analisis terhadap putusan hakim berupa …

66
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Fajar Deni Kusumawati NIM : E. 0004161 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM

BERUPA PEMIDANAAN

TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Fajar Deni Kusumawati

NIM : E. 0004161

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008

Page 2: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

ii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN

TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK

Disusun Oleh : FAJAR DENI KUSUMAWATI

NIM : E. 0004161

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Selasa Tanggal : 22 April 2008

TIM PENGUJI

1. Edy Herdyanto, SH., M.H. : ................................................ Ketua 2. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. : ................................................ Sekretaris 3. Kristiyadi, S.H., M.Hum. : .............................................. Anggota

MENGETAHUI Dekan,

Moh. Jamin, S.H., M.Hum NIP. 131 570 154

Page 3: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN

TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK

Disusun Oleh :

FAJAR DENI KUSUMAWATI

NIM : E. 0004161

Disetujui untuk dipertahankan

Dosen Pembimbing

Kristiyadi, S. H., M. Hum

NIP. 131 569 273

Page 4: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

iv

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN

TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK

Disusun Oleh : FAJAR DENI KUSUMAWATI

NIM : E. 0004161

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Selasa Tanggal : 22 April 2008

TIM PENGUJI

4. Edy Herdyanto, SH., M.H. : ................................................ Ketua 5. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. : ................................................ Sekretaris 6. Kristiyadi, S.H., M.Hum. : .............................................. Anggota

MENGETAHUI Dekan,

Moh. Jamin, S.H., M.Hum NIP. 131 570 154

Page 5: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

v

ABSTRAK

FAJAR DENI KUSUMAWATI, E.0004161, ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK, Penulisan Hukum, 2008, 53 halaman.

Penulisan hukum ini berpangkal tolak dari perumusan masalah bagaimana dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap perkara tindak pidana anak dan hambatan-hambatan apa saja yang dialami hakim dalam menjatuhkan putusan secara teoretis.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : jenis penelitian normatif, sifat penelitian deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, sumber data adalah sumber data sekunder yang masih relevan dengan permasalahan yaitu bahan hukum primer (KUHP, KUHAP, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dan peraturan perundang-undangan lainnya), bahan hukum sekunder (putusan Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo dan literatur-literatur lainnya yang terkait) dan bahan hukum tersier (internet), teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, dan teknik analisis data berupa analisis data kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dasar pertimbangan yang dipergunakan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan adalah KUHP, KUHAP khususnya Pasal 183, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, yang kesemuanya memuat tentang laporan penelitian BAPAS, hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pada diri terdakwa, fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan yang ditarik dari alat bukti yang ada. Hambatan-hambatan yang dialami hakim dalam menjatuhkan putusan secara teoretis adalah belum adanya pedoman bagi hakim tentang pemidanaan terhadap terdakwa anak serta Pengadilan Anak yang masih merupakan bagian dari Pengadilan Umum dan belum menjadi suatu lembaga yang berdiri sendiri.

Page 6: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan

rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada kita semua, makhluk-makhluk ciptaan-

Nya. Amin.

Merupakan kebahagiaan yang tidak terkira bagi penulis karena pada

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan lancar.

Penyelesaian penulisan hukum ini memakan waktu yang cukup lama karena pada

semester yang pertama penulis juga harus membagi waktu untuk menyelesaikan

tugas-tugas kuliah dan juga karena masalah internal dalam penulisan hukum ini.

Penulis mengambil tema tersebut karena penulis ingin mengkaji tentang

putusan yang dapat dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa anak. Seiring dengan

perkembangan zaman, tidak sedikit anak yang melakukan tindak pidana yang

disebabkan oleh berbagai faktor dan salah satunya adalah faktor emosi dan mental

anak yang belum stabil. Tindak pidana yang dilakukan anak bermacam-macam,

mulai dari mencuri sampai dengan mengkonsumsi narkotika, dimana tindak

pidana tersebut secara langsung akan mempengaruhi jenis putusan yang akan

dijatuhkan hakim. Dalam penulisan hukum ini, di tengah jalan penulis mengalami

banyak kendala diantaranya adalah kurangnya referensi yang bisa dijumpai yang

bisa mendukung penulisan hukum ini. Namun penulis tidak pantang menyerah

karena terdorong motivasi ingin menghasilkan karya ilmiah dan motivasi untuk

menambah literatur yang berkaitan dengan tindak pidana anak.

Penyelesaian penulisan hukum ini tidak terlepas dari dukungan dan

bantuan beberapa pihak, yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkait

dalam penulisan hukum ini. Oleh karena itu, penulis mempunyai kewajiban untuk

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Bapak Moh. Yamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan penulisan hukum ini.

Page 7: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

vii

2. Bapak Edi Herdiyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang

telah membantu dalam penulisan hukum ini, khususnya dalam penunjukan

Dosen Pembimbing dan ikut memantau perkembangan penulisan hukum ini.

3. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku pembimbing penulisan hukum yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.

4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum, yang banyak membantu dalam

penulisan hukum ini.

5. Bapak M. Najib Imanullah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang

telah membimbing penulis selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum

UNS.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

dan pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam

penulisan hukum ini.

7. Bapak Subiharta, S.H., M.Hum., selaku Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian

hukum ini.

8. Bapak H. Samino, S.H., M.Ag, selaku Ketua Kepaniteraan Hukum

Pengadilan Negeri Sukoharjo yang telah membantu membimbing dan

memberikan arahan kepada penulis selama melakukan penelitian.

9. Bapak dan Ibu karyawan Pengadilan Negeri Sukoharjo yang telah

membantu mencarikan data-data dan memberikan informasi kepada penulis

selama melakukan penelitian.

10. Bapak dan Ibu tercinta, yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayangnya

dan tak pernah lelah mendorong dan memberikan motivasi kepada penulis

untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

11. Kakak-kakakku tersayang, ”mbak Nining dan mbak Wulan” yang selalu

menemani sejak masih kecil dan selalu mau membantu disaat aku kesulitan.

Pastikan kalian selalu ada untukku dan menemaniku.

Page 8: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

viii

12. Adek sepupuku, ”Jiji”, yang selalu menyediakan waktunya untuk

mendengarkan ”keluh kesahku, curhatku, dan luapan emosiku lainnya”.

”You’re my little sist and you’re my best friend I ever had!”.

13. Teman-teman karibku, Dian ”Ndun” dan Dian ”Pus”, yang selalu ada

untukku disaat ingin berbagi cerita dan selalu menemaniku selama 4 tahun

ini. ”Jangan pernah lupakan aku Gals, jika kita telah mempunyai kehidupan

masing-masing. Kalian akan selalu jadi teman terbaikku dan kalian akan

selalu ada dihatiku. Aku merasa kesepian jika kalian tak ada”.

14. Teman-teman baikku, ”Evani, Erika, Endang”, yang telah menemaniku

disaat aku harus memulai kehidupan baru yang sangat asing bagiku. ”Tanpa

kalian, aku akan kesulitan menyesuaikan diri”.

15. Teman se”gengku”, Nungki, Wulan, Giri, masa-masa indahku menjadi

semakin berarti dan membuat hari-hariku yang telah berwarna menjadi

semakin berwarna setelah ada kalian. ”Hai Galz, sebentar lagi aku akan

menyusul kalian yang telah mendahuluiku menemui dunia nyata”.

16. Teman-teman ”Kos Rahayu” dan teman-teman ”X-Kos Rahayu: Mbak Ratri,

Mbak Sari, Mbak Mus, Mbak Dina, Mbak Arum”, yang selalu menemaniku

disaat aku kesepian dan selalu mau menemaniku mencari ”obat penyambung

hidup”.

17. Teman-teman magang, Etika ”Tiko”, Nur ”Cempluk”, Uun, Rita, Rosana,

Tera ”Velove”, Ratih, dan Sigit. Terima kasih karena kalian selalu mau

menemani aku.

18. Teman-teman yang pernah ”merasuki” hidupku, aku menjadi semakin

bersemangat dan menikmati kehidupan ini. ”Terima kasih karena kalian

telah melukiskan pelangi yang indah di hidupku”.

19. Teman-teman senasib seperjuangan, angkatan 2004, yang telah mewarnai

hidupku selama ini. ”Ingat Frens! Perjuangan kita tak hanya berakhir sampai

disini. Sebentar lagi kita akan menjemput dahsyatnya badai kehidupan yang

sebenarnya”.

Page 9: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

ix

20. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu

pengetahuan dan pengalaman untuk mengarungi samudra kehidupan yang

sesungguhnya.

Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan

manfaat dan faedah kepada kita semua, terutama untuk penulis, akademisi,

praktisi, dan masyarakat umum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, April 2008

Penulis

Page 10: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

ABSTRAK.................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI................................................................................................. ix

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

B. Perumusan Masalah ...................................................... 7

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ........................................................ 8

E. Metode Penelitian ......................................................... 9

F. Sistematika Penulisan Hukum .................................... 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 13

A. Kerangka Teori ........................................................... 13

1. Tinjauan tentang Putusan Hakim dalam Perkara

Tindak Pidana ....................................................... 13

2. Tinjauan tentang Pengertian Anak........................ 17

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana yang Dilakukan

Anak...................................................................... 19

4. Tinjauan tentang Tata Cara Persidangan di

Pengadilan Anak .................................................. 23

B. Kerangka Pemikiran.................................................... 29

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................ 31

A. Dasar Pertimbangan yang Dipergunakan oleh Hakim

dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Perkara

Tindak Pidana Anak.................................................... 31

Page 11: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

xi

B. Hambatan-Hambatan yang Dialami Hakim dalam

Menjatuhkan Putusan Secara Teoretis ........................ 49

BAB IV : PENUTUP......................................................................... 51

A. Simpulan ..................................................................... 51

B. Saran .......................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional Indonesia telah mempunyai arah dan tujuan

yang jelas dan terarah, yaitu untuk mencapai suatu keadaan masyarakat

Indonesia yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun spirituil

yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam UUD 1945 telah

dijelaskan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum

(Rechtsstaat), yaitu Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), dan

tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Kalimat tersebut

mempunyai makna bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang

demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (C. S.

T. Kansil, 1989 : 346)

Penegakan hukum dalam Negara hukum seperti Indonesia, merupakan

hal yang penting untuk dapat menciptakan keadilan dalam masyarakat sesuai

dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Pengadilan merupakan

lembaga yang tepat untuk penegakan hukum tersebut karena pengadilan

adalah suatu badan peradilan yang merupakan tumpuan harapan untuk

mencari keadilan dan merupakan jalan yang terbaik untuk menyelesaikan

seluruh perkara dalam Negara hukum.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak peristiwa yang menarik

perhatian masyarakat akhir-akhir ini, yaitu banyaknya anak yang melakukan

tindak pidana. Setiap tahunnya lebih dari 4.000 (empat ribu) anak diajukan ke

pengadilan atas kejahatan ringan. Maka tidaklah heran bila 9 (sembilan) dari

10 (sepuluh) anak ini akhirnya dijebloskan ke penjara.

1

Page 13: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

2

Sepanjang tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisian

lebih dari 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada

bulan Januari hingga Mei 2002 ditemukan 4.325 tahanan anak di rumah

tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Lebih

menyedihkan, sebagian besar (84.2 %) anak-anak ini berada di dalam lembaga

penahanan dan pemenjaraan untuk orang-orang dewasa dan pemuda. Jumlah

anak-anak yang ditahan tersebut, tidak termasuk anak-anak yang ditahan di

kantor polisi (Polsek, Polres, Polda dan Mabes). Pada rentang waktu yang

sama, yaitu Januari hingga Mei 2002, tercatat 9.465 anak-anak yang berstatus

sebagai Anak Didik (Anak Sipil, Anak Negara dan Anak Pidana) tersebar di

seluruh rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan. Sebagian besar, yaitu

53,3 %, berada di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan untuk orang-

orang dewasa dan pemuda. Keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan

dan pemenjaraan bersama orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan

anak-anak pada situasi rawan menjadi korban berbagai tindak kekerasan

(www.unicef.org/indonesia/uni-jjs1_2final.pdf). Masalah-masalah tersebut

menyebabkan para penegak hukum harus bekerja secara ekstra untuk dapat

menegakkan keadilan.

Keberadaan anak dalam suatu bangsa sangatlah penting karena anak

merupakan generasi penerus suatu bangsa yang mempunyai hak dan

kewajiban untuk melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, yaitu

mewujudkan cita-cita untuk membangun bangsa dan Negara Indonesia. Anak

merupakan subyek dan obyek dalam pembangunan nasional Indonesia, yang

juga merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,

yang memiliki peranan khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan

dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan

sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Anak dalam perkembangannya menuju ke kedewasaan, ada kalanya

melakukan perbuatan yang lepas kontrol, yaitu melakukan perbuatan yang

Page 14: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

3

tidak baik sehingga dapat merugikan dirinya sendiri, bahkan dapat merugikan

orang lain. Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa

pertumbuhan sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas dari

lingkungan tempat ia bergaul. Sudah banyak terjadi karena lepas kendali,

kenakalan anak berubah menjadi tindak pidana atau kejahatan, sehingga

perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir lagi. Anak yang melakukan tindak

pidana harus berhadapan dengan aparat penegak hukum untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya (Gatot Supramono, 2000 : IX).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah meningkatnya

tindak pidana yang dilakukan anak adalah dengan diterapkannya sanksi

hukum pidana bagi anak yang melakukan kejahatan. Dalam hal ini peranan

hakim yang menangani perkara pidana anak sangatlah penting. Hakim

mempunyai wewenang untuk melaksanakan peradilan. Hakim wajib menggali

dan memahami faktor-faktor yang menjadi penyebab seorang anak melakukan

tindak pidana.

Hakim sebagai aparat pemerintah, mempunyai tugas memeriksa,

menyelesaikan, dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya. Hakim

harus dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan

masyarakat. Dalam menjatuhkan putusan pidana, hakim harus

mempertimbangkan tujuan dari pemidanaan itu sendiri, yaitu membuat pelaku

tindak pidana jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Hakim tidak

boleh hanya memperhatikan kepentingan anak sebagai pelaku tindak pidana.

Berbagai pihak yang harus bertanggung jawab dalam menghadapi

masalah anak adalah sekolah, orang tua, masyarakat sekitar, penegak hukum,

dan pemerintah. Pihak-pihak tersebut harus lebih memberikan perhatian dan

penanganan secara khusus dengan melakukan pembinaan, pendidikan, dan

pengembangan perilaku anak tersebut. Dalam penegakan hukum, ada

beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan,

dan keadilan.

Page 15: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

4

Suatu masalah tersendiri bagi hakim yang menangani perkara pidana

anak adalah dalam hal perlakuan terhadap anak. Karena pelaku tindak pidana

masih termasuk anak-anak, maka perlakuan terhadap anak tersebut harus

dibedakan dengan orang dewasa pada saat proses persidangan, sebab dilihat

secara fisik dan pikirannya memang berbeda dengan orang dewasa.

Penanganan perkara pidana yang pelakunya masih tergolong anak,

sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak dapat dikatakan hampir tidak ada bedanya dengan

penanganan perkara yang tersangka atau terdakwanya adalah orang dewasa.

Bagir Manan (dalam Gatot Supramono) mengatakan di lapangan hukum

pidana anak-anak diperlakukan sebagai ”orang dewasa kecil”, sehingga

seluruh proses perkaranya- kecuali di Lembaga Pemasyarakatan- dilakukan

sama dengan perkara orang dewasa. Keadaan dan kepentingan anak sebagai

anak-anak (orang belum dewasa) kadang-kadang sedemikian rupa diabaikan

tanpa ada perlakuan-perlakuan yang khusus (Gatot Supramono, 2000: 10)

Hal yang paling transparan dalam pemeriksaan, apabila tersangka/

terdakwa anak ini dilakukan penahanan, dari segi waktu tidak berbeda dengan

waktu penahanan yang diberlakukan bagi orang dewasa. Begitu pula petugas

pemeriksa dalam memeriksa tersangka/ terdakwa anak dengan cara yang sama

dengan orang dewasa, bahkan kadang-kadang dengan cara dibentak, dipukul,

ditakuti, bahkan dengan kekerasan. Perlakuan yang berbeda hanya pada waktu

pemeriksaan di sidang pengadilan. Sidang untuk perkara anak dilakukan

secara tertutup (Pasal 153 ayat (3) KUHAP) dan petugasnya (hakim dan jaksa)

tidak memakai toga. Penanganan perkara anak yang tidak dibedakan dengan

perkara orang dewasa dipandang tidak tepat karena sistem yang demikian

akan merugikan kepentingan anak yang bersangkutan. Anak yang mendapat

tekanan ketika pemeriksaan perkaranya sedang berlangsung, akan

mempengaruhi sikap mentalnya (Gatot Supramono, 2000 : 10).

Page 16: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

5

Munculnya Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak telah memberikan landasan hukum yang kuat untuk membedakan

perlakuan terhadap anak yang terlibat suatu tindak kejahatan. Sebelum

berlakunya kedua undang-undang tersebut, terasa masih minim sekali

peraturan hukum yang menyangkut tentang peradilan anak. Peraturan yang

mengatur pengadilan anak sebelum berlakunya undang-undang tersebut

adalah Pasal 45, 46 dan Pasal 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak. Selain Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak, ada juga Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak yang mengatur perlindungan terhadap anak. Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 3

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

menyebutkan perlindungan bagi anak didalam lingkungannya saat keadaan

bahaya. Selanjutnya Pasal tersebut berbunyi ”Anak berhak atas perlindungan

terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat

pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. Dalam keadaan yang

membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan,

bantuan, dan perlindungan”. Jadi yang harus mengusahakan perlindungan

anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan

berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu.

Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak menyatakan bahwa anak yang mengalami masalah kelakuan diberi

pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan

yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pelayanan dan

asuhan tersebut juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah

melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim. Dari pasal

tersebut telah dinyatakan dengan jelas bahwa undang-undang dengan tegas

menyatakan dan mendorong pentingnya perlindungan anak dalam rangka

mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil terhadap anak.

Page 17: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

6

Putusan hakim yang berisikan sanksi pidana bagi terdakwa anak tidak boleh

menimbulkan pengaruh buruk bagi sikap mental dan kejiwaan anak, yang

membuat nilai-nilai kemanusiaan anak menjadi lebih rendah daripada

sebelumnya, karena penjatuhan pidana tidak berorientasi pada sifat

pembalasan dan penghukuman, tetapi lebih bertitik tolak pada kepentingan

kesejahteraan anak dan masa depan anak.

Ketentuan hukum mengenai anak-anak, khususnya bagi anak yang

melakukan tindak pidana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak, baik pembedaan perlakuan di dalam hukum acara

maupun ancaman pidananya. Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai

batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak seperti yang

tercantum dalam Pasal 4 ayat (1), yaitu sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun

tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

kawin. Apabila yang bersangkutan telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun,

maka menurut Pasal 4 ayat (2) tetap diajukan ke sidang anak (Wagiati

Soetodjo, 2006 : 29).

Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam undang-undang tersebut

ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih

berumur 8 (delapan) sampai dengan 12 (dua belas) tahun hanya dikenakan

tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) sampai

dengan 18 (delapan belas) tahun dijatuhi hukuman pidana. Pembedaan

perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental, dan sosial anak (Penjelasan UU No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak).

Menurut Wagiati Soetodjo dalam bukunya Hukum Pidana Anak, sejak

adanya sangkaan atau penyidikan sampai diputuskan pidananya dan menjalani

putusan tersebut, anak harus didampingi oleh petugas sosial (social worker),

yaitu BISPA (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak)1 yang

1 Sekarang ini bukan BISPA lagi yang mendampingi anak tetapi BAPAS, yaitu Balai

Pemasyarakatan.

Page 18: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

7

membuat Case Study tentang anak dalam sidang. Pembuatan Case Study ini

merupakan hal yang terpenting dalam sidang anak karena sangat berpengaruh

terhadap perkembangan anak di kemudian hari, karena di dalam memutuskan

perkara anak dengan melihat Case Study dapat dilihat dengan nyata keadaan

anak. Apabila hakim yang memutus perkara anak tidak dibantu dengan Case

Study, maka hakim tidak akan mengetahui keadaan anak yang sebenarnya

sebab hakim hanya boleh bertemu terbatas dalam ruang sidang. Yang

tercantum dalam Case Study adalah gambaran keadaan anak, berupa masalah

sosialnya, kepribadiannya, maupun latar belakangnya, dan juga saran-saran

dari petugas BISPA kepada hakim mengenai tindakan yang sebaiknya

diambil, guna kepentingan dan lebih memenuhi kebutuhan anak (Wagiati

Soetodjo, 2006 : 45-47).

Masalah penjatuhan sanksi pidana atau penghukuman adalah

wewenang hakim. Oleh karena itu, dalam menentukan hukuman yang pantas

untuk terdakwa anak, hakim harus memiliki perasaan yang peka dalam artian

hakim harus menilai dengan baik dan objektif, dan penjatuhan hukuman

tersebut harus mengutamakan pada pemberian bimbingan edukatif, disamping

tindakan yang bersifat menghukum.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis ingin menganalisa

putusan hakim yang telah in kracht untuk mengetahui hal-hal yang menjadi

dasar pertimbangan hakim, dalam suatu penulisan hukum dengan judul :

”ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN

TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting, yaitu

untuk menegaskan pokok masalah atau sebagai pedoman dari masalah yang

akan diteliti sehingga mempermudah bagi penulis dalam membahas

permasalahan serta dapat mencapai sasaran, sesuai dengan apa yang

Page 19: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

8

diharapkan. Berpangkal pada latar belakang yang telah dikemukakan dimuka,

maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim dalam

menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap perkara tindak pidana anak?

2. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami hakim dalam menjatuhkan

putusan secara teoretis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam

penelitian sebagai pemecahan masalah yang dihadapi. Berdasarkan

permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Subjektif

a. untuk memperoleh data yang akan dipergunakan oleh Penulis dalam

penyusunan skripsi, sebagai syarat dalam meraih derajat Sarjana dalam

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

b. untuk menambah pengetahuan Penulis dalam bidang hukum,

khususnya dalam hal pemidanaan terhadap perkara tindak pidana anak,

dengan harapan dapat bermanfaat di kemudian hari.

2. Tujuan Objektif

a. untuk mengetahui dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim

dalam menjatuhkan putusan pemidanaan dalam perkara tindak pidana

anak.

b. untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami hakim dalam

menjatuhkan putusan secara teoretis.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan

manfaat, sedangkan manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah :

Page 20: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

9

1. Manfaat Teoretis

Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum serta memberikan suatu

pemikiran di bidang hukum pada umumnya yang didapat atau diperoleh

dari perkuliahan dengan praktek di lapangan dalam bidang Hukum Acara

Pidana, khususnya dalam Tindak Pidana Anak.

2. Manfaat Praktis

a. untuk mencocokan bidang ilmu yang telah diperoleh dalam teori

dengan kenyataan yang ada dalam praktek.

b. hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta

pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berminat pada hal

yang serupa.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam suatu penelitian ilmiah merupakan suatu

faktor yang sangat penting. Suatu penelitian dapat dipercaya kebenarannya

apabila menggunakan metode yang tepat sehingga akan mempermudah

mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu

penggunaan metode yang tepat akan menghasilkan data dan informasi yang

dapat dipertanggungjawabkan, valid, relevan dan lengkap untuk menganalisis

permasalahan secara sistematis dan konsisten.

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian

yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga

penelitian doktrinal. Penelitian hukum normatif atau doktrinal adalah

penelitian yang menggunakan data sekunder.

Page 21: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

10

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yaitu suatu

penelitian yang bertujuan memberi gambaran keadaan yang secermat

mungkin mengenai suatu individu (manusia), keadaan, gejala atau

kelompok tertentu, adakalanya tidak. Dalam penulisan hukum ini, penulis

memberikan gambaran mengenai putusan Hakim Pengadilan Negeri

Sukoharjo.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung tapi sudah

berbentuk dokumen-dokumen, arsip-arsip yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

berupa putusan Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah

sumber data sekunder. Sumber data sekunder tersebut meliputi :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

yang masih relevan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, Kitab undang-Undang Hukum Perdata,

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-

Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-

Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Undang-

Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Perlindungan Anak, Undang-

Undang No. No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-

Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, dan Undang-

Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Page 22: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

11

b. Bahan hukum sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer dan yang digunakan yaitu buku-buku atau literatur

lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana anak.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier

yang digunakan adalah internet.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara studi

kepustakaan, yaitu mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku,

dokumen-dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, dan bahan

pustaka lainnya yang ada kaitannya dengan objek yang diteliti, dalam

penulisan hukum ini adalah putusan Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo.

6. Teknik Analisis Data

Oleh karena data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder, berupa dokumen-dokumen, maka teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu teknik analisis data yang

dilakukan tanpa menggunakan angka maupun rumusan statistik dan

matematika.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang

hal-hal yang akan diuraikan dalam penulisan hukum ini, maka penulis akan

memberikan sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini

terdiri dari IV bab, beberapa sub bab, termasuk pula daftar pustaka dan

lampiran.

Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang

permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Page 23: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

12

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang tinjauan pustaka yang

menjadi literatur pendukung dalam pembahasan penulisan

hukum ini. Tinjauan pustaka dalam penulisan hukum ini meliputi

Tinjuan Tentang Putusan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana,

Tinjauan Tentang Pengertian Anak, Tinjauan Tentang Tindak

Pidana yang Dilakukan Anak, dan Tinjauan Tentang Tata Cara

Persidangan di Pengadilan Anak.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan

pembahasan yaitu mengenai dasar pertimbangan yang

dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan dalam perkara tindak pidana anak dan hambatan-

hambatan yang dialami hakim dalam menjatuhkan putusan

secara teoretis.

BAB IV : PENUTUP

Pada bagian penutup memuat pokok-pokok yang menjadi

simpulan dan saran. Pokok-pokok simpulan adalah jawaban dari

pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Pokok-

pokok simpulan diuraikan secara padat, ringkas dan spesifik.

Pada bagian saran merupakan sumbangan pemikiran dalam

praktik peradilan, khususnya bagi para hakim.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 24: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Putusan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana

Hakim merupakan organ pengadilan yang memegang peran

penting dalam suatu perkara pidana. Menurut Pasal 31 Undang-Undang

No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim adalah pejabat

yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 8 KUHAP, hakim adalah pejabat

peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk

mengadili. Pasal 1 angka 9 KUHAP menjelaskan bahwa ”mengadili

adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan

memutus perkara pidana berdasarkan azas bebas, jujur, dan tidak memihak

di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang”.

Suatu perkara pidana dapat dikatakan selesai atau berakhir apabila

hakim telah mengeluarkan suatu putusan. Untuk memutus suatu perkara,

hakim harus memeriksa perkara dan harus terlebih dahulu memahami

unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Setelah hakim menyatakan

”pemeriksaan persidangan ditutup”, maka hakim selanjutnya akan

mengadakan musyawarah hakim untuk menyiapkan suatu putusan, dan

apabila perlu musyawarah tersebut diadakan setelah terdakwa, saksi,

penuntut umum, penasihat hukum dan hadirin meninggalkan ruang sidang.

Menurut Pasal 1 angka 11 KUHAP, yang dimaksud dengan

Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau

lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini. Mengenai putusan apa yang akan dijatuhkan

13

Page 25: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

14

pengadilan, tergantung hasil mufakat musyawarah hakim berdasar

penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan

segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan (M.

Yahya Harahap, 2006: 347). Ada beberapa jenis bentuk putusan yang

dapat dijatuhkan oleh pengadilan, yaitu :

a. Putusan bebas

Adalah putusan yang dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat

bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya

”tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.

b. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

Adalah putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan apabila pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.

c. Putusan pemidanaan

Adalah putusan yang dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat dan

menilai bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya.

Disamping putusan-putusan tersebut di atas, masih ada putusan-

putusan yang lainnya, yaitu putusan yang menyatakan dakwaan tidak

dapat diterima, putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum, dan

juga putusan yang bersifat penetapan, misalnya penetapan tidak

berwenang mengadili dan penetapan untuk tidak menjatuhkan pidana akan

tetapi berupa tindakan hakim, seperti memasukkan terdakwa ke rumah

sakit jiwa. Seorang hakim harus memperhitungkan sifat dan tingkat

keseriusan delik yang dilakukan, keadaan yang meliputi perbuatan-

perbuatan yang dihadapkan kepadanya serta melihat kepribadian dari

pelaku perbuatan dengan umurnya, tingkat pendidikan, jenis kelamin,

lingkungan, dan lain sebagainya.

Telah dikemukakan di muka bahwa seorang hakim menjatuhkan

putusan atas perkara pidana anak berdasarkan Case Study yang telah

Page 26: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

15

terlebih dahulu dibuat oleh social worker. Dengan melihat Case Study

tersebut, hakim dapat memilih satu dari dua kemungkinan hukuman yang

dapat dijatuhkan yang ada pada Pasal 22 Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak, yaitu dijatuhi pidana (bagi anak yang

telah berumur di atas 12 tahun sampai 18 tahun) atau tindakan (bagi anak

yang masih berumur 8 tahun sampai 12 tahun) yang ditentukan dalam

undang-undang tersebut.

Pasal 23 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak telah menentukan bentuk pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak

nakal yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pasal 23 Ayat (2)

undang-undang tersebut menyatakan pidana pokok yang dapat dijatuhkan

kepada anak nakal ialah :

a. Pidana penjara;

b. Pidana kurungan;

c. Pidana denda; atau

d. Pidana pengawasan.

Pasal 23 ayat (3) menyatakan bahwa terhadap anak nakal dapat juga

dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu

atau pembayaran ganti rugi.

Terhadap anak nakal tidak dapat dijatuhi hukuman pidana mati

atau pidana penjara seumur hidup. Akan tetapi dikenakan pidana penjara

paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ancaman pidana yang dapat dijatuhkan

kepada anak nakal sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 3

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak adalah paling lama ½ (satu per dua)

dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pidana

kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sesuai Pasal 27, paling

lama adalah ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan

bagi orang dewasa. Begitu juga dengan pidana denda, ancaman yang dapat

dijatuhkan kepada anak nakal ialah ½ (satu per dua) dari maksimum

ancaman pidana denda bagi orang dewasa (Pasal 28 ayat (1) UU No. 3

Page 27: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

16

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak). Apabila pidana denda yang

dijatuhkan ternyata tidak dapat dibayar, maka sesuai Pasal 28 ayat (2) dan

ayat (3) pidana denda tersebut diganti dengan wajib latihan kerja yang

dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan

kerja tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada

malam hari.

Berkaitan dengan penjatuhan pidana, jika pidana penjara

dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, sesuai Pasal 29 Undang-Undang No.

3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, maka hakim dapat menjatuhkan

pidana bersyarat. Tetapi hal tersebut sepenuhnya bergantung pada

keputusan hakim. Jika hakim menjatuhkan pidana bersyarat, maka

ditentukan syarat umum dan syarat khusus. Syarat umumnya ialah bahwa

anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani

masa pidana bersyarat. Sedangkan syarat khususnya ialah untuk

melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam

putusan hakim dengan tetap memperhatikan anak. Masa pidana bersyarat

bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat bagi

syarat umum. Jangka waktu masa pidana bersyarat paling lama adalah 3

(tiga) tahun. Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan

pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan (Balai Pemasyarakatan)

melakukan bimbingan agar anak nakal menepati persyaratan yang telah

ditentukan.

Bentuk pidana pokok yang baru, yang tidak diatur di KUHP adalah

pidana pengawasan. Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada

anak nakal paling singkat adalah 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua)

tahun. Bagi anak yang dijatuhi pidana pengawasan, maka anak tersebut

ditempatkan di bawah pengawasan Jaksa dan bimbingan Pembimbing

Kemasyarakatan. Pidana pengawasan ini diatur dalam Pasal 30 Undang-

Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Page 28: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

17

Jenis pidana yang dapat dijatuhkan, selain pidana pokok dan

pidana tambahan, bagi anak nakal juga dapat dijatuhkan tindakan yang

berlaku bagi anak yang berumur dibawah 12 (dua belas) tahun. Sesuai

Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak,

tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah :

a. Mengembalikan anak kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh

Putusan ini dapat dijatuhkan, bila pengadilan melihat dan meyakini

bahwa kehidupan di lingkungan keluarga tersebut dapat membantu si

anak agar tidak melakukan lagi tindak pidana.

b. Menyerahkan anak kepada negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja

Putusan ini dapat dijatuhkan bila kehidupan di lingkungan keluarga

tidak memberi jaminan dapat membantu anak dalam perbaikan dan

pembinaannya.

c. Menyerahkan anak kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial

Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan

latihan kerja

Putusan ini dapat dijatuhkan oleh hakim bila keluarga sudah tidak

sanggup lagi untuk mendidik dan membina anak ke arah yang lebih

baik, sehingga anak tidak melakukan tindak pidana lagi.

2. Pengertian Anak

Berbicara mengenai anak dan tahap perkembangannya, maka

perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari anak itu sendiri. Pendapat

mengenai anak tersebut, baik di Indonesia sendiri maupun di seluruh

dunia, hingga saat ini masih mengalami perbedaan. Perbedaan tersebut

meliputi pengertian anak itu sendiri dan mengenai batasan umurnya.

Di Indonesia, pengertian anak beserta batasan umurnya diatur

menurut bidang hukumnya dan penggunaannya sesuai dengan kebutuhan.

Masing-masing peraturan hukum memberikan pengertian yang berbeda

Page 29: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

18

mengenai pengertian anak. Batasan umur pada pengertian anak menjadi

titik ukur seseorang telah dewasa atau belum. Kedewasaan seseorang

menjadi patokan penting untuk menentukan ada tidaknya tanggung jawab

seseorang dalam melakukan perbuatan pidana.

Menurut ketentuan peraturan yang berlaku di Indonesia, pengertian

anak dan batasan usia dewasa adalah sebagai berikut :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada definisi yang

jelas mengenai batasan usia anak, tetapi berdasarkan pasal tersebut

dapat diketahui bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum

mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu

kawin.

b. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mengatakan, perkawinan

hanya dizinkan apabila seorang pria telah mencapai umur 19 (sembilan

belas) tahun dan seorang wanita telah mencapai umur 16 (enam belas)

tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan

dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

c. UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh

satu) tahun dan belum pernah kawin.

d. UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan

belas) tahun dan belum pernah kawin.

e. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas)

tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam

kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Page 30: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

19

f. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas)

tahun.

g. UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

3. Tindak Pidana yang Dilakukan Anak

a. Pengertian Tindak Pidana

Mengenai tindak pidana, digunakan beberapa istilah yang

berbeda antara lain perbuatan pidana, peristiwa pidana, delik, dan

pelanggaran pidana. Istilah tindak pidana sebenarnya berasal dari

istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit

(Adami Chazawi, 2002 : 67).

Menurut Hazewinkel Suringa, sebagaimana dikutip Lamintang

strafbaar feit adalah suatu perilaku manusia yang pada suatu saat

tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan

dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana

dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang

terdapat didalamnya (1997 : 181-182). Sedangkan Hamel dan Noyon-

Langemeyer mengartikan strafbaar feit sebagai kelakuan orang yang

dirumuskan dalam undang-undang yang bersifat melawan hukum,

yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan ( dalam

Martiman Prodjohamidjojo, 1997 : 15).

Moeljatno menerjemahkan strafbaar feit sebagai perbuatan

pidana, yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,

bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut (2000 : 54). R. Saleh

juga menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang oleh

Page 31: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

20

masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak

dapat dilakukan (dalam Martiman Prodjohamidjojo, 1997 : 17).

Menurut Wirjono Prodjodikoro, strafbaar feit diartikan dengan

tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan

hukuman pidana (2002 : 55). R. Tresna memakai istilah peristiwa

pidana, yaitu sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia,

yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-

undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman (dalam Adami Chazawi, 2002 : 72).

Dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP disebutkan bahwa ”tiada suatu

perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam

perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka seseorang dapat dihukum jika

memenuhi syarat-syarat :

1) Ada suatu norma pidana tertentu;

2) Norma pidana tersebut berdasarkan undang-undang;

3) Norma pidana tersebut harus telah berlaku sebelum perbuatan itu

terjadi.

Jadi syarat utamanya adalah harus ada aturan yang melarang dan

mengancam dengan pidana bagi yang melanggar aturan tersebut.

b. Pengertian Anak Nakal

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

dibuat dikarenakan pada waktu sekarang ini banyak anak yang

melakukan kenakalan. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

oleh anak-anak disebut dengan kenakalan anak atau Juvenile

Delinquency (dalam istilah asing). Juvenile sendiri artinya young,

anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda sifat-sifat

khas pada periode remaja, sedangkan delinquency artinya doing

wrong, terabaikan/ mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya

Page 32: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

21

menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau

(Wagiati Soetodjo, 2006 : 8-9).

Menurut Kartini Kartono yang dikatakan juvenile delinquency

adalah: perilaku jahat/ dursila, atau kejahatan/ kenakalan anak-anak

muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak

dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial

(dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 9). Menurut Fuad Hasan yang

dikatakan Juvenile Delinquency adalah perbuatan anti sosial yang

dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa

maka dikualifikasikan sebagai kejahatan (dalam Wagiati Soetodjo,

2006 : 10).

Maud A. Merril merumuskan Juvenile Delinquency sebagai

berikut :

A child is classified as a delinquent when his anti social tendencies appear to be so grave that he become or ought to become the subject of official action . (Seorang anak digolongkan anak delinkuent apabila tampak adanya kecenderungan-kecenderungan anti sosial yang demikian memuncaknya sehingga yang berwajib terpaksa atau hendaknya mengambil tindakan terhadapnya, dalam arti menahannya atau mengasingkannya) (dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 10).

R. Kusumanto Setyonugroho, dalam hal ini mengemukakan

pendapatnya antara lain sebagai berikut :

Tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik, oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan tertentu. Apabila individu itu masih anak-anak, maka sering tingkah laku serupa itu disebut dengan istilah tingkah laku sukar atau nakal. Jika ia berusaha adolescent atau preadolescent, maka tingkah laku itu sering disebut delinkuen; dan jika ia dewasa maka tingkah laku ia seringkali disebut psikopatik dan jika terang-terangan melawan hukum disebut kriminal (dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 10-11).

Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan anak nakal adalah

(1986 : 135) :

1) Anak yang melakukan tindak pidana;

Page 33: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

22

2) Anak yang tidak dapat diatur dan tidak taat kepada orang tua/ wali/ pengasuh;

3) Anak yang sering meninggalkan rumah tanpa izin/ pengetahuan orang tua/ wali/ pengasuh;

4) Anak yang bergaul dengan penjahat-penjahat/ orang-orang yang tidak bermoral, sedang anak tersebut mengetahui hal itu;

5) Anak yang kerapkali mengunjungi tempat-tempat yang terlarang bagi anak;

6) Anak yang sering mempergunakan kata-kata yang kotor; 7) Anak yang melakukan perbuatan yang mempunyai akibat yang

tidak baik bagi perkembangan pribadi, sosial, rohani dan jasmani anak itu.

Tim proyek Juvenile Delinquency Fakultas Hukum Universitas

Padjadjaran Desember 1967 memberikan perumusan mengenai

Juvenile Delinquency sebagai berikut: suatu tindakan atau perbuatan

yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan yang

oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai

perbuatan yang tercela (dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 11). Romli

Atmasasmita memberikan pula perumusan Juvenile Delinquency, yaitu

sebagai berikut: setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di

bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran

terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat

membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan

(dalam Wagiati Soetodjo, 2006 : 11).

Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan Anak Nakal

adalah:

1). anak yang melakukan tindak pidana; atau

2). anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi

anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun

menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Page 34: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

23

Kenakalan anak atau kenakalan remaja merupakan suatu

perbuatan yang dilakukan kaum remaja yang tidak sesuai dengan

peraturan yang berlaku di masyarakat. Kenakalan remaja dapat

dibedakan menjadi kenakalan biasa dan kenakalan yang merupakan

tindak pidana (Gatot Supramono, 2000 : 4).

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli hukum di atas, dapat

disimpulkan bahwa Juvenile Delinquency adalah suatu tindakan atau

perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma

sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda (Wagiati Soetodjo,

2006 : 11). Dari pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa

unsur-unsur Juvenile Delinquency adalah:

1) adanya suatu tindakan atau perbuatan;

2) tindakan atau perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan hukum;

3) dirasakan atau ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang

tercela;

4) dilakukan oleh anak-anak.

4. Tata Cara Persidangan di Pengadilan Anak

Pengadilan anak bukan merupakan suatu badan peradilan yang

berdiri sendiri, tetapi suatu badan peradilan yang kekuasaannya berada di

bawah naungan Peradilan Umum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 10 ayat

(2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,

bahwa di Indonesia hanya ada 4 (empat) badan peradilan, yaitu Peradilan

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha

Negara, sehingga tidak dimungkinkan untuk dibukanya badan peradilan

yang baru.

Berkenaan dengan Sidang Anak, Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak menghendaki adanya petugas khusus yang

menangani perkara pidana, yaitu adanya penyidik anak, penuntut umum

anak dan hakim anak. Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun

Page 35: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

24

1997 Tentang Pengadilan Anak, perkara pidana anak petugasnya adalah

siapa saja walaupun petugas itu tidak mempunyai pengalaman dan

pengetahuan dalam memeriksa anak. Banyak kepentingan anak yang

terabaikan dan tidak diperhatikan karena dalam pemeriksaan perkara, anak

diperlakukan sama seperti orang dewasa.

Setelah proses penyidikan dan penuntutan selesai, maka penuntut

anak wajib melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri disertai

dengan surat dakwaan. Di pengadilan tersebut, akan dilakukan lagi

pemeriksaan perkara, mulai dari pemeriksaan alat bukti, tuntutan,

pembelaan, replik, duplik, sampai akhirnya pada tahap putusan.

Pemeriksaan perkara pidana anak dilakukan oleh hakim khusus,

yaitu hakim anak. Pengangkatan hakim anak ditetapkan berdasarkan Surat

Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri

yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Dasar hukumnya

adalah Pasal 9 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak. Pengangkatan hakim anak oleh Ketua Mahkamah Agung, bukan

oleh Menteri Kehakiman, karena hal tersebut menyangkut teknis yuridis

pengadilan dan merupakan pengangkatan hakim khusus (spesialis). Syarat-

syarat untuk dapat ditetapkan menjadi hakim anak menurut Pasal 10

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak adalah :

a. Telah berpengalaman sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum; dan

b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.

Para pejabat pemeriksa, yaitu hakim, penuntut umum dan penasihat

hukum (khususnya advokat), dalam pemeriksaan Sidang Anak nakal tidak

mengenakan toga. Juga panitera yang bertugas membantu hakim tidak

memakai jas. Semua pakaian kebesaran tersebut tidak dipakai pejabat

pemeriksa, dimaksudkan agar dalam persidangan tidak memberikan kesan

menakutkan terhadap anak yang diperiksa. Selain itu, dengan pakaian

Page 36: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

25

biasa dapat menjadikan persidangan berjalan lancar dan penuh

kekeluargaan.

Pemeriksaan Sidang Anak dilakukan dengan hakim tunggal (Pasal

11 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak).

Tujuan dari pemeriksaan Sidang Anak dengan hakim tunggal adalah agar

sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang

dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara-perkara pidana

yang ancaman hukumannya lima tahun ke bawah dan pembuktiannya

mudah atau tidak sulit. Apabila tindak pidananya diancam dengan

hukuman penjara di atas lima tahun dan pembuktiannya sulit, maka

berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak, perkara diperiksa dengan hakim majelis. Namun dalam

Pasal 11 ayat (2) tersebut selain dalam ”hal tertentu” yaitu tentang

ancaman hukuman dan pembuktian tersebut, juga ”dipandang perlu”.

Namun undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan

”dipandang perlu” tersebut (Gatot Supramono, 2000 : 61). Di tingkat

banding maupun di tingkat kasasi, hakim yang memeriksa dan memutus

perkara anak nakal sama dengan di tingkat peradilan pertama, yaitu

dengan hakim tunggal (Pasal 14 dan Pasal 18 Undang-Undang Pengadilan

Anak).

Hakim yang memeriksa perkara anak berwenang melakukan

penahanan terhadap terdakwa demi kepentingan pemeriksaan paling lama

15 (lima belas) hari. Jika jangka waktu 15 (lima belas) hari tersebut

pemeriksaan sidang belum selesai, penahanan dapat diperpanjang oleh

Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi untuk

kepentingan pemeriksaan sidang, terdakwa dapat ditahan maksimal 45

(empat puluh lima) hari. Namun apabila jangka waktu itu terlampaui,

sedangkan perkara belum diputus hakim, maka terdakwa harus

dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Jika perkara anak banding,

terdakwa dtingkat pemeriksaan banding dapat ditahan oleh hakim banding

Page 37: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

26

paling lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang untuk paling lama

30 (tiga puluh) hari (Pasal 48 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak). Kemudian apabila perkaranya naik kasasi, hakim kasasi

berwenang menahan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan paling

lama 25 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk

paling lama 30 hari (Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak).

Adapun pejabat yang berwenang melakukan perpanjangan

penahanan sebagaimana dimaksud adalah :

a. Ketua Pengadilan Negeri dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;

b. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan

Negeri;

c. Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan banding dan

kasasi.

Meskipun perpanjangan penahanan tersebut dimungkinkan oleh undang-

undang, sehingga tersangka atau terdakwa menjadi lebih lama mendekam

di tahanan, apabila ia merasa dirugikan karena adanya penahanan tersebut,

melalui Pasal 50 ayat (6) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak memberi kesempatan untuk mengajukan keberatan yang

diajukan bukan kepada pejabat yang melakukan penahanan, tetapi kepada

pejabat yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu :

a. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;

b. Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan Pengadilan

Negeri dan pemeriksaan banding.

Kewajiban hakim yang paling fundamental adalah memberi

keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi anak agar dapat

menyongsong masa depannya. Hakim wajib mempertimbangkan laporan

hasil penelitian kemasyarakatan yang dihimpun oleh pembimbing

kemasyarakatan. Dengan laporan tersebut hakim dapat memperoleh

gambaran yang jelas untuk mengambil putusan seadil-adilnya bagi anak.

Page 38: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

27

Putusan hakim tersebut akan mempengaruhi masa depan anak. Adapun

laporan hasil penelitian kemasyarakatan sekurang-kurangnya memuat hal-

hal sebagai berikut :

a. Data individu anak dan data keluarga anak yang bersangkutan;

b. Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan yang

membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan.

Hakim wajib meminta penjelasan kepada pembimbing kemasyarakatan

atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk

mendapatkan data yang lebih lengkap.

Sidang pengadilan anak dilaksanakan secara tertutup, sejalan

dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang

No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, yang merupakan kewajiban

hukum dan tidak dapat dilalaikan. Sidang pengadilan anak tidak dapat

sekali selesai karena adanya keberatan terdakwa, saksi-saksi yang tidak

dapat hadir seluruhnya atau tuntutan pidana belum siap diajukan, sehingga

kemungkinan sidangnya beberapa kali. Setiap sidang lanjutan sampai

sebelum putusan sidangnya wajib tertutup untuk umum.

Selama sidang pengadilan anak digelar, Pasal 57 ayat (2) Undang-

Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menghendaki

terdakwa selain didampingi oleh penasihat hukum, juga didampingi oleh

orang tua, wali atau orang tua asuh, dan pembimbing kemasyarakatan. Hal

tersebut dilakukan dengan tujuan agar mereka dapat mengemukakan

segala hal-ikhwal yang bermanfaat bagi anak (terdakwa) sebelum hakim

mengucapkan putusannya (Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak).

Pada tahap pemeriksaan saksi, saksi dapat didengar tanpa dihadiri

oleh terdakwa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang

No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, hakim dapat memerintahkan

agar terdakwa dibawa keluar sidang. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi jiwa anak. Ketentuan Pasal

Page 39: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

28

58 ayat (1) tersebut memang tidak mengharuskan setiap perkara anak,

terdakwa perlu dikeluarkan dari ruang sidang. Hakim harus bersikap

cermat dan teliti terhadap kondisi terdakwa. Bila diperkirakan keterangan

saksi tidak akan mempengaruhi jiwa terdakwa, maka terdakwa tidak perlu

dikeluarkan, melainkan tetap berada di persidangan untuk mendengarkan

keterangan saksi (Gatot Supramono, 2000 : 83).

Semua putusan hakim wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum. Demikian juga dalam sidang pengadilan anak (Pasal 50 ayat (3)

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak). Walaupun

dalam tahap pemeriksaan perkara dilakukan dalam sidang yang tertutup,

akan tetapi dalam pembacaan putusan tetap dilakukan dalam sidang yang

terbuka untuk umum. Hal ini dimaksudkan untuk mengedepankan sikap

obyektif dari suatu peradilan. Apabila hakim lalai pada waktu

mengucapkan putusan dalam sidang yang tertutup, maka putusan itu

berakibat batal demi hukum.

Telah diketahui bahwa sanksi hukum yang dapat dijatuhkan

kepada anak nakal adalah berupa pidana dan tindakan. Terhadap sanksi

hukum di atas, hakim tidak boleh menjatuhkan kumulasi hukuman

terhadap terdakwa, artinya hukuman pidana dan hukuman tindakan tidak

boleh dijatuhkan sekaligus. Namun dalam perkara anak berbeda dengan

perkara orang dewasa, terdakwa anak dapat dijatuhkan hukuman pidana

pokok dan pidana tambahan sekaligus, misalnya hukuman berupa pidana

penjara dan pembayaran ganti rugi. Apabila hukuman pidana tidak

dijatuhkan, hakim hanya dapat menjatuhkan hukuman tindakan saja.

Dalam menentukan hukuman pidana atau tindakan yang dapat dijatuhkan

kepada anak, hakim dapat memperhatikan berat ringannya tindak pidana

atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang bersangkutan. Di samping

itu hakim juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga

orang tua, wali atau orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan

Page 40: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

29

keadaan lingkungannya, juga laporan pembimbing kemasyarakatan (Gatot

Supramono, 2000 : 86 - 87)

B. Kerangka Pemikiran

Skema 1. Kerangka Pemikiran

Perkembangan zaman akhir-akhir ini, tanpa disadari oleh kita ternyata

membawa dampak negatif bagi anak-anak. Tingkat kriminalitas yang semakin

meningkat, tak hanya disebabkan oleh orang dewasa tetapi juga disebabkan

oleh anak yang melakukan tindak kriminal. Tindak pidana yang dilakukan

anak dikarenakan olehS berbagai hal, yang paling besar pengaruhnya terhadap

Dasar pertimbangan hakim

Putusan Hakim

Pengadilan Anak

Sanksi

Bentuk sanksi

Tindak Pidana Anak

KUHP dan KUHAP

Page 41: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

30

tingkah laku anak adalah tingkat emosi anak yang belum stabil dan juga

keadaan lingkungan tempat dimana anak berada. Jika anak berada di

lingkungan yang tidak baik, maka anak akan cepat terpengaruh menjadi tidak

baik.

Anak yang melakukan tindak pidana juga harus diadili di pengadilan,

seperti orang dewasa. Hanya saja, anak di sidangkan di pengadilan anak, yang

disebut dengan Sidang Anak dan mendapat perlakuan yang berbeda dengan

orang dewasa. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan dan dengan

pertimbangan yang matang, hakim akan menjatuhkan sanksi atau pidana ke

anak dengan tujuan memberikan bimbingan yang bersifat edukatif kepada

anak dengan tetap memperhatikan rasa keadilan. Sebelum menjatuhkan

putusan, hakim harus memperhatikan atau mempertimbangkan beberapa hal,

diantaranya bobot atau berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang

telah dilakukan oleh anak, keadaan anak dan keadaan keluarganya, keadaan

lingkungan dimana si anak tinggal, serta laporan atau case study yang telah

dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan. Hal-hal tersebut akan membantu

hakim dalam mempertimbangkan hukuman atau sanksi apa yang pantas

diberikan untuk anak nakal. Peran keluarga, terutama orang tua dalam hal

membimbing anak merupakan hal yang sangat penting karena keluarga adalah

tempat dimana anak dibesarkan dan dididik. Dengan bimbingan dari orang

tua, anak dapat menuju ke arah yang lebih baik dan dapat meneruskan cita-

citanya.

Page 42: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

31

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan yang Dipergunakan oleh Hakim dalam

Menjatuhkan Putusan Terhadap Perkara Tindak Pidana Anak

Pada bab ini peneliti akan menyajikan data yang diperoleh selama

melakukan penelitian. Data tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan dan

analisa kasus yang telah menjadi berkas perkara. Berkas perkara yang

dipelajari disini adalah berkas perkara yang telah diputus pada pengadilan

tingkat pertama, yaitu di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Untuk ini peneliti telah

menganalisa beberapa kasus yang diperkirakan mempunyai daya dukung

teoretis terhadap tema skripsi. Diantara beberapa kasus tersebut didapat dan

diambil 2 (dua) buah kasus yang dapat mewakili permasalahan seperti yang

telah dideskripsikan pada bagian pendahuluan. Kasus atau berkas perkara

tersebut diperoleh dengan cara pengambilan data langsung dari dokumen

putusan perkara yang tercatat di Pengadilan Negeri Sukoharjo.

Adapun kasus tersebut di atas dapat diidentifikasi sebagai berikut,

yaitu putusan perkara Nomor : 79/ PID. B/ 2000. PN. SKH dan putusan

perkara Nomor : 132/ Pid. B/ 2007/ PN. SKH. Untuk mengetahui secara lebih

rinci dan mendalam tentang berkas perkara tersebut, maka berikut ini peneliti

akan menguraikan hasil penelitian yang telah diperoleh.

Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor : 79/ PID. B/ 2000. PN.

SKH

1. Identitas Terdakwa

Nama : MUHAMAD FADLAN

Tempat lahir : Surakarta

Umur/ tanggal lahir : 17 tahun/ 26 Juni 1983

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

31

Page 43: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

32

Tempat tinggal : Kampung Priyobadan RT. 03/RW.02,

Kalurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari,

Surakarta

Agama : Islam

Pekerjaan : Belum Bekerja

Pendidikan : SD

2. Kasus Posisi

a. Pada tanggal 9 Oktober 2000 terdakwa Muhamad Fadlan diajak oleh

terdakwa Rohmad Syukur untuk membeli shabu-shabu kepada

terdakwa Hani. Kemudian terdakwa Muhamad Fadlan dan terdakwa

Rohmad Syukur berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp. 5.700.000,-.

a. Tanggal 10 Oktober 2000, terdakwa Muhamad Fadlan dan terdakwa

Rohmad Syukur pergi ke Jalan Bhayangkara (sebelah barat Hotel

Indah Permai), Tipes, Serengan, Surakarta untuk melakukan transaksi

jual beli Psikotropika. Terdakwa Muhamad Fadlan menyerahkan uang

sebesar Rp. 5.700.000,- diikuti penyerahan Psikotropika jenis shabu-

shabu, seberat kurang lebih 30 gram. Kemudian shabu-shabu tersebut

ditimbang dan dibagi rata berdua, masing-masing 15 gram.

b. Pada tanggal 12 Oktober 2000 dilakukan operasi di rumah kos

terdakwa Rohmad Syukur oleh petugas Kepolisian Resort Kota

Surakarta, dalam operasi tersebut ditemukan 2,5 paket shabu-shabu,

berat kurang lebih 2,5 gram yang dibawa oleh terdakwa Muhamad

Fadlan. Selanjutnya terdakwa ditangkap berikut barang buktinya

dibawa ke Mapolresta Surakarta guna pengusutan lebih lanjut.

c. Terdakwa secara tanpa hak yaitu ijin dari Menteri Kesehatan RI telah

memiliki, menyimpan dan atau membawa Psikotropika golongan II,

jenis shabu-shabu yaitu kristal warna putih sebagaimana hasil

pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik dari Puslabor Polri

Page 44: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

33

Laboratorium Forensik Cabang Semarang Nomor : Lab.

663/KNF/X/2000, tanggal 30 Oktober 2000, yang menyimpulkan

bahwa barang bukti shabu-shabu yang dibawa oleh terdakwa

Muhamad Fadlan positif MA (Methampethamin termasuk Psikotropika

golongan II).

3. Dakwaan

Bahwa ia, terdakwa Muhamad Fadlan, Rohmad Syukur, dan Hani

secara bersama-sama dan bersekutu, maupun bertindak sendiri-sendiri

pada hari Kamis, tanggal 22 Oktober 2000 bertempat di rumah kos

terdakwa Rohmad Syukur di Gang Manggis I, Waringinrejo, Kel. Cemani,

Kec. Grogol, Kab. Sukoharjo, atau setidak-tidaknya di tempat lain yang

masih termasuk di daerah hukum Pengadilan Negeri Sukoharjo, secara

tanpa hak memiliki, menyimpan dan/ atau membawa Psikotropika jenis

shabu-shabu bentuk kristal warna putih dikemas dalam tiga paket (tiga

plastik warna transparan) yang dimasukkan dalam plastik kecil, dengan

total berat 2,56 gram, dengan perincian paket I berat 0,55 gram, paket II

berat 1,01 gram, dan paket III berat 1,00 gram. Perbuatan terdakwa

tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 62 (1) Undang-Undang RI

Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP.

4. Tuntutan

i. Menyatakan terdakwa MUHAMAD FADLAN melakukan tindak

pidana Psikotropika sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU No. 5

Tahun 1997 dalam surat dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum.

ii. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MUHAMAD FADLAN

dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) bulan, dikurangi selama

terdakwa ditahan.

Page 45: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

34

iii. Menyatakan barang bukti berupa 2,5 paket Psikotropika golongan II

berbentuk kristal jenis shabu-shabu dipakai perkara lain.

iv. Menetapkan agar terdakwa, jika ternyata bersalah dan dijatuhi pidana

supaya ia dibebani biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima

ratus rupiah).

5. Pertimbangan Majelis Hakim

a. Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan

dipersidangan barang bukti berupa 3 (tiga) paket shabu-shabu yang

dimasukkan ke dalam plastik transparan dan 5 orang saksi yang telah

disumpah untuk memberikan keterangan dengan benar.

b. Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri

dimuka persidangan, dihubungkan satu sama lain terdapat fakta-fakta

yang saling bersesuaian dan berhubungan.

c. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Muhamad Fadlan telah

memenuhi semua unsur dari Pasal 62 ayat (1) dari Undang-Undang RI

No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP, yaitu barang siapa, tanpa hak, memiliki, menyimpan dan atau

membawa Psikotropika, serta penyertaan (delneming), maka Majelis

berpendapat dan berkesimpulan bahwa terdakwa Muhamad Fadlan

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Tanpa hak secara bersama-sama membawa, memiliki, dan

menyimpan Psikotropika Golongan II”, melanggar Pasal 62 ayat (1)

Undang- Undang RI No. 5 Tahun 1997 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

d. Dalam menjatuhkan putusannya nanti, agar cukup adil dan setimpal

dengan perbuatannya, maka terlebih dahulu akan mempertimbangkan

hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari diri

terdakwa serta mempertimbangkan laporan penelitian dari Balai

Pemasyarakatan

Page 46: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

35

6. Amar Putusan

a. Menyatakan terdakwa Muhamad Fadlan tersebut telah terbukti secara

sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan

“TANPA HAK SECARA BERSAMA-SAMA MEMBAWA DAN

MENYIMPAN SERTA MEMILIKI PSIKOTROPIKA GOLONGAN

II”.

b. Menghukum terdakwa dengan Pidana Penjara selama 8 (delapan)

bulan dan membayar denda sebesar Rp. 450.000,- (empat ratus lima

puluh ribu rupiah).

c. Menetapkan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan

pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

d. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa akan

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

e. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

f. Memerintahkan barang bukti berupa 3 (tiga) paket shabu-shabu yang

dimasukkan ke dalam plastik transparan dikembalikan kepada Jaksa

Penuntut Umum untuk dijadikan bukti dalam perkara lain.

g. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.

1.000,- (seribu rupiah).

7. Pembahasan

Setiap pelimpahan berkas perkara ke pengadilan, mengharuskan

penuntut umum melimpahi berkas dengan surat dakwaan. Fungsi utama

surat dakwaan dalam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan ”menjadi

titik tolak landasan pemeriksaan perkara”. Pemeriksaan perkara di sidang

pengadilan mesti didasarkan dari isi surat dakwaan. Atas landasan surat

dakwaan inilah ketua sidang memimpin dan mengarahkan jalannya

seluruh pemeriksaan, baik yang menyangkut pemeriksaan alat bukti

maupun yang berkenaan dengan barang bukti. Agar ketua sidang dapat

menguasai jalan pemeriksaan yang sesuai dengan surat dakwaan, harus

lebih dahulu memahami secara tepat segala sesuatu unsur-unsur konstitutif

Page 47: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

36

yang terkandung dalam pasal tindak pidana yang didakwakan, serta

trampil mengartikan dan menafsirkan pasal tindak pidana yang

bersangkutan. Oleh karena itu, sebelum hakim memulai pemeriksaan

perkara di sidang pengadilan, lebih dahulu memahami secara mantap

semua unsur tindak pidana yang didakwakan.

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan dalam perkara Nomor : 79/ PID. B/ 2000. PN. SKH adalah

Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang telah tercantum dalam dakwaan tunggal

Jaksa Penuntut Umum. Hakim juga telah mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari diri terdakwa.

Pemeriksaan di persidangan pengadilan berdasarkan surat dakwaan

Penuntut Umum akan dipertimbangkan tiap-tiap bagiannya.

Hakim dalam menjatuhkan putusannya selain hal tersebut diatas

terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yaitu “Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Makna dari Pasal 183 KUHAP ini menunjukkan bahwa yang dianut dalam

sistem pembuktian adalah sistem pembuktian menurut undang-undang

secara negatif (negatief wettelijk stelsel) dengan menyebut adanya dua alat

bukti yang sah serta adanya keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah.

Alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP adalah

untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal mungkin dapat

menjamin tegaknya kebenaran sejati serta tegaknya keadilan dan kepastian

hukum. Pendapat ini dapat diambil dari makna penjelasan Pasal 183

KUHAP. Dari penjelasan Pasal 183 pembuat undang-undang telah

menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam

kehidupan penegakan hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian

menurut undang-undang secara negatif, demi tegaknya keadilan,

Page 48: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

37

kebenaran dan kepastian hukum karena dalam sistem pembuktian ini

terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction in-time dengan

sistem “pembuktian menurut undang-undang secara positif” (positief

wettelijk stelsel).

Penyebutan dua alat bukti merupakan limitatif suatu pembuktian

yang minimum yang ditetapkan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal

184 KUHAP yang menyebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah:

keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan

terdakwa. Oleh karena itu, hakim tidak diijinkan untuk menyimpang

dalam menjatuhkan putusannya.

Sehubungan dengan itu, Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 4

Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa tiada

seorangpun yang dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena

alat bukti yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa

seorang yang dianggap bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan

yang didakwakan atas dirinya. Dalam menjatuhkan putusan pidana harus

ada keyakinan hakim yang bukan diartikan perasaan hakim pribadi sebagai

manusia akan tetapi keyakinan hakim yang didukung oleh alat bukti yang

sah menurut undang-undang.

Berdasarkan dari ketentuan pasal-pasal tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa untuk mencapai acara pidana yaitu untuk mencari

kebenaran, diperlukan adanya pembuktian. Dalam mengambil keputusan

untuk mencari kebenaran itu maka hakim memutus perkara berdasar

pemeriksaan perbuatan yang dituduhkan dan hasil pemeriksaan dalam

persidangan pengadilan. Putusan diambil berdasarkan keyakinan hakim

dan alat bukti yang sah.

Pada perkara tersebut diatas, alat bukti yang dapat ditemukan dan

dipergunakan secara sah sesuai dengan undang-undang adalah keterangan

saksi dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi merupakan alat bukti

yang paling utama dalam perkara pidana, yang berupa keterangan tentang

Page 49: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

38

suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat, ia alami sendiri, dengan

menyebutkan alasan dari keterangannya tersebut. Dari hasil pemeriksaan

di persidangan, diperoleh keterangan 5 (lima) orang saksi, dimana

keterangan-keterangan tersebut saling berhubungan, bersesuaian, dan

saling mendukung satu sama lain. Sedangkan keterangan terdakwa

menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP adalah apa yang dinyatakan terdakwa

di persidangan tentang perbuatan yang dilakukannya atau yang

diketahuinya sendiri atau dialaminya sendiri. Keterangan terdakwa saja

tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan

yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti

yang lain. Pada hakikatnya azas ini hanya merupakan penegasan kembali

prinsip batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

Alat bukti lain yang dapat ditemukan selain 2 (dua) alat bukti

tersebut diatas adalah petunjuk. Menurut Pasal 188 ayat (1) KUHAP yang

dimaksud dengan petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang

karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya. Untuk menghindari dominasi subyektif

hakim yang tidak wajar, penerapan dan penilaian alat bukti petunjuk harus

dilakukan hakim dengan arif lagi bijaksana, serta harus lebih dulu

mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan

berdasarkan hati nuraninya.

Apabila seluruh tahapan proses pemeriksaan telah selesai dan

hakim ketua telah menyatakan ”pemeriksaan dinyatakan tertutup”, maka

majelis hakim akan mengadakan musyawarah untuk menyiapkan putusan

yang akan dijatuhkan pengadilan. Mengenai putusan apa yang akan

dijatuhkan pengadilan, tergantung hasil musyawarah hakim berdasar

penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan

segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Page 50: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

39

Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan harus tetap

memperhatikan dan mendahulukan kepentingan para terdakwa yang masih

tergolong anak-anak. Berdasarkan teori pemidanaan, yaitu teori absolut,

penjatuhan pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai

pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Pemidanaan di

Indonesia bagi para terdakwa yang masih anak-anak tidak bertujuan

sebagai pembalasan saja, tetapi juga bertujuan untuk mendidik agar si

pelaku tindak pidana tersebut jera dan menjadi manusia yang baik, taat dan

patuh pada hukum.

Putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim tersebut kurang adil

dan tepat bagi terdakwa, meskipun hakim dalam menjatuhkan putusannya

sudah berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan, baik dari

keterangan saksi, dari keterangan terdakwa sendiri maupun dari alat bukti

yang ada, yang setelah dihubungkan terdapat kesesuaian dan diperoleh

fakta-fakta yang meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana telah

benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukan tindak pidana

tersebut. Pada putusan tersebut, hakim yang mengadili selain menjatuhkan

pidana penjara juga menjatuhkan pidana denda. Dan apabila denda

tersebut tidak dapat dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama

1 (satu) bulan.

Bentuk pidana kurungan sebagai pengganti denda tersebut kurang

adil bagi terdakwa karena tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 3

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Menurut Pasal 28 ayat (2)

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, apabila

pidana denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.

Wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda tersebut dimaksudkan

sekaligus untuk mendidik anak yang bersangkutan agar memiliki

ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya. Jika pidana denda tidak dapat

dibayar dan anak yang bersangkutan tetap menjalani pidana kurungan,

maka hal tersebut akan mengganggu perkembangan jiwa dan mental si

Page 51: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

40

anak karena harus mendekam di penjara lebih lama. Bentuk pidana

kurungan sebagai pengganti denda tersebut lebih tepat dijatuhkan kepada

terdakwa yang sudah dewasa karena jiwa dan mental mereka lebih stabil

bila dibandingkan dengan terdakwa anak.

Pada amar putusan dapat diketahui bahwa majelis hakim yang

mengadili menjatuhkan hukuman bagi terdakwa Muhamad Fadlan yaitu

pidana penjara 8 (delapan) bulan dan membayar denda sebesar Rp.

450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah). Dengan pemidanaan

tersebut, terdakwa Muhamad Fadlan tinggal menjalani sisa hukuman

pidana penjaranya di Lembaga Pemasyarakatan karena masa tahanan yang

telah dijalani oleh terdakwa telah diperhitungkan.

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap seorang terdakwa yang

masih anak-anak, selalu mendasarkan pertimbangannya dan berpedoman

pada Pasal 183 KUHAP, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang No. 3

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, hakim selalu mendengarkan

laporan penelitian kemasyarakatan (case study) dari BAPAS, juga

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang

meringankan dari terdakwa. Dalam perkara pidana No. 79/ PID. B/ 2000.

PN. SKH, hakim tidak hanya berpedoman pada hal-hal tersebut diatas

tetapi juga berpedoman pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang

Psikotropika.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

merupakan salah satu undang-undang yang mengatur tindak pidana di luar

KUHP. Pengaturan pidana di luar KUHP terjadi karena perkembangan

kejahatan yang berkaitan dengan kemajuan masyarakat itu sendiri. Pasal

103 KUHP menyebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai

Bab VIII buku pertama, juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh

ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali

Page 52: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

41

oleh undang-undang ditentukan lain. Demikian pula Pasal 63 ayat (2)

KUHP menyebutkan, jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan

pidana yang bersifat umum, diatur pula dalam aturan pidana yang bersifat

khusus, maka hanya yang bersifat khusus itulah yang diterapkan. Dari dua

ketentuan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika suatu perbuatan

diancam dengan ketentuan pidana umum di dalam pasal KUHP dan

ketentuan pidana khusus, misal Undang-Undang No. 5 Tahun 1997

Tentang Psikotropika, maka yang dikenakan adalah yang ketentuan khusus

yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Hal ini

merupakan perwujudan azas “lex specialis derogat lex generalis” yang

artinya undang-undang yang bersifat khusus meniadakan undang-undang

yang bersifat umum.

Pemidanaan merupakan upaya yang terakhir yang dapat dijatuhkan

oleh hakim kepada seorang terdakwa anak apabila upaya-upaya yang

lainnya tidak bisa dilakukan. Pemidanaan merupakan alternatif terakhir

bagi seorang terdakwa anak yang melakukan tindak pidana apabila masih

dimungkinkan untuk diadakan tindakan terhadap anak, maka hakim akan

membatasi penjatuhan pidana. Pemidanaan sebaiknya dilakukan apabila

norma yang dilanggar begitu penting bagi kehidupan masyarakat sehingga

pelanggaran terhadap norma maupun peraturan perundang-undangan yang

berlaku tersebut tidak ada cara lain selain dengan pemidanaan.

Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor : 132/ Pid. B/ 2007/ PN.

SKH

1. Identitas Terdakwa

Nama : ANGGA LAKSANA bin PUJIONO

Tempat lahir : Boyolali

Umur/ tanggal lahir : 15 tahun/ 21 April 1992

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Page 53: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

42

Tempat tinggal : Dk. Butuh, Ds. Dawung, Kecamatan Mojosongo,

Kabupaten Boyolali

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

2. Kasus Posisi

a. Pada tanggal 08 Juni 2007 terdakwa melayani pembeli yang membeli

kedelai di toko milik saksi Bambang. Selesai menimbang kedelai dan

menyerahkannya kepada pembeli, terdakwa kembali ke gudang untuk

mengambil 1 (satu) dos karton Indocafe Coffeemix tanpa ijin dari saksi

Bambang kemudian disimpan di luar gudang dengan maksud untuk

memudahkan terdakwa mengambil barang tersebut.

b. Terdakwa bermaksud untuk mengambil barang tersebut dengan cara

menyuruh temannya yaitu saksi Ragil tetapi oleh saksi Mulyono tidak

diperbolehkan dan akhirnya terdakwa dapat ditangkap dan diserahkan

ke Polsek Kartasura. Akibat dari perbuatan terdakwa tersebut, saksi

Bambang Edy Purwanto menderita kerugian sekitar Rp. 300.000,- (tiga

ratus ribu rupiah).

3. Dakwaan

Bahwa terdakwa Angga Laksana bin Pujiono pada hari Jumat, 08

Juni 2007 sekitar jam 17.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain,

bertempat di Pasar Kartasura, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura,

Kabupaten Sukoharjo atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang

masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sukoharjo, telah

mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) dos karton Indocafe Coffeemix

seharga Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya lebih

dari Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, yaitu saksi Bambang Edy Purwanto dan bukan

milik terdakwa atau setidak-tidaknya milik orang lain selain terdakwa

Page 54: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

43

dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Perbuatan

terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 362 KUHP.

4. Tuntutan

a. Menyatakan terdakwa ANGGA LAKSANA Bin PUJIONO terbukti

bersalah telah melakukan tindak pidana “Pencurian” sebagaimana

dakwaan Pasal 362 KUHP.

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANGGA LAKSANA Bin

PUJIONO dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dikurangkan

selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya

terdakwa tetap ditahan.

c. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) dos karton Indocafe

Coffeemix, berisi 5 (lima) bungkus plastik Indocafe Coffeemix, yang

per bungkusnya berisi 100 (seratus) sachet Indocafe Coffeemix ukuran

20 gram, dikembalikan kepada saksi BAMBANG EDY PURWANTO.

d. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara

masing-masing sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

5. Pertimbangan Majelis Hakim

a. Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan

dipersidangan barang bukti berupa 1 (satu) dos karton Indocafe

Coffeemix, berisi 5 (lima) bungkus plastik Indocafe Coffeemix, yang

per bungkusnya berisi 100 (seratus) sachet Indocafe Coffeemix ukuran

20 gram dan 4 orang saksi yang telah disumpah untuk memberikan

keterangan dengan benar.

b. Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri

dimuka persidangan, dihubungkan satu sama lain terdapat fakta-fakta

yang saling bersesuaian dan berhubungan.

c. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah memenuhi seluruh

unsur dalam Pasal 362 KUHP dan telah terbukti secara sah dan

Page 55: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

44

meyakinkan, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa

telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana PENCURIAN

sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum.

d. Dalam menjatuhkan putusannya nanti, agar cukup adil dan setimpal

dengan perbuatan terdakwa, terlebih dahulu hakim mempertimbangkan

hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pada diri

terdakwa serta mempertimbangkan laporan penelitian BAPAS.

e. Karena terdakwa masih anak-anak, maka Majelis Hakim berpendapat

bahwa terdakwa termasuk anak nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1

angka 2 huruf a Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak dan sependapat akan menjatuhkan tindakan kepada

terdakwa.

6. Amar Putusan

a. Menyatakan terdakwa ANGGA LAKSANA Bin PUJIONO telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“PENCURIAN”.

b. Memerintahkan agar terdakwa dikembalikan kepada orang tua

terdakwa yaitu PUJIONO.

c. Memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari Rumah

Tahanan Negara setelah putusan ini diucapkan.

d. Memerintahkan agar barang bukti berupa : 1 (satu) dos karton Indocafe

Coffeemix, berisi 5 (lima) bungkus plastik Indocafe Coffeemix, yang

per bungkusnya berisi 100 (seratus) sachet Indocafe Coffeemix ukuran

20 gram, dikembalikan kepada saksi Bambang Edy Purwanto.

e. Membebankan para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-

masing sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

7. Pembahasan

Anak yang melakukan suatu tindak pidana harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka pengadilan. Pengadilan

Page 56: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

45

yang menangani perkara anak disebut dengan Sidang Pengadilan Anak,

yang kemudian disebut dengan Sidang Anak. Sidang Anak tersebut

bertujuan untuk melindungi anak nakal dan untuk memberikan bimbingan

kepada anak nakal.

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa pengadilan khusus hanya dapat

dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang. Pengadilan anak

merupakan pengkhususan dari badan peradilan umum untuk

menyelenggarakan pengadilan anak (penjelasan Pasal 15 ayat (1)). Istilah

pengadilan anak tidak akan memberikan pengertian yang keliru, karena

sesungguhnya telah sejalan dengan Pasal 10 ayat (2) UU No. 4 Tahun

2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak,

memang tidak menyebutkan secara jelas Pengadilan Anak adalah

pengadilan untuk menangani perkara pidana anak. Pasal 3 undang-undang

tersebut hanya menyebutkan ”Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya

disebut Sidang Anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan undang-undang ini”.

Pasal 21 menegaskan bahwa Sidang Anak berwenang untuk memeriksa,

memutus dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak nakal.

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan dalam perkara Nomor : 132/ Pid. B/ 2007/ PN. SKH adalah

Pasal 362 KUHP, yang telah tercantum dalam dakwaan tunggal Jaksa

Penuntut Umum. Hakim juga telah mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari diri terdakwa.

Pemeriksaan di persidangan pengadilan berdasarkan surat dakwaan

Penuntut Umum akan dipertimbangkan tiap-tiap bagiannya.

Pada perkara tersebut diatas, alat bukti yang dapat ditemukan dan

dipergunakan secara sah sesuai dengan undang-undang adalah keterangan

Page 57: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

46

saksi dan keterangan terdakwa. Dari hasil pemeriksaan di persidangan,

diperoleh keterangan 5 (lima) orang saksi, dimana keterangan-keterangan

tersebut saling berhubungan, bersesuaian, dan saling mendukung satu

sama lain. Alat bukti lain yang dapat ditemukan, yang tersirat adalah alat

bukti petunjuk.

Putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim tersebut adalah sudah

cukup adil dan tepat karena hakim dalam menjatuhkan putusannya sudah

berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan, baik dari keterangan

saksi, dari keterangan terdakwa sendiri maupun dari alat bukti yang ada,

yang setelah dihubungkan terdapat kesesuaian dan diperoleh fakta-fakta

yang meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana telah benar-benar

terjadi dan terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut.

Dalam rangka memeriksa dan memutus perkara, hakim tidak boleh

menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib

untuk memeriksa dan mengadilinya. Hal ini tercantum dalam Pasal 16 ayat

(1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

yang menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk

memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih

bahwa hukumnya tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya.

Hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami hukum.

Pencari keadilan datang padanya untuk memohon diberi keadilan.

Andaikata hakim tidak menemukan hukum tertulisnya, maka ia wajib

untuk menggali hukum yang tidak tertulis untuk memutus berdasarkan

hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh

kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan

negara. Hakim dalam memberikan putusannya tidak hanya menerapkan

peraturan hukum tertulis saja tetapi juga harus mampu menciptakan

Page 58: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

47

hukum berdasarkan perasaan keadilan yang berkembang dalam

masyarakat itu sendiri.

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa anak, selalu

mendasarkan pertimbangannya dan berpedoman pada Pasal 183 KUHAP,

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak, Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), hakim selalu mendengarkan laporan penelitian

kemasyarakatan (case study) dari BAPAS, juga mempertimbangkan hal-

hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari terdakwa.

Hukum acara untuk Sidang Anak adalah Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan-ketentuan dalam KUHAP

tetap berlaku dalam Sidang Anak, kecuali Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak menentukan lain. Undang-Undang No. 3

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak sebagai hukum khusus (lex

spesialis), sedang KUHAP sebagai hukum umum (lex generalis). Sebagai

hukum khusus Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak di dalamnya telah mengatur secara khusus tentang hukum acara dari

tingkat penyidikan sampai dengan bagaimana cara pemeriksaan di muka

pengadilan.

Seorang hakim harus mempunyai pengetahuan khusus tentang

anak sehingga mampu menyelami jiwa anak tersebut. Hakim harus mampu

menciptakan suasana kekeluargaan dalam persidangan agar tidak

menimbulkan tekanan batin dan mental pada diri anak tersebut sehingga

anak dapat mengungkapkan perasaannya secara jujur dan terbuka. Dalam

proses persidangan seorang hakim tidak boleh menimbulkan kesan yang

dapat membuat trauma yang buruk bagi diri anak tersebut sehingga dapat

mempengaruhi perkembangan jiwanya. Hakim harus tahu makna dari

penjatuhan pidana yang dijatuhkan kepada anak karena penjatuhan pidana

Page 59: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

48

tidak berorientasi pada pembalasan tetapi lebih menitikberatkan kepada

kepentingan, kesejahteraan dan masa depan anak.

Dalam putusan hakim tersebut diatas, terlihat bahwa selama

persidangan para terdakwa dalam menghadapi perkaranya didampingi oleh

penasihat hukum, orang tua dan pembimbing kemasyarakatan, seperti

yang dikehendaki oleh Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak. Pihak-pihak tersebut diwajibkan untuk

selalu mendampingi para terdakwa dengan maksud dan tujuan untuk

membantu kelancaran dalam proses penegakan hukum, membimbing,

membantu dan mengawasi anak nakal, memperhatikan kepentingan anak

dan kepentingan umum serta berusaha agar suasana kekeluargaan tetap

terpelihara dan peradilan berjalan lancar. Di dalam putusan tersebut

dipertimbangkan pula tentang laporan penelitian kemasyarakatan dari

pembimbing kemasyarakatan, selain sesuai dengan ketentuan Pasal 59

ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

yang mewajibkan, juga karena merupakan hal yang penting untuk

dipertimbangkan dalam putusan perkara anak.

Pada amar putusan dapat diketahui bahwa majelis hakim yang

mengadili menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Angga Laksana bin

Pujiono berupa tindakan yaitu pengembalian diri terdakwa kepada orang

tua terdakwa yaitu Pujiono. Hal ini berarti terdakwa Angga Laksana bin

Pujiono dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara karena terdakwa dijatuhi

tindakan berupa pengembalian diri terdakwa kepada orang tua terdakwa

dan tidak lagi mendekam di Rumah Tahanan. Meskipun terdakwa

dikembalikan kepada orang tua, terdakwa tetap berada di bawah

pengawasan dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan.

Penjatuhan tindakan oleh hakim dilakukan kepada anak yang

melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut

peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain.

Namun terhadap anak yang melakukan tindak pidana, hakim menjatuhkan

Page 60: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

49

pidana pokok dan atau pidana tambahan atau tindakan. Dari segi usia,

pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih berumur 8 (delapan)

tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang telah

melampaui umur 12 (dua belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas)

tahun dijatuhkan pidana. Hal itu dilakukan mengingat pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental dan sosial anak.

B. Hambatan-Hambatan yang Dialami Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Secara Teoretis

Hakim, setelah menyatakan pemeriksaan persidangan ditutup, maka

tahap selanjutnya adalah membuat putusan. Hakim dapat menjatuhkan

putusan berupa pidana atau tindakan, yang semuanya bergantung dari hasil

musyawarah Majelis Hakim. Penanganan perkara tindak pidana anak pada

saat proses persidangan tidak selalu berjalan dengan lancar seperti yang

diharapkan oleh semua pihak. Adakalanya hakim mengalami kendala pada

saat proses pemeriksaan meskipun hakim telah mengarahkan dan memimpin

jalannya persidangan sesuai dengan surat dakwaan yang dilimpahkan oleh

penuntut umum anak. Namun prosedur yang telah dilakukan tersebut tidak

selalu menjamin proses persidangan akan berjalan dengan lancar, tanpa ada

hambatan. Hambatan-hambatan tersebut secara teoretis disebabkan oleh :

1. Belum adanya pedoman bagi hakim tentang pemidanaan terhadap

terdakwa anak.

Sampai saat ini belum ada pedoman tentang pemidanaan bagi terdakwa

anak yang telah melakukan tindak pidana. Dalam memberikan putusan

pemidanaan, hakim berpedoman pada hukum positif yang berlaku pada

saat ini, yaitu KUHP dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak, dimana sesungguhnya kedua peraturan tersebut hanya

mengatur tentang jenis pidana yang dapat dikenakan bagi terdakwa anak

dan batasan lamanya pidana yang dapat dikenakan. Hakim dalam

menjatuhkan pidana terhadap anak menggunakan batasan minimal umum

Page 61: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

50

dan maksimum khusus yang ada pada KUHP dan Undang-Undang No. 3

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Bahwa anak yang melakukan

tindak pidana dapat dikenakan pidana minimum 1 hari yang ditentukan

dalam KUHP dan maksimumnya adalah ketentuan yang ada pada Undang-

Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang

No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa dalam

hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup maka bagi anak ancaman pidananya maksimum 10

(sepuluh) tahun. Apabila anak melakukan suatu tindak pidana yang dinilai

sangat kejam dan melanggar batas-batas perikemanusiaan dimana

hukumannya seharusnya lebih dari 10 (sepuluh) tahun, hakim hanya

memberikan hukuman secara maksimal karena sudah ditentukan dalam

Undang-Undang Pengadilan Anak.

2. Pengadilan Anak masih bagian dari Pengadilan Umum dan belum menjadi

suatu lembaga yang berdiri sendiri.

Hingga saat ini peradilan terhadap anak masih menjadi satu kesatuan

dengan Pengadilan Umum atau merupakan bagian dari Pengadilan Umum,

dan belum menjadi suatu lembaga yang berdiri sendiri, sehingga belum

banyak menunjukkan adanya kondisi yang berbeda dari proses pengadilan

bagi orang dewasa. Bila Pengadilan Anak dapat berdiri sendiri dan bukan

lagi bagian dari Pengadilan Umum, maka dalam proses persidangan anak

terdapat perbedaan yang sangat jelas, mulai dari tahap penyidikan sampai

dengan tahap pemeriksaan persidangan, dimana tidak perlu lagi dilakukan

penahanan bagi anak. Selama ini yang membedakan persidangan anak

dengan orang dewasa adalah pejabat yang memeriksa tidak mengenakan

toga, disidangkan hakim tunggal, ditangani oleh pejabat khusus, diperiksa

dalam suasana kekeluargaan, dan persidangan dilakukan secara tertutup.

Page 62: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

51

BAB IV

PENUTUP

Setelah melakukan analisa terhadap permasalahan yang diteliti, maka pada

bagian akhir penulisan hukum ini penulis akan menyampaikan simpulan dan

saran. Dalam simpulan dan saran ini akan dimuat suatu ikhtisar berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan sebagai berikut :

A. Simpulan

1. Bahwa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan pemidanaan terhadap terdakwa anak nakal adalah :

a. KUHP, KUHAP dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak.

Hakim dalam menjatuhkan putusannya selalu mendasarkan

pertimbangannya pada peraturan-peraturan tersebut diatas, dimana

peraturan-peraturan tersebut memuat tentang laporan penelitian (case

study) Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan

(BAPAS), hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan

dari diri terdakwa sesuai dengan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP,

serta fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan yang dirangkum dari

alat bukti yang ada, kemudian hakim dapat menarik suatu kesimpulan

berdasarkan keyakinan hakim bahwa suatu perbuatan telah terjadi dan

terdakwa yang bersalah melakukannya. Hal-hal tersebut diatas juga

mempengaruhi dasar pertimbangan hakim.

b. Dalam proses persidangan tindak pidana anak, terdakwa anak harus

mendapat perlakuan khusus atau perlakuannya dibedakan dengan

orang dewasa.

Pembedaan perlakuan tersebut dikarenakan sikap dan mental anak

yang belum stabil, jika anak diperlakukan seperti terdakwa orang

dewasa maka hal tersebut akan mengganggu perkembangan jiwa anak.

51

Page 63: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

52

Hal-hal yang membedakan persidangan anak dengan persidangan

orang dewasa tersebut antara lain :

1) perkara anak ditangani oleh pejabat khusus, yaitu penyidik anak,

penuntut umum anak dan hakim anak.

2) pemeriksaan dilakukan dalam suasana kekeluargaan.

3) persidangan dilaksanakan secara tertutup

4) pejabat yang memeriksa tidak mengenakan toga.

5) disidangkan dengan hakim tunggal.

2. Bahwa hambatan-hambatan yang dialami hakim dalam menjatuhkan

putusan secara teoretis adalah :

a. belum adanya pedoman bagi hakim tentang pemidanaan terhadap

terdakwa anak.

b. Pengadilan Anak masih bagian dari Pengadilan Umum dan belum

menjadi suatu lembaga yang berdiri sendiri.

B. Saran

1. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda yang akan meneruskan

perjuangan para pendahulunya, sebagai salah satu sumber daya manusia

yang merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa dan negara, yang

memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri khusus, memerlukan

pembinaan, bimbingan dan perlindungan dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh dan

menyeluruh, serasi, selaras dan seimbang. Untuk melaksanakan

pembinaan, bimbingan dan perlindungan terhadap anak, maka

penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus,

yaitu diperlakukan berbeda dengan terdakwa orang dewasa. Perlakuan

khusus tersebut tidak hanya dilakukan pada saat persidangan saja, tetapi

juga pada saat penyidikan dan penuntutan.

2. bahwa pemerintah beserta aparat penegak hukum lainnya, khususnya para

hakim harus dapat menjamin perlindungan terhadap hak-hak anak selama

Page 64: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

53

persidangan dalam rangka mengusahakan kesejahteraan dan perlakuan

yang adil terhadap anak tersebut.

3. bahwa aparat penegak hukum, khususnya hakim harus dapat memberikan

putusan yang seadil-adilnya, dengan tetap berpedoman pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku, tanpa harus mengesampingkan hak-

hak dan kepentingan anak.

4. meskipun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

Pengadilan Anak tidak terlalu banyak, hakim harus pandai-pandai

mengartikan dan menafsirkan makna dari pasal-pasal dalam peraturan

perundang-undangan yang sudah ada.

5. bahwa seharusnya pemerintah mengeluarkan pedoman pemidanaan bagi

anak agar hakim dalam menjatuhkan putusannya dapat setimpal dengan

perbuatan anak dan sekaligus dapat memberikan pembinaan bagi anak

karena pedoman mengenai pemidanaan bagi anak belum ada.

6. bahwa seharusnya pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang

menyatakan Pengadilan Anak merupakan suatu lembaga yang berdiri

sendiri dan bukan lagi bagian dari Pengadilan Umum. Dengan diubahnya

kedudukan Pengadilan Anak menjadi lembaga yang berdiri sendiri, maka

proses pemeriksaan anak akan terlihat jelas berbeda dengan proses

pemeriksaan orang dewasa.

Page 65: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

54

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika. C. S. T. Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka. Gatot Supramono. 2000. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta: Djambatan. Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana (Untuk

Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba). Bandung: Mandar Maju.

Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar

Grafika. M. Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

Martiman Prodjohamidjojo. 1997. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana

Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Oemar Seno Adji. 1984. Hukum Hakim Pidana. Jakarta: Erlangga. P. A. F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung:

Citra Aditya Bakti. Sholeh Soeaidy, Zulkhair. 2001. Dasar Hukum Perlindungan Anak: Anak Cacat,

Anak Terlantar, Anak Kurang Mampu, Pengangkatan Anak, Pengadilan Anak, Pekerja Anak. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.

Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sudarto. 1986. Kapsel Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Wagiati Soetodjo. 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung: Refika Aditama.

Page 66: ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA …

55

Wirjono Prodjodikoro. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung:

Refika Aditama.

Peraturan Perundangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

website

http://www.unicef.org/indonesia/uni-jjs1_2final.pdf (26 September 2007 pukul 22.26). Purnianti, Mamik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk. Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) Di Indonesia.