuasidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah penetapan PengadilanHubungan Industrial. Putusan sela tersebutpun tidak dapat diadakanupaya perlawanan atau upaya hukum (Pasal 96 UUPPHI).

    i. Selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama Majelis Hakimmemberikan putusannya.

    j. Putusan Majelis Hakim tentang perselisihan kepentingan dan perselisihanantar pekerja dalam satu perusahaan bersifat final. Sedangkan putusanMajelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihanhak dan PHK mempunyai kekuatan hukum yang tetap apabila dalamwaktu 14 hari kerja tidak diajukan permohonan kasasi oleh pihak yanghadir atau 14 hari kerja setelah putusan diterima oleh pihak yang tidakhadir.

  • 10

    3. Prosedur PHK Oleh PengusahaPHK yang dilakukan oleh Pengusaha harus memenuhi syarat-syarat yang

    telah ditentukan oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Dalam ketentuan Pasal 151 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaandinyatakan:a. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,

    dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusanhubungan kerja.

    b. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungankerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerjawajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh ataudengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidakmenjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

    c. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapatmemutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperolehpenetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

    Sementara ketentuan Pasal 152 UU No. 13 tahun 2003 tentangKetenagakerjaan mengisyaratkan:(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis

    kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertaialasan yang menjadi dasarnya.

    (2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatditerima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrialapabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat(2).

    (3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapatdiberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jikaternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan,tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

  • 11

    PHK tanpa penetapan sebagaimana dimaksud Pasal 151 ayat 3 batal demihukum (Pasal 155 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).Pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannyaselama belum adanya penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubunganindustrial (Pasal 155 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 TentangKetenagakerjaan). Pengusaha dapat melakukan penyimpangan selama prosesPHK berlangsung dengan menjatuhkan skorsing pada pekerja/buruh dengantetap membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima buruh(Pasal 155 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

    Perkara perselisihan hubungan industrial yang masuk di PHI pada PN.Kelas I-A Padang dapat dilihat dalam tabel berikut :

    Tabel 1.Gambaran Umum Jumlah Perkara Perselisihan Hubungan Industrial

    tahun 2006-2010 di PHI pada PN. Kelas I-A Padang

    No. Tahun Jenis perselisihanTidak termasukjenis perselisihan JumlahPHK Hak Kepentingan Antar SP/SB dalam

    satu perusahaanPerlawananterhadap sita

    1. 2006 19 - 1 - - 202. 2007 16 - - - 2 183. 2008 29 1 - - - 304. 2009 19 - - - - 195. 2010 18 - - - - 18

    Jumlah total = 105Sumber : PHI pada PN. Kelas I-A Padang

    Dari tabel-tabel diatas tampak bahwa perkara PHK sangat dominandengan jumlah 101 perkara, 98 perkara PHK dilakukan oleh Pengusahasecara sepihak, 2 kasus PHK yang diminta oleh Pekerja/buruh denganalasan Pengusaha melanggar ketentuan Pasal 169 Ayat (1) huruf C UU No.13 tahun 2003 yang yang pada intinya menyatakan karena pengusaha tidakmembayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)bulan berturut-turut atau lebih, pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan kelembaga PPHI dan 1 perkara PHK yang diajukan Pengusaha.

  • 12

    Dari 105 perkara tersebut, 6 diantaranya masih diperiksa di MahkamahAgung Republik Indonesia (MARI) yaitu 1 (satu) perkara tahun 2008 atasnama Ermawati Cs berhadapan dengan YSO Adabiah (masih dalam prosesPeninjauan Kembali), 4 (empat) perkara tahun 2009 yaitu Khairul Bakri CSberhadapan dengan PT. Basko Minang Plaza (masih dalam prosesPeninjauan Kembali), Hendri Marizal CS berhadapan dengan PT. BaskoMinang Plaza (masih dalam proses Peninjauan Kembali), Mohd. Ihsanberhadapan dengan Yayasan RS Islam (Yarsi) Sumbar (masih dalam prosesPeninjauan Kembali), Firsta Cs berhadapan dengan Yayasan LembagaPembangunan Nasional (masih dalam proses Peninjauan Kembali), 1 (satu)perkara tahun 2010 yaitu Tisna Refianti berhadapan dengan PT. BPRSungai Puar (masih dalam proses kasasi)17.

    Adapun alasan-alasan PHK yang dilakukan oleh Pengusaha dari kasus-kasus yang masuk di PHI pada PN. Kelas I-A Padang adalah :1. Ada rasa suka dan tidak suka2. Pengusaha kurang memahami UU No. 13 tahun 2003 dan UU No. 2

    tahun 2004; 183. Pekerja dianggap melanggar disiplin kerja;4. Efisiensi;195. Tanpa ada kesalahan; 206. Tidak harmonis lagi hubungan kerja;7. Ketidakpuasan pengusaha; 218. Dikualifikasikan mengundurkan diri oleh perusahaan.9. Tidak menjalankan tugas;10. Pekerja melakukan kejahatan diperusahaan; 22

    17 Data PHI pada PN. Kelas I-A Padang pertanggal 13 Juli 201118 Wawancara dengan Adri, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A Padang, tanggal 30

    Mei 201119 Wawancara dengan Desmon Ramadhan, Kuasa Hukum Pengusaha, tanggal 30 Juni

    201120 Wawancara dengan Syahril Yakub, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A Padang,

    tanggal 24 Mei 201121 Wawancara dengan Amjelvis Agoes, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A Padang,

    tanggal 30 Mei 2011

  • 13

    Dari 10 (sepuluh) alasan diatas, jika ditarik secara umum, maka hanya 2alasan PHK dengan penetapan yang sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003tentang Ketenagakerjaan yaitu dengan alasan efisiensi dan alasanpekerja/buruh melanggar disiplin kerja/peraturan perusahaan/perjanjianbersama. Sedangkan alasan PHK tanpa penetapan ada 2 yaitu pekerja/buruhmangkir dan melakukan tindak pidana. Alasan-alasan lain yang mengemukasama sekali bukanlah alasan-alasan sebagaimana maksud UU No. 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaan.

    PHK dengan alasan efisiensi yang dilakukan pengusaha tidak dilakukantertulis. PHK dengan alasan efisiensi membawa konsekwensi pengusahaharus membayar uanga pesangon 2 kali lipat kepada pekerja/buruh.Sehingga menjadi hal yang bisa dimaklumi kenapa kemudian pengusahaenggan untuk membuat SK PHK secara tertulis, apalagi didalam SK PHKdicantumkan perusahaan mem-PHK karena sedang melakukan efisiensi.Pengusaha biasanya akan membantah dengan keras jika dianggap telahmelakukan PHK dengan alasan efisiensi.

    Didalam praktek pengusaha biasanya melakukan PHK sepihak, tanpaterlebih dahulu meminta penetapan ke lembaga PPHI, namun justru pihakpekerja yang dominan mengajukan gugatan ke PHI pada PN. Kelas I-APadang. Tercatat hanya 2 kasus PHK yang diajukan oleh Pengusaha dalamkurun waktu 2006 s/d 2010.

    Pekerja/buruh yang menempuh jalur sampai ke PHI pada PN. Kelas I-APadang mempunyai berbagai macam alasan, antara lain :1. SK berhenti tidak sesuai dengan ketentuan yang ada;2. Merasa tidak ada kesalahan;3. Tidak diberi tugas/jadwal.234. Menuntut hak dan mengembalikan nama baik.245. Pekerja merasa dirugikan dan dibodoh-bodohi.25

    22 Wawancara dengan Amiruddin, Kuasa Hukum Pengusaha, tanggal 3 Juni 200623 Wawancara dengan Firsta, Pekerja yang di PHK, tanggal 20 Juni 2011.24 Wawancara dengan Dwi Gusyati, Pekerja yang di PHK, tanggal 29 Juni 2011.25 Wawancara dengan Alvian, Pekerja yang di PHK, tanggal 30 Juni 2011.

  • 14

    6. Diberhentikan secara lisan tanpa ada uang pesangon karena dianggapmelakukan kesalahan berat;

    7. Gaji tidak dibayar oleh Pengusaha diiringi dengan tidak boleh masukkerja26

    8. Menuntut hak dan kepastian hukum.27Dari perkara yang masuk di PHI pada PN. Kelas I-A Padang, lamanya

    proses sampai dilaksanakannya putusan bervariasi. Jika terjadi perdamian,perkara perselisihan hubungan industrial di PHI pada PN. Kelas I-A Padangbisa selesai dalam waktu sangat singkat, yaitu 6 hari. Sedangkan jika tidak,maka bisa memakan waktu bertahun-tahun. Sebagai contoh perkara No.27/G/2008/PHI.PDG, mendaftarkan gugatan sejak tanggal 5 September 2008dan sidang pertama tanggal 16 September 2008 sampai saat ini masihmenunggu hasil putusan peninjauan kembali yang baru diajukan pengusahapada tanggal 3 Maret 2011. Demikian juga dengan Firsta Cs yang 3 kalimengajukan gugatan, dengan 2 kali membayar panjar biaya perkara karenanilai gugatannya diatas Rp. 150 juta. Gugatan pertama pada tanggal 22Februari 2008, gugatan kedua pada tanggal 29 Agustus 2008, kedua gugatantersebut dinyatakan tidak dapat diterima. Pada gugatan ke-3 yang diajukanpada 23 Desember 2009, Firsta Cs memenangkan gugatannya. Perkara inipunsaat ini masih dalam pemeriksaan peninjauan kembali yang dilakukanpengusaha pada tanggal 8 Maret 2011.

    4. Efektivitas PHI pada PN. Kelas I-A Padang dalam penyelesaianperselisihan hubungan industrial dihubungkan dengan asas sederhana,cepat dan biaya ringan.

    Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kehakiman menyatakanPeradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Selanjutnyapenjelasan pasal 4 ayat 2 menyebutkan yang dimaksud dengan sederhanaadalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yangefisien dan efektif. Yang dimaksud dengan biaya ringan adalah biaya

    26 Wawancara dengan Hendri Marizal, Pekerja yang meminta PHK, tanggal 22 Juni 2011.27 Wawancara dengan Bambang Irawan, Pekerja yang di PHK, tanggal 30 Juni 2011,

  • 15

    perkara yang dapat terpikul oleh rakyat Namun demikian, dalam pemeriksaandan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencarikebenaran dan keadilan, pengertian cepat diartikan berkaitan dengan prosesberacara yang dapat dilaksanakan secepat mungkin. Kemudian Pasal 5 ayat (2)menyatakan Pengadilan membantu pencari keadilan dengan berusahamengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yangsederhana, cepat dan biaya ringan.

    Praktik penyelesaian perselisihan hubungan industrial di PHI pada PN.Kelas I-A Padang secara teori memang menciptakan kepastian hukum, namunjika dihubungkan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biayaringan maka masih banyak kekurangannya.

    Secara umum praktik penyelesaian perselisihan hubungan industrial diPHI pada PN. Kelas I-A Padang jika dihubungkan dengan asas peradilan yangsederhana, cepat dan biaya ringan dapat dilihat sebagai berikut :a. Tahap pra pendaftaran gugatan

    Karena proses penyelesaian perselisihan di PHI pada PN. Kelas I-APadang sudah masuk ke ranah hukum formil, maka para pihak biasanyamengajukan secara tertulis. Walaupun gugatan dapat diajukan secara lisan(Pasal 144 R.bg hanya memperbolehkan gugatan lisan diajukan hanya olehorang yang tidak dapat menulis, tidak dapat diajukan oleh kuasanya),namun dari seluruh gugatan perkara perselisihan yang masuk di PHI padaPN. Kelas I-A Padang, semuanya diajukan secara tertulis. Bagi seorangburuh, untuk memformulasikan gugatan bukanlah persoalan yanggampang, walaupun berlatarbelakang pendidikan sarjana hukum. Prosesini dianggap jauh dari sederhana oleh para buruh, bahkan sangatmenyulitkan.28 Hal ini bisa diatasi dengan membayar jasa seorang advokat,namun hal tersebut juga tidaklah menjamin, karena walaupun telahdidampingi Advokat masih saja perkara yang gugatannya tidak dapat

    28 Wawancara dengan Bambang Irawan, Pekerja yang di PHK, tanggal 30 Juni 2011.

  • 16

    diterima (NO/Niet van Onkelijke). NO-nya perkara tersebut bukanlahkarena masalah substansi, hal yang seharusnya tidak perlu terjadi 29.

    b. Tahap pendaftaran gugatanGugatan yang telah disusun oleh penggugat kemudian didaftarkan ke PHIpada PN. Kelas I-A Padang dengan dibubuhi materai Rp. 6000,-. Biasanyagugatan difotokopi sekian rangkap (minimal 6 rangkap) denganmelampirkan risalah mediasi/konsoliasi maupun anjuran mediator/konsiliator. Untuk gugatan yang nilai ganti ruginya dibawah Rp. 150 juta,maka tidak akan dikenakan biaya, namun jika nilai ganti ruginya melebihiRp. 150 juta, maka penggugat harus mengeluarkan biaya. Bagi seorangburuh hal ini sangat memberatkan, sehingga mereka cenderung untukmemecah gugatannya menjadi 2 atau lebih gugatan. Hal ini malahmenimbulkan masalah baru, proses menjadi tidak sederhana. Disampingitu belum tentu putusannya akan sama pula.

    c. Tahap persidangan (pembacaan gugatan sampai putusan)Pada tahap ini para pihak akan hadir dipersidangan 2 kali seminggu. Untukpihak-pihak berperkara yang berdomisili di Kota Padang, biaya yangdikeluarkan untuk transportasi jauh lebih sedikit daripada mereka yangberdomisili di luar Kota Padang. Disamping adanya biaya transportasiyang lebih, jarak tempuh yang jauh juga menjadi sebuah hal yang terasasangat memberatkan buruh/pekerja.Proses beracara selanjutnya adalah acara jawab menjawab, setelah gugatandibacakan, maka tergugat akan mengajukan jawaban. Tahap ini adalahsalah satu tahap yang menentukan, karena jawaban tersebut bisa sajaberdampak gugatan penggugat dinyatakan NO. Setelah jawaban, acaraselanjutnya adalah replik dan duplik. Bagi pekerja/buruh yang tidakdidampingi Advokat maka hal ini akan terasa menyulitkan. Hal ini

    29 Wawancara dengan Amjelvis Agoes, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A Padang,tanggal 30 Mei 2011.

  • 17

    berimpilikasi kepada pertimbangan putusan karena hakim akan sulitmembuat pertimbangan hukum untuk membuat putusannya30.Selanjutnya para pihak akan mengajukan alat-lat bukti tertulis sebagaisalah satu pembuktian. Pada agenda ini bukti-bukti yang akan diajukanterlebih dahulu difotokopi, diberi materai dan stempel di kantor pos.Kemudian dilegalisir dibagian kepaniteraan PHI pada PN. Kelas I-APadang. Setelah itu diperlihatkan kepada majelis hakim untuk dicocokkandengan yang aslinya. Pada proses ini juga ada biaya yang harusdikeluarkan oleh para pihak, walaupun telah digariskan tidak dikenakanbiaya untuk gugatan yang nilai gantiruginya kurang dari Rp. 150 juta. Parapekerja/buruh sering kesulitan dalam proses ini, disamping karena tidakmempunyai sistim dokumentasi yang baik, mereka juga bingung akanmengajukan bukti tertulis yang dapat mendukung dalil-dalil positanya.Kalupun ada mereka juga bingung tentang cara pengajuan kepersidanganwalaupun telah diberi arahan oleh majelis hakim. Demikian juga pada saatpengajuan saksi, pekerja buruh juga akan kesulitan untuk menghadirkansaksi, kalaupun ada, mereka juga kesulitan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada saksi.

    Selajutnya para pihak akan mengajukan kesimpulan terhadap seluruhrangkaian proses persidangan secara tertulis. Walaupun tidak diwajibkanuntuk menyerahkan kesimpulan, namun bagi pihak yang membuat, prosesini juga terasa menyulitkan.

    Walaupun telah digariskan bahwa perkara yang disidangkan harusdiputus 50 hari kerja sejak persidangan pertama, namun faktanya di PHIpada PN. Kelas I-A Padang masih ada perkara yang diputus melebihiwaktu tersebut. Belum lagi jika ada upaya hukum sampai denganPeninjauan Kembali, sebuah perkara bisa memakan waktu bertahun-tahununtuk memperoleh sebuah kepastian hukum.

    30 Wawancara dengan Amjelvis Agoes, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A Padang,tanggal 30 Mei 2011.

  • 18

    d. Tahap eksekusiSetelah perkara memiliki kekuatan hukum tetap, maka pihak yangdimenangkan akan mengajukan eksekusi. Jika eksekusi bisa dilakukansecara damai, maka hal tersebut tidaklah akan berlangsung rumit,sebaliknya jika pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan eksekusi,maka proses selanjutnya akan rumit.Berikut ini pendapat para pihak berkaitan dengan efektivitas PHI dalam

    menyelesaikan perselisihan hubungan industrial :1. Basrul Efendi, Juru sita PHI pada PN. Kelas I-A Padang

    Keberadaan PHI lebih menguntungkan bagi pekerja dari segi waktukarena jangka waktunya ditentukan. Dari segi biaya, nilai gugatannyayang kurang dari Rp.150.000,-biaya ditanggung oleh negara. Di PHInilai kompensasi lebih banyak menguntungkan pekerja. Di P4D danP4P justru sebaliknya, nilai kompensasi pesangon lebih banyakmenguntungkan pengusaha.

    2. Hendri Marizal, Pekerja.Secara subtansi bisa menyelesaikan persoalan, Cuma untuk jangkawaktu terlalu lama, apalagi kalau ada upaya hukum. Tentu akanberdampak terhadap nilai uang/pesangon. Kalau nilai Rp. 20 jt hari initentu tidak akan sama dengan nilai 20 juta dua tahun yang akan datang.Jadi har apannya agar bisa dikenakan denda.

    3. Dwi Gusnayati, Pekerja.Dari segi waktu lama, apalagi ada upaya hukum. Ada biaya yang harusdikeluarkan, biaya leges, biaya sumpah dan biaya bolak-balik sidang,tapi demi harga diri semuanya tidak ada masalah.

    4. Desmon Ramadhan, Kuasa Hukum PengusahaDari segi waktu agak lama, soal biaya misalnya harus ada biaya untukHRD yang mewakili pengusaha, terlebih jika pengusaha menggunakanjasa advokat. Sementara jika menggunakan sistem yang lama P4D, bisasatu-dua kali sidang putus.

    5. Amiruddin, Kuasa Hukum Pengusaha.

  • 19

    Dari segi waktu cukup efektif karena ada jangka waktu 50 hari harusdiputus, dari segi biaya juga karena nilai gugatan dibawah Rp. 150juta, ditanggung negara. Secara umum hakimnya cukup fair karenamemberikan kesempatan yang sama terhadap para pihak.

    6. Firsta, Pekerja.Dari segi waktu tidak efektif apalagi kalau ada upaya hukum, ke-independenan hakim adhoc tidak terjaga, karena lebih condongmemihak dari unsur mana hakim tersebut berasal, yang terlihat daripertanyaaan-pertanyaan yang dilontarkan, tapi yang menguntungkanproses di Pengadilan ini lebih transparan ketimbang waktu P4D.

    7. Alvian, Pekerja.Dari segi waktu agak lama dan agak berbelit-belit, kadang pihak datang,terus tidak datang.

    8. Bambang Irawan, Pekerja.Dari segi waktu agak lama, tidak perlu ada daluarsa untuk mengajukangugatan terhadap perkara PHK, karena merugikan pekerja.

    9. Adri, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangKeberdaaan PHI sudah efektif, tapi pemahaman pekerja dan pengusahamasih kurang, misalnya soal biaya

    10. Amjelvis, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangDari segi waktu, cukup efektif karena ada jangka waktu misalnya 50hari di PHI, 30 hari di MA. Jadi waktunya lebih cepat dari P4D/P4P.Tapi seharusnya MA memprioritaskan kasus yang masuk, setelah PHIada, baru dilanjutkan dengan kasus limpahan P4D/P$P. Ada kasus yangNO, seharusnya ini tidak terjadi karena menurut saya kadang bukanlahhal yang substansi sehingga seharusnya ada proses dismisal proses.

    11. Masri, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangDari segi waktu cepat dan efektif walaupun kadangkala ada kendalamisalnya soal barang yang akan dieksekusi, buruh /pekerja tidak tahusehingga tidak bisa dieksekusi.

  • 20

    12. Syahrial Yakub, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangDari segi aturan waktu cukup efektif, di PHI 50 hari, di MA 30 hari.Tapi dalam praktek selesainya perkara bisa 1-2 tahun. Kelebihan lain diPHI kepastian hukum didapat, di P4D/P4P kepastian hukum sulitdidapat.

    13. Rusdi Zein, Kuasa Hukum Pengusaha.PHI tidak efektif karena prosesnya lama, biaya yang harus dikeluarkanjuga tinggi. Seharusnya Penyelesaian hubungan indusrial kembali padacara yang lama, melalui mekanisme P4D/P4P, dengan catatan hak vetomenteri dihilangkan. Pada P4D/P4P terdapat semua komponen, daripekerja, pengusaha dan pemerintah. Dari segi biaya lebih murah karenatidak ada biaya untuk hakim dan biaya lain. Waktu pemeriksaan lebihcepat, paling lama 2 kali sidang. Selain itu, jika kita berbicara soalsengketa maka yang paling menonjol yang harus dikedepankan adalahaspek keadilan bagi buruh dan pengusaha.

    Dari berbagai pendapat narasumber yang penulis wawancarai, adabeberapa hal berkaitan dengan efektivitas PHI pada PN. Kelas I-A Padangdikaitkan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yaitu :1. Proses penyelesaian perselisihan di PHI pada PN. Kelas I-A Padang yang

    mengacu pada hukum acara bukanlah sebuah proses yang sederhana. Seluruhrangkaian proses sejak membuat dan mendaftarkan gugatan sampai adanyaproses eksekusi bahkan sampai pelelangan menimbulkan kesulitan bagipihak-pihak yang berpekara, terutama pihak pekerja. Bahkan majelis hakimyang memeriksa perkara-pun merasa kesulitan ketika akan membuatpertimbangan-pertimbangan putusan jika yang berperkara sama sekali tidakdidampingi oleh kuasa hukum. Disisi lain, penyelesaian perselisihan di PHIpada PN. Kelas I-A Padang lebih terasa transparan, putusannyapun cenderungsesuai dengan peraturan-perundangan (berkaitan dengan uang pesangon),berbeda dengan P4D yang terasa lebih sederhana tapi tidak transparan danputusannya lebih banyak menguntungkan pengusaha.

  • 21

    2. Walaupun penyelesaian perselisihan di PHI pada PN. Kelas I-A Padangsecara teori dibatasi oleh UU PPHI selama 50 hari kerja sejak sidang pertamaharus diputus dan ditingkat MA diputus 30 hari kerja sejak ada permohonan,namun pada prakteknya masih ada perkara yang diputus lebih dari 50 harikerja sejak sidang pertama. Disamping itu, jika ada upaya hukum, prosesadministrasi di PHI pada PN. Kelas I-A Padang dan MA berkaitan denganpengiriman dan pendaftaran berkas perkara memakan waktu lebih lama. Jikaperkara sampai pada upaya Peninjauan Kembali, maka akan memakan waktubertahun-tahun.

    3. Dalam teori untuk nilai gugatan di bawah Rp. 150 juta tidak akan dikenakanbiaya, namun prakteknya masih ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan parapihak. Untuk nilai gugatan diatas Rp. 150 juta, pihak yang mengajukan akandikenakan biaya. Untuk menghindari hal ini, maka biasanya pihak yangmengajukan gugatan akan memecah gugatannya menjadi 2 atau lebih jika haltersebut memungkinkan. Hal ini menandakan bahwa biaya berperkara diPengadilan bagi sebagian orang terutama pekerja masih mahal apalagi jikamenggunakan jasa advokat.

    E. PENUTUPa. Kesimpulan

    1. Perselisihan antara pengusaha dan pekerja disebabkan karenadidahului oleh pelanggaran hukum dan dapat terjadi karena bukanpelanggaran hukum. Mekanisme Penyelesaian Hubungan Industrialdilakukan dengan upaya bipartit, jika tidak berhasil maka dilanjutkandengan upaya mediasi, konsialiasi atau Arbitrase. Jika upaya mediasidan konsiliasi gagal, maka salah satu pihak dapat mengajukangugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dan melakukan upayahukum sampai ke Mahkamah Agung. Dalam praktek di PHI Padang,dari empat perselisihan yang menjadi kewenangan PengadilanHubungan Industrial, perkara perselisihan yang dominan adalahPHK. Dari total 105 kasus yang masuk sejak tahun 2006 hingga

  • 22

    tahun 2010, 101 adalah perselisihan PHK, 1 perselisihankepentingan, 1 perkara perselisihan hak, 2 perkara perlawanan. Dari101 kasus tersebut, 2 kasus PHK yang diminta oleh Pekerja denganalasan Pengusaha melanggar ketentuan Pasal 169 Ayat (1) huruf CUU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 99 perkara PHKdilakukan oleh Pengusaha secara sepihak dan tanpa ada penetapandari lembaga PHI yang berakibat PHK batal demi hukum. PHI padaPN Kelas I-A Padang justru terjebak dan menjadi lembaga yangmensyahkan PHK yang tidak sah;

    2. Bahwa efektivitas PHI pada PN Kelas I A Padang dalammenyelesaikan perselisihan hubungan industrial belum maksimalkarena faktor sumber daya manusia baik dari pekerja, pengusaha danfungsionaris pengadilan, aturan hukum yang tidak jelas dan tegasterutama dalam UU No. 2 tahun 2004 tentang PHI;

    b. Saran1. Jika pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak dapat lagi dihindarkan,

    agar pengusaha dalam mem-PHK pekerja benar-benar menjalankanketentuan Pasal 151 ayat 3 UU No. 13 tahun 2003 tentangKetenagakerjaan yaitu dengan meminta penetapan terlebih dahuludari Lembaga Penyelesaian Perselisihan perburuhan. Jika telah adapenetapan, dapat dipastikan tidak akan terlalu banyak perkara yangakan masuk ke PHI, karena sudah dapat dipastikan pula penetapantersebut akan mencantumkan hak dan kewajiban pengusaha maupunpekerja, termasuk uang pesangon.

    2. Keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai lembagayang memiliki kewenangan sebagai lembaga penyelesaianperselisihan hubungan industrial perlu dikaji ulang, karena PHI tidakmampu melaksanakan asas peradilan yang sederhana, cepat danbiaya ringan. Untuk itu perlu membuat mekanisme yang dapatmemenuhi asas tersebut.

  • 23

    F. DAFTAR PUSTAKAAdrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.Della Feby dkk, Praktek Pengadilan Hubungan Industrial: Panduan Bagi

    Serikat Buruh, TURC, Jakarta, 2007.Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui

    Pengadilan & Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.Libertus Jehani, Hak-hak pekerja Bila di PHK, Visi Media, Jakarta, 2006.Simanihuruk, MSM, Tanggungjawab Pemerintah dalam Menegakkan

    Peraturan dan Menjalankan Pengawasan atas Putusan LembagaPenyelesaian dalam Perspektif Pengawasan, disampaikan pada FoccusGroup Discussion Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta,Hotel Cemara, tanggal 23-24 November 2005.

    Surya Tjandra, Makalah tentang Pengadilan Hubungan Industrial diIndonesia, Quo Vadis? Beberapa Catatan dari Awal Ruang Sidang,disampaikan pada Current Issues on Indonesian Laws Conference, School ofLaw, The University of Washington, Seattle, Amerika Serikat, 28 Februari2007.

    Surya Tjandra dan Jafar Suryomenggolo, Makalah tentang SekedarBekerja? Analisis UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Indusrtial: Perspektif Buruh, Jakarta, 19 Maret 2004.

    Majalah Nakertrans Edisi 01-Februari 2006 dalam Agung Hermawan,Masih Adakah Keadilan Bagi Buruh, LBH Bandung, Fikri Print Production,April 2008, hal. 38.

    Zainal Asikin, Pengertian, Sifat dan Hakikat Hukum Perburuhan dalamDasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grasindo Persada, 1993.

    Website Tempo Interaktif, http://www.tempointeractive.com, terakhirdikunjungi 7 April 2011 Pk. 13.15 WIB.

    UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan HubunganIndustrial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356.

    UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan