analisis pengelolaan dan pemanfaatan tanah …
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH WAKAF
DALAM MENCIPTAKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(DESA SAPANANG KABUPATEN JENEPONTO)
SKRIPSI
Oleh AKRIM A DJAFAR
105740001515
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2020
ii
SKRIPSI
ANALISIS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH WAKAF
DALAM MENCIPTAKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(DESA SAPANANG KABUPATEN JENEPONTO)
AKRIM A DJAFAR
105740001515
JURUSAN EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2020
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peminat Saham Untuk Memilih
Saham Syariah Di Kota Makassar ini kupersembahkan untuk:
1. Orang tua tercinta bapak Aco Nuhdin dan Ibu Juaria ,atas segala pengorbanan,do’a, dan dukungan moral dan materi serta curahan kasih sayang yang tak terhingga.
2. Kepada Teman-teman Ekonomi Islam 2015 yang selalu berjalan beriringan Selama berada di Dunia Akademik.
3. Dr.H, Muchran BL..,SE.,MS selaku pembimbing 1 dan bapak Faidhul Adziem SE.,M.Si selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan Waktunya memberikan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Agusdiwana suarni,SE.,M.Acc selaku ketua prodi Ekonomi Islam yang telah membimbing dan memberi arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Untuk almamater Universitas Muhammadiyah Makassar.
MOTTO HIDUP
“Tumbuh Seperti padi, Semakin berisi, Semakin Menunduk”
iv
v
vi
vii
ABSTRAK
AKRIM A DJAFAR 105740001515. Analisis pengelolaan dan pemanfaatan tanah wakaf
dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat (Desa Sapanang kabupaten jeneponto). Dibimbing oleh . Muchran BL dan Faidhul Adziem.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Untuk mengetahui wakaf dalam mensejahterakan masyarakat di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto dan Untuk mengetahui pemanfaatan wakaf dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini menggunakan sepuluh informan yang tersebar di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto Kota Makassar. Adapun kesepuluh informan penulis terdiri dari Masyarakat Umum dan Pemerintah. . Sementara analisis data yang digunakan yaitu analisis data deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengelolaan tanah wakaf yang dipilih oleh nazhir dari tanah makarn adalah dengan cara pendekatan agribisnis, yaitu dengan cara budidaya penanaman pohon jagung. Pohon jagung dipilih karena memang mempunyai banyak kelebihan, salah satunya adalah mudah untuk dirawat dan hasilnya pun sangat menguntungkan. Kata Kunci : Tanah Wakaf
viii
ABSTRACT
AKRIM A DJAFAR, 105740001515. Analysis of management and use of waqf in creating
community welfare (Sapanang Village, Jeneponto Regency). Guided by . Muchran BL and Faidhul Adziem. This study aims to determine to find out waqf in the welfare of the community in Sapanang Village, Jeneponto Regency and to find out the use of waqf in creating community welfare in Sapanang Village, Jeneponto Regency. This study used ten informants who were scattered in Sapanang Village, Jeneponto Regency, Makassar City. The ten informant writers consisted of the General Public and Government. . While the data analysis used is descriptive qualitative data analysis. The results showed that the management of waqf land chosen by Nazhir from makarn land was by means of an agribusiness approach, namely by cultivation of corn tree cultivation. Corn tree was chosen because it has many advantages, one of which is easy to maintain and the results are very profitable. Keywords: Land of Waqf
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan
hidayah yang tiada henti diberikan jepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa pula
kita kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat dan para
pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
pengelolaan dan pemanfaatan tanah wakaf dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat (Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto)’
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim., SE,MM, selaku Bapak Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Dr. H. Muchran, BL.,SE.,MS selaku pembimbing I dan Bapak Faidul
Adziem, SE.,M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skipsi dapat
diselesaikan.
3. Bapak dan Ibu selaku penguji yang senantiasa memberikan saran dan
masukan dalam skripsi ini.
4. Ismail Rasulong SE,MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ibu Agusdiwana Suarni SE,M.Acc selaku ketua Prodi Ekonomi Islam Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Kedua orangtua ayahanda Aco Nuhdin dan Juaria, dan segenap keluarga
yang senantiasa memberikan bantuan, baik moril maupun material sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
x
7. Seluruh Dosen Jurusan Ekonomi Islam di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu
kepada penulis.
8. Teman Teman EKONOMI ISLAM 2015 yang selalu berjalan beriringan dalam
dunia akademik
9. Terima Kasih kepada Laila Nur Atika SE, Nurul Herdiyanti, Winda Ningsih
SE, Nurbaya, Sarahwati Ero Lewar, Herni Saharuddin, Gina Angreini S,
Nurreski Amaliah SE,. atas bantuan yang tak pernah kutau seberapa banyak
hal itu.
10. Terima Kasih Kepada Akbar, Andi, Rahmat Hidayat Padlan SE, Muh Hasrul
Hasan, Muh Rifki Afrisal, Rusli Setiawan, Muh Raihan Syaruddin, Sulfiadi,
Firman yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi.
11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga
akhir yang penulis tidak dapat sebut satu persatu.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait
dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan semoga Kristal-kristal Allah
senantiasa tercurah kepadanya. Amin.
Makassar, Februari 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ··························································································· i
HALAMAN JUDUL ·············································································· ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ·············································· iii
HALAMAN PERSETUJUAN ·································································· iv
HALAMAN PENGESAHAN ··································································· v
SURAT PERNYATAAN ········································································ vi
ABSTRAK ························································································· vii
ABSTRACT ······················································································· viii
KATA PENGANTAR ············································································ ix
DAFTAR ISI ······················································································ xi
DAFTAR TABEL ················································································ xiii
DAFTAR GAMBAR ············································································· xiv
DAFTAR LAMPIRAN ··········································································· xv
BAB I. PENDAHULUAN ····································································· 1
A. Latar Belakang ····································································· 1
B. Rumusan Masalah ································································ 6
C. Tujuan Penelitian ·································································· 7
D. Manfaat Penelitian ······························································· 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ······························································· 9
A. Tinjauan Teori ······································································· 9
1. Pengertian Wakaf …………………………………………….. 9
2. Rukun dan Syarat Wakaf ……………………………………. 15
3. Tujuan Wakaf …………………………………………………. 19
4. Pengelolaan Wakaf …………………………………………… 19
5. Manfaat Wakaf ………………………………………………… 28
6. Peran Pemanfaatan Wakaf Dalam Menciptakan
Kesejahteraan ………………………………………………….. 29
B. Tinjauan Empiris ···································································· 34
C. Kerangka Konsep ································································· 35
BAB III. METODE PENELITIAN ····························································· 39
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ·················································· 39
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ······················································· 39
C. Sumber Data ··········································································· 39
D. Teknik Pengumpulan Data ·························································· 40
xii
E. Instrumen Penelitian ·································································· 41
F. Metode Analisis Data ································································ 42
BAB IV. PROFIL,HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ························ 43
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 43
a. Sejarah Singkat Desa Sapanang .................................................... 43
b. Profil Desa ......................................................................................... 43
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ················································ 46
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 58
A. Kesimpulan............................................................................................... 58
B. Saran ····················································································· 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 61
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
Tabel 1. Tinjauan Empiris ......................................................................................... 34 Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Sapanang ......................................................... 44 Tabel 3. Pekerjaan Pokok Masyarakat Desa Sapang .............................................. 44 Tabel 4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Desa Sapanang.................................. 45 Tabel 5. Daftar Tanah Wakaf di Desa Sapanang Serta Peruntukkannya ................. 50
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
Gambar 1 Kerangka Proses berpikir ......................................................................... 37
Gambar 2 Kerangka Konseptual ............................................................................... 38
Gambar 3 Struktur Wakaf Di Desa Sapanang 2019 ................................................. 47
Gambar 4 Pemanfaatan Wakaf di desa Sapanang .................................................... 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
Lampiran 1 Pedoman Wawancara ........................................................................... 62 Lampiran 2 Gambaran lokasi Penelitian dan Dokumentasi ...................................... 63
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian .............................................................................. 67 Lampiran 4 Surat Telah Melakukan Penelitian ......................................................... 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wakaf Nomor 41 Tahun 2004, wakaf berarti perbuatan hukum wakif
(pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebahagian harta yang benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejaheraan umum sesuai syariah. (Lembaga Amil Zakat
Dompet Dhuafa).
Salah satu alasan pembentukan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf adalah praktik wakaf yang ada di masyarakat belum
sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, salah satu buktinya adalah di antara
harta benda wakaf tidak terpelihara dengan baik, terlantar, bahkan beralih ke
tangan pihak ketiga dengan cara melawan hokum (Jaih Mubarok, 2008). Di
samping itu, karena tidak adanya ketertiban pendataan, banyak benda wakaf
yang karena tidak diketahui datanya, jadi tidak terurus bahkan wakaf masuk
dalam siklus perdagangan. Keadaan demikian itu tidak selaras dengan
maksud dari tujuan wakaf yang sesungguhnya dan juga akan mengakibatkan
kesan kurang baik terhadap Islam sebagai ekses penyelewengan wakaf,
sebab tidak jarang sengketa wakaf terpaksa harus diselesaikan di Pengadilan
(Abdul Ghofur Anshori, 2005).
Pelaksanaan wakaf yang terjadi di Indonesia masih banyak yang
dilakukan secara agamis atau mendasar pada rasa saling percaya, yaitu
wakif hanya menyerahkan tanah wakaf kepada seorang nazhir tanpa
dibarengi dengan adanya pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau
2
sejenisnya. Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan
tidak memiliki dasar hukum, sehingga apabila dikemudian hari terjadi
permasalahan mengenai kepemilikan tanah wakaf penyelesaiannya akan
menemui kesulitan, khususnya dalam hal pembuktian. Dalam perkara lain,
hal yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia
adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah
wakaf dikuasai secara turun-temurun oleh Nazhir yang penggunaannya
menyimpang dari akad wakaf. Dari ibnu “Umar radhiyallahu anhuma, ia
berkata umar pernah mendapatkan sebidang tanah di khaibar, lalu ia
menghadap Nabi sha mohon petunjuk beliau tentang pengelolaanya seraya
berkata,
“Wahai Rasulullah, Saya mendapatkan tanah di Khaibar, yang
menurut saya, saya belum pernah memiliki tanah yang lebih baik daripada
tanah tersebut, lalu beliau berkata :
“Kalau Engkau Mau, Kau tahan pohonnya dn sedekahkan Buah
(Hasilnya)”.
Dalam praktik sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang
diminta kembali oleh ahli waris wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia.
Akan tetapi khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf
telah menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga
tanah yang telah diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali. Adapun
Hadist dari riwayat Rasulullah SAW Bersabda, dari Abu Hurairoh yang
Artinya :
3
“Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali
dari 3 perkara, 1.Shodaqoh Jariyah, 2.Ilmu yang bermanfaat, 3.Anak sholih
yang mendoakan orangtuanya (H.R, Muslim no.1631)
Secara umum dalam al-Qur‟an tidak terdapat ayat yang
menerangkan konsep wakaf secara eksplisit. Karena wakaf merupakan
bagian dari infaq, maka dasar yang digunakan para ulama dalam
menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-
Qur‟an, diantara dalil-dalil yang dijadikan sandaran/dasar hukum wakaf
dalam agama Islam ialah sebagai berikut:
1. QS. Ali Imran ayat 92:
ا تحبون وما تىفقوا مه ش بهۦ عليم له تىالوا ٱلبر حتى تىفقوا مم ٢٩يء فإن ٱلل
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
2. QS. an-Nahl 96:
باق ولىجزيه ٱلذيه صبروا أجرهم بأحسه ما كاووا يعم ٢٩لون ما عىدكم يىفد وما عىد ٱلل
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri
Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.”
Dalam Pasal 11 ayat 1 PP No. 28 Tahun 1977 dijelaskan :
“ Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat
dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain dari yang dimaksud
dalam ikrar wakaf ”
Dan pada Pasal 40 UU No. 41 Tahun 2004 berbunyi :
4
“Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: a.Dijadikan jaminan;
b.Disita; c.Dihibahkan; d.Dijual; e.Diwariskan; f.Ditukar ; atau g. Dialihkan
dalam bentuk pengalihan hak lainnya. “
Menurut Siah Khosyi’ah, Tindakan-tindakan yang tidak boleh
dilakukan, baik atas nama wakif maupun atas nama mauquf alaih karena
dapat merusak kelestarian wakaf, yaitu:
1. Menjual lepas, artinya transaksi memindahkan hak atas tanah atau
barang-barang yang yang telah diwakafkan untuk selama-lamanya.
2. Mewariskan, artinya memindahkan harta wakaf secara turun-temurun
kepada anak cucu setelah meninggal dunia.
3. Menghibahkan, artinya menyerahkan harta wakaf kepada pihak lain
tanpa imbalan.
Demikian juga, tindakan-tindakan lain yang sengaja atau karena
kelalaian menyimpang dari tujuan wakaf, yaitu:
1. Menukar atau memindahkan wakaf dari suatu lokasi ke lokasi yang
lain, seperti tanah sawah ditukar dengan tanah darat atau dari lingkungan
perkotaan ke desa terpencil.
2. Melakukan perubahan peruntukan yang disebabkan oleh wakif dalam
ikrar wakafnya seperti wakaf masjid diubah menjadi wakaf pondok
pesantren.
3. Menelantarkan wakaf sehingga tidak produktif atau tidak memberi
manfaat apa-apa.
4. Membongkar atau membongkar barang-barang wakaf hingga punah.
5. Mengambil alih menjadi milik pribadi.
5
Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia
maka memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menerapkan peran
waqaf demi menciptakan keadilan sosial untuk muwujudkan kesejahteraan
umat dan mengentaskan kemiskinan. Pengelolaan waqaf di Indonesia masih
kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat dan cenderung hanya
untuk kepentingan ibadah maghdah. Waqaf di Indonesia dalam
pengelolaannya mengalami perubahan dan perkembangan signikan setelah
pada tahun 2004 lahir Undang-Undang Perwaqafan yaitu UU No. 41 tahun
2004. Hidayati, (2010: 125) berpendapat bahwa lahirnya Undang-undang
waqaf No. 41 tahun 2004 tersebut merupakan satu kemajuan yang sangat
signifikan bagi umat Islam. Pendapat lain dikemukan oleh Usman (2009: 132)
yaitu setelah diresmikannya UU No.41 Tahun 2004, kemudian diteruskan
dengan dibentuknya Badan Waqaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga
independen yang secara khusus mengelola dana waqaf dan beroperasi
secara nasional. Tugas dari lembaga ini adalah untuk memajukan dan
mengembangkan perwaqafan nasional di Indonesia. BWI berkedudukan di
ibukota negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi atau kabupaten
atau kota sesuai dengan kebutuhan.
Pasca disyahkannya UU No.41 Tahun 2004 Tentang Waqaf
merupakan tonggak baru dalam perwaqafan di Indonesia. Waqaf mengalami
pergeseran paradigma dari bentuk aset tidak bergerak berkembang dalam
aset bergerak, aset berbentuk surat berharga, uang dan aset-aset lainnya.
Waqaf uang dan aset keuangan lainnya apabila dikelola secara profesional
akan lebih mudah diproduktifkan untuk menggerakan perekonomian dengan
6
tujuan utamanya adalah pemberdayaan dan peningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin.
Dari hasil observasi mengenai pendayagunaan dan pengembangan
waqaf baik aset bergerak maupun aset tidak bergerak yang ada di Desa
Sapanang Kabupaten Jeneponto yang membutuhkan komitmen bersama
antara pemerintah, ulama dan masyarakat serta komponen lain yang relevan
untuk mendukung tujuan bersama dalam beragama dan bermasyarakat.
Kemudian perumuskan kembali mengenai berbagai hal seperti harta yang
diwaqafkan, peruntukkan waqaf dan nazhir serta pengelolaan waqaf secara
produktif profesional. Sama halnya bagii pemerintah yang telah memberikan
perhatian yang sangat besar dalam pemberdayaan waqaf sebagai bagian
dalam menggerakan perekonomian masyarakat. Pada sisi lain waqaf adalah
alternatif solusi dalam pengembangan dan pemberdayaan ekonomi dalam
rangka peningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat
miskin di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dalam hal ini tertarik untuk
mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut ke dalam penulisan skripsi
dengan judul “ANALISIS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH
WAKAF DALAM MENCIPTAKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (DI
DESA SAPANANG KABUPATEN JENEPONTO)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat
ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan
masalah yang hendak dikemukakan adalah sebagai berikut:
7
1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto?
2. Bagaimana peran pemanfaatan wakaf dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan singkat, tujuan
penelitian yang dinyatakan dengan terang dan jelas akan dapat memberikan
arah pada penelitiannya.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengelolaan wakaf dalam mensejahterakan
masyarakat di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto
2. Untuk mengetahui pemanfaatan wakaf dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto.
Berdasarkan permasalahan di atas, manfaat yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan terkait dengan wakaf, serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran (sebagai informasi ilmiah) bagi akademisi tentang
penyelesaian sengketa wakaf.
b. Diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi usaha pengaturan,
penataan, peningkatan, pembinaan, pengolahan dan pengawasan
perwakafan tanah di Indonesia.
8
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan pengetahuan bagi penulis sendiri mengenai pokok
masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
dinamis dan sistematis bagi penulis dalam membuat sebuah karya
tulis.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Waqaf
Kata wakaf secara etimilogis berasal dari kata waqafa-yaqu-waqfan
yang mempunyai arti menghentikan atau menahan. atau berdiam di tempat
atau tetap berdiri. Wakaf dalam Kamus Istilah Fiqih adalah memindahkan hak
milik pribadi menjadi milik suatu badan yang memberi manfaat bagi
masyarakat (Mujieb, 2002:414).
Pengertian ini banyak mempengaruhi para mujtahid Seperti di bawah
ini:
a. Wakaf menurut Abu H}anifah dan sebagaian ulama Hanafiyah: adalah
menahan benda yang statusnya tetap milik waq (orang yang
mewakafkan hartanya), sedangkan yang disedekahkan adalah
manfaatnya.
b. Wakaf menurut Malikiyah: adalah menjadikan manfaat benda yang
dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada
orang yang berhak, dengan penyerahan berjangka waktu, sesuai
dengan kehendak waq.
c. Wakaf menurut Shafi’iyah: adalah menahan harta yang dapat diambil
manfatnya disertai dengan zat benda, lepas dari penguasaan waq dan
dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama
d. Wakaf menurut hanabila: adalah menahan kebebasan pemilik harta
dalam menjalankan hartanya yang bermanfaat disertai dengan
kekekalan zat benda serta memutus semua hak dan wewenang atas
10
benda itu, sedangkan manfaatnya dipergunakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
e. Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam: adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya
untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Wakaf menurut hukum Islam dapat juga berarti menyerahkan suatu
hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir (penjaga
wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan
ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai
dengan syari’at Islam (M. Zein, 2004:425).
Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 mengenai Wakaf,
Pengertian Wakaf adalah perbuatan hukum wak (pihak yang mewakafkan
harta benda miliknya) untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut syariah (Mardani, 2011:157).
shadaqah jariyah adalah wakaf (Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim).
pendapat ini sama dengan pendapatnya Asy-Syaukani, Sayyid Sabiq, Imam
Taqiyuddin, dan Abu Bakr. Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata: “Wakaf
adalah sedekah yang paling mulia. Allah swt. menganjurkannya dan
menjanjikan pahala yang sangat besar bagi yang berwakaf, karena sedekah
berupa wakaf tetap terus mengalirkan kebaikan dan mashlahat”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa wakaf adalah
perbutan seseorang untuk memisahkan sebagian harta benda/harta miliknya
11
dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umum. Pengertian
menurut ulama dan hukum posit di Indonesia beda pendapat tentang kekalnya
penyerahan zat benda, dimanfaatkan selamanya dan atau untuk jangka waktu
tertentu. Perlu dipahami bahwa dengan perbedaan pendapat tersebut
memberikan kelonggaran pemikiran bagi para cendikiawan muslim Indonesia
untuk memilih salah satu dari pendapat tersebut dalam pengembangan dan
pemberdayaan wakaf produkt di Indonesia. Dan tidak hanya pemahaman
terhadap teks saja melainkan kepada kondisi masyarakat.
Mengapa wakaf itu harus produkt, Ibnu Umar menuturkan bahwa Umar
pernah mendapat kebun kurma di Khaibar. Umar ingin menyedekahkannya.
Lalu ia bertanya kepada Rasulullah. Rasul menjawab:
“Bahwa sahabat Umar ra. meperoleh sebidang tanah di Khaibar,
kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk.
Umar berkata: “Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di
Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang
engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah saw bersabda: “Bila engkau suka,
kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sadekahkan
(hasilnya).“Kemudian Umar mensadekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak
dijual, tidak diwariskan dan tidak dihibahkan. Ibnu Umar berkata: “Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
dilarang bagi yang mengelola (nazir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara
yang baik sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak
bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).
12
Wakaf produkt adalah program penyerahan aset wakaf berupa uang
tunai, bisnis atau usaha, dan atau benda lainnya seperti tanah, rumah, ruko,
gedung, kendaraan dan lain-lainnya yang keuntungan dan pengelolaan dana
atau aset tersebut akan dipergunakan untuk kemaslahatan masyarakat (K.H.
Mtah Faridl).
Dalam wakaf, harta yang telah diniatkan untuk diwakafkan berarti telah
terjadi perpindahan kepemilikan, dari milik individu atau kelompok tertentu
menjadi milik masyarakat yang pengelolaannya diserahkan kepada nadzir
(penerima wakaf). Harta yang sudah dilepas kepemilikannya tersebut tidak
boleh dihibahkan, diwariskan, atau diperjual belikan. Manfaat dari benda
wakaf itu beralih dari manfaat untuk diri sendiri ke masyarakat luas. Manfaat
yang diharapkan dari wakaf bersat abadi dan berlanjut sehingga
pemanfaatannya bersat kekal.
Menurut pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor : 41 Tahun 2004,
untuk menjadi nazhir (penerima wakaf) harus memenuhi syarat-syarat :
1. Warga Negara Indonesia
2. Beragama Islam
3. Dewasa
4. Amanah
5. Mampu secara jasmani dan rohani
6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) UU
Nomor 41 Tahun 2004 untuk nazhir perseorangan, akan tetapi apabila yang
menjadi nazhir itu organisasi disyaratkan :
13
1. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2004.
2. Organisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan
dan atau keagamaan.
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 UU Nomor 41 Tahun 2004 dilaksanakan sesuai dengan prinsip
syariah. Dan dalam hal pengelolaan dan pengembangan wakaf diperlukan
penjamin, maka digunakanlah lembaga penjamin syariah.
Harta wakaf tunai harus dikelola dan diberdayakan dengan manajemen
yang baik dan modern. Pemberdayaan harta wakaf tunai ini mutlak diperlukan
dalam rangka menjalin kekuatan ekonomi umat demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat banyak. Selain itu, untuk mengelola dan
mengembangkan wakaf dengan baik, dibutuhkan sumber daya insani (nadzir)
yang amanah, profesional, berwawasan ekonomi, tekun dan penuh komitmen
yang kuat (Tim Dirjen Bimas Islam, 2011).
Manajemen merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan
suatu harapan yang dicita-citakan bersama untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan oleh organisasi. Manajemen adalah upaya mengatur dan
mengarahkan berbagai sumber daya, mencakup manusia (Man), uang
(Money), barang (Material), mesin (Matchine), metode (Methode) dan pasar
(Market) (Zaenal, 2012).
Definisi diatas memberikan gambaran bahwa manajemen itu
mengandung arti proses kegiatan. Proses tersebut dimulai dari perencanaan,
14
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dengan menggunakan
sumberdaya lainnya. Seluruh proses tersebut ditunjukan untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Manajemen strategis adalah himpunan keputusan manajerial dan
tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari suatu perusahaan. Ini
mencakup pemindaian lingkungan (baik eksternal dan formulasi internal),
strategi (perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi
juga pengendalian. Karena itu studi tentang manajemen strategis
menekankan pemantauan dan mengevaluasi peluang dan ancaman eksternal
di lampu kekuatan korporasi dan kelemahan.
A strategy of a corporation is a comprehensive master plan stating how
corporation will achieve its mission and its objectives. It maximizes competitive
advantage and minimizes competitive disadvantage. The typical business firm
usually considers three types of strategy: corporate, business and functional.
“Sebuah strategi korporasi adalah rencana induk yang komprehens yang
menyatakan bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Ini
memaksimalkan keunggulan kompetit dan meminimalkan kerugian kompetit.
Perusahaan bisnis yang khas biasanya menganggap tiga jenis strategi:
korporasi, bisnis dan fungsional” (David Hunger, 2003).
Strategi pada hakikatnya merupakan penentuan cara yang harus
dilakukan dengan memungkinkan memperoleh hasil yang optimal, efekt dan
dalam jangka waktu yang realt singkat serta tapat menuju tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan. Menurut Malayu S.P Hasibuan (Malayu S.P, 2009:102),
ada beberapa faktor penting menjadi perhatian dalam menentukan strategi:
15
1. Memperhitungkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki pihak lain
2. Memanfaatkan keunggulan dan kelemahan pihak lain
3. Memperhitungkan keadaan lingkungan intern maupun ekstern yang dapat
mempengaruhi organisasi
4. Memperhitungkan faktor-faktor ekonomis, sosial dan psikologis
5. Memperhatikan faktor-faktor sosial kultural dan hukum
6. Memperhitungkan faktor ekologis dan geografis
7. Menganalisis dengan cermat rencana pihak-pihak lain.
Strategi memegang peran penting dalam upaya pendayagunaan
dan pengelolaan dana wakaf yang tepat guna, dalam penentuan
kebutuhan memiliki peran menyeleksi berdasarkan skala prioritas yang
dibutuhkan wak, sehinga pada akhirnya penentuan strategi akan
senantiasa mengikuti kebutuhan yang selalu berubah-ubah
2. Rukun dan Syarat Wakaf
a. Rukun wakaf
Orang yang menyerahkan harta untuk wakaf menurut fuqaha’
harus memenuhi unsur-unsur atau rukun-rukunnya. Rukun wakaf ada
4 (empat):
1) Orang yang mewakafkan hartanya (waqif)
2) Barang/benda yang diwakafkan (mawquf bih)
3) Orang yang diserahi harta wakaf (mawquf ’alayh)
4) Ungkapan orang yang mewakafkan harta bendanya (Sighat).
b. Syarat-syarat waqif
Para fuqaha’ beda pendapat dalam memberikan syarat waq.
Perbedaan tersebut bisa diteliti seperti yang tercakup sebagai berikut:
16
1) Syarat-syarat waqif menurut Hanafiyah adalah: orang yang cakap
tabarru, yaitu orang yang merdeka, dewasa dan berakal. Oleh
karena itu, wakaf anak kecil baik mumayyiz atau tidak, orang gila
dan orang ediot, batal (tidak sah) wakafnya, karena tidak tabarru’
2) Syarat-syarat waqif menurut Malikiyah disyaratkan: orang dewasa,
berakal, rela, sehat tidak berada di bawah pengampuan dan
sebagi pemilik dari harta yang diwakafkan.
3) Syarat-syarat waqif menurut Malikiyah disyaratkan: orang dewasa,
berakal, rela, sehat, tidak berada di bawah pengampuan dan
sebagi pemilik dari harta yang diwakafkan.
4) Syarat-syarat waqif menurut Shafi’iyah adalah: waqif hendaknya
orang cakap tabarru’, maka dari itu tidak sah wakaf anak kecil,
orang gila, orang bodoh dan budak mukatabah.
5) Syarat-syarat waqif menurut Hanabilah adalah:
a) Pemilik harta, tidak sah wakaf orang yang mewakafkan hak
milik orang lain, tanpa seizin pemiliknya.
b) Orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya, oleh
karenanya tidak sah wakaf orang yang berada di bawah
pengampuan dan orang gila.
c) Orang yang mengatasnamakan orang lain, seperti orang
menjadi wakil orang lain.
Syarat-syarat waqif yang dikemukakan oleh fuqaha’ dapat
dipahami bahwa syarat waqif adalah orang yang merdeka, dewasa,
berakal sehat, pemilik harta atau wakilnya, rela dan sehat. Dan tidak
17
sah bila dilakukan oleh seorang budak, anak kecil, orang gila, di
bawah pengampuan, idiot, dipaksa dan bodoh.
Menurut Abu Zahrah bahwa budak bukan sebagai penghalang
untuk mewakafkan hartanya, jika mendapat izin dari tuannya, dan ia
sebagai wakil tuannya.Demikian juga menurut Zahiri bahwa budak
boleh mewakafkan hartanya. Golongan Shafi’i berpendapat bahwa
bodoh atau pemboros boleh menjadi ahliyyat al-tabarru’ setelah ia
meninggal dunia
c. Syarat benda/barang yang diwakafkan (mawquf bih)
Harta yang diwakafkan sah apabila memenuhi kriteria syarat-
syarat sebagai berikut:
1) Harta yang bernilai
2) Harta yang tidak bergerak atau benda bergerak
3) Harta yang dapat diketahui kadar dan batasnya
4) Harta milik waqif
5) Harta yang terpisah dari harta bersama.
d. Syarat orang yang diserahi harta wakaf (mawquf ’alayh)
Jika yang dimaksud dengan mawquf ’alayh adalah tujuan
wakaf, maka tujuan wakaf itu harus mengacu kepada pendekatan diri
kepada Allah, yaitu untuk kepentingan ibadah atau keperluan umum
lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Apabila yang dimaksud mawquf
’alayh itu nazir (pengelolah wakaf), maka syarat menurut undang-
undang Nomor 41 tahun 2004 pasal 10 ayat (1) perseorangan
sebagaimana dimaksud pada pasal 9 huruf a nazir perseorangan)
hanya dapat menjadi nazir apabila memenuhi persyaratan:a) Warga
18
negara Indonesia, b) Beragama Islam, c) Dewasa, d) Amanah, e)
Mampu secara jasmani dan rohani, dan f) Tidak terhalang melakukan
perbuatan hukum.
Ungkapan wakaf (sighat) sangat menentukan sah atau
tidaknya perwakafan. Oleh karena itu, pernyataan wakaf harus tegas,
jelas kepada siapa ditujukan dan untuk keperluan apa. Dapat
dipahami bahwa syarat unsur sighat wakaf. Pertama, jelas tujuannya.
Kedua, tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Ketiga, tidak tergantung
kepada suatu syarat, kecuali syarat mati. Keempat, tidak mengandung
suatu pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah
diwakafkan.
Dari lima syarat tersebut, Malikiyah berpendapat bahwa:
“Tidak disyaratkan dalam perwakfan itu untuk selamanya,
walaupun wakaf tersebut berupa Masjid. Perwakafan itu boleh
untuk satu tahun atau lebih dalam waktu tertentu, kemudian
kembali menjadi milik waqif. Tidak harus bebas dari suatu
syarat, maka boleh berkata: barang itu akan diwakafkan
kepada sesuatu setelah satu bulan atau satu tahun, atau
dengan ucapan: kalau rumah ini milik saya, maka saya
wakafkan. Tidak harus ditentukan penggunaannya, maka
waqif boleh menyampaikan: saya wakafkan barang ini kepada
Allah tanpa ditentukan peruntukan wakaf”.
19
3. Tujuan Wakaf
Wakaf selain bertujuan untuk melaksanakan perintah Allah dan
mendapatkan ridha Allah, wakaf juga memiliki tujuan untuk penggalang dari
masyarakat yang bertujuan sosial, antara lain sebagai berikut :
a. Menggalang tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial
menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal
sosial.
b. Meningkatkan investasi sosial.
c.Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang
kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi
berikutnya. Seperti halnya dengan zakat, wakaf merupakan ibadah
Maliyah berbentuk shadaqoh jariyah yakni sedekah yang terus mengalir
pahalanya untuk orang yang menyedekahkannya selama barang atau
benda yang disedekahkan itu masih ada dan dimanfaatkan. (Akhmad,
2007)
4. Pengelolaan wakaf
Di Indonesia, pengurus harta wakaf biasanya dilaksanakan oleh
nazhir wakaf. Nazhir wakaf, lazimnya terdiri atas tokoh masyarakat yang
dihormati seperti kyai, ustad, ulama, dan juga organisaasi keagamaan
seperti Muhammadiyah. Pengelolaan wakaf secara profesional, agar lebih
bermanfaat untuk pembangunan, sudah mulai diwacanakan. Bahkan
beberapa lembaga wakaf sudah memulainya. Terutama setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Undang-Undang ini memerintahkan untuk membentuk suatu lembaga
independen yang akan mengurus wakaf di Indonesia. Lembaga tersebut
20
bernama Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan bertugas
mengembangkan perwakafan di Indonesia (Lubis S. K., 2010)
Pengelolaan dana wakaf di kelola oleh nazhir. Nazhir adalah pihak
yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. (Departemen Agama, 2010)
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 41 tahun 2004, bab 1
pasal 1 poin 4 tentang wakaf, dijelaskan bahwa nadzir adalah pihak yang
menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan
sesuai dengan peruntukannya. Dalam pasal 9 bahkan dijelaskan bahwa
nadzir wakaf bukan hanya dikelola oleh perorangan akan tetapi boleh
berbentuk organisasi atau badan hukum, dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut (Wadjdy dan Mursyid, 2007:
156). Bahkan dalam prespektif hukum fikih, nadzir atau mutawalli tidak harus
orang lain atau kelompok tertentu, namun orang yang berwakaf (wakif) bisa
menjadi nadzir, apalagi dalam soal ketentuan adanya dua orang saksi yang
menghadiri dan menyaksikan ikrar wakaf.
Dari uraian di atas tentang pengertian nadzir, maka dapat disimpulkan
bahwa nadzir haruslah seorang yang profesioanal, mengetahui dengan baik
persoalan hukum fikih terkait wakaf dan juga dapat mengelola dan
mengembangkan wakaf sebaik mungkin. Bahkan di negara Islam yang
perwakafannya telah maju, nadzir merupakan seorang yang ditunjuk oleh
institusi, sehingga nadzir merupakan profesi yang menjanjikan jaminan hidup,
sehingga layak kalau tenaga, skill dan pemikirannya dihargai dengan materi
tertentu. Bahkan di Turki, nadzir mendapatkan alokasi 5% dari net income
21
wakaf. Angka yang sama juga diterima kantor Administrasi Wakaf Bangldesh
(Wadjdy dan Mursyid, 2007: 156).
Dalam prespektif kitab-kitab fiqih, ulama’ tidak mencantumkan
pengelola wakaf (nadzir wakaf) sebagai salah satu rukun wakaf, karena
wakaf merupakan ibadah tabarru‟ (pemberian yang bersifat sunnah). Namun
demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan
manfaat dari hasil harta wakaf, maka keberadaan nadzir wakaf adalah
sebuah keniscayaan. Karena dengan adanya pengelola yaitu seorang nadzir,
harta wakaf dapat dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik. Di
pundak nadzir pengelolaan wakaf dipertaruhkan, apakah harta wakaf dapat
berkembangan ataupun tidak (Tim Direktorat Pembadayaan Wakaf, dalam
Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, 2007: 21).
Untuk mengelola wakaf produktif di Indonesia, yang pertama-tama
adalah pembentukan suatu badan atau lembaga yang menkoordinasi secara
nasional bernama Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI)
diberikan tugas mengembangkan wakaf secara produktif dengan membina
Nazhir secara nasional, sehingga wakaf dapat berfungsi untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat. Dalam pasal 47 ayat (2) disebutkan bahwa Badan
Wakaf Indonesia (BWI) bersifat independen, dimana pemerintah dalam hal ini
sebagai fasilitator. Tugas utama badan ini adalah memberdayakan wakaf
melalui fungsi pembinaan, baik wakaf benda tidak bergerak maupun benda
bergerak yang ada di Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi
umat.
Disamping memiliki tugas-tugas konstitusional, BWI harus menggarap
wilayah tugas:
22
1. Merumuskan kembali fikih wakaf baru di Indonesia, agar wakaf dapat
dikelola lebih praktis, fleksibel dan modern tanpa kehilangan wataknya
sebagai lembaga Islam yang kekal;
2. Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif,
mensosialisasikan bolehnya wakaf benda- benda bergerak dan sertifikat
tunai kepada masyarakat;
3. Menyusun dan mengusulkan kepada pemerintah regulasi bidang wakaf
kepada pemerintah;
Karena tugas BWI ini merupakan tugas yang berat, maka orang-orang
yang duduk dalam badan tersebut adalah orang-orang yang benar-benar
mempunyai kemauan dan kemampuan dalam mengelola wakaf, berdedikasi
tinggi dan memiliki komitmen dalam pengembangan wakaf serta memahami
masalah wakaf dan hal-hal yang terkait dengan wakaf. Dalam Undang-undan,
struktur BWI paling tidak terdiri dari 20 orang dan maksimal 30 orang yang
terdiri dari para ahli berbagai bidang ilmu yang ada kaitannya dengan
pengembangan wakaf produktif, seperti ahli hukum Islam (khususnya hukum
wakaf), ahli manajemen, ahli ekonomi Islam, sosiolog, ahli perbankan
Syari’ah dan para cendekiawan lain yang memiliki perhatian terhadap
perwakafan.
1. Aspek Akuntansi dan Auditing Lembaga Wakaf
a) Aspek Akuntasi
Akuntansi bukanlah “ilmu baru” dalam kehidupan umat manusia.
Sejarah mencatat, bahwa akuntansi sudah ada dan dipraktikkan sejak
sekitar 8000 tahun sebelum Masehi. Dalam pengertian yang paling
sederhana, akuntansi dapat dipahami sebagai kegiatan pencatatan
23
kegiatan usaha bisnis, baik komersial ataupun bukan, untuk tujuan
tertentu. Sebagaimana peradaban manusia, akuntansi juga meng- alami
perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan ini meliputi tujuan,
dan filosofi, maupun aspek teknis- praktisnya. Semua bentuk
perkembangan tersebut sangat terkait dengan perkembangan peradaban
masyarakat.
Dengan sedikit melihat kilas balik sejarah perkembangan
akuntansi, maka terlihat jelas bahwa perkembangan orientasi akuntansi
dari dulu sampai saat ini. Pada awalnya, akuntansi lebih diwarnai dan
relatif terbatas pada aspek pertanggungjawaban belaka. Namun dalam
perkembangan- nya, akuntansi mengalami transformasi sebagai salah
satu sumber informasi dalam pengambilan keputusan bisnis. Ini
membawa konsekuensi, misalnya pada bentuk dan kandungan
laporannya. Bila dalam tahapan awal ada penekanan yang berlebih pada
aspek neraca, misalnya, kemudian beralih kepada aspek laba-rugi.
Berdasarkan tujuan dasar dan pola operasi sebuah entitas,
akuntansi dapat dipilah menjadi dua, yakni akuntansi untuk organisasi
yang bermotifkan mencari laba (profit oriented organization) dan
akuntansi untuk organisasi nirlaba (non-profit oriented organization).
Bentuk yang pertama diwakili oleh perusahaan-perusahaan komersial,
baik yang bersifat menjual jasa (perbankan, transportasi, hotel dan lain
sebagainya), perdagangan (toko, super market, swalayan dan lain
sebagainya), dan perusahaan-perusahaan manufak- tur, yakni
perusahaan yang berfungsi merubah bahan baku menjadi produk jadi,
seperti pabrik sepatu, mebel, kenda- raan dan lain-lain. Sedang bentuk
24
kedua diwakili oleh orga- nisasi pemerintahan di segala tingkatan (pusat,
propinsi, kabupaten dan seterusnya), lembaga pendidikan pada
umumnya, dan organisasi massa serta social kemasyara- katan,
termasuk organisasi dan badan hukum yang banyak mengelola kekayaan
wakaf. Ada sejumlah perbedaan mendasar antara akuntansi untuk
kelompok entitas yang pertama, kendati secara teknis ada beberapa
kesamaan.(Direktorat Pemberdayaan Wakaf:2013)
b) Aspek Auditing
Auditing dalam bahasa Indonesia biasanya diartikan sebagai
pemeriksaan. Padahal, secara harfiah istilah auditing ini konon berasal
dari istilah audire yang berarti to hear atau to listen (Mathews, 1996).
Yang dimaksud adalah bahwa pihak tertentu melaporkan secara terbuka
tugas atau amanah yang diberikan kepadanya, dan pihak yang
memberikan amanah mendengarkan. Jadi ini merupakan manifestasi
pertanggungjawaban pihak tertentu yang diberi tanggung jawab kepada
pihak yang memberi amanah. Praktik ini, konon sudah dimulai sejak
sekitar masa akuntansi manorial dan dinasti Chou, sekitar tahun 1122-
1256 sebelum Masehi.
Sebagaimana halnya akuntansi, auditing juga mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Perkem- bangan inipun meliputi
tujuan, ruang lingkup dan tentu saja teknik dan prosedurnya. Dari sudut
pandang tujuan dan ruang lingkup, misalnya, bila dulu ada batasan audit
sekedar untuk memberikan opini auditor terhadap aspek finansial sebuah
entitas atau oragnisasi, maka saat ini misalnya auditing sudah melebar
jauh sampai kepada audit operasional, audit manajemen, investigasi
25
khusus, bahkan audit forensik dan audit lingkungan. Dengan
perkembangan ruang lingkup ini, sudah barang tentu tujuan audit juga
mengalami perkembangan, dari sekedar opini umum (terhadap penyajian
laporan keuangan), sampai kepada tujuan-tujuan tertentu yang dapat
bersifat sangat spesifik. Adalah logis, aspek teknis dan prosedur juga
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ruang lingkup
dan tujuan, ditambah lagi dengan kemajuan teknologi luar biasa cepat
dan kecanggihan seseorang dalam berbuat kejahatan.
Khusus dari kacamata prosedur secara umum, auditing dan
akuntansi berawal dari titik yang saling bertolak belakang. Bila akuntansi
berawal dari adanya transaksi, diikuti oleh proses pencatatan, sampai
pada akhirnya pembuktian kebenaran adanya nilai transaksi tersebut.
Dalam konteks lembaga wakaf, bagaimana peran dan fungsi
akuntansi dan auditing ? Baik akuntansi maupun auditing, keduanya
merupakan alat yang dapat diperguna- kan untuk mencapai tujuan
tertentu. Seyogyanya tujuan keberadaan sebuah entitas dijadikan titik
tolak penggunaan, baik (alat) akuntansi, maupun auditingnya.
Persoalannya adalah apakah tujuan lembaga wakaf ?
Secara umum, semua lembaga wakaf dibentuk atau didirikan
adalah mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat
maksimalnya dapat dicapai untuk kese- jahteraan umat umumnya, dan
mungkin menolong mereka yang kurang mampu khususnya. Pengertian
inilah yang secara sangat umum dianut oleh masyarakat muslim Indo-
nesia dan sekaligus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
26
Dengan merujuk secara sederhana pada bangunan akuntansi
konvensional, maka bentuk entitas seperti ini dapat “dilayani” oleh
akuntansi nirlaba, atau sering juga disebut istilah dengan fund accounting
atau akuntansi dana. Secara teknis, praktik akuntansi seperti ini relatif
sederhana untuk dipalajari dan diterapkan.
Namun demikian, bilamana pemikiran pemberdayaan kekayaan
wakaf dalam bentuk mengarahkannya kepada pembentukan entitas-
entitas yang lebih bersifat komersial, dapat diterima dan akan diterapkan,
maka sekali lagi dengan merujuk pola yang ada dalam dunia akuntansi
kon- vensional, maka dapat dipakai model akuntansi komersial. Namun
perlu dicatat, seiring dengan wacana Islamisasi, maka seyogyanya pula
praktik akuntansi yang akan dipakai nanti sepenuhnya harus
memperhatikan apa yang menjadi tuntutan akuntansi yang dipandang
lebih mendekati atau sesuai dengan prinsip Syari’ah itu sendiri, baik dari
aspek tujuannya maupun pada aspek metode dan tekniknya.
Hal yang sama berlaku untuk proses auditingnya. Artinya, sebatas
secara jelas tidak melanggar asas-asas Syari’ah, tujuan dan prosedur
auditing dalam perspektif konvensional dapat dipakai, setidaknya untuk
sementara waktu. Ini juga berlaku, baik untuk tujuan, ruang lingkup dan
prosedurnya.
Sebuah konsekuensi lain yang mendesak adalah bahwa dengan
mempertimbangkan secara sungguh-sungguh berba- gai kritik pakar
terhadap kelemahan dan keterbatasan akun- tansi dan auditing
konvensional, maka untuk mengiringi dan memfasilitasi berbagai lembaga
keuangan dan ekonomi Islam, termasuk lembaga wakaf –sudah saatnya
27
disegerakan lahirnya sebuah standar akuntansi yang lebih Islami, seperti
apa yang sedang dilakukan terhadap perbankan Syari’ah. Perbedaannya,
tentu saja bahwa standar ini harus meliputi akuntansi dana Islami, karena
mayoritas lembaga wakaf dan lembaga-lembaga Islam lainnya lebih
berbentuk Yayasan dan bersifat non-profit oriented, disamping tentunya
standar akuntansi Islami untuk entitas komersial, yang juga meliputi
bentuk usaha jasa, perdagangan dan manufaktur atau mungkin kombinasi
dari ketiganya.(Direktorat Pemberdayaan Wakaf:2013)
Sedangkan dalam realitasnya menunjukkan bahwa sebagian
besar lembaga wakaf memakai format Yayasan yang memang lebih
bernuansakan social dan nirlaba, daripada komersial. Untuk keperluan ini,
sesungguhnya dapat dipakai pendekatan akuntansi dana. Selanjutnya,
bila wakaf akan dikelola secara lebih produktif dalam bentuk usaha
komersial, misalnya, maka dapat dipakai akuntansi konvensional. Namun,
perlu dicatat bahwa memang terdapat sejumlah permasalahan dalam
akuntansi konvensional, baik karena sifat bawaannya, maupun bila dilihat
dari perspektif Islam. Oleh karena itu diperlukan segera upaya untuk
melakukan penyempurnaan agar bagian-bagian yang dipandang tidak
islami, dapat dikurangi atau kalau dapat dieliminasi. Sesungguhnya
akuntansi hanya sebatas alat, sedapatnya juga bersifat Islami. Prinsip
yang sama juga berlaku bagi system auditing.
Seorang nadzir wakaf haruslah seorang yang betul-betul
professional, agar dana wakaf dapat diberdayakan dan dikelola dengan
baik. Namun, persoalan profesionalisme nadzir masih menjadi kendala
pengelolaan wakaf di Indonesia saat ini. Banyak nadzir di Indonesia yang
28
tidak mempunyai kemampuan yang memadai, sehingga harta wakaf
tidak berfungsi secara maksimal, bahkan tidak memberi manfaat sama
sekali kepada sasaran wakaf. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi
tolok ukur dalam pengelolaan harta wakaf baik bergerak maupun tidak
bergerak. Dalam kajian fikih, kualifikasi profesionalisme nadzir (mutawalli)
dipersyaratkan sebagai berikut, yaitu: beragama Islam, mukallaf (memiliki
kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum), baligh (sudah dewasa)
dan „aqil (berakal sehat), memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf
(professional) dan memiliki sifat amanah, jujur dan adil (Tim Direktorat
Pembadayaan Wakaf,
dalam Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, 2007: 21-22).
5. Manfaat Wakaf
Dalam Syariat Islam tujuan utama adalah kemaslahatan umat yang
berpatokan pada hukum Islam yaitu “jalb al-mashalih wa dar‟u al-mafasid”
(menjaga kemaslahatan dan menangkal kerusakan). Sedangkan maksud
syariah itu sendiri tidak lepas dari tiga hal pokok:
a. Menjaga maslahat dharuriyyah (primer) meliputi: mempertahankan
agama, jiwa, keturunan, harta dan akal.
b. Maslahat hajjiyah (sekunder), yaitu maslahat yang diperlukan manusia
untuk memperoleh kelonggaran hidup dan meminimalisasi kesulitan.
Misalnya: memberikan rukhshah (keringanan) dalam menjalankan
perintah agama,memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi
ekonomi seperti diperbolehkannya transaksi melalui salam.
29
c. Maslahat tahsiniyyah (tersier), yaitu mengambil sesuatu yang
memberikan nilai tambah dalam kehidupan dan menghindarkan diri
kehinaan.
Pada gilirannya, InshaAllah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam
mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus tergantung pada anggaran
pendidikan negara (APBN) yang memang semakin lama semakin terbatas.
Meskipun terlambat dibandingkan negara-negara lain, wakaf tunai dapat
memanfaatkan ribuan hektar tanah wakaf yang tersebar di seluruh tanah air.
Bahkan, untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang bernilai tinggi. Oleh sebab itu
lahirlah wakaf tunai akan menghidupkan semua aspek kehidupan
perekonomian dan pada akhirnya kesejahteraan umat dari hasil wakaf akan
tercapai (akhmad, 2007)
6. Peran pemanfaatan wakaf dalam menciptakan kesejahteraan
Bagi masyarakat muslim, wakaf mempunyai nilai ajaran yang sangat
tinggi dan mulia dalam pengembangan keagamaan dan kemasyarakatan,
selain zakat, infaq dan sedekah. Setidaknya ada dua landasan paradigma
yang terkandung dalam ajaran wakaf itu sendiri, yaitu paradigma ideologis
dan paradigma sosial-ekonomis. Pertama, paradigma ideologis, bahwa
wakaf yang diajarkan oleh Islam mempunyai sandaran ideologi yang amat
kental sebagai kelanjutan ajaran tauhid. Yaitu, segala sesuatu yang
berpuncak pada keyakinan terhadap keesaan Tuhan harus dibarengi
dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial. Islam mengajarkan
kepada umatnya agar meletakkan persoalan harta (kekayaan dunia) dalam
tinjauan yang relatif, yaitu harta (kekayaan dunia) yang dimiliki oleh
seseorang atau sebuah lembaga harus mempunyai kandungan nilai-nilai
30
sosial (humanistik). Prinsip pemilikan harta dalam Islam menyatakan bahwa
harta tidak dibenarkan hanya dikuasai oleh sekelompok orang (QS : 9 :103).
landasan paradigma sosial-ekonomis. Setelah memiliki landasan
ideologis yang bersumber pada kalimat tauhid (la ilaaha illallah), wakaf
mempunyai kontribusi solutif terhadap persoalan-persoalan ekonomi
kemasyarakatan. Kalau dalam tataran ideologis wakaf berbicara tentang
bagaimana nilai-nilai yang seharusnya diwujudkan oleh dan untuk umat
Islam, sedangkan pada wilayah paradigma sosial-ekonomis, wakaf menjadi
jawaban konkrit dalam realitas problematika kehidupan (sosial-ekononis)
masyarakat. Penjabaran paradigma yang kedua ini bisa dicontohkan,
bahwa penguasaan harta (kekayaan) oleh seseorang (lembaga) secara
monopolistik akan bisa melahirkan eksploitasi oleh kelompok minoritas (kaya)
terhadap mayoritas (miskin). Eksploitasi sosial-ekonomis ini pada gilirannya
nanti akan menimbulkan dis-harmoni sosial sebagai virus (penyakit)
masyarakat yang berisiko sangat tinggi. Harta tidaklah hanya dimiliki dan
dikuasai sendiri, melainkan juga harus dinikmati bersama. Ini tidak berarti
bahwa Islam itu melarang orang untuk menjadi kaya, melainkan suatu
peringatan kepada umat manusia bahwa Islam mengajarkan fungsi sosial
harta (kekayaan dunia). Dengan itulah kemudian diciptakan lembaga wakaf,
disamping lembaga-lembaga lainnya.
Di Indonesia, sejak Islam datang ke wilayah nusantara, wakaf telah
menjadi bagian dari praktek keberagamaan umat Islam. Institusi perwakafan
di Indonesia berasal dari hukum Islam itu sendiri yang telah dikenal
bersamaan dengan kehadiran agama Islam di Indonesia. Menurut
kesimpulan seminar tentang masuknya Islam di Indonesia yang
31
diselenggarakan di Medan tahun 1963, Islam telah masuk di Indonesia pada
abad pertama Hijriyah atau abad ke tujuh Masehi. Daerah pertama yang di
datangi adalah pesisir Sumatera, dengan terbentuknya masyarakat Islam
pertama di Peureulak (Aceh Timur) dan kerajaan Islam pertama di Pasai
(Aceh Utara). Hukum Islam diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda (Direktorat
Pemberdayaan Wakaf:2013)
Sejak datangnya Islam, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham
yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Islam Indonesia, yaitu paham
Syafi’iyyah dan adat kebiasaan setempat. Pola pelaksanaan wakaf sebelum
adanya UU No. 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok Agraria dan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang: Perwakafan Tanah
Milik, masyarakat Islam Indonesia masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan
keagamaan, seperti kebiasaan melakukan perbuatan hukum perwakafan
tanah secara lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang atau
lembaga tertentu, kebiasaan memandang wakaf sebagai amal shaleh yang
mempunyai nilai mulia di hadirat Tuhan tanpa harus melalui prosedur
administratif, dan harta wakaf dianggap milik Allah semata yang siapa saja
tidak akan berani mengganggu gugat tanpa seizin Allah.
Paham masyarakat Indonesia tersebut terlihat sangat lugu karena
tingginya sikap jujur dan saling percaya antara satu dengan yang lain di
masa-masa awal. Walaupun pada akhirnya nanti bisa menimbulkan
persengketaan-persengketaan karena tiadanya bukti-bukti yang mampu
menunjukkan bahwa benda-benda bersangkutan telah diwakafkan.
Keberadaan perwakafan tanah waktu itu dapat diteliti berdasarkan bukti-bukti
catatan di Kantor Urusan Agama (KUA) di kabupaten dan kecamatan, bukti
32
arkeologi, Candra Sengkala, piagam perwakafan dan cerita sejarah tertulis
maupun lisan. (Djatnika : 1977)
Selain tradisi lisan dan tingginya kepercayaan kepada penerima
amanah dalam melakukan wakaf, umat Islam Indonesia lebih banyak
mengambil pendapat dari golongan Syafi’iyyah sebagaimana mereka
mengikuti madzhabnya, seperti tentang: ikrar wakaf, harta yang boleh
diwakafkan, kedudukan harta setelah diwakafkan, harta wakaf ditujukan
kepada siapa dan boleh tidaknya tukar menukar harta wakaf.
Dalam term umat Islam, wakaf merupakan ibadah (pengab- dian)
kepada Allah swt., yang bermotif rasa cinta kasih kepada sesama manusia,
membantu kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dengan
mewakafkan sebagian harta ben-danya akan tercipta rasa solidaritas
seseorang. Jalinan kebersamaan dalam kehidupan ini bisa diciptakan dengan
mewakafkan harta yang mempunyai nilai spiritualisme sangat tinggi dan
kualitas pahala yang tiada henti.
Fakta sejarah menunjukkan, walaupun agak sulit menentukan jumlah
angka secara tepat, banyaknya praktik wakaf, khususnya wakaf tanah sejalan
dengan penyebaran dakwah Islam dan pendidikan Islam. Wakaf sangat
dibutuhkan sebagai sarana dakwah dan pendidikan Islam tersebut, seperti
untuk kepentingan ibadah mahdhoh (murni) seperti masjid, musholla, langgar
dan lain-lain, dan untuk ibadah ammah (umum) yang berhubungan dengan
kepentingan masyarakat, seperti di bidang pendidikan : madrasah, sekolah,
majelis ta’lim dan lain-lain, di bidang ekonomi : pasar, tranportasi laut untuk
dagang dan lain-lain, di bidang politik : sekretariat partai politik Islam dan lain-
lain.
33
Zakat dan wakaf merupakan nilai instrumental sistem ekonomi Islam.
Kedua instrumen ini merupakan sarana yang sangat erat hubungannya
dengan kepemilikan. Disamping itu, kepemilikan selain menjadi dasar sistem
ekonomi Islam, ia juga menyangkut hubungan manusia dengan benda atau
harta kekayaan yang dimilikinya, yaitu mulai dari bagaimana cara
memperolehnya, fungsi hak kepemilikan, dan cara memanfaatkannya. Wakaf
merupakan sarana utama dalam pendistribusian asset atau kekayaan umat
dan bersifat publik. Melalui wakaf diharapkan sumber-sumber ekonomi tidak
hanya terkonsentrasi pada orang-orang kaya saja, tapi juga memungkinkan
terdistribusi kepada sebagian kalangan yang sangat membutuhkannya.
Dalam Islam wakaf merupakan doktrin agama, sedangkan dalam
perekonomian, perwakafan merupakan sarana yang signifikan dalam
mewujudkan kesejahteraan. Dengan demikian, kehidupan ekonomi dalam
Islam merupakan bagian penting dari ibadah.
Perkembangan wakaf sebenarnya membentuk karakter khusus yang
menjadikan hukum Islam berbeda dengan hukum lainnya sejak zaman
kenabian Muhammad Saw. di Madinah. Hukum Islam ini telah berhasil
menciptakan lembaga perekonomian dengan muatan nilai yang sangat unik
dan pelestarian yang berkesinambungan serta mendorong pemberlakuan
hukum yang tidak ada bandingannya di kalangan umat-umat yang lain.
Realita ini didorong oleh adanya sebagian penguasa dan orang-orang kaya
yang mewakafkan hartanya untuk disalurkan kepada jalan kebaikan, sebagai
upaya untuk melindungi harta tersebut dari kemungkinan perlakuan buruk
yang dilakukan oleh penguasa yang datang setelahnya. (Zahrah, 2016)
34
Paradigma pengelolaan wakaf secara mandiri, produktif dan tepat
guna dalam membangun sebuah peradaban masyarakat yang sejahtera
sesungguhnya telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika
memerintahkan Umar bin Khattab agar mewakafkan sebidang tanahnya di
Khaibar. Perintah Nabi tersebut sangat singkat, yakni: “Tahanlah (wakafkan)
pokoknya (tanahnya) dan sedekahkan hasilnya”. (Al-Nawawi, 2016)
B. Tinjauan Empiris
Penelitian ini mengenai analisis pengelolaan dan pemanfaatan wakaf
dalam mensejahterakan masyarakat, tidak hanya melakukan sekali ini saja,
beberapa peneliti sudah melakukan terlebih dahulu mengenai pengelolaan dan
pemanfaatan wakaf, berikut beberapa penelitian terdahulu tersebut ;
Tabel 2.1
TINJAUAN EMPIRIS
NO NAMA/ JUDUL/ TAHUN HASIL PENELITIAN
1 Abu Azam, Upaya Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Bagi Kesejahteraan Ummat, ISLAMICA Vol 4, No 1 September 2009
perlu adanya pembaruan pemikiran para nazir yang sementara ini masih memiliki wawasan konservatif, dan pembentukan badan wakaf yang tidak hanya sekedaar label saja, tapi merupakan kepanjangan dari masyrakat Islam dan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah yang sudah ada.
2 Abdul Rahman Hidayat, Peran wakaf dalam perekonomian (studi wakaf tunai terhadap pembangunan ekonomi). 2013.
Penerapkan sitem islam yang berlabel Syari’ah utamanya adalah segi wakaf tunai dalam masyarakat membutuhkan strategi dan keseriusan untuk penggalangan kekuatan.
3. Ega Sabtina, Peran wakaf tunai terhadap peningkatan Kesejahteraan dan kemaslahatan umat (studi pada badan wakaf uang/tunai (bwu/t mui) d.i. Yogyakarta). 2015.
Peran BWU/T MUI DIY dalam pentasyarufan manfaat wakaf tunai terhadap mitra atau anggota (al-mauquf alaih) di beberapa daerah atau kabupaten di Yogyakarta yang telah peneliti lakukan merupakan bentuk realisasi dari akad qardhul hasan yang berbasis tabbaru’, dimana motivasinya benar-benar menolong (bukan
35
motivasi bisnis/tijaroh). Protab ditujukan untuk meningkatkan usaha/bisnis pada skala mikro.
4. Muhamad Nafik Hadi Ryandono, Peran dan implementasi waqaf dalam Peningkatan kesejahteraan masyarakat. 2017.
Hasil penelitian adalah tiga kunci sukses peran dan implementasi waqaf dalam pemberdayaan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah; pertama, keberhasilan pembentukan karakter yang dimulai dengan pembianan sholatnya khususnya shalat lima waktu.
5. Muhammad Razes Taufik, Optimalisasi wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan Ummat. 2016.
Penyebab dalam pengelolaan wakaf yaitu kurangnya sumber dana untuk melakukan pembangunan dalam rangka melaksanakan apa yang menjadi kehendak wakif esuai ikrar wakaf.
C. Kerangka Konsep
1. Kerangka Proses berfikir
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut
kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial).
Karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah mengabdikan
kepada Allah swt dan ikhlas karena mencari ridho-Nya. Masyarakat
mewakafkan hartanya di samping didorong untuk kepentingan umum juga
yang paling penting karena motivasi spiritual. Kuatnya motivasi keagamaan
dari masyarakat Islam untuk mewakafkan hartanya sering mempengaruhi
keengganan masyarakat untuk diatur secara administratif. Bagi mereka wakaf
harta termasuk urusan agama sehingga tidak perlu diatur secara administratif
yang dianggap menghambat atau tidak praktis pelaksanaannya.
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, maka penelaahan
pengelolaan wakaf serta peran pemanfaatan wakaf dalam menciptakan
kesejahteraan masyarakat sangat membutuhkan lembaga dan nadzir yang
36
wajib mengelola dan mengembangkan harta benda benda wakaf secara
profesional sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya,maka dapat
digambarkan dalam kerangka pikir sebagai berikut:
37
Gambar 2.1
Gambar 2.2
KERANGKA PROSES BERFIKIR
Al-Qur’an dan Hadits
1. Q.S Al-Imran : 92 2. Q.S An-Nahl : 96 3. (H.R, Muslim no.1631) 4. (H.R Rasulullah SAW Bersabda, dari Abu Hurairoh)
Studi Empirik 1. Muhammad Razes Taufik/ Optimalisasi
wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan Ummat.
2. Muhamad Nafik Hadi Ryandono/ Peran dan implementasi waqaf dalam Peningkatan kesejahteraan masyarakat
3. Abdul Rahman Hidayat/ Peran wakaf dalam perekonomian
Studi Teori: 1. Pengertian Waqaf (M.Zein, 2004:425) 2. Rukun dan Syarat waqaf 3. Tujuan Waqaf ( Akhmad, 2007) 4. Pengelolaan Waqaf 5. Manfaat Waqaf
ANALISIS INTUITIF
RUMUSAN MASALAH ANALISIS KUALITATIF
SKRIPSI 1. KESIMPULAN 2. SARAN
OBJEK STUDI
37
38
2. Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, Maka dibuatkan kerangka
konsep yang akan menjabarkan pengelola dan pemanfaatan waqaf dalam
menciptakan kesejahreraan masyarakat.
Gambar 2.3
KERANGKA KONSEP
PENGELOLAAN
WAKAF
PEMANFAATAN
WAKAF
MENCIPTAKAN
KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
39
BAB III
METODE PENELTIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif dilakukan dengan metode atau pendekatan studi kasus
sebagaimana menurut Robert K. Yin dalam bukunya Imam Gunawan studi
kasus adalah sebuah metode penelitian yang secara khusus menyelidiki
fenomena kontemporer yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata, yang
dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan konteksnya
belum jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data.
Bahwa objek yang dapat diangkat sebagai kasus bersifat
kontemporer, yaitu sedang berlangsung atau telah berlangsung, tetapi
menyisakan dampak dan pengaruh yang luas, kuat atau khusus pada saat
penelitian dilakukan.
Dengan metode ini penulis mengharapkan dapat
memperoleh data yang akurat dan lengkap berdasarkan fakta yang ada di
lapangan. Imam Gunawan (2015)
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian untuk memperoleh data adalah
di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto. Penelitian dilakukan kurang lebih
selama dua bulan September – Oktober, setelah dilakukan seminar proposal.
C. Sumber Data
Dalam hal ini sumber data yang digunakan peneliti terdiri dari data
primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek
penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan
40
data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Data
primer ini diperoleh melalui kata-kata atau tindakan orang-orang yang
diamati dan diwawancarai.
2. Data Sekunder
Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari data tertulis yang
merupakan sumber sata yang tidak bisa diabaikan, karena melalui
sumber data tertulis akan diperoleh data yang dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya (Lexy J.Moleong, 2013:113). Data
yang diperoleh bisa berupa arsip, dokumentasi, visi dan misi, Ad/ART,
struktur organisasi serta program kerja dan lainnya
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulakn data secara langsung,
Observasi adalah metode yang dilakukan dengan cara pengamatan
dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diselidiki
(Usman dan Akbar, 2013:54). Observasi juga merupakan pengamatan
dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala – gejala yang diteliti,
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (Dewi
Sadiah, 2014:94).
Dalam pelaksanaan observasi ini, peneliti mengadakan
pengamatan langsung terhadap objek yang menjadi pusat penelitian,
agar mengetahui secara langsung aktivitas lembaga sinergi foundation
terutama dalam program Firdaus Memorial Park (FMP). Dan juga untuk
mengetahui sejauh mana strategi pengelolaan yang dilakukan oleh
program Firdaus Memorial Park dalam mendayagunaan dana wakaf.
41
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang
berwenang tentang suatu masalah (Suharsimi Arikunto, 1993:231).
Wawancara dilakukan untuk mendapat data sesuai tujuan
penelitian. Adapun responden dalam penelitian diambil berdasarkan
teknik purposive sampling yaitu pengambilan responden dengan
pertimbangan tertentu, dimana responden dianggap paling tahu tentang
persoalan yang diteliti (Sugiyono Arikunto, 2015:219). Oleh karena itu,
dilakukan wawancara kepada koordinator program Firdaus Memorial
Park.
3. Studi Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-
hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Lexy
J.Moleong, 2004:218).
Dokumentasi berguna untuk mengetahui data-data yang berkaitan
dengan keberhasialan pemberdayaan dana wakaf
E. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data pada prinsipnya merupakan suatu aktivitas yang
bersifat operasional agar tindakannya sesuai dengan pengertian penelitian
yang sebenarnya. Data merupakan perwujudan dari beberapa informasi
yang sengaja dikaji dan dikumpulkan guna mendeskrifsikan suatu peristiwa
atau kegiatan lainnya. Oleh karena itu, maka dalam pengumpulan data
42
dibutuhkan beberapa instrument sebagai alat untuk mendapatkan data yang
cukup valid dan akurat dalam suatu penelitian.
Instrument penelitian merupakan salah satu unsur yang sangat
penting dalam pengumpulan data. Dalam rencana penelitian ini, yang
akan menjadi instrument adalah peneliti sendiri karena jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif. Setelah masalah di lapangan terlihat jelas, maka
instrument didukung dengan pedoman wawancara, alat-alat dokumentasi,
serta alat tulis.
F. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data yang diperoleh peneliti menggunakan
pendekatan deduktif empirik, yaitu pola berfikir premis yang bersifat umum
menuju konsepsi yang khusus, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
Setelah data-data terkumpul secara lengkap selanjutnya peneliti melakukan
analisis dengan langkah-langkah yaitu :
1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil observasi awal,
wawancara dan dokumentasi serta menyusun data berdasarkan satuan-
satuan perumusan masalah;
2. Setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan menurut jenisnya
masing-masing;
3. Setelah data tersebut telah diklasisfikasikan, kemudian hubungkan satu
dengan yang lainnya yaitu data hasil wawancara dan data yang diperoleh
dilapangan;
4. Kemudian dianalisis;
5. Menarik kesimpulan berdasarkan teori-teori yang relevan.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
G. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
a. Sejarah Singkat Desa Sapanang
Desa Sapanang berawal dari sebuah kerajaan kecil yang
terdiri dari kerajaan Binamu, kerajaan Paitana dan kerajaan
Sapanang. Dikatakan Sapanang karena kebiasaan masyarakat
menggunakan akhiran “eng” dalam kosa kata yang digunakan.
Sapanang berasal dari kata “Sapana” yang berarti tangga bambu
yang digunakan untuk naik kegunung Raja Binamu dengan tujuan
melakukan pelantikan raja baru.
b. Profil Desa
1) Letak Geografis
Desa Sapanang adalah satu-satunya desa di antara 12
kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto. Desa Sapanang memiliki luas wilayah 3348 Km²
dengan ketinggian 8-80 Mdlp. Jarak Desa Sapanang dengan
kecamatan dan ibu kota kabupaten sekitar 4 Km. Secara
administratif Desa Sapanang berbatasan dengan Desa Jombe di
sebelah utara, Kel. Balang di sebelah selatan, Kel. Bontoa di
sebelah barat serta Kel. Empoang utara sebelah timur.
44
2) Keadaan Penduduk
Tabel 4.1
KEADAAN PENDUDUK DESA SAPANANG
No Dusun KK Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 Gandi 83 148 177 325
2 Ka’nea 249 387 383 770
3 Sapanang 281 497 518 1.015
4 Sapiri 156 381 372 753
5 Sarroanging 148 303 311 613
Total 917 1.715 1.761 3.476
Sumber Data : Dokumen (Arsip) Kantor Desa Sapanang Tahun
2019
Pada tahun 2019 sekitar 3.476 jiwa dengan perbandingan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.715 dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 1.761 jiwa.
3) Keadaan Ekonomi Masyarakat
Mata pencaharian penduduk Desa Sapanang pada
umumnya adalah petani dan peternak. Selain itu masyarakat Desa
Sapanang yang lain berprofesi sebagai pedagang, PNS, dll.
Tabel 4.2
PEKERJAAN POKOK MASYARAKAT DESA SAPANG
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Petani 1994
2 Peternak 224
3 Pedagang 36
4 Pengusaha Swasta 27
5 Jasa 333
6 PNS 72
Sumber Data : Dokumen (Arsip) Kaantor Desa Sapanang Tahun
2019
45
Bila memperhatikan hasil pengkajian yang dilakukan oleh
KPM dan dibantu kader-kader posyandu awal tahun 2019, maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Desa Sapanang memiliki
latar belakang tingkat kesejahteraan yang berbeda-beda.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA
SAPANANG
No Dusun Kaya Sedang Miskin Sangat Miskin
Jumlah
1 Sapiri 5 29 75 47 156
2 Sapanang 14 52 130 85 281
3 Gandi 9 19 41 14 83
4 Sarroangin 4 24 70 50 148
5 Ka’nea 6 50 140 53 249
Total 38 174 456 249 917
Sumber Data : Dokumen (Arsip) Kaantor Desa Sapanang Tahun
2018
Ada beberapa indikator yang menjadi tolak ukur untuk
mengetahui tingkat kesejahteraan pada masing-masing keluarga
yang ada di Desa Sapanang, dari 917 Kepala Keluarga (KK), 249
KK yang sangat miskin, 456 KK miskin, 174 KK sedang, 38 KK
yang kaya.
Adapun indikator yang menjadi pembeda mulai dari
kepemilikan rumah, pekerjaan, kepemilikan lahan, kepemilikan
kendaraan, ternak, perabot rumah tangga dan penggunaan air
bersih.
46
H. Pembahasan
1. Pengelolaan Wakaf di Desa Sapanang Kecamatan Binamu
Kabupaten Jeneponto
Dalam melakukan pengelolaan wakaf pihak pemerintah setempat
desa memberikan legitimasi kepada untuk mengelola wakaf. Hal ini
dilakukan agar pengelolaan wakaf dapat teratur secara sistematis. Lebih
lanjut tujuan dari hal tersebut untuk memudahkan pengelolaan wakaf di
Desa Sapanang. Adapun struktur organisasi pengelolaan wakaf Desa
Sapanang dapat dilihat pada bagan berikut ini
47
PENGAWAS WAKAF
BWI
KUA
KETUA
Pattudurng Dg Erang
WAKIL KETUA
Haeruddin Dg Sitaba
SEKRETARIS
Rahmat Jaya S.pd.I
BENDAHARA
Rusdi T, S.pd.I
Sumber data : Dokumen Arsip Wakaf KUA Sapanang 2019
Gambar 4.1
STRUKTUR PENGURUS WAKAF DI DESA SAPANANG
BIDANG
PENDIDIKAN
PEMBINAAN DAN
KESEJAHTERAA
N
BIDANG
KEGIATAN
KEAGAMAAN
BIDANG SARANA
DAN PRASARANA
MESJID
BIDANG ARSIP
PERSPUSTAKAAN
DAN
DOKUMENTASI
48
Seperti sudah diketahui sebelumnnya, bahwa memang persoalan
wakaf di Indonesia sangat kompleks, dari mulai masalah regulasi, hingga
masalah ketidak profesionaan nazhir dalam mengelola wakaf selalu
menjadi masalah selama ini. Oleh karena itu butuh keseriusan lebih
dalam mengelola wakaf ini agar bisa menjadi alat untuk memangkas
kemiskinan di negeri ini.
Selama ini yang paling sering mendapat sorotan dalam
pengelolaan wakaf adalah ketidak profesionalan wakaf itu sendiri. Bahkan
kadang tidak jarang ada nazhir yang frustasi dalam mengelola tanah
wakaf karena berbagai masalah yang akhirnya menyebabkan tanah
wakaf itu terbengkalai tak terawat. Seperti yang telah dikatakan Bpk
Sahabudin dalam mengelola tanah wakaf tersebut didesa Sapanang,
Tanah wakaf yang ada didesa ini ada tiga tempat tanah wakaf yang
berada didusun Sapanang, dusun Sapiri, dusun Gandi saya ditempatkan
diMesjid untuk mengelola bangunan tersebut. Adapun tanah wakaf yang
dijadikan pemakaman akan tetapi masih luasnya tanah makam tersebut
sehingga dijadikan agribisnis untuk ditanami pohon jagung dan sayur
sayuran.
Dari berbagai pengamatan yang telah dilakukan penulis, selama
ini pengelolaan wakaf di walayah perkotaan memiliki berbagai macam
kelebihan yang menguntungkan serta mempunyai dampak positif
terhadap pengelolaan wakaf tersebut untuk terus bergerak kearah
pengelolaan yang profesional. Hal ini agak sedikit berbanding terbalik jika
penulis melihat pengelolaan wakaf yang ada di wilayah pedesaan yang
mempunyai banyak kesulitan dalam pengembangannya.
49
Hal ini disebabkan berbagai rnacam faktor, diantaranya yang
paling berpengaruh adalah kurang strategisnya lokasi wakaf yang
berakibat pada sulitnya mengembangkan asset wakaf itu sendiri untuk
dikelola secara professional dan lebih modern. Di perkotaan sangat
memungkinkan tanah wakaf tersebut dibangun untuk aparternen, ataupun
membuat hotel. real estate, pertokoan dan sebagainya yang tentunya
hasilnya tidak sedik:it. Dan model pengelolaan seperti itu sangat
mernungkinkan jika wilayah tanah wakaf tersebut berada di tempat yang
strategis dalam hal ini adalah perkotaan, Namun jika wilayah tanah wakaf
tersebut berada ditempat yang kurang strategis maka para nazhir harus
rnemutar otak untuk memikirkan cara apa yang harus ditempuh agar
tanah wakaf tersebut bisa terus produktif. Dari hasil wawancara terhadap
salah satu warga didesa Sapanang oleh Bapak Hj. Erang,
Hasil dari tanah wakaf ini diperuntukan untuk meronofasi
pembangunan masjid berhubung tahun yang kemarin didesa ini terkena
bencana alam ( bencana banjir). Adapun bantuan yang diterima dari luar
untuk bangunan masjid.
Dalam hal pengembangan wakaf di pedesaan seperti yang
dijelaskan diatas, desa Sapanang dapat dijadikan contoh, Wilayah tanah
wakaf yang kurang strategis terus diupayakan untuk bisa produktif oleh
para nazhirnya, satu hal yang patut di apresiasi tentunya, Pendekatan
pengelolaan yang dipakai adalab dengan cara agribisnis. Para nazhir
yang juga kebanyakan bisa bercocok tanam mencoba mengguoakan cara
tersebut untuk memproduktifkan tanah wakaf yang ada. Kegiatan
agribisnis menjadi pilihan para nazhir untuk mengembangkan harta wakaf
50
memiliki banyak alasan. salah satu yang paling utama adalah hasil dari
kegiatan agribisnis tersebut yang dapat menghasilkan omset ratusan juta
rupiah per panennya. Dari berbagai macam kegiatan agribisnis yang ada.
Dalam hal ini salah satu pengelola wakaf Bapak Hamsah Arifin
mengatakan bahwa manfaat yang didapatkan tanah wakaf tersebut,
Manfaat yang saya dapatkan dari wakaf ini sangat baik berhubung
tanah wakaf yang diwakafkan dijadikan tempat ibadah sehinga saya dan
warga disini bisa menggunakan tempat ibadah ini.
Budidaya menanam pohon jagung lah yang dipilih. Alasan
mengapa budidaya pohon jagung yang dipilih untuk memproduktifkan
wakaf Menurut bapak Enjar adalah bahwa ia melihat bahwa budidaya
penghijauan tanaman jagung adalah pertanian paling menguntungkan
dan paling mudah di masa sekarang. Sehingga tidak heran pada saat
mengelola tanah wakaf ide kreatifnya muncul, saat ia sedang mengelola
komplek pemakaman yang ada di wilayab Sapanang ternyata masih ada
sebagian tanah wakaf yang masih kosong. Saat itu beliau berkata: "saya
melihat tanah ini mubazir, sebelum di isi oleh jenazah lebih baik tanah ini
dimanfaatkan. kalauputn ada hasilnya, hasilnya bukan untuk saya, tapi
untuk makam-makam juga ". Begitulah penuturan beliau, hal-hal seperti
inilah yang tentunya harus ditiru oleh nazhir-nazhir yang lain yang ada di
seluruh Indonesia. Kreatifitas juga merupakan modal utama agar
pengelolaan wakaf dapat terus produktif
Pada saat ini memang mayoritas tanah wakaf yang ada di desa
Sapanang adalah tanah wakaf yang sudah lama diwakafkan, bahkan dari
sekitar tahun 1952. Dan mayoritas peruntukannya adalah untuk kegiatan
51
keagamaan seperti untuk masjid, pemakaman, maupun untuk kegiatan
pendidikan seperti untuk sekolah dan pesantren. Berikut adalah datanya:
Tabel 4.4
DAFTAR TANAH WAKAF DI DESA SAPANANG SERTA
PERUNTUKKANNYA
No Wakif Peruntukannya
1 Bapak Sapakang Karilontang (alm) Mesjid Nurul Khausar
2 Bapak Ramli Temba (alm) Pemakaman
3 Bapak H. Syamsuddin Pemakaman
Sumber Data : Dokumen (Arsip) Kaantor Desa Sapanang Tahun 2018
Jika melibat data diatas tentunya hat tersebut dapat dimaklumi
karena memang pemikiran wakaf pada saat itu lebih menekankan pada
aspek ibadab saja (pahala oriented). Bahkan pemikiran seperti itupun
sampai sekarang masih banyak ditemukan di masyarakat. Namun
dengan berbagai upaya setelah banyak bermusyawarah. maka dicapailah
sebuah titik terang baru di desa Sapanang untuk mulai mengembangkan
wakaf ini kearah yang lebih produktif, terutama untuk tanah wakaf yang
belum termanfaatkan. Kemudian luas tanah yang ada didesa Sapanang
seperti yang telah dikatakan oleh bapak Moh. Leo/ Dg Gassing adalah,
tanah wakaf yang diperoleh atau yang kami kelola untuk tanah wakaf
yang dijadikan bangunan Mesjid berukuran 100x50 M, kemudian tanah
wakaf untuk pemakaman ada dua tempat yang berukuran 100x50 M.
selain itu tanah wakaf yang dijadikan untuk pemakaman pihak pengelola
dan masyarakat menjadikan tanah ini sebagai agribisnis untuk pertanian
52
yang ditanami sayur sayuran dan pohon jagung berhubung tanah yang
dijadikan pemakaman masih kosong.
Dari hasil survet penulis tersebut wakaf di desa Sapanang
memang mayoritas peruntukannya digunakan untuk kegiatan-kegiatan
ibadah seperti untuk masjid dan pemakaman. Kebanyakan dari tanah
wakaf tersebut lahannya sudah dipakai untuk mesjid dan pemakaman,
sehingga sisa lahan yang ada tidak memungkinkan untuk para nazhir
mengembangkan untuk tujuan produktif karena sudah terlalu sempir.
Namun ada beberapa tanah wakaf yang digunakan untuk pemakaman
yang rnasih rnenyimpan lahan kosong yang cukup Iuas, sehingga para
nazhir memilih untuk meugelola tanah tersebut untuk kegiatan prodoktif
Beberapa contoh tanah wakaf yang diproduktitkau dan menjadi
pengelolaan tanah wakaf dengan cara budidaya penanaman pohon
jagung adalah tanah wakaf makam yang berada di Desa Sapanang.
Tanah wakaf untuk makam yang rnasih kosong ditanami pohon jagung
agar bisa produktif.. Menurut nazhir tanah wakaf ini, yakni bapak H.
Syamsuddin, pohon jagung dipilih juga karena rnemang budidayanya
yang mudah dan menguntungkan." Adapun hasil dari semua budidaya
jagung ditanah wakaf ini nantinya akan digunakan untuk menambah harta
wakaf yang ada, selain itu dalam jangka panjang para nazhir punya
rencana untuk mernbantu masyarakat miskin melalui dana ini.
Selain hal-hal yang telah dikemukakan diatas, mayoritas
pengelolaan tanah wakaf yang ada di desa Sapanang dilakukan oleh
nazhir perseorangan, yaitu sekitar 1-3 orang per tanah wakafnya. Hal lain
yang juga menjadi sorotan adalah minimnya rninat para nazhir untuk
53
mendaftarkan tanah wakaf di KUA, bahkan di KUA tidak terdapat data
tanah wakaf Artinya tanah wakaf di desa Sapanang ini juga masih minim
yang bersertifikat, tentunya masalah ini harus segera diatasi agar tidak
terjadi sengketa dilain hari, dari hasil wawancara terhadap bapak Hasim
mengatakan,
tanah wakaf yang ada ditempat ini sudah ada sejak tahun 1990an
dan untuk saya yang mengelola wakaf ini kurang lebih sudah 10 tahun
Jika melihat hal-hal diatas tersebut maka dapar digambarkan
bahwa pengelolaan tanah wakaf di Desa Sapanang kebanyakan matquf
alaihnya adalah untuk membangun mesjid dan juga kuburan atau
pemakaman, Kernudian dari sisi nazhir sekarang beberapa nazhir sudah
mulai mengembangkan wakaf tersebut kearah yang produktif Namun
disisi lain sangat disayangkan ternyata aspek pengontrol dari lembaga
terkait seperti Badan Wakaf Indonesia dan juga KUA sangat minim,
padahal hat ini sangat diperlukan agar kegiatan pengeolaan tanah wakaf
berjalan dengan baik.
2. Pemanfaatan Wakaf Di Desa Sapanang Kabupaten Jeneponto
Wakaf tidak lagi identik dengan tanah yang diperuntukkan bagi
lembaga pendidikan , makam, tempat ibadah atau lainnya, akan tetapi
wakaf juga dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk mewujudkan
sektor-sektor permberdayaan ekonomi yang potensial. Semakin besar
dan beragammnya harta wakaf yang dapat dikelola oleh nadzir secara
profesional dengan managemen yang tepat, maka pemanfaatan yang
didapatkan dari pengelolaan wakaf akan menjadi lebih luas
54
peruntukkannya sehingga pada gilirannya dapat memperkuat peran
wakaf dalam mensejahterakan umat. Kemudian warga yang memperoleh
tanah wakaf didesa Sapanag seperti yang dikatakan bapak Amirudin,
Saya sebagai pemerintah didesa ini sebagai yang memperoleh
tanah wakaf saya rasa tidak ada dikarenekan tanah wakaf yang ada
ditempat ini kami serahkan kepada pihak pengelola untuk dikelola dan
dimanfaatkan sebagaimana mestinya
Di Desa Sapanang tanah wakaf yang dikelola secara produktif
untuk menghasilkan keutungan hanya pada pemanfaatan tanah wakaf
secara agribisnis dengan menanam jagung. Hasil yang didapat kemudian
dikelola kembali oleh nadzir untuk dimanfaatkan dengan membuat
beberapa program-program religius seperti perlombaan-perlombaan
keagamaan. Perlombaan keagamaan tersebut diperuntukkan bagi anak-
anak dan remaja seperti lomba mengaji, shalat adzan dan lain-lain. Ini
bertujuan untuk memperkenalkan dan memperdalam ajaranajaran agama
pada kalangan anak-anak dan remaja. Pemanfaatan tanah wakaf telah
dimanfaatkan oleh warga dengan baik seperti hasil wawancara terhadap
narasumber dengan bapak Amirudin,
Saya rasa sudah cukup untuk dimanfaatkan oleh warga
berhubung tanah yang diwakafkan dijadikan agribisnis untuk ditanami
sayur sayuran dan pohon jagung.
Selain itu di Desa Sapanang tersebut ada kalanya hasil yang
didapat dari perkebunan jagung tanah wakaf yang dikelola oleh nadzir di
didistribusikan ke masyarakat melalui program-program bantuan bagi
yang membutuhkan. Lebih tepatnya para nadzir membeli beras
55
sekadarnya untuk membantu masyarakat yang kurang mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
Sedikitnya tanah wakaf dan aset wakaf yang mampu dikelola
untuk menjadi produktif menjadi kendala yang dialami oleh nadzir. Hal ini
menjadi bahan pertimbangan bagi para nadzir untuk menambah tanah
wakaf dan aset-aset wakaf kedepannya agar dapat dijadikan sebagai
kekuatan untuk mewujudkan kesejahteraan uamat dan menggerakkan
berbagai sektor-sektoe pemberdayaan eknomi yang lebih potensial lagi.
Jenis pemanfaatan yang telah dilakukan masyarakat yang telah dikatakan
bapak Baharuddin,
Jenis pemanfaatan wakaf yang dilakukan masyarakat adalah
dengan cara menanami sayur sayuran dan pohon jagung, wakaf dan
aset-aset wakaf kedepannya agar dapat dijadikan sebagai kekuatan
untuk mewujudkan kesejahteraan uamat dan menggerakkan berbagai
sektor-sektoe pemberdayaan eknomi yang lebih potensial lagi.
Gambar 4.2
PEMANFAATAN TANAH WAKAF DI DESA SAPANANG
Wakaf
Pemanfaatan :
1. Pertanian
2. perkebunan
Manfaat Sosial :
1. Sarana Ibadah
2. Sarana Pendidikan Kesejahteraan
Masyaarkat
Produktif
Produktif
56
Tabel di atas menunjukkan bahwa tujuan akhir dari pengelolaan
dan pengembangan harta wakaf adalah untuk menciptakan
kesejahteraan umat sebagai tujuan dalam pengelolaan wakaf. Seakarang
ini yang paling dibutuhkan adalah sebuah managemen yang modern
untuk mengelola wakaf menjadi lebih produktif. Managemen yang lebh
profesional dam modern diharapkan mampu menjadikan wakaf sebagai
sarana untuk meningkatkan kesejahteraan ekkonomi dan sosial
masyarakat. Dari tanggapan narasumber yang telah diwawancarai Ibu
Hasanah mengenai tanah wakaf dalam mensejahterakan masyarakat
didesa Sapanang adalah,
Dalam hal pengembangan wakaf didesa ini untuk
mensejahterakan masyarakat terus diupayakan untuk bisa produktif oleh
para nazhirnya, salah satu hal yang patut diapresiasi tentunya, dengan
pendekatan yang dipakai adalah dengan cara agribisnis sehingga pihak
pengelola bisa memanfaatkan tanah wakaf yang ada ditempat ini untuk
dijadikan sebagai budidaya menanam sayur sayuran dan pohon jagung
sehingga bisa menciptakan kesejahteran masyarakat.
3. Analisis Tanah Wakaf Di Desa Sapanang
Setelah melihat berbagai macam data dan teori yang ada diatas
maka penulis menganalisa hal-hal yang terkait dengan pengelolaan tanah
wakaf di desa Sapanang sebagai berikut.
1. Pengelolaan tanah wakaf yang ada di Desa Sapanang memang
mayoritas peruntukannya digunakan untuk kegiatan ibadah dan
pendidikan yang cenderung kurang produktif untuk perekonomian.
pemanfaatan harta wakaf yang ada kebanyakan digunakan untuk
57
membangun mesjid. sekolah dan pesantren. Namun sekarang
paradigma tanah wakaf hanya dlgunakan untuk kegiatan yang bersifat
ibadah saja sudah mulai berubah, hat ini ditandai dengan munculnya
beberapa tanah wakaf yang digunakan untuk kegiatan produktif untuk
perekonomian. Yang dilakukan adalah dengan cara pendekatan
agribisnis dengan memanfaatkan lahan wakaf yang masih kosong
untuk ditanami pobon-pohon industri seperti pohon jagung.
2. Strategi pengelolaan tanah wakaf yang masih kosong yang dilakukan
para nazhir di desa Sapanang adalah dengan cara pemaofaatan
tanah wakaf dengan pendekatan agribisnis, dalam hal ini adalah
menanam pohon jagung sebagai tanaman utama, selain itu juga ada
beberapa sayur-sayuran sebagai tanaman pelengkap. Hal ini
dilakukan karena memang yang mernungkinkan untuk sementara ini
dilakukan adalah hal tersebut. Tanah yang ada adalah tanah wakaf
yang digunakan untuk makam, sehingga tidak memungkinkan untuk
dibangun ruko, real estate ataupun semacarnnya, sehingga
alternatifnya adalah hanya menanami tanah yang masih kosong
tersebut dengan tanaman-tanarnan industri seperti jagung. Adapun
tanah wakaf yang berupa kebun. tidak strategis juga dimanfaatkan
untuk membuat ruko dan sebagainya, karena memang tempat yang
tidak strategis dan jauh dari keramaian, sehingga alternatif budidaya
penanaman pohon jagung lah yang dipilih dan memang tepat untuk
dipilih,
3. Strategi pengelolaan wakaf di desa Sapanang bisa dibilang cukup
baik dan mulai mengarah kepada pengelolaan yang semi
58
professional, karena mulai memproduktifkan wakaf Adapun indikaror-
indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Model pengelolaan tanah wakaf yang digunakan adalah dengan
cara agribisnis yaitu dengan cara budidaya penanarnan pohon
jagung. Hal ini berarti tanah yang ada sudab dicoba untuk
diproduktifkan, selain itu pendapatan dari basil penjualan pohon
jagung tidak cukup besar.
b. SDM kenazhiran yang ada masih belum cukup bagus. Nazhir-
nazhir yang dipilih untuk mengelola tanah wakaf dipilih karena
aspek ketokohan bukan dengan aspek profesionalitas.sehingga
kurangnya SDM untuk membuat terobosan-terobosasn baru.
c. Pola pernanfaatan hasil yang akan dilakukan cenderung tidak
konsumtif, Hasil yang ada akan dikelola nntuk membangun
sarana dan prasarana untuk menambab fasilitas wakaf yang ada.
Selain itu kedepan para nazhir memang mempunyai rencana
untuk mernbantu masyarakat miskin dari basil pengelolaan wakaf
ini, sehingga dibarapkan kemiskinan yang selama ini ada dapat
segera terhapus.
Namun, ada bebarapa kelemahan yang ada dalam pengelolaan
tanah wakaf ini, yaitu sebagai berikut:
a. Manajemen yang ada belum begitu baik, hal ini dapat dimengerti
karena memang nazhir kurang begitu mengerti dalam bat
manajemen. Para uazhir hanya ahli dibidang agribisnis dan
Jcurang menguasai masalah manajamen, pengelolaan yang ada
belum begitu sempurna. Solusi yang ada adalah harus ada nazhir
59
yang mengerti rnasalah manajernen agar pengelolaan wakaf
dapat lebih teratur lagi serta terarah targetnya.
b. Salah satu aspek manajemen yang juga belum dipenuhi adalah
masalah aspek akuntansi dan auditing, Para .nazhir pun belum
begitu mengerti masalah ini. Yang penting bagi mereka adalah
tanah wakaf dikelola agar tidak menjadi lahan tidur yang tidak
produktif. Namun mereka cenderung rnengabaikan masalah
pencatatan keuangan ini. Dikhawatirkan akan terjadi masalah
dikemudian hari jika aspek ini tidak dipenuhi. Karena hal yang
menyangkut keuangan yang sifatnya cukup sensitif.
c. Tanah wakaf yang ada masih banyak yang belum bersertiftkat.
Masalah adrninistrasi ini harus segera diselesaikan agar tidak
menjadi masalah besar dikemudian hari.
4. Pemanfaaan tanah wakaf masih sebatas untuk menambah fasilitas-
fasilitas tanah wakaf yang ada dan dengan pengelolaan pohon jagung
yang maksimal tentunya akan mendapatkan hasil penjualan yang
besar. Walaupun sekarang masih belum optimal tapi kedepannya
rencana untuk menjadikan wakaf sebagai alat untuk menanggulangi
kemiskinan sudah direncanakan dibenak para nazhir.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah menganalisa beberapa hal yang menjadi fokus kajian penulis
di atas, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Sistem pengelolaan tanah wakaf di desa Sapanang pada umumnya
adalah pengelolaan secara tradisional, Tanah wakaf yang ada di desa
Sapanang mayoritas digunakan untuk kegiatan ibadah dan pendidikan.
seperti digunakan untuk membangun sarana ibadah seperti masjid dan
juga sekolah. serta untuk pemakaman. Namun kini telah berkembang
cara baru, tanah wakaf yang masih kosong, terutama yang
peruntukaunya untuk kuburan kini digunakan oleh para nazhir untuk
kegiatan produktif, yakni menanam jenis pohon-pohon industri sepert:i
pohon jagung. Oleh karena itu kini pengelolan tanab wakaf mulai
bergeser kearah yang bersifat ekonomi dan tidak hanya sebatas ibadah.
2. Pemanfaatan tanah wakaf yang dipilih oleh nazhir dari tanah makarn
adalah dengan cara pendekatan agribisnis, yaitu dengan cara budidaya
penanaman pohon jagung. Pohon jagung dipilih karena memang
mempunyai banyak kelebihan, salah satunya adalah mudah untuk dirawat
dan hasilnya pun sangat menguntungkan. Sehingga cara ini bisa dibilang
cukup tepat karena memang cara agribisnislah yang paling cocok
dilakukan untuk pengelolaan tanah wakaf di desa Sapanang,
Pengelolaan tanah wakaf yang dilakukan oleh para nazhir di desa
Sapanang dengan cara menanami pohon jagung adalah salah satu ide
61
kreatif yang rnencerminkan sebuah pengelolaan wakaf yang semi
professional. Dikatakan demikian karena pengelolaan wakaf yang
tradisional, sekarang sudah mulai menghasilkan sesuatu yang produktif.
Oleh karena itu pengelolaan tanah wakaf yang ada di desa Sapanang
bisa dibilang mulai mengarah kepada pengelolaan wakaf yang semi
professional. Hasil dari penjualan budidaya pobon jagung digunakan
untuk menambah fasilitas harta wakaf yang ada. Namun para nadzir juga
mempunyai rencana untuk membantu masyarakat miskin untuk keluar
dari jerat kemiskinan dari pengelolaan harta wakaf ini meskipun hanya
baru berbentuk surnbangan. Meskipun begitu masih ada beberapa
kelemahan yang dihadapi oleh para nazhir, yaitu dari aspek manajemen
yang masih belum begitu baik, aspek keuangan seperti akuntansi dan
auditing yang belum ada, serta hal-hal mendasar seperti pengamanan
tanah wakaf yang tercermin dalam sertifikasi tanah wakaf yang masih
sedikit dilakukan.
B. Saran
Setelah menyimpulkan hasil penelitian diatas maka penulis ingin
memberikan beberapa saran terkait pengelolaan wakaf yang ada di desa
Sapanang sebagai berikut:
1. Pengeloaan tanah wakaf yang ada di desa Sapanang dengan cara
penanaman pohon jagung merupakan salah satu ide brilian. bahkan
sekarang banyak nazhir lain yang menirunya. namun para nazhir harus
berupaya untuk lebih memaksimalkan lagi pengelolaan dengan
membenahi aspek manajemen dan juga keuangan agar hasil dari
pemanfaatan tanah wakaf juga dapat terlihat lebih baik lagi.
62
2. Peran pemerintah dan instansi terkait tentunya harus lebih besar lagi
untuk mendorong strategi-strategi yang dilakukan oleh para nazhir.
seperti membantu dalam ha! manajemen, membantu aspek pencatatan
keuangan dan sebagainya. Mengingat hal ini dapat menjadi solusi
pemberantasan kemiskinan yang dapat dilakukan oleh pernerintah yang
tentunya dilakukan dari tingkat pedesaan.
63
DAFTAR PUSTAKA
Agama, D. J. (2010). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf &
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 20014 Tentang Wakaf. Pemerintah
Republik Indonesia.
Akhmad. (2007). Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Arikunto, S. (2015). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis ED Revisi VII.
Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Asmawi, A. (2014). Konseptualisasi Teori Maslahah. Jurnal Maslahah.
Atabik, A. (2014). Strategi Pendayagunaan dan Pengelolaan Wakaf Tunai di
Indonesia. Ziswaf, 1,133.
Azwar, Z. (2015). Pemikiran Ushul Fikih Al-Gazali tentang Al-Maslahah Al-
Mursalah. Fitrah, 64.
Gunawan, I. (2015). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Cet.3. Jakarta:
Bumi Aksara .
Hadits-Hadits tentang wakaf beserta arti dan penjelasannya. Firmadani.com. 30
Des 2016
Https://zakat.o.id.PengertianWakaf.09Februari2018 Hasibuan, M. S. (2009). Manajemen :Dasar, Pengertian, dan Masalah Edisi
Revisi. Jakarta : Bumi Aksara.
Hunger, J. D. (2003). Manajemen Strategis. Jakarta: Andi.
J, M. (2008). Wakaf Produktif. Bandung.: Simbiosa Rekatama Media.
Jure, D. (2005). Jurnal Syariah Dan Hukum, vol. 5. Masyarakat, 2,170.
64
Khosyi’ah, S. (2010). Fiqih Muamalah Perbandingan. Pustaka Setia: Jakarta
Pusat.
Lubis, S. K. (2010). Potensi Wakaf Uang. Jakarta: Sinar Grafika .
Mardani. (2014). Ayat-ayat Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Mujieb, M. A. (2012). Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Balai Pustaka.
RI, T. D. (2011). Pedoman pengelolaan wakaf tunai. Jakata: Direktorat
Pengembangann Zakat dan Wakaf.
Usman, H. d. (2013). Metodologi Peneltian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara .
Wakaf, D. P. (2006). Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama RI.
Zaenal, A. (2012). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Pustaka Pres.
L
A
M
P
I
R
A
N
1
Pedoman Wawancara
Komponen Wawancara : Analisis Pengelolaan Dan Pemanfaatan Wakaf Dalam Menciptakan Kesejahteraan Masyarakat (Desa
Sapanang Kabupaten Jeneponto) Narasumber : Masyarakat Umum dan Pemerintah
PEDOMAN WAWANCARA PERTANYAAN UNTUK MASYARAKAT
1. Bagaimana cara anda dalam mengelolah tanah wakaf tersebut
2. Hasil dari wakaf produktif di peruntukkan untuk apa ?
3. Manfaat yang anda dapatkan dari wakaf tersebut
4. Siapa pemilik tanah wakaf
5. Berapa luas tanah wakaf yang anda peroleh
6. Berapa lama anda mengelolah wakaf tersebut
PERTANYAAN UNTUK PEMERINTAH
1. Berapa warga anda yang memperoleh tanah wakaf didesa sapanang
2. Menurut anda, pemanfaatan tanah wakaf telah dimanfaatkan baik oleh warga
3. Apakah jenis pemanfaatan wakaf yang telah dilakukan masyarakat sapanang
jeneponto
4. apakah pemerintah daerah membantu warga dalam pemanfaatan wakaf
khususnya desa sapanang
5. Bagaimana tanggapan bapak mengenai tanah wakaf dalam mensejahterakan
kehidupan masyarakat desa sapanang
6. Apakah masyarakat memperoleh edukasi ataupun pelatihan mengenai
pemanfaatan tanah wakaf yang baik didesa sapanang ini
Tabel Data Informan
No Nama Informan Pertanyaan Jawaban
1. - Sahabudin (pihak
pengelola wakaf)
- Hj.Erang
(pihak
pengelola
wakaf)
Bagaimana cara
anda dalam
mengelola tanah
wakaf terbut
Hasil dari wakaf
produktif
diperuntukan untuk
apa.?
Tanah wakaf yang ada didesa ini
ada tiga tempat tanah wakaf
yang berada didusun Sapanang,
dusun Sapiri, dusun Gandi saya
ditempatkan diMesjid untuk
mengelola bangunan tersebut.
Adapun tanah wakaf yang
dijadikan pemakaman akan tetapi
masih luasnya tanah makam
tersebut sehingga dijadikan
agribisnis untuk ditanami pohon
jagung dan sayur sayuran.
Hasil dari tanah wakaf ini
diperuntukan untuk meronofasi
pembangunan masjid berhubung
tahun yang kemarin didesa ini
terkena bencana alam ( bencana
banjir). Adapun bantuan yang
diterima dari luar untuk bangunan
masjid.
2 - Hamsah
Arifin
(masyarakat
desa
Sapanang)
Manfaat yang anda
dapatkan dari wakaf
tersebut.?
Manfaat yang saya dapatkan dari
wakaf ini sangat baik berhubung
tanah wakaf yang diwakafkan
dijadikan tempat ibadah sehiga
saya dan warga disini bisa
- Rahmat Jaya
(masyarakat
desa
Sapanang)
Siapa pemilik tanah
wakaf.?
menggunakan tempat ibadah ini.
Kalau untuk saya pemilik tanah
wakaf yang ada ditempat ini ada
tiga orang salah satunya Alm.
Bapak Sapakan Karilontang yang
dijadikan bangunan Mesjid.
3 - Muh. Leo/
Dg. Gassing
(pihak
pengelola
wakaf)
- Hasim (pihak
pengelola
wakaf)
Berapa luas tanah
wakaf yang anda
peroleh.?
Berapa lama anda
mengelola wakaf
tersebut.?
tanah wakaf yang diperoleh atau
yang kami kelola untuk tanah
wakaf yang dijadikan bangunan
Mesjid berukuran 100x50 M,
kemudian tanah wakaf untuk
pemakaman ada dua tempat
yang berukuran 100x50 M.
tanah wakaf yang ada ditempat
ini sudah ada sejak tahun
1990an dan untuk saya yang
mengelola wakaf ini kurang lebih
sudah 10 tahun
4 Amirudin
Sekdes Desa
Sapanang
Berapa warga anda
yang memperoleh
tanah wakaf didesa
Sapanang.?
Saya sebagai pemerintah didesa
ini sebagai yang memperoleh
tanah wakaf saya rasa tidak ada
dikarenekan tanah wakaf yang
ada ditempat ini kami serahkan
kepada pihak pengelola untuk
dikelola dan dimanfaatkan
sebagaimana mestinya
Menurut Anda,
pemanfaatan tanah
wakaf telah
dimanfaatkan baik
Saya rasa sudah cukup untuk
dimanfaatkan oleh warga
berhubung tanah yang
diwakafkan dijadikan agribisnis
oleh warga.? untuk ditanami sayur sayuran
dan pohon jagung.
5 Baharuddin (aparat
desa Sapanang)
Abdurrohman (aparat
desa Sapanang)
Apakah jenis
pemanfaatan wakaf
yang telah
dilakukan
masyarakat
Sapanang
Kabupaten
Jeneponto.?
Apakah pemerintah
daerah membantu
warga dalam
pemanfaatan wakaf
khususnya desa
Sapanang.?
Jenis pemanfaatan wakaf yang
dilakukan masyarakat adalah
dengan cara menanami sayur
sayuran dan pohon jagung
Sangat membantu dibidang
pemberdayaan masyarakat atau
pertanian sehingga hasil dari
pemanfaatan tanah tersebut bisa
membantu keadaan
perekonomian dan
pembangunan Mesjid yang ada
ditempat ini.
6 Hasanah (Aparat
Desa Sapanang)
Bagaimana
tanggapan ibu
mengenai tanah
wakaf dalam
mensejahterakan
kehidupan
masyakat desa
sapanang.?
Dalam hal pengembangan wakaf
didesa ini untuk mensejahterakan
masyarakat terus diupayakan
untuk bisa produktif oleh para
nazhirnya, salah satu hal yang
patut diapresiasi tentunya,
dengan pendekatan yang dipakai
adalah dengan cara agribisnis
sehingga pihak pengelola bisa
memanfaatkan tanah wakaf yang
ada ditempat ini untuk dijadikan
sebagai budidaya menanam
sayur sayuran dan pohon jagung
sehingga bisa menciptakan
kesejahteran masyarakat.
LAMPIRAN 1. Dokumentasi pada saat wawancara
Wawancara dengan Bapak Abdurrohman,
Tanggal 15 November 2019
Wawancara dengan bapak sabuddin,
tanggal 15 November 2019
Wawancara dengan bapak Baharuddin,
pada tanggal 23 November 2019
Wawancara dengan ibu Hasanah, pada
tanggal 25 November 2019
Wawancara dengan bapak Amiruddin, pada
tanggal 17 November 2019
Wawancara dengan bapak Hamza Arifin,
pada tanggal 20 November 2019
Wawancara dengan bapak Hj. Erang,
pada tanggal 02 Desember 2019
Wawancara dengan Bapak Hasim, pada
tanggal 05 Desember 2019
Wawancara dengan Bapak Muh Leo/Dg
Gassing pada tanggal 05 Desember 2019
Wawancara dengan Rahmat Jaya, pada
tanggal 10 Desember 2019
Gamabaran Lokasi berupa Masjid Nurul Khautsar kabupaten Jeneponto
BIOGRAFI PENULIS
Akrim A Djafar, Lahir pada tanggal 10 Oktober 1992 di
Bungku Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Penulis merupakan anak ke 1 dari 3 bersaudara dari
pasangan Aco
Nuhdin dan Juaria. Peneliti sekarang bertempat tinggal di
Jl. Sultan Alauddin II. Penulis pertama kali menempuh pendidikan formal
di SDN Makarti Jaya pada tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005. Pada
tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Bungku
Tengah dan lulus tahun 2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan
ke tingkat SMA di SMAN 1 Bungku Tengah lulus tahun 2011 dan mulai
tahun 2015 mengikuti program S1 Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar sampai dengan tahun 2020.