analisis kebijakan pendidikan dalam jabatan

30
PROPOSAL TESIS ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM JABATAN [Diajukan Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Semester II] Oleh H. Benny Fitra, B.Ed [0805 S2 829] PROGRAM PASCA SARJANA UIN SULTAN SYARIF KASIM (SUSKA) PEKANBARU 1

Upload: benny-fitra

Post on 26-Jul-2015

159 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

PROPOSAL TESIS

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM

JABATAN

[Diajukan Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah

Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Semester II]

Oleh

H. Benny Fitra, B.Ed

[0805 S2 829]

PROGRAM PASCA SARJANA

UIN SULTAN SYARIF KASIM (SUSKA)

PEKANBARU

2009/2010

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. H. Kurnial Ilahi, MA

1

Page 2: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

2

Page 3: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Analisis Kebijakan Pendidikan dalam Jabatan

Oleh: Benny Fitra, B.Ed

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Suatu kenyataan bahwa kualitas guru sangat bervariasi, dari yang

dinyatakan kurang kualitasnya, sampai dengan pada guru yang

dinyatakan berkulitas tinggi. Salah satu akar penyebab timbulnya variasi

tersebut menurut Conny R. Semiawan (1994) dilatarbelakangi oleh

pendidikan prajabatan guru. Dikatakannya bahwa beragamnya kualitas

guru yang dihasilkan oleh pendidikan persiapan prajabatan dari yang

telah dianggap baku, sampai dengan program pendidikan 12 hari.

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan

pemah dimiliki pendidikan prajabatan guru yang dinamakan Sekolah Guru

Laki-Laki (SGL), Sekolah Guru Putri (SGP), Sekolah Guru B (SGB 4 tahun),

Sekolah Guru C (SGC 2 tahun), Sekolah Guru A (SGA 6 tahun), Kursus

Pengajar untuk Kursus Pengantar ke Kewajiban Belajar (KPPKB), Kursus

Guru B (KGB), Kursus Guru A (KGA), kemudian muncul Sekolah Guru

Taman Kanak-kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP),

Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPD), Pendidikan Guru Sekolah

Lanjutan Pertama (PGSLP), Pendidikan Guru Luar Biasa (PGLB), Pendidikan

Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA), Kursus B1 dan B2, Sekolah Guru

Pendidikan Teknik (SGPT), dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG),

Institut Pendidikan Guru (IPG).

Dengan adanya perubahan kebijakan maka sejumlah sekolah dan

kursus dihapuskan. Sekitar tahun 1980-an masih Sekolah Pendidikan Guru

3

Page 4: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

(SPG) yang mendidik guru SD dan TK, SGPLB yang mendidik guru untuk

anak luar biasa, Sekolah Guru Olahraga (SGO), FKIP, STKIP, dan IKIP.

Kemudian dengan semakin melonjaknya lulusan yang tidak mungkin

tertampung serta kualitas guru yang rendah, maka SPG, SGU, dan SGPLB

dihapus.

Pendidikan prajabatan guru diserahkan ke Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan, PGLB (Pendidikan Guru Luar Biasa), dan dalam

persiapan PGSM (Pendidikan Guru Sekolah Menengah). Guru-guru yang

ada sekarang masih cukup bervariasi. Dari jumlah guru SD sebesar

1.147.382, guru SMP sebesar 247.155 dan guru SLTA sebesar 150.658

(Data Statistik Depdikbud Maret 1993) ternyata yang mempunyai

kualifikasi Pendidikan formal guru SD ada 91.119 yang tamatan SLTP dan

1.030.407 tamatan SLTA, guru SMP dari tamatan SLTP sebesar 84.729

dan tamatan SLTA 145.336. Sedangkan guru SLTA yang tamatan SLTP

263 dan tamatan SLTA sebanyak 8.207 orang.

Permasalahan dan kendala yang dihadapi sektor pendidikan antara

lain mutu masukan, sumber daya termasuk di dalamnya adalah masalah

guru, proses belajar mengajar, pengelolaan yang kurang efektif dan

efisien, hasil belajar yang kurang diharapkan serta tingkat income yang

kurang memadai, lingkungan budaya yang kurang mendukung dan

persoalan ekonomi yang menghambat secara langsung maupun tidak

langsung.

Pada tahun tahun 1995, ketika Nilai Ebtanas Murni masih

diberlakukan daya serap mata pelajaran terhadap siswa rata-rata 35%,

kondisi ini membuat masyarakat menuding guru sebagai penyebab

ketidakberhasilan pembelajaran di sekolah.

Hal demikian memang cukup beralasan karena prosentasi dari guru

yang ada temyata memiliki latar belakang dengan bidang studi yang

diajarkan tidak cocok, terletak antara 15% sampai 67%. Sementara itu

4

Page 5: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

daya serap yang ditunjukkan dengan NEM berkisar antara 27% sampai

67%. Ketidakcocokan latar belakang pendidikan guru dengan bidang studi

yang diajarkan temyata banyak mempengaruhi hasil belajar siswa.

Untuk mengatasi ketidakcocokan latar belakang dengan bidang

studi yang diajarkan telah diupayakan berbagai penataran. Dari data

tersebut diketahui bahwa peningkatan kemampuan profesional guru SD

adalah 26,68%, yang berarti hanya sekitar seperempat dari sasaran

kebijakan Repelita V yang dicapai, sisanya sebesar 989.785 orang guru

SD belum tersentuh peningkatan kemampuan profesional. Dapat

dikatakan pula bahwa untuk mencapai 989.785 orang memerlukan waktu

3 Repelita lagi, yakni sekitar tahun 2010.

Oleh karena itu perlu alternatif kegiatan baik yang bersifat

intensifikasi maupun bersifat ekstensifikasi dalam peningkatan

kemampuan profesional guru SD. Penataran guru SD setara D-2 yang

dicapai sebesar 60,49%, dari sasaran yang masih tersisa 118.530 orang

yang menunggu penataran guru SD setara D-2.

2. Identifikasi Masalah

Bagaimana kemampuan guru yang dipersyaratkan untuk

mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia? Kebijakan apa yang

dapat mengantisipasi kendala era globalisasi? Kebijakan apa yang perlu

diterapkan dalam pembinaan guru SD, SLTP dan SMU? Kinerja macam apa

yang diperlukan dalam pengembangan kinerja guru SD, SLTP dan SMU?

3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan kinerja guru melalui

pendidikan dalam jabatan dalam bentuk penataran penyegaran dan

dibatasi pada wilayah Dumai.

5

Page 6: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

4. Perumusan masalah

a. Faktor apa yang dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan

peningkatan guru SD?

b. Bagaimana pelaksanaan kebijakan pengembangan kinerja guru SD

di Dumai?

c. Aspek apa yang dipertimbangkan dalam menentukan tujuan

pengembangan kinerja guru SD?

d. Altematif tindakan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan

pengembangan kinerja guru?

e. Apakah sesuai hasil evaluasi dengan tujuan pengembangan kinerja

guru?

5. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan

tujuan kebijakan tentang peningkatan guru SD?

b. Mengetahui pelaksanaan kebijakan pengembangan kinerja guru di

Dumai

c. Menganalisis kebutuhan pengembangan kinerja guru akan

diketahui aspek kinerja guru yang sedang dibutuhkan guru

d. Aspek-aspek apakah yang dipertimbangkan dalam menentukan

tujuan pengembangan kinerja guru SD?

e. Membuat rancangan altematif perangkat tindakan. Apakah

alternatif tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

pengembangan kinerja guru.

f. Mengimplementasikan pengembangan kinerja guru maka

diperlukan evaluasi kebijakan. Apakah hasil yang diperoleh sesuai

dengan tujuan pengembangan kinerja guru?

6. Definisi Operasional Variabel

6

Page 7: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Analisis kebijakan adalah pengkajian terhadap suatu kebijakan

pada tahap akhir pelaksanaan sebagai suatu evaluasi terhadap seluruh

proses kebijakan, mulai dari tahap perencanaan sampai tahap

pelaksanaan yang berupa pengkajian: 1) sejauh mana kebijakan itu

mencapai tujuan yang telah ditetapkan; 2) apa kelemahan dan

keunggulan kebijakan yang telah dilaksanakan yang akan datang.

Pengembangan kinerja guru SD adalah usaha sadar terencana yang

didasari oleh suatu kebijakan dalam upaya mencapai kemampuan

profesional yang dipersyarat-kan oleh jabatan fungsional guru.

Penataran penyegaran adalah pendidikan dalam jabatan yang

berusaha untuk membekali dan melatih guru SD agar dapat mendukung

keberhasilan tugas yang dituangkan dalam jabatan profesional guru.

7

Page 8: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

Dengan melihat aspek ontology, epistomologi dan aksiologi dari

analisis proses kebijakan maka penelitian naturalitik mempunyai

paradigma yang cocok dengan kegiatan analisis proses kebijakan.

Kegiatan pengembangan kinerja guru melalui in-service training yang baik

harus berdasarkan berbagai kebijakan strategis, kebijakan operasional,

kebijakan umum dan kebijakan tahunan. Kebijakan yang tepat adalah

didasarkan oleh analisis proses kebijakan pada masa lalu. Dengan belajar

dari pengalaman masa lalu (empirik) maka akan dapat mengantisipasi

permasalahan yang muncul dalam melaksanakan kebijakan. Metode

analisis kebijakan dalam penelitian ini menggunakan metode: 1)

penstruktural masalah, 2) pemantauan, 3) peramalan, 4) penilaian, 5)

rekomendasi, dan 6) inferensi praktis.

2. Model Kebijakan

Model kebijakan adalah representasi yang disederhanakan dari

aspek situasi problematik yang dikonstruksikan untuk maksud tertentu.

Model kebijakan dapat dinyatakan dalam bentuk konsep, diagram, grafik,

atau persaman matematis. Model-model itu antara lain (Dunn, 1983)

adalah: 1) model deskriptik, 2) model normative, 3) model verbal, 4)

model simbolik.

Model deskriptik adalah model yang dipakai untuk menjelaskan dan

atau meramalkan sebab dan akibat pilihan kebijakan dengan cara

memonitor suatu kebijakan. Model normative adalah menjelaskan dan

atau meramalkan serta memberi rekomendasi dalam mencapai suatu

nilai, misalnya model cost benefit atau rate of return. Model verbal adalah

8

Page 9: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

model yang direpresentasikan dalam bentuk verbal. Dalam model verbal

seorang analisis memakai judment yang bersifat penalaran. Judment ini

menghasilkan argumen kebijakan yang sedikit banyak persuasif. Model

simbolik adalah model penggunaan simbol matematik untuk melukiskan

hubungan antara variabel kunci yang merupakan ciri permasalahan.

3. Tahap Kebijakan

Brewer dan de Leon (1983) membagi fase dalam proses kebijakan

menjadi enam tahap, yaitu: 1) inisiasi, 2) estiminasi, 3) seleksi, 4)

implementasi, 5) evaluasi, dan 6) terminasi. Fase inisiasi mulai ketika

masalah yang potensi dirasakan timbul dan menunjuk kepada kegiatan

inovatif untuk mengkonseptualisasi dan membuat kerangka tentang

masalah secara kasar, mengumpulkan informasi untuk melihat kebijakan

yang mungkin paling tepat. Tahap seleksi menunjuk kepada kenyataan

bahwa akhimya seseorang harus membuat keputusan. Tahap

implementasi yaitu pelaksanaan dari pilihan yang dipilih. Tahap evaluasi

berusaha menjawab pertanyaan seperti kebijakan mana yang sukses dan

yang mana yang gagal, bagaimana kinerja dapat diukur dan kriteria apa

yang digunakan untuk mengukur. Terminasi berhubungan dengan

penyesuaian kebijakan yang tidak fungsional, tidak perlu, berlebihan, atau

tidak cocok dengan keadaan.

4. Klasifikasi Kebijakan

Klasifikasi kebijakan menurut Frank Harisson (1986:26) dapat

dilihat dari waktu, fungsi, cakupan, sifat, asal, dan jenjang kebijakan.

5. Analisis Pendidikan

a. Ciri Analisis Kebijakan

9

Page 10: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Dalam melakukan analisis kebijakan digunakan analisis konteks

yakni hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan masalah serta

hubungan antara kejadian masa lampau, sekarang, dan yang akan datang

(Brewer dan de Leon, 1983). Sifat kontekstual dan interdisipliner ini

merupakan ciri analisis kebijakan pendidikan. Analisis kebijakan

merupakan usaha untuk menghasilkan dan mengolah informasi (yang

relevan) dengan menggunakan ilmu sosial terapan. Untuk memecahkan

pendidikan dalam situasi politik tertentu ini dilakukan dengan metode

inkuiri dan argumen ganda.

b. Tahap Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan pendidikan dapat dilaksanakan pada tahap awal

perencanaan kebijakan pendidikan, tahap pelaksanaan kebijakan

pendidikan dan tahap sesudah pelaksanaan kebijakan pendidikan.

Kegiatan analisis kebijakan pada tahap perencanaan meliputi kegiatan-

kegiatan (1) identifikasi masalah, (2) altematif kebijakan, (3) pemilihan

alternatif kebijakan. Kegiatan analisis kebijakan pada tahap pelaksanaan

meliputi kegiatan-kegiatan penelitian dan pengkajian (1) latar belakang,

(2) alasan, (3) tujuan, (4) bagaimana kegiatan itu dilaksanakan, serta (5)

sejauh mana itu sesuai dengan kebijakan dan tujuan yang telah

ditetapkan. Kegiatan analisis kebijakan pada tahap akhir pelaksanaan

merupakan evaluasi terhadap seluruh proses kebijakan, mulai dari tahap

perencanaan sampai tahap pelaksanan.

c. Bentuk analisis kebijakan

Bentuk analisis kebijakan terdapat tiga bentuk yaitu (1) prosfektif,

(2) retrosfektif, dan (3) integrative. Analisis kebijakan Prospektif

melibatakan produksi dan tranformasi informasi sebelum pelaksanaan

kebijakan dimulai dan dilaksanakan (biasanya dilakukan oleh ahli

10

Page 11: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

ekonomi, ahli sistem dan ahli Operasion reseach). Analisis kebijakan

Retrosfektif merupakan usaha memproduksi dan mentransformasi

informasi sesudah kebijakan dilaksanakan (biasanya dilakukan oleh

ilmuwan yang berorientasi pada disiplin ilmu dan berorintasi pada aplikasi

kebijakan). Analisis kebijakan Integrative adalah analisis yang lebih

komprehensif, yang mengkombinasikan prospektif dan retrospektif. ini

berarti analisis dilakukan secara terus menerus.

d. Hasil analisis kebijakan

Dalam analisis kebijakan, Dunn (1981) menyatakan ada tiga

macam informasi yang harus dihasilkan oleh seorang analisis, yaitu 1)

informasi tentang nilai (bagaimana nilai yang terkandung dalam kebijakan

itu), 2) fakta (apakah hal itu ada), dan 3) perbuatan (apa yang harus

dilakukan). Hasil analisis kebijakan bersifat deskriptif, prespektif, dan

prediktif. Deskriptif berarti dapat memberi pemahaman tentang kebijakan

yang direncanakan, yang sedang dilaksanakan, tujuan yang hendak

dicapai dan hasil yang akan diperoleh. Presfektif berarti hasil analisis

kebijakan yang cenderung bersifat evaluasi formatifdapat memberikan

rekomendasi tentang altematif kebijakan yang perlu diambil dalam upaya

peningkata mutu hasil yang diperoleh. Prediktif berarti hasil analisis

kebijakan dapat memberikan perkiraan apa yang akan terjadi selanjutnya,

baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai akibat kelanjutan dari

kebijakan yang dilaksanakan.

6. Analisis kebijakan pendidikan

Analisis kebijakan pendidikan adalah suatu proses pengkajian

kebijakan pendidikan untuk memahami kebijakan dengan baik, sehingga

dapat memberikan penjelasan dan saran dalam pelaksanaan kebijakan

pendidikan itu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Analisis kebijakan

11

Page 12: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

dimaksudkan untuk menguraikan dan menjelaskan latar belakang, alasan,

serta akibat dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh suatu

organisasi. Ruang lingkup dan tujuan analisis kebijakan dapat dibedakan

menjadi analisis tentang kebijakan (ex post policy analysis) dan analisis

untuk kebijakan (ex-ante policy analysis). Dalam makalah ini analisis

kebijakan yang dimaksud adalah analisis tentang kebijakan (Ex-post

policy).

7. Pengembangan kinerja guru

Dalam pengembangan kinerja guru, Peter F. Olivia dalam

Sahertiana (1994 : 66) dikenal adanya 3 program yakni 1 ) program pre-

service education, 2) program in-service education dan 3 ) program in-

service training.

Program pre-service education adalah program pendidikan yang

dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat

tugas tertentu dalam suatu jabatan. Lembaga penyeleng- garaan program

pre-service education adalah suatu pendidikan mulai dari pendidikan

dasar sampai pendidikan tinggi. Pada bidang ilmu pendidikan program in-

service education diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga

kependidikan (LPTK) baik non gelar maupun yang bergelar.

Program in-service education adalah program pendidikan yang

mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional sesudah

peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka

yang sudah memiliki jabatan guru dapat berusaha meningkatkan

kinerjanya melalui pendidikan lanjut yang berijasah D-2 dapat

melanjutkan ke D-3, dari D-3 ke S-1, atau dari S-1 ke S-2 dan S-3 di

samping itu dapat berupa jurusan tertentu ke jurusan lain.

Program in-service training adalah suatu usaha pelatihan yang

memberi kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan

12

Page 13: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

tertentu, dalam hal ini adalah guru, untuk mendapat pengembangan

kinerja. Pada umumnya yang paling banyak dilakukan dalam program in-

service training adalah melalui penataran ada 3 macam peraturan yaitu)

penataran penyegaran, 2) penataran peningkatan kualifikasi, dan 3)

penataran penjenjangan.

a. penataran penyegaran yaitu usaha pengembangan kinerja guru

agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

serta menetapkan kinerja guru agar dapat melakukan tugas sehari-hari

dengan baik. Sifat penataran ini memberi penyegaran sesuai dengan

perubahan yang terjadi di masyarakat agar tidak ketinggalan jaman.

b. penataran peningkatan kualifikasi adalah usaha peningkatan

kemampuan guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal

tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.

c. penataran penjenjangan adalah suatu usaha meningkatkan

kemampuan guru dalam bidang jenjang struktural sehingga memenuhi

persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan standar

yang ditentukan.

8. Kompetensi guru

Seorang guru yang ideal menurut Uzer Usman (1992) mempunyai

tugas pokok yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Oleh karena itu

seorang guru harus memiliki kompetensi. Setidaknya ada tiga jenis

komptensi yang harus dimiliki seorang guru. Tiga kompetensi itu adalah

kompetensi personal, yaitu kemampuan yang ada pada diri gum agar

dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat

tercapai dengan lebih efektif. Kedua, kemampuan sosial yaitu

kemampuan guru yang realisasinya memberi manfaat bagi pemenuhan

yang diperiukan bagi masyarakat. Ketiga, kompetensi professional adalah

kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik. Raka Joni

13

Page 14: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

(1979) menyebutkan bahwa Komisi Kurikulum Bersama P3G menetapkan

dan merumuskan 10 kompetensi guru di Indonesia, yakni : 1) menguasai

bahan pelajaran, 2) mengelola program pembelajaran, 3) mengelola

kelas, 4) menggunakan media dan sumber belajar, 5) menguasai

landasan pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar mengajar, 7) menilai

prestasi belajar, 8) mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan

penyuluhan, 9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah,

dan 10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan

pengajaran.

9. Kebijakan pembinaan guru di lingkungan Diknas

Keputusan Mendikbud nomor 0855/0/1989 memutuskan bahwa

untuk meningkatkan persyaratan minimal bagi guru SD, yaitu dari

setingkat SLTA menjadi diploma 2. Sementara itu bagi guru yang sudah

bertugas disediakan program penjenjangan Diploma dua guru SD yang

diatur dengan surat edaran Dirjen Dikdasmen nomor 4818/C/1991.

Sebagai realisasinya telah dilaksanakan enam jenis penyelenggaraan

program penyetaraan D2 guru SD yaitu:

1. program Penyetaraan D-2 guru kelas yang dibiayai dengan dana

APBN (beasiswa) dengan prioritas bagi guru SD di daerah pedesaan

2. program Penyetaraan D-2 guru pendidikan jasmani dan

kesehatan SD yang dibiayai dengn dana APBN (beasiswa).

3. program Penyetaraan D-2 guru kelas swadaya penuh untuk guru

di perkotaan.

4. Program Penyetaraan D-2 guru kelas melalui penyiaran radio

pendidikan (SRP) bagi guru di daerah terpencil, yang dibiayai oleh

Pustekkom Depdiknas dan hingga tahun 2002 ini masih berjalan di 13

propinsi.

14

Page 15: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

5. Program Penyetaraan D-2 guru kelas secara tatap muka yang

diselenggarakan oleh LPTK.

2. Program Penyetaraan D-2 guru kelas secara tertulis yang

diselenggarakan oleh PPPG Tertulis di Bandung.

15

Page 16: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui faktor-faktor

yang dipertimbangkan dalam menentukan tujuan kebijakan tentang

peningkatan guru SD; 2) mengetahui pelaksanaan kebijakan

pengembangan kinerja guru SD di Dumai; 3) menganalisis kebutuhan

pengembangan kinerja guru tertentu akan diketahui aspek kineja guru

yang sedang dibutuhkan guru SD, aspek-aspek apakah yang

dipertimbangkan dalam menentukan tujuan mengembangkan kinerja

guru SD; 4) membuat rencana alternatif-alternatif tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan pengembangan kinerja guru; dan (5)

mengimplementasikan pengem-bangan kinerja guru maka diperlukan

evaluasi kebijakan. Apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan

pengembangan kinerja guru.

2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di SDIT Ath-Thaariq Muhammadiyah Dumai

pada pertengahan tahun 2009.

3. Populasi dan sampling

Populasi penelitian ini adalah guru-guru SD dan sample diambil

secara purposive sampling.

4. Instrumen penelitian

Kuesioner untuk guru dan Kepala Sekolah.

5. Analisis data

16

Page 17: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Data dan informasi yang diperoleh di lapangan dianalisis dengan

cara deskriptif prosentase serta diberi makna.

6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain dapat dipergunakan sebagai

masukan dalam mengambil kebijakan tentang pengembangan kinerja

guru SD baik di tingkat pusat maupun daerah dalam tahap: 1) penentuan

tujuan kebijakan tentang peningkatan guru SD; 2) analisis kebutuhan

pengembangan kinerja guru SD yang digunakan; 3) penentuan tujuan

pengembangan kinerja guru SD; dan 4) penyusunan altematif-altematif

perangkat tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

pengembangan kinerja guru SD.

17

Page 18: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

BAB IV.

HASIL PENELITIAN

1. Pengembangan kinerja guru

Kinerja guru-guru SD dapat tergambar pada penampilan mereka

baik dari penampilan unjuk kemampuan akademik maupun kemampuan

profesional khususnya mengajar mata pelajaran yang sesuai dengan

keahliannya masing-masing atau sesuai dengan tugasnya sangat

ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain faktor latar belakang

pendidikan, pengalaman dan latihan.

Makin tinggi latar belakang pendidikan maka makin sesuai dengan

standar kualifikasi yang ditentukan, maka makin profesional tugas mereka

dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas.

Di samping itu guru SD dituntut untuk mengembangkankan diri

dengan berbagai latihan, makin banyak latihan maka makin banyak

tantangan untuk menyelesaikan permasalahan di sekitar kemampuan

akademik dan profesional.

Hanya sebagian kecil saja yakin berkisar pada 10% dari seluruh

responden belum mengikuti program D2 PGSD, namun demikian mereka

mempunyai niat untuk program penyetaraan D2, dan memang terbuka

buat siapapun.

Adapun biaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah, dan 30%

ditanggung oleh sendiri yang ditanggung oleh pemerintah 70% ini berarti

kebijakan pemerintah untuk mengembangkan kemampuan akademik dan

kemampuan profesional guru SD sangat nyata. Apabila setelah mereka

mampu menyelesaikan D2, maka nilai tambah baik pengetahuan maupun

metodologi dalam pengajaran dapat dirasakan.

Kemampuan guru di manapun mereka mengajar akan dapat

terlihat dalam satuan pelajaran yang dirancang dan pelaksanaan dari

18

Page 19: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

satuan pelajaran itu sendiri. Kemampuan dalam membuat satuan

pelajaran bukan yang dapat dicapai tanpa harus belajar. Salah satu

program untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat satuan

pelajaran adalah program D2 PGSD.

Cara lain yang biasa ditempuh Guru SD terbiasa untuk mengikuti

penataran dan membaca buku-buku yang relevan dengan keahliannya.

Mereka mempunyai waktu khusus untuk mengembangkan diri sebagai

guru. Apabila mereka sulit mengatur waktu mengembangkan diri,

terobosan yang mereka pilih adalah membaca buku-buku yang relevan

dan mengikuti penataan lain yang diselenggarakan oleh sekolah maupun

pihak lain.

Untuk mengantisipasi masa depan seorang guru hendaknya

memiliki gagasan dengan memberikan berbagai saran yang dapat

meningakatkan keberhasialan program wajib belajar pendidikan dasar 9

tahun. Mereka sangat terbuka dan mereka sering kali siap mengadapi

kritik dan saran dari Kepala sekolah dan orang tua murid dan murid itu

sendiri. Di samping itu juga mereka guru-guru SD selalu melakukan

umpan balik terhadap kemampuan mereka dalam proses belajar

mengajar ataupun dalam pengelolaan kelas, meskipun masih ada yang

tidak melakukan umpan balik 30%.

Fungsi manajerial guru sangat penting artinya, karena mutu anak

didik sangat ditentukan oleh kejujuran guru dalam memberikan laporan

pada kepala sekolah. Dari data yang diperoleh dapat diinterpretasikan

sebagai berikut: pada umumnya sebagian SD di Dumai Timur telah cukup

menguasai materi yang diajarkan 40% hanya sebagian kecil saja yang

kurang menguasaiya sebagian, bahkan telah sangat menguasai materi

yang akan diajarkan di kelas.

19

Page 20: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Untuk materi bidang studi dalam kurikulum sebagian besar guru

menyatakan telah sangat menguasai 43% dan hanya 30% yang cukup

menguasainya; selebihnya 24% menyatakan kurang menguasai.

Dari data yang diperoleh di atas terlihat bahwa sebagian besar

guru telah cukup mempunyai pengetahuan serta keterampilan dalam

mengelola kelas, bahkan sebagian lagi menyatakan sangat menguasai

unsur-unsur proses belajar mengajar. Namun masih juga ada beberapa

guru yang kurang menguasainya. Sebagian besar guru telah cukup

menetapkan tujuan pengajaran 63%, sangat menguasai dalam

menetapkan tujuan pengajaran 13% dan 24% yang merasa kurang

menguasai dalam perumusan tujuan pengajaran, apalagi sama sekali

tidak tahu. Selanjutnya, untuk aspek pengetahuan tentang berbagai

metode mengajar, cara memilih dan menyusun prosedur pengajaran, dan

pelaksanaan PBM. Masing-masing guru yang cukup menguasai menduduki

jumlah paling banyak dibandingkan yang sangat menguasai pengolahan

program belajar mengajar, sedangkan hanya sebagian kecil saja yang

kurang menguasainya.

Dari data tersebut terlihat bahwa hanya sedikit jumlah guru yang

merasa sangat tahu anak bagaimana mengatur tata ruang kelas serta

menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi (18%); sisanya

mengatakan cukup mengetahui (16%), kurang mengetahui (12%).

Pengatur tata ruang kelas sangat berpengaruh terhadap daya

tahan anak untuk tinggal di kelas sampai proses belajar mengajar berhasil

diselesaikan dengan baik. Tidak hanya itu saja pengaruh ruang kelas juga

sangat besar artinya untuk merangsang anak didik berpikir kreatif,

inisiatif dan produktif. Oleh karena itu tidak hanya di ruang kelas pra-

sekolah saja yang berisikan berbagai media pengajaran, melainkan di SD,

SLTP, dan SMU, sekalipun masih di perlukan media yang digambar di

ruang kelas sebagai variasi ruang.

20

Page 21: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Dari data yang ditayangkan di atas terlihat bahwa (35%) jumlah

guru yang merasa dapat sangat mampu dalam memilih & menggunakan

media dalam berbagai pelajaran. Cukup mampu dalam mampu untuk

membuat alat bantu pengajaran yang sederhana (70%), cukup mampu

menggunakan media dalam rangka proses belajar 35%, dan cukup

mengetahui dalam menggunakan perpustakaan dalam proses belajar

mengajar (43%).

Anak usia SD masih sangat dominan dalam menggunakan media

pembel-ajaran, karena usia SD masih berpikir transisi antara berpikir

kongkrit mengarah kepada berpikir abstrak. Untuk itu seperti yang sudah

dijelaskan pada uraian di atas bahwa media pembelajaran relevan dengan

penataan ruang. Media pembelajaran akan berbeda bentuk dan

macamnya untuk kelas yang berbeda pula.

Data di sini menunjukan bahwa (23%) guru yang menyatakan

bahwa dirinya telah sangat mengetahui cara memotivasi siswa untuk

belajar, (33%) mengenal berbagi bentuk pertanyaan, (33%) tahu dan

mampu menerapkan beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi

proses belajar, dan (17%) serta cara-cara mengadakan pendekatan serta

berkomunikasi dengan siswa. Sisanya merasa cukup, kurang, atau bahkan

sama sekali belum tahu, dengan sebaran jumlah guru yang kira-kira

sama.

2. Pada Tahapan Kedua Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang kedua yaitu (1) membuat

rencana altematif tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

pengembangan kinerja guru, yakni dengan memberikan penyuluhan

tentang bagaimana cara membuat satuan pelajaran yang ideal; (2)

evaluasi terhadap pengembangan kinerja guru khususnya dalam

membuat satuan pelajaran.

21

Page 22: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

Berdasarkan tujuan tersebut maka dipersiapkan materi penyuluhan

berupa konseptual tentang profesionalisme guru SD, dan tentang

bagaimana cara membuat satuan pelajaran yang ideal dan dapat

diterapkan di semua jenjang sekolah termasuk di SD. Selanjutnya

dievakuasi suatu pelajaran yang telah yang dikembangkan oleh guru-guru

SDIT Ath-Thaariq Muhammadiyah Dumai.

Temuan yang dapat dibanggakan adalah semua guru-guru telah

merencanakan dengan membuat persiapan mengajar harian sebelum

mereka mengajar di kelas. Kepala Sekolah telah melakukan supervisi

dengan mengamati dan meneliti setiap persiapan mengajar harian yang

dibuat oleh setiap gurunya.

Namun demikian sebagai mana harapan kita semua bahwa proses

belajar mengajar adalah proses pendidikan yang hakiki, dan

mementingkan transformasi nilai-nilai yang dapat merubah sikap dan

kepribadian yang negatif, menjadi sikap dan kepribadian yang diharapkan

oleh bangsa dan negara. Untuk itu perlu penciptaan situasi yang kondusif

dalam PBM, sehingga ada beberapa tahapan yang patut dipertimbangkan

sebagai kritik pembangunan adalah berikut ini:

Penyusunan satuan pembelajaran sifatnya general, belum dapat

dioperasionalisasilkan secara detail di kelas (100%), sebaiknya dibedakan

mana tujuan pengajaran yang sifatnya khusus, selanjutnya belum

jalasnya langkah-langkah yang ditempuh dalam kegiatan belajar

mengajar yang dapat menumbuhkan kreasi, yakni hubungan dua arah

antara anak didik dengan guru (80%).

Hanya sedikit guru-guru yang menggunakan media pembelajaran,

atau mungkin tidak ada yang menggunakan media pembelajaran, karena

dari persiapan mengajar harian yang dikaji memang tidak ada kolom

tentang media, metode dalam PBM, sehingga dapat dikatakan 100%,

guru-guru SDIT Ath-Thaariq Dumai Timur khususnya di kelas yang

22

Page 23: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

dijadikan sampel penelitian, yaitu kelas V, kemungkinan tidak

menggunakan media pembelajaran atau tidak menuliskannya dalam

persiapan mengajar hariannya, meskipun sebenarnya mereka

menggunakannya.

DISKUSI

Berdasarkan hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini maka dapat

terlihat bahwa :

(1) hanya sebagian kecil saja yakni berkisar pada 10% dari seluruh

responden belum mengikuti program D2 PGSD, namun demikian mereka

mempunyai niat untuk mengikuti program penyetaraan D2, dan memang

terbuat siapapun. (2) kemampuan guru di manapun mereka mengajar

akan dapat terlihat dalam suatu pelajaran yang direncanakan dan

pelaksanaan dari suatu pelajaran yang direncanakan dan pelaksanaan

dari suatu pelajaran itu sendiri. Kemampuan dalam membuat suatu

pelajaran bukanlah kemampuan yang dapat dicapai tanpa harus belajar.

Salah satu program untuk dapat meningkatkan kemampuan yang dalam

membuat satu pelajaran adalah program D2 PGSD; (3) fungsi managerial

guru sangat penting artinya, karena mutu anak didik anak sangat

ditentukan oleh kejujuran guru dalam memberikan laporan kepala sekolah

dan penelitian guru secara prosedural dan proses pendidikan yang

sesungguhnya yang dapat mencerminkan keadaan anak didik yang

sebenarnya. (4) secara umum para guru SD di Dumai Timur telah cukup

atau sangat menguasai materi bidang studi yang diajarkannya, yaitu

hanya sedikit yang merasa kurang menguasainya. Semua guru merasa

bahwa mereka sangat menguasai mata pelajaran yang ada dalam

kurikulum 1994. Dengan demikian bagi mereka tidak ada masalah dalam

menguasai materi pembelajaran dan penguasaan semua mata pelajaran

yang sesuai dengan kurikulum 1994, yang lebih khusus lagi tentunya

23

Page 24: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

yang relevan dengan pendidikan ilmu pengetahuan sosial; (5) secara

umum guru-guru masih ada saja yang kurang menguasai atau kurang

mempunyai kemampuan yang dapat dibanggakan dalam menetapkan

tujuan pengajaran. Meskipun relatif sedikit dibandingkan dari pada

sampel yang ada dan patut dibanggakan sebagian besar cukup

mengetahui bagaimana mereka harus merumuskan tujuan dalam belajar

mengajar. (6) dari responden yang ada masih ada guru-guru yang tidak

tahu bagaimana menggunakan metode yang tepat, yang paling

memprihatinkan adalah yang kurang memiliki kemampuan untuk memilih

prosedur pengajaran yang tepat, dan bahkan kemampuan awal siswa di

bidang tidak dijaring karena mereka kurang dapat mengenal bagaimana

cara menjaring kemampuan awal siswa. Meskipun demikian masih banyak

guru-guru yang peduli terhadap kekurangan dirinya sebagai guru

profesional, sehingga ada dari guru yang dijadikan responden mempunyai

kemampuan dalam membuat perencanaan pengajaran. Patut

dibanggakan bahwa sebagian besar dari gum mengetahui bagaimana

mengatur tata ruang kelas, iklim belajar mengajar yang serasi; (7) dalam

mata pelajaran di SD diperlukan media pembelajaran misalnya contoh-

contoh perhitungan, gambar orang sedang melakukan gerakan sholat

sehingga siswa mampu menirukan mana gerakan sholat yang benar dan

mampu menilai gerakan yang salah. Dari guru-guru yang dijadikan

responden pada umumnya cukup dapat mengenal, memilih, dan

menggunakan media pembelajaran di SD. Selanjutnya juga mereka cukup

mampu membuat sendiri alat pembelajaran yang sederhana, dan cukup

mampu untuk memanfaatkan media dalam pembelajaran, dan cukup

mengetahui dalam pemanfaatan perpustakaan dalam pembelajaran.

Berdasarkan jawaban mereka melalui kuesioner bahwa mereka

memiliki keahlian dalam membuat alat peragaan, namun dalam persiapan

mengajar harian yang menjadi fokus pada tahap 2 tidak ada kolom untuk

24

Page 25: Analisis Kebijakan Pendidikan Dalam Jabatan

itu pembuatan suatu pelajaran pada umumnya sifatnya general dan tidak

ada kolom tentang media, dan metode dalam PBM, sehingga dapat

dikatakan 100%, guru-guru di SD Kelapa Gading Barat 02 Dumai,

kemungkinan tidak menggunakan media pembelajaran atau tidak

menuliskannya dalam Persiapan Mengajar Harian.

REFERENSI

Aman. Sofyan. 1980). Perkembangan organisasi pengurusan sekolah-

sekolah di Indonesia, Jakarta: Karunia Esa.

Bailey, Robert W. Human Ferformance Engineering (ed. 2nd). (1989).

London: Prentice-Hall, Inc.

Bassi, Laurie J. (1994) Workplace education for hourly workers. Journal of

Policy Analysis and Management, 14 (2). hal 55-74.

Bloom, Benyamin. (1976). Human Characteristics and schooling learning,

New York: McGraw-hill Book Company.Bogdan, Robert C. & Sari Knop

Bilken. (1982). Qualitative research for education: an introduction to thery

and methods, London: Allyn and Bacon, Inc.

25