analisis pembangkitan listrik untuk ekonomi …

12
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 - 46 P-ISSN 1978 - 2365 E-ISSN 2528 - 1917 Diterima : 18 Januari 2018, direvisi : 17 April 2018, disetujui terbit : 26 Desember 2018 35 ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI PRODUKTIF DI PULAU TERLUAR (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai) Guntur Tri Setiadanu, Arfie Ikhsan Firmansyah, Adjar Hadiyono Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, KESDM Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Indonesia [email protected] Abstrak Kendala pengembangan daerah kepulauan salah satunya adalah tidak tersedianya infrastruktur penyediaan energi listrik. Pemanfaatan potensi energi setempat berupa sinar matahari diharapkan dapat diubah menjadi listrik untuk meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi produktif daerah kepulauan yang sebagian besar berupa perikanan tangkap. Tulisan ini membahas kelayakan ekonomis pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mensuplai kegiatan ekonomi produktif berupa pengolahan hasil perikanan tangkap menjadi ikan beku dan fillet ikan. Diskenariokan penyediaan energi listrik berasal dari PLTS dengan murni baterai, pembangkit hybrid PLTS-PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dengan kapasitas PLTS 20, 40 dan 60% dari kapasitas PLTD, dan PLTD murni sebagai pembanding. Hasil pembahasan untuk sentral pengolahan perikanan kapasitas 5 ton ikan bahan baku per hari dibutuhkan daya sebesar 77 kW dan kebutuhan energi sebesar 1.292 kWh/hari. Dari analisis harga energi didapatkan bahwa pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV-40% PLTD mempunyai harga energi terendah yaitu Rp2.715,67/kWh. Analisis kelayakan investasi menunjukan bahwa sentral pengolahan perikanan dengan pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV - 40% PLTD layak untuk dilakukan dengan nilai IRR sebesar 33,57%, NPV sebesar 11,731 miliar rupiah dan payback period selama 2 tahun 1 bulan. Kata kunci: PLTS hybrid; COE; pengolahan ikan; studi kelayakan ekonomi POWER SUPPLY ANALYSIS FOR OUTER ISLAND ECONOMIC PRODUCTION (Case Study: Morotai Island Fish Processing Center) Abstract Unsufficient supply of power is main barrier in the development of outer islands. Utilization of local energy potential like solar power will improved the utilization of the economic potential of the island, which is mostly fisheries activity. This paper discusses the economic feasibility of utilizing photovoltaic (PV) renewable energy to supply productive economic activity in the form of processing sea fishery products into frozen fish and fillets. Supply of electrical energy variated comes from Solar PV with batteries, hybrid Solar PV-Diesel Generator with capacity Solar PV 20, 40 and 60% of peak load and pure diesel generator as a comparison. The results for 5 tons/day raw fish capacity of fish processing center required power of 77 kW and energy requirement of 1,292 kWh / day. Fish processing center with power supply from solar PV-generator hybrid 60% is feasible to apply with 33.57% IRR, 11.731 billion rupiahs NPV and 2 years 1 month payback period. Keywords: Solar PV hybrid; COE; fish processing; economic feasibility PENDAHULUAN Salah satu isu utama dalam pembangunan pulau-pulau kecil saat ini adalah keterbatasan infrastruktur penyediaan prasarana dan sarana dasar masyarakat seperti energi listrik, air bersih, dan bahan bakar minyak (BBM). Keterbatasan energi listrik membuat pengembangan perekonomian masyarakat menjadi terhambat. Potensi-potensi ekonomi seperti perikanan tangkap tidak bisa ditingkatkan karena

Upload: others

Post on 24-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 - 46

P-ISSN 1978 - 2365 E-ISSN 2528 - 1917

Diterima : 18 Januari 2018, direvisi : 17 April 2018, disetujui terbit : 26 Desember 2018 35

ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI PRODUKTIF DI PULAU TERLUAR

(Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

Guntur Tri Setiadanu, Arfie Ikhsan Firmansyah, Adjar Hadiyono Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, KESDM

Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Indonesia [email protected]

Abstrak

Kendala pengembangan daerah kepulauan salah satunya adalah tidak tersedianya infrastruktur penyediaan energi listrik. Pemanfaatan potensi energi setempat berupa sinar matahari diharapkan dapat diubah menjadi listrik untuk meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi produktif daerah kepulauan yang sebagian besar berupa perikanan tangkap. Tulisan ini membahas kelayakan ekonomis pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mensuplai kegiatan ekonomi produktif berupa pengolahan hasil perikanan tangkap menjadi ikan beku dan fillet ikan. Diskenariokan penyediaan energi listrik berasal dari PLTS dengan murni baterai, pembangkit hybrid PLTS-PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dengan kapasitas PLTS 20, 40 dan 60% dari kapasitas PLTD, dan PLTD murni sebagai pembanding. Hasil pembahasan untuk sentral pengolahan perikanan kapasitas 5 ton ikan bahan baku per hari dibutuhkan daya sebesar 77 kW dan kebutuhan energi sebesar 1.292 kWh/hari. Dari analisis harga energi didapatkan bahwa pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV-40% PLTD mempunyai harga energi terendah yaitu Rp2.715,67/kWh. Analisis kelayakan investasi menunjukan bahwa sentral pengolahan perikanan dengan pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV - 40% PLTD layak untuk dilakukan dengan nilai IRR sebesar 33,57%, NPV sebesar 11,731 miliar rupiah dan payback period selama 2 tahun 1 bulan. Kata kunci: PLTS hybrid; COE; pengolahan ikan; studi kelayakan ekonomi

POWER SUPPLY ANALYSIS FOR OUTER ISLAND ECONOMIC PRODUCTION (Case Study: Morotai Island Fish Processing Center)

Abstract

Unsufficient supply of power is main barrier in the development of outer islands. Utilization of local energy potential like solar power will improved the utilization of the economic potential of the island, which is mostly fisheries activity. This paper discusses the economic feasibility of utilizing photovoltaic (PV) renewable energy to supply productive economic activity in the form of processing sea fishery products into frozen fish and fillets. Supply of electrical energy variated comes from Solar PV with batteries, hybrid Solar PV-Diesel Generator with capacity Solar PV 20, 40 and 60% of peak load and pure diesel generator as a comparison. The results for 5 tons/day raw fish capacity of fish processing center required power of 77 kW and energy requirement of 1,292 kWh / day. Fish processing center with power supply from solar PV-generator hybrid 60% is feasible to apply with 33.57% IRR, 11.731 billion rupiahs NPV and 2 years 1 month payback period. Keywords: Solar PV hybrid; COE; fish processing; economic feasibility PENDAHULUAN

Salah satu isu utama dalam pembangunan

pulau-pulau kecil saat ini adalah keterbatasan

infrastruktur penyediaan prasarana dan sarana

dasar masyarakat seperti energi listrik, air bersih,

dan bahan bakar minyak (BBM). Keterbatasan

energi listrik membuat pengembangan

perekonomian masyarakat menjadi terhambat.

Potensi-potensi ekonomi seperti perikanan

tangkap tidak bisa ditingkatkan karena

Page 2: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46

36

keterbatasan unit-unit pengolahan dan sistem

rantai dingin yang membutuhkan energi listrik

yang cukup besar.

Kabupaten Pulau Morotai adalah salah satu

kabupaten terluar di Provinsi Maluku Utara yang

berbatasan langsung dengan Negara Filipina.

Potensi perikanan tangkap di Wilayah

Penangkapan Perikanan (WPP) 716 yang meliputi

perairan Pulau Morotai sangat besar terutama ikan

demersal (27.917 ton/tahun), pelagis kecil

(323.400 ton/tahun) dan pelagis besar (1062

ton/tahun) [1]. Keterbatasan unit pengolahan

terutama untuk ikan pelagis besar seperti tuna dan

cakalang, membuat potensi yang ada kurang

termanfaatkan, bahkan tidak jarang terjadi kasus

alih muatan ikan tuna di tengah lautan meskipun

praktik ini sudah dilarang [2]. Data statistik

Kabupaten Morotai pada tahun 2016 menunjukan

hasil tangkapan ikan mencapai 1.646 ton [3].

Gambar 1. Kondisi ketenagalistrikan di Pulau

Morotai

Energi listrik di Pulau Morotai dikelola

oleh PT PLN dengan menggunakan Pembangkit

Diesel (PLTD) sebagai sumbernya. Dengan

kapasitas daya terpasang 4.530 kW dan kapasitas

daya mampu terbesar 2.540 kW, belum

mencukupi beban puncak kebutuhan masyarakat

yang mencapai 2.550 kW [3], seperti tersaji pada

Gambar 1. Penyediaan energi listrik dari PLTD

juga sering terkendala oleh pasokan BBM solar

terhenti saat cuaca buruk. Dengan kondisi ini,

untuk membangun suatu sentra pengolahan

perikanan maka perlu dilakukan kajian untuk

memanfaatkan potensi energi setempat, dalam hal

ini energi surya sebagai sumber alternatif

pasokan.

Pada tulisan ini dihitung kajian kelayakan

pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya

Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) sebagai

sumber listrik sentra pengolahan perikanan

tangkap menjadi ikan beku dan fillet

tuna/cakalang. Pemilihan ikan beku dan fillet

tuna/cakalang didasarkan pada potensi bahan

baku yang ada dan harga jual yang cukup tinggi,

sehingga diharapkan cukup layak untuk

diterapkan [4].

METODOLOGI Metodologi yang digunakan pada tulisan ini

bisa dilihat pada diagram alir pada Gambar 2.

Gambar 2. Metodologi penelitian

Page 3: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

37

Kapasitas produksi pengolahan dihitung

dari hasil tangkapan ikan pertahun di Pulau

Morotai dengan asumsi dalam 1 tahun

terdapat 8 bulan masa penangkapan ikan.

Untuk menentukan beban listrik dari sentra

pengolahan ikan maka perlu mengetahui

skema produksi dan semua peralatan yang

membutuhkan listrik pada sentra pengolahan

ikan yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur produksi pengolahan ikan

Filleting adalah memisahkan daging ikan

dari isi perut, tulang dan kepalanya. Rendemen

proses filleting adalah 50% [4]. Untuk

menghasilkan fillet tuna beku maka pembekuan

cepat dilakukan dengan cara meniupkan udara

dingin secara tepat pada fillet ikan yang akan

dibekukan secara kontinyu. Alat yang digunakan

dalam proses ini biasanya Air Blast Freezer

(ABF) dengan suhu -30˚C atau lebih rendah

dengan waktu sekitar 8-12 jam. Kemudian produk

dikemas dan disimpan dalam cold storage selama

menunggu pengiriman.

Perancangan dan perhitungan pembangkit

PLTS off grid mengikuti referensi dari pedoman

desain dari asosiasi industri (Sustainable Energy

Industry Association of the Pacific Islands) [5]

dan pedoman dari manufaktur peralatan PLTS,

SMA Solar Technology AG [6].

Skenario Pembangkitan Listrik

PLTS direncanakan menjadi 2 skenario

yaitu PLTS dengan murni baterai, dan PLTS tanpa

baterai hybrid dengan PLTD dengan kapasitas PV

20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD.

Direncanakan juga pembangkitan listrik PLTD

murni sebagai pembanding.

Biaya Energi Pembangkitan

Pada analisis ekonomi kegiatan pengolahan

hasil perikanan menjadi fillet ikan/ikan beku

dilakukan dengan menghitung kebutuhan energi,

menghitung biaya energi dari pembangkit yang

direncanakan kemudian melakukan analisis

kelayakan finansial untuk kegiatan ekonomi

produktif tersebut.

Biaya energi (cost of energy) dapat

diartikan sebagai perbandingan total biaya yang

diperlukan untuk menghasilkan energi dengan

energi yang dihasilkan pada periode waktu yang

sama. Persamaan (1) memperlihatkan formula

biaya energi [7]:

𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ

= 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ

(1)

didalam persamaan ini COE adalah Biaya Energi

(Rp/kWh), Annum LCC adalah Life Cycle Cost

tahunan (Rp) dan AkWh adalah Total Energi

dihasilkan per tahun (kWh/tahun)

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐴𝐴(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛

(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛−1 (2)

dengan n adalah umur proyek diasumsikan 25

tahun dan i adalah bunga bank, mengikuti BI rate

4,75%.

LCC = C+ Mpw+ Epw+ Rpw− Spw (3)

Page 4: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46

38

LCC adalah semua biaya yang dibayarkan selama

umur proyek, biaya ini dihitung berdasarkan nilai

sekarang, dengan C adalah biaya awal investasi

adalah Mpw adalah jumlah biaya O&M tahunan,

Epw adalah biaya BBM tahunan, Rpw adalah biaya

penggantian peralatan dan Spw adalah sisa nilai

proyek yang diabaikan.

Kelayakan finansial di analisis dengan

menghitung nilai Net Present Value (NPV) dan

Internal Rate of Return (IRR). Net Present Value

(NPV) menyatakan bahwa seluruh aliran kas

bersih dinilai sekarangkan atas dasar faktor

diskonto (discount factor). Teknik ini menghitung

selisih antara seluruh kas bersih nilai sekarang

dengan investasi awal yang ditanamkan. Untuk

menghitung Net Present Value (NPV) digunakan

persamaan berikut [7]:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 = ∑ 𝑁𝑁𝐶𝐶𝑁𝑁𝐶𝐶(1+𝐴𝐴)𝑡𝑡

− Π𝐴𝐴𝐶𝐶=1 (4)

didalam persamaan ini NCFt adalah arus kas

bersih (Net Cash Flow) periode tahun ke-1 sampai

tahun ke-n, arus kas dihitung dari nilai bersih

pendapatan dikurangi biaya yang keluar dan Π

adalah investasi awal (Initial Investment).

Kriteria penilaian kelayakan usaha berdasarkan

nilai NPV, jika NPV > 0, maka usaha layak untuk

dilaksanakan (feasible), jika NPV < 0, maka usaha

tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan

Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate

yang menghasilkan NPV sama dengan nol [7].

∑ 𝐶𝐶𝑁𝑁𝑡𝑡(1+𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼)𝑡𝑡 = 0𝐴𝐴

𝐶𝐶=0 (5)

Persamaan 5 ini digunakan untuk menguji

kelayakan investasi apakah nilai keuntungan

(cash flow) lebih besar dari nilai minimal yang

diharapkan dalam bentuk required rate of return.

Nilai CFt harus positif dan nilainya harus lebih

besar dari nilai pada IRR yang dikehendaki untuk

menyatakan layak. Jika IRR > required rate of

return, usulan proyek layak untuk dilaksanakan.

Jika IRR < required rate of return, usulan proyek

tidak layak untuk dilaksanakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dari jumlah tangkapan ikan di

Pulau Morotai tahun 2016 sebanyak 325 ton ikan

tuna dan 353 ton untuk cakalang. Dengan asumsi

dalam 1 tahun terdapat 8 bulan masa penangkapan

maka hasil tangkapan ikan perbulan adalah 678

ton. Jika pengolahan bekerja 20 hari dalam

sebulan maka kapasitas per hari mencapai 4,23

ton, untuk mengantisipasi peningkatan tangkapan

ikan maka produksi per hari adalah 5 ton.

Perhitungan Beban Listrik pada Sentra Pengolahan Perikanan

Peralatan sentral pengolahan ikan dengan

kapasitas produksi sebesar 5 ton bahan baku ikan

per hari membutuhkan peralatan sebagai berikut:

1) Pabrik es kapasitas 5 ton/hari yang dilengkapi

mesin ice crusher,

2) 1 unit pengolahan (sorting, cleaning, filleting)

kapasitas 3 ton,

3) 2 unit ABF kapasitas 2,5 ton dan 1,2 ton

(rendemen fillet 50-60%),

4) Cold storage room kapasitas 14 kali ABF

(diasumsikan setiap 2 minggu dilakukan

pengiriman ke konsumen sebanyak 50 ton).

Kapasitas, jumlah unit peralatan, waktu

kerja, kebutuhan daya dan energi listrik pada

sentral pengolahan ikan, untuk kapasitas

pengolahan bahan baku ikan 5 ton/hari, dijelaskan

pada Tabel 1 dan profil beban harian bisa dilihat

pada Gambar 4.

Page 5: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

39

Tabel 1. Kebutuhan daya dan energi listrik sentra pengolahan perikanan

Gambar 4. Profil beban harian Sentra

Pengolahan Ikan di Pulau Morotai

Dari Tabel 1 dan Gambar 4 tersebut, dapat

dilihat kebutuhan daya maksimum sebesar 77 kW

dan kebutuhan energi harian sebesar 1.292

kWh/hari. Nilai kebutuhan daya maksimum dan

kebutuhan energi harian merupakan parameter

perancangan pada tulisan ini.

Perencanaan Pembangkit PLTS

PLTS direncanakan menjadi 2 skenario

yaitu PLTS dengan baterai dan PLTS tanpa

baterai hybrid dengan PLTD dengan kapasitas

PV 20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD.

Pembagian persentase tersebut berdasarkan

kemampuan peralatan PLTD menampung

beban PLTS yang fluktuatif dan saat ini baru

mencapai 60% kapasitas PLTD [6].

Perencanaan PLTS dengan baterai

maupun hybrid yang dikembangkan pada

sentral pengolahan ikan direncanakan harus

mampu mensuplai beban maksimum sebesar

77 kW dan energi listrik sebanyak 1.292

kWh/hari. Pada Gambar 5, tampak contoh

sistem PLTS off grid menggunakan sistem

klaster. PLTS dirancang menggunakan

baterai tanpa PLTD atau sistem PLTS hybrid

PLTD tanpa baterai. Panel surya yang digunakan sebagai bahan

analisis ini adalah panel surya dengan spesifikasi

daya 300 Wp dan tegangan 36,5 Vdc.

Berdasarkan data spesifikasi peralatan yang

digunakan efesiensi PV inverter sebesar 98,8%,

efesiensi baterai inverter 95%, dan derating daya

panel PV 90%. Untuk mengatasi efisiensi

peralatan sistem PLTS maka produksi energi

Page 6: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46

40

listrik PV per hari harus mampu membangkitkan

energi listrik sebesar 1.529,46 kWh/hari.

Gambar.5 Sistem PLTS off grid menggunakan

Multicluster Box [6]

Potensi energi matahari rata-rata harian

(average daily solar insolation) di Pulau Morotai

sebesar 4,6 kWh/m2/hari [8]. Nilai insolasi harian

matahari rata-rata dalam perhitungan pembangkit

PLTS setara dengan Peak Sun Hours (PSH).

Istilah PSH mengacu pada insolasi atau

radiasi matahari pada lokasi tertentu yang akan

diterima jika matahari bersinar dengan nilai

maksimum (1 kW/m2), yang dinyatakan dengan

jam. PSH sangat berguna dalam desain karena

modul PV sering dinyatakan dengan input rating

1 kW/m2 [9]. Sehingga nilai PSH di Pulau Morotai

adalah setara dengan nilai insolasi matahari harian

yaitu 4,6 jam. Dengan demikian, kapasitas

minimum PV terpasang (dalam kWp) dihitung

berdasarkan nilai beban (kWh) / PSH (jam), yaitu

sebesar 1.529,46 kWh / 4,6 jam ≈ 333 kWp.

Kapasitas PV Inverter yang digunakan 60

kW dengan rate tegangan input sebesar 600 V dan

tegangan range MPP antara 450 – 820 Vdc,

sehingga jumlah PV Inverter yang digunakan

sebanyak 333kWp/60kW ≈ 6 buah inverter

dengan 185 panel PV/inverter.

Konfigurasi panel PV untuk mensuplai tiap

inverter didapat dengan membagi kebutuhan

tegangan inverter PV dengan tegangan panel PV

= 600/36,5 ≈ 17 panel hubungan seri, dan jumlah

string/paralel PV didapat dengan membagi

jumlah panel tiap inverter dibagi jumlah seri panel

PV = 185/17 = 11 string/paralel panel PV.

Sehingga total panel PV untuk mensuplai tiap

inverter menjadi 17×11 = 187 panel dan total

keseluruhan panel PV yang digunakan menjadi

187×6 = 1.122 panel dengan daya total sebesar

1.122×300 = 336,6 kWp dan produksi 1.548,36

kWh/hari.

Baterai yang digunakan dipilih jenis valve

regulated lead acid (VRLA) dengan kapasitas 520

Ah, 2 Vdc, efesiensi koneksi baterai diasumsikan

97% dan asumsi pengunaan kapasitas baterai /

deep of discharge (DoD) sebesar 70% dan

autonomous days selama 1 hari. Untuk mensuplai

beban 1.529,4 kWh/hari maka kapasitas baterai

yang dibutuhkan [5,6]:

Kapasitas baterai = kebutuhan energy beban ×

efesiensi sistem baterai × autonomous days

= 1.529,4 kWh/hari × 67,9% × 1 = 1.609,72 kWh

Jumlah baterai yang dibutuhkan dihitung

dengan terlebih dahulu mengetahui total

kebutuhan arus (Ah) dengan persamaan [5,6]:

𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑡𝑡𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐵𝐵𝐾𝐾𝑡𝑡𝐵𝐵𝐵𝐵𝐾𝐾𝐾𝐾(𝐴𝐴ℎ) = 𝐾𝐾𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐶𝐶𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ)𝑇𝑇𝐴𝐴𝑇𝑇𝐴𝐴𝐴𝐴𝑇𝑇𝐴𝐴𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝑉𝑉𝐴𝐴𝑉𝑉)

(6)

sehingga didapat total kapasitas baterai sebesar

804,68 kAh. Dengan kapasitas per baterai 520 Ah

maka diperlukan baterai sebanyak ≈ 1.560 buah.

Selain baterai daya, juga diperlukan inverter

untuk baterai yang dipilih dengan kapasitas 8 kW

dengan rate tegangan input sebesar 48 V,

Page 7: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

41

sehingga kebutuhan baterai inverter adalah

333kWp/8kW ≈ 42 buah baterai inverter.

Dikarenakan banyaknya baterai inverter, maka

baterai inverter tersebut perlu dihubungkan dalam

multi cluster box supaya kerja sistem baterai

inverter dapat berjalan sinkron. Multi cluster

(MC) box yang diperlukan harus mampu

mengkomunikasikan seluruh baterai inverter.

Pada sistem ini digunakan MC Box 36 [6].

Perhitungan Biaya Energi

Biaya energi PLTS dihitung menggunakan

metoda Life Cycle Cost. Biaya investasi awal

PLTS-Baterai kapasitas 333 kWp ditunjukan

seperti Tabel 2. Balance of Systems (BOS) adalah

biaya yang diperlukan untuk instalasi dan

pembelian peralatan pendukung lainnya. BOS

diasumsikan sebesar 35% dari total peralatan

sistem. Harga-harga yang tercantum merupakan

harga peralatan sampai di Indonesia yang diambil

dari distributor resmi dengan nilai tukar rupiah

Rp.13.5000/$US.

Biaya pemeliharaan dan operasional setiap

tahunnya berdasarkan acuan dari National

Renewable Energy Laboratory (NREL) yaitu

sebesar 1-2% dari investasi awal [10-11], maka

biaya pemeliharaan dan operasional (O&M) per

tahun jika kita ambil 2% untuk sistem kecil adalah

sebesar Rp572.363.557 /tahun. Lifetime dari

inverter selama 10 tahun dan baterai selama 5

tahun sesuai dengan data teknis dan garansi dari

pabrikan. Untuk itu baterai dan inverter

diasumsikan diganti setiap umur manfaatnya.

Harga sekarang (P) penggantian baterai dan

inverter pada tahun ke 5, 10, 15 dan ke 20

diasumsikan sama dengan harga saat ini.

Perhitungan nilai sekarang dari biaya yang akan

dikeluarkan di tahun ke n dapat dicari dengan

persamaan (7) berikut [10]:

𝑁𝑁 = 𝐹𝐹(1 + 𝐾𝐾)−𝐴𝐴 (7)

sehingga didapatkan biaya penggantian baterai

dan inverter seperti pada Tabel 3, dengan total

nilai sekarang (Rpw) Rp28.831.240.178,00.

Tabel 3. Biaya penggantian baterai dan inverter

Biaya Life Cycle Cost (LCC) dihitung

menggunakan persamaan (3) dengan umur

manfaat PLTS diasumsikan selama 25 tahun

sesuai dengan garansi yang diberikan oleh

produsen panel surya. Tingkat suku bunga yang

digunakan mengacu pada tingkat suku bunga

Bank Indonesia (BI) yaitu sebesar 4,75%. Besar

nilai sekarang (present value) untuk biaya

pemeliharaan dan operasional (Mpw) selama umur

manfaat dihitung menggunakan persamaan [11]:

Tabel 2. Biaya investasi awal sistem PLTS dengan baterai

Page 8: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46

42

𝑁𝑁 = 𝐴𝐴 �(1=𝐴𝐴)𝑛𝑛−1𝐴𝐴(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛

� (8)

Dengan menggunakan persamaan (7-8),

diperoleh biaya pemeliharaan dan operasional

PLTS-Baterai selama umur manfaat sebesar

Rp8.272.927.914,00. Dari biaya investasi awal

(C), biaya Ppw, dan biaya penggantian (Rpw)

tersebut, maka biaya siklus hidup (LCC) PLTS-

Baterai adalah Rp65.722.345.955,00. Annual

LCC sesuai dengan persamaan (2) adalah

Rp4.547.008.764,00. Sehingga cost of energy

(COE) dapat dihitung dengan persamaan (1)

untuk produksi listrik tahunan 471.580 kWh

adalah Rp9.642,00/kWh.

Perencanaan Pembangkit Hybrid PLTS-PLTD

Dari hasil tersebut, terlihat bahwa harga

energi untuk pembangkit PLTS baterai masih

sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh harga dan

pergantian baterai yang sangat mahal. PLTS

hybrid PLTD yang dirancang tanpa baterai

diharapkan bisa mengurangi nilai investasi.

Kapasitas PLTS hybrid PLTD di-set sebesar 20%,

40% dan 60% dari kapasitas PLTD, sedangkan

kapasitas PLTD dihitung dari beban puncak saat

siang hari. Dengan sistem ini energi listrik yang

dihasilkan PLTS langsung disuplai ke beban

sehingga PLTS hanya berfungsi mengurangi

suplai PLTD saat matahari ada, atau dengan kata

lain mengurangi pemakaian BBM PLTD. Sebagai

pembanding juga dilakukan perhitungan biaya

energi dari PLTD murni. PLTD harus mampu

memikul seluruh beban disaat energi matahari

tidak tersedia. Kapasitas PLTD minimum sebesar

80 kW. PLTD yang dipilih dalam perencanaan ini

memiliki kapasitas 100 kVA, dengan power

factor 0,85 dan specific fuel consumption (SFC)

sebesar 0,285 liter/kWh. Dengan menggunakan

metode perhitungan yang sama dengan PLTS di

atas (dikurangi baterai ditambah PLTD) didapat

spesifikasi peralatan dan kapasitas seperti pada

Tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi dan Kapasitas Peralatan PLTS Hybrid PLTD

20% 40% 60% Genset1 PLTS Kapasitas PLTS (kWp) 19,20 38,40 57,60

Kapasitas Panel PV (Wp) 300 300 300 Tegangan Panel PV (Vdc) 36,5 36,5 36,5

Jumlah Panel (unit) 64 128 192Hubungan PV seri (unit) 16 16 16

Hubungan PV Paralel (unit) 4 4 4Produksi PLTS Perharil (kWh) 81,95 163,90 245,85

2 Kapasitas (kW) 20 20 20Tegangan Input (Vdc) 580 580 580

Jumlah Inverter PV (unit) 1 2 3Jumlah PV per Inverter (unit) 64 64 64

3 Genset Kapasitas Genset (kVA) 100 100 100 100SFC 0,285 0,285 0,285 0,285

Energi PLTD per hari (kWh) 1.210,05 1.128,10 1.046,15 1.292 Kebutuhan BBM/hari (liter) 344,86 321,51 298,15 368,22

Kebutuhan BBM/tahun (liter) 125.875,59 117.350,88 108.826,17 134.400,30 Harga BBM (Rp) 8.800,00 8.800,00 8.800,00 8.800,00

NoSkenario Kapasitas PLTS Hibrid Genset terhadap

Beban PuncakPeralatan PLTS Hibrid Genset

Inverter PV

Page 9: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

43

Tabel 5. Analisis Biaya Energi PLTS Hybrid PLTD dan PLTD murni

Dari hasil analisis didapatkan biaya dan

nilai harga energi (COE) seperti ditunjukan pada

Tabel 5. Terlihat bahwa skenario terbaik untuk

pembangkitan listrik pada sentra perikanan di

Pulau Morotai adalah PLTS hybrid 60% dengan

PLTD 100 kVA dengan harga energi Rp2.715,00

/kWh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Subhan

Nafis dkk. 2015, yang menyimpulkan PLTS

hybrid PLTD memberikan harga energi yang

lebih rendah dibandingkan dengan PLTD di

daerah kepulauan berbasis listrik PLTD [12].

Analisis Finansial Pengolahan Perikanan Kapasitas 5 ton/hari Dengan Beberapa Skenario Sistem Pembangkit.

Asumsi yang digunakan dalam analisis

finansial ini adalah sebagai berikut:

• Umur manfaat proyek ditetapkan 25 tahun.

• Discount rate sebesar 4,75 % atau sama dengan

tingkat suku bunga rata-rata BI 2017

• Kapasitas produksi berdasarkan bahan baku

ikan 5 ton per hari

• Harga beli bahan baku ikan rata-rata

Rp21.500,00/kg (biaya), dan harga jual ikan

tuna/cakalang beku/fillet ikan Rp48.500,00/kg

dan Rp2.000,00/kg (pendapatan) produk ikutan

(kepala, tulang dan lainnya)

• Rendemen ikan ditetapkan 55% [4] dari bahan

baku ikan utuh.

• Perhitungan penyusutan peralatan dilakukan

dengan metode garis lurus.

• Biaya perawatan peralatan adalah 2,5% dari

depresiasi yang dilakukan per tahun.

Tabel 6. Perhitungan biaya investasi sentral pengolahan ikan + skenario pembangkit

Page 10: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46

44

Tabel 7. Biaya modal bahan baku dan O&M

• Modal investasi berasal dari pemilik sebesar

30% dan 70% dari pinjaman bank. Lama

pinjaman selama 5 tahun dengan bunga kredit

konstan yaitu 14% pertahun.

• Pajak penghasilan usaha sebesar 30%.

• Satuan waktu operasi pengolahan ikan adalah

300 hari dalam satu tahun, satu tahun sama

dengan 12 bulan, satu bulan 25 hari.

• Sentral pengolahan ikan dimodelkan dengan

suplai dari PLTS, PLTS hybrid PLTD (PV 20%,

40% dan 60% dari beban puncak), dan PLTD.

Sentral pengolahan perikanan dilengkapi

dengan sarana prasarana pendukung lainnya.

Biaya investasi sentra pengolahan perikanan

ditampilkan pada Tabel 6. Biaya operasional

sentral pengolahan perikanan terdiri dari biaya

bahan baku ikan, dan biaya operasional dan

pemeliharaan (O&M), baik untuk unit pengolahan

ikan maupun unit pembangkitan. Rincian biaya

O&M terdapat dalam Tabel 7. Pendapatan berasal

dari penjualan produk olahan ikan beku/fillet ikan,

penjualan es batu, dan penjualan hasil produk

ikutan. Total pendapatan pertahun sebesar

Rp42.112.500.000,00. Rincian pendapatan sentral

pengolahan perikanan ditunjukan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pendapatan sentral pengolahan ikan

Bisnis pengolahan perikanan secara teoritis

memang sangat penguntungkan berdasarkan

informasi dari beberapa narasumber pelaku bisnis

pengolahan perikanan. Namun faktor resikonya

juga sangat tinggi seperti faktor ketersediaan

bahan baku ikan karena cuaca, musim ikan, dan

kebiasaan nelayan dalam mencari ikan yang tidak

Page 11: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)

45

bisa dipastikan kontinuitasnya. Faktor-faktor

resiko usaha tersebut tidak dimasukan dalam

tulisan ini karena memerlukan kajian lebih lanjut.

Analisis Kelayakan Investasi

Analisis kelayakan investasi dimaksudkan

untuk mengetahui kelayakan proyek ditinjau dari

berbagai indikator investasi seperti: IRR, NPV,

dan payback period (PBP). Berdasarkan analisis

finansial yang dilakukan, dengan menerapkan

persamaan (4), (5), (7), dan (8) pada arus kas

(cash flow) sentral pengolahan perikanan, bisa

terlihat berapa nilai bersih pendapatan dikurangi

biaya per bulan. Dari arus kas ini bisa dihitung

nilai IRR, NPV, dan PBP yang hasilnya

ditunjukkan pada Tabel 9.

Arus kas selama masa operasi 25 tahun dan

perhitungan yang dilakukan, diselesaikan

menggunakan program Microsoft Excell, namun

hanya ditampilkan hasil akhirnya saja. Hasil

analisis kelayakan investasi tersebut menunjukan

bahwa sentral pengolahan perikanan dengan

pembangkit dari PLTS dengan baterai belum

layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan oleh

nilai investasi pembangkit dan nilai pengantian

peralatan sangat tinggi sehingga biaya energi

menjadi tinggi seperti dijelaskan pada analisis

Tabel 5. Sentral pengolahan perikanan dengan

suplai listrik mengunakan sistem pembangkitan

PLTS hybrid PLTD, PLTD dan dari PLN layak

untuk dijalankan, dengan IRR dari 37,81% hingga

42,54%, NPV dari 12,447 miliar rupiah hingga

13,8 miliar rupiah serta payback period selama 1

tahun 3 bulan hingga 2 tahun 2 bulan. Untuk

PLTS dengan baterai, kriterianya tidak layak

karena faktor kapasitas PLTS yang masih sangat

rendah, di bawah 20%. Sehingga untuk mensuplai

beban listrik, kapasitas PLTS yang harus

disiapkan membutuhkan 5 kali kapasitas

bebannya. Hal inilah yang menyebabkan PLTS

baterai masih mahal dan menjadi tidak layak.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis tentang

perbandingan biaya energi PLTS baterai, PLTS

hybrid PLTD dan PLTD murni, dapat diambil

kesimpulan bahwa, PLTS hybrid PLTD dengan

PV 60% dari kapasitas PLTD yang direncanakan

untuk memenuhi beban listrik sentra perikanan di

Pulau Morotai mempunyai harga energi paling

murah yaitu Rp2.715,67/kWh, lebih murah dari

PLTD murni senilai Rp2.927,71/kWh. Penerapan

PLTS hybrid dengan PLTD sebagai sumber

energi listrik pada sentra pengolahan ikan di Pulau

Morotai layak dilaksanakan dengan IRR 33,57%,

NPV 11,371 miliar rupiah, dan payback period

selama 2 tahun 1 bulan.

Tabel 9. Analisis kelayakan investasi sentra pengolahan perikanan dengan beberapa skenario

pembangkit.

IRR NPV PBP Keterangan0,03% (27.426.869.054) 14 thn 2 Bln Tidak Layak

PLTS 20% / 64,00 kWp 37,81% 12.447.137.494 2 thn 2 bln LayakPLTS 40% / 128,00 kWp 35,55% 12.447.137.494 2 thn 2 bln LayakPLTS 60% / 192,00 kWp 33,57% 11.731.192.558 2 thn 1 bln Layak

42,54% 13.800.972.114 1 thn 6 bln LayakPLTD 100 kVA

Kelayakan Investasi

PLTS dengan BateraiPLTS Hybrid Genset 100 kVA

Penyediaan Energi

Page 12: ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI …

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46

46

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Puslitbangtek KEBTKE yang telah memberikan

dana dan fasilitas untuk melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] Suman, Ali dkk., 2014. Potensi Dan Tingkat

Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

(WPP RI), p:149, Ref. Grafika & Balai

Penelitian Perikanan Laut, Balitbang

Kelautan dan Perikanan, KKP.

[2] Agustinus Anung Widodo dan Suryanto,

2015. Analisis Dampak Pelarangan Alih

Muatan (Transhiment) Ikan Hasil Tangkapan

Pada Armada Pukat Cincin Pelagis Besar

(Studi kasus pada perikanan pukat cincin

pelagis besar di WPP NRI 716-717 berbasis

di Bitung), J. Kebijakan Perikanan Indonesia.

Vol.7 No.2 November 2015, p: 93-102.

[3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pulau

Morotai, Kabupaten Pulau Morotai Dalam

Angka 2017, p:160.

[4] Bank Indonesia, 2009. Usaha Pengolahan

Tuna Loin, Bank Indonesia.

[5] SEIAPI-PPA, 2012. Off Grid PV Power

Systems, System Design Guidelines. Version

2.3.

[6] SMA, 2016. Design of Off-Grid Systems

with Sunny Island – Planning Guidline. SMA

Solar Technology AG, version 2.3 2016.

Tersedia di http://files.sma.de/dl/1353/

Designing-OffGridSystem-PL-en-23.pdf.

diakses pada 5 Desember 2017.

[7] Nelson, Vaughn. 2009. Economics in Foster,

R. et al.(ed) 2009. Solar Energy: Renewable

Energy and The Environment, p: 231-248,

Boca Raton, FL., CRC Press. Taylor and

Francis Group.

[8] P3TKEBTKE, 2016. Peta Potensi Energi

Surya Indonesia Skala 5 km. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Ketenagalistrikan,

Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Energi (P3TKEBTKE), Badan Litbang

Kementerian ESDM.

[9] Foster, R., Ghassemi, M. Cota, A. 2009.

Solar Energy: Renewable Energy and The

Environment., p: 231-248, Boca Raton, FL.,

CRC Press. Taylor and Francis Group.

[10] Short, Walter., Packey, Daniel J. and Holt,

Thomas. 1995. A Manual for the Economic

Evaluation of Energy Efficiency and

Renewable Energy Technologies.,

NREL/TP-462-5173

[11] Cass Whaley et al. 2016. Best Practices in

Photovoltaic System Operations and

Maintenance 2nd Edition. NREL/Sandia/

Sunspec Alliance SuNLaMP PV O&M

Working Group. Technical Report

NREL/TP-7A40-67553 December 2016.

[12] Subhan Nafis dkk., 2015. Analisis

Keekonomian Penerapan Pembangkit Listrik

Tenaga Surya Pada Sistem Ketenagalistrikan

Nias. Jurnal Ketenagalistrikan dan Energi

Terbarukan, Vol. 14, No. 2 (2015), p: 83-94.