analisis faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing …
TRANSCRIPT
263
Jurnal Akuntansi Trisakti ISSN : 2339-0832 (Online)
Volume. 6 Nomor. 2 September 2019 :213-234
Doi : http://dx.doi.org/10.25105/jat.v6i2.5573
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM
PADA PENAWARAN UMUM PERDANA
Himawan Budi Kuncoro1*
Rossje V Suryaputri2 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti
*Korespondensi: [email protected]
Abstract This study aims to analyze the effect of debt to equity ratio, underwriter reputation,
company age, type of industry, return on equity, company size, inflation rate on
underpricing of shares in the initial public offering on the IDX. The data used is
secondary data obtained from the financial statements of companies listed on the IDX.
this study used purposive sampling technique with 3 years observation that is 2015-2017
in order to obtain a sample of 59 observing companies.
The analysis technique used in this study is multiple linear regression. The
analytical tool used to test the hypothesis is SPSS 22. The results of this study showed
that the variabel underwriter reputation, return on equity, and company size negatively
affect underpricing, while the debt to equitry ratio, company age, industry type and
inflation rate have no effect on underpricing
Keywords: Debt to Equity Ratio, Underwriter Reputation, Company Age, Type of
Industri, Return on Equity, Company Size, Inflation Level, Underpricing.
Submission date: 2019-09-24 Accepted date: 2019-09-26
PENDAHULUAN
Pasar modal merupakan pasar yang terdiri dari sejumlah instrument keuangan
berjangka yang melakukan proses jual beli dalam bentuk utang atau modal. Pasar modal
itu juga merupakan perantara atau penghubung antara dua pihak yakni pihak yang
membutuhkan dana serta pihak yang akan meminjamkan dana pihak tersebut yaitu
emiten dan investor. Para emiten dan investor dapat menanamkan kelebihan dananya
dalam bentuk surat berharga. Baik yang berupa saham maupun obligasi dan memberikan
tingkat keuntungan yang menarik
Dalam aktivitas pasar modal kedua belah puhak yang memliki dana (investor) dan
yang membutuhkan dana (emiten) akan memiliki perbedaan kepentingan yang berbeda.
264 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
Bagi emiten, pasar modal adalah salah satu alternatif untuk mendapatkan tambahan dana,
tambahan dana tanpa perlu menunggu hasil dari kegiatan operasional, sedangkan bagi
investor pasar modal adalah salah satu alternatif untuk melakukan investasi dan
mendapatkan keuntungan yang optimal.
Go Public merupakan cara yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan
kelangsungsan perusahaan melalui pasar perdana yang biasa dikenal dengan isitilah
Initial Public Offering (IPO). Initial Public Offering (IPO) yaitu kegiatan perusahaan di
pasar modal ketika menjual sahamnya untuk pertama kali atau biasa disebut sebagai
penawaran umum perdana yang dilakukan di pasar perdana (primary market), pasar
perdana yakni pasar bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum (emiten) untuk
menjual sahamnya pertama kali kepada investor. Modal dapat diperoleh perusahaan
dengan cara perusahaan tersebut menjual surat berharganya di pasar modal.
Sumber pendanaan bisa ditingkatkan dengan dukungan informasi akuntansi dan
informasi non akuntansi (Saifudin dan Rahmawati, 2016). Informasi akuntansi yaitu
informasi yang didapatkan dari suatu proses penyusunan laporan finansial perusahaan
dimana laporan finansial tersebut terdiri atas ukuran perusahaan (size), ROE, DER
sebaliknya informasi non akuntansi atau informasi yang tidak berkaitan dengan akuntansi
terdiri atas reputasi underwrtiter, umur perusahaan (age), jenis industri, dan inflasi.
Underpricing adalah penentuan harga saham di pasar perdana lebih rendah
dibanding harga saham di pasar sekunder. Sehingga pihak investor mempunyai
kesempatan dalam memperoleh keuntungan dari selisih harga tersebut, dan juga
sebaliknya bila harga saham perdana ditetapkan overpricing, maka hal ini dapat
merugikan investor karena mereka tidak menerima initial public offering return.
Akibatnya investor cenderung menjauhi saham-saham yang overpricing. Besar
underpricing diukur dengan initial pubic offering, yakni return yang diperoleh pemegang
saham dan aktiva di penawaran perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai
pertama kali didafatrkan di pasar sekunder (Nurfauziah dan Safitri, 2013).
Kemungkinan terjadinya fenomena underpricing tidak hanya dipengaruhi oleh
informasi keuangan saja seperti analisa laporan keuangan, tetapi juga faktor-faktor non-
keuangan yang masih harus diteliti lebih lanjut walaupun sudah banyak penelitian
tentang underpricing dan menunjukkan hasil yang berbeda, maka kemungkinan adanya
faktor lain yang menyebabkan underpricing masih sering terjadi.
Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Sulistyawati dan Wirajaya (2017), bahwa
finansial leverage berpengaruh positif terhadap underpricing pada penawaran saham
perdana, reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap underpricing dan inflasi tidak
berpengaruh terhadap underpricing pada penawaran saham perdana. Maolaa Taufani
(2017), bahwa umur perusahaan, debt to equity ratio, return on asset, earning per share,
kepemilikan publik, ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
underpricing. Hanya variabel return on asset yang berpengaruh signifikan terhadap
tingkat underpricing. Saputra dan Suaryana (2016), bahwa umur perusahaan tidak
berpengaruh pada underpricing, sebaliknya ukuran perusahaan dan Return on Assets
berpengaruh negatif pada underpricing, serta finansial leverage berpengaruh positif pada
underpricing. Purbarangga dan Yuyetta (2013) bahwa Return on Assets dan finansial
leverage tidak mempengaruhi tingkat Underpricing. Junaeni dan Agustian (2013),
bahwa terdapat pengaruh secara simultan reputasi underwriter, finansial leverage,
proceeds dan jenis industri terhadap tingkat underpricing saham, secara parsial diperoleh
hasil bahwa reputasi underwriter mempengaruhi initial return, sebaliknya variabel
finansial leverage, proceeds dan jenis industri tidak mempengaruhi tingkat underpricing
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 265
saham secara signifikan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya adalah
menggabungkan penelitian dari Sulistyawati dan Wirajaya (2017) yaitu variabel tingkat
inflasi dan debt to equity ratio, penelitian dari Haska (2017) yaitu variabel return on
equity, penelitian dari Junaeni dan Agustian (2013) yaitu jenis industri dan reputasi
underwriter, dan penelitian dari Taufani (2017) yaitu variabel ukuran perusahaan dan
umur perusahaan. Periode yang dipakai dalam penelitian ini adalah dari tahun 2015-
2017 dan di tahun 2017 merupakan tahun dimana jumlah perusahaan yang melakukan
IPO terbanyak sejak 20 tahun terakhir yakni 35 perusahaan yang melakukan IPO.
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Teori Keagenan
Teori ini dapat menjelaskan penyebab fenomena underpricing pada saat IPO.
Teori agensi dapat juga dipakai untuk menjelaskan model proses yang terjadi dalam
suatu kontrak antara dua pihak atau lebih. Karena di dalam suatu kontrak masing-
masing pihak berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang terbaik untuk dirinya,
maka teori agensi ini juga dapat menjelaskan konflik yang terjadi, kebijakan
perusahaan sangat dipengaruhi teori agensi yang menggambarkan top manajer sebagai
agen yang mempunyai kepentingan berbeda dengan principal, tetapi sama-sama
berusaha memaksimalkan kepuasannya masing-masing (Jensen & Meckling, 1976).
Dalam agency theory pada kasus underpricing ini, underwriter adalah pihak
yang bertugas sebagai agen dan emiten merupakan pihak yang berperan sebagai
principal. Principal sebagai pemilik modal mempunyai akses pada informasi internal
perusahaan sebaliknya agen sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan
mempunyai informasi tentang kinerja dari perusahaan secara menyeluruh tentang
tujuan, fungsi, dan latar belakang principal. Oleh karena itu kepentingan sebagai
pemilik modal dan agen yang berbeda tersebut akan menimbulkan sebuah pertentangan
dan pengaruh satu sama lain.
Dalam meminimalkan risiko diambil alihnya hak kendali penuh atas perusahaan,
saham-saham yang dijual pada saat IPO lebih banyak dibeli oleh pemegang saham
pengendali. Hal itu disebabkan karena harga saham pada penawaran umum perdana di
pasar primer dijual dengan harga yang murah, fenomena tersebut memberi kesempatan
pemegang saham pengendali untuk mempertahankan kontrol yang efektif atas
perusahaan dengan menambah kepemilikan jumlah saham perusahaan tersebut. Hal itu
dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya pergeseran hak kendali atas perusahaan dari
pemegang saham pemegang saham pengendali oleh investor baru yang potensial,
sehingga pemegang saham pengenali cenderung lebih menerima penetapan harga
saham perdana dengan harga yang lebih murah (underpricing).
Teori Sinyal (Signalling Theory)
Teori Sinyal merupakan informasi mengenai perusahaan sebagai pemberi sinyal
bagi investor dalam keputusan berinvestasi. Sinyal ini dapat berupa informasi yang
bersifat keuangan maupun non keuangan. Teori ini menekankan pada pentingnya
informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak luar
perusahaan. Informasi yang diungkap oleh manajemen selalu menerangkan informasi
yang diinginkan oleh investor, terutama apabila informasi tersebut merupakan
266 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
informasi yang baik (good news).
Menurut Allen dan Fauhlber (1989), perusahaan yang berkualitas buruk tidak
mudah untuk meniru perusahaan yang berkualitas baik yang melakukan underpricing,
hal ini disebabkan karena cash flow periode berikutnya akan mengungkapkan tipe
perusahaan tersebut (baik atau buruk). Sinyal yang baik adalah yang tidak dapat ditiru
oleh perusahaan yang nilai perusahaannya lebih rendah karena faktor biaya.
Underpricing
Underpricing merupakan fenomena yang biasa terjadi dalam pasar modal disaat
emiten melakukan penawaran saham perdana sebelum saham tersebut melantai di pasar
sekunder. Menurut Junaeni dan Agustian (2013) mendefinisikan underpricing
merupakan fenomena dimana penentuan harga saham di pasar perdana lebih rendah
dibanding harga saham pasar sekunder untuk saham perusahaan yang sama. Selisih harga
itulah yang biasa dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor.
Debt to Equity Ratio (DER)
Menurut Kasmir (2015:157) Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang dipakai
untuk menilai utang dengan ekuitas.” Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana
yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan atau untuk
mengetahui jumlah rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan uang. DER juga
memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang perusahaan dijamin modal sendiri
perusahaan yang dipakai sebagai sumber pendaan usaha. Semakin besar nilai DER
menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang
relatif terhadap ekuitas. Semakin besar DER mencerminkan risiko perusahaan yang
relatif tinggi, akibatnya para investor menghindari saham-saham yang mempunyai nilai
DER yang tinggi.
Reputasi Underwriter
Menurut Fahmi (2015:53) “Underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap
perusahaan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal. Penentuan harga saham
pada saat IPO ditentukan oleh emiten dengan underwriter” Dalam hal ini tugas
underwriter adalah menjamin terjualnya efek yang ditawarkan dalam penawaran umum
sesuai dengan yang diekspektasikan.
Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan oleh kesepakatan antara
underwriter dengan perusahaan emiten, sebaliknya harga saham di pasar sekunder
ditentukan oleh sistem mekanisme pasar yaknibersumber pada permintaan dan
penawaran. Dalam hal ini underwriter memperoleh informasi lebih banyak berkenaan
tentang permintaan saham-saham emiten, dibandingkan dengan emiten itu sendiri.
Jenis Industri
Jenis industri dipakai sebagai variabel independen untuk melihat apakah
underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya
industri tertentu saja karena jenis industri perusahaan saat IPO sangat banyak dan
faktor ini yang dapat membuat keinginan seorang investor berminat untuk
menanamkan modal pada sektor industri yang bergerak dibidang apa. Perusahaan
publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat dikategorikan ke dalam 2
kelompok besar (Lestari dkk, 2015), yakni: Pertama, Perusahaan manufaktur
adalah perusahaan yang menjalankan proses pembuatan produk. Sebuah
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 267
perusahaan bisa dikatakan perusahaan manufaktur apabila mempunyai tahapan
input-proses-output yang akhirnya menghasilkan barang jadi. Kedua, Perusahaan
non manufaktur adalah perusahaan yang tidak menjalankan proses pembuatan produk.
Umur Perusahaan Menurut Saputra dan Suaryana (2016) umur perusahaan menunjukkan seberapa
lama perusahaan telah menjalankan sahanmya sehingga berpengaruh pada tingkat
pengalaman yang dimilikinya dalam menghadapi persaingan. Perusahaan yang
beroperasi lebih lama mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menyediakan
informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada perusahaan yang baru saja
berdiri. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak pula informasi yang diperoleh
masyarakat mengenai perusahaan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa terjadinya
underpricing salah satunya disebabkan karena adanya asimteri antara emiten dengan
investor.
ROE (Return on Equity)
ROE dapat menunjukkan bahwa perusahaan akan mampu menghasilkan laba pada
masa yang akan datang. Kapabilitas perusahaan menghasilkan laba bersumber pada aset
yang perusahaan miliki dilihat dari ROE, karena laba ini yang merupakan informasi
penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Menurut
Kasmir (2015:114) Rasio Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kapabilitas
perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini
juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang
ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau dari pendapatan investasi.
Ukuran Perusahaan Firm Size atau ukuran peursahaan merupakan nilai dimana perusahaan dapat
diklasifikasikan besar kecilnya berdasarkan dengan nilai total aset, nilai saham dan
sebagainya. Bersumber pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
No.46/M-DAG/PER/9/2009, perusahaan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifikasi perusahaan kecil, adalah untuk perusahaan yang mempunyai
kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan maksimum Rp
500.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan omzet
lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan Rp 2.500.000.000
2. Klasifikasi perusahaan sedang, adalah untuk perusahaan yang mempunyai
kekayaan bersih lebh dari Rp 500.000.000 sampai dengan maksimum Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan omzet
lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000 3. Klasifikasi perusahaan besar, adalah untuk perusahaan yang mempunyai kekayaan
bersih lebih dari Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha dengan omzet di atas Rp 50.000.000.000
Tingkat Inflasi Menurut Halim (2015:39) “Inflasi dapat menyebabkan terjadinya risiko daya beli
karena terjadi peralihan. Hal ini akan menimbulkan daya beli uang yang diinvestasikan
ataupun bunga yang diterima menurun, sehingga nilai riil pendapatan akan berkurang.”
Sebaliknya, jika tingkat inflasi dari suatu Negara mengalami penurunan, maka hal ini
268 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
dapat menjadi sinyal yang positif seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan
risiko pendapatan yang turun.
Hipotesis Penelitian
Underpricing dapat terjadi karena adanya selisih antara harga saham pada saat
IPO dengan harga saat penutupan di pasar sekunder. Dimana harga penawaran saham
di pasar perdana ditawarkan dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan
harga saham di pasar sekunder. Fenomena underpricing ini dapat mengakibatkan
kerugian yang akan didapatkan oleh perusahaan yang tidak memanfaatkan situasi saat
penawaran harga di pasar perdana.
Berdasar kepada landasan teori, beberapa penelitian terdahulu yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti, dan rumusan masalah diatas maka hipotesis yang
diajukan sebagai berikut:
Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Underpricing
Debt to Equity Ratio merupakan salah satu informasi internal yang dapat
menunjukan kapabilitas perusahaan dalam membayar hutangnya dengan aktiva atau
asset yang perusahaan tersebut miliki rasio ini diukur dengan membandingkan rasio
antara total hutang dan total aktiva. Dalam kaitannya dengan teori sinyal pada umumnya
investor sangat memperhatikan ini karena DER yang tinggi dapat menunjukkan risiko
dari kegagalan sebuah perusahaan dalam pengembalian pinjamannya begitu pula
sebaliknya. keputusan investor dalam melakukan investasinya akan mempertimbangkan
nilai DER, jika tingkat ketidakpastiannya tinggi akan semakin tinggi pula nilai
underpricing.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, tingkat kewajiban yang tinggi membuat
perusahaan menjadi lebih sulit dalam memprediksi jalannya perusahaan di masa depan.
Investor yang mengetahui suatu perusahaan memiliki banyak hutang akan
mempertimbangkan lagi keputusan untuk menanamkan modalnya. Oleh karena itu
underwriter akan memperkecil risiko dengan menjual saham perdana dengan harga yang
rendah, yang pada akhirnya menyebabkan underpricing.
Saputra dan Suaryana (2016) menerangkan bahwa debt to equity ratio berpengaruh
positif terhadap tingkat underpricing. Dengan demikian hipotesis dapat dinyatakan
sebagai berikut:
H1: DER berpengaruh positif terhadap underpricing.
Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing
Dalam penentuan harga di pasar perdana, underwriter mempunyai peran yang
penting karena underwriter merupakan pemberi saran kepada perusahaan yang akan
melakukan penawaran saham perdana jadi underwriteryang mempunyai reputasi baik
pasti bisa memahami kondisi pasar dan melihat kapan emiten dapat dinilai layak dan
emiten mana yang mempunyai masa depan yang baik.
Dalam kaitannya dengan teori sinyal, reputasi underwriter dapat menjadi sinyal
positif bagi investor karena dari faktor ini investor dapat menemukan harga yang paling
optimal dan bisa melihat kemungkinan risiko yang akan dihadapi karena adanya bantuan
dari underwriter, informasi tersebut akan lebih dipercaya oleh investor jika underwriter
mempunyai reputasi yang baik. Hal ini yang merupakan sinyal investor dalam
keputusannya berinvestasi.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, investor dengan peusahaan mempunyai
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 269
kepentinganya masing-masing. Sebagai investor pasti mereka ingin membeli saham
dengan risiko yang rendah tetapi dengan harga yang paling optimal, sebaliknya bagi
perusahaan yang akan go public pasti ingin menjual harga saham dengan harga tinggi
karena dengan cara menjual saham harga tinggi maka akan mendapatkan jumlah yang
maksimum. Tidak lakunya efek yang tidak terjual merupakan risiko yang akan dihadapi
oleh underwriter dan risiko ini yang dapat membuat underwriter merugi karena harus
menanggung atas tidak lakunya efek yang diperdagangkan tetapi risiko tersebut sering
didapatkan oleh underwriter dengan reputasi rendah, karena itu reputasi yang baik dari
underwriter maka tingkat underpricing akan lebih rendah.
Junaeni dan Agustian (2013) menerangkan bahwa reputasi underwriter
berpengaruh terhadap underpricing saham dengan arah negatif, serta penelitian yang
dilakukan Risqi dan Harto (2013) membuktikan bahwa reputasi underwriter berpengaruh
negatif signifikan terhadap pengungkapan underpricing. Dengan demikian, hipotesis
dapat dinyatakan sebagai berikut:
H2: Reputasi underwriter berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Underpricing
Umur perusahaan menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut menjalankan
usahanya secara berkelanjutan dan bagaimana perusahaan tersebut dapat bertahan
menghadapi persaingan, semakin lama perusahaan tersebut berdiri maka akan semakin
banyak pula pengalaman yang perusahaan tersebut miliki. Umumnya investor melihat
reputasi dari perusahaan yang telah lama beroperasi dan dapat dijadikan indikator bagi
investor dalam menilai faktor munculnya risiko yang mungkin akan timbul dimasa yang
akan datang.
Dalam kaitannya dengan teori sinyal, informasi umur perusahaan dapat menjadi
sinyal positif bagi investor, jika perusahaan tersebut telah berdiri sejak lama maka dapat
diperkirakan informasi mengenai keuangan perusahaan yang dilaporkan akan semakin
lengkap dan terperinci dengan adanya penungkapan penuh atas laporan keuangan
perusahaan maka akan semakin kecil risiko yang diterima oleh investor dan investor
tersebut akan merasa aman untuk menanmkan modalnya dan dapat menimbulkan
penawaran saham perdana yang semakin tinggi.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, antara emiten dan investor mereka
mempunyai kepentingan yang berbeda. Investor menginginkan pengembalian yang
optimum dengan risiko yang seminimal mungkin, sedangkan perusahaan yang telah lama
berdiri percaya bahwa penawaran saham perdananya akan tinggi sehingga menginginkan
harga saham perdana yang maksimal. Underwriter yang memiliki informasi yang lebih
luas akan mempertimbangkan informasi kedua pihak. Semakin lama perusahaan berdiri
maka informasi laporan keuangan yang dilaporkan semakin baik, hal ini dapat
mengurangi terjadinya asimetri informasi antara perusahaan dengan investor.
Penelitian yang dilakukan Taufani (2017) menerangkan bahwa umur perusahaan
berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing yang diproxykan dengan intial
return. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purbarangga dan Yuyetta
(2013) yang juga menerangkan bahwa umur perusahaanmempunyai pengaruh negatif
terhadap underpricing. Dengan demikian hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:
H3: Umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing.
270 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
Pengaruh Jenis Industri Terhadap Underpricing
Variabel jenis industri mungkin saja mempengaruhi underpricing karena tiap
industrimempunyai tingkat risiko dan tingkat ketidakpastian yang berbeda sehingga
dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Dalam
kaitannya dengan teori sinyal adalah variabel jenis industri dapat menjadi sinyal positif
bagi investor yang akan menanamkan modalnya apakah setiap industri mempunyai risiko
yang sama dalam mengalami underpricing atau tidak.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, investor mempunyai kepentingan yakni
mereka akan menanamkan modalnya didalam industri yang mempunyai tingkat
underpricing yang lebih tinggi karena lebih murah dibandingkan harga pada pasar
sekunder dan pemerintah umumnya menetapkan peraturan yang lebih spesifik dalam
pengawasan pada sekelompok perusahaan di suatu Negara. Investor tidak mau dengan
perusahaan yang terlalu diatur pemerintah karena kebijakan dari pemerintah sewaktu-
waktu dapat berubah dan merubah harga saham, maka jenis industri yang lebih banyak
diautr pemerintah cenderung mempunyai tingkat underpricing yang lebih tinggi
dibandingkan yang tidak terlalu diatur oleh pemerintah atau perusahaan yang memiliki
aturan fleksibel. Junaeni dan Agustian (2013) menerangkan bahwa jenis industri
mempunyai pengaruh terhadapunderpricing dengan arah positif tingkat underpricing.
Dengan demikian hipotesis dinyatakan sebagai berikut:
H4: Jenis industri berpengaruh positif terhadap underpricing.
Pengaruh ROE (Return on Equity) Terhadap Underpricing
ROE (Return on Equity) merupakan salah satu informasi internal dari perusahaan
yang menunjukkan tentang kapabilitas perusahaan dalam menghasilkan laba yang tinggi
karena dapat dilihat bagaimana perusahaan dapat mengelola modalnya sendiri untuk
menghasilkanlaba yang tinggi. Dalam kaitannya dengan teori sinyal maka variabel ROE
memberikan sinyal positif bagi investor karena laba merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi bagaimana investor mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya
di suatu perusahaan dengan mengetahui nilai ROE dari perusahaan maka investor dapat
mengetahui besar kecilnya suatu keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan dari
modalnya sendiri di masa yang akan datang.
Dalam kaitannya dengan teori agensi bahwa investor dan perusahaan mempunyai
kepentingannya masing-masing yakni jika investor menanamkan modal disuatu
perusahaan bersumber pada faktor dari berapa estimasi keuntungan yang mungkin akan
investor dapatkan dimasa yang akan datang, sebaliknya disisi perusahaan faktor ROE
(return on equity) sangat menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut menghasilkan
seberapa besar tingkat laba karena hasil dari laba yang perusahaan hasilkan akan menarik
lebih banyak investor yang akan melakukan penanaman modal. Menurut Haska (2017)
menerangkan bahwa ROE berpengaruh negatif terhadap underpricing. Dengan demikian
hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:
H5: ROE (Return on Equity) berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Underpricing
Ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Karena masyarakat
mengenal perusahaan dari seberapa besarnya perusahaan tersebut karena perusahaan
yang besar secara tidak langsung menyediakan informasi yang banyak pula kepada
investor jadi semakin kecil ketidakpastian yang dimiliki oleh investor .Dalam kaitannya
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 271
dengan teori sinyal, ukuran perusahaan merupakan sinyal positif bagi investor karena
ukuran perusahaan yang berskala besar maka pengalamannya lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan dengan skala kecil secara tidak langsung maka laba yang dilaporkan
oleh perusahaan dengan ukuran skala besar lebih dapat dipercaya.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, maka investor yang baru akan menanamkan
modal di pasar modal akan lebih memilih perusahaan dengan ukuran skala besar karena
lebih menarik dari perusahaan yang berukuran kecil. Untuk meanamkan modalnya
investor sangat waspada dengan kondisi perusahaan dan mempertimbangkan pada waktu
yang akan datang, sehingga pada saat itu perusahaan menginginkan harga saham
seoptimal mungkin. Dengan berinvestasi di perusahaan besar maka kekhawatiran yang
akan dihadapi investor akan berkurang dan investor dapat mengambil sebuah keputusan
yang tepat dengan sudah tersedianya informasi yang mencukupi di masyarakat. Menurut
Taufani (2017)menerangkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap
underpricing begitu pula penelitian yang dilakukan Purbarangga dan Yuyetta (2013)
yang menerangkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap
underpricing, dengan demikian hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut :
H6: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing
Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Underpricing
Inflasi merupakan terjadinya dimana terdapat peningkatan harga produk-produk
secara bersamaan sehingga terjadi penurunan daya beli uang Tingkat inflasi ini adalah
suatu informasi yang didapatkan dari luar perusahaan dan merupakan salah satu
informasi eksternal yang berkaitan dengan ekonomi makro dari suatu Negara.
Dalam kaitannya dengan teori sinyal, Tingkat inflasi dapat menjadi sinyal positif
bagi inevestor karena jika nilai inflasi dari suatu Negara ini menurun maka akan banyak
investor yang menanamkan modalnya karena nilai uang yang dimiliki mempunyai daya
beli yang lebih tinggi dibandingkan dengan saat tingkat inflasi sedang tinggi. Informasi
dari tingkat inflasi ini yang dapat membuat kita melihat banyak atau tidaknya investor
dari suatu Negara karena jika tingkat inflasi semakin tinggi maka dapat juga
kemungkinan naiknya tingkat suku bunga, penanaman modal semakin tidak pasti dengan
pengembalian modalnya, ketidakstabilan ekonomi dan akan menyebabkan juga
menurunnya kesejahteraan masyarakat dimana investor tersebut merupakan bagian dari
masyarakat.
Astuti dan Syahyunan (2012) membuktikan bahwa variabel inflasi terhadap
underpricing menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif pada saham perusahaan yang
melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Serta penelitian yang
dilakukan oleh Saifudin dan Rahmawati (2016) mempunyai hasil yang sama seperti
penelitian yang dilakukan Astuti dan Syahyunan (2012) bahwa tingkat inflasi
mempunyai pengaruh positif terhadap underpricing. Dengan demikian, hipotesis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
H7: Tingkat Infasi berpengaruh positif terhadap underpricing.
272 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
Sumber: Data diolah, 2018
Gambar 1
Kerangka Konseptual
METODE PENELITIAN
Populasi, Sampel, Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini objek penelitian adalah Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek
Indonesia (BEI) atau dapat juga disebut Indonesia Stock Exchange (IDX). Populasi
dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana di
BEI periode 2015-2017 sebanyak 67 perusahaan. Pemilihan perusahaan secara
purposive sampling diantaranya publish Laporan Tahunan secara konsisten selama
periode penelitian, menggunakan Rupiah dalam pelaporannya dan data tidak ekstrem.
Sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian menjadi sebanyak 59 perusahaan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan laporan keuangan
perusahaan beserta pada perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana di BEI
periode 2015-2017. Sampel penelitian ditentukan secara purposive sampling. Metode
analisis data yang digunakan terdiri dari antara lain: analisis statistik deskriptif, analisis
uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, analisis koefisien determinasi dan
koefisien korelasi, dan uji hipotesis.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Underpricing
Underpricing ini dihitung dengan cara penghitungan initial return dari perusahaan-
perusahaan yang melakukan Initial Public Offering, yakni adalah selisih harga antara
penutupan harga saham pada hari pertama di pasar sekunder dengan harga saham
penawaran (Taufani, 2017)
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 273
𝐼𝑅 = 𝑃1 − 𝑃0
𝑃0 𝑥 100%
Keterangan:
IR = Intial Return
P1 = Harga penutupan saham pada hari pertama di pasar sekunder (Closing Price).
P0 = Harga penawaran saham perdana.
DER (Debt to Equity Ratio)
Debt to Equity Ratio adalah rasio hutang terhadap ekuitas yang dmiliki oleh
perusahaan, rasio ini mencerminkan kapabilitas perusahaan dalam membayar hutang
dengan modal yang dimilikinya. Jika rasio hutang rendah terhadap kekayaan pemilik,
maka semakin rendah proporsi modal pinjaman. Menurut Kasmir (2015:157) rumus
dalam mencari Debt to Equity Ratio (DER) adalah sebagai berikut:
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 =𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐋𝐢𝐚𝐛𝐢𝐥𝐢𝐭𝐢𝐞𝐬
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐄𝐪𝐮𝐢𝐭𝐲 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Reputasi Underwriter
Pengukuran reputasi Underwriter menggunakan metode yang dilakukan oleh
Haska (2017) mengukurnya dengan cara memberikan perangkingan terhadap
underwriter dengan nilai 0 sampai 9 dan perangkingan ini dihitung berdasarkan dengan
jumlah trading value yang dilakukan Bursa Efek Indonesia melalui factbook tahunan.
Berikut ini adalah pengelompokan trading value underwriter:
Tabel 1
Trading Value Underwriter
Total Trading Value Nilai
> Rp 125,001 milyar 9
Rp 110,001 milyar - Rp 125,000 milyar 8
Rp 95,001 milyar - Rp 110,000 milyar 7
Rp 80,001 milyar - Rp 95,000 milyar 6
Rp 65,001 milyar - Rp 80,000 milyar 5
Rp 50,001 milyar - Rp 65,000 milyar 4
Rp 35,001 milyar - Rp 50,000 milyar 3
Rp 20,001 milyar - Rp 35,000 milyar 2
Rp 5,001 milyar - Rp 20,000 milyar 1
< Rp 5,000 milyar atau tidak termasuk dalam 50
most active IDX members 0
Sumber: Haska (2017)
Umur Perusahaan
Umur perusahaan dihitung berdasarkan lama dari perusahaan tersebut beroperasi
sejak didirikan didasarkan pada akte pendirian sampai dengan perusahaan tersebut
melakukan penawaran umum perdana (IPO), Variabel umur perusahaan diukur dengan
lamanya perusahaan beroperasi yakni sejak perusahaan itu didirikan (established date)
274 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
bersumber pada akta pendirian sampai dengan saat perusahaan melakukan IPO (Saifudin
dan Rahmawati, 2016).
𝐴𝑔𝑒 = 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝐼𝑃𝑂 − 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑑𝑖𝑟𝑖
Jenis Industri
Variabel independen jenis industri dipakai untuk melihat apakah underpricing
terjadi pada hamper semua jenis indsutri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu
saja.Jenis industri merupakan variabel dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini
dimaksudkan untuk menunjukkan apakah tingkat underpriced perusahaan industri
manufaktur berbeda dengan perusahaan industri non manufaktur. Kelompok perusahaan
manufaktur diberi nilai 1 dan untuk kelompok perusahaan non manfuaktur diberi nilai 0
(Junaeni dan Agustian, 2013).
ROE (Return on Equity)
Return on equity (ROE) merupakan persentase keuntungan yang ditampilkan
perusahaan kepada investor mengenai seberapa besar tingkat pengembalian modal
investor dari perusahaan yang berasal dari kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba.
Variabel ini dipakai dalam mengukur tingkat profitabilitas karena mengukur tingkat
keuntungan dengan modal sendiri, pengukuran dengan membandingkan antara laba
bersih dengan total ekuitas (Risqi dan Harto 2013). Menurut Kasmir (2015:204) rumus
untuk mencari Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 (𝑅𝑂𝐸) =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥
Total 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100%
Ukuran Perusahaan
Besarnya skala atau ukuran dari sebuah perusahaan dapat diukur dengan cara
melihat total aktiva perusahaan dengan nilai asset yang dimilikinya. Ukuran perusahaan
merupakan cerminan potensi perusahaan dalam menghasilkan arus kas. Variabel ukuran
perusahaan diukur dengan menghitung log natural total aktiva tahun terakhir sebelum
perusahaan tersebut (Aini, 2013)
𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Tingkat Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
secara terus menerus. Tingkat inflasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah tingkat
inflasi yang ditetapkan oleh Bank Sental satu bulan sebelum emiten melakukan IPO
(Saifudin dan Rahmawati, 2016)
Metode Analisis Data
Sebelum diolah dalam suatu persamaan matematis, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi klasik pada data yang akan dianalisis, yaitu uji normalitas dengan Kolmogorov-
Smirnov, uji heterosekedasitas dengan uji Glejser, dan uji autokorelasi dengan Durbin
Watson (D-W). Selanjutnya data akan dianalisis faktor, dan menguji pengaruh variabel
independen terhadap dependen dengan regresi sederhana, dengan persamaan regresi
yang digunakan sebagai berikut:
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 275
UP = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5+β5 X6+β5 X7
Keterangan :
UP = Underpricing
α = Konstanta
X1= Debt to Equity Ratio (DER)
X2= Reputasi Underwriter
X3= Umur Perusahaan
X4= Jenis Industri
X5= Return on Equity (ROE)
X6= Ukuran Perusahaan
X7= Tingkat Inflasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 67 perusahaan yang merupakan
perusahaan-perusahaan dari semua sektor yang mempunyai kelengkapan
informasi yang dipakai peneliti. Data sampel yang dipakai adalah sebagai berikut.
Tabel 2
Sampel Perusahaan No. Keterangan Jumlah
1. Jumlah perusahaan yang IPO selama 2015 – 2017 67
2. Sampel yang dikeluarkan karena overpricing atau IR nol (6)
3. Data outliers (2)
Jumlah pengamatan yang dipakai 59
Sumber: Data diolah, 2018
Hasil Uji Stastika Deskriptif
Tabel 3
Hasil Statistik Deskriptif
Variabel Minimum Maximum Mean Standar
Deviasi
DER 0,010 8,880 1,08102 1,413640
RU 0 9 3,92 3,092
AGE 2 65 18,90 14,652
ROE -0,223 0,365 0,07689 0,106606
SIZE Rp. 50.765.000.000 Rp. 17.074.637.000.000 27,6554 1,23467
INFLASI 0,03 0,08 0,0448 0,01440
UP 1,32 70,00 38,1989 27,01670
Sumber: Data diolah (2018)
Pada tabel 2, diperoleh rata-rata (mean), tingkat penyimpangan penyebaran data
(standar deviasi) serta jumlah total populasi untuk setiap variabel penelitian. Nilai rata-
rata (mean) diperoleh dari jumlah data penelitian keseluruhan dibagi dengan jumlah
sampel. Sehingga diperoleh nilai minimum DER nilai minimum 0,010 dan nilai
maksimum sebesar 8, nilai rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 1,08102 dan standar
deviasi sebesar 1,413640, untuk variabel umur perusahaan nilai minimum 2 dan nilai
maksimum sebesar 65 nilai rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 18,9 dan standar
276 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
deviasi sebesar 14,652, untuk variabel ROE mempunyai nilai minimum -0,223 dan
nilai maksimum sebesar 0,365 nilai rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 0,07689 dan
standar deviasi sebesar 0,106606, untuk variabel ukuran perusahaan mempunyai nilai
minimum total asset Rp. 50.765.000.000 dan nilai maksimum total asset Rp.
17.074.637.000.000 nilai rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 27,65 dan standar
deviasi sebesar 1,23467. Untuk variabel inflasi mempunyai nilai minimum 0,03 dan
nilai maksimum sebesar 0,08 nilai rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 0,0448 dan
standar deviasi sebesar 0,01440. Dan untuk variabel underpricing mempunyai nilai
minimum 1,32 dan nilai maksimum sebesar 70 Nilai rata-rata yang dimiliki adalah
sebesar 38,19 dan standar deviasi sebesar 27,01.
Variabel Dummy
Tabel 4
Komposisi Reputasi Underwriter Total Trading Value Kategori Frekuensi Presentase
> Rp 125,001 milyar 9 9 15.30
Rp 110,001 milyar - Rp 125,000 milyar 8 1 1.69
Rp 95,001 milyar - Rp 110,000 milyar 7 5 8.47
Rp 80,001 milyar - Rp 95,000 milyar 6 2 3.38
Rp 65,001 milyar - Rp 80,000 milyar 5 5 8.47
Rp 50,001 milyar - Rp 65,000 milyar 4 7 11.86
Rp 35,001 milyar - Rp 50,000 milyar 3 7 11.86
Rp 20,001 milyar - Rp 35,000 milyar 2 7 11.86
Rp 5,001 milyar - Rp 20,000 milyar 1 5 8.47
< Rp 5,000 milyar atau tidak termasuk
dalam 50 most active IDX members 0 11 18.64
Total 59 100
Sumber: Data diolah, 2018
Variabel reputasi underwriter diukur dengan menggunakan skala nominal
berbentuk dummy dengan memberikan skor 0 – 9 , dalam penelitian ini terdapat 9
perusahaan yang termasuk kategori 9 atau 15.30%, 1 perusahaan termasuk kategori 8
atau 1.69%, 5 perusahaan termasuk kategori 7 atau 8.47%, 2 perusahaan kategori 6 atau
3.38%, 5 perusahaan kategori 5 atau 8.47 % , 7 perusahaan kategori 4 atau 11.86%, 7
perusahaan kategori 3 atau 11.86%,7 perusahaan kategori 2 atau 11.86%, 5 perusahaan
kategori 1 atau 8.47 %, dan 11 perusahaan kategori 0 atau 18.64%
Jenis Industri
Tabel 5
Komposisi Jenis Industri
Frequency Percent
PERUSAHAAN NON
MANUFAKTUR 39 66,1
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR 20 33,9
Total 59 100,0
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 277
Sumber: Data diolah, 2018
Variabel jenis industri diukur dengan menggunakan skala nominal berbentuk
dummy dengan skor 0-1, perusahaan dengan jenis industri non manufaktur diberi nilai
0 sebaliknya perusahaan dengan jenis industri manufaktur diberi nilai 1. Dalam
penelitian ini, terdapat 66.1% perusahaan dengan kategori jenis industri non
manufaktur dan 20% perusahaan dengan jenis industri manufaktur.
Analisis Uji Asumsi Klasik
Hasil penelitian ini dari pengujian Regresi Linier Berganda akan dapat
digunakan sebagai alat prediksi yang tepat apabila memenuhi uji asumsi klasik
sebagai berikut:
Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variable
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Normalitas distribusi data
penelitian ini dapat dilihat dari normal probability plot, jika data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi dikatakan
memenuhi asumsi normalitas dan sebaliknya jika tersebar acak dan tidak berada
disekitar garis diagonal maka asumsi normalitas tidak terpenuhi (Ghozali, 2013).
Uji Multikolenieritas
Tabel 6
Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber: Data diolah, 2018
Bersumber pada tabel 6 diketahui bahwa seluruh variabel tidak terdapat
multikolinearitas. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan antar variabel dalam
penelitian ini. Karena nilai VIF dari seluruh variabel tersebut lebih kecil dari 10.
Variabel VIF Kesimpulan
DER
RU
AGE
TYPE
ROE
SIZE
INFLASI
1,280
1,238
1,156
1,045
1,085
1,352
1,063
Tidak terdapat multikolinieritas
Variabel Tolerance Kesimpulan
DER
RU
AGE
TYPE
ROE
SIZE
INFLASI
0,781
0,808
0,865
0,957
0,922
0,739
0,940
Tidak terdapat multikolinieritas
278 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
Uji Heterokedastisitas
Tabel 7
Hasil Uji Heterokedastisitas Variabel Signifikansi Kesimpulan
DER
RU
AGE
TYPE
ROE
SIZE
INFLASI
0,178
0,136
0,696
0,105
0,506
0,714
0,688
Tidak ada heterokedastisitas
Dependent Variabel : ABS
Sumber: Data diolah, 2018
Bersumber pada tabel 7 diketahui bahwa seluruh variabel independen mempunyai
nilai signifikansi > 0,05. Dengan demikian, model regresi penelitian ini terbebas dari
heterokedastisitas.
Uji Autokorelasi
Tabel 8
Hasil Uji Autokorelasi Model Durbin-Watson Keterangan
1 2,018 Tidak terdapat autokorelasi
Sumber: Data diolah, 2018
Bersumber pada tabel 8 diketahui bahwa terdapat 59 pengamatan dan 7 variabel
independen. Hasil pengujian ini disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat
autokorelasi.
Analisis Regresi Linier Berganda
Tabel 9
Hasil Uji Hipotesis Variabel Prediksi β Sig Keputusan
(Constant)
DER
RU
AGE
TYPE
ROE
SIZE
INFLASI
-
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
308,978
1,053
-2,780
-0,201
-1,944
-62,664
-9,218
109,115
0,000
0,677
0,008
0,330
0,745
0,025
0,001
0,583
-
𝐻1 ditolak
𝐻2 diterima
𝐻3 ditolak
𝐻4 ditolak
𝐻5 diterima
𝐻6 diterima
𝐻7 ditolak
Adj. R²
F. test
Sig.
0,386
6,219
0,000
Sumber: Data Diolah, 2018
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 279
Berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel diatas, dapat dibuat persamaan regresi untuk
model penelitian sebagai berikut:
UP = 308,978 + 1,053 DER – 2,780 RU – 0,201 AGE -1,944 TYPE – 62,644 ROE –
9,218 SIZE + 109,115 INFLASI
Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi diamati melalui nilai adjusted R². Bersumber padat tabel hasil
uji hipotesis diketahui bahwa model regresi pada penelitian ini mempunyai koefisien
determinasi yang dinyatakan pada Adjusted R² adalah sebesar 0,386. Hasil ini
menunjukan bahwa seluruh variabel independen dapat menjelaskan 38,6% variabel
dependen. Dengan demikian, sisanya atau 61,4% mampu dijelaskan oleh faktor lain.
Uji Simultan (Uji F)
Dasar pengambilan keputusan dalam uji F yakni adalah hipotesis diterima apabila nilai
signifikansi F < 0,05. Bersumber pada tabel hasil uji hipotesis diketahui bahwa nilai
signifikansi F adalah sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). Hasil ini menunjukan bahwa berarti
terdapat pengaruh secara bersama-sama antara seluruh variabel independen terhadap
variabel dependen.
Pengaruh DER terhadap Underpricing
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,677 lebih besar dari 0,05
dengan β = 1,053, maka Ha gagal diterima yang berarti debt to equity ratio tidak
berpengaruh terhadap underpricing. Pada umumnya, investor akan tertarik dengan
tingkat leverage. Karena berhubungan dengan pengembalian yang diharapkan dapat
semakin tinggi. Namun dalam penelitian ini, DER tidak berpengaruh terhadap
underpricing. hal ini disebabkan karena besarnya risiko yan dihadapi investor akan
berdampak pada semakin tinggi financial leverage, dan tidak semua investor berani
untuk menghadapi risiko yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, tingkat kewajiban yang tinggi membuat
perusahaan menjadi lebih sulit dalam memprediksi jalannya perusahaan di masa depan.
Investor yang mengetahui suatu perusahaan memiliki banyak hutang akan
mempertimbangkan lagi keputusan untuk menanamkan modalnya. Tidak
berpengaruhnya variabel ini dapat disebabkan oleh ketidakpercayaan investor atas
informasi keuangan yang disajikan oleh emiten, sebagaimana ketidakpercayaan investor
pada informasi DER yang disajikan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufani (2017)
yang menerangkan variabel debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap
underpricing. Hasil ini tidak sejalan dengan penelittian yang dilakukan Sulistyawati dan
Wirajaya (2017), Saputra dan Suaryana (2016) yang menerangkan debt to equity ratio
berpengaruh positif terhadap underpricing.
Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap Underpricing
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,008 lebih kecilr dari 0,05
dengan β = -2,780, maka Ha diterima yang berarti reputasi underwriter mempunyai
pengaruh negatif terhadap underpricing.
Dalam kaitannya dengan teori agensi, investor dengan perusahaan mempunyai
280 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
kepentingannya masing-masing. Sebagai seorang calon investor mereka ingin membeli
saham dengan harga paling optimal dan dengan risiko yang paling rendah, sebagai
underwriter risiko yang akan dirasakan adalah kemungkinan untuk tidak terjualnya efek
sehingga menyebabkan underwriter tersebut merugi karena harus menanggung sebagian
efek yang tidak terjual. Sebaliknya perusahaan yang akan melakukan penawaran saham
perdana juga ingin menjual harganya dengan harga yang tinggi karena dengan begitu saat
penawaran saham perdana perusahaan dapat langsung mendapatkan dana dengan jumlah
yang maksimum. Underwriter yang mempunyai reputasi tinggi dapat menekan konflik
yang terjadi dengan menetapkan harga saham perdana sesuai dengan kondisi perusahaan,
oleh karena itu reputasi baik dari underwriter, maka tingkat underpricing akan lebih
rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaeni
dan Agustian (2013) yang menerangkan bahwa reputasi underwriter berpengaruh
negaitf terhadap pengungkapan underpricing. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan Nurfauziah dan Safitri (2013) yang menerangkan reputasi underwriter
tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,330 lebih besar dari 0,05 dengan
β = -0,201, maka Ha gagal diterima yang berarti umur perusahaan tidak berpengaruh
terhadap underpricing.
Dalam penelitian ini umur perusahaan tidak menjadi faktor utama yang
dipertimbangkan oleh investor sehingga umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap
underpricing. Perusahaan yang beroperasi lebih lama belum terbukti menyediakan
informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas dari pada perusahaan yang baru saja
berdiri. Semakin lama perusahaan berdiri maka informasi laporan keuangan yang
dilaporkan belum tentu semakin baik, hal ini dapat terjadi asimetri informasi antara
perusahaan dengan investor. Dengan semikiran penawaran saham perdana semakin
tinggi, tidak menyebabkan tingkat underpricing semakin rendah
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Taufani (2017), Saputra dan
Suaryana, Purbarangga dan Yuyetta (2013) yang menerangkan umur perusahaan tidak
berpengaruh terhadap underpricing. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Saifudin dan Rahmawati (2016) yang menerangkan umur perusahaan berpengaruh
positif terhadap underpricing.
Pengaruh Jenis Industri terhadap Underpricing Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,745 lebih besar dari 0,05 dengan
β = -1,944, maka 𝐻𝑎 gagal diterima yang berarti jenis industri tidak berpengaruh terhadap
underpricing.
Dalam penelitian ini, tidak semua investor membedakan jenis indsutri dalam
melakukan investasi. Risiko investasi saham biasa terjadi pada semua jenis industri, oleh
sebab itu peluang iinvestor dalam memperoleh keuntungan pun dimiliki oleh semua jenis
industri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaeni dan
Agustian (2013) yang menerangkan bahwa jenis industri tidak berpengaruh terhadap
underpricing.
Pengaruh Return on Equity terhadap Underpricing
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,025 lebih kecil dari 0,05 dengan
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 281
β = -62,644, maka 𝐻𝑎 diterima yang berarti rerturn on equity berpengaruh negaitf
terhadap underpricing.
Dalam kaitannya dengan teori sinyal, perusahaan akan memberikan sinyal positif
kepada investor mengenai tentang tingkat keuntungan yang bisa dihasilkan perusahaan
di masa yang akan dating. ROE yang disajikan perusahaan menunjukkan kondisi
keuangan perusahaan tersebut, sehingga dapat menarik calon investor untuk membeli
sahamnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Haska (2017) yang
menerangkan bahwa return on equity berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Purbarangga dan Yuyetta (2013)
yang menerangkan bahwa return on equity tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,01 lebih besar dari 0,05dengan
β = -9,218, maka 𝐻𝑎 diterima yang berarti ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap underpricing.
Dalam kaitannya dengan teori sinyal, ukuran perusahaan dapat memberikan sinyal
yang positif kepada investor dikarenakan perusahaan yang berskala besar biasanya
melaporkan kinerja keuangannya secara lebih terpercaya dan laporan keuangan tersebut
lebih mudah didapatkan oleh calon investor, besarnya skala perusahaan biasanya
berbanding lurus dengan intial return yang akan didapatkan dan perusahaan yang
berskala besar bisa memberikan informasi yang memadai dan dapat mengurangi tingkat
ketidakpastian investor akan prospek perusahaan kedepan, besarnya total asset yang
dimiliki perusahaan bisa meyakinan investor dalam menilai masa depan perusahaan
tersebut di masa yang akan datang dan mengurangi tingkat risiko perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra dan
Suaryana (2016) yang menerangkan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap
underpricing. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh
Purbarangga dan Yuyeta (2013) yang menerangkan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
Pengaruh Tingkat Inflasi terhadap Underpricing Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,583 lebih besar dari 0,05 dengan
β = 109,115, maka Ha gagal diterima yang berarti tingkat inflasi tidak berpengaruh
terhadap underpricing.
Dalam kaitannya dengan teori sinyal, tingkat inflasi bisa menjadi sinyal positif
yang akan diterima oleh investor yang akan melakukan investasi dalam pembelian saham
karena tingkat inflasi ini menggambarkan keadaan makro ekonomi di suatu negara pada
periode tertentu. Dalam penelitian ini tidak terbukti inflasi menentukan investor
membuat keputusan berinvestasi. Investor yang ingin berinvestasi pada saham perdana
bias saja lebih memperhatikan analisis teknikal dan fundamental dari perusahaan dengan
demikian inflasi tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati dan
Wirajaya (2017) yang menerangkan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap
underpricing. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Yandes
(2013) yang menerangkan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap
underpricing.
282 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio, reputasi
underwriter, umur perusahaan, jenis industri, return on equity, ukuran perusahan, dan
tingkat inflasi terhadap underpricing saham pada seluruh perusahaan yang melakukan
IPO di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2015-2017. Bersumber pada analisis data dan
pembahasan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagai berikut.
Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufani (2017) yang
menerangkan variabel debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Reputasi underwriter berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaeni dan Agustian (2013) yang
menerangkan bahwa reputasi underwriter berpengaruh negaitf terhadap pengungkapan
underpricing.
Umur perusahaan (Age) tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Taufani (2017), Saputra dan Suaryana, Purbarangga dan
Yuyetta (2013) yang menyatakan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap
underpricing.
Jenis industri tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Junaeni dan Agustian (2013) yang menyatakan bahwa jenis industri tidak
berpengaruh terhadap underpricing.
Return on Equity (ROE) berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Haska (2017) yang menyatakan bahwa return on equity
berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Ukuran perusahaan (Size) berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra dan Suaryana (2016)
yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat
underpricing.
Tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap underpricing. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati dan Wirajaya (2017) yang
menyatakan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Keterbatasan
Penelitian ini mempunyai keterbatasan antara lain adalah sedikitnya perusahaan
yang melakukan IPO sehingga perusahaan yang diteliti tidak cukup banyak.
Saran
Bersumber pada simpulan penelitian dan dengan mempertimbangkan keterbatasan
penelitian diperoleh saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan
variabel lain selain variabel yang dipakai dalam penelitian ini untuk mengetahui lebih
luas mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi underpricing, misalnya proceeds atau
earning per share. Selain itu untuk Para investor atau calon investor sebelum membeli
saham perdana sebaiknya mempertimbangkan reputasi underwriter, return on equity,
ukuran perusahaan karena terbukti berpengaruh terhadap underpricing.
_____________________________Himawan Budi Kuncoro/Rossje V Suryaputri 283
DAFTAR PUSTAKA
Aini, S. N. (2013). Faktor-Faktor YAng Mempengaruhi Underpricing Saham Pada
Perusahaan IPO Di BEI Periode 2007-2011. Jurnal Ilmiah Manajemen Vol. 1 No.1
Januari.
Allen, F., & Faulhaber, G. (1989). Signaling by Underpricing in the IPO Market. Journal
Of Financial Economics Vol. 23 No. 2, 303-323.
Amelia, J. M., & Saftiana, Y. (2007). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Underpricing Penawaran Umum Perdana (IPO) Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Penelitian dan Penembanan Akuntansi Vol. 1 No. 2 Juli.
Awalia, A., & Daljono. (2014). Pengaruh Risiko Litigasi Terhadap Kualitas Pelaporan
Keuangan Dengan Keahlian Hukum Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2010-2012). Diponegoro Journal Of Accounting Vol. 3 No. 3 , 1-13.
Fahmi, I. (2015). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 21.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Hair, J. F. (1998). In Multivariate Data Analysis. London: Pretince Hall.
Halim, A. (2015). In Analisis Investasi Di Aset Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Haska, D. (2017). Pengaruh Risiko Investasi, Return On Equity (ROE) Dan Proceeds
Terhadap Underpricing Dengan Reputasi Underwriter Sebagai Variabel Moderasi
Pada Perusahaan Non-Keuangan Yang IPO Di BEI Periode 2010-2014. JOM
Fekon Vol. 4 No. 1 Februari.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305-
360.
Junaeni, I., & Agustian, R. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering DI
BEI. Junral Ilmiah WIDYA Vol. 1 No. 1 Mei-Juni.
Kartika, G. S., & Putra, I. D. (2017). Faktor-Faktor Underpricing Initial Public Offering
Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol. 19 No. 3,
2205-2233.
Kasmir. (2015). In Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Kurniawan, L. (2014). Informasi Akuntansi Dan Non Akuntansi Pada Fenomena
Underpricing Yang Terjadi Saat Penawaran Umum Saham Perdana Pada
Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi/Volume
XVIII No.3 September, 371-382.
Lestari, A. H., Hidayat, R. R., & Sulasmiyati, S. (2015). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana Di BEI
Periode 2012-2014 (Studi Pada Perusahaan Yang Melaksanakan IPO Di Bursa
Efek Indonesia Periode 2012-2014). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 25 No.
1 Agustus.
Nalurita, Y. (2017). Pengaruh Kuantitas Penawaran Saham, Umur Perusahaan, Dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Initial Return Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Lampung.
284 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing___________________
Ningsih, R. A., & Soekotjo, H. (2017). Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas Dan
Likuiditas Terhadap Return Saham. Jurnal Ilmu dan Riset Manejemen Vol. 6 No.1
Januari, 1-17.
Nurfauziah, & Safitri, R. E. (2013). Pengaruh Reputasi Underwriter Dan Reputasi
Auditor Terhadap Underpricing. Jurnal Siasat Bisnis Vol.17 No. 1 Januari, 80-89.
Purbarangga, A., & Yuyetta, E. A. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Underpricing Pada Penawaran Umum Saham Perdana. Diponegoro Journal of
Accounting Vol. 2 No. 3, 1-7.
Retnowati, E. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham
Pada Penawaran Umum Perdana (IPO) Di Bursa Efek Indonesia (BEI). Skripsi
Fakultas Ekonomi Akuntansi Universitas Negeri Semarang.
Risqi, I. A., & Harto, P. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Underpricing Ketika Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia.
Diponegoro Journal Of Accounting Vol. 2 No. 3, 1-7.
Saifudin, & Rahmawati, D. (2016). Pengaruh Informasi Akuntansi Dan Non Akuntansi
Terhadap Underpricing Ketika Initial Public Offering Di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis Vol.1 No.1 , 33-46.
Saputra, A. C., & Suaryana, I. N. (2016). Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran
Perusahaan, Retrun On Assets Dan Financial Leverage Pada Underpricing
Penawaran Umum Perdana. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol. 15 No.2
Mei.
Sulistyawati, P. I., & Wirajaya, I. A. (2017). Pengaruh Variabel Keuangan, Non
Keuangan dan Ekonomi Makro Terhadap Underpricing Pada IPO di BEI. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, Vol.20 3 September.
Taufani, M. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Saat
Penawaran Perdana (Initial Public Offering) DI Bursa Efek Indonesia. Vol VIII No
2 Oktober.
Yandes, J. (2013). Fenomena Underpricing Saham Yang Dipengaruhi Faktor Internal
Dan Eksternal (Studi Pada Perusahaan Go Public Yang Terdaftar Di BEI Tahun
2007-2010). Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung.