analisis komparatif risiko keuangan … daerah dan bpr milik swasta indah suci ramadhani program...

56
ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BPR MILIK PEMERINTAH DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

Upload: vanmien

Post on 03-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BPR MILIK

PEMERINTAH DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA

INDAH SUCI RAMADHANI

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Page 3: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Komparatif

Risiko Keuangan BPR milik Pemerintah Daerah dan BPR milik Swasta adalah

benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Indah Suci Ramadhani

NIM H24114056

1 Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus

didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

Page 4: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Page 5: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

ABSTRAK

INDAH SUCI RAMADHANI. Analisis Komparatif Risiko Keuangan BPR milik

Pemerintah Daerah dan BPR milik Swasta. Dibimbing oleh ALI

MUTASOWIFIN.

Semakin tingginya kebutuhan hidup masyarakat saat ini, diperlukan tempat

untuk mengelola keuangan masyarakat. Setiap orang memerlukan dananya tetap

aman, berkembang, dapat cepat digunakan untuk hal yang mendesak serta dapat

dinikmati hingga hari tua. Melihat tingginya kebutuhan tersebut bagi setiap orang,

bank dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan semaksimal

mungkin sesuai dengan standar pelayanan jasa. Dengan kondisi seperti ini

lembaga perbankan sangat berperan penting, terutama BPR untuk menyalurkan

kredit yang digunakan untuk produktif maupun konsumtif. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu BPR Milik Pemerintah Daerah

yang sebagian besar portofolio kreditnya digunakan untuk konsumtif dan BPR

milik Swasta yang sebagian besar portofolio kreditnya digunakan untuk produktif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat risiko

keuangan yang dialami selama tahun 2010, 2011 dan 2012. Pengelolaan data yang

dilakukan menggunakan perhitungan rasio keuangan bank dan z-score. Dari hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa BPR milik Pemerintah Daerah mempunyai

tingkat risiko yang lebih kecil karena pihak BPR dapat bekerjasama dengan

perusahaan atau instansi pemerintah daerah lain untuk memotong upah atau gaji

karyawan. Sedangkan BPR milik Swasta mempunyai risiko yang lebih besar

karena ada kemungkinan usaha mengalami kebangkrutan sehingga tidak dapat

membayar kredit yang diterimanya.

Kata kunci: Risiko Keuangan, Rasio Keuangan, Z-Score

ABSTRACT

INDAH SUCI RAMADHANI. Comparative Analysis of Financial Risk in

Government Rural Bank and Private Rural Bank. Supervised by ALI

MUTASOWIFIN.

As the society needs in life is increasing, a place to manage their financial

aspect is needed. Everyone needs to make sure that their capital is safe,

developing, and easy to use for urgent things and also could be enjoyed in their

retired life. Based on that expectation, bank is challenged to give the best and

excellent service according to the standard. One of banking institutions which has

important role is Rural Bank to distribute the consumptive and productive credit.

Samples that are uses in this research is one of Rural Bank that belongs to the

government which most of its capital used for consumtive credit. And another

sample is Privat Rural Bank which most of its capital is used of productive credit.

The objective of this research is to identify the comparative level of identify the

comparative level of financial risk in 2010, 2011, 2012. Data processing wash

conducted using bank financial ratio measurement and Z-Score. It Can be seen

from the result that Government Rural Bank has samller level risk because it

cooperated with another government company to cut off the employee’s salary.

Page 6: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Meanwhile the Privat Rural Bank has higher risk because of the possibility to go

into liquidation in case they couldn’t pay the credit that they have received.

Keywords: Financial Risk, Financial Ratio, Z-Score

Page 7: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BPR MILIK

PEMERINTAH DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA

INDAH SUCI RAMADHANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 8: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Page 9: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Judul Skripsi : Analisis Komparatif Risiko Keuangan BPR Milik Pemerintah

Daerah dan BPR Milik Swasta

Nama : Indah Suci Ramadhani

NIM : H24114056

Disetujui oleh

Ali Mutasowifin, S.E., M.Ak.

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, STP, MM

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 10: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Judul Skripsi : Analisis KomparatifRisiko Keuangan BPR Milik Pemerintah Daerah dan BPR Milik Swasta

Nama : Indah Suci Ramadhani NIM : H24114056

Disetujui oleh

Ali Mutasowifm, S.E., M.Ak. Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus: 1 3 MAR 2014

Page 11: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Page 12: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul

penelitian yang dipilih dalam penelitian yang diselesaikan sejak bulan April 2013

sampai Januari 2014 ini ialah Analisis Komparatif Risiko KeuanganBPR milik

Pemerintah Daerah dan BPR milik Swasta .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ali Mutasowifin, S.E, M.Ak. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam penyusunan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada ibu Maryamah, kakak Maswamah Safitri, Rifki Harianssa, Ahmad

Reza Rahmadi serta seluruh keluarga dan teman, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi rekan pembaca.

Bogor, Maret 2014

Indah Suci Ramadhani

Page 13: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Page 14: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

DAFTAR ISI

PERNYATAAN iii

ABSTRAK v

PRAKATA xi

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 4 Fungsi Kegiatan Usaha BPR 6 Kriteria Penilaian BPR 7 Pengertian Risiko 7 Risiko Bisnis 7 Risiko Keuangan 8 Laporan Keuangan 8

Laporan Rugi/Laba 8

Laporan Neraca 9 Arus kas 10

Rasio Keuangan 11 Aspek Keuangan 11 Rasio Keuangan Bank 12 Rasio Likuiditas 12

Rasio Solvabilitas 13 Rasio Rentabilitas 13

Analisis Diskriminan (Z-Score) 14

Penelitian Terdahulu 18

METODOLOGI PENELITIAN 19 Kerangka Pemikiran 19 Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 20

Analisis Data 21

Rasio Keuangan 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 Sejarah Perusahaan BPR Milik Pemerintah Daerah 22 Sejarah Perusahaan BPR Milik Swasta 23 Analisis Rasio Keuangan BPR Milik Pemerintah Daerah 24

Page 15: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Analisis Rasio Keuangan BPR Milik Swasta 26 Analisis Z-Score BPR Milik Pemerintah Daerah 28 Analisis Z-Score BPR Milik Swasta 29 Pembahasan 29

Rasio Likuiditas 30 Rasio Solvabilitas 30 Rasio Rentabilitas 30 Z-Score 30

Implikasi Manajerial 31

SIMPULAN DAN SARAN 31 Simpulan 31 Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1. Perbandingan Jumlah BPR, Total Aset & Sumber Dana Maret 2012 dan Maret 2013 2 2. Perbedaan BPR Milik Pemerintah Daerah & BPR Milik Swasta 6 3. Kriteria Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 7 4. Kriteria Penilaian Z-score untuk perusahaan manufaktur yang telah go public (public

manufacturing) 15 5. Kriteria Penilaian Z-score untuk perusahaan yang belum go public 15 6. Kriteria Penilaian Z-score untuk perusahaan non-manufaktur 16 7. Rasio Keuangan Bank 21 8. Perhitungan Rasio Keuangan BPR Milik Pemerintah Daerah 24 9. Perhitungan Rasio Keuangan BPR Milik Swasta 27 10. Perhitungan Z-Score BPR Milik Pemerintah Daerah 28 11. Perhitungan Z-Score BPR Milik Swasta 29

DAFTAR GAMBAR

1. Laporan Rugi/Laba 9 2. Neraca 10 3. Arus Kas 11 4. Kerangka pemikiran penelitian 20

Page 16: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

DAFTAR LAMPIRAN

1. Laporan Rugi/Laba BPR Milik Pemerintah Daerah 34 2. Neraca BPR Milik Pemerintah Daerah 35 3. Laporan Rugi/Laba BPR Milik Swasta 36 4. Neraca BPR Milik Swasta 37

Page 17: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Page 18: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perbankan berperan sangat penting untuk perekonomian nasional, sebagai

lembaga intermediasi atau institusi perantara antara debitur dan kreditur. Bank

dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan

giro, tabungan dan deposito, selain itu juga sebagai tempat untuk meminjamkan

uang bagi masyarakat dan perusahaan yang membutuhkan. Bank dikenal juga

sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala

macam bentuk pembayaran seperti pembayaran listrik, air, telepon, kuliah, pajak,

gas alam dan pembayaran lainnya. Fungsi sebagai lembaga perantara yang

dilaksanakan oleh industri perbankan adalah bagian yang sangat penting dalam

pembangunan ekonomi. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan

akan dana pada saat pembangunan semakin meningkat. Industri perbankan

merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan yang

diinginkan.

Semakin tingginya kebutuhan hidup masyarakat saat ini, diperlukan tempat

untuk mengelola keuangan masyarakat. Setiap orang menginginkan dananya tetap

aman, berkembang, dapat cepat digunakan untuk hal yang mendesak serta dapat

dinikmati hingga hari tua. Melihat tingginya kebutuhan tersebut bagi setiap orang,

bank dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Pelayanan terbaik yang

dimaksud adalah bagaimana bank melayani para nasabahnya dengan standar-

standar pelayanan jasa keuangan agar dapat meraih nasabah dengan profit

semaksimal mungkin. Tentunya setiap bank berkeinginan agar pengumpulan dana

dari masyarakat terus bertambah sehingga jumlah kredit yang disalurkan kembali

ke masyarakat bisa meningkat dan penghasilan bank bisa meningkat pula seiring

dengan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan. Namun dalam menyalurkan

pemberian kredit, bank juga harus memperhatikan tingkat resiko kredit macet

yang akan terjadi.

Dengan kondisi seperti ini lembaga perbankan sangat berperan penting,

terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR), karena fungsi BPR tidak hanya

menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi

juga menerima simpanan dari masyarakat. Hal ini beda dengan bank umum yang

mempunyai fungsi utamanya yaitu penciptaan uang, mendukung kelancaran

mekanisme pembayaran, menghimpun simpanan dana masyarakat, mendukung

kelancaran transaksi internasional, penyimpanan barang-barang berharga dan

pemberian jasa lainnya.

Perbedaan antara BPR dengan Bank Umum adalah dalam kegiatannya, yaitu

bank umum memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sedangkan BPR

tidak. Jasa lalu lintas pembayaran adalah jasa yang diberikan perbankan untuk

nasabah misalnya kliring, dan jual beli valuta asing. Maka BPR tidak terlibat

dalam kliring dan kegiatan usaha valuta asing. Ditinjau dari kegiatan usaha bank

umum dan BPR, perbedaannya terletak pada bentuk simpanan dana yang

dihimpun dari masyarakat. BPR tidak menghimpun dana dalam bentuk giro dan

deposito, hanya menerima dalam bentuk tabungan dan deposito. Maka BPR tidak

dapat melakukan transaksi giral. Sedangkan bank umum dapat melakukan

Page 19: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

2

transaksi giral. Dilihat dari sasaran BPR pun berbeda dengan Bank Umum yaitu

melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil,

pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat dijangkau oleh bank

umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan

kesempatan berusaha dan pemerataan pendapatan. Dapat dilihat pada Tabel 1

adanya perubahan jumlah BPR, total asset BPR dan sumber dana BPR yang

tercatat di Bank Indonesia per Maret 2012 dan Maret 2013

Tabel 1 Perbandingan Jumlah BPR, Total Aset & Sumber Dana Maret 2012 dan

Maret 2013

Keterangan 2012 2013

Jumlah BPR 1.665 1.653

Total Aset Rp 57.211 Miliar Rp 68.645 Miliar

Sumber Dana Rp 46.763 Miliar Rp 56.443 Miliar

Penurunan jumlah BPR yang ada di Indonesia diakibatkan karena ditutup

atau bangkrut. Tingkat bunga simpanan yang berlaku periode 15 Januari 2013

sampai dengan 14 Mei 2013, BPR menawarkan sebesar 8% sedangkan bunga di

Bank Umum sebesar 5,5%. Bunga rata-rata tersebut jauh lebih besar daripada

bunga yang ditawarkan bank umum. Artinya BPR harus bersaing dengan bank

umum untuk memperebutkan dana masyarakat. Salah satu akibat bunga kredit

BPR lebih tinggi yaitu 31,98% untuk kredit modal, 28,33% untuk kredit investasi

dan 27,12% untuk kredit konsumsi. Jika BPR harus bersaing dengan bank umum

jelas tidak bisa. Walaupun BPR khusus untuk melayani masyarakat pedesaan dan

pelaku Usaha Mikro dan Kecil, namun masyarakat pedesaan dan pelaku Usaha

Mikro dan Kecil tidak ada larangan untuk meminjam ke bank umum.

Saat ini beberapa BPR telah memberikan kredit untuk keperluan konsumtif

kepada masyarakat, namun tindakan ini tidak sesuai dengan tujuan utama BPR.

Maka Bank Indonesia meminta kepada BPR untuk menurunkan porsi kredit

konsumsi karena dapat membahayakan kualitas pembiayaan. Kredit konsumsi

memang tidak bisa dihilangkan dari bisnis bank termasuk BPR karena beberapa

kebutuhan pinjaman mendesak menggunakan pembiayaan ini. Beberapa

kebutuhan yang banyak menggunakan pinjaman ini antara lain untuk anak sekolah

dan biaya berobat rumah sakit. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kredit

konsumtif yang disalurkan oleh BPR mencapai Rp 19,53 triliun pada akhir Januari

2012, atau sekitar 47,15% dari seluruh portofolio pembiayaan yang mencapai Rp

41,42 triliun. Kredit konsumsi memiliki porsi terbesar dari keseluruhan

pembiayaan dan sedikit di atas modal kerja yang sebesar Rp 19,5 triliun. Adapun

kredit investasi hanya memiliki porsi Rp 2,39 triliun. Hingga akhir Januari 2012,

kredit yang disalurkan oleh industri BPR mencapai Rp 41,42 triliun, tumbuh

21,25% dibandingkan dengan Januari 2011 yang tercatat Rp 34,16 triliun.

Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) menjadi Rp 28,79 triliun,

menurun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 32,03 triliun.

BPR perlu mengetahui seberapa besar resiko yang akan ditanggung apabila

memberikan kredit yang digunakan untuk konsumtif dan kredit yang digunakan

untuk produktif. Karena BPR harus memperhitungkan seberapa besar

pengembalian yang diterima dalam waktu dekat agar tetap dapat mejalankan

kegiatannya.

Page 20: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

3

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah BPR seluruh

Indonesia. Sampel dipilih secara purposive yaitu salah satu BPR milik Pemerintah

Daerah yang sebagian besar portofolio kreditnya untuk konsumtif dan BPR milik

Swasta yang memberikan sebagian besar portofolio kreditnya untuk produktif.

BPR milik Pemerintah Daerah memberikan kredit kepada pegawai yang

membutuhkan dana yang digunakan untuk konsumtif. Dilihat dari risiko yang

akan terjadi, kredit untuk konsumtif akan lebih rendah karena dapat langsung

dipotong dari gaji mereka. Sedangkan BPR milik Swasta yang lebih besar

memberikan kredit untuk produktif lebih besar risikonya, karena nasabah akan

mengembalikan pinjaman kepada BPR apabila usaha mereka telah mendapatkan

keuntungan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengambil judul

“ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BANK

PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MILIK PEMERINTAH DAERAH DAN

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MILIKI SWASTA”.

Rumusan Masalah

Statistik Perbankan Indonesia (SPI) edisi 11 Januari 2013 mencatat kredit

tahunan tumbuh subur 21,51% dari Rp 40,68 triliun per November 2011 menjadi

Rp 49,43 triliun per November 2012. Dana pihak ketiga (DPK) yang hanya

meliputi deposito dan tabungan tumbuh kalah subur, yakni 17,57% dari Rp 37,28

triliun menjadi Rp 43,83 triliun. Dengan aneka keterbatasan, BPR masih kalah

dibandingkan bank umum dalam pertumbuhan kredit 21,94% dan DPK 18,14

persen. Menurut laporan BI, nilai outstanding kredit BPR yang hingga akhir

kuartal 2012 mencapai Rp 4,15 triliun, tercatat mengalami peningkatan per kuartal

sebesar 5,88%, atau 16,82% secara tahunan. Pertumbuhan pangsa kredit tertinggi

secara kuartal diduduki kredit konsumsi yang mencatat pertumbuhan sebesar

7,64%. Sedangkan secara tahunan, pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh kredit

investasi, yakni sebesar 46,50%. Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit

BPR untuk sektor perdagangan masih memiliki pangsa yang terbesar. Nominal

kredit sektor perdagangan mencapai Rp 0,34 triliun dengan pangsa sebesar 8,19%

dari total kredit BPR di kuartal laporan. Sejalan dengan peningkatan kualitas

kredit di bank umum, kualitas kredit BPR juga mengalami peningkatan. Hal itu

tercermin dari rasio NPL (Non Performing Loan) BPR yang turun dari 1,68%

menjadi 1,47%.

Saat ini beberapa BPR lebih besar memberikan kredit untuk konsumtif dari

pada untuk produktif. Karena dilihat dari tingkat risiko pengembaliannya bahwa

kredit untuk konsumtif lebih rendah dari pada kredit untuk produktif. Dilihat dari

pembayarannya, kredit konsumtif lebih rendah resiko gagal bayarnya karena dapat

langsung dipotong dari penghasilan perbulannya. Sementara, kredit yang

disalurkan untuk produktif, akan menjadi kredit macet atau hutang tersebut tidak

dapat dibayar apabila usahanya mengalami kebangkrutan.

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana perbandingan tingkat risiko keuangan antara BPR milik pemerintah

daerah dan BPR milik swasta?

2. Bagaimana kinerja keuangan BPR milik pemerintah daerah dan BPR milik

swasta?

Page 21: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

4

Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini agar sesuai dengan sasaran

adalah :

1. Mengetahui perbandingan tingkat risiko keuangan antara BPR milik

pemerintah daerah dan BPR milik swasta.

2. Menganalisis kinerja keuangan BPR milik pemerintah daerah dan BPR milik

swasta.

Manfaat penelitian

Dari pelaksanaan penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain

yaitu :

1. Manfaat bagi penulis untuk menambah wawasan tentang risiko keuangan dan

mengetahui perbandingan tingkat risiko keuangan BPR milik pemerintah

daerah dan BPR milik swasta.

2. Manfaat bagi pihak perusahaan untuk menjadi masukan dalam menyusun

kebijakan perusahaan dan meminimalkan risiko keuangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Dari rumusan permasalahan yang telah dibuat maka ada beberapa hal yang

harus dibatasi dalam membahas permasalahan tersebut, antara lain :

1. BPR milik Pemeritah Daerah yang sebagian besar portofolio kreditnya

untuk konsumtif.

2. BPR milik Swasta yang sebagian besar portofolio kreditnya untuk

produktif.

3. Laporan Keuangan tahun 2010 sampai 2012.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah UU No. 7/1992

tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10/1998. Dalam UU

tersebut disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip

syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran. Menurut Bank Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat yang biasa

disingkat dengan BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani

golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada

umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.

Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil

dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa perseroan

terbatas, perusahaan daerah, atau koperasi. Pengertian lain tentang BPR adalah

salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan

Page 22: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

5

menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat

yang membutuhkan. Dilihat dari kepemilikannya BPR yaitu:

a. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan

hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah

daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan

hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan

pemerintah daerah.

b. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan

ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

c. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat

diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

d. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

e. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin

Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indo-

nesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan

clengan Peraturan Pemerintah.

Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik

pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

a. Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya

dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh

pemerintah pula.Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri.

Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah

tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank

Jateng, dan sebagainya.

b. Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh

swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk

swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia,

Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

c. Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik

swasta asing atau pemerintah asing.Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar

negeri.Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik

Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri

No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

membagi jenis BUMD menjadi dua bentuk yaitu Pemerintah Daerah (PD) dan

Perseroan Terbatas (PT). Perbedaan BPR milik Pemerintah Daerah dan BPR milik

swasta dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 23: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

6

Tabel 2 Perbedaan BPR Milik Pemerintah Daerah & BPR Milik Swasta

Keterangan BPR Milik Pemerintah

Daerah

BPR Milik Swasta

Kepemilikan Modalnya dimiliki 100%

oleh Pemerintah Daerah.

Modalnya seluruhnya

dimiliki oleh swasta dan

tidak ada campur tangan

pemerintah, baik orang

perorang maupun

bersama-sama oleh

banyak orang dalam

bentuk pemilikan saham

atau simpanan pokok

Koperasi.

Pengambilan

Keputusan

Pemerintah Daerah

berperan besar dalam

penentuan kebijakan BPR.

Tidak ada peran

Pemerintah Daerah dalam

pengambilan keputusan.

Seluruhnya dilakukan

oleh pemegang saham.

Penambahan Modal Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD)

Investor

Fungsi Kegiatan Usaha BPR

Menurut Latumaerissa (2011), fungsi BPR tidak hanya sekedar

menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil, dan menengah, tetapi

juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada

masyarakat, BPR menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, dan

Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih

sederhana dan sangat mengerti kebutuhan nasabah. Selain itu peran BPR juga

untuk menghimpun dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan,

dan/atau bentuk lain yang serupa; dan memberikan kredit dalam bentuk Kredit

Modal Kerja, Kredit Investasi, maupun Kredit Konsumsi. Adapun kegiatan usaha

yang dapat dilakukan BPR secara detail adalah:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito

berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang serupa

b. Memberikan kredit

c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito

berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR antara lain:

a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta

asing (dengan izin Bank Indonesia)

c. Melakukan penyertaan modal

d. Melakukan usaha perasuransian

e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada

kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR

Page 24: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

7

Kriteria Penilaian BPR

Bank Indonesia, mempunyai beberapa kriteria untuk penilaian kinerja BPR

yang bisnisnya meningkat secara signifikan. Kriteria

yang digunakan dalam penilaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sumber : Bank Indonesia (2011)

Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa BPR yang memiliki predikat tingkat

kesehatannya dengan kriteria sehat, faktor manajemen cukup sehat, NPL kurang

dari 5%, CAR lebih dari 12%, LDR lebih dari 81% dan kurang dari 94,74%,

BOPO kurang dari 88,55, pertumbuhan kredit lebih dari 10% dan pertumbuhan

DPK lebih dari 5% merupakan BPR yang bisnisnya meningkat signifikan menurut

Bank Indonesia. Dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka

BPR dapat menilai sendiri bisnis yang telah dijalaninya.

Pengertian Risiko

Menurut Mardiyanto (2009), resiko adalah ketidakpastian perolehan atas

imbal hasil dari suatu aktiva finansial tertentu. Makin tinggi tingkat resiko yang

harus ditanggung makin besar imbalan hasil yang mungkin diperoleh, begitu juga

sebaliknya. Sedangkan manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif,

terkoordinasi, bernilai efektif dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi

ancaman terhadap perusahaan.

Risiko Bisnis

Menurut Mardiyanto (2009), risiko bisnis didefinisikan sebagai ketidak

pastian atas proyeksi tingkat pengembalian aktiva, atau atas ekuitas (ROE) jika

perusahaan tidak menggunakan utang.

Risiko bisnis berbeda-beda di antara industri dan juga di antara perusahaan

yang satu dengan yang lain dalam industri yang sama. Bagitu pula risiko bisnis

dapat berubah dari waktu ke waktu. Perusahaan kecil dan perusahaan yang hanya

memproduksi satu jenis produk saja juga mempunyai risiko yang relatif tinggi.

Kinerja 5 Tahun Terakhir Kriteria

Predikat Tingkat Kesehatan S

Faktor Manajemen Minimal CS

NPL (gross) < 5%

CAR > 12%

LDR 81% < LDR < 94,74%

BOPO < 88,5%

Pertumbuhan Kredit > 10%

Pertumbuhan DPK > 5%

Page 25: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

8

Risiko Keuangan

Menurut Mardiyanto (2009), risiko keuangan adalah tambahan risiko bagi

pemegang saham biasa akibat penggunaan leverage keuangan. Leverage keuangan

merujuk pada penggunaan sekuritas yang memberikan penghasilan tetap yaitu

utang dan saham preferen. Secara konseptual, perusahaan mempunyai sejumlah

risiko yang melekat pada operasinya.

Menurut Hempel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh

lingkungan, sumberdaya manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan

karakteristik perbankan tersebut, maka resiko dapat diklasifikasikan atas

environmental risks (resiko lingkungan), management risks (resiko

manajemen), delivery risks (resiko operasi), dan financial risks (resiko keuangan).

Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis diskriminan keuangan (Z-

score).

Menurut Hempel (1994: 89), cara mengukur dan mengelola resiko keuangan

(financial risks) perbankan, sebagai berikut: Resiko kredit dapat diatasi dengan

cara: Melakukan analisis kredit secara baik dan benar, dokumentasi kredit,

pengendalian dan pengawasan kredit, penilaian terhadap resiko khusus. Resiko

Likuiditas dapat diatasi dengan cara: Membuat perencanaan likuiditas, membuat

rencana kontingensi, analisis biaya dan penentuan bunga kredit, pengembangan

sumber pendanaan. Resiko Suku bunga dapat diatasi dengan cara: Membuat

analisis kepekaan bunga terhadap aktiva, Membuat analisis durasi, penilaian

bunga antar waktu Resiko leverage dapat diatasi dengan cara: Membuat

perencanaan modal, analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan, memantapkan

kebijakan dividen, melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal.

Laporan Keuangan

Menurut Mardiyanto (2009), laporan keuangan adalah catatan informasi

keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan

untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Pencatatan transaksi

akuntansi dapat didasarkan pada salah satu dari dua macam metode: dasar kas

(cash basis) dan dasar akrual (accrual basis). Dalam dasar kas, transaksi diakui

jika kas pendapatan (revenue) telah diterima dan kas beban (expenses) sudah

dibayarkan.

Prinsip dasar akrual adalah penyamaan (matching) perbedaan waktu antara

manfaat yang diterima dan beban yang harus dibayarkan. Dua laporan keuangan

yang umumnya memakai dasar akrual adalah laporan rugi/laba dan neraca.

Sementara itu laporan arus kas (cash flow statement) adalah laporan yang juga

didasarkan atas dasar akrual, tetapi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga

mencerminkan arus kas yang sebenarnya.

Laporan Rugi/Laba

Laporan rugi/laba adalah laporan yang menunjukkan kegiatan operasi

perusahaan pada periode tertentu terbagi dalam dua bagian utama. Pada bagian

pertama, pendapatan, yang meliputi pendapatan operasi (berasal dari aktivitas

penjualan) dan pendapatan nonoperasi (misalnya, hasil penjualan aktiva tetap).

Pendapatan operasi (penjualan) biasanya dinyatakan dalam istilah penjualan

Page 26: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

9

bersih, yakni penjualan mula-mula dikurangi oleh potongan penjualan dan retur

penjualan. Yang kedua, beban operasi (beban penjualan dan beban administrasi),

beban bunga dan pajak. Bentuk laporan rugi/laba dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Laporan Rugi/Laba (Mardiyanto, 2009)

Laporan Neraca

Laporan neraca adalah laporan yang mengungkapkan posisi keuangan

(kekayaan) dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu mencakup aktiva (asset),

utang (liability), dan ekuitas (equity). Hubungan ketiganya disebut sebagai

persamaan akuntansi, yakni aktiva sama dengan utang ditambah ekuitas.

Aktiva dicatat di sebelah kiri atau bagian atas neraca, yang terdiri dari atas

aktiva lancar (misalnya kas, surat berharga jangka pendek, piutang usaha,

persediaan, biaya dibayar di muka, perlengkapan); investasi pada sekuritas jangka

panjang (misalnya pembelian saham dan obligasi); aktiva tetap berwujud

(misalnya tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dan peralatan); dan aktiva tetap tak

berwujud (misalnya hak paten).

Utang dan ekuitas dicatat di sebelah kanan atau bagian bawah neraca. Utang

meliputi utang lancar (misalnya utang usaha, utang gaji, dan utang pajak) serta

utang jangka panjang (misalnya hipotik dan obligasi). Sementara itu, ekuitas

untuk perusahaan berbentuk perseroan terbatas mencakup saham preferen, saham

biasa, tambahan modal disetor dan laba ditahan. Bentuk neraca dapat dilihat pada

Gambar 2.

Laporan Rugi/Laba

Penjualan Bersih x

Harga Pokok Penjualan (x)

Laba Kotor x

Beban Operasi:

Beban Penjualan x

Beban Umum Administrasi x

Jumlah Beban Operasi (x)

Laba Operasi (Laba Sebelum Bunga dan Pajak) x

Beban Nonoperasi:

Beban Bunga (x)

Laba Sebelum Pajak x

Pajak (x)

Laba Bersih Setelah Pajak xx

Dividen Saham Preferen (xx)

Dividen Pemegang Saham Biasa xxx

Page 27: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

10

Gambar 2. Neraca (Mardiyanto, 2009)

Arus kas

Laporan yang menunjukkan arus kas perusahaan pada periode tertentu

bersumber dari kegiatan operasi, kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan.

Kegiatan operasi adalah kegiatan mencari laba. Arus kas masuk penting dari

kegiatan itu, bersumber dari penjualan dan tagihan piutang usaha. Sebagian besar

arus kas keluarnya digunakan untuk membayar beban, utang usaha, bunga dan

pajak. Kegiatan investasi merupakan kegiatan yang membutuhkan pengeluaran

arus kas, terutama untuk pembelian aktiva tetap dan investasi sekuritas jangka

panjang.

Kegiatan pendanaan adalah kegiatan mencari sumber arus kas masuk,

khususnya yang berasal dari utang jangka panjang dan penerbitan saham baru.

Penting diketahui bahwa tambahan arus kas masuk dari utang jangka pendek yang

berasal dari penerbitan wesel bayar dimasukkan ke dalam kegiatan pendanaan

(bukan kegiatan operasi). Masuk pula dalam kegiatan ini adalah pembayaran

deviden kepada pemegang saham. Arus kas keluar untuk pembayaran pokok utang

dimasukkan ke dalam kegiatan pendanaan, tetapi pembayaran bunganya

dimasukkan ke dalam kegiatan operasi.

Laporan arus kas kadang-kadang disebut laporan sumber dan penggunaan

kas. Angka-angka yang dimasukkan ke dalam laporan arus kas berasal dari

perubahan pada neraca dua tahun terakhir. Penambahan aktiva merupakan

penggunaan kas. Sebaliknya, penurunan aktiva adalah sumber kas. Sementara itu,

penambahan utang dan ekuitas merupakan sumber kas. Sebaliknya, penurunan

utang dan ekuitas adalah penggunaan kas. Jumlah bersih kas dari kegiatan operasi,

kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan akan sama dengan jumlah bersih dari

kas dan surat-surat berharga jangka pendek. Bentuk laporan arus kas dapat dilihat

pada Gambar 3.

Aktiva Passiva

Aktiva Utang

Aktiva Lancar x Utang Lancar x

Investasi Sekuritas Jangka Panjang x Utang Jangka Panjang x

Aktiva Tetap Berwujud (netto) x Jumlah Utang xx

Aktiva Tak Berwujud Ekuitas:

Saham preferen x

Saham Biasa x

Tambahan Modal Disetor x

Laba Ditahan x

Jumlah Ekuitas xx

Jumlah Aktiva xxx Jumlah Utang dan Ekuitas xxx

Page 28: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

11

Gambar 3. Arus Kas (Mardiyanto, 2009)

Rasio Keuangan

Menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2010) rasio keuangan

merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh

dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan

untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Rasio keuangan

hanya merupakan cara untuk merangkum sejumlah besar data keuangan dan

membandingkan kinerja perusahaan. Analisis rasio keuangan merupakan

peralatan (tools) untuk memahami laporan keuangan (khususnya neraca dan laba-

rugi). Ada tiga jenis analisis dalam analisis rasio, yakni:

a. Analisis Silang (cross-sectional) yang membandingkan rasio dalam waktu

(tahun) yang sama.

b. Analisis Runtun waktu (time-series) yang membandingkan rasio dalam waktu

(tahun) yang berbeda.

c. Analisis gabungan (combined) yang menyatukan kedua analisis sebelumnya.

Aspek Keuangan

Menurut Mardiyanto (2009), ada lima aspek keuangan yang penting untuk

dianalisis, yakni:

a. Likuiditas (liquidity)

Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban

(utang) jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian utang

jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan.

b. Aktivitas atau aktiva (activity or asset)

Aktivitas atau aktiva mengukur kemampuan aktiva perusahaan dalam

menghasilkan pendapatan (penjualan).

c. Utang (debt) atau solvabilitas (solvability) atau leverage

Utang, solvabilitas atau leverage mengukur dua hal yakni proporsi utang

perusahaan yang digunakan untuk membiayai investasi dan kemampuan

perusahaan dalam membayar utangnya (khususnya dalam jangka panjang).

d. Profitabilitas (profitability)

Kegiatan Operasi:

Laba Bersih Setelah Pajak x

Penyusutan x

Perubahan Pada Aktiva Lancar (kecuali kas dan setara kas) x

Perubahan Pada Utang Lancar (kecuali wesel bayar) x

Jumlah Perubahan Kas Dari Kegiatan Operasi xx

Kegiatan Investasi:

Perubahan Pada Aktiva Tetap (gross) x

Jumlah Perubahan Kas Dari Kegiatan Investasi xx

Kegiatan Pendanaan:

Perubahan Pada Wesel Bayar x

Perubahan Pada Utang Jangka Panjang x

Perubahan Pada Ekuitas (kecuali laba ditahan) x

Pembayaran deviden x

Jumlah Perubahan Kas Dari Kegiatan Pendanaan xx

Perubahan Bersih Kas dan Surat Berharga Jangka Pendek xxx

Page 29: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

12

Profitabilitas mengukur kesanggupan perusahaan untuk menghasilkan laba

e. Nilai pasar (market value)

Nilai pasar mengukur kinerja saham perusahaan di pasar modal.

Rasio Keuangan Bank

Menurut Kasmir (2010), rasio keuangan yang digunakan oleh bank dengan

perusahaan nonbank sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya terutama

terletak pada jenis rasio yang digunakan untuk menilai rasio yang jumlahnya lebih

banyak. Hal ini wajar saja karena komponen neraca dan laporan laba rugi yang

dimiliki bank berbeda dengan laporan neraca dan laba rugi perusahaan nonbank.

Bank merupakan perusahaan keuangan yang bergerak dalam memberikan

layanan keuangan yang mengandalkan kepercayaan dari masyarakat dalam

mengelola dananya. Risiko yang dihadapi bank jauh lebih besar ketimbang

perusahaan nonbank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memerhatikan

rasio ini.

Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas mengukur seberapa mudah perusahaan dapat memegang

kas. Rasio likuiditas juga memiliki beberapa karakteristik yang kurang diinginkan.

Karena aset dan kewajiban jangka pendek mudah diubah, ukuran likuiditas dapat

dengan cepat berubah menjadi ketinggalan zaman.

a. Loan to Assets Ratio

Loan to Assets Ratio untuk mengukur rasio jumlah kredit yang disalurkan dengan

harta yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah tingkat

likuiditas bank karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya

makin besar.

b. Rasio Kas (Cash Ratio/CsR)

Rasio Kas untuk mengukur kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus

segera dibayar dengan harta likuid bank. Rasio kas yang rendah mungkin tidak

menjadi masalah jika perusahaan dapat meminjam dalam waktu singkat. Jadi,

rasio kas mengukur likuiditas dari aktiva lancar yang pasti dapat dicairkan

menjadi kas. Bilamana persediaan diperkirakan lama terjual dan piutang lama

tertagih, kita sebaiknya menggunakan rasio kas sebagai pengukuran likuiditas,

bukan rasio lancar atau rasio cepat.

c. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Loan to Deposit Ratio untuk mengukur komposisi kredit yang diberikan

dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri. LDR adalah

rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah

penerimaan dana dari berbagai sumber. LDR disebut juga rasio kredit terhadap

total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang

disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio LDR memberikan indikasi

semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini

disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit

menjadi semakin besar.

Page 30: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

13

d. Non Performing Loan (NPL)

NPL adalah salah satu indikator untuk menilai kinerja fungsi bank. NPL

digunakan adalah NPL bersih yang telah disesuaikan. Aset penilaian kualitas

merupakan penilaian terhadap kondisi aktiva bank dan kecukupan manajemen

risiko kredit.

Rasio Solvabilitas

Rasio permodalan sering disebut juga rasio-rasio solvabilitas atau capital

adequacy ratio. Semakin besar nilai rasio solvabilitasnya maka, semakin besar

hutang yang dimiliki perusahaan. Artinya semakin besar kewajiban perusahaan

yang harus dipenuhi kepada pihak lain. Analisis solvabilitas digunakan untuk:

a. Ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian-kerugian yang

tidak dapat dihindarkan.

b. Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai

batas tertentu, karena sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang,

penjualan aset yang tidak dipakai dan lain-lain.

c. Alat pengukuran besar kecilnya kekayaan bank tersebut yang dimiliki oleh para

pemegang sahamnya.

d. Dengan modal yang mencukupi, memungkinkan manajemen bank yang

bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang

dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut.

Sedangkan rasio solvabilitas terdiri dari:

a. Capital Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan

dalam menanggung risiko perkreditan, terutama risiko yang terjadi karena

bunga gagal ditagih.

b. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi

menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin

tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank untuk menanggung risiko

dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka

bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan

kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Rasio ini digunakan untuk

mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan

kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga.

Rasio Rentabilitas

Rasio rentabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank

dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan mengukur

tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya.

Pada rasio rentabilitas (keuntungan), rasio yang dapat diukur antara lain: return on

assets, biaya operasi/pendapatan operasi, gross profit margin, dan net profit

margin.

a. Net Interest Margin (NIM)

Net Interest Margin (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan

yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang

Page 31: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

14

dibayarkan kepada pemilik simpanan. Semakin besar nilai NIM, maka semakin

bagus bank tersebut, karena itu berarti pendapatannya terbilang besar

dibanding asetnya.

b. Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih

sebelum pajak (net income) ditinjau dari sudut pendapatan operasinya.

Semakin besar angka yang dihasilkan, menunjukan kinerja yang semakin baik.

c. Return on Equity (ROE)

Rasio ini untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola

ekuitas yang ada untuk mendapatkan laba bersih. Semakin besar rasio ini maka

semakin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan

menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima

investor.

d. Return on Assets (ROA)

Rasio ini mengukur kemampuan bank didalam memperoleh laba dan efisiensi

secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar

tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi

penggunaan assets.

Analisis Diskriminan (Z-Score)

Menurut Altman (1968) yang dikutip dalam Universitas Gunadarma (2010)

Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah

keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

Formula Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman merupakan

sebuah formula multivariat yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial

dari sebuah perusahaan. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat

dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan

yang tidak bangkrut, maka terbentuklah fungsi diskriminan yang juga disebut Z-

score.

1. Versi Z-Score yang pertama ini untuk perusahaan manufaktur yang telah go

public (publicly manufacturing).

Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0 X5 ……………………………….(1)

Keterangan:

Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan)

X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva)

X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva)

X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva)

X4 : Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Pasar

Modal Sendiri / Nilai Buku Total Kewajiban)

X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva)

Hasil perhitungan Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang telah go public

dapat dijelaskan pada Tabel 4.

Page 32: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

15

Tabel 4 Kriteria Penilaian Z-Score untuk perusahaan manufaktur yang telah go

public (public manufacturing)

Score Kategori

Z > 2,99

Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi

keuangan (non-bankrupt company). Perusahaan akan mengalami

permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang

berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan.

1,81 < Z < 2,99

Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah,

karena pada kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang

lebih tinggi telah bangkrut sedangkan perusahaan yang memiliki

skor lebih rendah masih dapat bertahan (gray area).

Z < 1,81

Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius sehingga

dapat berpotensi untuk bangkrut (bankrupt company). Hal ini

perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak

terjadi kebangkrutan.

2. Pada tahun 1984, Altman melakukan penelitian ulang di berbagai negara.

Penelitian ini memasukkan dimensi internasional. Mengingat bahwa tidak

semua perusahaan go public dan tidak memiliki nilai pasar, maka formula

untuk perusahaan yang belum go public (privately manufacturing) adalah

sebagai berikut:

Z’ = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 ……………….…..(2)

Keterangan:

Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan)

X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva)

X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva)

X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva)

X4 : Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Buku

Saham/ Nilai Buku Total Kewajiban)

X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva)

Semua koefisien dari variable X1-X5 diubah, maka nilai cut off yang digunakan

pun berubah. Hasil perhitungan Z-Score dapat dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria Penilaian Z-Score untuk perusahaan yang belum go public

Score Kategori

Z > 2,90 Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi

keuangan (non-bankrupt company).

1,20 < Z < 2,90

Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak

melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun

struktur keuangan

Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah,

karena pada kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang

lebih tinggi telah bangkrut sedangkan perusahaan yang memiliki

skor lebih rendah masih dapat bertahan (gray area).

Z < 1,20

Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius sehingga

dapat berpotensi untuk bangkrut (bankrupt company). Hal ini

perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak

terjadi kebangkrutan.

Page 33: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

16

3. Kemudian, Altman membuat apa yang disebutnya sebagai versi empat

variabel. Versi terakhir ini diperuntukkan bagi perusahaan non-manufaktur:

Z” = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4………………………………….(3)

Keterangan:

Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan)

X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva)

X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva)

X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva)

X4 : Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Buku Modal

Sendiri / Nilai Buku Total Kewajiban).

Semua koefisien dari variable X1-X4 diubah, maka nilai cut off yang digunakan

pun berubah. Hasil perhitungan Z-Score dapat dijelaskan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria Penilaian Z-Score untuk perusahaan non-manufaktur

Score Kategori

Z > 2,60 Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi

keuangan (non-bankrupt company).

1,10 < Z < 2,60

Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak

melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun

struktur keuangan.

Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah,

karena pada kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang lebih

tinggi telah bangkrut sedangkan perusahaan yang memiliki skor

lebih rendah masih dapat bertahan (gray area).

Z < 1,10

Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius sehingga

dapat berpotensi untuk bangkrut (bankrupt company). Hal ini perlu

ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi

kebangkrutan.

Tujuan dari perhitungan Z-score adalah untuk mengingatkan akan

masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius

dan menyediakan petunjuk untuk bertindak.

Z-score hasil kreasi Altman ini telah teruji keandalannya sehingga bertahan

sampai sekarang. Selain metode ini dapat memprediksi kebangkrutan

perusahaan, Z-score juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan

keuangan suatu perusahaan melalui informasi yang diperoleh dari laporan

keuangan.

Sesuatu hal yang menarik tentang Z-score adalah keandalanya sebagai alat

analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Hasil dari analisis

tersebut dapat digunakan oleh pihak manajemen perusahaan dan pemegang

saham. Bila perusahaan memiliki kinerja keuangan yang sehat berarti perusahaan

dapat berkembang baik maka nilai perusahaan akan meningkat akibatnya harga

saham juga akan meningkat dan bila perusahaan dalam keadaan tidak sehat maka

perlu diwaspadai karena berisiko tinggi menuju kebangkrutan dan kemungkinan

harga sahamnya pun akan menurun.

Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui semakin baik bagi

seluruh pihak yang terkait. Tindakan korektif dapat diambil dengan lebih cepat

untuk memperbaiki keadaan sehingga tidak mencapai tahap yang lebih buruk.

Oleh karena itu, analisis Z-score perlu dilakukan setiap tahunnya untuk memberi

Page 34: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

17

panduan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tentang kinerja keuangan

perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa

mendatang.

Rasio inilah yang akan digunakan untuk menganalisis laporan keuangan

sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya

kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio

yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikategorikan dalam tiga

kelompok besar yaitu:

a. Rasio Likuiditas yag terdiri dari X1

b. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3

c. Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5

Uraian masing-masing variable tersebut adalah sebagai berikut:

a. Modal kerja terhadap total aktiva (working capital to total assets) digunakan

untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total

kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendek.

b. Laba ditahan terhadap total aktiva (retained earning to total assets) digunakan

untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba

selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio

tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk

memperlancar akumulasi laba ditahan.

c. Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total aktiva (earnings before

interest and taxes to total assets) digunakan untuk mengukur produktivitas

yang sebenarnyan dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang

digunakan.

d. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang (market value equity to book

value of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva

perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada

aktivanya dan perusahaan menjadi pailit.

e. Penjualan terhadap total aktiva (sales to total assets) digunakan untuk

mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.

Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva

untuk menghasilkan penjualan.

Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu

perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan dua sampai lima

tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut. Kebangkrutan adalah

suatu kondisi di saat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk

menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan

keuangan. Analisis diskriminan bermanfaat bagi perusahaan untuk memperoleh

peringatan awal kebangkrutan dan kelanjutan usahanya. Semakin awal suatu

perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak

manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan

dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan

perusahaan tersebut.

Page 35: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

18

Penelitian Terdahulu

Hamdan dan Wijaya (2005), melakukan penelitian yang berjudul analisis

komparatif risiko keuangan BPR Kovensional dan BPR Syariah. Data yang

digunakan adalah laporan keuangan yang hanya terdiri dari Laporan Rugi/Laba

dan Neraca selama 3 tahun berturut-turut yaitu tahun 2001, 2002 dan 2003.

Laporan keuangan tersebut digunakan untuk menghitung rasio keuangan dari

tahun 2001, 2002 dan 2003. Rasio keuangan yang digunakan, yaitu rasio

likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah dengan cara mempelajari data sekunder. Teknik analisis yang

digunakan adalah analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan keuangan

menggunakan perhitungan Z-Score. Perbedaan penelitian terdahulu terletak pada

jenis BPR yaitu BPR Konvensional dan BPR Syariah. Populasi yang digunakan

berjumlah 12 BPR, yang terdiri dari 11 BPR Konvensional dan 1 BPR Syariah.

Sedangkan sampel yang digunakana adalah 1 BPR Konvensional dan 1 BPR

Syariah. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) Secara umum rasio-rasio

likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR Konvensional “S”.

(2) Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio

kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan

minimum BI (8%). CAR pada BPR Konvensional “S” tahun 2003 sebesar 23,95%

dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%. Dari angka tersebut ternyata rasio

solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan rasio solvabilitas

BPR Konvensional “S. (3) Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip.

Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana pada BPR

Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan pada BPR Syariah “F” sebesar

35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua BPR mampu

memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif lebih

rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”. (4) Perbandingan tingkat resiko

keuangan berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score) menunjukkan kedua

BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F” relatif lebih

tinggi dibanding BPR Konvensional “S”, yang berarti resiko BPR “F” relatif lebih

rendah dibanding BPR Konvensional “S”.

Kamal (2012), melakukan penelitian yang berjudul analisis prediksi

kebangkrutan pada perusahaan perbankan go public di Bursa Efek Indonesia.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan go public yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah 20

perusahaan perbankan dengan kriteria sebagai berikut (1) Merupakan perusahaan

perbankan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. (2) Berada pada

urutan 20 teratas dalam perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia pada tahun

2008-2010. (3) Memlliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit pada

tahun 2008-2010. Data yang digunakan adalah data historis perusahaan

perbankan, studi literatur, laporan penelitian, dan laporan keuangan yang

diterbitkan bank maupun internet yang telah diaudit selama tiga tahun 2008-

2010. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan keuangan

menggunakan perhitungan Z-Score. Perbedaan penelitian terdahulu terletak pada

jenis perusahaan perbankan go public di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang

digunakan berjumlah 20 perusahaan perbankan go public di Bursa Efek Indonesia.

Dalam penelitian ini tidak menggunakan perhitungan rasio keuangan untuk

Page 36: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

19

mengetahui seberapa sehat kinerja keuangan perusahaan. Kesimpulan dari

penelitian ini yaitu (1) Model Altman’s Z-score dapat memprediksi keadaan

perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2008 ada satu

perusahaan perbankan yang berada pada grey area atau sekitar 5% dan 95%

diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Ini ditandai dengan hasil nilai Z-score

yang di bawah 2,99. Hanya Bank Rakyat Indonesia Tbk. yang hasilnya 2,611

mendekati nilai 2,99 berada di grey area. Dilihat bahwa perbankan ada beberapa

yang mulai memperbaiki kondisi keuangan dengan melihat bahwa pada tahun

2009 sebanyak 40% berada dalam keadaan sehat, 45% diprediksi akan mengalami

kebangkrutan yang berkurang dibanding dengan tahun sebelumnya, dan 15%

berada pada grey area. (2) Tahun 2010 prediksi kebangkrutan pada perbankan

memiliki hasil 55% perbankan sehat, 5% berada pada grey area dan 40% masih

dalam prediksi keadaan bangkrut. Peluang kebangkrutan ini tentunya akan

semakin besar jika pihak manajemen perusahaan tidak segera melakukan tindakan

evaluasi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Selain itu, perbaikan kinerja

diperlukan setiap bank agar semakin kecil kemungkinan mengalami

kebangkrutan.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Dilihat dari kepemilikan BPR dapat dibagi menjadi dua yaitu BPR

milik Pemerintah Daerah dan BPR milik Swasta. Saat ini BPR memberikan kredit

tidak hanya untuk produktif (UMKM) tetapi untuk konsumtif pun BPR dapat

melayaninya. Karena persaingan dalam dunia perbankan semakin ketat, maka

BPR memberikan kredit di luar tujuan utama BPR yang memberikan pinjaman

kepada UMKM yang membutuhkan modal. Banyaknya BPR yang memberikan

kredit konsumtif maka BPR harus mampu menganalisis tingkat pengembalian dan

tingkat risiko yang akan dihadapinya. Untuk mengetahui tingkat risiko maka BPR

dapat melihat laporan keuangan yang meliputi laporan rugi/laba dan neraca. Dari

laporan rugi/laba dan neraca maka BPR dapat menghitung rasio keuangan yang

terdiri dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas.

Dari penilaian kinerja tersebut dapat dibandingkan BPR milik Pemerintah

Daerah yang sebagian besar portofolio kreditnya untuk konsumtif atau BPR milik

Swasta yang sebagian besar portofolio kreditnya untuk produktif yang

mempunyai risiko lebih kecil dalam pemberian kredit. Bahwa BPR milik

Pemerintah Daerah mempunyai risiko lebih kecil karena sebagian besar portofolio

kreditnya untuk konsumtif, sehingga pihak BPR dapat bekerjasama dengan pihak

perusahaan atau instansi lain dalam pembayaran kredit dengan cara memotong

upah atau gaji karyawannya setiap bulan. Agar BPR tetap berjalan dengan baik

juga dapat berkembang BPR melakukan analisis prediksi kebangkrutan untuk

menilai bagaimana BPR pada masa sekarang dan bagaimana BPR nantinya. Untuk

itu maka digunakanlah analisis rasio keuangan dengan pendekatan metode Z-

Score. Dari hasil yang diperoleh sngat berguna untuk pihak manajemen BPR.

Kerangka penelitian dapat dijelaskan pada Gambar 4.

Page 37: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

20

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di salah satu BPR yang memberikan kredit

untuk konsumsi tinggi dan BPR yang memberikan kredit untuk produktif tinggi.

Pemilihan BPR yang telah terdaftar pada Bank Indonesia dan memberikan laporan

keuangan secara rutin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai

dengan Desember 2013.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder. Data sekunder

diperoleh dari laporan keuangan tahunan BPR yang telah dilaporkan ke Bank

Indonesia dan dipublikasikan di website resmi Bank Indonesia. Selain itu data

sekunder juga didapat dari literatur yang relevan dan internet.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah BPR seluruh

Indonesia. Sampel dipilih secara purposive yaitu salah satu BPR milik

Pemerintah Daerah yang sebagian besar portofolio kreditnya untuk konsumtif dan

BPR milik Swasta yang sebagian besar portofolio kreditnya untuk produktif.

Pemerintah

Daerah

Laporan Keuangan

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Swasta

Neraca Laba/Rugi

Analisis Rasio Keuangan

Rasio Likuiditas

- Asset to loan Ratio

- Cash Ratio - Loan to Deposit Ratio

- Non Performing Loan

Rasio Solvabilitas

- Capital to Debt Ratio

- Capital Adequacy Ratio

Rasio Rentabilitas

- Gross Profit Margin

- Net Profit Margin

- Return on Equity

- Return on Asset

Risiko Keuangan

Z-Score

Rekomendasi

Page 38: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

21

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis Z-score.

Analisis ini digunakan untuk mengetahui kebangkrutan suatu usaha yang

dijalankan. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen/bebas

dan variabel dependen/terikat. Dengan penelitian yang akan dilakukan pada BPR

milik Pemerintah Daerah dan Swasta yaitu variabel dependen/terikat dalam

penelitian ini adalah Z” seperti pada rumus 3.

Sedangkan varibel independen/bebas dalam penelitian ini adalah variabel X

yang terdiri dari empat variable dapat dilihat pada Tabel 6.

Rasio Keuangan

Dalam penelitian ini juga menggunakan perhitungan rasio keuangan bank

untuk mengetahui risiko keuangan di dalam BPR tersebut. Menurut Hempel

(1994) rasio bank dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu rasio likuiditas, rasio

solvabilitas dan rasio rentabilitas dengan rumus seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Rasio Keuangan Bank

Rasio Rumus

Rasio Likuiditas

1. Loan to Assets Ratio = Total Pinjaman

Total Aset

2 Cash Ratio = Kas

Kewajiban Lancar

3. Loan to Deposit Ratio

(LDR) =

Total Kredit

Total Dana Pihak Ketiga

4. Non Performing Loan

(NPL)

= Penyisihan Kredit

Total Kredit

Rasio Solvabilitas

1. Capital Ratio = Modal + Cadangan Kerugian Pinjaman

Total Pinjaman

2. Capital Adequacy Ratio

(CAR) =

Total Modal (Ekuitas)

ATMR

Rasio Rentabilitas

1. Net Interest Margin

(NIM) =

Pendapatan Bunga Bersih

Rata-rata Aktiva

2. Net Profit Margin (NPM) = Laba Bersih

Pendapatan Operasi

3. Return on Equity (ROE) = Laba Bersih

Ekuitas

4. Return on Assets (ROA) = Laba Operasi

Total Aktiva

Page 39: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Perusahaan BPR Milik Pemerintah Daerah

PD BPR BANK PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG merupakan salah

satu alat kelengkapan Otonomi Daerah di bidang Keuangan Perbankan dan

menjalankan usahanya sebagai BPR sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku. Berdirinya PD BPR Bank Pasar Kota Bandar

Lampung bertujuan memberi pelayanan yang wajar kepada para pedagang

nasional yang bermodal kecil serta turut menciptakan stabilisasi perekonomian di

Kota Bandar Lampung khususnya serta Daerah Lampung pada umumnya.

Berdasarkan Keputusan DPRD-GR Kotamadya Tanjung Karang-Teluk

Betung tanggal 24 Juni 1969 Nomor : 13/DPRD-GR/1969 tentang persetujuan

pendirian “Kantor Administrasi Simpan Pinjam Kotamadya Tanjung Karang-

Teluk Betung” merupakan cikal bakal terbentuknya PD BPR Bank Pasar Kota

Bandar Lampung.

Pada waktu Walikota Bandar Lampung dijabat oleh Drs. Hi Thabrani Daud,

dikeluarkanlah Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tanjung Karang-Teluk

Betung tanggal 30 Juli 1970 Nomor : 44/1970 tentang Pendirian Bank Pasar

Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung. Adapun pelaksanaan Surat

Keputusan tersebut di atas pada tanggal 01 Agustus 1970 merupakan awal

kegiatan/Operasioanal Bank Pasar dipimpin oleh Drs. Hamdan Amid dengan

modal awal sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dan sampai dengan

akhir bulan Desember 1970 berjumlah sebesar Rp. 1.400.000,-(satu juta empat

ratus ribu rupiah).

Tanggal 30 Juli 1970 ditetapkan sebagai hari berdirinya PD BPR Bank

Pasar Kota Bandar Lampung. Berdasarkan Surat Bank Indonesia Cabang Teluk

Betung tanggal 3 Agustus 1971 No. 4/7/UPPB/PPTR atas ketetapan Bank

Indonesia Pusat bahwa Struktur organisasi Bank Pasar harus dipisahkan dari

Pemerintah Daerah Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung, agar Bank dapat

bertindak sesuai dengan kebijaksanaannya yang telah digariskan oleh Peraturan

Bank dan petunjuk-petunjuk dari Bank Sentral.

Dasar Hukum Operasional PD BPR Bank Pasar Kota Bandar Lampung

adalah sebagai berikut :

a. Keputusan DPRD-GR Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung tanggal 24

Juni 1969 Nomor : 13/DPRD-GR/1969 tentang Persetujuan pendirian

“Kantor Administrasi Simpan Pinjam Kotamadya Tanjung karang-Teluk

Betung”, kemudian dirubah dengan

b. Keputusan Walikota/Kepala Daerah Kotamadya Tanjung Karang-Teluk

Betung tanggal 30 Juli 1970 Nomor : 44/1970 tentang Pendirian Bank Pasar

Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung, kemudian dirubah dengan

c. Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tanjung Karang-Teluk Betung

Tanggal 23 September 1971 Nomor : 68/1971, tentang Pemisahan PD. Bank

Pasar dari Struktur Sekretariat Pemda Kodya Tanjung Karang-Teluk Betung,

sesuai dengan Surat Bank Indonesia Cabang Teluk Betung tanggal 3 Agustus

1971 Nomor 4/7/UPPB/PPTR, kemudian dirubah dengan

Page 40: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

23

d. Tahun 1973 terbit Surat dari Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal

24 Mei 1973 Nomor : Keu.183/DJM/II.3/5 Tahun 1973 tentang Melanjutkan

usaha sebagai Bank Pasar Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung,

kemudian dirubah dengan

e. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1983 tentang Pembentukan Perusahaan

Daerah Bank Pasar Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung,

kemudian dirubah dengan

f. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1994 tentang Perusahaan Daerah Bank

Perkreditan Rakyat Bandar Lampung, kemudian dirubah dengan

g. Tahun 1995 terbit Surat dari Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal

08 Juni 1995 Nomor : S.808/MK.17/1995 perihal Persetujuan Perubahan

nama PD. Bank Pasar Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung

menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bandar Lampung,

kemudian dirubah dengan

h. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1998 tentang Perubahan Pertama Peraturan

Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung Nomor 6 Tahun 1994

tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bandar Lampung,

kemudian dirubah dengan

i. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Perubahan Pertama Peraturan

Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2001 tentang Perusahaan

Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bank Pasar Kota Bandar Lampung,

kemudian dirubah dengan

j. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Perusahaan

Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bank Pasar Kota Bandar Lampung,

k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah

l. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Data yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI) bahwa BPR milik Pemerintah

Daerah yang sebagian besar portofolio kreditnya disalurkan untuk konsumtif

sebesar 99,2% dan 0,80% disalurkan untuk produktif.

Sejarah Perusahaan BPR Milik Swasta

PT Bank Perkreditan Rakyat Rama Ganda adalah salah satu lembaga

keuangan yang mempunyai visi “Terwujudnya BPR yang maju, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, pemerataan usaha, dengan semangat ekonomi

kerakyatan yang berlandaskan kehati-hatian dalam usaha”. Berkedudukan di Jl.

Raya Gunung Batu No. 53 Bogor Barat 16118 dan sudah berdiri sejak tanggal 04

juli 1994. BPR Rama Ganda melayani berbagai macam produk, diantaranya :

a. Tabungan dengan suku bunga menarik dan hadiah tanpa diundi.

b. Deposito berjangka dengan bunga maksimal LPS (lembaga penjamin

Simpanan).

c. Kredit baik untuk modal kerja, jasa dan konsumtif.

Page 41: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

24

Visi

Terwujudnya BPR yang maju, meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

pemerataan usaha, dengan semangat ekonomi kerakyatan yang berlandaskan

kehati-hatian dalam usaha.

Misi

a. Menciptakan pelayanan yang cepat, tepat dan aman.

b. Meningkatkan kepercayaan, menjamin keselamatan dan kerahasiaan nasabah.

c. Meningkatkan kualitas usaha kecil dan menengah.

d. Mewujudkan jalinan kemitraan diantara usaha kecil dan usaha menengah/\

besar berlandaskan kesetaraan.

e. Mendorong peningkatan pemupukan modal usaha kecil dan menengah.

f. Mewujudkan peningkatan produksi dan akses pas

Data yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI) bahwa BPR milik Swasta

yang sebagian besar portofolio kreditnya disalurkan untuk produktif sebesar

67,61% dan 32,39% disalurkan untuk konsumtif.

Analisis Rasio Keuangan BPR Milik Pemerintah Daerah

Dari laporan keuangan BPR milik Pemerintah Daerah mengenai laporan

rugi/laba BPR milik Pemerintah Daerah dapat dilihat pada lampiran 1 dan neraca

BPR milik Pemerintah Daerah dapat dilihat pada lampiran 2 maka hasil dari

perhitungan rasio keuangan seperti pada Tabel 8.

Tabel 8 Perhitungan Rasio Keuangan BPR Milik Pemerintah Daerah

Rasio 2010 2011 2012

Rasio Likuiditas % % %

1. Loan to Assets Ratio 80,99 86,00 86,02

2. Cash Ratio 163,41 289,66 91,78

3. Loan to Deposit Ratio (LDR) 124,70 144,89 165,34

4. Non Performing Loan (NPL) 0,29 0,13 0,27

Rasio Solvabilitas

1. Capital Ratio 14,11 10,70 9,42

2. Capital Adequacy Ratio (CAR) 12,62 11,12 9,42

Rasio Rentabilitas

1. Net Interest Margin (NIM) 17,00 17,29 16,10

2. Net Profit Margin (NPM) 23,75 23,24 20,24

3. Return on Equity (ROE) 15,35 16,34 15,22

4. Return on Assets (ROA) 5,49 5,11 4,03

Berdasarkan perhitungan rasio keuangan BPR milik Pemerintah Daerah,

secara umum rasio likuiditas cenderung berfluktuatif dari tahun 2010, 2011

hingga 2012. Rasio pinjaman terhadap aktiva mengalami peningkatan dari tahun

2010 sebesar 80,99% dan 2011 sebesar 86%, sedangkan tahun 2012 tidak ada

perubahan dari tahun 2011 sebesar 86,02%. Angka tersebut menunjukkan bahwa

BPR milik Pemerintah Daerah dapat membiayai kreditnya dengan aset yang

Page 42: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

25

dimiliki, karena aktiva dari tahun 2010, 2011 dan 2012 mengalami peningkatan

sebesar Rp 199.818.248, Rp 243.593.991 dan Rp 290.316.688.

Rasio kas terhadap kewajiban lancar digunakan untuk mengukur

kemampuan bank melunasi kewajiban yang harus segera dibayar. Pada tahun

2010 rasio kas sebesar 163,41% yang artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin

dengan Rp 163,41 sedangkan pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi

289,66% yang artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 289,66 dan

pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011 menjadi 91,78% yang

artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 91,78. Meskipun rasio kas

terjadi peningkatan dan penurunan maka BPR milik Pemerintah Daerah tetap

dapat membayar semua kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid

yang dimiliki. Karena rasio kas yang rendah tidak menjadi masalah jika BPR

milik Pemerintah Daerah dapat meminjam dalam waktu singkat.

Rasio pinjaman terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) pada BPR milik

Pemerintah Daerah mengalami peningkatan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 dari

124,7%, 144,9% menjadi 165,3%. Semakin tinggi rasio LDR dapat memberikan

indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal

ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit

semakin besar pada tahun 2010 sebesar Rp 161.841.050, tahun 2011 sebesar Rp

209.484.294, dan pada tahun 2012 Rp 249.736.909. Karena rasio LDR digunakan

untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Untuk

rasio antar kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit

ratio) kurang baik, karena pada tahun 2010 mencapai 124,70% tahun 2011

mencapai 144,89% dan pada tahun 2012 mencapai 165,34%. Menurut Bank

Indonesia rasio ideal adalah antara 85% sampai dengan 105%, berarti rasio LDR

BPR milik Pemerintah Daerah masih terlalu tinggi. Kondisi ini menunjukkan

kemampuan BPR milik Pemerintah Daerah menyalurkan kredit sangat tinggi,

sehingga dana yang menganggur pun menjadi sangat sedikit. Maka BPR harus

dapat mengurangi pembiayaan kredit.

Rasio NPL dari tahun 2010 dan 2011 mengalami penurunan dari 0,29%

menjadi 0,13%, sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun

2011 menjadi 0,27%. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia

(PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rasio

NPL ini merupakan kredit bermasalah yang merupakan salah satu kunci untuk

menilai kualitas kinerja bank. Ini artinya NPL merupakan indikasi adanya masalah

dalam bank tersebut yang mana jika tidak segera mendapatkan solusi akan

berdampak bahaya pada bank. Semakin tinggi NPL maka semakin menurun

kinerja atau profitabilitas perbankan. NPL di Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

milik Pemerintah Daerah masih dalam batas wajar karena di bawah 5%. Sehingga

BPR milik Pemerintah Daerah memiliki kredit macet yang sangat rendah

dibandingkan dengan aktiva produktivnya.

Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio

CAR berdasarkan Surat Edaran Direksi BI No. 26/2.UD tanggal 29 Mei 1993

tentang Kewajiban Modal Minimum adalah sebesar 8%. Pada tabel 8 CAR BPR

milik Pemerintah di atas 8%, yaitu masing-masing pada tahun 2010 sebesar

12,62%, pada tahun 2011 sebesar 11,12% dan pada tahun 2012 menjadi sebesar

9,42%. Secara teori menurut Winton (1993) adanya ketentuan CAR tersebut

mempunyai kaitan dengan keterbatasan tanggung jawab dan struktur kepemilikan

Page 43: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

26

dalam suatu perusahaan. Dalam struktur kepemilikan sebagian harta perusahaan

diperoleh dari dana pinjaman dari kreditur, sehingga perlu diimbangi dengan

kemampuan pemilik modal menyediakan dana sendiri. BPR milik Pemerintah

Daerah mempunyai total modal yang selalu meningkat dari tahun 2010, 2011 dan

2012 sebesar Rp 54,781.551, Rp 58.222.788, Rp 58.651.304.

Rasio rentabilitas pada BPR milik Pemerintah Daerah mengalami

penurunan dan peningkatan setiap rasio. Pada rasio Net Interest Margin (NIM)

mengalami peningkatan dari tahun 2010 ke 2011 dari 17% menjadi 17,29% dan

mengalami penurunan di tahun 2012 dari 16,10% yang artinya pada tahun 2011

BPR milik Pemerintah Daerah mengalami peningkatan pendapatan dari bunga

bersih dibandingkan dengan asetnya dari tahun 2010, sedangkan pada tahun 2012

BPR milik Pemerintah Daerah mengalami penurunan pendapatan dari bunga

bersih dikarenakan adanya penambahan pada aktiva. Namun BPR milik

Pemerintah Daerah menunjukkan kondisi yang bagus karena memilik pendapatan

yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva yang dimilikinya.

Rasio Net Profit Margin (NPM) mengalami penurunan dari tahun 2010

hingga 2012 dari 23,75%, 23,24% menjadi 20,24%. Hasil dari NPM yang

semakin menurun dari tahun 2010 hingga tahun 2012 menunjukkan kinerja yang

kurang baik karena dari tahun 2010 hingga 2012 terjadi peningkatan beban

operasional dan non operasional.

Rasio Return On Equity (ROE) dari tahun 2010 dan 2011 mengalami

peningkatan dari 15,35% menjadi 16,34%, sedangkan pada tahun 2012

mengalami penurunan dari tahun 2011 menjadi 15,22%. Pada tahun 2011

mengalami peningkatan sehingga laba bersih semakin meningkat. Sedangkan pada

tahun 2012 mengalami penurunan laba bersih dari tahun 2011 dari Rp 9.514.410

menjadi Rp 8.928.515 pada tahun 2012.

Rasio Return on Assets (ROA) pada tahun 2010, 2011 dan 2012 mengalami

penurunan dari 5,49%, 5,11% menjadi 4,03%, yang artinya dari tahun 2010, 2011

dan 2012 BPR milik Pemerintah Daerah mengalami penurunan keuntungan

meskipun laba operasi tiap tahunnya meningkat dari tahun 2010 sebesar Rp

10.966.357, tahun 2011 sebesar Rp 12.445.753 dan tahun 2012 sebesar Rp

11.694.703. Data ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dan efektifitas BPR

milik Pemerintah Daerah dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan

aktiva yang dimilikinya lebih rendah.

Analisis Rasio Keuangan BPR Milik Swasta

Dari laporan keuangan BPR milik Swasta mengenai laporan rugi/laba BPR

milik Swasta dapat dilihat pada lampiran 3 dan neraca BPR milik Swasta dapat

dilihat pada lampiran 4 maka hasil dari perhitungan rasio keuangan seperti pada

Tabel 9.

Page 44: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

27

Tabel 9 Perhitungan Rasio Keuangan BPR Milik Swasta

Rasio 2010 2011 2012

Rasio Likuiditas % % %

1. Loan to Assets Ratio 78,04 76,92 81,46

2. Cash Rati 343,65 806,24 1755,22

3. Loan to Deposit Ratio (LDR) 168,93 152,32 156,33

4. Non Performing Loan (NPL) 0,00 0,78 1,18

Rasio Solvabilitas

1. Capital Ratio 36,29 32,11 28,78

2. Capital Adequacy Ratio (CAR) 20,47 16,35 15,94

Rasio Rentabilitas

1. Net Interest Margin (NIM) 32,76 32,16 31,07

2. Net Profit Margin (NPM) 28,85 27,75 26,21

3. Return on Equity (ROE) 21,12 23,59 23,59

4. Return on Assets (ROA) 12,36 11,66 10,45

Berdasarkan perhitungan rasio keuangan BPR milik Swasta, secara umum

rasio likuiditas mengalami penurunan dari tahun 2010 ke 2011 dan mengalami

peningkatan dari tahun 2011 ke 2012. Rasio pinjaman terhadap aktiva

mengalamai penurunan di tahun 2010 ke 2011 dari 78,04% menjadi 76,92%,

sedangkan mengalami kenaikan di tahun 2012 menjadi 81,46%. Hal ini

menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki BPR milik Swasta dapat membiayai

kredit yang dimilikinya.

Pada rasio kas mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2012 dari

343,65% yang artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 343,65,

806,24% yang artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 806,24

menjadi 1755,22% yang artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp

1755,22. BPR milik Swasta memiliki rasio kas tinggi di tahun 2011 dan 2012

lebih dari 50%, ini menunjukkan bahwa BPR milik Swasta dapat membayarkan

utang-utangnya dengan dana kas yang tersedia tidak perlu menjual atau menagih

utang lancar lainnya.

Rasio LDR BPR milik Swasta mengalami penurunan dari tahun 2010 ke

2011 dari 168,93% menjadi 152,32% sedangkan pada tahun 2012 mengalami

peningkatan lagi menjadi 156,33%. Rasio LDR digunakan untuk mengukur

komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana

masyarakat. Besarnya loan to deposit ratio menurut Bank Indonesia maksimum

adalah 105%, sedangkan BPR milik Swasta memiliki rasio LDR lebih dari 105%

dar tahun 2010 hingga 2012. Hal ini menunjukkan bahwa total kredit yang

diberikan terlalu besar dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal

sendiri. Maka BPR milik swasta harus mengurangi dalam pembiayaan kreditnya

agar dana yang menganggur dan disalurkan ke masyarakat dalam bentuk kredit

seimbang.

Rasio NPL dari tahun 2010, 2011 dan 2012 mengalami kenaikan dari 0%,

0,78% menjadi 1,18%. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia

(PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rasio

NPL ini merupakan kredit bermasalah yang merupakan salah satu kunci untuk

menilai kualitas kinerja bank. NPL merupakan indikasi adanya masalah dalam

Page 45: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

28

bank tersebut yang jika tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak

bahaya pada bank. Semakin tinggi NPL maka semakin menurun kinerja atau

profitabilitas perbankan. Di BPR milik Swasta masih dalam batas wajar karena di

bawah 5%. Sehingga BPR milik Swasta memiliki kredit macet yang sangat

rendah dibandingkan dengan aktiva produktifnya.

Sedangkan pada rasio solvabilitas kurang sehat karena dari tahun 2010,

2011 dan 2012 mengalami penurunan. Sedangkan pada Capital Ratio mengalami

penurunan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 dari 36,29%, 32,11% menjadi 28,78%

yang artinya BPR Milik Swasta modal yang dimilikinya lebih dari 8% sesuai

dengan Surat Edaran Direksi BI No. 26/2.UD tanggal 29 Mei 1993 tentang

Kewajiban Modal Minimum adalah sebesar 8%. Karena Dana Pihak Ketiga

(DPK) yang dimiliki BPR milik Swasta setiap tahun semakin meningkat.

Pada Capital Adequacy Ratio (CAR) dari tahun 2010, 2011 dan 2012

mengalami penurunan dari 20,47%, 16,35% menjadi 15,94% yang artinya BPR

milik Swasta memiliki modal yang setiap tahunnya menurun tetapi aktiva yang

dimiliki setiap tahun semakin meningkat dari tahun 2010, 2011 dan 2012 dari Rp

18.611.724.000, Rp 21.469.040.000 menjadi Rp 22.887.868.000. Maka BPR

milik Swasta mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi

dalam profitabilitas. Namun apabila beberapa tahun kedepan CAR semakin turun

maka BPR dapat menjual aktiva yang dimilikinya untuk membiayai

operasionalnya.

Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio net profit

margin, ROE dan ROA cenderung berfluktuasi dari tahun 2010-2012. Untuk Net

Interest Margin (NIM) dari 32,76%, 32,16%, menjadi 31,07%, untuk Net Profit

Margin (NPM) dari 28,85%, 27,75%, menjadi 26,21% dan untuk Return on

Assets (ROA) dari 12,36%, 11,66%, menjadi 10,45%. Sedangkan untuk Return on

Equity (ROE) mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke 2011 dari 21,12%

menjadi 23,59% dan 2012 tidak ada perubahan dari tahun 2011 yaitu 23,59%.

Semua rasio rentabilitas adalah positif, laba bersih terhadap pendapatan operasi

(NPM) cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa BPR milik Swasta cukup sehat

sebagai lembaga keuangan, karena pendapatan bunga bersih yang selalu

meningkat dari tahun 2010, 2011 dan 2012 sebesar Rp 6.097.396, Rp 6.445.256

dan Rp 6.891.273 yang artinya setiap tahun DPK yang diterima semakin

meningkat.

Analisis Z-Score BPR Milik Pemerintah Daerah

Hasil perhitungan Z-Score untuk BPR milik Pemerintah dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10 Perhitungan Z-Score BPR Milik Pemerintah Daerah

X Keterangan 2010 2011 2012

X1 Working Capital to Total Assets 0,100 0,082 0,069

X2 Retained Earning to Total Assets 0,042 0,039 0,031

X3 Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets 0,055 0,051 0,040

X4 Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities 0,311 0,270 0,227

Z - Score

Page 46: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

29

6,56 X1 0,657 0.539 0,452

3,26 X2 0,137 0,127 0,100

6,72 X3 0,369 0,343 0,271

1,05 X4 0,327 0,284 0,238

Total 1.489 1,293 1.061

Hasil perhitungan Z-Score menunjukkan bahwa selama tiga tahun nilai Z

sekitar angka 1,281 yang berarti kondisi BPR milik Pemerintah Daerah berada

dalam keadaan perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak

melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan.

Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah, karena pada

kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang lebih tinggi telah bangkrut

sedangkan perusahaan yang memiliki skor lebih rendah masih dapat

bertahan (gray area).

Analisis Z-Score BPR Milik Swasta

Hasil perhitungan Z-Score untuk BPR milik Pemerintah dapat dilihat pada

Tabel 11.

Tabel 11 Perhitungan Z-Score BPR Milik Swasta

X Keterangan 2010 2011 2012

X1 Working Capital to Total Assets 0,269 0,233 0,218

X2 Retained Earning to Total Assets 0,104 0,097 0,086

X3 Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets 0,124 0,117 0105

X4 Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities 0,721 0,598 0,546

Z - Score

6,56 X1 1,762 1,528 1,433

3,26 X2 0,338 0,315 0,280

6,72 X3 0,831 0,784 0,702

1,05 X4 0,757 0,628 0,573

Total 3,688 3,255 2,988

Hasil perhitungan Z-Score dalam kurun waktu dari tahun 2010-2012 nilai Z

di sekitar angka 3,310 yang artinya BPR milik Swasta merupakan Perusahaan

yang tidak memiliki masalah dengan kondisi keuangan (non – bankrupt

company).

Pembahasan

Dari hasil perhitungan analisis rasio keuangan maka rasio likuiditas, rasio

solvabilitas dan rasio rentabilitas BPR milik Pemerintah Daerah dapat

dibandingkan dengan BPR milik Swasta, untuk mengetahui seberapa besar risiko

yang akan dialami oleh BPR milik Pemerintah Daerah dan BPR milik Swasta.

Page 47: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

30

Perhitungan Z-Score juga dapat dibandingkan dengan BPR milik Swasta untuk

mengetahui skor yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan.

Rasio Likuiditas

Dapat disimpulkan secara umum rasio-rasio likuiditas BPR milik

Pemerintah Daerah relatif jauh lebih baik dibandingkan dengan BPR milik

Swasta. Demikian pula dengan rasio antar kredit yang disalurkan dengan dana

yang dihimpun dari pihak ke tiga melebihi dari standar rasio ideal yang telah

ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu antara 85% sampai dengan 105%. Non

performing loan pada BPR milik Pemerintah Daerah masih lebih rendah

dibandingkan BPR milik Swasta. Pada BPR milik Pemerintah Daerah sebesar

0,14% sedangkan BPR milik Swasta sebesar 0,40%. Dengan ini menunjukkan

bahwa BPR milik Pemerintah Daerah yang sebagian besar portofolio kreditnya

disalurkan untuk konsumtif lebih kecil risikonya dibandingkan dengan BPR milik

Swasta yang sebagian besar portofolio kreditnya disalurkan untuk produktif.

Rasio Solvabilitas

Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio

kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) kedua BPR di atas ketentuan

minimum Bank Indonesia sebesar 8%. Jika rata-rata CAR pada BPR milik

Pemerintah Daerah selama kurun waktu tahun 2010-2012 sebesar 14,39%

sementara untuk BPR milik Swasta sebesar 25,84%. Dari angka tersebut dapat

dilihat bahwa solvabilitas BPR milik Swasta relatif lebih baik jika dibandingkan

dengan solvabilitas BPR milik Pemerintah Daerah.

Rasio Rentabilitas

Untuk semua rasio rentabilitas dari kedua BPR adalah positif. Laba bersih

terhadap pendapatan operasi (Net Profit Margin/NPM) cukup baik, di mana pada

BPR milik Pemerintah Daerah sebesar 20,24% dan pada BPR milik Swasta

sebesar 26,21% pada tahun 2012. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua BPR

mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR milik Pemerintah

Daerah relatif lebih rendah jika dibanding dengan BPR milik Swasta. Hal ini

memberikan kesimpulan bahwa BPR milik Swasta relatif lebih efisien dalam

pengelolaan dananya.

Z-Score

Perbandingan tingkat rasio keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis

diskriminan (Z-Score), menunjukkan bahwa BPR milik Pemerintah Daerah

memiliki nilai Z-Score sebesar 1,281 yaitu berada dalam posisi “gray area” yaitu

perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan dan jika tidak melakukan

perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan maka akan

menyebabkan kepailitan dalam jangka panjang, sementara untuk BPR milik

Swasta memiliki nilai Z-Score sebesar 3,310 lebih besar dari 2,60 yang artinya

perusahaan berada dalam kondisi tidak mengalami masalah dengan keuangan

(non-bankrupt company).

Page 48: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

31

Implikasi Manajerial

Implikasi manajerial yang dapat dimunculkan dalam penelitian adalah

bagaimana menciptakan risiko keuangan yang kecil sehingga dapat

meminimalkan kebangkrutan. Untuk itu diperlukan cara agar risiko keuangan

perusahaan kecil meliputi:

1. Harus memperhatikan rasio-rasio keuangan dan dikelola dengan baik karena

dapat berpengaruh pada laba dan kinerja BPR.

2. Dalam pemberian kredit kepada nasabah harus seimbang dengan dana pihak

ketiga yang diterima agar dana yang menganggur tidak terlalu banyak atau

sedikit, mengakibatkan LDR yang terlalu tinggi sehingga kemampuan

likuiditas BPR semakin rendah.

3. BPR dalam memberi kebijakan kredit kepada nasabah harus berdasarkan

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Analisis rasio keuangan menunjukkan bahwa BPR milik Pemerintah Daerah

mempunyai risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan BPR milik Swasta,

karena dapat dilihat pada perhitungan NPL BPR milik Pemerintah Daerah

lebih rendah sebesar 0,14% dibandingkan dengan BPR milik Swasta sebesar

0,040%. Karena BPR milik Pemerintah Daerah dapat memotong langsung

upah atau gaji karyawan dengan cara bekerjasama dengan perusahaan atau

instansi.

2. Analisis Z-Score menunjukkan bahwa BPR milik Pemerintah Daerah yang

berada dalam posisi “gray area” yaitu perusahaan akan mengalami

permasalahan keuangan, jika tidak melakukan perbaikan dalam manajemen

maupun struktur keuangan maka akan mengalami kepailitan dalam jangka

panjang.

3. Analisis Z-Score menunjukkan bahwa BPR milik Swasta berada dalam

kondisi aman yaitu kondisi yang tidak mengalami masalah dalam keuangan

(non-bankrupt company).

4. Dilihat dari permodalannya BPR milik Pemerintah Daerah lebih besar

dibandingkan dengan BPR milik Swasta karena BPR milik Pemerintah

Daerah mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD).

Saran

Berdasarkan simpulan dari penelitian ini ada beberapa hal yang disarankan

bagi BPR maupun calon kreditor, beberapa hal tersebut yaitu:

1. BPR harus menjalankan aktivitas sesuai dengan fungsi utama yang telah

ditetapkan dengan Bank Indonesia yaitu sebagai salah satu jenis bank yang

Page 49: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

32

dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah, agar dapat

membantu untuk memajukan UMKM yang telah ada.

2. BPR harus dapat lebih mengoptimalkan dalam pemberian kredit. Di satu sisi

pemberian kredit yang tinggi memang diharapkan mampu mendatangkan

return yang tinggi pula. Namun di sisi lain, pemberian kredit yang terlalu

tinggi dapat menyebabkan penurunan likuiditas serta menimbulkan risiko

kredit. Oleh karena itu, kredit ini harus dikelola dengan lebih baik.

3. BPR harus dapat lebih selektif dalam pemberian kredit agar risiko timbulnya

kredit bermasalah menjadi berkurang.

4. BPR sebaiknya dapat mengelola dengan baik modal dan aktivanya yang

berisiko. Modal yang dimiliki BPR harus dapat mengcover aktiva yang

berisiko, namun tidak terlalu besar karena akan menyebabkan adanya dana

yang menganggur dan tidak dioptimalkan dengan baik.

5. Melakukan analisis terhadap beban dan penentuan bunga kredit atau beban

bagi hasil yang akan ditetapkan atas kredit konsumtif dan produktif.

DAFTAR PUSTAKA

Ali M. 2006. Manajemen Risiko – Strategi Perbankan dan Dunia Usaha

Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Sudradjat P, editor. Jakarta

(ID): Raja Grafindo Persada

[BI] Bank Indonesia. 2011. Model Bisnis Bank Perkreditan Rakyat (Referensi

Mengelola BPR). Jakarta (ID): BI

[BI] Bank Indonesia. Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Jakarta

(ID): BI

[BI] Bank Indonesia. 2013. Statistik Perbankan Indonesia [Internet]. [diunduh

2013 Apr 20]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1ECCD

38D -E250-4750-B7B7-1202CBB1D67B/29147/SPIMaret2015.pdf

Hamdan U, Wijaya A. 2006. Analisis Komparatif Resiko Keuangan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan Syariah. JMB. 4(7)

Hariyanto. 2011. Laporan Keuangan Bank dan Rasio Keuangan Bank [Internet].

[diunduh 2013 Agust 24]. Tersedia pada: http://antohilya.blogspot.com/

2011/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

Hempel G.H, Simonson D.G, and Coleman A.B, 1994. Bank Management Text

and Cases. New York (US): John Wiley & Sons, Inc

Kamal ST.Ibrah Mustafa. 2012. Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada

Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi pada

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Univeritas Hasanuddin,

Makassar

Kasmir. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta (ID): Rajagrafindo Persada

Kusumaningrum AE. 2013. Bank Perkreditan Rakyat Yang Tidak Merakyat?

[Internet]. [diunduh 2013 Sept 14]. Tersedia pada: http://asteriaelanda.

wordpress.com/2013/01/27/250/

Page 50: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

33

Latumaerissa JR. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta (ID):

Salemba Empat

Mardiyanto H. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan. Jakarta (ID): Grasindo.

[Mendagri] Menteri Dalam Negeri. 1998. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3

Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Jakarta (ID): Menteri Dalam Negeri

Munawir S. 2010. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID): Liberty

Putra RP. 2010. Analisis Kinerja Keuangan PT Bank Negara Indonesia, Tbk

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Purnomo DS. 2011. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat Makin Menyusut [Internet].

[diunduh 2013 Mar 25]. Tersedia pada: http://www.lppi.or.id/index.php/

module/Blog/sub/2/id/jumlah-bank-perkreditan-rakyat-makin-menyusut

[UG] Universitas Gunadarma. 2012. Rasio Keuangan Bank [Internet]. [diunduh

2013 Agust 24]. Tersedia pada: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012

/05/rasio-keuangan-bank/

[UG] Universitas Gunadarma. 2010. Tahukah Anda Tentang Metode Altman Z-

score? [Internet]. [diunduh 2013 Agust 24]. Tersedia pada:

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/tahukah-anda-tentang-metode-

altman-z-score/

Weston JF, Brigham EF. 1990. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta (ID):

Erlangga

Winton A. 1993. Limitation of Liability and the Ownership Structure of the Firm.

JF. 48(2)

Page 51: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

34

Lampiran 1 Laporan Rugi/Laba BPR Milik Pemerintah Daerah

(Ribuan Rp)

No. Pos-Pos 2012 2011 2010

1 Pendapatan Operasional

2 - Bunga 42.971.814 38.338.887 33.975.661

3 - Provisi dan Komisi 35.611 41.586 14.044

4 - Lainnya 1.109.526 2.566.144 1.419.013

5 Jumlah Pendapatan Operasional 44.116.951 40.946.617 35.408.718

6 Pendapatan Non Operasional 437.749 517.192 397.417

7 Jumlah Pendapatan 44.554.700 41.463.809 35.806.135

8 Beban Operasional

9 - Beban Bunga 22.234.120 18.988.982 16.274.874

10 - Beban Administrasi dan Umum 659.187 1.864.570 1.874.861

11 - Beban Personalia 6.961.874 6.746.794 5.313.845

12 - Penyisihan Aktiva Produktif 685.046 279.374 475.000

13 - Beban Operasional Lainnya 2.012.733 780.822 886.563

14 Jumlah Beban Operasional 32.552.960 28.660.542 24.825.143

15 Beban Non Operasional 307.037 357.514 14.635

16 Jumlah Beban 32.859.997 29.018.056 24.839.778

17 Laba/Rugi Sebelum Pajak Penghasilan (PPh) 11.694.703 12.445.753 10.966.357

18 Taksiran Pajak Penghasilan 2.766.188 2.931.343 2.557.827

19 Laba/Rugi Tahun Berjalan 8.928.515 9.514.410 8.408.530

Page 52: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

35

Lampiran 2 Neraca BPR Milik Pemerintah Daerah

(Ribuan Rp)

No. Pos-Pos 2012 2011 2010

AKTIVA

1 Kas 891.022 1.115.782 848.848

2 Sertifikat Bank Indonesia 0 0 0

3 Antarbank Aktiva

a Pada Bank Umum 32.658.928 28.071.304 32.922.081

b Pada BPR 5.100.000 3.100.000 4.100.000

4 Kredit yang diberikan

a Pihak terkait 634.582 593.207 889.277

b Pihak tidak terkait 249.102.327 208.891.087 160.951.773

5 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif 2.836.843 2.424.329 3.522.184

6 Aktiva dalam valuta asing 0 0 0

7 Aktiva tetap dan inventaris

a Tanah dan gedung 1.190.309 1.190.309 1.190.309

b Akumulasi penyusutan gedung 129.834 118.839 107.845

c Inventaris 1.473.831 1.636.115 1.349.758

d Akumulasi penyusutan inventaris 873.299 867.195 863.446

8 Aktiva Lain-lain 3.105.665 2.406.550 2.059.677

Jumlah Aktiva 290.316.688 243.593.991 199.818.248

PASSIVA

1 Kewajiban-kewajiban yang segera dapat

dibayar

970.795 385.207 519.450

2 Tabungan

a Pihak terkait 299.508 310.253 232.647

b Pihak tidak terkait 20.676.071 23.461.690 18.938.697

3 Deposito berjangka

a Pihak terkait 97.500 503.500 817.600

b Pihak tidak terkait 129.974.116 120.301.391 109.797.976

4 Kewajiban kepada Bank Indonesia 0 0 0

5 Antarbank pasiva 101.463.153 63.463.855 38.992.307

6 Pinjaman yang diterima 0 0 0

7 Pinjaman subordinasi 0 0 0

8 Rupa-rupa Pasiva 5.243.413 7.004.479 6.797.192

9 Ekuitas:

a Modal dasar 20.000.000 20.000.000 20.000.000

b Modal yang belum disetor 13.529.586 15.029.586 15.529.586

c Agio 0 0 0

d Disagio 0 0 0

e Modal sumbangan 0 0 0

f Modal pinjaman 0 0 0

g Dana setoran modal 0 0 0

h Cadangan revaluasi aktiva tetap 0 0 0

i Cadangan umum 8.835.086 7.335.086 6.135.086

j Cadangan tujuan 6.708.168 5.208.168 4.008.168

k Laba yang ditahan 649.949 1.135.538 700.181

l Saldo Laba (Rugi) tahun berjalan 8.928.515 9.514.410 8.408.530

Jumlah Pasiva 290.316.688 243.593.991 199.818.248

Page 53: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

36

Lampiran 3 Laporan Rugi/Laba BPR Milik Swasta

(Ribuan Rp)

No. Pos-Pos 2012 2011 2010

1 Pendapatan Operasional

2 - Bunga 6.891.273 6.445.256 6.097.396

3 - Provisi dan Komisi 722.806 774.198 337.082

4 - Lainnya 297.294 252.480 250.572

5 Jumlah Pendapatan Operasional 7.911.373 7.471.934 6.685.050

6 Pendapatan Non Operasional 24.876 12.940 6.100

7 Jumlah Pendapatan 7.936.249 7.484.874 6.691.150

8 Beban Operasional

9 - Beban Bunga 1.477.823 1.431.739 1.355.043

10 - Beban Administrasi dan Umum 1.038.891 932.012 946.273

11 - Beban Personalia 2.765.256 2.427.847 2.037.876

12 - Penyisihan Aktiva Produktif 220.472 128.500 211

13 - Beban Operasional Lainnya 16.425 29.038 28.931

14 Jumlah Beban Operasional 5.518.867 4.949.136 4.368.334

15 Beban Non Operasional 25.549 30.379 21.409

16 Jumlah Beban 5.544.416 4.979.515 4.389.743

17 Laba/Rugi Sebelum Pajak Penghasilan (PPh) 2.391.833 2.505.359 2.301.407

18 Taksiran Pajak Penghasilan 429.299 432.132 372.462

19 Laba/Rugi Tahun Berjalan 1.962.534 2.073.227 1.928.945

Page 54: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

37

Lampiran 4 Neraca BPR Milik Swasta

(Ribuan Rp)

No. Pos-Pos 2012 2011 2010

AKTIVA

1 Kas 915.277 388.721 633.153

2 Sertifikat Bank Indonesia 0 0 0

3 Antarbank Aktiva

a Pada Bank Umum 2.354.351 3.466.751 2.555.968

b Pada BPR 33.713 31.202 154.297

4 Kredit yang diberikan

a Pihak terkait 33.833 0 0

b Pihak tidak terkait 18.610.298 16.513.579 14.524.733

5 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif 365.392 302.203 271.275

6 Aktiva dalam valuta asing 0 0 0

7 Aktiva tetap dan inventaris

a Tanah dan gedung 0 0 0

b Akumulasi penyusutan gedung 0 0 0

c Inventaris 1.339.899 1.158.265 1.058.780

d Akumulasi penyusutan inventaris 965.893 807.575 661.965

8 Aktiva Lain-lain 931.782 1.020.300 618.024

Jumlah Aktiva 22.887.868 21.469.040 18.611.724

PASSIVA

1 Kewajiban-kewajiban yang segera dapat

dibayar

52.146 48.214 184.244

2 Tabungan

a Pihak terkait 1.374.668 1.131.804 985.777

b Pihak tidak terkait 4.981.977 4.460.731 3.785.515

3 Deposito berjangka

a Pihak terkait 905.000 765.000 1.025.500

b Pihak tidak terkait 4.664.500 4.483.900 2.801.500

4 Kewajiban kepada Bank Indonesia 0 0 0

5 Antarbank pasiva 3.267.222 3.006.281 3.534.230

6 Pinjaman yang diterima 0 0 0

7 Pinjaman subordinasi 0 0 0

8 Rupa-rupa Pasiva 854.457 788.546 360.768

9 Ekuitas:

a Modal dasar 5.000.000 5.000.000 5.000.000

b Modal yang belum disetor 1.000.000 1.000.000 1.600.000

c Agio 25.000 25.000 25.000

d Disagio 0 0 0

e Modal sumbangan 0 0 0

f Modal pinjaman 0 0 0

g Dana setoran modal 0 0 0

h Cadangan revaluasi aktiva tetap 0 0 0

i Cadangan umum 800.364 689.337 580.245

j Cadangan tujuan 0 0 0

k Laba yang ditahan 0 0 0

l Saldo Laba (Rugi) tahun berjalan 1.962.534 2.073.227 1.928.945

Jumlah Pasiva 22.887.868 21.469.040 18.611.724

Page 55: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

38

Daftar Istilah dan Definisi

No. Istilah Definisi

1. ATMR (Aktiva Tertimbang

Menurut Risiko)

Terdiri dari :

1.aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit

yang melekat.

2.beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan

bobot sesuai dengan kadar risiko kredit yang melekat.

2. Bank Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam

bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkakan taraf hidup.

3. Bank Indonesia Berfungsi sebagai Bank Sentral dan mempunyai tugas

menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur

dan menjaga kelancaran sstem devisa serta mengatur dan

mengawasi bank.

4. Bank Perkreditan Rakyat

(BPR)

Merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil di

kecamatan dan pedesaan baik yang berdasarkan prinsip secara

konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

5. Bank Milik Pemerintah Merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank ini

sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga

seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.

6. Bank Milik Swasta Merupakan bak yang seluruh atau sebagian besar sahamnya

dimiliki oleh swasta nasional.

7. Bunga Bank Sebagai harga atau balas jasa yang diberikan oleh bank yang

berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang

membeli atau menjual produknya.

8. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari

Giro,Tabungan dan Simpanan Berjangka.

9. Kredit Penyediaan uang atau tagihanyang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk :

1.Pembelian Surat Berharganasabah yang dilengkapi

dengan Note PurchaseAgreement (NPA).

2.Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak

piutang.

10. Kredit Konsumtif Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi,

misalnya keperluan konsumsi, baik pangan, sandang, maupun

papan.

11. Kredit Produktif Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal kerja

atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk

diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan

dari hasil usaha yang dibiayai.

Page 56: ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN … DAERAH DAN BPR MILIK SWASTA INDAH SUCI RAMADHANI PROGRAM SARJANA ALIH JENIS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

39

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 28 April 1989. Merupakan

puteri bungsu dari tiga bersaudara dari bapak Zainal Abidin (alm) dan ibu

Maryamah. Awal jenjang pendidikan dimulai pada tahun 1993 sampai 1995

bersekolah di Taman kanak-kanak Xaverius 2, Bandar Lampung. Pada tahun yang

sama melanjutkan ke Sekolah Dasar Fransiskus 1 Bandar Lampung dan lulus

tahun 2001. Jenjang pendidikan selanjutnya di tahun 2001 penulis melanjutkan

sekolah di SMPN 9 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang

sama penulis melanjutkan sekolah ke SMA Al-Masthuriyah Sukabumi, Jawa

Barat dan lulus pada tahun 2007.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Diploma III (D3) Program Keahlian

Akuntansi Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007, melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan

perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang

dilaksanakan tahun 2010 di PT PAM Lyonnaise Jaya dan lulus tahun 2010. Pada

tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis

Manajemen (Ekstensi), Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.