anemia pada bumil

Upload: annisa-nurnisfi

Post on 06-Mar-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anemia pada ibu hamil

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGSampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain.Kerangka konsep model analisis kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.1 Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada tiga hasil akhir dalam model yaitu kehamilan, timbulnya komplikasi kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc Carthy dan Maine tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak langsung harus selalu melalui faktor penyebab yang langsung. Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian ibu. Penyakit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menyatakan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.9 Soeprono.10 menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%.11 Affandi 12 menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12 rumah sakit pendidikan/rujukan di Indonesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan anemia yang melahirkan di RS pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut meningkat dengan bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986 dimana prevalensi anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya paritas.13 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.Indonesia, prevalensi anemia tahun l970an adalah 46,570%. Pada SKRT tahun 1992 dengan angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun menjadi 50,9%. Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 76,17% 14,3 % di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65%.Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi.Angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun. Pada usia tersebut bayi masih memiliki cukup cadangan besi dari ibunya yang diberikan selama dalam kandungan. Tetapi setelah usia 6 bulan cadangan besi itu akan semakin menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.

B. TUJUAN PENULISAN1. Tujuan UmumMahasiswa mampu mempelajari Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Anemia secara teori.1. Tujuan KhususMahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnosis, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan Anemia.

C. RUANG LINGKUP PEMBELAJARANPembahasan makalah ini dibatasi pada tinjauan teori tentang Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil dengan Anemia.

D. METODE PENULISANDalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.

E. SISTEMATIKA PENULISANMakalah ini terdiri dari tiga Bab, yaitu : Bab I terdiri dari : latar belakang, tujuan pembelajaran, ruang lingkup pembelajaran, metode penulisan, sistematika penulisan. Bab II terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologi sel darah merah, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis, asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan Anemia (pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi). Bab III terdiri dari : kesimpulan dan saran

BAB IITINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN Anemia adalah:Kondisi dimana berkurangnya sel darah merah atau eritrosit dalam sirkulasi darah atau masa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai penbawa oksigen ke seluruh jaringan. (Menurut Tarwoto, 2008) Anemia pada ibi hamil adalah :Keadaan dimana terjadi kekurangan darah merah dan menurunnya hemoglobin kurang dari 9,5 g/dl dalam tubuh ibu hamil (Hb normal > 11 g/dl) . ( Tarwoto, Anemia pada Ibi hamil, hal. 70) Anemia pada ibu hamil adalah :Kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ- organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi Hb < 10,5 11,0 g/dl (Menurut Laros dalam Trula Myers, 1998)

2. ANATOMI FISIOLOGIa) Anatomi

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagia tengahnya 1 mikron atau kurang, tersusun atas membran yang sangat tipis sehingga sangat mudah terjadi diffusi oksigen, karbondioksida, dan sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti sel. Sel darah merah yang matang mengandung 200-300 juta hemoglobin (terdiri hem merupakan gabungan protoporfirin dengan besi dan globin adalah bagian dari protei yang tersusun dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta) dan enzim-enzim seperti G6PD (glucose 6-phospate dehydogenase). Hemoglobin mengandung kira-kira 90% besi dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen (oksihemoglobin) dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme. Kadar normal hemoglobin tergantung usia dan jenis kelamin.Hemoglobin adalah protei berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah. Normalnya alam darah pada laki-laki 15,5g/dl dan pada wanita 14,0 g/dl (Susan M Hinchliff, 1996) . Rata-rata konsentrasi hemoglobin (MCHC = Mean cell concentration of haemolobin) pada sel darah merah 32g/dl.b) Fisiologi

Sel darah merah terdiri dari membran dan hemoglobin. Hemoglobin itu sendiri mengandung globin (terdiri dari 4 polipeptida) dan heme (mengandung pigmen merah porfirin sehinnga darah arteri yang kaya oksigen menjadi lebih merah dibgandingkan darah pada vena yang kurang oksigen) hemoglobin menyusun 95% dari berat sel darah merah. Pada laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung 14-16 gr hemoglobin. Hemoglobin sangat penting dalam pengangkutan oksigen, karena mempunyai kemampuan daalam berkaitan dalam berkaitan dengan oksigen membentuk oksihemoglobin. Kemampuan ikatan ini dipengaruhi oleh Ph darah dan temperatur ( Black 1993). Menurunnya ph (asidosis) akan menurunkan saturasi oksigen sehingga kemampuan suplai ke jaringan menjadi berkurang. Saturasi oksigen juga berkurang pada hipotermia. Disamping oksigen, hemoglobin juga dapat berikatan dengan karbondoksida yang merupakan hasil metabolisme tubuh diangkut melalui proses diffusi dalam kapiler untuk selanjutnya ditransfer ke alveoli. Gas lain yang dapat berikatan adalah karbonmonoksida. Jika hemoglobin banyak berikatan dengan karbondioksida dan monoksida maka kemampuan untuk mengikat dengan oksigen akan berkurang. Sehingga mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen atau hipoksia jaringan. Zat besi merupakan unsur utama pembentuk hemoglobin. Pada tubuh orang dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100ml darah. Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2-6 gr, tergantung berat badan dan kadar Hb nya ( Black, 1994). Sedangkan hormon-hormon yang penting dalam pembentukansel darah merah adalah hormon tiroid, tiroid stimulating hormon, adrenal cortical steroid, adrenocorticotropic hormon dan eritropoitin. Penurunan hormon adrenal akan mempengaruhi respon eritropoetik.3. ETIOLOGI1) Kebutuhan zat besi dan asam folat yang meningkat untuk memenuhi kebutuhan darah ibu dan janinnya.2) Penyakit tertentu : penyakit ginjal, jantung, pencernaan, DM.3) Asupan gizi yang kurang4) Cara mengolah makanan yang kurang tepat5) Kebiasaan makan atau pantangan terhadap makanan tertentu seperti ikan, sayuran, dan buah- buahan.6) Kebiasaan minum kopi, teh bersamaam dengan makan.7) Kebisaan minum obat penenang dan alkohol.

4. KLASIFIKASI1) Anemia defisiensi zat besiMerupakan anemia yang disebabkan karena kekurangan asupan besi dalam gizi atau akibat perdarahan, absorbsi yang jelas, hiperemesis, akibat kehilangan darah haid yang banyak, kehamilan yang sering dan berkali- kali, kehilangan darah yang sedikit- sedikit tapi terus menerus seperti hemoroid. Normalnya zat besi dikeluarkan tidak lebih dari 1 mg setiap hari melalui urine, kulit, feses. Pada wanita selama menstruasi akan kehilangan kurang lebih 15 mg dan kurang lebih 500 mg kehilangan besi selama kehamilan normal.Anemia ini diobati dengan pemberian zat besi dan pangaturan diet. Jiak tidak terlihat respon yang cepat terhadap terapi zat besi atau bila kadar hemoglobinnya kurang dari 8 g, transfusi dengan packet red cell dapat diberikan. Pada wanita hamil denga janin tunggal kebutuhan zat besi sekitar 1000 g selama hamil atau naik sekitar 200- 300 %. Perkiraan besarnya zat besi yang perlu ditimbun selama hamil 1040 g. Dari jumlah itu, 200 g zat besi tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 g sisanya hilang. Sebanyak 300 g besi ditransfer ke janin dengan rincian 50- 75 g untuk pembentukan plasenta, 450 g untuk menambah jumlah sel darah merah dan 200 g hilang ketika melahirkan. Kebutuhan zat besi pada trimester I relatif lebih sedikit yaitu sekitar 0,8 g/ hari, tetapi pada trimester II dan III meningkat menjadi 6,3 g/ hari.

2) Anemia Defisiensi Asam FolatAsam folat diperlukan untuk pertunbuhan jaringan dan produksi sel- sel darah merah. Asam folat merupakan satu- satunya vitamin yang dibutuhkan selam hamil. Asam folat berfungsi untuk metabolisme makanan menjadi energi, sintesis DNA, pematangan sel darah merah, pertumbuhan sel janin dn plasenta. Sekitar 24- 60% wanita di berbagai negara mengalami defisiensi asam folat, karena kandungan asam folat dalam makanan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan wanita hamil. Karena kebutuhan asam folat selama hamil 2x lipat sebelum hamil. Diet yang kaya akan sayuran hijau dan protein hewani biasanya sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat itu.Pada wanita tidak hamil kebuthan sama folat sekitar 50- 100 g / hari, pada wanita hamil terjadi peningkatan menjadi 200- 400 g / hari. Peningkatak kebutuhan ini diakibatkan meningkatnya sintesis jaringan pada ibu dan janinnya. Normalnya kadar serum folat ibi hamil > 6,0 ng/ml, jika < 2,0 ng/ml indikasi anemia. Pada anemia defisiensi asam folat, karakteristik sel darah merah > dan tidak matur sehingga disebut megaloblastosis. Sebagian besar wanita hamil yang beresiko adalah para wanita yang memiliki riwayat perdarahan anterpatum/ retardasi pertumbuhan pada bayinya, wanita- wanita dengan kondisi sosio ekonomi yang buruk, wanita dengan kehamilan kembar atau multi gravida dengan 4 atau lebih kehamilan sebelumnya.

Penanganan spesifik untuk anemia ini adalah pemberian tablet asam folat setiap hari yang dikombinasi dengan perbaikan diet jika diperlukan. Sebagian dokter akan meresepkan asam folat setiap hari sebagai tindakan preventif bagi semua pasiennya, sebagian lain hanya memberikan pada pasien- pasien yang beresiko.

3) Anemia HipoplastikDisebabkan karenasumsum tulang tulang kurang mampu membuat sel- sel darah baru. Darah tepi menunjukkan gambaran normositer dan normo- chrom. Tidak ditemukan ciri- ciri defisiensi besi, asam folat, atau vitamin B12. Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata. Ciri lain adalah pengobatan dengan segala macam obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu- satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita ialah transfusi darah, yang sering perlu diulang beberapa kali.Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan selamat mencapai masa nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoplastik lagi. Anemia aplastik (panmielophtisis) dan anemia hipolastik berat yanng tidak diobati mempunyai prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak.

4) Anemia HemolitikDisebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil ; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya anemianya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat- obat penambah darah tidak memberi hasil. Transfusi darah, yang kadang- kadang diulang beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik bawaan dalam trimester II atau III. Pada anemia hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab- sebab itu harus disingkirkan, misalnya pemberian obat- obat yang dapat menyebabkan sumsum tulang harus segera dihentikan.

5) Anemia- Anemia lainSeorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemiaHemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberculosis, sifilis, tumor ganas, dsb, dapat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat dan mempunyai pengaruh tidak baik bagi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, serta bagi anak dalam kehamilan.Pengobatan ditujukan pada sebab pokok anemianya misalnya, antibiotik untuk infeksi, obat- obat anti malaria, anti sifilis, obat cacing, dan lain- lain. Prognosis bagi ibu dan anak tergantung pada sebab anemianya, serta berhasil tidaknya pengobatannya.

5. PATOFISIOLOGITimbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebih atau keduanya.Kegagalan sumsum (misal berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi karena kekurangan nutrisi,pajanan toksik,invasi tumor,atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.Sel darah merah dapat hilang melalui pendarahan atau hemolisis(destruksi).Pada kasus yang disebut terakhir,masalahnya dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah nerah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan desruksi sel darah merah.Lisis sel darah merah(disolusi)terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendoteliel,terutama dalm hati dan limpa.Sebagai hasil samping proses ini,bilirubin yang terbentuk dalam fagosit,akan memasuki aliran darah.Setiap kenaikan destruksi sel darah merah(hemolisis)segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.(Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang,kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera)Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik,maka hemoglobin akan muncul dalam plasma(hemoglobinema).Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengiksy semuanya( misal apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl),hemoglobin akan terdifusi dalam glomelurus ginjal dan ke urin (hemoglobinuria).Jadi ada atau tidaknya hemoglobinema dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupaka petunjuk untuk sifat proses hemolitik tersebut.Kesimpulan apakah Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi,diperoleh dengan dasar :1) Hitung retikulosist dalam sirkulasi darah 2) Derajat ploriferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematanganya,seperti yang terlibat dalam biopsi 3) Ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemaEritropoesis(produksi sel darah merah) apat dtentukan dengan cara mengukur kecepatan dimana injeksi besi radioaktif dimasukkan ke sirkulasi eritrosit.Rentang hidup sel darah merah pasien (kecepatan hemolisis)dapat diukur dengan menandai sebagian diantaranya dengan injeksi kronium radioaktif , dan mengikuti sampai bahan tersebut mmenghilang dari sirkulasi darah sampai beberapa hari sampai minggu.

6. MANIFESTASI KLINIS1) Pucat pada mata2) Kekuningan pada mata3) Cepat lelah, sering pusing dan sakit kepala4) Sering terjadi keram di kaki5) Terjadi sariawan, peradangan gusi, peradangan pada lidah dan peradangan pada sudut mulut6) Pemeriksaan hemoglobin < 9,5 g/dl7) Tekanan darah turun8) Mengalami diare9) Depresi10) Gangguan tidur11) Perlambatan frekwensi nadi

7. KOMPLIKASI1) Pada ibu menjadi penyulit persalinan 2) Resiko syok hipovilemik pada waktu persalinan3) Mudah terjadi penyakit selama kehamilan 4) Keguguran, lahir premature5) Bayi lahir dengan berat badan rendah6) Kelainan bawaan/cacat pada janin7) Kematangan fungsi organ tubuh janin tidak sempurna8) Ablasio plasenta9) Gangguan atau hambatan pada pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk sel otak10) Perdarahan sebelum dan selama persalinan karena atonia uteri11) Kematian akan lebih besar12) Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum13) Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat menyebabkan decompensatio cordis14) Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibupada persalinan sulit walaupun tidak terjadi perdarahan

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1) Konsentrasi Hb :< 10 g/dl2) Hematokrit: < 30%3) Keadaan sel darah merah: mikrositik4) Meningkatnya kemampuan total mengikat zat besi (iron binding capacity) hingga 350-500 mg/dl5) Serum besi :