apendisitis-kasus 3

34
APENDISITIS Nurfaaza Binti Senin NIM: 102009295 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan LATAR BELAKANG MASALAH Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus operasi intra abdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah. Penyebab pasti dari appendisitis belum diketahui pasti. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1 – 2 ml/ hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir

Upload: zaid-zalizan

Post on 28-Dec-2015

80 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: apendisitis-kasus 3

APENDISITIS

Nurfaaza Binti Senin

NIM: 102009295

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,

Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

LATAR BELAKANG MASALAH

Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus

operasi intra abdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah. Penyebab pasti dari

appendisitis belum diketahui pasti. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9

cm), menghasilkan lendir 1 – 2 ml/ hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan

selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat

mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks).

Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi keturunan. Belakangan diketahui juga

disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan dan resistensi genetik dari flora bakteri. Kebiasaan

makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga merupakan predisposisi terjadi buang air besar

yang tidak banyak, waktu transit makanan di usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di

dalam lumen usus bisa menyebabkan terjadinya apendisitis.

Page 2: apendisitis-kasus 3

SKENARIO

Pada skenario didapatkan seorang pria berumur 35 tahun yang datang ke rumah sakit dengan

keluhan demam dan nyeri pada perut pada sebelah kanan bawah. Pada awalnya nyeri itu

dirasakan pada ulu hati dan setelah itu berpindah ke bawah abdomen kanan.

Selanjutnya akan dibahas apa sahaja penyakit yang bisa menyebabkan nyeri bawah kanan

abdomen (diagnose banding), mengambil diagnosa kerja dan akan membahaskan tentang lebih

mendalam tentang diagnosa kerja yang diambil.

Pembahasan

ANAMNESIS1

Anamnesis harus dilakukan dengan sebaiknya untuk mendapatkan segala informasi

tentang gejala- gejala dan keluhan utama yang menyebabkan sang pasien menemui dokter.

Anamnesis bisa dilakukan dengan menanya langsung kepada sang pasien apa yang dihadapinya

(autoanamnesis) atau bisa dokter tanyakan kepada ahli keluarga terdekat pasien (alloanamnesis).1

Pada anamnesis, pertama- pertama sekali ditanyakan tentang identitas, usia dan pekerjaan

pasien. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan keluhan utama yang membuatkan pasien

datang ke rumah sakit. Antara hal lain yang penting ditanyakan adalah:

- Riwayat penyakit

- Riwayat penggunaan obat- obat untuk penyakit yang dideritai atau penyakit lain

- Riwayat penyakit yang dideritai oleh keluarga lain

- Penyakit yang dideritai sekarang atau masa lampau

Untuk kasus ini, didapatkan dari anamnesis adalah:

- Riwayat penyakit: keluhan demam dan nyeri yang dominan pada daerah perut sebelah

kanan bawah

- Riwayat penggunaan obat- obat untuk penyakit yang dideritai atau penyakit lain: tidak

dinyatakan

- Riwayat penyakit yang dideritai oleh keluarga lain: tidak dinyatakan

Page 3: apendisitis-kasus 3

- Penyakit yang dideritai sekarang atau masa lampau: sebelum dating kerumah sakit,

pasien berasa nyeri pada ulu hati

Setelah melakukan anmnesis yang terarah kepada diagnosis banding, dilakukan pula

pemeriksaan fisik abdomen yang mencakupi antaranya adalah auskultasi, palpasi dan perkusi.

PEMERIKSAAN FISIK1, 2

Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan untuk pasien ini telah mendapatkan hasil yang seperti

berikut:

- Pasiennya tampak sakit sedang.

- Tekanan darah: 130/80mmHg

- Nadi: 92x/menit

- Frekuensi nafas: 22x/menit

- Suhu tubuh: 38,3C 0

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan abdomen yang mencakupi inspeksi, auskultasi,

palpasi dan perkusi. Pada kebiasaannya auskultasi dilakukan yang terakhir tetapi dilakukan

setelah inspeksi adalah dengan tujuan supaya efek bunyi didalam abdomen tidak terdapat

perubahan atau terkena efeknya setelah dilakukan palpasi dan perkusi.

Inspeksi:

Pada pemeriksaan inspeksi ini, si dokter akan melihat keadaan abdomen sang pasien dan

melaporkannya. Pada pemeriksaan ini yang akan dilaporkan adalah:

- Menyebutkan bentuk abdomen sang pasien, simetris ataupon tidak, datar, membuncit

atau cekung. Untuk kasus ini kemungkinan dengan pengamatan akan tampak adanya

pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang

(distensi) pada bagian kuandran kanan bawah.

Page 4: apendisitis-kasus 3

Auskultasi:

Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mendengarkan bunyi bising usus dan

dilakukan secara sistematis mengikut kuadran abdomen dan setiap kuadran didengarkan selama

1menit (dari kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri bawah dan kiri atas).

Palpasi:

Palpasi dilakukan menentukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum apapun atau

tidak. Tanda iritasi peritoneum adalah nyeri tekan lokalisata, khas dalam kuadran kanan; rigiditas

atau defans muscular derajat apapun serta nyeri lepas. Secara umumnya dilakukan palpasi

superficial yang dimulai dari daerah yang tidak nyeri dan secara sistemastis. Kemudian

dilakukan pula palpasi dalam dan melaporkan sekiranya terdapat kelainan atau pon tidak.

Bila apendiks yang meradang terletak di dalam pelvis, maka nyeri tekan dapat dideteksi

dengan pemeriksaan rectum dan pelvis. Dengan apendisitis retrosekum atau retroileum, nyeri

bisa sukar dilokalisasi dan tidak ada nyeri tekan pada pemeriksaan abdomen, rectum atau pelvis.

Nyeri tekan hanya ditemukan dengan palpasi dan perkusi pinggang kanan atau angulus

kostovertebralis punggung.

Pada kasus ini, dilakukan palpasi khusus untuk membantu mengarah diagnosa pesakit pasien

menjadi diagnose kerja dan diagnose pasti. Antara yang dilakukan adalah:

1) Palpasi pada titik McBurney

- Pemeriksa akan melakukan palpasi pada titik McBurney dan sekiranya pasien berasa

sakit setelah ditekan pada 1/3 dari titik McBurney, ianya merupakan salah satu kunci

pasien mempunyai apendisitis.

Gambar 1: 1/3 dari garis Mc Burney

Page 5: apendisitis-kasus 3

2) Melakukan pemeriksaan nyeri lepas (Blumberg Sign)

- Melakukan tekanan secara perlahan- lahan pada daerah abdomen (kuadran kanan bawah-

pada titik McBurney) dan kemudian dilepaskan dengan cepat. Sekiranya pasien berasa

sakit, Blumberg sign positif dan pasien tersebut juga menderita peritonitis dan tindakan

segera harus dilakukan.

Gambar 2: Blumberg Sign

3) Melakukan pemeriksaan kontra lateral (Rovsing Sign)

- Dilakukan penekanan pada kuandran kiri dan sekiranya pasien merasakan nyeri pada

kuandran kanan, Rovsing sign positif.

4) Melakukan pemeriksaan uji psoas

- Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau

fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang

meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan

nyeri.

Gambar 3: Psoas Sign

Page 6: apendisitis-kasus 3

5) Melakukan pemeriksaan uji obturator

- Dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila

apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding

panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan

pada apendisitis pelvika. 

Gambar 4: Obturator Sign

6) Melakukan  pemeriksaan colok dubur

- Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila

letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka

kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

Perkusi:

Dilakukan perkusi dengan cara yang sistematis sesuai kuadran.

PEMERIKSAAN PENUNJANG2

1) Pemeriksaan laboratorium

- Bersifat nonspesifik dan tidak dapat digunakan untuk konfirmasi atau menyangkal

diagnosis. Antara pemeriksaan yang dilakukan:

I. Pemeriksaan darah lengkap: Ditemukan jumlah leukosit yang meningkat antara

(lebih dari 10,000/ml). Penderita leukositosis.

II. Pemeriksaan tes protein reaktif (CRP): Ditemukan jumlah serum yang meningkat.

Page 7: apendisitis-kasus 3

2) Pemeriksaan urin

- Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat

membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau

batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. Pada

pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah

putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih

dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

3) Pemeriksaan radiologi

- Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi

ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.

Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan

apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya

pelebaran sekum.

Page 8: apendisitis-kasus 3

DIAGNOSA BANDING3

1) Cystitis ( infeksi kandung kemih)

Penyebab:

- Bakteri dari vagina berpindah dari uretra ke kandung kemih. Antara yang sering

menyebabkan infeksi sistisis adalah E. Coli, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter.

Gejala:

- Menyebabkan desakan untuk berkemih atau nyeri semasa berkemih.

- Perlu diingat sistitis tidak menyebabkan  demam, mual, muntah, badan lemah, dan

kondisi umum yang menurun

- Jika disertai demam dan nyeri pinggang maka perlu dipikirkan adanya infeksi saluran

kemih atas

- Pemeriksaan urin  berwarna keruh, bau, pada urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan

bakteriuria.

2) Kolelitiasis

- Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana

terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang

memilikiukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi

Gambar 5: Kolelitiasis

Page 9: apendisitis-kasus 3

Gejala:

- Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier

yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai didaerah

subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.

- Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba

pembesarankandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.

Ikterus dijumpaipada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).

Apabila kadarbilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra

hepatic.

- Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60

menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar

ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri.

3) Divertikulum Meckel

Gejala dan tanda:

- Pendarahan rekrum yang bisa merah cerah, tua atau hitam. Kadang- kadang timbul

pendarahan samar dan menyebabkan anemia.

- Gejala klasik obstruksi usus halus bisa menunjukkan diagnose divertikulum Meckel.

Pada waktu lain, gejala bisa hilang imbul akibat obstruksi usus tidak lengkap

intermitten.

- Kadang- kadang peradangan akut sekitar divertikulum menimbulkan gejala yang tidak

dapat dibedakan dengan apendisitis akut.

- Tanda fisik yang lazim adalah nyeri tekan lokalisata atau massa yang dapat dipalpasi

dalam kuadran kanan bawah abdomen.

4) Gastroenteritis akut

- Kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan

diare lebih sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan

nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik

merupakan gejalan yang khas.

Page 10: apendisitis-kasus 3

DIAGNOSA KERJA4, 5, 6

Apendisitis akut

Anatomi apendiks:

Apendiks vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang terletak pada caecum,

pertemuan di 3 tinea yaitu tinea libera, colica, dan omentum. Panjangnya bervariasi dari 8- 10

cm. Permukaannya terletak pada iliaka fossa sebelah kanan pada 1/3 dari garis Mc Burney.

Gambar 5: Anatomi apendiks

Letak apendiks ini selalunya dalam posisi retrocaecal tetapi sering juga dideskripsikan

dalam pelbagai posisi kerna ujungnya yang mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada

tempat- tempat berikut:

Page 11: apendisitis-kasus 3

- Preilieal

- Postilieal

- Promontoric

- Pelvic

- Subcecal

- Paracolic/Prececal

- Retrocaecal/Retrocolic (paling sering)

Gambar 6: Letak posisi apendiks

Apendiks vermiformis mendapat pendarahan dari arteri appendicularis cabang dari

a.illiocaecalis yang juga merupakan cabang dari a.mesenterika superior. A.appendicularis

merupakan arteri tanpa kolateral, makanya, sekiranya berlaku obstruksi pada arteri ini, sehingga

apbila terjadi thrombus akan berakibat terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya

perforasi apendiks.4

Page 12: apendisitis-kasus 3

Apendisitis akut5

Apendisitis akut merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan apendiks. Apendisitis

akut termasuk dalam nyeri akut abdomen yang memerlukan terapi operasi segera. Istilah

apendisitis ini pertama kali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886. Apendiks

merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir

itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.

Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya

apendisitis (radang pada apendiks). Sekiranya apendistis ini tidak dikesan dan dibuang dengan

lebih awal, ianya bisa bermanifestasi menjadi lebih buruk sehingga radang apendiks (usus buntu)

penderita bisa pecah dan menyebabkan infeksi dan lebih parah bisa menyebabkan kematian.

Gambar 6: Apendisitis

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan

dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan

terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan

pembuluh darah.

Page 13: apendisitis-kasus 3

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah.

Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami

eksaserbasi

Morfologi apendisitis akut: 6

- Meliputi pembentukan sedikit eksudat neutrofil pada dinding apendiks, dengan kongesti

pembuluh darah subserosa dan emigrasi perivaskuler.

- Tunika serosa terlihat suram, granuler dan berwarna merah.

Tanda Dan Gejala Apendisitis 5

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar

(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini

biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan

menurun.

Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc

Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri

somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi

terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5

derajat celcius. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat

dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.

Berikut gejala yang timbul tersebut:

1) Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh

sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan

peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan

Page 14: apendisitis-kasus 3

gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena

adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2) Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala

dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan

akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui

setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak

khas:

1) Pada anak- anak

- Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa

menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah

dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis

diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui

setelah terjadi perforasi.

2) Pada orang tua usia lanjut

- Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru

dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3) Pada wanita

- Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa

dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang

panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan

trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan

Page 15: apendisitis-kasus 3

gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan

lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan

di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan

Sistem skor Alvarado:

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor

dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

Tabel 1. The Modified Alvarado score

The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati

ke perut kanan bawah

1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan

Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to

the left

1

Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut

5-7     : sangat mungkin apendisitis akut

8-10   : pasti apendisitis akut

Page 16: apendisitis-kasus 3

EPIDEMIOLOGI7

Insidens apendisitis akut di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus

kegawatan abdomen. Apendisitis akut umumnya penyakit pada usia belasan dan awal 20-an

dengan penurunan setelah usia 30 tahun. Mengetahui distribusi penderita apendisitis akut

berdasarkan jenis kelamin, usia, manifestasi klinis, dan angka lekosit. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif non analisis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara internasional, apendisitis lebih banyak

dideritai oleh pria dibanding dengan wanita. Kebanyakan yang terkena apendisitis ini umumnya

pada usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah meningkat umur dewasa (30 tahun

dan keatas).

Kadar kematian yang dicatatkan adalah 0.2-0.8% kadar kematian ini bukanlah

disebabkan dari komplikasi atau semasa dalam operasi tetapi komplikasi dari apendisitis itu

sendiri. Sekiranya apendisitis ini tidak segera diubati maka keadaan akan memburuk dimana

apendisitis ini akan menyebar sehingga perforasi, gangrene dan seterusnya bisa menyebabkan

kematian. Kadar perforasi lebih tinggi pada pasien yang umurnya kurang dari 18 tahun dan pada

pasien manula yang berumur atas dari 50 tahun.

Page 17: apendisitis-kasus 3

ETIOLOGI7

Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor

pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini

biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan

limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula

menyebabkan terjadinya sumbatan.

Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan

hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab

lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E.

histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah

serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat

menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya

tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.

PATOGENESIS8

Nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,

kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi

meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat

secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.

Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus . Patologi apendisitis berawal di jaringan

mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada

apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan

pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin

bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun,

karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intralumen.

Page 18: apendisitis-kasus 3

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe,

sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat

inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar

umbilikus.

Apendisitis supuratif akut

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding

apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat,

sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut.

Apendisitis ganggrenosa.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang

disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika

dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam

keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan

ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga

terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di

dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun,

jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi

tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Page 19: apendisitis-kasus 3

Alur 1: Patogenesis apendisitis (nyeri di bagian epigastrium)

Page 20: apendisitis-kasus 3

Alur 2: Patogenesis apendisitis (nyeri di abdomen daerah kuandran kanan bawah)

PENATALAKSANAAN9

Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam

waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan

antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi

diberikan drain diperut kanan bawah.

a. Tindakan pre operatif: meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk

menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan

b. Tindakan operatif: appendiktomi

Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara:

Page 21: apendisitis-kasus 3

Gambar 7: Kanan adalah gambar dari operasi terbuka dan kiri dari laparoskopik

a) Cara terbuka

Satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan perut. Sayatan

akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami perforasi.

b) Cara laparoskopik.

sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar, yang lainnya

diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang halus dengan kamera yang

akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam

perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan

membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk operasi akan

dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan apendiks, pembuluh

darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.

Page 22: apendisitis-kasus 3

Gambar 8: operasi laparoskopi

Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik

laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah

terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih

cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah.

c. Tindakan post operatif: Satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat

tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari

ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

PROGNOSIS9, 10

Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah serta

stadium penyakit pada intervensi bedah. Apendisitis yang tidak ada komplikasi membawa

mortalitas kurang dari 0.1 persen, gambaran yang mencerminkan perawatan prabedah dan

pascabedah. Sekiranya apendisitis berkomplikasi, prognosisnya lebih buruk sehingga bisa

menyebabkan mortalitas meningkat terutama pada anak kecil dan manula. Makanya, pengesanan

Page 23: apendisitis-kasus 3

dan tindakan segera amat dibutuhkan bagi mengelakkan dari berlakunya komplikasi dan

seterusnya kematian.

KOMPLIKASI10

Walaupon apendiks ini merupakan organ yang kadang tidak kita ketahui fungsinya, tetapi

jika kita sudah terkena peradangan pada organ ini (apedisitis akut) dan kita tidak segera buang

apendistis ini, ianya akan berlanjut kepada komplikasi- komplikasi yang lebih parah. Antaranya

adalah;

1) Perforasi

Keterlambatan untuk berjumpa dokter dan membuang apendisitis itu akhirnya

akan berlanjutan sehingga menjadi perforasi (menjadi lubang=bocor). Perforasi

biasanya disertai dengan nyeri yang sangat hebat dan penderita akan mengalami

demam panas lebih dari demam apendisitis. . Insiden perforasi adalah 105 sampai

32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum

terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Keadaan fisik perderita:

- Detak jantung yang cepat

- Berkeringat

- Perut yang lembek dan kencang untuk disentuh

- Mual

- Muntah

2) Peritonitis

Peritonitis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput rongga perut

(peritoneum). Diklasifikasikan dalam 3 kelas yaitu primer, sekunder dan tertier.

Dan peritonitis yang disebabkan oleh apendisitis termasuk dalam peritonitis

sekunder.

Gejala yang terlihat:

- Penderita muntah

- Demam tinggi

- Merasakan nyeri tumpul di perut

Page 24: apendisitis-kasus 3

Penutup

KESIMPULAN

Apendisitis merupakan salah satu penyebab yang sering untuk nyeri abdomen. Walaupun

organ apendiks itu sering dikatakan tidak berfungsi tetapi sekiranya ianya sudah terkena

inflamasi menjadi apendisitis, ianya harus segera dioperasi bagi mengelakkan berlakunya

komplikasi. Makanya kita tidak boleh mengambil ringan jika mendapat nyeri abdomen dan

segeralah ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter. Tanpa tindakan dini, apendisitis

bisa berkomplikasi manjadi parah dan bisa menyebabkan fatal.

SARAN

Seperti yang diketahui apendisitis tidak diketahui penyebabnya tetapi antara salah satu

faktor penyababnya adalah kebiasaan makanan dan diet seseorang. Makanya kebiasaan makan

harus diubah dengan membanyakkan makan makanan berserat dan minum banyak air agar tidak

terjadi peningkatan waktu transit makanan di usus halus sehingga kelamaan bisa menyebabkan

obstruksi dan seterusnya apendisitis. Diperlukan juga peningkatan penyuluhan kesehatan

secara umum khususnya tentang gejala-gejala khas yang berbeda untuk tiap penyakit

gastrointestinal dan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit perlu ditingkatkan di

dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk tentang penyakit gastrointestinal pada

masyarakat

Page 25: apendisitis-kasus 3

Daftar Pustaka

1) Supartondo. Setiyohadi B. Anamnesis. In: Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus

SK, Siti S, editors. Ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna publishing;

2009.p.25-8.

2) Anderson RE. Repeated clinical and laboratory examninations in pasients with

diagnostic of appendicitis. World of Surgeries. 2006. p.479-90

3) H. George Burkitt, Clive Reed R.G, Joanna Reed. Differential diangnoses of acute

appendicitis. Essential surgery: problems, diagnosis and management. 4th edition.

Churchchill Livingstone Elsevier publishing. 2007.p.393

4) John T. Hansen and David R. Lambert. Clinical correlation of appendicitis. In: Paul

Kelly, Jennifer Surich, editors. Netter’s clinical anatomy. Published by Icon learning

System LLC. 2005. P.399.

5) Donald C. MclLRATH. Kelainan bedah apendiks vermiformis. Sabiston DC.

Sabiston buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC; 2005.p. 1- 4

6) Robbins and Cotran. Morfologi apendisitis akut. Bab 17: Traktus gastrointestinal.

Inngris Tania, Husny Muttaqin, Frans Danny, editors. Edisi 7. Jakarta: EGC

2009.p.506.

7) Sandy Craig. Acute appendicitis. In: Barry E Brenner. Disease and condition,

gastroenterology. Medscape from WebMD.

8) Richard S. Snell. Jenis nyeri abdomen. Abdomen bahagian 2, cavitis abdominalis.

Huriawati Hartanto, Enny listiawati, Junko Sunyono, editors. Anatomi klinikal untuk

mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Penerbit buku kedokteran, Jakarta: ECG; 2007.p.298-

299.

9) Donald C. MclLRATH. Kelainan bedah apendiks vermiformis. Sabiston DC.

Sabiston buku ajar bedah. Bagian 2. Jakarta: EGC; 2005.p.5- 9

10) MedlinePlus. Acute appendicitis .National Institute of Health 2011 Mei 02 (cited

2011 Mei 16). Available from: URL: HYPERLINK

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/spanish/Appendicitis.html.