analisis bahaya dan resiko bencana gunungapi …

101

Upload: others

Post on 25-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …
Page 2: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

1Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI PAPANDAYAN(STUDI KASUS: KECAMATAN CISURUPAN, KABUPATEN GARUT)

Hazard and Disaster Risk Anlysis of Papandayan Volcano(Case Study: Cisurupan, Garut Regency)

Saut Aritua Hasiholan Sagala dan Hadian Idhar YasaditamaProgram Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan KebijakanInstitut Teknologi Bandung

E-mail: [email protected]

ABSTRACTRisk assessment is an important step to be carried out for disaster management. It provides informationfor decision makers and communities in pre-disaster, during disaster and post disaster event. Neverthe-less, risk assessment in Indonesia, especially on active volcanoes is still limited. This paper presents therisk assessment of Mt. Papandayan (2.665 m), the most active volcano in West Java. The unit ofanalysis in this study follows the administrative boundaries of village so that the identification can beapplied at village level using GIS. Hazard analysis refers to the official hazard map produced by PVMBGwhile the vulnerability analysis is carried out in 3 sub-analysis, physical vulnerability (7 indicators),social vulnerability (7 indicators), and economic vulnerability. The hazard and vulnerability were overlayedin order to produce the risk which is subsequently made into risk map. The findings indicate that the villageslocated near and on the direction of the crater have relatively higher risk compared to other villages. Therisk map can be incorporated as one of references for spatial planning that integrates disaster mitigation.

Keywords: GIS, hazard, Papandayan, risk assessment, vulnerability

ABSTRAKAnalisis risiko merupakan sebuah tahap penting di dalam manajemen bencana. Analisis risiko memuatinformasi yang berguna bagi pengambil keputusan dan komunitas pada masa sebelum bencana, saatbencana, dan setelah bencana terjadi. Akan tetapi keberadaan analisis risiko di Indonesia sendiri,khususnya terkait gunungapi aktif masih sangatlah terbatas. Tulisan ini menyajikan analisis risikopada Gunung Papandayan (2.665 m), sebuah gunungapi yang paling aktif di Jawa Barat. Unit analisisdi dalam penelitian ini mengikuti batas administrasi desa, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkansampai pada level desa dengan menggunakan SIG. Analisis bahaya dilakukan dengan mengacu padapeta bahaya resmi yang diproduksi PVMBG, sementara itu analisis kerentanan dilakukan pada 3sub-analisis, yaitu kerentanan fisik (7 indikator), kerentanan sosial (7 indikator), dan kerentananekonomi. Analisis bahaya dan kerentanan ditumpangsusunkan untuk menghasilkan risiko, yangkemudian dibuat menjadi peta risiko. Temuan menunjukkan bahwa desa-desa yang berlokasi dekatdengan arah kawah memiliki nilai risiko yang relatif lebih besar disbanding desa lain. Hasil dari petarisiko ini nantinya dapat diintegrasikan sebagai sebuah referensi dalam membuat perencanaan tataruang berbasis mitigasi bencana.

Kata kunci: bahaya, kerentanan, papandayan, penilaian risiko, SIG

Page 3: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 162

PENDAHULUAN

Indonesia sangat rawan terhadapfenomena vulkanik, ditandai dengankeberadaan 129 gunung api di wilayahnya(ESDM, 2009). Bencana gunungapi adalahbencana alam yang disebabkan oleh erupsigunungapi, yaitu proses keluarnya magmadan atau gas vulkanik dari dalam bumi kepermukaan-nya. Potensi ancaman erupsimemiliki 4 tingkatan mulai dari yangterendah sampai tertinggi, yakni tingkatannormal, waspada, siaga, dan awas (PermenESDM No 15 Tahun 2011). Pemetaanrisiko bencana akan berguna untukperencanaan tata ruang di dalammenghasilkan perencanaan yang berbasismitigasi bencana (UU No 26/2007; Sagaladan Bisri, 2011) yang sejalan denganamanat Hyogo Framework for Action(UNISDR 2005). Proses mitigasi dalamrencana tata ruang seharusnya memilikiupaya pengurangan risiko bencanadidalamnya (Pasal 42 UU 24/2007).

Provinsi Jawa Barat dengan jumlahpenduduknya 18,16% dari total jumlahpenduduk Indonesia, memiliki 7 gunungapiyang masih aktif yaitu Papandayan,Guntur, Galunggung, Gede, Ceremai,Salak, dan Tangkuban Perahu yangsebagian besar terbentang di bagian selatanprovinsi ini.

Gunung Papandayan (2.665 m) terletak diKecamatan Cisurupan, Kabupaten Garutdan tergolong gunung api golongan A, yaknitercatat pernah mengalami erupsisekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun1600. Erupsi dahsyat pada tahun 1772mengakibatkan 2.951 korban jiwa dankehancuran sedikitnya 40 perkampungan(PVMBG, 1998). Terakhir sejak erupsitahun 2002, Gunung Papandayan memilikistatus yang cukup fluktuatif, dimana saatini pun masih direpresentasikan denganstatus siaga.

Kondisi dan struktur bentang alamnyadengan beberapa kawah belerang aktifyang relatif mudah dijangkau, keberadaanhamparan padang tumbuhan edelweissserta deretan lembah yang terbentuk darigunung-gunung kecil disekitarnya,membuat kawasan ini cukup populer untukdijadikan kawasan kegiatan pariwisata(Dinas Pariwisata Jawa Barat, 2010). Selainitu banyak terdapatnya aktivitas pertaniandan perkebunan yang dilakukan masyarakatdisekitar gunung ini pada akhirnya dapatmeningkatkan potensi paparan ancamanbahaya Gunung Papandayan terhadapkerentanan fisik, sosial, maupun ekonomiwilayah studi. Jika mengacu pada kondisipotensi bahaya Gunung Papandayan ter-hadap kerentanan wilayah sekitar tersebutkhususnya Kecamatan Cisurupan pada saatini, maka risiko terhadap bencana GunungPapandayan dikhawatirkan akan meningkat.

Penelitian ini menyajikan prosesidentifikasi zona tingkatan risiko bencanaGunung Papandayan di wilayah studisebagai salah satu upaya mitigasi.Selanjutnya metodologi yang dilakukanuntuk menjawab tujuan studi akan dibahaspada bagian metode penelitian dalamtulisan ini. Hasil temuan akan memberigambaran mengenai zona tingkatan risikodari bencana Gunung Papandayan diwilayah studi serta elaborasinya denganproses perencanaan berbasis mitigasibencana. Pada bagian akhir tulisan,kesimpulan dari studi ini akan memberikanbeberapa rekomendasi terkait upayapengurangan risiko melalui utilisasi petarisiko sebagai salah satu keluaran padapenelitian ini.

METODE PENELITIAN

Wilayah Studi

Secara geografis Kabupaten Garut terletak

Page 4: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

3Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

di sebelah tenggara Kota Bandung dansecara administrat if terdiri dari 42kecamatan didalamnya. Kabupaten Garutmempunyai posisi geomorfologi yangdikelilingi oleh rangkaian-rangkaiangunungapi, dengan keberadaan 2gunungapi yang masih aktif yakni GunungPapandayan, dan Gunung Guntur.

Sektor Pertanian saat ini masih menjadiandalan sebagai penyumbang terbesarPDRB (Pemerintah Kabupaten Garut,2011). Pada tahun 2009 Kabupaten Garuttercatat sebagai produsen padi terbesarurutan ke 5 di Provinsi Jawa Barat (BPSJawa Barat, 2009). Hal ini sangat berkaitanerat dengan komposisi penggunaan lahanuntuk sektor pertanian yang hampirmencapai 75% dari luas wilayahnya danmengindikasikan bahwa perekonomianmasyarakat masih sangat bergantung padabasis pertanian (Pemerintah KabupatenGarut, 2011).

Kecamatan Cisurupan terletak di ±20 kmsebelah barat daya Ibukota KabupatenGarut. Wilayah ini berada di arah bukaankawah Papandayan di arah timur laut sertaberada di sepanjang beberapa aliran sungaiyang berhulu di kawah tersebut sepertiSungai Ciparugpug dan Cibeureum Gededengan Sungai Cimanuk sebagai hilirnya,sehingga potensi aliran lahar dingin jugaakan meningkat di ketiganya (PVMBG,1998). Secara geografis wilayah studimemiliki luas wilayah sekitar 4.521,04 Ha,berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmidi sebelah utara, sebelah timur berbatasandengan Kecamatan Bayongobong danCigedug, sebelah selatan berbatasan denganKecamatan Cikajang, dan sebelah baratdengan Kabupaten Bandung. Secara ad-ministratif Kecamatan Cisurupan terdiridari 16 desa didalamnya.

Secara historis, beberapa erupsi GunungPapandayan yang pernah terjadi pun

memiliki hampir sebagian besar dampak-nya di wilayah Kecamatan Cisurupan.Erupsi tahun 1772 menelan 2.951 korbanjiwa dan mengakibatkan sekitar 10 desabeserta 40 dusun di wilayah studi ketikaitu terkena dampaknya (PVMBG, 1998).Erupsi pada tahun 2002 menyebabkansekitar 3.349 penduduk dari 5 desamengungsi, serta mengakibatkankerusakan berbagai infrastruktur sepertirumah, jembatan, masjid, pondokpesantren, dan beberapa jenis lahanpersawahan maupun perkebunan diwilayah studi (PKPU, 2002).

Sejak letusan tahun 2002, GunungPapandayan memiliki pergerakan statusyang fluktuatif. Tiap kurun waktu 1 sampai2 tahun, selalu terjadi peningkatan danpenurunan 1 level, dari status normalmenjadi waspada maupun sebaliknya. Sta-tus waspada pernah ditetapkan dalamkurun waktu 3 tahun pada periode April2008 sampai pertengahan Agustus 2011.Sejak 13 Agustus 2011 sampai saat ini(Januari 2012) status Gunung Papandayanditingkatkan menjadi siaga (Gambar 1).

Kecamatan Cisurupan terpilih menjadiwilayah studi mengingat baik secarageografis maupun historis potensi besarbahaya Gunung Papandayan memangberada di wilayah tersebut. Selain itustruktur perekonomian wilayah studi yangsangat didominasi oleh sektor pertanian(Cisurupan dalam Angka 2010),memunculkan kekhawatiran bahwa potensibesar bencana Gunung Papandayantersebut kedepannya dan dalam jangkawaktu yang panjang akan dapat mem-pengaruhi stabilitas baik terhadapperekonomian lokal maupun basispertanian Kabupaten Garut itu sendiri.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui

Page 5: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 164

survei data primer dan sekunder. Surveidata primer ini meliputi kegiatan observasimelalui penggunaan Global PositioningSystem (GPS) untuk mendapatkan datatitik lokasi dari infrastruktur pendidikandan kesehatan (salah satu data kerentananfisik) serta perhitungan perkiraan luas darisetiap infrastruktur pendidikan dankesehatan tadi melalui perhitungan jumlahlantai masing-masing infrastrukturtersebut. Selain itu, dilakukan jugawawancara untuk mendapatkan dataterkait kerentanan ekonomi di wilayahstudi seperti biaya bangun (rata-rata biayakeselur uhan yang dibutuhkan untukmembangun infrastruktur) serta jumlahproduksi dan harga jual dari komoditaspertanian unggulannya (rata-rata hasilpenjualan komoditas pertanian). Proseswawancana sendiri dilakukan terhadap 16perangkat desa di wilayah studi.

Adapun survei data sekunder dilakukanmelalui tinjauan literatur dan sur veiinstansional terhadap instansi terkait(BAPEDA, BPS, PVMBG) untukmendapatkan peta kawasan rawan bencanaGunung Papandayan, data RTRW, datademografi, dan perpetaan wilayah studiKecamatan Cisurupan.

Analisis Bahaya

Bahaya adalah sebuah kejadian, fenomenaatau aktivitas manusia, yang berpotensimer usak secara fisik, dimana dapatmenyebabkan kerugian jiwa atau cedera,kerusakan infrastruktur, gangguan sosialdan ekonomi, atau degradasi lingkungan(United Nations, 2002). Sheets et al (1979)dan Wittiri (2004) mengkategorikan bahayagunung api kedalam 2 jenis yakni bahayaprimer dan sekunder. Bahaya primermerupakan bahaya yang ditimbulkan secaralangsung oleh letusan gunung api, meliputi:lava, awan panas, gas vulkanik, abuvulkanik, lahar letusan, dan lontaranpiroklastika (Permen ESDM No 15 Tahun2011). Bahaya sekunder terdiri atas bahayayang ditimbulkan secara tidak langsung olehletusan gunung api, yaitu meliputi lahardingin, tsunami, dan longsoran.

Permen ESDM No. 15 (2011) tentangPedoman Mitigasi Bencana Gunung Api,Gerakan Tanah, Gempa Bumi, dan Tsu-nami menyebutkan bahwa salah satupertimbangan dalam penilaian risikobencana gunung api adalah hasil analisiskawasan rawan bencana (KRB), dimanadalam hal ini prosesnya seperti yang telah

Sumber: ESDM 2007, ESDM 2008, Kompas 2011, Hasil Interpretasi 2011

Gambar 1. Fluktuasi Status Gunung Papandayan dalam 10 Tahun Terakhir

1

2

3

4

10 November

2002

15 November

2002

17 November

2002

13 Januari 2003

Tidak Diketahui

17 Juli

2004Januari 2005

2 Agustus 2007

6 Januari 2008

16 April 2008

13 Agustus 2011

AWAS

SIAGA

WASPADA

NORMAL

Page 6: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

5Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

disesuaikan dengan SNI. Oleh sebab ituPeta KRB Gunung Papandayan Tahun1998 (Hazard Map 1998) terbitan resmiPVMBG dijadikan acuan pada prosesanalisis faktor bahaya ini.

Peta KRB Gunung Papandayan Tahun1998 terbagi menjadi 2 tingkatan KRByaitu KRB 2 dan KRB 1 (Hadisantono etal, 1998). Setiap tingkatan KRB tersebut,merepresentasikan sifat bahaya dari faktorbahaya yang dimaksud, akan diberi nilai(Gambar 2). Karena KRB 2 merepre-sentasikan jenis faktor bahaya yang lebihberbahaya dibandingkan KRB 1, makazona KRB 2 diberikan nilai yang lebih besar(Nilai 2) dibandingkan zona KRB 1 (Nilai1). Adapun karena penelitian ini memilikiunit analisis desa, maka pemahaman spasial

yang didapatkan memungkinkan setiap unitdesa untuk memiliki zona non KRBdidalamnya. Karena zona non KRB samasekali tidak merepresentasikan jenis faktorbahaya apapun, maka zona ini diberikannilai 0.

Melalui berbagai fungsi GIS (Fauzi et. al,2009; Mutalazimah et. al, 2009) yangdigunakan, perpaduan dari penilaian setiaptingkatan zona KRB tersebut selanjutnyaakan menghasilkan nilai faktor bahaya perunit analisis desa sebagai hasil akhirnya.

Analisis Kerentanan

Kerentanan adalah karakteristik manusiaatau kelompok dan situasinya yang dapatmempengaruhi kapasitas mereka dalammengantisipasi, mengatasi, bertahan, dan

Sumber: BAPEDA Kabupaten Garut dan Hasil Analisis, 2011Gambar 2. Penilaian Tingkatan Kawasan Rawan Bencana Gunung Papandayan

Page 7: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 166

pulih dari pengaruh bahaya alami (kejadianmaupun prosesnya) (Wisner et al., 2004).Kerentanan juga dapat berarti ukurankecenderungan dari objek, tempat,individu, grup, komunitas, negara, atauentitas lainnya untuk terkena konsekuensibahaya (Coppola 2007).

Merujuk pada Coppola (2007), analisiskerentanan pada penelitian ini terbagimenjadi 3 subfaktor, yakni kerentananfisik, sosial, dan ekonomi. Selain ituberdasarkan berbagai sumber penelitianlebih lanjut, setiap subfaktor juga akanterdiri dari beberapa indikator penyusun.Subfaktor kerentanan fisik akan terdiri dari7 indikator penyusun yakni luaspermukiman, lahan pertanian, lahanperkebunan, lahan ladang, jumlahinfrastruktur pendidikan, kesehatan, danpanjang jalan. Subfaktor kerentanan sosialakan terdiri dari 7 indikator penyusun yaknijumlah penduduk, kepadatan penduduk,persentase penduduk wanita, pendudukusia < 15 tahun, penduduk usia > 65tahun, penyandang cacat, dan persentasejumlah pra Keluarga Sejahtera (pra KS).Sedangkan subfaktor kerentanan ekonomiakan terdiri dari indikator biaya banguninfrastruktur, biaya konstruksi jalan,jumlah produksi dan harga jual komoditasdi bidang pertanian.

Khusus untuk indikator kerentananekonomi, setiap indikator yang digunakanpada dasarnya memiliki tujuan untukmerepresentasikan nilai ekonomi langsungdari satuan tiap indikator fisik. Indikatorbiaya bangun misalnya, mer upakanperkiraan keseluruhan biaya untukmembangun tiap sebuah infrastruktur(digunakan untuk menilai risiko ekonomiindikator permukiman, infrastrukturpendidikan, dan kesehatan). Biayakonstr uksi, merupakan perkiraankeseluruhan biaya untuk membangun tiapinfrastruktur jalan (digunakan untuk

menilai risiko ekonomi indikatorinfrastruktur jalan). Adapun indikator nilaiproduksi pertanian yang merupakanperpaduan dari data jumlah produksi danharga jual komoditas, merupakan bentukrepresentasi dari nilai ekonomi langsunglahan pertanian. Pemahamannya yaituketika lahan pertanian tidak dinilai dariharga lahannya saja, melainkan nilai dariproduktivitas lahannya (hasil penjualan dariproduksi komoditasnya), dimana dalampenelitian ini hanya untuk masa 1 kalimusim panen saja.

Faktor kerentanan selanjutnya dapatditerjemahkan kedalam berbagai tingkatskala sehingga penggunaannya dapatdisesuaikan dengan berbagai jenis danketersediaan data. UNDRO (1979), Smith(1992) dalam Thouret et al (2000) pernahmenggunakan skala terkecil 0 (potensitidak ada kerusakan) sampai skala terbesar1 (potensi rusak total). Utami (2008) yangpernah menggunakan 5 tingkat skala dalampenilaian kerentanan kawasan GunungMerapi. Dalam penelitian kali ini nilaifaktor kerentanan untuk set iapindikatornya (kecuali kerentanan ekonomiyang hanya berupa data hasil wawancara)akan didapatkan melalui proses klasifikasibesaran setiap indikator kerentanankedalam 3 tingkatan nilai (1/2/3), dimananilai 1 menunjukkan potensi kerusakanterkecil (kerentanan terkecil) sampai padanilai 3 yang menunjukkan potensi terbesar(kerentanan terbesar).

Metode klasifikasi yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode natural breaksdalam aplikasi GIS. Prahasta (2002)Menyebutkan keunggulan metode inikemampuannya untuk meminimalkanvariansi di dalam satu tingkatan serta di sisilain mampu memaksimalkan variansi antartingkatannya (batas antara tingkatkerentanan rendah, sedang, dan tinggi),sehingga dinilai mampu untuk meng-

Page 8: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

7Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

Tabel 1. Indikator Kerentanan yang Digunakan

Sumber: hasil analisis

Indikator Justifikasi dan Referensi Penelitian Relevansi dengan

Peningkatan Kerentanan

Indikator Fisik (7 Indikator)

Luas

Permukiman

Permukiman dapat menunjukkan lokasi keberadaan segala bentuk aktivitas utama dari penduduk di suatu wilayah. Merupakan bentuk representasi dari kawasan budidaya terbangun dari suatu wilayah. Sumber: Lirer et al (1997), Lavigne (1999), Pareschi et al (2000), Cutter et al (2003)

(+)

Luas Lahan Persawahan, Perkebunan, Perladangan,

Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perkembangan wilayah studi, baik terkait perkembangan struktur ekonominya maupun terkait kehidupan sosial ekonomi hampir sebagian besar penduduknya yang bermatapencaharian di sektor ini. Sumber: Lirer et al (1997), Lavigne (1999), Quesada et al (2007)

(+)

Jumlah Infrastruktur Pendid ikan

Infrastruktur ini dapat meningkatkan tingkat pendidikan dan pemahaman penduduk terhadap bencana. Dengan tingkat pendidikan yang memadai tentu masyarakat akan lebih tanggap dan sigap dalam menghadapi setiap kejadian bencana. Sumber: Lavigne (1999), Westen (2002), Cutter et al (2003), Quesada et al (2007)

(+)

Jumlah Infrastruktur Kesehatan

Infrastruktur kesehatan berperan dalam peningkatan kondisi fisik penduduk, dimana dalam konteks kebencanaan ya itu ketika pelayanan kesehatan yang dihasilkannya mampu meningkatkan kesiapan fisik penduduk da lam menghadapi bencana. Sumber: Lavigne (1999), Westen (2002), Cutter et al (2003), Quesada et al (2007)

(+)

Panjang Infrastruktur Ja lan

Infrastruktur ini berperan penting dalam peningkatan akses penduduk untuk mencapai segala sumberdaya saa t menghadapi bencana , selain juga dapat mempermudah segala bentuk upaya dalam tahapan kesiapsiagaan bencana, misalnya proses evakuasi. Sumber: Lavigne (1999), Quesada et al (2007)

(+)

Indikator Sosial (7 Indikator) Jumlah Penduduk

Kerentanan sosial akan muncul dengan sendirinya ketika terdapat keberadaan individu manusia sebagai objek, yang selanjutnya mungkin dapat terkena konsekuensi dari sebuah bencana. Sumber: Lavigne (1999), Wisner et al (2004), Quesada et al (2007)

(+)

Kepadatan Penduduk

Tingginya kepadatan penduduk mampu mengurangi tingkat pelayanan sosial wilayahnya dimana misalnya akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan pun berkurang, sehingga hal ini mampu mengurangi kesiapan fisik dan pemahaman penduduk dalam menghadapi kejadian bencana. Kepadatan penduduk yang tinggi juga dapat mempersulit proses evakuasi. Sumber: Lirer et al (1997), Lavigne (1999), Thouret et a l (2000), Cutter et al (2000), Pareschi et al (2000), Cutter et al (2003), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penduduk Wanita

Wanita memiliki rasa kekhawatiran yang lebih tinggi dibanding penduduk laki-laki. Oleh sebab itu penduduk wanita akan cenderung lebih sulit dalam berbagai pengambilan keputusan pada situasi darurat bencana. Selain itu wanita cenderung dapat memiliki keterbatasan mobilitas dalam proses evakuasi. Sumber: Fothergill et al (1996), Cutter et al (2003), Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penduduk Muda (<15 Tahun)

Penduduk usia muda memiliki resistensi yang kecil terhadap penyakit dan seringkali memiliki sumber daya serta mobilitas yang terbatas sehingga nantinya dapat mengurangi kesiapannya dalam menghadapi setiap kejadian bencana. Sumber: Thouret et al (2000), Cutter et al (2003), Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penduduk Lansia (>65 Tahun)

Penduduk lansia memiliki mobilitas yang terbatas dan memiliki kecenderungan untuk enggan meninggalkan tempat tinggalnya, sehingga dapat mempersulit misalnya dalam proses evakuasi. Sumber: Thouret et al (2000), Cutter et al (2003), Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penyandang Cacat

Penyandang cacat memiliki kemungkinan terpengaruh yang tak sebanding ketika terjadi bencana karena sifat keterbelakangannya d i masyarakat serta ketidakmampuannya dalam mengidentifikasi maupun bertindak pada situasi bencana. Sumber: Cutter et al (2003), ISDR 2002b:76 dalam Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Pra KS (Keluarga Sejahtera)

Golongan pra KS dengan segala keterbatasan sumber dayanya khususnya ekonomi, cenderung memiliki resiliensi yang rendah terhadap kejadian bencana. Kecenderungan terhadap akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas juga mampu mempengaruhi kesiapannya terhadap kejadian bencana . Sumber: Cutter et al (2003), ISDR 2002b:76 dalam Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Page 9: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 168

identifikasi kelas yang sebenarnya (real) darisetiap data indikator kerentanan yang di-gunakan.

Analisis Risiko

Analisis risiko dilakukan untuk mengetahuiseberapa besar potensi berbagai jeniskerugian yang dapat ditimbulkan olehkejadian bencana Gunung Papandayan,dimana risiko bencana secara skematisdigambarkan melalui kombinasi antarakerentanan dan ancaman bahaya bencana(Wisner et al, 2004):

V H R

R : RisikoH : Faktor BahayaV : Faktor Kerentanan

Mengacu pada pembagian faktorkerentanan kedalam 3 subfaktor (Coppola,2007), maka proses analisis risiko juga akanterbagi menjadi analisis risiko fisik, sosial,dan ekonomi.

Proses penilaian risiko dilakukan melaluikonsep timpang susun (overlay) antarafaktor bahaya dan tingkat kerentanan yangtelah didapatkan pada analisis sebelumnya,dimana pada dasarnya operasi hanyadiaplikasikan melalui penggunaanperhitungan nilai atribut untuk mem-berikan penilaian risiko yang lebih bersifatkuantitatif serta akurat.

Hasil yang didapat dari proses tersebut yaituberupa nilai risiko dari setiap indikator fisikdan sosial di setiap desa di wilayah studi.Nilai risiko ini akan dinyatakan dalambentuk nilai ordinal 0-3 sebagai rentangnilai dari hasil perkalian antara nilai faktorbahaya dan nilai kerentanan. Selain itu akandisajikan pula bentuk peta risiko setelahnilai risiko tersebut diklasifikasikan terlebihdahulu kedalam 3 tingkatan risiko melaluimetode natural breaks dalam aplikasi GIS,

yaitu tingkat risiko rendah, risiko sedang,dan risiko tinggi.

Selanjutnya nilai risiko dari setiap indikatorfisik dan sosial tadi akan digeneralisasikedalam nilai r isiko fisik dan sosialkeseluruhan. Nilai risiko fisik keseluruhanakan mempertimbangkan nilai risiko dari7 indikator fisik yang telah didapatkansebelumnya. Adapun nilai risiko sosialkeseluruhan akan mempertimbangkan nilairisiko dari 7 indikator sosial didalamnya.Dalam penelitian ini setiap indikator yangdigunakan dianggap memiliki bobot yangsama, Ini berarti bahwa setiap indikatortersebut dianggap memiliki kontribusi yangsama satu sama lainnya dalam membentuksebuah risiko kebencanaan di wilayah studi.Oleh sebab itu maka penyusunan nilairisiko fisik dan sosial keseluruhan tadiselanjutnya dapat disistematiskan sebagaiberikut:

7FisikIndikator R

Fisik R

7SosialIndikator R

Sosial R

Adapun khusus untuk penilaian risikoekonomi, prosesnya akan dilakukan melaluifungsi timpang susun (overlay) padaaplikasi GIS antara peta faktor bahaya(Hazard Map Tahun 1998) dengan petapersebaran dari setiap indikator fisik yangdigunakan. Seperti telah disebutkansebelumnya bahwa khusus untuk indikatorfisik infrastruktur pendidikan dankesehatan, data mengenai lokasi sertaperkiraan luasan bangunannya masing-masing didapatkan melalui kegiatanobservasi, melengkapi data lokasi sertaluasan dari indikator fisik lainnya yangtelah didapatkan sebelumnya dariBAPEDA Kabupaten Garut.

Proses timpang susun tadi selanjutnya akanmenghasilkan persebaran dan luas dari

Page 10: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

9Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

setiap indikator fisik yang terkena faktorbahaya Gunung Papandayan. Pemahamanyang diberikan bahwa setiap indikator fisikyang terkena setiap faktor bahaya GunungPapandayan ini pada akhirnya akanmengalami kerugian baik secara fisik(kehancuran, kerusakan) maupun finansial.Oleh sebab itu maka setiap besaran dariindikator fisik yang terkena faktor bahayaini selanjutnya akan dikalikan dengan nilaisatuan kerugian untuk masing-masing jenisindikator fisik tersebut (data kerentananekonomi; biaya bangun, nilai produksi hasilpertanian, dan biaya konstruksi). Hasilperkalian ini yang selanjutnya dapat disebutsebagai nilai r isiko ekonomi yangdinyatakan dalam satuan rupiah.

HASIL DAN PEMBAHASANFaktor Bahaya

Potensi ancaman faktor bahaya (H) daribencana Gunung Papandayan yangdirepresentasikan melalui nilai faktor

bahaya, memperlihatkan bahwa desadengan nilai faktor bahaya terbesar adalahdesa-desa yang secara geografis terletak dibagian timur laut wilayah studi KecamatanCisurupan, yaitu di arah bukaan kawah,selain juga tentunya yang memiliki jaraklebih dekat dengan kawah tersebut(Gambar 3). Desa-desa dengan nilai faktorbahaya terbesar yang dimaksud, berurutandari yang terbesar yaitu Desa Sirnajaya,Karamat-wangi, Pangauban, Cipaganti, danCisurupan memiliki pengaruh yang sangatbesar terhadap besarnya nilai faktor bahayadi Desa Sirnajaya, Cipaganti Pangauban,dan Karamatwangi. Sedangkan faktorgeografis jarak dengan kawah memilikipengaruh yang sangat besar terhadapbesarnya nilai faktor bahaya di beberapadesa seper ti Cisur upan, Cisero, danSukatani. Nilai faktor bahaya yangdidapatkan pada analisis bahaya inimerepresentasikan tingkatan bahaya darisegala bentuk jenis bahaya yang dimilikierupsi Gunung Papandayan, artinyabeberapa zona (dalam penelitian ini

Sumber: Hasil Analisis, 2011Gambar 3. Nilai Faktor Bahaya Gunung Papandayan di Kecamatan Cisurupan

0.3 620.6 4520.6 360.8 561.0 8241.5 1480.2 8480.4 7721.5 6020.6 450.4 680.2 1361.6 0781.0 5020.0 332

0 .811 40 .66 79

0 .57 880.50 2

0 .436 40.24 26

0.60 690.2 61 9

0.2 19 90.1 17

0.00 070.2 57 3

0.0 79 60 .47 49

0. 597 80.2 892

0 0.2 0 .4 0 .6 0.8 1 1.2 1 .4 1.6 1.8

SukawargiSukatani

Ci datarCi sero

CisurupanKaramatwangi

BalewangiTambakbaya

SirnajayaSirnagalihPakuwon

SimpangsariPangauban

CipagantiPamulihan

Situsari

KRB II KRB I

Page 11: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1610

didefinisikan desa) yang memiliki nilaifaktor bahaya tertinggi akan memilikipotensi terpapar yang lebih tinggi puladibanding zona lainnya.

Beberapa desa seperti Desa Sukawargi danSukatani, dimana berada pada kondisiproporsi nilai KRB II yang lebih kecildibandingkan nilai KRB I, ternyata mampumenghasilkan nilai faktor bahayakeseluruhan yang tergolong tinggi. Hal initidak lain disebabkan ketika hampir seluruhluas wilayah dari masing-masing desatersebut berada pada zona rawan bencanasecara umum. Adapun Desa Situsari yangberada di batas utara wilayah studi memilikinilai faktor bahaya terkecil dengankomposisi zona KRB I secara keseluruhanyang mengindikasikan bahwa DesaSitusari merupakan zona yang berpotensiterkena paparan paling sedikit dari berbagaijenis bahaya.

Faktor Kerentanan

Nilai faktor kerentanan yang teridentifikasimenunjukkan adanya perbedaan tingkatkerentanan secara keseluruhan untuksetiap indikator kerentanan fisik, sosial,maupun ekonomi di wilayah studi. Artinyasetiap jenis indikator kerentanan memilikizonasi tingkat kerentanan yang cenderungberbeda-beda di wilayah studi.

Untuk indikator fisik persawahan misalnya,sebagian besar zona tingkat kerentanantingginya berada di bagian utara wilayahstudi. Temuan ini dapat didefinisikanbahwa di bagian utara wilayah studi akanlebih banyak lahan persawahan yangberpotensi terpapar bahaya erupsi GunungPapandayan. Pemahaman serupa nantinyajuga akan digunakan untuk mendefinisikanzonasi tingkat kerentanan dari indikatorkerentanan lainnya.

Berbeda dengan persawahan, untukindikator fisik perkebunan misalnya,

sebagian besar zona tingkat kerentanantingginya berada di bagian selatan wilayahstudi. Akan berbeda pula untuk indikatorsosial jumlah penduduk, dimana sebagianbesar zona tingkat kerentanan tingginyaberada di desa-desa yang berdekatandengan pusat kegiatan kecamatan. Adapununtuk indikator ekonomi biaya bangun,temuan yang didapatkan bahwa nilainyaakan lebih besar di wilayah-wilayah yangsifatnya lebih perkotaan.

Perbedaan kecenderungan zonasi tingkatkerentanan untuk setiap indikator diwilayah studi selanjutnya dapat dilihat padatabel 2 yang direpresentasikan melaluilegenda warna, nilai kerentanan, sertaklasifikasinya, dengan masing-masingketerangan indikatornya adalah sebagaiberikut:

1. Luas Permukiman2. Luas Persawahan3. Luas Perkebunan4. Luas Perladangan5. Jumlah Infrastruktur Pendidikan6. Jumlah Infrastruktur Kesehatan7. Panjang Infrastruktur Jalan8. Jumlah Penduduk9. Kepadatan Penduduk10. Persentase Wanita11. Persentase Usia < 15 Tahun12. Persentase Usia > 65 Tahun13. Persentase Penyandang Cacat

Risiko Fisik

Desa Sirnajaya memiliki nilai risiko fisikyang terbesar, dilanjutkan Desa Cisurupanserta Sukawargi dan Cipaganti, dimanakesemuanya diklasifikasikan pada zonarisiko fisik tinggi (Gambar 4). AdapunDesa Situsari memiliki nilai risiko fisik pal-ing rendah. Hal ini kemudian dapatdiartikan bahwa Desa Sirnajaya adalah desa

Page 12: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

11Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

yang memiliki potensi kerusakan ataukehancuran fisik terbesar. Hasil yangdidapatkan menunjukkan bahwa nilairisiko fisik Desa Sirnajaya berada cukupjauh dengan nilai r isiko fisik keduaterbesar setelahnya, artinya bahwa selainmemang dipengaruhi nilai faktorbahayanya yang terbesar, Desa Sirnajayajuga memiliki rata-rata nilai faktorkerentanan fisik yang tergolong cukupbesar perbedaannya dengan desa lainnya.Hal ini dapat diindikasikan mengingatperbedaan nilai faktor bahayanya yangtidak terlalu signifikan dengan desalainnya di wilayah studi serta memangsecara geografis Desa Sirnajaya memilikiluasan wilayah yang paling besar, sehinggadiperkirakan akan lebih banyak terdapatkeberadaan setiap jenis indikator fisik diwilayah tersebut.

Adapun secara keselur uhan dalampenilaian risiko fisik ini, faktor bahaya (H)diperkirakan memiliki pengaruh yang lebihbesar karena rata-rata desa yang tergolongmemiliki kategori risiko fisik tertinggiadalah desa-desa yang memang hampir

sebagian besar memiliki nilai faktor bahayaterbesar seperti Desa Sirnajaya, Karamat-wangi, dan Cipaganti. Adapun hanya untuknilai risiko fisik besar dari Desa Sukawargisaja yang dalam prosesnya lebihdipengaruhi oleh faktor kerentanan (V).

Risiko Sosial

Desa Pangauban memiliki nilai risiko sosialyang terbesar dilanjutkan Karamatwangi,Cisero, Sirnajaya, Sukatani, serta Cipaganti,dimana kesemuanya diklasifikasikan padazona risiko sosial tingkat tinggi (Gambar4). Hal ini kemudian dapat diartikan bahwaDesa Pangauban adalah desa yang memilikipotensi gangguan sosial terbesar bilabencana Gunung Papandayan terjadi.

Hasil menunjukkan bahwa t idak adaperbedaan yang cukup besar diantara setiapnilai risiko sosial dari masing-masing desadi wilayah studi. Hal ini mengindikasikanbahwa setiap desa di wilayah studi memilikirata-rata nilai faktor kerentanan sosial yangtidak jauh berbeda satu sama lainnya karenamemang nilai faktor bahaya diantara desadengan nilai risiko sosial terbesarnya pun

Sumber: hasil analisis, 2011

Indikator / Desa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Sukawargi 3 1 3 2 3 2 3 3 2 1 2 1 1 1

Sukatani 1 1 3 1 2 1 2 2 1 3 2 1 3 2

Cidatar 2 1 2 2 3 2 3 3 2 1 2 1 1 1 Cisero 2 1 2 2 3 1 1 2 2 2 1 2 3 3

Cisurupan 3 1 1 2 3 2 2 2 1 1 2 1 2 1

Karamatwangi 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 1

Balewangi 2 1 1 1 2 2 1 1 3 2 3 1 2 1

Tambakbaya 1 2 1 1 3 2 1 1 2 2 3 1 2 2

Sirnajaya 2 3 2 3 2 2 2 2 1 1 2 1 1 3

Sirnagalih 1 1 2 1 3 2 2 2 2 2 1 3 1 3

Pakuwon 1 1 1 1 2 2 1 1 3 2 2 1 1 3

Simpangsari 1 1 1 1 2 2 1 2 3 1 2 1 2 2

Pangauban 1 1 1 1 2 3 1 1 2 2 1 2 2 3

Cipaganti 2 3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2

Pamulihan 2 3 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 3

Situsari 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 3 2

Tabel 2. Nilai Kerentanan Fisik dan Sosial

Page 13: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1612

tidak memiliki perbedaan yang cukupsignifikan diantaranya.

Beberapa desa yang berada pada kategoririsiko tinggi seper ti Desa Sirnajaya,Karamatwangi, Cipaganti, dan Pangaubanmemang merupakan 4 desa dengan nilaifaktor bahaya terbesar di wilayah studi.Temuan ini selanjutnya kembalimemperlihatkan bahwa secara keseluruhanfaktor bahaya memiliki pengaruh yanglebih besar dalam memunculkan wilayahyang berisiko tinggi.

Risiko Ekonomi

Kerugian finansial terbesar dari bencanaerupsi Gunung Papandayan di wilayahstudi akan diberikan oleh indikator fisikpermukiman, disusul oleh indikator fisikperkebunan (Tabel 3).

Selanjutnya bila nilai risiko ekonomitersebut diklasifikasikan berdasarkan desa,maka Desa Cipaganti akan memiliki nilairisiko ekonomi yang terbesar, disusul olehDesa Karamatwangi, Sukawargi serta

Indikator / Desa 1 2 3 4 5 6 7 Total Risiko Ekonomi

Sukawargi 259,1 - 94,4 1,6 1,6 0,09 41,6 398,7 Sukatani 147,1 - 121,9 0,3 1,0 - 24,5 294,9 Cidatar 243,7 - 41,3 1,0 2,8 - 37,6 326,5 Cisero 46,2 0,2 71,3 0,6 0,5 - 15,9 134,7 Cisurupan 153,0 0,1 46,3 1,3 1,6 0,03 36,3 238,8 Karamatwangi 371,7 - 8,5 0,8 1,1 - 19,6 401,9 Balewangi 238,7 0,1 - 0,4 1,3 - 4,6 245,3 Tambakbaya 19,0 0,3 - 0,07 0,2 0,05 10,5 30,4 Sirnajaya 123,4 1,5 0,3 4,1 0,3 0,01 75,4 205,4 Sirnagalih 46,1 - 0,1 0,2 0,1 0,1 22,2 69,0 Pakuwon 1,1 - 0,7 - - - 2,4 4,3 Simpangsari 37,7 - - - - - 4,0 41,7 Pangauban 191,7 - - - 1,1 0,1 6,5 199,5 Cipaganti 406,2 2,7 - 0,1 0,5 0,1 17,0 426,8 Pamulihan 4,6 2,7 - 0,2 - - 15,3 22,9 Situsari - - - 0,06 - - 1,1 1,1

Keterangan Indikator1) Permukiman 5) Infrastruktur Pendidikan2) Persawahan 6) Infrastruktur Kesehatan3) Perkebunan 7) Infrastruktur Jalan4) PerladanganCatatan:Harga dasar tiap jenis indikator didapatkan melalui proses wawancara kepada perangkatsetiap desa. Setiap perangkat desa diasumsikan mengetahui kondisi wilayah desanya masing-masing

Sumber: hasil analisis, 2011

Tabel 3. Nilai Risiko Ekonomi Bencana Gunung Papandayan (dalam Miliar Rupiah)

Page 14: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

13Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

Cidatar, dimana kesemuanya diklasifikasi-kan pada zona risiko ekonomi tingkat tinggi(gambar 4). Hal ini kemudian dapatdidefinisikan bahwa Desa Cipaganti adalahdesa yang memiliki potensi kerugianfinansial (dalam Rupiah) terbesar bilabencana Gunung Papandayan terjadi.Kerugian finansial disini adalah terbataspada kerugian langsung, dalam hal ini yaitukerusakan atau kehancuran fisik dari setiapjenis indikator fisik yang terkena bahayaerupsi Papandayan.

KESIMPULAN DAN SARAN1. Potensi ancaman faktor bahaya (H)

Gunung Papandayan yang memper-lihatkan bahwa desa dengan nilai faktorbahaya terbesar adalah desa-desa yangsecara geografis terletak di bagian timurlaut wilayah studi KecamatanCisurupan, yaitu di arah bukaan kawah,selain juga tentunya yang memilikijarak lebih dekat dengan kawahtersebut.

2. Penelitian ini telah mengidentifikasiperbedaan tingkat kerentanan secarakeseluruhan untuk setiap indikatorkerentanan fisik, sosial, maupunekonomi (faktor kerentanan, V) diwilayah studi. Beberapa contohmisalnya, untuk indikator fisikpersawahan lebih tinggi t ingkatkerentanannya di bagian utara wilayahstudi; indikator fisik perkebunan lebihtinggi tingkat kerentannya di bagianselatan wilayah studi; indikator sosialkepadatan penduduk serta indikatorekonomi biaya bangun yang lebihtinggi tingkat kerentanannya di wilayahpusat kegiatan desa atau kecamatan.

3. Penelitian ini menghitung, bahwasecara umum, Desa Sirnajaya, beradapada zona risiko fisik dan sosial yangtertinggi. Akan tetapi, dari sisi risikoekonomi dapat diidentifikasi bahwaDesa Cipaganti, Karamatwangi,Sukawargi, dan Cidatar berada padazona risiko ekonomi tingkat tinggibencana Gunung Papandayan.

Sumber: Hasil Analisis, 2011Gambar 4. Peta Risiko Bencana Gunung Papandayan di Kecamatan Cisurupan

Peta Risiko Fisik Peta Risiko Sosial Peta Risiko Ekonomi

Page 15: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1614

DAFTAR PUSTAKA

BPS Jawa Barat. 2009. Luas Panen, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Jawa Barat. Diaksesdari http://jabar.bps.go.id/index.php/pertanian/21-luas-panen-hasil-per-hektar-dan-produksi-padi-jawa-barat pada 28 Juli 2011

Coppola, D. 2007. Introduction to International Disaster Management. Oxford. Elsevier

Cutter, Susan L., Mitchell, Jerry T., Scott, Michael S. 2000. Revealing the Vulnerability ofPeople and Places: A Case Study of George Town County, South Carolina. Annals of theAssociation of American Geographers, 90(4), p. 713-737. Blackwell Publishers.

Cutter, Susan L., Boruff, Bryan J., Shirley, W. Lynn. 2003. Social Vulnerability to EnvironmentalHazards. Southwestern Social Science Association.

Dinas Pariwisata Jawa Barat. 2010. Wisata Pegunungan-Gunung Papandayan. Diakses dari http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=34&lang=id pada 18 Juni 2011

ESDM. 2007. Peningkatan Status G. Papandayan menjadi Waspada. Diakses dari http://p s d g . b g l . e s d m . g o . i d /index.php?option=com_content&view=article&id=513:peningkatan-status-gpapandayan-menjadi-waspada&catid=8:geology pada 18 Juni 2011

ESDM. 2008. Status Aktivitas Gunung Papandayan Ditingkatkan. Diakses dari http://www.esdm.go.id/berita/geologi/42-geologi/1658-status-aktivitas-gunung-papandayan-ditingkatkan.html pada 18 Juni 2011

Fauzi, Y., Susilo, B. dan Mayasari, Z. 2009, Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah PesisirKota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial dan Sistem Informasi Geografis(SIG), Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 101-111

Fothergill, A. 1996. Gender, Risk, and Disaster. International Journal of Mass Emergencies andDisasters, March 1996, Vol. 14, No.1, pp. 33-56. Department of Sociology, The NaturalHazards Center, University of Colorado, Colorado.

Dengan mengetahui lokasi daerah-daerahyang berbahaya, serta risiko yang tinggiuntuk risiko fisik, sosial dan ekonomi,pemerintah dapat mengetahui tingkatbahaya dan kemungkinan lokasi yangberbahaya. Pengetahuan ini dapatdiintegrasikan dengan arahan pem-bangunan yang dapat dibuat denganmelakukan ‘overlay’ antara peta risikodengan rencana tata ruang yang ada.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikankepada Bappeda Kabupaten Garut untukpenyediaan data sekunder dan rekan-rekanyang membantu dalam proses pengumpulandata: Ramanditya Wimbardana dan DonaldGanitua Sianturi. Ucapan terima kasih jugadiberikan kepada dua reviewer yangmemberikan koreksi untuk perbaikannaskah ini.

Page 16: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

15Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

Hadisantono, R. D., Sumpena, A. D., and Santoso, M. S. 1998. Peta Kawasan Rawan BencanaGunung Api Papandayan Provinsi Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi.

Kecamatan Cisurupan dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut

Kelompok Keilmuan Geodesi ITB. Pemantauan Deformasi Gunungapi Papandayan dengan GPS.Diakses dari http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=288 pada 15 November 2011

Kompas. 2011. Gunung Papandayan Siaga. Diakses dari http://regional.kompas.com/read/2011/08/13/08025542/Gunung.Papandayan.Siaga pada 13 Agustus 2011

Lavigne, Franck. 1999. Lahar Hazard Micro-Zonation and Risk Assessment in YogyakartaCity, Indonesia. Geo Journal 49: 173–183. Netherlands. Kluwer Academic Publishers

Lirer, L., Vitelli, L. 1998. Volcanic Risk Assessment and Mapping in the Vesuvian Area UsingGIS. Natural Hazards 17:1-15

Mutalazimah, Handaga, B., Sigit, A. Aplikasi Sistem Informasi Geografis pada PemantauanStatus Gizi Balita di Dinas Kesehatan Sukoharjo, Forum Geografi, Vol. 23, No. 2,Desember 2009, 153-166

Pareschi, M. T., Cavarra, L., Favalli, M., Giannini, F., Meriggi, A. 2000. GIS and VolcanicRisk Management. Natural Hazards 21: 361-379. Netherlands. Kluwer AcademicPublishers.

Pemerintah Kabupaten Garut. 2011. Profil Ekonomi. Diakses dari http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/ekonomi_profile_domestik pada 28 Juli2011

Permen ESDM (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) Nomor 15 Tahun2011 tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunung Api, Gerakan Tanah, Gempa Bumi, danTsunami

PKPU. 2002. Laporan Bencana Alam Gunung Papandayan, Garut Jawa Barat. Diakses darihttp://www.pkpu.or.id/news/laporan-bencana-alam-gunung-papandayan-garut-jawa-barat pada 18 Juni 2011

Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika. Bandung.

PVMBG. 1998. Gunung Papandayan. Diakses dari www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/sekilas/gunung_papandayan.pdf pada 1 April 2011

Quesada, Jose Fernando Aceves, Salgado, Jesus Diaz, and Blanco, Jorge Lopez. 2007.Vulnerability Assessment in A Volcanic Risk Evaluation in Central Mexico through A Multi-criteria-GIS Approach. Nat Hazards (2007) 40:339–356. Springer Science+BusinessMedia B.V.

Sagala, S. and Bisri, M. 2011 Perencanaan Tata Ruang Berbasis Kebencanaan di Indonesia, dalamAnwar, H. dan Haryono, H. (2011) Perspektif Kebencanaan dan Lingkungan di

Page 17: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1616

Indonesia: Studi Kasus dan Pengurangan Dampak Risikonya. Penerbit Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia (LIPI)

Thouret, J. C., and Lavigne, Franck. 2000. Hazards and Risks at Gunung Merapi, Central Java:A Case Study.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction). 2005. HyogoFramework for Action 2005-2015: Building the Resilience of Nations and Communities toDisasters. World Conference on Disaster Reduction 18-22 January 2005. Kobe, Hyogo,Japan.

United Nations. 2002. Living With Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. UnitedNations/Inter-Agency Secretariat of the International Strategy for Disaster Reduction. Geneva:UN/ISDR

Utami, P. 2008. Measuring Social Vulnerability in Volcanic Hazards: The Case Study of MerapiVolcano, Indonesia. University of Bristol Dissertation in degree of Master of Science inScience of Natural Hazards in the Faculty of Science

Westen, C. J. v., Montoya, Lorena, Boerboom, Luc. 2002. Multihazard Risk Assessment UsingGIS in Urban Areas: A Case Study for the City of Turrialba, Costa Rica. The RegionalWorkshop on Best Practices in Disaster Mitigation. International Institute forGeoinformation Science and Earth Observation (ITC), Enschede, The Netherlandsand Elena Badilla Coto, Universidad de Costa Rica, San Jose, Costa Rica

Wisner, B., Blaikie, P., Cannon, T., Davis, I. 2004. At Risk: Natural Hazards, People’sVulnerability and Disaster. London. Routledge

Wittiri, S. R. 2004. Gunung Api Indonesia. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi BencanaGeologi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Departemen Energidan Sumber Daya Mineral.

Page 18: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

17Potensi Bencana Tsunami ... (Sunarto dan Marfai)

POTENSI BENCANA TSUNAMI DAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKATMENGHADAPI BENCANA

STUDI KASUS DESA SUMBERAGUNG BANYUWANGI JAWA TIMURTsunami Hazard and Communnity Preparadness

Case Study Sumberagung Village Banyuwangi East Java

Sunarto dan Muh Aris MarfaiFakultas Geografi UGM, Bulaksumur 55281, Yogyakarta

E-mail: [email protected]

ABSTRACTThis research aims to, 1) identify the physical condition and vulnerability due to tsunami at Pancer,Sumberagung Banyuwangi and 2) identify the awareness program done by community to reduce the riskand impact due to tsunami. Field observation and analysis of morphology, topography and physicalcharacteristic of the coastal area of Pancer has been done in this research. Interview with key person andstakholders has been conducted in order to understand the awareness system and program done by thecommunity. Descriptive analysis has been used to describe the research result. From the topographicalpoint of view, study area consist of lowland and hilly area. Lowland area is dominated by settlementand paddy field, meanwhile the hilly area is mainly for forest and dry farming system. Lowland area isthe most vulnerable area for inundation due to tsunami. Coastal community has knowledge on tsunamihazard. Many program has been implemented to strengthen the community capacity and awareness, suchas campaign, workshop for evacuation route identification, and evacuation simulation.

Keywords : Banyuwangi, Sumberagung Village, coastal area, community awareness, tsunami

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk, 1) melakukan identifikasi kondisi fisik kawasan Pancer Desa SumberagungBanyuwangi terhadap potensi bahaya tsunami, dan 2) melakukan identifikasi kesiap-siagaan yangdilaksanakan masyarakat untuk pengurangan risiko di masa mendatang. Metode yang digunakan adalahobservasi lapangan dan pengamatan terhadap morfologi, topografi kawasan dan karakteristik fisik kawasanpesisir. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kesiap-siagaan yang telah dilakukan oleh masyarakat.Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menguraikan dan mendeskripsikan hasil penelitian.Dilihat dari topografi kawasan, Pantai Pancer Desa Sumberagung terdiri dari dua morfologi, yaitu daerahdataran dan perbukitan. Daerah dataran digunakan untuk permukiman dan sawah, sementara kawasanperbukitan untuk hutan dan tegalan. Daerah dataran merupakan kawasan yang paling rawan terhadapbahaya genangan akibat tsunami. Masyarakat di daerah penelitian mempunyai pengetahuan terhadapbahaya tsunami. Berbagai bentuk sosialisasi, workshop dan simulasi pernah dilakukan di daerah penelitiansebagai bentuk kesiap-siagaan menghadap bencana.

Kata kunci: Banyuwangi, Desa Sumberagung, kawasan pesisir, kesiapsiagaan masyarakat,tsunami

Page 19: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 17 - 2818

PENDAHULUAN

Sebagai negara yang terletak di pertemuanlempeng Eurasian, India-Australian, Pacificplates Indonesia mempunyai kerawanantinggi terhadap bencana tsunami (Lavignedkk 2006, 2007; Marfai dkk 2008a, Marfaidkk 2009). Daerah yang rawan terhadapancaman bencana tsunami meliputisepanjang pantai barat Sumatera, pantaiselatan Jawa terus ke timur sampai ke Balidan ke utara meliputi kawasan pesisirPapua dan Sulawesi. Kejadian bencana tsu-nami yang paling besar dalam kurun waktu20 tahun terakhir terjadi di Aceh danSumatra Utara pada Bulan Desember 2004.Lebih dari 200.000 orang meninggal duniadan lebih dari 500.000 lainnya harusdievakuasi (Lavigne dkk 2006). Kemudiankejadian tsunami di kawasan pesisir selatanPulau Jawa pada tanggal 17 Juli 2006 yangmengakibatkan korban lebih dari 730orang meninggal dunia.

Di Pulau Jawa, daerah yang paling rawanbencana tsunami adalah wilayah kepesisir-an bagian Selatan. Wilayah kepesisiranbagian Selatan Pulau Jawa merupakanwilayah rawan bencana tsunami dikarena-kan wilayah ini merupakan wilayah yangberhadapan langsung dengan SamuderaHindia yang dalam hal ini merupakan zonapertemuan antara lempeng tektonik Eur-asian dan Indian-Australian. Wilayahkepesisiran di bagian Selatan yangmembentang dari Provinsi Jawa Barat,Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Yogyakartadan Provinsi Jawa Timur mempunyaikerawanan terhadap bencana tsunami.Beberapa daerah telah mengalami bencanatsunami, seperti daerah Pangandaran,Cilacap, Kebumen dan Banyuwangi. Tsu-nami yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006di selatan Jawa merupakan salah satukejadian tsunami yang membawa bencanabesar. Gempa yang terjadi dengan titik

pusat berkisar 225 km dari PantaiPangandaran (9.222°S-107.320°E) telahmengakibatkan tsunami di wilayahkepesisiran bagian Selatan Pulau Jawa(Lavigne dkk 2007). Sebagian besarkelurahan dan desa di sepanjang ProvinsiJawa Tengah mengalami dampak darikejadian tersebut. Paling tidak 95 desa dankelurahan pesisir yang terletak diKabupaten Cilacap, Kebumen danPurworejo mengalami dampak kerusakan.Di Kabupaten Cilacap tercatat sebanyak142 orang meninggal, 57 orang hilang dan7 orang luka-luka. Di Kabupaten Kebumenkorban meninggal sebanyak 12 orang, 46orang dinyatakan hilang dan 27 orang luka-luka serta sebanyak 1.388 orang dievakuasi(Kementerian PU, 2007). Kejadian tsunamidi Pengandaran menghasilkan ketinggiangelombang tsunami 4,2 sampai 8,6 mLavigne dkk (2007).

Salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timuryang pernah terlanda bencana tsunamiadalah wilayah kepesisiran bagian SelatanKabupaten Banyuwangi. Kejadian tsunamipada Tahun 1994 mengakibatkankerusakan parah di daerah sepanjang PantaiPancer Desa Sumberagung Banyuwangi.Menurut data Badan Litbang DepartemenPekerjaan Umum, yang dikutip olehPrasetyo (2008) kejadian tsunami Tahun1994 di wilayah kepesisiran bagian SelatanJawa Timur telah mengakibatkan korbanmeninggal dunia sebanyak 377 jiwa,mengakibatkan orang hilang sebanyak 15jiwa, orang yang mengalami luka-lukasebanyak 789 orang. Sementara itukerusakan fisik rumah mencapai 992rumah dengan kategori rusak ringan hinggarusak berat dan mengakibatkan hilangnyaperahu nelayan di sepanjang pantai selatansebanyak 340 buah. Secara lebih detildiuraikan juga oleh Prasetyo (2008) bahwaterdapat berbagai variasi tinggi gelombangdan jarak jangkau tsunami ke darat, antara

Page 20: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

19Potensi Bencana Tsunami ... (Sunarto dan Marfai)

lain tinggi gelombang 6,9 meter denganjarak jangkau ke pantai mencapai 300meter terdapat di kawasan Grajagan,sedangkan di Lampon tinggi gelombangmencapai 11 meter dengan jarak jangkauke arah daratan sepanjang 300 meter.Sementara itu di kawasan pesisir Pancertinggi gelombang mencapai 11 meterdengan jarak jangkau sepanjang 300 meterke arah daratan, di Rajegwesi tinggigelombang mencapai 14 meter denganjarak jangkau 150 meter.

Pengetahuan tentang kondisi fisik kawasanpesisir sangat diperlukan, terutama untukmemberikan pemahaman pada masyarakatdan meningkatkan kesiap-siagaan (aware-ness) dari masyarakat lokal di kawasanrawan bencana (Marfai dkk 2008b; Marfaidan Khasanah 2009, Marfai 2011a).Pengetahuan dan pemahaman tentangkondisi fisik sosial dan budaya suatukawasan yang rawan terhadap bencana tsu-nami akan memberikan kontribusiinformasi dan pengetahuan dalamkaitannya dengan perencanaan pengurang-an risiko bencana. Pengetahuan danpemahaman tentang kondisi fisik suatuwilayah dapat dikaji dan dipelajari melaluiinterpretasi data geo-spasial, dalam hal inimisalnya data peta rupa bumi, citra satelitdan lain sebagainya (Marfai dan Sekaranom2012). Disamping dapat dipakai untukanalisis kerentanan (Hizbaron, et al., 2010),Pemahaman kondisi fisik dapat digunakanuntuk perencanaan program kesiapsiagaan,misalnya memberikan kontribusi padapenentuan jalur evakuasi, perhitungan nilaikerugian dan lain sebagainya.

Kesiapsiagaan masyarakat lokal di kawasanrawan bencana selain dengan pemahamankondisi fisik lingkungan juga dapatditingkatkan dengan melakukan sosialisasibencana dan program gladi lapang. Programgladi lapang dapat meliputi sistemevakuasi, sistem monitoring, deteksi dini,

perhitungan risiko dan lain sebagainya (TimPusat Studi Bencana Universitas GadjahMada, 2009). Oleh karena itu, makadiperlukan suatu kajian tentang kesiap-siagaan masyarakat lokal di kawasan rawanbencana tsunami agar dapat disusun suatuprogram menajemen bencana yang tepatdalam rangka pengurangan risiko bencana.Berdasarkan hal tersebut, maka penelitianini dilakukan untuk: 1) Mengidentifikasikondisi fisik kawasan pesisir DesaSumberagung banyuwangi dalam kaitannyadengan potensi bahaya tsunami dan 2)Mengidentifikasi kesiapsiagaan masyarakatkawasan pesisir dalam menghadapibencana tsunami.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan me-manfaatkan data geo-spasial berupa dataPeta Rupabumi Indonesia (RBI) dan datapenginderaan jauh. Daerah penelitianmeliputi kawasan pesisir Pancer, DesaSumberagung Banyuwangi. Interpretasikondisi fisik dan morfologi kawasandilakukan secara visual terhadap data geo-spasial tersebut. Analisis dilakukan secaraspasial dan deskriptif terhadap hasilinterpretasi. Wilayah rawan genangan tsu-nami dibatasi berdasarkan hasil analisis digi-tal elevation model dengan ketinggianmaksimum 50 meter dari permukaan laut.Sementara itu identifikasi kesiap-siagaandilakukan dengan studi laporan terdahulu,wawancara dan evaluasi terhadappelaksanaan gladi lapang sistem evakuasiyang pernah dilakukan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik, potensi bencanatsunami dan dampaknya di Pantai Pancer

Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi

Page 21: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 17 - 2820

terletak di ujung timur Pulau Jawa yangtepatnya berada di koordinat antara 7o34’-8o46’ LS dan 113o53’ – 114o38’ BujurTimur. Menurut Banyuwangi dalam angka(2008) luas kabupaten yang mencapai5.782,50 km2 secara topografi memilikidaerah dengan ketinggian bervariasi dari 0hingga lebih dari 2000 m dpl. Umumnyadaerah bagian selatan, barat, dan utaramerupakan daerah pegunungan. Sementaradaerah dataran terbentang dari bagianselatan hingga utara. Berdasarkan peng-gunaan lahannya Kabupaten Banyuwangiterdiri dari 31,72% merupakan kawasanhutan, sisanya digunakan antara lain untukpermukiman, sawah, ladang, dan tambak.Cukup banyaknya DAS dan curah hujanyang memadai di sana membuat kondisitanah subur untuk pertanian. Selain itusepanjang garis pantai yang mencapai175,8 km merupakan daerah potensiperikanan laut.

Pantai Pancer, Desa Sumberagung,Banyuwangi merupakan daerah rawangempa. Kejadian gempa yang terjadi dilautan lepas di dekat perairan PantaiPancer, Desa Sumberagung dapatmenimbulkan potensi kejadian tsunami.Pada Tahun 2007 telah terjadi beberapa kaligempa bumi. Misalnya gempa bumi sebesar4,9 pada Skala Richter di barat lautBanyuwangi, Jawa Timur pada 10 Septem-ber 2007 dini hari.

Pantai Pancer Desa Sumberagung merupa-kan daerah yang sangat strategis karenaberada di kawasan dengan topografi datar.Daerah ini secara geomorfologi berada didaerah teluk dengan topografi disekitarnyayang berbukit. Pertumbuhan permukimanterkonsentrasi pada daerah dengan topo-grafi datar di kawasan teluk. Permukimanjuga berada pada beting gisik yang relatifdatar dan merupakan daerah terbukasehingga sangat rentan terhadap hembasangelombang tsunami. Morfologi beting gisik

berada pada jarak antara 200 m -300 m daripantai. Elevasi permukaan di kawasanteluk berkisar 2-3 m. Ke arah darat, permuka-an tanah cenderung lebih rendah membentukbentuklahan rawa belakang. Topografikawasan teluk Pancer secara umum terdiridari dua unit morfologi yang berbeda, yaitudataran dengan elevasi 0-50 m dan perbukit-an dengan elevasi lebih dari 50 m (Gambar 1).

Pantai Pancer merupakan daerah yang rawanterhadap tsunami karena mempunyaitopografi datar dan berada pada daerahteluk. Gelombang tsunami yang datang dariarah teluk Pancamaya akan diakumulasi-kan di daerah dengan topografi datar ini.Sementara itu pemanfaatan lahan padadataran rendah tersebut sebagian merupa-kan kawasan permukiman. Berbagaibentuk penggunaan lahan lainnya di daerahini antara lain adalah sawah irigasi, hutan,tegalan, semak, permukiman, gisik danlahan kosong (Gambar 2).

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahuibahwa daerah penelitian mempunyaibentuk penggunaan lahan yang kompleks(multi fungsi). Menurut Marfai (2011a)kebanyakan kawasan pesisir dicirikandengan pemanfaatan lahan yang dinamisdan kompleks. Penggunaan lahan yangkompleks tersebut merupakan salah satufaktor mengapa di kawasan pesisirkerupakan kawasan yang rawan terhadapkejadian bencana. Penggunaan lahan yangkompleks tersebut juga dapat mengakibat-kan terjadinya degradasi lingkungan (Marfai2005), seperti terjadinya pencemaran,kerusakan kawasan, memicu meningkatnyaerosi (Marfai 2011). Dalam perkembangan-nya di masa yang akan datang dan denganmelihat trend pertumbuhan permukimanserta penggunaan lahan lainnya di daerahpenelitian, permasalahan lingkungan yangtelah disebutkan diatas dapat saja terjadidan merupakan ancaman bagi pelaksanaanpembangunan.

Page 22: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

21Potensi Bencana Tsunami ... (Sunarto dan Marfai)

Dengan menggunakan analisis modelelevasi, seperti pemanfaatan garis konturdan tit ik ketinggian, kawasan rawangenangan akibat bencana dapatdiidentifikasi. Marfai (2006) mengenalkananalisis elevasi medan untuk pemetaanbencana. Data elevasi medan dalambentuk digital elevation model (DEM) jugadapat dimanfaatkan untuk melakukanpemetaan genangan di kawasan pesisir(Marfai dkk 2012). Dalam penelitian inianalisis elevasi medan digunakan untukmengidentifikasi kawasan genangan akibattsunami. Dalam hal ini identifikasikawasan rawan genangan tsunami

dilakukan dengan menggunakan threshold(ambang batasan) ketinggian 50 mberdasarkan peta RBI daerah penelitian.Kawasan rawan bencana tersebutdisajikan pada Gambar 3.

Kesiapsiagaan Masyarakat dalamMenghadapi Bencana

Berangkat dari tingginya t ingkatkerawanan bencana yang dihadapi olehmasyarakat yang bertempat tinggal dikawasan pesisir, menjadi penting untukmelihat bagaimana masyarakat yang ada disana melakukan persiapan dan kesiap-siagaan menghadapi potensi bencana. Di

Sumber: hasil analisis

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian dengan Digital Elevation Model

Page 23: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 17 - 2822

Sumber: hasil analisis

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian

Page 24: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

23Potensi Bencana Tsunami ... (Sunarto dan Marfai)

Sumber: hasil analisis

Gambar 3. Peta Daerah Rawan Penggenangan Akibat Tsunami

Page 25: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 17 - 2824

tingkat Kabupaten Banyuwangi, kesiap-siagaan menghadapi bencana telahdilakukan dengan dicerminkan oleh unit-unit pemerintahan yang khusus menanganikebencanaan. Dengan kondisi daerahpesisir yang rawan terhadap bencana tsu-nami dan dengan mempertimbangkanberbagai potensi bencana alam lainnya,Pemerintah Banyuwangi mendorongpenanganan dan penanggulangan bencanayang melibatkan segenap aparat pemerintahsetempat dan masyarakat terkait melaluiditerbitkannya dokumen berupa PROTAPPB di Kabupaten Banyuwangi. Secarakelembagaan, upaya penanganan danpenanggulangan bencana di KabupatenBanyuwangi dilakukan oleh lembaga-lembaga tertentu yang ditetapkanberdasarkan Surat Keputusan Bupati.Adapun lembaga tersebut BerdasarkanSurat Keputusan Bupati No 188/368/KEP/429.012/2007 dibentuk SatuanPelaksana Penanganan Bencana (SATLAKPB) yang bertugas melaksanakan kegiatanpenanganan bencana yang mencakupkegiatan pencegahan, penjinakan, kesiap-siagaan, penyelamatan, rehabilitasi, danrekonstruksi.

Selain dibentuk satlak, dibentuk pula UnitOperasi PB di masing-masing Kecamatandan satuan Linmas Tingkat Desa/Kelurahan. Unit yang lain yaitu Hansip/Linmas Desa/kelurahan juga mempunyaitugas: menyusun potensi hansip/linmasdalam regu-regu pelaksana menur utkebutuhan desa/kelurahan, dan mengerah-kan potensi hansip/linmas dalampenanganan bencana yang terjadi diwilayahnya baik sebelum, pada saat, dansesuai dan sesudah terjadi bencana (TimPusat Studi Bencana Universitas GadjahMada, 2009).

Selain itu, berdasarkan Surat KeputusanBupati No 188.184/Kep/429.012/2008dibentuk Tim Investigasi Bencana untuk

Kabupaten Banyuwangi (Gambar 4).Adapun tugas dari tim tersebut yaitu (1)menghimpun laporan terjadinya bencanayang masuk dari wilayah yang tertimpabencana, (2) melakukan tinjau lapang/mendata jumlah korban bencana dengantim teknis terkait dan mengkalkulasiperkiraan jumlah kerugian dan jumlahkebutuhan rehabilitasi serta rencanapenempatan kembali korban bencana, (3)memberikan bantuan dan melaksanakanrehabilitasi dan atau rekonstruksipermukiman, fasilitas sosial serta fasilitasumum di daerah bencana; (4) menerimadan menyalurkan bantuan bagi para korbanyang tertimpa bencana; (5) melaksanakantugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupatisepanjang pelaksanaan tugas tim dimaksudserta mendorong terciptanya situasi dankondisi bagi kelancaran pemerintahan danpembangunan; dan (6) bertanggung jawabdan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnyakepada Bupati Banyuwangi.

Sementara itu untuk kawasan Desa Sumber-agung, terutama di wilayah Pantai Pancer,masyarakat lokal telah mendapatkanpengetahuan dan pelatihan tentang tsunamidan pengurangan risiko bencana. Salah satupelatihan yang dilakukan adalah kegiatandari Kementerian sosial dengan Pusat StudiBencana Universitas Gadjah Mada Tahun2009. Kegiatan yang dilakukan oleh timkementerian Sosial dan Pusat Studi BencanaUniversitas Gadjah Mada Tahun 2009merupakan salah satu bentuk kegiatankomprehensif untuk pendampinganmasyarakat lokal dalam pengurangan risikobencana. Pen-dampingan tersebut diawalidengan kegiatan sosialisasi tentang ke-bencanaan, pembentukan kader tangguhbencana, workshop evakuasi dan pengurang-an risiko bencana (Gambar 5) serta simulasievakuasi. Dalam kegiatan simulasievakuasi melibatkan seluruh komponenterkait seperti PMI, Rumah Sakit, Militer,

Page 26: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

25Potensi Bencana Tsunami ... (Sunarto dan Marfai)

SEKRETARIS

PELAKSANA HARIAN

SEKRETARIS PELAKSANA HARIAN

Unsur Kantor Terkait

Unsur TNI / Pol ri

SAR Daerah

PMI

Unsur Organisasi Profesi

Tokoh Masyarakat & Pakar

LSM

ANGGOTA

KETUA

WAKIL KETUA 1

WAKIL KETUA II

Sumber: hasil analisisGambar 4. Struktur Tim Investigasi Bencana Kabupaten Banyuwangi

(Tim Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada, 2009)

Sumber: hasil analisis

Gambar 5. Kegiatan Workshop untuk Penentuan Rute Evakuasi (Koleksi Marfai 2009)

Page 27: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 17 - 2826

DAFTAR PUSTAKA

Banyuwangi dalam angka (2008). Profil Kabupaten Banyuwangi. Pemerintah Daerah kabupatenBanyuwangi.

Kepolisian, Pemerintah Kecamatan,Perguruan tinggi, dan masyarakat se-tempat. Lebih dari 300 peserta mengikutikegiatan tersebut (Tim Pusat StudiBencana Universitas Gadjah Mada, 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kawasan pesisir Desa Sumberagung,Kabupaten Banyuwangi, khususnya pantaiPancer merupakan kawasan rawan bencanatsunami. Kejadian tsunami Tahun 1994mengakibatkan kerugian yang besar secaramaterial dan immaterial. Morfologi didaerah penelitian secara umum merupakankawasan dataran dan daerah perbukitan.Dataran pantai dimanfaatkan untukpermukiman dan persawahan, sementaradaerah perbukitan digunakan untuk tegalandan hutan. Morfologi pantai berupa telukdan terdapat dataran yang rendah merupa-kan kawasan yang sangat rawan terhadapdampak bencana tsunami. Dengan meilihatketinggian daerah berdasarkan garis konturpada peta RBI dapat dilihat bahwa sebagiankawasan daerah penelitian sangat rawanterhadap genangan akibat tsunami.

Masyarakat di daerah penelitian mem-punyai pengetahuan tentang kebencanaan.Berbagai bentuk kesiap-siagaan masyarakatdalam menghadapi bencana terlihat antaralain dengan dibentuknya tim investigasibencana dan terdapat berbagai bentukkegiatan terkait manajemen kebencanaan.Kegiatan sosialisasi, workshop penyusunanrute evakuasi dan simulasi evakuasimerupakan bentuk-bentuk kegiatan dalamrangka kesiap-siagaan menghadapi

bencana yang terdapat di daerah penelitian.

Identifikasi potensi kerawanan tsunamiyang dilakukan di daerah penelitian masihmerupakan identifikasi awal. Perlu dilaku-kan penelitian yang lebih detil untukmeningkatkan akurasi dalam identifikasidan pemetaan kawasan rawan genanganakibat tsunami. Hal tersebut dapat dilaku-kan melalui pengembangan pemodelanberbasis raster dalam sistem informasigeografis. Sementara itu, bentuk kesiap-siagaan yang telah ada di masyarakat perluterus dipertahankan dan dikembangkandengan dukungan dan pendampingan daripemerintah kabupaten. Instansi badanpenanggulangan bencana daerah (BPBD)tingkat kabupaten mempunyai peranpenting untuk meningkatkan kewaspadaandan kesiap-siagaan masyarakat dalammenghadapi bencana.

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebagian penelitian ini mendapatkan dukung-an dari program kegiatan sosialisasi bencanayang dilaksanakan oleh Kementerian Sosialdan Pusat Studi Bencana UGM. Penelitianini juga mendapatkan dukungan dari Bea-siswa Unggulan Program PengembanganDoktor (BU-P2D) 2011-2012, BiroPerencanaan dan Kerjasama Luar Negeri(BPKLN) Kementerian Pendidikan danKebudayaan. Terima kasih disampaikankepada Ahmad Cahyadi, Andung Bayu S.,dan Bachtiar Wahyu Mutaqin yangmembantu menyiapkan data-geospasial danbeberapa referensi, serta kepada revieweryang telah memberikan masukan untukpenyempurnaan tulisan ini.

Page 28: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

27Potensi Bencana Tsunami ... (Sunarto dan Marfai)

Hizbaron, D. R., D.S. Hadmoko, G. Samodra, S.A. Dalimunthe, dan J. Sartohadi (2007)Tinjauan Kerentanan, Risiko dan Zonasi Rawan Bahaya Rockfall di Kulonprogo,Yogyakarta, Forum Geografi. Vol. 24 (2). pp. 119 - 136.

Kementerian Pekerjaan Umum (2007). Database Bencana Alam. www.sda.pu.go.id. Accessed13-11-2007

Lavigne F, Paris R, Wassmer P, Gomez C, Brunstein D, Grancher D, Vautier F, SartohadiJ, Setiawan A, Syahnan, Gunawan T, Fachrizal, Waluyo B, Mardiatno D, Widagdo A,Cahyadi R, Lespinasse N, Mahieu L (2006). Learning from a major disaster (BandaAceh, December 26th, 2004): a methodology to calibrate simulation codes for tsunamiinundation models, Zeitschrift für Geomorphologie, 2006, N.F., Suppl.-vol. 146, 253 - 265.

Lavigne F, Gomez C, Gifo M, Wassmer P, Hoebreck C, Mardiatno D, Priyono J, Paris R(2007) Field Observations of the 17 July 2006 Tsunami in Java, Natural Hazard andEarth System Science. 7(1): 177 - 183

Marfai MA (2005). Moralitas Lingkungan, Refleksi Kritis Atas Krisis Lingkungan Berkelanjutan.Kreasi Wacana dan Wahana Hijau Yogyakarta

Marfai MA (2006). Analisis Neighbourhood operations dalam Sistem Informasi Geografisberbasis raster dan aplikasinya, Seminar National Aplikasi teknologi informasi, , 17 Juni2006, hal 7-12, Yogyakarta Indonesia http://snati.informatika.web.id

Marfai MA (2011a). Impact of coastal inundation to ecology and agricultural land use, Casein Central Java Indonesia. International Journal of Quaestiones Geographicae,Pages 19-32.DOI 10.2478/v10117-011-0024-y 30(3): 19-32.

Marfai MA (2011b). The hazard of coastal Erosion in Central Java Indonesia: an Overview.GEOGRAFIA, Malaysia Journal of Society and Space 7 issue 3 (1 - 9) 1, ISSN 2180-2491

Marfai MA dan Khasanah T (2009). Kerawanan dan kemampuan adaptasi masyarakat pesisirterhadap bahaya banjir genangan dan tsunami. Laporan Penelitian. Hibah PenelitianBencana dan Budaya. CRCS. Sekolah Pasca Sarjana UGM.

Marfai MA, Sekaranom AB (2012). Sistem Informasi Geografis dan Peranannya untuk AnalisisBahaya Banjir. Proceeding Seminar National Pemanfaatan Teknologi SIG Dan PJ untukAnalisis Kebencanaan Berbasis Pengurangan Risiko . Fakultas Geografi UniversitasMuhammadiyah Press. ISBN: 978-979-636-137-3

Marfai MA, King L, Singh LP, Mardiatno D, Sartohadi J, Sri Hadmoko D, Dewi A (2008a)Natural hazards in Central Java Province, Indonesia: an overview. Environmental Geology.56: 335-351, doi 10.1007/s00254-007-1169-9

Marfai MA, King L, Sartohadi J, Sudrajat S, Budiani SR, Yulianto F (2008b). The impact oftidal flooding on a coastal community in Semarang, Indonesia. Environmentalist, 28:237-248

Page 29: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 17 - 2828

Marfai, MA, Putri RF, Mardiatno D, Sartohadi J (2009). Potential Loss Estimation OfAgricultural Production Due To Tsunami Hazard. Proceeding International CoastalConference, Nagoya, 23-25 February 2009. Pp 15-21.

Marfai MA. Pratomoatmojo NA, Hidayatullah T, Nirwansyah AW, Gomareuzzaman (2012).Coastal Vulnerability Based on Shorelines Changes and Flood Tides. (Case Study : Pekalongan).Cahaya Press. ISSN: 978-620-19549-4-2

Prasetyo K (2008). Aksiologis Pendidikan Geografi dalam Penanggulangan Bencana (Belajardari Peristiwa Bencana Tsunami di Pantai Selatan Jawa Timur Tahun 1994). DalamRini Rachmawati, Andri Kurniawan, Erlis Saputra dan Raditya Jati (eds) 2008. ProceedingFilsafat Sains Geografi, 12 Juli 2008. Fakultas Geografi UGM.

Tim Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (2009). Laporan Hasil Sosialisasi Bencanadi Kabupaten Banyuwangi. Kerjasama Kementerian Sosial dan Tim Pusat Studi Bencana(PSBA) Universitas Gadjah Mada.

Page 30: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

29Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

APLIKASI MODEL SMAR PADA DUA DAS IDENTIKApplication of SMAR Model at Two Identical Watershed

IndartoLab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan (TPKL), PS Teknik Pertanian,

Fakultas Teknik Pertanian, Universitas Negeri JemberE-mail: [email protected]

ABSTRACTThis paper shows the evaluation process (calibration and validation) of SMAR (The Soil MoistureAccounting Rainfall-Runoff) model at two identical catchment areas (Rawatamtu and Kloposawit) inEast Java – Indonesia. Daily discharge, rainfall data and meteorological data were collected from mea-surement stations located at the catchments areas. Potential evapotranspiration (PET) was calculatedfrom meteorological data extracted from existing stations located inside of the catchments. Calibrationwas conducted for periods of: 1991 to 1994, while validation was tested fro periode of: 1995 to 2000.Model performance was evaluated by means of: (1) Nash-Sutcliffe coefficient, (2) correlation coefficientand (3) graphical comparation of calculated and measured flow. The result show the Nash-Sutcliffecoeffient = 0,73 and correlation coefficient = 0,86 for calibration period at Rawatamtu, while the samecoefficients for Kloposawit are 0,54 and 0,74. Validation periode produce Nash-sutcliffe and correla-tion coefficients = 0,35 and 0,64 for Rawatamtu. While for Kloposawit the values are 0,48 and 0,81.

Key words: Calibration, Validation, SMAR Model, identical catchments, East Java

ABSTRAKTulisan ini memaparkan proses dan hasil kalibrasi dan validasi model SMAR (The Soil MoistureAccounting Rainfall Model) pada dua sub-DAS yang relatif identik karakteristik fisiknya (SubDasRawatamtu dan SubDas Kloposawit, Jawa Timur). Data hujan harian, evaporasi harian dan debitharian diperoleh dari alat ukur yang terletak pada kedua SubDAS tersebut. Metodologi mencakup:visualisasi data, kalibrasi dan validasi model. Kalibrasi dilakukan menggunakan kombinasi metodeAutomatic dan Manual yang tersedia pada model. Kalibrasi dilakukan pada periode: 1991 sd 1994.Validasi dilakukan pada periode: 1995 sd 2000. Selanjutnya, Coefficient Nash-Sutcliffe, koeffisienkorelasi dan perbandingan grafik debit terukur dan terhitung digunakan untuk menilai hasil kalibrasidan validasi. Proses kalibrasi pada Sub-DAS rawatamtu menghasilkan koefisien Nash = 0,73 dankoeffisien korelasi = 0,86.Kalibrasi pada Sub-DAS Kloposawit menghasilkan koefisien Nash =0,54 dan korelasi = 0,74. Validasi pada periode selanjutnya menghasilkan koefiisien Nash = 0,35dan korelasi = 0,64 untuk sub DAS Rawatamtu. Validasi pada sub-Das Kloposawit menghasilkankoefisien Nash = 0,48 dan korelasi = 0,81.

Kata Kunci : Kalibrasi, validasi, model SMAR, DAS identik, Jawa Timur

Page 31: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4430

PENDAHULUAN

SMAR (soil moisture and accounting) adalahmodel konseptual global hujan-aliran (rain-fall runoff) untuk neraca air. Fokus utamaadalah pemodelan proses hidrologi terkaitdengan perubahan kadar lengas tanah(O’Connell et al., 1970; Kachroo, 1992; Tutejaand Cunnane, 1999). Model menghitungaliran permuka-an, debit air-tanah (ground-water dis charge) , evapotranspirasi dankehilang-an (leakage) dari profil tanah untukseluruh wilayah DAS (Daerah AliranSungai) pada interval waktu harian.

Struktur Model dan Deskripsi ProsesHidrologi

Model SMAR terdiri dari dua komponenutama: (1) neraca air dan (2) penelurusanaliran. SMAR menggunakan input berupadata hujan dan evaporasi (hasilpengukuran panci evaporasi) untuksimulasi debit aliran sungai pada DAS.Model dikalibrasi dengan data pengukurandebit outlet DAS. Komponen neraca airmembagi kolom tanah menjadi lapisan-lapisan horizontal. Lapisan tersebutdiasumsikan telah mengandung sejumlahlengas tanah (soil moisture), biasanya 25 mmekuivalen tebal-air pada kapasitas lapang.Evaporasi dari per mukaan tanahdimodelkan dan diasumsikan mengurangikadar air di dalam tanah secaraeksponensial dari nilai kebutuhanevapotranspirasi potensial. Komponenpenulusuran aliran (routing component)mentransfert aliran-permukaan (runOff)yang dihasilkan oleh komponen neraca airsampai outlet DAS mengguna-kanpersamaan Gamma dari Nash(1960).Persamaan tersebut diselesaikan denganpersamaan differensial dalam sistem inputdan output tunggal. Selanjutnya, aliranair-bawah-tanah (groundwater flow) yangdihasilkan, dipropagasi melalui reservoir-

linear tunggal yang selanjutnya memberikontribusi ke aliran sungai pada outletDAS. Model SMAR menggunakan (5) pa-rameter neraca air dan (4) parameteruntuk penelusuran aliran.

Aliran yang dihasilkan oleh permukaantanah di dalam DAS (landscape) ditransfer(attenuation and lag) ke outlet menggunakanmodel-reservoir-linear-bertingkat (linear-cascade model) dari Nash(1960).

Penyelesaian umum untuk menyatakanhubungan antara satu satuan volum inputdan output dinyatakan dalam persamaan(1):

dτKτ

Kτ- exp

KT(n)1

t1th

1nt

1-t

-- (1)

dimana:t = interval simulasi (d)d = hariτ = waktu (s) = detikK1 = K2 = ... = Kn = K adalah koefisien

penyimpanan dari sejumlah (n) res-ervoir-linear yang disusun secarabertingkat,

h(t) = ordinat dari fungsi respon padahitungan ke (d-1)

dτττ- expn 1n

0

adalah fungsi

gamma dari sistem (tidak berdimensi).

Selanjutnya dijelaskan oleh Nash (1960):“that under constraints of conservation, stabil-ity, high damping and the absence of feedback,this two-parameter equation with n an integer andK positive, is almost as general a model as thedifferential equation of unlimited order. Withadditional flexibility obtained by allowing n totake fractional values, the impulse response ofthis equation has the ability to represent, ad-

Page 32: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

31Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

equately, almost all shapes commonly encounteredin the hydrological context”.

Komponen Neraca Air

Komponen neraca air menggunakan (5)parameter untuk mendeskripsikan gerakanair masuk dan ke luar pada kolom tanah dibawah kondisi tekanan atmosfer, yaitu: C,Z, H, Y dan T.1. Parameter C (tidak-berdimensi)

mengatur penguapan dari lapisan tanah.Evaporasi diasumsikan berubahsebagai fungsi eksponensial daribentuk Ci-1, di mana C bernilai antara0 dan 1 dan ( i ) = 1,2,3,... menunjuk-kan urutan lapisan tanah. Oleh karenaitu jika diberikan nilai evaporasinpotensial, lapisan pertama akanmemenuhi kebutuhan ini pada lajupotensial, lapisan ke dua pada laju C,lapisan ke tiga dengan laju C2, danseterusnya. Hal ini akan meng-gambarkan pengurangan kadar lengastanah secara eksponensial. Lajuevapotranspirasi potensial dari lapisanatas pada hakekatnya mewakili eva-potranspirasi dari reservoir intersepsidan lapisan tanah bagian atas, denganasumsi tidak ada hambatan oleh gayakapilaritas tanah.

2. Parameter Z(mm), mewakili kapasitaspenyimpanan lengas effektif (effectivemoisture storage capacity) dari tanah yangberkontribusi terhadap mekanismepembentukan aliran. Tiap lapisanmengandung 25 mm air pada kapasitaslapang.

3. Parameter H (tidak berdimensi),digunakan untuk mengestimasivariabel H’, bagian dari kelebihanhujan (rainfall excess) yang menjadialiran, karena tanah telah jenuh (aliranini sering disebut sebagai Dunne run-off).H’ diperoleh dari nilai H, kelebihan

hujan dan kejenuhan tanah. Kejenuh-an tanah (soil saturation) didefinisikansebagai perbandingan antara kadarlengas yang tersedia (dalam mm padawaktu t (days) dan 125 mm. Nilai 125mm, melambangkan kadar airmaksimum lima lapisan pertama.

4. Parameter Y (mm.d–1) menggambar-kan kapasitas infiltrasi tanah dandigunakan untuk mengestimasi aliranyang dihasilkan karena kapasitasinfiltrasi tanah telah terlampaui(Hortonian run-off).

5. Parameter T (tidak berdimensi), di-gunakan untuk menghitung evaporasipotensial dari panci evaporasi (E).

Aliran permukaan dihitung dari kelebihanhujan (excess rainfall) sebagai: aliran karenatanah jenuh (satutation excess runoff) +aliran Horton + proporsi lengas tanah (1-G) yang melebihi kapasitas penyimpanantanah(misalnya: through flow).

Penelusuran Aliran secara Lateral

Air tanah dan aliran permukaan yangdihasilkan dari komponen neraca-air,dialirkan untuk simulasi selang waktu (lagtime) sejak kejadian hujan sampai aliranteramati pada outlet DAS. Persamaan yangdigunakan untuk memodelkan komponenaliran secara lateral adalah sebagai berikut(Kachroo dan Liang, 1992).

Komponen aliran permukaan

Aliran permukaan yang dihasilkan (rs,dalam mm/hari) dan propagasi aliran

(T

rQ ,mm/hari) dapat dicari nilai reratanya,

menggunakan persamaan (2) dan (3), untukmerepresentasikan nilai harian.

dττ rt1tr

t

t-τss ------------------------- (2)

Page 33: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4432

dττ Qt1tQ

t

t-τ

rT

rT --------------------- (3)

Persamaan linear (4) merupakan per-samaan sederhana yang menghubungkanantara input sebagai fungsi waktu (aliranyang dihasilkan) dan aliran yang ditranfer(routed run-off). Persamaan ini digunakandalam pemodelan konseptual, sebagaikomponen yang merepresentasikan prosespenelusuran aliran.

1)j(th(j)rtQm

1js

rT

--------------- (4)

di mana :m = pulse response function (d).

Komponen aliran airtanah

Persamaan kesetimbangan massa untukaliran air bawah tanah dapat ditulis (5).

τ)DSdt

dS(τSQτQ rT

rechT ( --------- (5)

keterangan:

T

rechQ = air tanah yang terisi ulang (mm/s)

T

rQ = air tanah yang dilepaskan (mm/s)

τ = waktu (s) S ( τ ) = simpanan air tanahD = d/d τ = operator diferensial (s-1).Input Model

Data masukan (input) terdiri dari:1. Hujan (rainfall)

Data rentang waktu (time series) hujanyang kontinyu. Data hujan tersebutadalah nilai hujan wilayah yangmewakili DAS. Hanya data hujandalam satuan (mm/hari) yang dapatdigunakan.

2. EvaporasiData evapotranspirasi potensial (PET)yang kontinyu atau evapotranspirasiaktual yang mewakili evapotranspirasiDAS (satuan mm/hr).

3. Pengukuran aliran (data debit)Data debit harian digunakan untukproses kalibrasi model. Satuan yangdapat digunakan: (mm/hari) atau (m3/s). Jika input data adalah m3/s makaluas daerah tangkapan hujan harusdiketahui.

4. Luas daerah tangkapan hujanData ini diperlukan untuk konversimasukan (input) dan luaran (output)antara debit dalam satuan (m3/detik)dan ke debit dalam (mm/hari).

Luaran model

Data luaran (output) dari model SMARadalah berupa aliran harian ataupunbulanan (Tabel 1).

Nilai parameter

Model akan memberikan nilai awaltertentu (default) sebelum setting parameterdilakukan. Nilai parameter model (mini-mum, maksimum dan default) diberikandalam Tabel 2.

Selanjutnya, proses kalibrasi dan validasipada suatu DAS akan menghasilkan nilai pera-meter diantara minimum dan maksimum.

Aplikasi model

Model SMAR merupakan bagian dari satupaket program aplikasi yang disebut RRL(rainfall runoff library). RRL digunakanuntuk membandingkan proses hidrologipada tempat yang berbeda dan juga untukmempelajari tentang model hujan - aliran.RRL mempunyai lima (5) model yang dapatdigunakan untuk menghitung runof f ,mengkalibrasi model dan menyediakan

Page 34: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

33Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

berbagai fasilitas untuk proses kalibrasimodel. Model-model RRL sudah ditestpada DAS dengan ukuran dari 10km2 sd10000 km2 (Podger, 2004). Artikel inimemaparkan hasil kalibrasi dan validasimodel pada pada dua sub-DAS yang relatifidentik (sub DAS Rawatamtu dan sub-DASKlopoSawit).

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di sub-DAS Rawatamtu

(bagian dari DAS Bedadung) dan sub-DASKlopoSawit (bagian dari DAS Sampean).Ke dua DAS terletak di Wilayah Tapalkuda– Jawa Timur (Gambar 1).

Secara Geografis sub-DAS Rawatamtuterletak pada: 7058’8" - 8013’52" LS(Lintang selatan) dan 113035' – 11401’17"BT(Bujur Timur). Secara administratifmeliputi wilayah Kabupaten Jember (92%)dan Kabupaten Bondowoso (8%) denganluas sub-DAS sekitar 698 km2. Sedangkan,sub-DAS KlopoSawit ter letak pada7048’11"LS - 806’59"LS dan 113040’9"BT

Tabel 1. Luaran Model SMAR

Sumber: Podger, 2004

Tabel 2. Luas Hamparan Jenis Batuan di Daerah Penelitian

Sumber: hasil analisis

Data rentang Waktu Satuan Interval Waktu

Iklim Hujan (Rainfall) mm/hari harian

Evaporasi (Evapotranspiration) mm/hari harian

Aliran Debit terukur (Observed flow) mm/hari (m3/detik) harian

Debit terhitung (Simulated flow) mm/hari (m3/detik) harian/ bulanan

Parameter Nilai Default Nilai Minimum Nilai Maksimum

C 0 0 1 G 0 0 1 H 0 0 1 Kg 0 0 1 N 1 1 6

NK 1.00 0.01 1.00 T 0 0 1 Y 0 0 5000 Z 200 0 5000

Page 35: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4434

Sumber: hasil analisisGambar 1. Sub-Das Rawatamtu Dan Sub-Daskloposawit, Menunjukkan : Batas DAS,

Peta Ketinggian (DEM), Jaringan Sungai, Lokasi Stasiun Hujan, Lokasi Awlr

– 11403’39"BT yang meliputi sebagianbesar wilayah Kabupaten Bondowoso(94%) dan sebagian kecil KabupatenJember (6%), dengan luas total sub-DASsekitar 706 km2.

Kedua sub-DAS saling membelakangi padasisi hulunya dan membentuk triangle-melebar. Sub-DAS Kloposawit mengalir kearah Situbondo (Laut Utara) sebaliknyasub-DAS Rawatamtu mengalir ke LautSelatan Pulau Jawa. Dari gambar (1) dantabel (1), dapat disimpulkan bahwa luas danbentuk kedua sub-DAS relatif identik.Perbedaan luas kedua sub-DAS, hanyasekitar (8/700 X 100%) = 1,1%.

Perbandingan karakteristik fisik men-cakup (topografi, peruntukan lahan, jenis

dan kelas tekstur tanah, hidro-geologi,jaringan sungai) menunjukkan bahwakarakteristik fisik ke dua DAS relatifidentik (Tabel 3).

Sedangkan karakteristik hidroklimatologike dua DAS ralatif tidak identik, meskipunke dua DAS berada pada wilayah yangsama.

Data Masukan

Data Hujan

Hujan merupakan parameter yangbervariasi (Indarto, 2011). Data hujanharian dari 35 stasiun hujan (17 di wilayahsub-DAS Kloposawit dan 18 di wilayahsub-DAS Rawatamtu) digunakan sebagaimasukan untuk analisa statistik hujan.

Page 36: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

35Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

Periode rekaman yang digunakan adalahdari tahun 1991 sd 2005. Hujan wilayahdihitung berdasarkan nilai rerata hujan-harian dari 17 dan 18 stasiun hujan tersebutsecara aritmatik.

Evapotranspirasi

Nilai evapotranspirasi potensial (PET/Eto) dihitung dari data klimatologi yangdiambil dari stasiun klimatologi yang adapada masing-masing sub-DAS (stasiunCindogo dan Stasiun Kaliwining). Inputdata berupa: kecepatan angin, lamapenyinaran matahari, suhu dan kelembabanudara. Periode rekaman yang digunakandari tahun 1991 sd 2000. Perhitungandilakukan dengan menggunakan metodePenman-Monteith FAO Irrigation andDrainage Paper No 56 (Allen, 2006),dengan rumus:

2

2n

0 0.34U1γ

ea)-esU273T

900γGR0.408ET

(--- (6)

Keterangan :Eto = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)D = Slope tekanan uap jenuh (kPa

oC-1)g = Konstanta psychrometric (kPa

oC-1)Rn = Radiasi netto (MJ/m2hari)

U2 = Kecepatan angin rerata (m/s)ea = Tekanan uap rata-rata (kPa)es = Tekanan uap jenuh (kPa)T = Suhu rata-rata (oC)G = Flux panas tanah (MJ/m2hari).

Data Debit

Data debit diperoleh dari stasiun AWLRyang terpasang pada outlet ke dua SubDAS, yaitu: stasiun AWLR di Rawatamtudan AWLR di Kloposawit. Periode rekamandata debit antara: 1991 sd 2000.

Format Data

Data-data tersebut diurutkan dalam duakolom Excel (tanggal, data) dan disimpanke dalam format comma delimited (*.csv).Data tersebut selnajutnya diimport kedalam model. Dari file (*.csv) selanjutnyadisimpan dalam format space-separated-file (*.prn). File (*.prn) dapat dibukadengan wordpad dan selanjutnya disimpandalam format text (*.dat). File (*.dat) inilahyang selanjutnya diimport ke dalam model.

Tahap pemodelan

Tahap penelitian mencakup: (1 visualisasidata, (2) kalibrasi model, dan (3) Validasi(verifikasi) model.

Karakteristik

Sub-DAS

Rawatamtu Klopo Sawit

Bentuk DAS Triangle melebar Triangle melebar

Luas (km2) 698 706

Range ketinggian (d.p.l) m (40 - 3218) (150 - 3218)

luas wilayah di atas ketinggian > 1000 m > 50% > 50%

Bifurcation ratio 3,69 3,7

Tabel 3. Karakteristik Sub-DAS

Sumber: hasil analisis

Page 37: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4436

Tabel 4. Data Masukan untuk Pemodelan

Sumber: hasil analisis

Jenis data Rentang waktu

Hujan harian 1990 - 2000 Eto harian 1990 - 2000

Debit harian 1990 - 2000

Visualisasi data

Visualisi data digunakan untuk melihat ke-sesuaian antara data hujan dan data debit.

Pemilihan periode kalibrasi

Karena keterbatasan keseragaman data,maka untuk keperluan pemodelan diguna-kan rentang waktu antara 1990 sd 2000(Tabel 4).

Selanjutnya, dari periode dimana terdapatdata rentang-waktu (hujan, debit,evaporasi) dibagi menjadi dua periode:periode untuk kalibrasi dan periode untukValidasi. Dalam hal ini, kalibrasi dilakukanpada periode pengukuran 1991 s/d 1994.Sedangkan validasi dilakukan dengan datadari tahun 1995 s/d 2000.

Kalibrasi dan validasi secara terpisah

Dalam penelitian ini, model terlebih dahuludi kalibrasi dan divalidasi (verifikasi) padake dua sub-DAS (Klopo Sawit danRawatamtu) secara terpisah.

a. Prosedur kalibrasi

Ada tiga metode kalibrasi yang disediakanpaket Software RRL, yaitu: generic, manual,custom. Pada kasus ini dipilih metodekombinasi Generic dan manual.

b. Parameter dan kriteria

Optimalisasi nilai parameter dilakukansetelah hasil kalibrasi dan validasi diperoleh.

1. Nilai parameter kalibrasi dan validasiParameter-parameter yang terkaitdengan model SMAR yaitu parameterC, Z, H, Y, T, Kg, G, n dan nK.

2. Kriteria Statistik yang DigunakanKriteria statistik yang digunakanadalah koefisien Nash dan koefisienkorelasi. Koefisien Nash menunjukkantingkat ketelitian dari korelasihubungan antara data yang terukur danterhitung. Kalibrasi yang baik akanmenghasilkan nilai koefisien Nashmendekati 1. Nilai koefisien Nashdirumuskan (Podger, 2004), sebagaiberikut:

Keterangan :

N

1i

2mi

N

1i

2misi

QQ

QQSutcliffe -Nash 1 --- (7)

Qsi = debit terhitung pada intervalwaktu i

Qmi = debit terukur pada interval waktui

Q = debit terukur rerata untuk periodeyang digunakan

i = interval waktu,N = jumlah data dalam interval waktu

tersebut.

Page 38: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

37Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

Sedangkan koefisien korelasi menunjuk-kan keeratan hubungan data terukur(variabel X) dan data terhitung (variabelY), sehingga dapat digunakan untukmenunjukkan adanya hubungan yangerat. Koefisien korelasi mempunyai rangenilai antara 0 hingga 1, jika korelasinya tingginilainya akan mendekati 1. Nilai koefisienkorelasi dirumuskan (Podger, 2004).

2222

YiYinXiXi

YiXi -XiYinr --- (8)

Keterangan :Xi = data terukur ke-i,Yi = data terhitung ke-i

b. Prosedur Validasi

Metode kalibrasi yang dilakukan mengacupada metode 1: The split sample test. Settingnilai parameter yang dihasilkan selamaperiode kalibrasi, selanjutnya digunakanuntuk verifikasi/validasi untuk periode:1995 sd 2000.

c. Visualisasi Hasil

Ketepatan atau kesahihan model selamaproses kalibrasi dan validasi dinilai dengan:koefisien Nash dan koefisien korelasi.Visualisasi hasil dilakukan denganmembandingkan grafik hasil perhitungandan pengukuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Visualisasi Data

Analisa sederhana terhadap data hujan dandebit pada ke dua subDAS menunjukkangrafik yang sesuai. Secara umum hujanyang jatuh pada kedua sub-DAS diikutidengan kenaikan debit sungai, secarakonsisten selama periode rekaman data(Gambar 2).

Hasil Kalibrasi

Penerapan metode kalibrasi Generic danmetode optimasi pattern search pada disub-DAS Rawatamtu menghasilkankoefisien Nash = 0.70 dan koefisienkorelasi =0.84. Metode optimasi laintidak dapat menghasilkan nilai Nash &koeffisient korelasi lebih baik. Se-lanjutnya kombinasi parameter hasilkalibrasi tersebut dioptimasi secaramanual sampai diperoleh nilai koefisienNash dan koefisien korelasi yang lebihbaik, yaitu sebesar 0.73 dan 0.86.

Penggunaan metode yang sama untuk sub-DAS kloposawit, menghasilkan nilai =koefisien Nash = 0.53 dan koefisienkorelasi = 0,73. Perbandingan hasilkalibrasi diberikan pada tabel (5) dangambar (3) sd (5).

Gambar (3) sd (5) menunjukkan bahwapada prinsipnya model dapat menirukanfluktuasi debit baik pada musim kemarau,periode banjir (musim hujan), maupununtuk jangka waktu tahunan.

Dalam hal ini, kalibrasi dilakukan untukmelihat performance model secara umum,bukan untuk memprediksi debit banjir,atau memperkirakan debit pada periodekering.

Pada gambar (6), untuk sub-DAS rawatamtuterlihat bahwa model memprediksi lebihtinggi debit musim kemarau, hal inidisebabkan pemakaian air untuki irigasiyang berlebihan pada periode tersebut. Datairigasi tidak diikutkan dalam pemodelan,sehingga menyebabkan perhitungan debitlebih tinggi dari realitanya.

Nilai parameter model selama proseskalibrasi diberikan dalam Tabel 6.

Tabel (6) menunjukkan bahwa parameter(C, H,T,n,NK, dan G) relatif tidak terlalu

Page 39: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4438

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

01/01/91 01/05/ 91 29/08/91 27/12/ 91 25/04/92 23/08/ 92 21/12/92 20/04/93 18/08/93 16/12/93

Tanggal

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Hujan (m

m/hari) . .

Debit Hujan

0

50

100

150

200

250

300

01/01/91 30/06/91 27/12/91 24/06/ 92 21/12/92 19/06/ 93 16/12/ 93 14/06/94 11/12/94 09/06/95 06/ 12/95

Tanggal

Deb

it (m

3 /det

ik)

.

0

50

10 0

15 0

20 0

25 0

30 0

Hujan (m

m/hari) .

Debit Hujan

Sumber: hasil analisisGambar 2. Konsistensi Kenaikan Hujan yang Dikuti Kenaikan Debit Sungai Pad Sub-

DAS Rawatamtu (Atas) dan Sub-DAS Bedadung (Bawah)

Page 40: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

39Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

KESIMPULAN DAN SARAN

Visualisasi grafis dan kriteria statistik yangdihasilkan menunjukkan bahwa secaraumum model SMAR dapat mereproduksiproses hidrologi (hujan menjadi aliran) padake dua Sub-DAS. Ketepatan hasil pemodel-an lebih ditentukan oleh ketersediaan dankelengkapan data dan proses pemodelandapat diperbaiki dengan menambah jumlahdan kualitas input data.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaDinas PU pangairan Jawa Timur dan UPTPSAWS Sampean baru atas penyediaan data-data untuk penelitian ini dan kepada semuapihak yang telah membantu proses penelitian.

berbeda, sedangkan parameter (Z,Y, Kg)masih menunjukkan range yang lebar. Nilaiparameter dari tabel 5, selanjutnya dapatdipertimbangkan untuk aplikasi modelpada DAS-DAS di sekitarnya.

Hasil Validasi

Nilai paramter yang diperoleh pada tahapkalibrasi, selanjutnya digunakan untukevaluasi model pada periode validasi (1995sd 2000). Hasil validasi diberikan dalamtabel 6. Zoom hasil pemodelan selama periodevalidasi diberikan dalam gambar (6).

Nilai coefficient Nash sangat dipengaruhioleh debit besar. Dalam hal ini model tidakdapat mereproduksi dengan baik debitbesar, hal ini karena data yang tersedia jugakurang lengkap, sehingga proses pe-modelan tidak optimal.

Kriteria Rawatamtu KlopoSawit

Nash-Sutclife 0.73 0.54

Koefisien Korelasi 0.86 0.73

Tabel 5. Kriteria Statistik Hasil Kalibrasi

Sumber: hasil analisis

Parameter Sub-DAS Rawatamtu Sub-DAS Kloposawit Range Parameter

C 0,59 1 0 sd 1 Z 658 377 0 sd 5000 H 0,102 0,104 0 sd 1 Y 45 40 0 sd 5000 T 0,51 0,50 0 sd 1

Kg 0,025 0,001 0 sd 1 n 1,80 2,70 1 sd 6

Nk 0,24 1 0.01 sd 1 G 0,69 0,94 0 - 1

Tabel 6. Parameter Hasil Kalibrasi

Sumber: hasil analisis

Page 41: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4440

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

01/01/ 91 31/05/91 28/10/ 91 26/03/92 23/ 08/92 20/01/93 19/06/93 16/ 11/ 93 15/04/94 12/ 09/94 09/02/ 95 09/07/95

Tanggal

Deb

it (m

3/de

tik)

0

20

40

60

80

100

120

Hujan (m

m/hari)

.

Huja n (mm/hr) Debi t Te rukur (m3/de ti k ) Debi t Terh it ung (m3/de ti k)

0

50

100

150

200

250

300

350

0 1/0 1/ 91 20 /0 7/9 1 05 /0 2/9 2 23 /0 8/9 2 11 /0 3/9 3 27 /09 /9 3 15 /04 /9 4 0 1 /11 /9 4 2 0 /05 /9 5 0 6/ 12 /9 5

Tanggal

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

50

100

150

200

250

300

Hujan(m

m/hari)

Hujanl (m m/ hari) Debit T erukur (m 3/de ti k) De bit T e rhit un g (m 3/det ik )

Sub-DAS Rawatamtu

Sub-DAS Kloposawit

Sumber: hasil analisisGambar 3. Hasil Kalibrasi, Zoom untuk Periode Tahunan

Page 42: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

41Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

0

30

60

90

120

150

180

0 1/0 6/9 2 1 6/ 06/ 92 0 1/0 7/ 92 16/ 07/ 92 3 1/ 07/ 92 15/ 08 /92 30/ 08/ 92 14 /09 /9 2 29/ 09 /92 14 /10 /9 2 29 /10 /92

Tanggal

Debi

t (m

3/de

tik) .

0

10

20

30

40

50

Hujan (m

m/ha

ri) .

Huj an (mm/ hr) Debi t Ter uk ur ( m3 /d etik ) Deb it Terh itu ng ( m3/d etik )

Sub-DAS Rawatamtu

Sub-DAS Kloposawit

Sumber: hasil analisisGambar 4. Hasil Kalibrasi, Zoom untuk Periode Kering (Juni - Oktober)

0

25

50

75

100

125

150

175

200

0 1/ 05 / 93 2 6/ 0 5/ 93 2 0 /0 6/ 93 1 5/ 07 /9 3 0 9/ 08 / 93 0 3/ 0 9/ 93 2 8 /0 9/ 93 2 3/ 10 /9 3 1 7/ 11 / 93 1 2/ 1 2/ 93

Tanggal

Deb

it (m

3 /det

ik)

.

0

25

50

75

100

125

150

175

200

Hujan (m

m/hari) .

H ujan (m m/ha ri) Deb i t T e rukur (m 3 /det ik) Debi tT erhi tung (m 3/det ik)

Page 43: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4442

0

50

1 00

1 50

2 00

2 50

3 00

3 50

4 00

4 50

5 00

0 1 /0 1 /9 2 1 6 /0 1 /9 2 3 1 /0 1 / 9 2 1 5 /0 2 /9 2 0 1 / 0 3 / 9 2 1 6 / 0 3 / 9 2 3 1 /0 3 / 9 2 1 5 / 0 4 /9 2 3 0 / 0 4 / 9 2

Tanggal

Deb

it (m

3/de

tik)

.

0

1 0

2 0

3 0

4 0

5 0

6 0

Hu

jan (m

m/hari)

.

H u j an (m m/ h r) D e b i t Te r u k u r (m 3 /d et ik ) D e b i t Te rh itu n g ( m3 /d e ti k )

Sub-DAS Rawatamtu

Sub-DAS Kloposawit

Sumber: hasil analisisGambar 5. Hasil Kalibrasi, Zoom untuk Periode Penghujan (Januari - April )

0

50

100

150

200

250

300

01 /0 1/9 3 14 /0 1/9 3 2 7/ 01/ 93 0 9/ 02/ 93 22 /02 /9 3 07 /03 /93 2 0/0 3/9 3 02 /0 4/9 3 15 /0 4/9 3 2 8/ 04/ 93

T ang g al

Deb

it (m

3 /de

tik)

. .

0

50

100

150

200

250

300

Huja

n (mm

/hari)

.

Hujan (mm/ ha ri) De bi t T erukur (m3/det ik) Debit T erhitung (m 3/det ik)

Page 44: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

43Aplikasi Model SMAR ... (Indarto)

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

0 1 / 0 1 /9 8 1 0 /0 2 /9 8 2 2 / 0 3 /9 8 0 1 / 0 5 /9 8 1 0 /0 6 /9 8 2 0 / 0 7 /9 8 2 9 /0 8 /9 8 0 8 / 1 0 /9 8 1 7 /1 1 /9 8 2 7 / 1 2 /9 8

Tanggal

Deb

it (m

3/de

tik)

.

0

20

40

60

80

100

120

Hujan (m

m/hari)

H u ja n (mm /h r ) D e b it T er u k u r (m 3 /d e ti k ) D e b i t Ter h itu n g (m3 /d e tik )

Sub-DAS Rawatamtu

0

20

40

60

80

100

120

01/ 01/ 00 20 /02/ 00 10 /04 /00 30/ 05/ 00 19 /07 /00 0 7/09 /00 2 7/1 0/00 16/1 2/0 0

Tanggal

Deb

it (m

3 /det

ik)

0

30

60

90

120

150

Hujan (m

m/hari)

Huja n (mm/hari) Debi t Te rukur (m3/det ik) Debit Te rhit ung (m3/det ik)

Sub-DAS Kloposawit

Sumber: hasil analisisGambar 6. Hasil Validasi, Zoom untuk Periode Tahunan

Page 45: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 29 - 4444

DAFTAR PUSTAKA

Indarto. (2011). Aplikasi Esda untuk Studi Variabilitas Spasial Hujan Bulanan di JawaTimur. Forum Geografi. Vol. 25, No. 2, pp. 178 - 193.

Kachroo R.K., and Liang. (1992). River Flow Forecasting. Part 5. Applications of ConceptualModel. Journal of Hydrology. 133, 141 – 178.

Nash J.E. (1960). A Unit Hydrograph Study with Particular reference to British Catchment .Proceedings of the Institute of Civil Engineers, 17, 249 – 282.

O’Connell, P.E., Nash, J.E and Farrel, J.P. (1970). Riverflow Forecasting through ConceptualModels, part2. The Brosna Catchment at Ferbane. Journal of Hydrology. 10 : 317 – 329.

Podger, G. (2004). Rainfall RunOff Library Versi 1.05 User Guide. Department of Infrastructure,Planning and Natural Resources; CRC for Catchment Hydrology.

Tuteja, N.K. and O’Connor, C. (1999). A Quasi Physical Snowmelt Run-off Modelling System forSmall Catchment. Hydrological Processes. 13 (12/13): 1961 – 1975.

Todini, E. (1998). Rainfall RunOff Modelling Post, Present and Future Journal of Hydrology.100,141-352.

Page 46: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

45Dinamika Cadangan Karbon ... (Hermon)

DINAMIKA CADANGAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN TUTUPANLAHAN MENJADI LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA PADANG

SUMATERA BARATDynamics of Carbon Stocks Changes from Land Cover into Land

Settlement in the Padang City, West Sumatra

Dedi HermonFakultas Geografi dan PascasarjanaUniversitas Negeri Padang (UNP)E-mail: [email protected]

ABSTRACTThe purpose of this study was to analyse the dynamics of carbon stocks changes from land cover intoland settlement in the Padang City, West Sumatra. Method to formulate the change of landcover intoland settlement in the Padang City is the analysis of Landsat Imagery 5+TM 1988, Landsat7+ETM Image of 1998 and Landsat 7+ETM Image of 2008. Stratified Sampling Techniquewas Purpose Composite plot refers to the technique, but in this study carried out modification  to thesize of the plot which is then converted to the extend of each hectare of land cover. estimating treebiomass using the equation according Kattering allometric, (2001). The result of the research con-ducted found that the dynamics of carbon stocks always decline from 1988, 1998  and 2008. this iscaused by a reduction in forest area, shrubs, gardens, and fields are consistently due to the increasedamount of land used for settlement.

Keywords: dynamics of carbon reserves, land cover, biomass

ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan cadangan karbon akibat perubahan tutupanlahan menjadi lahan permukiman di Kota Padang, Sumatera Barat. Perubahan tutupan lahanmenjadi lahan permukiman di Kota Padang di analisis dari Citra Landsat TM+5 tahun 1988,Citra Landsat ETM+7 tahun 1998, dan Citra Landsat ETM+7 tahun 2008. Analisis inimenggunakan GIS ERDAS 8.6. Teknik pengambilan sampel adalah stratified purposivekomposit sampling yang mengacu pada teknik plot, tapi dalam penelitian ini dilakukan modifikasiukuran plot yang kemudian dikonversi pada luasan hektar dari masing-masing tutupan lahan.Pendugaan biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik (Kattering , 2001), yaituBK=0,11ñD2.62 dimana D (diameter pohon setinggi dada, cm) dan ñ (berat jenis kayu). Hasilanalisis perubahan tutupan lahan di Kota Padang diketahui bahwa pada tahun 1988, luasanlahan permukiman adalah 3.157 ha, pada tahun 1998 berkembang menjadi 10.168 ha, dantahun 2008 berkembang menjadi 16.608 ha.

Kata kunci: cadangan karbon, tutupaan lahan, biomassa

Page 47: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 45 - 5246

PENDAHULUAN

Pembangunan yang pesat telah menyebab-kan perubahan tutupan lahan, dimana lahanterbangun semakin mendominasi danmendesak lahan-lahan alami (hutan) untukberubah fungsi. Sejalan dengan perkembang-an kota, dengan semakin besar desakanterhadap lahan-lahan dan wilayah-wilayahyang tergolong sebagai kawasan cadangankarbon alami (hutan), meng-akibatkanterjadinya perubahan-perubahan cadangankarbon pada setiap tahunnya (Harun,1992;Kustiawan, 1997; Pribadi et al., 2006).

Karbon sangat mempengaruhi terjadinyaperubahan iklim, sehingga akan berdampaknegatif pada keberlanjutan bumi besertaisinya. Lusiana et al, (2005); DepartemenKehutanan dan IFCA (2007); serta WWF(2008), menjelaskan bahwa sekitar 20% dariemisi gas rumah kaca (GRK) dunia disebab-kan oleh deforestasi atau perubahan tutup-an lahan hutan menjadi lahan permukiman.Emisi dari penggunaan lahan, perubahanpenggunaan lahan dan kehutanan Indone-sia pada tahun 2000 diperkirakan seluas2.563 Mt CO2 atau sama dengan 20 % daritotal emisi perubahan lahan dan hutandunia, sebagian besar penyumbang emisiini adalah deforestasi dan degradasi hutan.

Kota Padang merupakan ibu kota PropinsiSumatera Barat yang berbataskan denganKabupaten Pesisir Selatan di bagian utara,di bagian selatan berbataskan denganKabupaten Padang Pariaman, di bagiantimur berbataskan dengan KabupatenSolok, dan di sebelah barat berbataskandengan Samudera Indonesia. Kota Padangmemiliki topografi yang heterogen dengantipe relief datar-berbukit, pada bagiantimur dan selatan kota umumnyadidominasi oleh hutan primer, sedangkanpermukiman umumnya terkosentrasi padapusat kota dan memanjang mengikutipantai. Selain itu, juga terdapat penggunaan

lahan sawah, kebun campuran, semak, dansedikit lahan terbuka.

Dinamika perubahan tutupan lahan (hutan)menjadi lahan permukiman terus terjadi.Ritohardoyo (2007) menjelaskan bahwahakekat perkembangan permukiman desadi setiap wilayah adalah perubahan, yangdapat terjadi secara terencana maupunsecara tidak terencana. Hal ini berakibatpada perkembangan kuantitas dan kualitaspermukiman bervariasi secara keruangan.Selanjutnya Dahroni (2008) menambahkanbahwa permukiman tidak akan berhentisebagai sumber masalah dalam sejarahkehidupan manusia. Di Kota Padang padatahun 1980 luas perubahan tutupan lahanmenjadi lahan per mukiman adalah3.044,20 ha, tahun 1995 bertambahmenjadi 8.288,28 ha, dan pada tahun 2005berkembang menjadi 12.444,21 ha dari luaslahan Kota Padang seluas 69.496,00 ha(BPS Kota Padang tahun 1981, 1995, dan2006). Perubahan tutupan lahan menjadilahan permukiman umumnya terjadi padaKecamatan Lubuk Kilangan, KecamatanBungus Teluk Kabung, Kecamatan KotoTangah, dan Kecamatan Padang Selatan,yang tergolong pada wilayah perbukitandengan vegetasi hutan. Tujuan yang ingindi capai adalah diketahuinya dinamikacadangan karbon akibat terjadinyaperubahan tutupan lahan menjadi lahanpermukiman di Kota Padang.

METODE PENELITIAN

Rumusan dinamika perubahan tutupanlahan menjadi lahan permukiman adalahmenurut Zain (2002), dengan melakukaninterpretasi Citra Landsat 5+TM tahun1988, Citra Landsat 7+ETM tahun 1998,dan Citra Landsat 7+ETM tahun 2008dengan alat analisis ERDAS 8.6. Klasifikasitutupan lahan dianalisis dengan teknik su-

Page 48: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

47Dinamika Cadangan Karbon ... (Hermon)

pervised classification pada masing-masingcitra, sehingga dirumuskan enam polatutupan lahan sementara, yaitu: (1) hutan,(2) kebun, (3) semak, (4) lahan terbuka,(5) sawah, dan (6) permukiman. Melakukananalisis perubahan luas lahan (ha) padamasing-masing tutupan lahan tahun 1988,1998, dan 2008, terutama perubahantutupan lahan menjadi lahan permukimandengan ERDAS 8.6., dengan tools Interpreter(GIS Analysis-Matrix). Untuk mendugacadangan karbon pada masing-masingtutupan lahan dilakukan dengan tekniksurvey secara sistematis. Teknikpengambilan sampel adalah stratified purpo-sive komposit sampling yang mengacu padateknik plot yang dikembangkan olehHairiah dan Rahayu (2007), tapi dalampenelitian ini dilakukan modifikasi ukuranplot yang kemudian dikonversi pada luasanhektar dari masing-masing tutupan lahan.Ukuran plot untuk pengambilan sampelpohon adalah 10x10 m dan untuktumbuhan bawah serta serasah diambilpada ukuran plot 1x1 m yang dibuat padasetiap tutupan lahan. Sampel Pohon (batang,dahan, ranting, dan daun) diambil secarakomposit dan dianalisis dengan metodenon destruktif, sedangkan sampel serasahdan tumbuhan bawah dianalisis denganmetode destruktif. Pendugaan biomassapohon menggunakan persamaan allometrik(Kattering, 2001), yaitu BK=0,11ñD2.62dimana D (diameter pohon setinggi dada,cm) dan ñ (berat jenis kayu). Untukbiomassa serasah dan tumbuhan bawahdihitung berdasarkan total berat keringperkuadran (hasil diperoleh dalam satuangr/m2 dan dikonversi ke satuan ton/ha),yaitu dengan rumus: Total BK (gr) = BK/BB x Total BB (gr), dimana BK (beratkering, gr) dan BB (berat basah, gr). Totalcadangan karbon diperoleh dari biomassatotal dikali 0,46 (konsentrasi C dalam bahanorganik sekitar 46 %) (Hairiah dan Rahayu,2007). Penghitungan perkiraan cadangan

karbon pada masing-masing tutupan lahanpada tahun 1988 dan tahun 1998 adalahberdasarkan hasil perhitungan karbon padatahun 2008 yang dikonversikan denganluasan masing-masing tutupan lahan padatahun 1988 dan tahun 1998.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis Citra Landsat 5+TM tahun1988, Citra Landsat 7+ETM tahun 1998,dan Citra Landsat 7+ETM tahun 2008,diperoleh data perubahan tutupan lahanselama 20 tahun, yaitu antara tahun 1988hingga tahun 1998 dan tahun 1998 hinggatahun 2008. Dinamika spasial perubahantutupan lahan di Kota Padang periode1988-1998 dan periode 1998-2008 dapatdilihat pada Gambar 1.

Perubahan tutupan lahan menjadi lahanpermukiman di Kota Padang terus ber-kembang, baik pada periode tahun 1988-1998 maupun pada periode tahun 1998-2008. Berkembangnya lahan permukimanpada 20 tahun terakhir umumnya terjadipada kawasan bagian timur Kota Padangmelalui alih fungsi tutupan lahan hutan,kebun, semak, dan sawah menjadi lahanpermukiman. Tahun 1988, luasan lahanpermukiman adalah 3.157 ha, pada tahun1998 berkembang menjadi 10.168 ha, dantahun 2008 berkembang menjadi 16.608ha. Hal ini berbanding terbalik denganperubahan luasan lahan hutan, semak,kebun, dan sawah di Kota Padang dalam20 tahun terakhir. Untuk lebih jelasnyadapat dilihat pada Tabel 1.

Periode tahun 1988-1998, terjadi penyusut-an luas lahan hutan dan berubah menjadilahan permukiman seluas 625,8 ha,penyusutan luas lahan kebun dan berubahmenjadi lahan permukiman seluas 2.397,6ha, penyusutan luas lahan semak danberubah menjadi lahan permukiman seluas

Page 49: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 45 - 5248

Sumber: analisis data

Gambar 1. Model Spasial Perubahan Tutupan Lahan di Kota Padang (Periode tahun1988-1998 dan 1998-2008)

No Tipe Tutupan Lahan Luas (ha)

1988 1998 2008

1 Permukiman 3.157 10.168 16.608 2 Lahan Terbuka 1.209,7 1.209,7 1.174 3 Semak 4.419,4 2.417,4 2.316 4 Kebun Campuran 13.307,4 10.909,8 7.511 5 Hutan 40.279,5 39.653,7 39.424 6 Sawah 6.743 4.757,4 2.083 7 Sungai dan Laut 380 380 380

Jumlah 69.496 69.496 69.496

Sumber: Hasil Analisis Matrix Citra Landsat 5+TM tahun 1988, Citra Landsat 7+ETMtahun 1998, dan Citra Landsat 7+ETM tahun 2008 dengan ERDAS 8.6 (2011)

Tabel 1. Luas Masing-Masing Tutupan Lahan Tahun 1988, 1998, dan 2008 di KotaPadang

Page 50: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

49Dinamika Cadangan Karbon ... (Hermon)

2.002 ha, dan penyusutan luas lahan sawahdan berubah menjadi lahan permukimanseluas 1.985,6 ha. Periode tahun 1998-2008 juga terjadi penyusutan luas lahanhutan, kebun, semak, dan sawah yangberubah menjadi lahan permukiman.Penyusutan luas lahan hutan adalah seluas229,7 ha, luas lahan kebun berkurangseluas 3.398,8 ha, luas lahan semakberkurang seluas 101,4 ha, dan luas lahansawah berkurang seluas 2.674,4 ha. Untuklebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Terjadinya perubahan luas lahan hutan,kebun, semak, dan sawah menjadi lahanpermukiman di Kota Padang periode tahun1988-1998 maupun periode tahun 1998-2008 mengindikasikan terjadinya perubah-an cadangan karbon di Kota Padang, baikpada periode tahun 1988-1998 maupunperiode tahun 1998-2008. Untuk lebihjelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Kondisi tahun 2008, cadangan karbon diKota Padang adalah 1.887,932 ton/ha,yang tersebar pada lahan hutan sebesar1.306,676 ton/ha, pada lahan semaksebesar 131,514 ton/ha, pada lahan kebunsebesar 337,64 ton/ha, dan pada lahansawah sebesar 112,102 ton/ha. Totalcadangan karbon tahun 2008 di KotaPadang dapat dilihat pada Tabel 4.

Kondisi pada tahun 2008, total cadangankarbon di Kota Padang adalah54.286.364,644 ton, yang tersebar padalahan hutan sebesar 51.514.394,625 ton,semak sebesar 2.447,514 ton, kebunsebesar 2.536.014,04 ton, dan sawahsebesar 233.508,466 ton. Total cadangankarbon terbesar terdapat pada lahan hutan,sehingga kelestarian lahan hutan harusselalu diupayakan berkelanjutan. Diperoleh-nya cadangan karbon tahun 2008, diperolehperkiraan cadangan karbon tahun 1998 dancadangan karbon tahun 1988. Untuk lebihjelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Perkiraan cadangan karbon tahun 1988adalah sebesar 58.462.483,236 ton, yangtersebar pada lahan hutan sebesar52.632.255.942 ton, pada lahan semaksebesar 581.212,972 ton, pada lahan kebunsebesar 4.493.110,536 ton, dan pada lahansawah sebesar 755.903.786 ton. Tahun1998 perkiraan cadangan karbon berkurangmenjadi 56.349.359,972 ton, yang tersebarpada lahan hutan sebesar 51.814.538,101ton, pada lahan semak sebesar 317.921,944ton, pada lahan kebun sebesar 3.683.584,872ton, dan pada lahan sawah sebesar533.314,055 ton. Kondisi cadangan karbonini terus berkurang pada tahun 2008, akibatbanyaknya lahan-lahan yang berpotensisebagai penyumbang cadangan karbon dikonversi menjadi lahan permukiman.

Dinamika cadangan karbon di KotaPadang mempunyai tipe linear negatif,dimana total cadangan karbon selalumenurun dari tahun 1988, tahun 1998, dantahun 2008. Hal ini disebabkan olehterjadinya pengurangan luas lahan hutan,semak, kebun, dan sawah secara konsistenakibat bertambahnya luas lahan yangdigunakan untuk permukiman.

Dinamika cadangan karbon pada lahan hutan,semak, kebun, dan sawah di Kota Padangjuga memiliki tipe linear negatif, dimana cadang-an karbon pada masing-masing tutupanlahan tersebut cenderung menurun tahun1998 dari cadangan karbon tahun 1988 danjuga cenderung menurun pada tahun 2008dari cadangan karbon tahun 1998.

Cadangan karbon pada tutupan lahan hutancenderung lebih besar kalau dibandingkandengan tutupan lahan semak, kebun, dansawah, baik pada tahun 1988, maupunpada tahin 1998 dan tahun 2008. Padatahun 1988, cadangan karbon tahun 1988pada lahan hutan adalah sebesar52.632.255,942 ton, tahun 1998 berkurangmenjadi 51.814.538,101 ton, dan tahun2008 berkurang menjadi 51.514.394,624

Page 51: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 45 - 5250

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2011

Tabel 3. Biomassa dan Cadangan Karbon pada setiap Tutupan Lahan di Kota PadangTahun 2008

Perubahan Tutupan Lahan Tahun

1988-1998 1998-2008 Total

Hutan menjadi Permukiman 625,8 229,7 855,5

Lhn Terbuka mjd Permukiman 0,0 35,7 35,7

Semak menjadi Permukiman 2.002 101,4 2.103,4

Kebun menjadi Permukiman 2.397,6 3.398,8 5.796,4

Sawah menjadi Permukiman 1.985,6 2.674,4 4.660

Sumber: Hasil Analisis Matrix Citra Landsat ETM 7+ tahun 1988 dan 1998 dengan ERDAS8.6 (2011)

Tabel 2. Luas Perubahan Tutupan Lahan (ha) menjadi Lahan Permukiman di KotaPadang Periode Tahun 1988-1998 dan Tahun 1998-2008

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2011

Tabel 4. Total Cadangan Karbon Tahun 2008 di Kota Padang

Tutupan Lahan Luas (ha) Cadangan Karbon (ton/ha) Total Cadangan Karbon (ton)

Hutan 39.424 1.306,676 51.514.394,624

Lahan Terbuka 1.174 0 0

Semak 2.316 131,514 2.447,514

Kebun 7.511 337,64 2.536.014,04

Sawah 2.083 112,102 233.508,466

Total 44.997 1.887,932 54.286.364,644

Tutupan Lahan

Jumlah Pohon/ha

Biomassa Pohon Biomassa Serasah Biomassa Total (ton/ha)

Karbon (ton/ha) (kg/m2) (ton/ha) (kg/m2) (ton/ha)

Hutan 315 267,35 2673,5 16,71 167,1 2.840,6 1.306,676

L.Terbuka 0 0 0 0 0 0 0

Semak 15 2,17 21,7 26,43 264,3 285,9 131,514

Kebun 240 65,62 656,2 7,78 77,8 734,0 337,64

Sawah 0 0,0 0,0 24,37 243,7 243,7 112,102

Page 52: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

51Dinamika Cadangan Karbon ... (Hermon)

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian, 2011

Tabel 5. Total Cadangan Karbon Tahun 2008 dan Perkiraan Total Cadangan KarbonTahun 1998 dan tahun 1988 pada setiap Tutupan Lahan di Kota Padang

Tutupan Lahan

Tahun 2008 Tahun 1998 Tahun 1988

Karbon (ton/ha)

Luas (ha)

Cadangan Karbon (ton)

Luas (ha)

Perkiraan Cadangan

Karbon (ton) Luas (ha)

Perkiraan Cadangan

Karbon (ton)

Hutan 1.306,676 39.424 51.514.394,624 39.653,7 51.814.538,101 40.279,5 52.632.255,942

L.Terbuka 0 1.174 0 1.209,7 0 1.209,7 0

Semak 131,514 2.316 304.586,424 2.417,4 317.921,944 4.419,4 581.212,972

Kebun 337,64 7.511 2.536.014,04 10.909,8 3.683.584,872 13.307,4 4.493.110,536

Sawah 112,102 2.083 233.508,466 4.757,4 533.314,055 6.743 755.903,786

Total 54.588.503,544 56.349.359,972 8.462.483,236

ton. Sedangkan untuk cadangan karbonpada lahan semak tahun 1988 adalahsebesar 581.212,972 ton, tahun 1998berkurang menjadi 317.921,944 ton, dantahun 2008 berkurang menjadi 304.586,424ton. Tahun 1988, cadangan karbon pada lahansemak adalah sebesar 4.494.110,536 ton,tahun 1998 berkurang menjadi 3.683.584.872ton, dan tahun 2008 berkurang menjadi2.536.014,04 ton. Demikian pula hal yangterjadi pada lahan sawah, dimana cadangankarbon pada lahan sawah tahun 1988 adalahsebesar 755.903,786 ton, tahun 1998 jugaberkurang menjadi 533.314,055 ton, danpada tahun 2008 berkurang menjadi233.508,466 ton. Dinamika cadangankarbon di Kota Padang yang mempunyaitipe linear negatif, dimana cadangan karbonpada setiap tutupan lahan selalu cenderungmenurun disebabkan oleh semakin ber-kembangnya lahan-lahan permukiman padakawasan-kawasan hutan di Kota Padang,demikian pula dengan terjadinya konversilahan pertanian (kebun dan sawah) sertalahan semak menjadi lahan permukiman diKota Padang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dinamika cadangan karbon di KotaPadang umumnya mempunyai tipe linearnegatif dengan kecenderungan cadangankarbon menurun dari tahun 1988, 1998,dan tahun 2008, baik pada tutupan lahanhutan, semak, kebun, maupun padatutupan lahan sawah. Menurunnya jumlahcadangan karbon disebabkan olehberkurangnya luas lahan hutan, semak,kebun, dan lahan sawah serta ber-tambahnya luas lahan permukiman, baikpada periode tahun 1988-1998 maupunpada periode tahun 1998-2008. Perlu suatukebijakan yang berbasis kelestariancadangan karbon di Kota Padang melaluiupaya-upaya pembatasan konversi lahanhutan, semak, kebun, dan sawah menjadilahan permukiman. Hal ini agar cadangankarbon di Kota Padang tidak ber-kesinambungan menurun dari tahun ketahun, dan sangat potensial habis, sehinggadapat menimbulkan bencana ekologis diKota Padang.

Page 53: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 45 - 5252

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1981. Padang dalam Angka. BPS Kota Padang. Sumatera Barat

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1995. Padang dalam Angka. BPS Kota Padang. Sumatera Barat

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Padang dalam Angka. BPS Kota Padang. Sumatera Barat

Dahroni. 2008. Analisis Keruangan Terhadap Perubahan dan Persebaran PermukimanKumuh di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2001 – 2005. Forum Geografi,Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 85 - 96

Departemen Kehutanan dan IFCA. 2007. REDDI, Reducing Emissions from Deforestation andForest Degradation in Indonesia, REDD Methodology and Strategies Summary for Policy Makers.Dephut. Jakarta

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam PenggunaanLahan. Bogor. World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional Office, Universityof Brawijaya, Unibraw, Indonesia.

Harun, U.R. 1992. Dinamika Penggunaan Sumberdaya Lahan di Jawa Barat 1970-1990. JurnalPWK. 3: 48-53

Ketterings, Q.M., Coe R., Meine van Noordwijk., Ambagau Y., Palm C.A. 2001. ReducingUncertainty in the of Allometric Biomass Equation for Predicting Aboveground Tree Biomass inMixed Secondary Forest. Forest Ecology and Management 146: 199-209

Kustiawan, I. 1997. Permasalahan Konversi Lahan Pertanian dan Implikasinya terhadap PenataanRuang Wilayah. Studi Kasus: Wilayah Pantura Jawa Barat. Jurnal PWK. 8: 49-60

Lusiana, Betha., Meine van Noordwijk., Surbekti Rahayu. 2005. Cadangan Karbon di KabupatenNunukan Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan. ICRAF. Bogor

Pribadi, D.O., D. Shiddiq, dan M. Ermyanila. 2006. Model Perubahan Tutupan Lahan danFaktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Teknologi Lingkungan. Pusat Pengkajiandan Penerapan Teknologi Lingkungan. 7: 35-51

Ritohardoyo, S. 2007. Perubahan Permukiman Perdesaan Pesisir Kabupaten Gunung kiDulDaerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1996-2003. Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli2007: 78 - 92

WWF. 2008. Deforestation, Forest Degradation, Biodiversity Loss and CO2 Emissions in Riau,Sumatra, Indonesia-One Indonesian Province’s Forest and Peat Soil Carbon Loss over a QuarterCentury and its Plan for the Future. WWF Indonesia Technical Report. Jakarta.

Zain, A.F.M. 2002. Distribution, Structure dan Function of Urban Green Space in Southeast AsianMega-Cities with Special Reference to Jakarta Metropolitan Region (JABOTABEK). DoctoralDegree Program. Department of Agricultural and Environmental Biology GraduateSchool of Agricultural and Life Sciences. The University of Tokyo. Japan

Page 54: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

53Kajian Mineral Lempung ... (Priyono)

KAJIAN MINERAL LEMPUNG PADA KEJADIAN BENCANALONGSORLAHAN DI PEGUNUNGAN KULONPROGO DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTAA Study of Clay Mineral in The Occurences of Landslide Disaster Area at

Kulonprogo Mountains Yogyakarta Special Province

Kuswaji Dwi PriyonoFakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

E-mail: [email protected]

ABSTRACTThe aims of this study is know the characteristic of the clay mineral types in the landslides occurencesites, and to examine the relation between the clay and intensity of landslides in Kulonprogo Mountains.Understanding of clay type character will be very important in the landslides disaster mitigation in thearea landslides disturbed. This study use survey method, purposive sampling and qualitative analysis.At each landslides location soil sample was taken to determine the clay characteristic. The clay types wasanalysed by by X-Ray Diffraction. Spatial distribution of landslides based on the landforms unit sup-ported by topographical map, geological map, and Digital Elevation Modell (DEM). The result of thisstudy shows that clay mineral average in this landslides study location: caolin (70,64%), smectit/montmorillonit (15,12%), halite (4,33%), illite (2,99%), quartz (2,91%), cristabolite (2,28%), feld-spar (1,34%), and goethite (0,39%). Clay mineral composition show that the interaction over landforming factors which make caolin forming in great quantities possible.

Keywords: clay type character, landslide, landform

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan mengetahui tipe, jenis, jumlah dan agihan mineral lempung, dan mengkajikarakter tipe lempung terhadap intensitas kejadian longsorlahan di Pegunungan Kulonprogo. Pemahamankarakter tipe lempung sangat penting dalam mitigasi bencana longsorlahan di wilayah rawan longsorlahan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, perolehan data secara samplingdengan analisis gabungan kualitatif dan kuantitatif. Pada lokasi kejadian longsorlahan yang adadikaji secara pedologis untuk mengetahui karakter tipe lempung. Cara pengambilan sampel dilakukansecara purposive (purposive sampling). Analisis tipe lempung dilakukan dengan X-Ray Diffrac-tion. Pemetaaan kejadian longsorlahan pada satuan bentuklahan yang dilakukan dengan bantuanpeta rupa bumi, peta geologi, dan kontur digital dibantu analisis Digital Elevation Modelling (DEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata mineral lempung pada lokasi kejadian longsorlahan didaerah penelitian adalah: kaolin (70,64%), smektit/ montmorillonit (15,12%), halite (4,33%), illite(2,99%), quartz (2,91%), cristabolite (2,28%), feldspar (1,34%), dan goethite (0,39%). Komposisimineral lempung menunjukkan bahwa adanya interaksi antara berbagai faktor pembentuk tanah yangmemungkinkan terbentuknya kaolin dalam jumlah banyak.

Kata kunci: karakter tipe lempung, longsorlahan, perkembangan tanah

f
Typewriter
Page 55: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 53 - 6454

PENDAHULUAN

Daerah Pegunungan Kulonprogo secarageomorfologis sangat menarik dikaji karenasejarah perkembangan bentuklahannyayang kompleks. Kompleksnya kondisi fisikdaerah Pegunungan Kulonprogo adalahadanya proses endogenik dan eksogenikyang bekerja pada berbagai batuan hinggamembentuk bentanglahan yang ada saatini. Beberapa batuan ditemukan antara lain:batu pasir, napal pasiran, batu lempung,dan batu gamping berumur Eosen Tengah;batuan andesit, breksi andesit dan tuff yangmerupakan hasil aktivitas GunungapiMenoreh kala Oligosen; batu gamping dankoral yang terendapkan pada MiosenBawah; dan material koluvium yangterendapkan pada Zaman Quarter(Raharjo, dkk., 1995). Perbedaan batuandan waktu pembentukan batuan tersebutberpengaruh terhadap tingkat per-kembangan tanah yang tercermin dariterbentuknya berbagai tipe lempung.Proses perkembangan bentuklahanberikutnya lebih dipengaruhi oleh proses-proses eksogenik yang menghasilkanlembah-lembah sungai dan redistribusimaterial hasil pelapukan batuan yang salahsatunya adalah longsorlahan. Kajianlongsorlahan sebagai salah satu prosesgeomorfologi dan bentuklahan tidak dapatlepas dari kajian karakter tipe lempungyang terbentuk.

Distribusi tipe lempung dipengaruhi olehproses geomorfologi dan perkembangantanahnya. Sementara itu, pola distribusitanah di permukaan bumi mengikuti konsepgeomorfologi (Daniels, 1971 dalamJungerius, 1985). Secara garis besar, faktorpembentuk tanah hampir sama denganfaktor pembentuk bentuklahan (Jamulya,1996). Menurut Jenny (1994), faktorpembentuk tanah meliputi bahan induk,relief/topografi, iklim, organisme, danwaktu. Adapun faktor pembentuk

bentuklahan meliputi batuan induk, relief/topografi, dan proses (yang dipengaruhiiklim, organisme, dan waktu). Dalamproses pembentukannya, faktor-faktortersebut tidak bekerja sendiri-sendiri,melainkan saling bekerja sama sehinggamenghasilkan tanah. Tubuh tanah secaraumum dapat dipandang sebagai suatu me-dia yang dinamik. Pada keadaan tertentusalah satu atau beberapa faktor pembentuktanah dapat lebih dominan pengaruhnyadibanding faktor yang lain, sehingga sifat-sifat tanah yang terbentuk menjadiheterogen.

Mekanisme terjadinya longsorlahan disuatu lereng perbukitan/pegunungandipengaruhi oleh komposisi tipe lempungyang terbentuk. Pada banjar topografi(toposekuen) merupakan tempat gejalateragihnya sekelompok tanah secaraberturutan di sepanjang lereng sebagai hasiltopografi (topofunction) dalam kondisifaktor-faktor pembentuk tanah lain yangsama (Milne, 1935 dalam Gerrard, 1981).Lereng atas dengan kemiringan nisbi curammempunyai drainase bebas, aliranpermukaan besar, infiltrasi air kecil;sedangkan lereng bawah mempunyaidrainase terhambat, infiltrasi air besar; danbagian lembah dengan bentuk datar ataucekungan berpengatusan jelek menimbul-kan iklim mikro yang berbeda sehinggaterjadi perubahan sifat-sifat tanah darilereng atas sampai lereng bawah bahkansampai lembah (Gerrard, 1981).

Tingkat perkembangan tanah merupakanukuran kuantitatif jumlah perubahan yangterjadi di dalam tanah yang umumnya lebihditunjukkan oleh sifat-sifat morfologi yangterlihat pada penampang profil tanah.Tingkat perkembangan tanah dapat dinilaiberdasarkan warna tanah, kedalamansolum, kedalaman dan ketebalan horizoniluviasi, penyebaran lempung di dalamprofil tanah, tekstur, struktur tanah, dan

f
Typewriter
Page 56: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

55Kajian Mineral Lempung ... (Priyono)

mekanisme kejadian bencana longsor-lahan. Sejalan dengan latar belakang diatas, maka penelitian ini memiliki duatujuan penelitian sebagai berikut:1. mengetahui tipe, jenis, jumlah dan

agihan mineral lempung di daerahpenelitian, dan

2. mengkaji karakter tipe lempungterhadap intensitas kejadian longsor-lahan di daerah penelitian.

METODE PENELITIAN

Penelitian karakter tipe lempung padakejadian longsorlahan ini dilaksanakan didaerah Pegunungan Kulon Progo, sehinggaruang lingkup penelitian ini mencakupsemua satuan bentuklahan yang terdapatkejadian longsorlahan (landslide) di daerahpenelitian. Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode survei,perolehan data gabungan secara sensus dansampling dengan analisis gabungankualitatif dan kuantitatif. Perolehan datalokasi kejadian longsorlahan dilakukansecara sensus yang diawali data kejadianlongsorlahan dari Register Bencana KantorKecamatan, dilanjutkan wawancara takterstruktur (indepth interview) kepada tokohmasyarakat untuk memperoleh tambahanlokasi kejadian longsorlahan masa lalu.

Populasi penelitian ini adalah semuakejadian longsorlahan yang berlokasi padasemua satuan bentuklahan di PegununganKulonprogo. Sampling dilakukan untukperolehan data sampel tanah untukkeperluan analisis laboratorium. Carapengambilan sampel dilakukan secarapurposif (purposive sampling). Pertimbangandalam pengambilan sampel secara purposifini karena adanya perbedaan luas satuanbentuklahan dan jumlah kejadianlongsorlahannya. Lokasi kejadianlongsorlahan umumnya telah terusik

karakter tipe lempungnya dimana sifat-sifatini dapat diukur secara kuantitatif (Fothdan Turk, 1972 dalam Birkeland, 1984).Tanah yang lebih berkembang akanmempunyai horisonisasi yang lebihkompleks dan sifat fisik yang lebih mantap.Perbedaan tipe, jenis, jumlah, dan sebaranmineral lempung yang terbentuk padaberbagai kejadian longsorlahan terkaitdengan keadaan lereng yang mempengaruhiproses transformasi ataupun pembentukanmineral lempung yang sejalan dengantingkat perkembangan tanahnya.

Perubahan sifat fisika dan kimia tanah yangterjadi pada banjar topografi menunjukkanadanya perubahan intensitas pelapukansearah dengan kemiringan dari lerengbagian atas ke bagian bawah. Urutanpelapukan mineral lempung di daerah atascenderung membentuk kaolin, sedangkandaerah bawah cenderung menghasilkanmontmorillonit (Gunn, 1974). Mineral ka-olin terbentuk ketika intensitas pelindianmaksimal. Proses pelapukan tanahmerupakan suatu proses perubahan min-eral-mineral tanah baik secara fisik maupunkimia ke dalam suatu bentuk yang lebihstabil, disamping perubahan butiran-butiran tanah dari fraksi kasar ke bentukyang lebih halus. Pelapukan batuanmenghasilkan lapisan lapuk atau regolit,apabila telah mengalami deferensiasi hori-zon maka lapisan lapuk membentuk profilpelapukan selanjutnya batuan yangmelapuk membentuk mineral sekunderyang bervariasi menur ut t ingkatperkembangannya dan lingkungannya(Summerfield, 1991).

Sejauh ini belum banyak penelitian yangmengkaji secara khusus tentang minerallempung dalam mekanisme longsorlahan.Atas dasar pertimbangan tersebut, makapemahaman tentang mineral lempung danagihannya di daerah perbukitan/pegunung-an dirasa penting dikaji untuk mendukung

Page 57: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 53 - 6456

karena direhabilitasi kembali untukaktivitas pertanian dan atau permukiman.

Pada lokasi kejadian longsorlahan yangterdapat pada satuan bentuklahan dikajisecara geomorfik dan pedologis untukmengetahui karakter bentuklahan rawanlongsorlahan dan karakter tipe lempungpada lokasi kejadian longsorlahannya.Selanjutnya karakter tipe lempungdigunakan sebagai dasar penyusunan upayamitigasi bencana longsorlahan mendatang.Pengambilan sampel pada lokasi kejadianlongsorlahan yang lokasi profil tanahlongsorlahan sudah tidak teridentifikasi,dilakukan pada lokasi yang representatifsesuai kondisi bentuklahan danperkembangan tanahnya.

Variabel yang diamati, diukur, dan dikajidalam penelitian ini meliputi sifatmorfologi, fisik, kimia tanah dan mineralogilempung yang menjadi kriteria pencirimekanisme longsorlahan yang didukungdata iklim (suhu dan curah hujan). Contohtanah yang digunakan untuk analisis min-eral lempung dengan Difraksi Sinar Xadalah lempung berukuran kurang dari duamicron (< 2ì) yang dibebaskan dari bahan-bahan pengikatnya, seperti bahan organik,kapur, dan besi. Sampel lempung diperolehsaat analisis besar butir di LaboratoriumTanah Fakultas Geografi UGM daribeberapa kali pemipetan lempung untukmemperoleh berat sekitar 1 gram fraksilempung.

Difraksi Sinar X yang digunakan adalahModel Phillips, memakai radiasi dari lampuCu yang dihasilkan pada 40 KV dan 30 mA(Cu K α = λ = 1,5418 Aº), Scan speed 1º/menit dan dicatat pada kertas difraktogramdengan sudut 2α dengan chart speed 10mm/menit. Scanning terhadap masing-masing contoh dilakukan pada sudut 2è dari5º sampai 30º. Dengan diketahuinyapanjang gelombang Sinar X ( λ ) yang

dipergunakan, maka ketebalan antarbidang-bidang atom (basal spacing) akandapat dihitung dengan rumus Braggberikut:

sinθ d 2 nλ ----------------------- 1)

n : bilangan bulat (=1)

λ : panjang gelombang dari sinar yangdihasilkan oleh X-Ray (= 1,5418Aº)

d : jarak antarlapisan

θ : sudut datang

Dengan rumus seperti di atas maka setiappuncak (peak) pada difraktogram dapatdihitung nilai d-nya, karena sudut dimanapuncak tersebut muncul diketahui. Setiapmineral lempung akan memberikan polakurva tertentu dengan ciri-ciri tertentu.Berdasarkan persamaan Bragg, jikaseberkas sinar-X dijatuhkan pada sampelkristal, maka bidang kristal itu akanmembiaskan sinar-X yang memiliki panjanggelombang sama dengan jarak antar kisidalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskanakan ditangkap oleh detektor kemudianditerjemahkan sebagai sebuah puncakdifraksi. Puncak-puncak yang didapatkandari data pengukuran ini kemudiandicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material.Standar ini disebut JCPDS (Brindley, G.W.dan Brown, G., 1980). Selanjutnya dalamanalisis X-Ray Diffraction diperolehpersentase 8 mineral lempung, yaitu: ka-olin, smectite, quartz, cristabolite, olivin, feld-spar, goethite, dan illite.

Alat atau instrumen yang digunakan dalampenelitian ini untuk mengumpulkan datameliputi alat lapangan dan alat labo-ratorium. Alat-alat tersebut dapat dirinciseperti berikut ini.1. Alat lapangan: kompas-clinometer tipe

Brunton, GPS (Global Positioning Sys-

Page 58: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

57Kajian Mineral Lempung ... (Priyono)

tem) Garmin, Lacer Ace, seperangkatselidik tanah lapangan (soil test kit),Munsell Soil Color Chart, bor tanah,meteran gulung 30 m, yallon, kamera,alat-alat tulis, serta buku panduanlapangan, seperti Geomorphological FieldManual (Dackombe dan Gardiner,1983).

2. Alat laboratorium: X Ray Diffraction,komputer Pentium 4 dengan RAM 256MB dan Software SIG, Erlenmeyer,pipet, ayakan, gelas ukur, tabungreaksi, dan alat penimbang.

Cara analisis data hasil penelitian secaraumum menggunakan analisis spasial,kualitatif, dan kuantitatif. Berdasarkananalisis spasial dapat dijelaskan agihankeruangan karakter tipe lempung padakejadian longsorlahan dan t ingkatkerawanan longsorlahan. Selanjutnyaanalisis ekologikal dipergunakan untukmenjelaskan mengapa terjadi perbedaandan persamaan tingkat kerawananlongsorlahan dengan mengkaitkankarakteristik bentuklahan (geomorfik)dengan karakteristik tipe lempung yangterbentuk (pedologis). Karakteristikbentuklahan merupakan hasil penelitianyang telah dipublikasikan penelitisebelumnya. Selanjutnya publikasi inimerupakan kajian lanjut karakter tipelempung yang akan memberi informasitingkat perkembangan tanah yangdimungkinkan massa tanah rawan ter-longsorkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Mineral Lempung

Berdasarkan karakteristik pedologis pada28 sampel yang tersebar pada 11 satuanbentuklahan, tingkat perkembangan tanahpada setiap bentuklahan yang didasarkanpada susunan horizon, rasio horizon A/B

untuk kandungan lempung, BV/ BJ, KPK,COLE, dan tipe lempung menunjukkanperbedaan tingkat perkembangan tanahnyadari awal, sedang, dan lanjut. Kenyataanlapangan menunjukkan bahwa tanah didaerah penelitian masih dalam tingkatperkembangan tanah, gangguan dalamproses perkembangan tanahnya sangatintensif oleh ubahan lahan yang dilakukanpenduduk. Berdasarkan peta tanah darihasil penelitian Bappeda DIY dan UGMTahun 1997 dan hasil survei lapangan,tanah pada lokasi kejadian longsorlahantermasuk pada order Alfisol (great groupHapludal fs), Entisol (great groupTroporthents), dan Inceptisol (great groupEutropepts).

Perkembangan tanah selanjutnya didasar-kan analisis perkembangan profil tanahyang dicerminkan oleh susunan horizondan solum tanahnya. Adapun variabeltanah yang lain digunakan untuk analisismekanisme proses pedogeomorfik yangtelah berlangsung di daerah penelitian.Hakekat perkembangan tanah merupakanperwujudan horisonisasi akibat perubahanmineral tanah dan butiran-butiran tanahbaik secara fisik maupun secara kimia(Bergur, et al., 2008; Foth, 1994). Hasilpenelit ian morfologi profil tanahdisesuaikan dengan pembagian tingkatperkembangan tanah menurut Birkeland(1999) yang mengemukakan bahwa tingkatperkembangan tanah dapat dibagi menjaditingkat perkembangan awal, sedang, danlanjut. Tanah dengan tingkat per-kembangan awal hanya mempunyai horisonA–C oks (horison C teroksidasi) atau C ca(horison C dengan jumlah Ca tinggi), atauhorison A–B cambic–C oks/ca padapenampang profilnya. Tanah dengantingkat perkembangan sedang mempunyai

horison A atau A dan A‚ , Bt, dan C oks/ca. Horison B dapat berupa argilik, natrik,spodik, atau oksik.

Page 59: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 53 - 6458

Tabel 1. Sebaran Longsorlahan pada Bentuklahan dan Great Group Tanah (1978-2009)

Sumber: hasil analisis

Bentuklahan Hapludalf Troporthents Eutropepts Jumlah

Longsorlahan Typic Lithic Andic Typic Lithic Typic Lithic

D1 4 9 13 D2 20 14 34 D3 7 18 25 D4 36 13 49 D5 7 8 15 D6 5 3 8 D7 6 2 8 D8 2 4 6 S1 3 3 S2 2 2 4 S3 1 1

Pengenalan proses pokok yang terlibatdalam pemilahan katena ini berkaitandengan interaksi antara tanah denganbentuklahan. Interaksi tersebut dapatdigunakan untuk menjelaskan saling tindakdan saling ketergantungan antara proseskejadian longsorlahan dengan proses pedo-genesis dalam satu kesatuan. Hubunganbentuklahan, great group tanah, dan jumlahkejadian longsorlahan di daerah penelitiandisajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan karakteristik bentuklahan danperkembangan tanah, tingkat kerawananlongsorlahan tinggi dicirikan olehmorfologi dan morfogenesa lereng atasperbukitan denudasional denganperkembangan tanah Eutropept; tingkatkerawanan longsorlahan sedang dicirikanoleh morfologi perbukitan denudasional,dengan perkembangan tanah Eutropept;dan tingkat kerawanan longsorlahan rendahdicirikan oleh morfologi dan morfogenesalereng kaki perbukitan denudasionaldengan perkembangan tanah hapludalfs.Perbedaan tingkat kerawanan longsorlahandi daerah penelitian dipengaruhi oleh

morfologi lereng yang sangat mempeng-aruhi aktivitas dan pola pergerakan air, baikdi atas permukaan (surface flow) maupun dibawah permukaan (subsurface flow). Per-bedaan kelembapan yang ada dalam tanahakibat pengaruh morfologi akan menyebab-kan bervariasinya sifat-sifat tanah.

Kerangka pemikiran teoritis penelitian iniadalah pada tingkat perkembangan tanahakan terjadi akumulasi lempung padalapisan bawah dari suatu profil tanah,jenuhnya lapisan lempung yang ter-akumulasi pada lapisan bawah dapatberfungsi sebagai bidang gelincir massatanah di atasnya sehingga terjadi fenomenalongsorlahan. Hasil analisis menunjukkanbahwa terdapat kecenderungan peningkat-an fraksi lempung pada lapisan tengah danbawah yang mencerminkan adanyapeningkatan kandungan lempung padahorison eluviasi ke horison illuviasi.Akumulasi lempung pada horison bawahjuga didukung oleh permeabilitas tanahpermukaan yang relatif cepat dibandingkanhorison di bawahnya sehingga akanmempercepat terjadinya proses pelindian

Page 60: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

59Kajian Mineral Lempung ... (Priyono)

di horison eluviasi yang selanjutnyadiendapkan di horison illuvial. Prosesdemikian itu oleh Buol, et al. (1980)dinyatakan sebagai proses Lessivage atauLikuisivias i. Kondisi struktur tanahper mukaan hingga lapisan dalamdidominasi gumpal, sedangkan konsistensitanahnya agak lekat hingga sangat lekat.

Kandungan lempung horison B pada 13profil longsorlahan merupakan horisonargilik, dengan kandungan lempung 21-78% lebih banyak dibandingkan kandunganlempung pada horison A. Foth (1994)mengemukakan bahwa pembentukanhorison argilik memerlukan bahan indukyang mengandung lempung atau hasilpelapukan untuk membentuk lempung dandiperlukan periode pembasahan danpengeringan yang berselang-seling. Periodepembasahan dan pengeringan untukperkembangan horison argilik diperlukanribuan tahun.

Agihan Mineral Lempung dan TingkatKerawanan Longsorlahan

Mineral lempung yang terbentukdipengaruhi oleh mekanisme prosestransformasi ataupun pembentukan min-eral lempung yang sejalan dengan tingkatperkembangan tanah. Grim (1968)mengemukakan bahwa mineral lempungyang terbentuk dalam tanah sangattergantung pada kandungan Si, macam dankonsentrasi kation yang ada, pH tanah sertaintensitas pelindian. Hasil analisis minerallempung dengan Difraksi Sinar X padasetiap Profil menghasilkan sebaran minerallempung (Tabel 2).

Jumlah mineral lempung yang terbentukdalam proses pembentukan tanahumumnya tergantung pada jenis dankonsentrasi dari susunan kation, Si, pHtanah, dan kecepatan pelindian basa-basadari hasil pelapukan (Grim, 1968).

Komposisi mineral dari 28 profil tanahmenunjukkan rerata mineral lempungkaolinit (70,64%), smektit/ montmorillonit(15,12%), halite (4,33%), illite (2,99%),quartz (2,91%), cristabolite (2,28%), feld-spar (1,34%), dan goethite (0,39%).Komposisi mineral lempung tersebut jugamenunjukkan bahwa adanya interaksiantara berbagai faktor pembentuk tanahyang memungkinkan terbentuknya kaolindalam jumlah banyak.

Di Pegunungan Kulonprogo, tipe minerallempung ini terdistribusi hampir sama disetiap profil tanah pada satuanbentuklahannya. Tipe kaolin mendominasisebaran mineral lempung di permukaanlahan, adanya retakan permukaan padatanah dengan kandungan tipe lempung ka-olin memudahkan air hujan masuk ke dalamlapisan tanah bagian bawah. Akumulasifraksi lempung yang ada di bagian bawahmenjadi bidang gelincir yang memicukejadian longsorlahan. Tipe minerallempung smektit di bagian bawahnya yangmempunyai kemampuan mengembangsebagai hasil dari sifat mineralnya dapatmengabsorbsi air yang besar, sehinggamemicu terjadinya longsorlahan. Nurcholis(2005) telah mengemukakan bahwakeberadaan mineral smektit sangat pentingdalam menentukan sifat fisik dan kimiadalam tanah atau dari sumberdaya alamlainnya. Air dan kation-kation yang masukke dalam interlayer atau lembaran strukturkristal tetrahedral-oktahedral-tetrahedralmenyebabkan mekanisme mengembangyang menyebabkan semakin lebarnyaretakan tanah di bagian atas.

Melihat komposisi mineral lempungnya,menunjukkan bahwa jenis mineral kaolindan smektit/montmorillonit mendominasifraksi lempung yang ada. Hal ini me-nunjukkan bahwa interaksi yang terjadi diantara berbagai faktor pembentuk tanah

Page 61: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 53 - 6460

Tabel 2. Hasil Analisis Mineral Lempung berdasarkan Difraksi Sinar-X

Sumber: analisis data laboratorium X-Ray Deffraction Fraksi Lempung

Profil Mineral Lempung (%) Kaolin Smektit Kuarsa Kristabolit Olivin Felspar Goithit Illit

L1 21,50 58,50 10,50 0,00 9,50 0,00 0,00 0,00 L2 95,00 0,00 1,31 3,69 0,00 0,00 0,00 0,00 L3 90,00 0,00 2,00 3,00 5,00 0,00 0,00 0,00 L4 35,00 0,00 25,00 0,00 0,00 10,00 0,00 30,00 L5 47,42 44,84 2,58 0,00 2,58 2,58 0,00 0,00 L6 92,40 0,00 3,00 2,00 2,60 0,00 0,00 0,00 L7 70,00 25,00 5,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 L8 40,00 20,00 0,00 0,00 30,00 10,00 0,00 0,00 L9 61,96 18,04 0,00 4,22 6,87 0,00 8,91 0,00 L10 78,00 10,00 0,00 7,00 3,00 1,20 0,00 0,80 L11 95,00 0,00 2,00 2,00 1,00 0,00 0,00 0,00 L12 90,00 0,00 4,50 2,00 3,50 0,00 0,00 0,00 L13 95,00 0,00 2,00 2,00 1,00 0,00 0,00 0,00 L14 90,00 0,00 0,00 3,70 3,05 3,25 0,00 0,00 L15 70.00 25,00 3,00 1,00 1,00 0,00 0,00 0,00 L16 95,00 0,00 2,73 2,00 0,27 0,00 0,00 0,00 L17 70,81 11,94 2,21 3,35 3,25 0,00 0,00 8,44 L18 71,81 10,94 1,32 4,24 3,23 0,00 0,00 8,46 L19 72,81 10,94 1,21 3,35 3,15 0,00 0,00 8,54 L20 70,82 10,93 2,30 3,26 4,17 0,00 0,00 8,52 P1 25,00 55,00 0,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 P2 35,00 60,00 1,19 1,81 2,00 0,00 0,00 0,00 P3 45,00 35,00 0,00 0,00 10,00 10,00 0,00 0,00 P4 95,00 0,00 1,13 0,75 0,00 0,00 0,00 3,12 P5 92,00 0,00 1,80 1,20 0,00 0,00 2,00 3,00 P6 77,00 0,00 0,26 4,60 4,47 0,00 0,00 13,67 P7 70,00 20,00 5,00 5,00 0,00 0,00 0,00 0,00 P8 86,56 7,37 1,24 2,71 1,69 0,43 0,00 0,00

Rerata 70,64 15,12 2,91 2,28 4,33 1,34 0,39 2,99

memungkinkan terbentuknya kaolinit dansmektit dalam jumlah banyak. Berdasarkansebaran mineral lempung, dari 28 sampeltanah terdapat 4 profil tanah dengan kandung-an lempung smektit yang lebih besardaripada kaolin, namun ada 22 profil dengankandungan lempung kaolin yang lebihbesar, dan 2 profil dengan kandungan lempungkaolin dan smektit yang berimbang.

Terbentuknya kaolin yang besar merupa-kan transformasi dari mineral lempung

smektit, mengingat daerah penelitiandulunya pernah berada di bawah permuka-an air laut kemudian mengalami peng-angkatan, selanjutnya proses pelapukankimia berjalan intensif pada lapisanlempung yang banyak mengandung besi-besi. Besi-besi ini teroksidasi sehinggalingkungan berubah menjadi masam danterlindi masa-basa dan silica, sehinggaperbandingan SiO‚ / Alƒ Oƒ menjadikecil. Keadaan smektit menjadi tidakmantap dan dapat berubah menjadi kaolin.

Page 62: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

61Kajian Mineral Lempung ... (Priyono)

Hal ini diperjelas bahwa urutan pelapukanmineral lempung di daerah atas cenderungmembentuk kaolin, sedangkan daerahbawah cenderung menghasilkanmontmorillonit (Gunn, 1974). Mineral ka-olin terbentuk ketika intensitas pelindianmaksimal. Pada lingkungan alkalis adanyaCa dan Mg maka lempung smektit dapatterbentuk dan di bawah pengaruh ionhidrogen maka smektit dapat berubahmenjadi kaolin.

Pada fraksi lempung yang mendominasismektit/montmorilonit dimungkinkankarena adanya perlindian pada lereng-lerengyang lebih atas yang membawa basa-basadan terkumpul pada bagian bawah. Kondisitersebut menyebabkan terjadinya pelonggok-an lempung dan silica sehingga per-bandingan SiO‚ / Alƒ Oƒ lebih dari 2 danterbentuk mineral lempung tipe 2:1 khusus-nya smektit. Aliran air lateral dari lerengatas menuju lereng bawah juga berperandalam penambahan lengas, sehinggamenyebabkan terbentuknya cermin sesardi lapisan bawah akibat adanya pengem-bangan dan pengerutan tanah yang me-ngandung mineral lempung smektit.

Ada dua kemungkinan mengapa terbentukmineral lempung kaolinit dan smektitdalam jumlah yang sama, kemungkinanpertama kaolin terbentuk sebagai hasilpelapukan lanjutan dari smektit atausebaliknya, smektit terbentuk baru yangberasal dari kaolinit dengan penambahansilica bebas dan basa-basa terutama Ca danMg yang dibawa oleh aliran air tanah darilereng-lereng atas serta dalam lingkunganagak alkalis. Kenyataan menunjukkanbahwa nilai COLE > 0,09 maka dapatdisimpulkan bahwa yang pertama lebihmungkin terjadi daripada yang kedua.Berdasarkan kandungan mineral dalamhubungannya dengan tingkat pelapukantanah oleh Jackson dan Sherman (1953

dalam Buol et al., 1980), pada tingkatpelapukan 9 kandungan mineral smektityang dominan dan pada tingkat pelapuk-an 10 kandungan kaolin yang lebihdominan.

Analisis agihan mineral lempung dalampenelitian ini menunjukkan bahwa 22profil tanah (77%) pada lokasi kejadianlongsorlahan didominasi kandungan min-eral lempung kaolin, 4 profil (16%)didominasi kandungan mineral lempungsmektit , dan 2 profil (8%) dengankandungan mineral lempung kaolin dansmektit yang berimbang. Berdasarkananalisis tingkat kerawanan longsorlahandan karakteristik bentuklahannya me-nunjukkan bahwa morfologi dan morfo-genesa dapat dijadikan cir i karakterbentuklahan rawan longsorlahan. Padabagian perbukitan denudasional danstruktural mempunyai ciri ketinggiantempat yang tinggi (601-800 m dpal),kemiringan lereng curam (60-80%),kedalaman zone lapuk (40-59 cm), posisibidang kontak (20-30º), tingkat ubahanlahan (20-30%), dan penggunaan lahantegalan. Pada lereng atas perbukitandenudasional dan struktural dicirikan olehketinggian (400-600 m dpal), kemiringanlereng (40-60%), kedalaman zone lapuk(60-90 cm), posisi bidang kontak (31-40º),dan penggunaan lahan sawah. Selanjutnyapada Lereng kaki perbukitan denudasionaldan struktural dicirikan oleh ketinggiantempat (200-399 m dpal), kemiringanlereng (20-40%), kedalaman zone lapuk(20-39 cm), posisi bidang kontak (10-20º)dan penggunaan lahan sawah.

Selanjutnya dari analisis karakteristikperkembangan tanahnya, lokasi kejadianlongsorlahan mempunyai karakteristikperkembangan tanah dalam kelompoktanah-tanah yang sedang dalam tarafperkembangan (Entisol, Alfisol, danInceptisol). Gabungan analisis karak-

Page 63: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 53 - 6462

teristik bentuklahan dan karakteristik per-kembangan tanahnya menghasilkan 5karakter, dalam penelitian ini sebagaitipologi pedogeomorfik kejadian longsor-lahan di daerah penelitian. Berdasarkankarakteristik bentuklahannya, tingkatkerawanan bencana longsorlahan tinggi didaerah penelitian umumnya terdapat padalereng atas perbukitan eutropepts. Secarageomorfologis, pada lereng atas perbukitanterjadi akumulasi gerakan air menujubawah permukaan di atas bidang gelinciryang maksimal sehingga material tanah danbahan lapukan batuan di atas lapisanimpermeabel bergerak ke bawah. Lapisanimpermeabel yang berfungsi sebagai bidanggelincir dapat berupa batuan induk yangkeras (andesit dan breksi FormasiBemmelen) atau lapisan dengan akumulasipartikel lempung yang meningkat di lapisanbawah (kandungan lempung pada horizonB tinggi). Tingkat kerawanan tinggitercermin juga pada great group tanahEutropepts, tanah ini terdapat padaperbukitan denudasional dan lereng atasperbukitan karena intensitas pe-ngelolaanlahan pertanian dengan pem-buatan terasbangku yang menyebabkan air hujan mudahmasuk ke dalam lapisan impermeabel yangmemicu terjadinya longsorlahan.

Pada perbukitan denudasional troporthentsdan perbukitan struktural troporthentmempunyai tingkat kerawanan longsor-lahan yang sedang. Secara geomorfik padaperbukitan denudasional dan perbukitanstruktural mempunyai kemiringan lerengyang curam (60-80%) sehingga kesempatanair hujan masuk ke dalam lapisan bawahrelatif sedikit/kurang dibandingkan padalereng atas perbukitan denudasional. Padalereng kaki perbukitan denudasionalumumnya mempunyai tingkat kerawananlongsor-lahan yang rendah karenamerupakan akumulasi hasil proses erosi

dan atau longsorlahan dari lereng atasnya.Kandungan tipe lempung kaolinit yangtinggi pada bagian perbukitan yangmempunyai sifat mudah retak-retakdimungkinkan memberi kesempatan airhujan masuk ke dalam lapisan bawah yanglebih besar. Tipe lempung smektit yangmempunyai sifat mudah mengembang danmengkerut pada lapisan bawah pada bagianlereng atas memicu bergeraknya lapisantanah di atas permukaan lereng yang mir-ing sehingga tingkat kejadian longsor-lahannya tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Di daerah penelitian mempunyai agihanmineral lempung yang menunjukkanbahwa 22 profil tanah (77%) pada lokasikejadian longsorlahan didominasikandungan mineral lempung kaolin, 4profil (16%) didominasi kandungan min-eral lempung smektit, dan 2 profil (8%)dengan kandungan mineral lempung ka-olin dan smektit yang berimbang.

Kandungan tipe lempung kaolin yangtinggi pada bagian perbukitan yangmempunyai sifat mudah retak-retakdimungkinkan memberi kesempatan airhujan masuk ke dalam lapisan bawah yanglebih besar. Tipe lempung smektit yangmempunyai sifat mudah mengembang danmengkerut pada lapisan bawah pada bagianlereng atas memicu bergeraknya lapisantanah di atas permukaan lereng yang mir-ing sehingga tingkat kejadian longsor-lahannya tinggi.

Penelitian ini masih bersifat lokal dalamkasus di Pegunungan Kulonprogo sehinggadisarankan adanya penelitian lanjut yangdilakukan untuk verifikasi di wilayahpegunungan/perbukitan yang lain.Kelemahan yang terdapat dalam penelitianini adalah terbatasnya lokasi longsorlahan

Page 64: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

63Kajian Mineral Lempung ... (Priyono)

yang masih dapat diidentifikasi perkem-bangan tanahnya karena telah mengalamikerusakan akibat rehabilitasi lahan pascaterjadinya longsorlahan. Disarankanadanya data aktual profil tanah sesaatsetelah terjadinya bencana longsorlahan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr.Bambang Setiaji selaku Rektor Universi-tas Muhammadiyah Surakarta yang telahmember ijin untuk melanjutkan kuliah S-3dan Prof. Dr. Harun Joko Prayitno selakuKetua LPPM Universitas MuhammadiyahSurakarta yang telah membantu dalampembiayaan penelitian ini. Ucapan terima-kasih juga disampaikan kepada segenapmahasiswa yang telah membantu pelaksana-an penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and AdjacentArchipelagoes. The Hague: Government Printing Office.

Bergur Sigfusson, Gislason, S., dan Paton, G.I., 2008, Pedogenesis and Weathering Ratesof a Histic Andosol in Iceland: Field and Experimental Soil Solution Study, Geoderma144:572-592, www.elsevier.com/locate/ geoderma.

Birkeland, Peter.,W., 1999, Soils and Geomorphology, New York: Oxford University Press.

Brindley, G.W. dan Brown, G. (ed), 1980, Crystal Structures of Clay Mineral and Their X-RayIdentification. London: Mineralogical Society.

Buol, S.W., Hole, F.D., and McCracken, R.J., 1980, Soil Genesis and Classification, NewYork: The Iowa State University Press.

Foth, Henry, D., 1994, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Alih Bahasa Adisoemarto, S., Jakarta: PenerbitErlangga.

Gerrard, A.J., 1981, Soil and Landforms, An Introduction of Geomorphology and Pedology, London:Department of Geography, University of Birmingham.

Grim, R.E., 1968, Clay Mineralogy, New York: Mc Graw Hill Book Company.

Gunn, R.H., 1974, A Soil Catena on Weathered Basalt in Queensland. Aus.J.Soil Res, 12: 1-4.

Jamulya, 1996, Kajian Tingkat Pelapukan Batuan Menurut Toposekuen di DAS TangsiKabupaten Magelang, Laporan Penelitian, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.

Jenny, H., 1994, Factors of Soil Formation: A System of Quantitative Pedology, New York: DoverPubl. Inc.

Page 65: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 53 - 6464

Jungerius, P.D. (ed), 1985, Soil and Geomorphology, Cremlingen:catena Verlag.

Priyono, K.D., Sunarto, Sartohadi, dan Sudibyakto, 2011, Tipologi Pedogeomorfik KejadianLongsorlahan di Pegunungan Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia,Forum Geografi, Vol 25. No. 1, Juli 2011.

Nurcholis, M., 2005, Some Properties and Problems of Smectite Minerals on Java Soil,Jurnal Ilmu Tanah dan LingkunganVol 5(2) 2005: 63-70.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta,Jawa, edisi kedua, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Summerfield, M.A., 1991, Global Geomorphology, An Introduction to The Study of Landform,Singapore: Longman Singapore Pub.

Page 66: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

65Penilaian Kerentanan Pantai ... (Kasim, et al)

PENILAIAN KERENTANAN PANTAI MENGGUNAKAN METODEINTEGRASI CVI-MCA STUDI KASUS PANTAI INDRAMAYU

Coastal Vulnerability Assessment Using Integrated-Method of CVI-MCAA Case Study on the Coastline of Indramayu

Faizal Kasim 1) dan Vincentius P. Siregar 2)

1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian UNG2) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Email: [email protected]

ABSTRACTThe increasing of sea level due to climate change has been focused many research activities in order toknow the coastal response to the change, and determine the important variables which have contribution tothe coastal change. This paper presents a method for integrating Coastal Vulnerability Index (CVI),Multi Criteria Analysis (MCA) method and Geographic Information-System (GIS) technology to mapthe coastal vulnerability. The index is calculated based-on six variabels: coastal erosion, geomorphology,slope, significant wave height, sea level change and tidal range. Emphasize has been made to the method-ological aspect, essentially which is linked to: (i) the use of GIS tehcnique for constructing, interpolation,filtering and resampling the data for shoreline grid, (ii) the standardization each rank of variables ( 0 –1 ) and the use of several percentile (20%, 40%, 60%, and 80%) for each rank score, and (iii) the useof variable’s rank to map the relative (local) and standart (global) vulnerability of the coastline. Theresult show that for local, the index consist of four categories: very high (19.61%), high (68.63%),moderate (1,96%), and low (9.80%). Meanwhile, for global level, the index is constantly in low category.

Keywords: Coastal vulnerability, integrated approach, CVI-MCA, index relative, global

ABSTRAKPeningkatan paras laut akibat perubahan iklim telah menjadi fokus banyak kegiatan penelitian dalamrangka mengetahui respon pantai terhadap perubahan, serta menentukan variabel-variabel pentingpenyumbang perubahan pantai tersebut. Tulisan ini menyajikan gabungan metode Coastal vulnerbailityIndex (CVI), metode Multi Criteria Analysis (MCA), dan teknologi Sistim Informasi Geografi (SIG)untuk memetakan kerentanan pantai. Indeks dihitung berdasarkan atas enam variabel: erosi pantai,geomorfologi, kemiringan pantai, tinggi gelombang signifikan, perubahan paras laut dan kisaran pasangsurut. Penekanan dibuat terhadap aspek metodologi, terutama berkaitan dengan: (i) penggunaan teknikSIG untuk membangun, interpolasi, penapisan, dan me-resample data pada grid garis pantai, (ii)penstandarisasian tiap ranking variabel (0 – 1) dan penggunaan beberapa persentil (20%, 40%, 60%dan 80%) bagi tiap skor ranking, serta (iii) penggunaan ranking variabel untuk memetakan kerentananpantai yang relatif (lokal) dan baku (global). Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa indek kerentananlokal terdiri atas empat kategori: sangat tinggi (19,61%), tinggi (68,63%), moderat (1,96%), dan rendah(9,80%). Sementara pada tingkat global, indeks kerentanan ini berkategori rendah secara konstan.

Kata kunci: kerentanan pantai, pendekatan gabungan, CVI-MCA, relatif indeks, global

Page 67: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 65 - 7666

PENDAHULUAN

Proyeksi kenaikan paras laut yangdiakibatkan oleh perubahan iklim telahmendorong banyak penelitian untukmengetahui perubahan akibat kenaikanparas laut tersebut serta mengidentifikasivariabel penting yang berkontribusiterhadap perubahan pantai tersebut(Pendletton et al., 2010). Pendekatan yangtelah dikembangkan untuk penilaiankerentanan suatu pantai terhadapperubahan iklim, mencakup antara lain:Synthesis and Upscaling of Sea-level Rise Vul-nerability Assessment Studies (SURVAS), wet-land loss modelling, DINAS-Coast and DIVA,Simulator of Climate Change Risks and Adap-tation Initiatives (SimCLIM), Community Vul-nerability Assessment Tool (CVAT) sertabeberapa metode indeks kerentanan pantailainnya seperti Coastal Vulnerability Index(CVI), CSoVi and PVI (Abuodha andWoodroffe, 2006 ; Ramieri et al., 2011).

CVI adalah metode ranking relatif berbasisskala indeks dari parameter fisik seperti:geomorfologi, slope pantai, kenaikan paraslaut, perubahan garis pantai (akresi/erosi),rerata tinggi gelombang, dan rerata pasangsurut (Gornitz et al., 1997 ; Pendletton etal., 2010). Pendekatan CVI memberikeuntungan bagi para pembuat kebijakandan pengambil keputusan dalam menetap-kan program pengelolaan yang tepat di suatuwilayah pantai yang mempunyai tingkatkerentanan tertinggi terhadap dampakkenaikan paras laut. Dengan keunggulantersebut, metode CVI relatif lebih populardibandingkan dengan metode lain yangdigunakan dalam penilaian kerentanan garispantai di berbagai negara, seperti; Kanada(Shaw et al., 1998), Australia (Abuodha andWoodroffe, 2006), Spanyol (Ojeda-Zújar etal., 2008), Yunani (Alexandrakis et al.,2009), Turki (Özyurt and Ergin, 2010), danIndia (Kumar et al., 2010), termasuk di In-donesia (Disaptono, 2008). Di samping

keunggulan, metode CVI ini memilikikekurangan yaitu data numerik yangdihasilkan (ranking dan skor indeks) tidakserta-merta dapat disetarakan dengandampak fisik tertentu. Selain itu, pendekat-an ini semata-mata hanya berdasarkanpenilaian pada parameter fisik, tetapi tidakmempertimbangkan dampak dari aktifitasmanusia terhadap perubahan lingkunganpantai dalam proses-proses fisik yang dinilai,dan juga terbatasnya jumlah parameter yangdigunakan sebagai input dalam penilaiankerentanan (Abuodha and Woodroffe, 2006).

Aplikasi teknologi SIG telah demikianberkembang dan bermanfaat dalam banyakanalisis, seperti: analisis perubahan pantaidan dampaknya terhadap kehidupanmasyarakat (Muryani, 2010), juga dalamanalisis kerentanan, risiko dan zonasi rawanbahaya (Hizbaron et al., 2010). Tujuanpenelitian ini adalah memetakan kerentananpantai yang dapat digunakan dalammemperbandingkan status kerentanan suatukawasan atau pun untuk penilaian padaskala berjenjang (skala lokal/relatif dan glo-bal/standar). Penelitian ini diharapkan dapatmem-perkaya alternatif pendekatan ataumetode yang ada untuk pengkajianperubahan pantai dan penyusunan petaindeks kerentanan pantai.

METODE PENELITIAN

Lokasi yang dikaji adalah pantai indramayusepanjang 101,04 km yang membentangdari Legon Wetan (pantai TimurKabupaten Subang) hingga Pasekan(pantai Utara Kabupaten Indramayu) yangmencakup garis pantai dari 22 desa dalamkabupaten Indramayu dan Subang, ProvinsiJawa Barat. Areal penelitian (Area ofInterest) secara geografis terletak padaposisi 107° 48' 0,572" – 108° 15' 0,576"BT dan 6° 7' 29,766" – 6° 22' 29,766" LS.

Page 68: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

67Penilaian Kerentanan Pantai ... (Kasim, et al)

Variabel yang digunakan mencakup enamvariabel: (1) laju erosi pantai, (2)geomorfologi, (3) kemiringan pantai, (4)tinggi gelombang signifikan, (5) perubahantinggi paras laut relatif dan (6) kisaranpasang surut. Variabel laju erosi pantaidiekstrak dari Landsat TM (1991) danETM+ (2003) menggunakan teknik end pointrate (EPR) dan line transect pada kedua datasetLandsat. Pemrosesan citra dilakukanmenggunakan pendekatan: single band thresh-old, band ratio serta false color composite (RGB543). Batasan garis pantai yang digunakanyaitu murni batas nilai piksel “darat-air” diatas waterline yang menjadi batas langsungantara daratan dan laut dengan perlakuankoreksi pasang surut. Keragaan batimetridari profil topografi dasar perairan dapatdibangun dari metode interpolasi (Siregardan Selamat, 2009). Oleh karena itu,ekstraksi garis pantai dengan perlakuankoreksi pasang surut dibangun mengguna-kan keragaan bati-topografi hasil interpolasi.

Dua data variabel yakni: geomorfologi dankemiringan (slope) pantai, keduanyadiekstrak bersumber dari peta RBI skala1:25.000. Agar data variabel geomorfologisebagai satu-satunya variabel non-numerik(kualitatif) menjadi variabel numerik, makahasil ekstraksi leyer (data) luas tiap bentuklahan/penutupan lahan dirubah meng-gunakan matriks tranformasi untuk mem-peroleh data numerik variabel geomorfologiberupa ranking yang mewakili resistensimasing-masing bentuk lahan geomorfologiterhadap erosi. Data variabel slope pantaidiektrak dari keragaan raster terrain yangdibangun dari titik elevasi topografi (sumberpeta RBI 1:25.000) dan kontur kedalaman(sumber peta LPI 1:50.000). Data slopepantai diekstrak masing-masing pada arahlaut dan darat dari garis pantai dalam wilayahtiap grid garis pantai (shoreline grid).

Dua variabel menggunakan data bersumberdari pengamatan satelit altimetri yakni

variabel laju perubahan paras laut dan reratakisaran pasang surut. Data variabel lajuperubahan paras laut diekstrak dari datasatelit altimeter TOPEX/POSEIDONselama 17 tahun (Oktober 1992 hingga Juli2009). Oleh karena ket iadaan datasebaran spasial daerah uplift dan subsidence,maka data variabel perubahan paras lauthanya bersumber dari data satelit tersebut.Jenis data variabel rerata kisaran pasangsurut yang digunakan adalah data time se-ries tidal prediction of height grid pointberukuran spasial 0,25° tahun 2007 (1Januari 2007 – 1 Desember 2008) denganinterval pengamatan tiap 1 jam danberesolusi spasial 0.5° yang merupakan dataasimilasi hasil pengamatan satelit altimetriTOPEX/POSEIDON. Data reratakisaran pasang surut tahunan (annual meantidal range) dilakukan melalaui tahapanpenapisan di lingkungan SIG terhadap datarerata tinggi air maksimum (mean higher highwater) dengan data rerata tinggi air mini-mum (mean lower low water).

Terakhir, data variabel rerata tinggigelombang yang digunakan adalah datamean significant wave height yang bersumberdari data European Centre for Medium-RangeWeather Forecasts (ECMWF). Interval datayang digunakan adalah data pengamatantiap 6 jam dari perairan Laut Jawa dansekitarnya dari tahun 2002 hingga 2003.Data annual mean wave significant heightdiperoleh melalui tahapan penapisan dataseasonal mean wave height menggunakan over-lay statistic di lingkungan SIG.

Hasil ekstraksi tiap data variabel yangberagam koordinat dan skala dilakukanpenyeragaman, mencakup tahapanregistrasi yakni pada sistim koordinatSUTM zona 49 dan datum vertikalWGS_84. Juga resample pada tiap datasetkeenam variabel sehingga semuanyamemiliki resolusi spasial yang sama yakni30 meter. Analisis dikerjakan dengan

Page 69: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 65 - 7668

membangun basis data berupa shoreline gridberukuran 1 menit. Diperoleh 51 buahshoreline grid sepanjang garis pantai dalamAOI yang masing-masing berisi entity nilaihasil ekstraksi tiap variabel sebagai atributdari daerah arah laut dan darat.

Standarisasi skor nilai tiap variabelsehingga menjadi nilai skor dengan rangestandar 0-1 menggunakan matriks MCAberdasarkan persamaan sebagai berikut,(Susilo, 2006);

ixminixmax

inxmininxinX

----------------- (1)

dimana inX = nilai standar dari variabelke-i pada grid ke-n, inx = nilai asli darivariabel ke-i pada grid ke-n, ixmax = nilaitertinggi variabel, serta ixmin = nilaiterendah variabel. Sumber acuan batasterendah dan tertinggi tiap variabel yangmasing-masing mewakili potensi terbaikdan terjelek dari kerentanan tiap variabeldikumpulkan dari berbagi lokasi penelitianyang diperoleh dari hasil ekstraksi dataserta dari lokasi lain yang diperolehberdasarkan kajian literatur.

Preferensi ranking yang digunakan adalahjarak jangkauan persentil (20%, 40%, 60%,dan 80%). Preferensi ini diterapkanterhadap nilai (skor) tiap variabel hasilstandarisasi yang telah memiliki julat antara0 hingga 1. Skor terendah yang mewakilipotensi kerentanan terbaik ditandai olehjarak 0 – 0,2, sebaliknya skor tertinggi yangmewakili potensi kerentanan terburukditandai oleh jarak 0,80 - 1. Dengandemikian julat bagi kelima ranking tiapvariabel, adalah: kategori sangat rendahditandai oleh nilai ranking 1 (skor <0,2),kategori rendah ditandai oleh nilai ranking2 (skor: 0,2 – 0,4), kategori moderatditandai oleh nilai ranking 3 (skor: 0,4-0,6),kategori tinggi ditandai oleh nilai ranking 4

(skor: 0,6 – 0,8) dan kategori sangat tinggiditandai oleh nilai ranking 5 (skor >0,8).Masing-masing skor ranking iniditambahkan sebagai atribut tiap variabeldalam masing-masing shoreline grid.

Penghitungan nilai skor indeks kerentanandilakukan berdasarkan orisinalitas konsepperhitungan nilai indeks kerentanan dalammetode CVI (hasil perhitungan ranking),yakni merupakan akar dari perkalian tiapnilai ranking variabel dibagi jumlah variabelsebagai berikut (Pendletton et al., 2010):

6

fedcbaCVI ------------ (2)

dimana CVI = nilai (skor) Indeks KeretananPantai, a,b,c,d,e dan f adalah ranking variabelyang bertur ut-turut : geomorfologi,perubahan garis pantai, slope pantai, reratatinggi gelombang, rerata kisaran pasangsurut, dan laju perubahan paras laut.

Normalisasi skor dikembangkan berdasar-kan konsep bahwa di lokasi manapun danberapapun jumlah shoreline grid digunakandalam penilaian kerentanan yang dilakukanberdasarkan pendekatan metode CVI makaskor indeks yang dihasilkan senantiasa akanmenyebar di antara nilai skor antara 0,41hingga 51,03. Hal ini diperoleh denganmensimulasikan bahwa seluruh shoreline gridsecara konstan masing-masing berisi rank-ing terendah (nilai ranking 1) dan rankingtertinggi (nilai ranking 5) maka dariPersamaan 2 akan dihasilkan range standartskor CVI yakni sebesar 0,41 (dihasilkanoleh nilai ranking 1 pada seluruh shorelinegrid) dan 51,03 (dihasilkan oleh nilai rank-ing 5 pada seluruh shoreline grid).

Dengan kondisi demikian dapat dilihatbahwa skor CVI yang diperoleh dari lokasimanapun sebenarnya bersifat baku.Berdasarkan sifat baku range skor CVItersebut maka pada hakikatnya tiap range

Page 70: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

69Penilaian Kerentanan Pantai ... (Kasim, et al)

nilai skor CVI dapat pula dinormalisasipada range baku 0 – 1 seperti halnya rangenilai ranking tiap variabelnya. Untukmenormalisasi skor nilai CVI dilakukanberdasarkan formula sebagai berikut(Teknomo, 2006);

nlbolb-OSolb-oubnib-nubNS --------- (3)

dimana NS = skor nilai indeks baru, OS =skor nilai indeks asli, nub = batas tertinggiskor nilai indeks baru, nlb = batas terendahskor nilai indeks baru, oub = batas tertinggiskor nilai indeks asli (51,03), dan olb =batas terendah skor nilai indeks asli (0,41).

Dari konsep seperti di atas maka tiap nilaiskor CVI yang dihasilkan dari penilaiankerentanan di tiap lokasi selanjutnya akanmenyebar di antara range baku (0-1) hasilnormalisasi nilai skornya masing-masing.Algoritma standarisasi ranking variabel dannormalisasi skor indeks kerentanan pantaiditampilkan pada Gambar 1.

Hubungan skor nilai CVI yang dihasilkandari tiap lokasi seperti pada Gambar 1adalah ditunjukkan dalam persamaanberikut:0 min Skor Indeks max 1 (4)0 Skor Indeks 1 (5)

Persamaan 4 menunjukkan batas range nilaiskor CVI dari tiap lokasi (minimum-maksimum) terhadap range baku (0 – 1) hasilnormalisasi terhadap potensi kerentananterendah dan kerentanan tertinggi secaraglobal (Persamaan 5). BerdasarkanPersamaan 4 dan 5, masing-masing kategoriindeks kerentanan yang terdiri atas empatkategori: rendah, moderat, tinggi, dansangat tinggi dapat dianalisis pada rangeyang berbeda menggunakan preferensijarak jangkauan kuartil, persentil ataupunjarak interval. Penilaian kerentanan lokaldianalisis dengan Persamaan 4 terhadap

range nilai minimum-maksimum, sedangkanstatus kerentanan kawasan tersebut padaskala global atau perbandingan statuskawasan tersebut dengan kawasan laindapat dianalisis menggunakan Persamaan5 berdasarkan masing-masing nilai skor tiapkawasan yang menyebar di antara rangebaku 0 – 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ekstraksi nilai laju perubahan garispantai kawasan pantai Indramayu selama12 tahun masing-masing adalah 1,80 –12,78 m/tahun (erosi) dan 0,23 – 44,88m/tahun (akresi). Hasil ekstraksi aspekgeomorfologi dan kemiringan pantaidiperoleh bahwa secara umum, kawasanpesisir Indramayu terdiri atas jenis pantaiberpasir, tambak dan mangrove di sebelahBarat dan Timur, dan merupakan daerahkipas alluvial dengan kemiringan pantaiyang sangat rendah. Demikian puladiketahui bahwa proses laju evolusi yangmendominasi adalah akresi dibandingkanerosi dengan persentasi masing-masingsebesar 49,02 % (erosi) dan 50,98 %(akresi). Ringkasan julat nilai minimum-maksimum data hasil ekstraksi tiap variabelbeserta luaran masing-masing nilai skorbakunya dalam seluruh grid garis pantai,ter masuk acuan potensi kerentananterburuk dan terbaik masing-masingvariabel ditampilkan pada Tabel 1.

Acuan potensi terburuk dan terbaik padaTabel 1 adalah bersumber dari hasilekstraksi data tiap variabel di daerah lokasipenelitian dan lokasi lain di duniaberdasarkan kajian literatur. Pada Tabel 1diketahui bahwa satu-satunya jenis variabelyang berasal dari daerah pantai lokasipenelitian yang menjadi acuan potensikerentanan adalah besar laju akresi yangberlangsung di kawasan Barat AOI,

Page 71: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 65 - 7670

Sumber:hasil analisis

Gambar 1. Algoritma standarisasi skor variabel dan normalisasi nilai skor indekskerentanan pantai (skor CVI) serta penentuan ranking variabel dan kelompok variabelserta kategori indeks lokal (relatif) dan global (baku) berdasarkan pendekatan metode

integrasi CVI-MCA

tepatnya di kawasan delta Cipunagara(Kabupaten Subang), yakni sebesar 44,88m/tahun. Besar nilai akresi tersebutmenjadi referensi nilai terendah (potensiterbaik) dalam standarisasi skor rankingvariabel laju perubahan garis pantai.

Dengan memperhatikan urut-urutan nilairerata masing-masing variabel dankelompok variabel pada Tabel 1 diketahuibahwa variabel kontributor yang sangatberpengar uh terhadap kerentananperubahan fisik pantai Indramayu adalah:kemiringan pantai (0,978) dan pengaruhterkecil dikontribusi oleh variabel reratakisaran pasang surut (0,029). Dari sisi

kelompok, sumbangan terbesar adalahberasal dari faktor geologi dibandingkanfaktor fisik. Kontribusi oleh faktor geologiini hampir sebesar 6 kali kontribusi prosesfisik. Tingginya sumbangan kerentananpantai akibat kelompok faktor geologi inisecara berturut-turut disumbangkan olehvariabel kemiringan pantai (slope) yangsebagian besar terdiri atas jenis dataransangat landai (0,978); jenis geomorfologipesisir yang bersifat erodibilitas tinggi(0,711) karena disusun oleh jenis bentuklahan seperti pantai berpasir dan mangrove,serta penggunaan lahan seperti sawah dantambak; serta laju erosi yang cukupsignifikan (0,295). Dari hasil ini dapat

Page 72: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

71Penilaian Kerentanan Pantai ... (Kasim, et al)

disimpulkan pula bahwa variabel lajuperubahan garis pantai (evolusi) yangbanyak dilaporkan berlangsung di pantaisebelah Utara Jawa t idak cukupmenyumbangkan kerentanan dibanding-kan variabel kemiringan pantai dan geo-morfologi di sepanjang pesisir kawasanini. Proporsi tiap ranking variabel se-panjang pantai Indramayu berdasarkanpreferensi jangkauan persentil menunjuk-kan bahwa jenis ranking variabel geo-morfologi relatif lebih beragam dibanding-kan lima jenis variabel lainnya.

Proporsi tiap ranking variabel maupunkategori indeks kerentanan dapat menjadipetunjuk karakteristik spasial jenis variabelatau pun cakupan tingkat (kategori indeks)kerentanan pada suatu kawasan. Proporsiranking jenis variabel yang bervariatif me-nunjukkan bahwa keragaman karakteristikspasial variabel tersebut bersifat lokal(relatif) pada skala lokasi penilaian. Se-baliknya jenis ranking variabel yang hampirkonstan atau konstan sepanjang garispantai yang dinilai menunjukkan bahwajenis variabel tersebut berkarakter regionalhingga global. Hal yang sama pun ditunjuk-kan oleh tingkat kerentanan (Pendletton

et al., 2010). Hasil analisis kerentananberupa peta indeks kerentanan yang lokal(relatif) dan global (standar) berturut-turutdisajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwatingkat indeks kerentanan lokal daripantai memiliki keragaman spasialmenurut ukuran AOI. Kerentanan dengan‘kategori t inggi’ mendominasi disepanjang pantai Kabupaten Subang (dariPangarengan hingga Patimban), sertapantai Barat ke Timur KabupatenIndramayu (dari Ujung Gebang hinggaLamatar ung). Kerentanan ‘kategorisangat tinggi’ terdapat secara sporadis diKabupten Subang meliputi daerah LagonWetan, Pangarangan, dan Patimban.Kerentanan pantai dalam wilayahKabupaten Indamayu dengan ‘kategorisangat tinggi’ terdapat di Eretan Kulon(sebelah Timur dan Barat), Eretan Wetan(seluruh pantai), Cemara (di bagian tengahdan Timur), Lamatarung (bagian tengahdan Timur), serta Karang anyar danPasekan (seluruh pantai kedua daerah);sedangkan kerentanan dengan ‘kategorirendah’ terdapat di Patimban (KabupatenSubang); sisanya kerentanan dengan

Kelp. Variabel

Variabel

Julat Data Data Hasil

Estraksi Acuan Potensi

Kerentanan Skor Standar

Variabel Rerata (Hasil Standarisasi)

Min Maks Terburuk Terbaik Min Maks Var iabel Kelp.

Variabel

A. Faktor Geologis

1 . Laju per garis pantai (m/th) -12,780 44,88 -100 44,88 0,000 0,398 0,295 0,661 2 . Geomorfologi (ranking 1-5) 3 5 5 1 0,5 1 0,711

3. Slope (%) 0 ,059 0,789 0,022 14,7 0,948 0,997 0,978

B. Faktor Proses Fisik

4 . Laju per muka laut (mm/th) 3 ,538 3,988 24,6 -0,68 0,167 0,185 0,176 0,116 5 . Rerata tinggi gelombang (m) 0 ,518 0,699 4 0,05 0,118 0,164 0,143

6 . Rerata kisaran pasut (m) 0 ,413 0,814 17 0,14 0,016 0,040 0,029

Sumber: hasil analisis

Tabel 1. Julat Nilai Acuan Potensi Kerentanan Keenam Variabel, Julat Nilai HasilEkstraksi Dan Hasil Standarisasi Masing-Masing Variabel Dalam Seluruh Grid Garis

Pantai, Serta Rerata Nilai Tiap Variabel Dan Kelompok Variabel

Page 73: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 65 - 7672

Sumber: hasil analisis

Gambar 3. Peta Indeks Kerentanan Pantai Global (Baku) Kawasan Pantai IndramayuBerdasarkan Pendekatan Berbasis CVI-MCA

Sumber: hasil analisis

Gambar 2. Peta Indeks Kerentanan Pantai Lokal (Relatif) Kawasan Pantai IndramayuBerdasarkan Pendekatan Berbasis CVI-MCA

Page 74: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

73Penilaian Kerentanan Pantai ... (Kasim, et al)

‘kategori moderat’ terdapat di Patimban(Kabupaten Subang) dan Parean Giran(Kabupaten Indramayu). Secarakeseluruhan, proporsi kategori kerentanansepanjang pantai Indramayu sebagaiberikut: kategori tinggi (68,63%), kategorisangat tinggi (19,61%), kategori rendah(9,80%), dan kategori moderat (1,96%).Hal menarik dapat dilihat pada kerentananpantai Indramayu untuk tingkat global(Gambar 4), dimana meskipun kerentananpantai bervariasi secara lokal, namunkerentanan tersebut pada tingkat globalhanya terdiri atas ‘kategori rendah’ dalamseluruh area AOI.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemetaan status kerentanan kawasanpantai Indramayu dengan metode integrasiCVI-MCA menghasilkan luaran yangcukup komprehensif, baik statuskerentan-an pantai Indramayu pada tingkatlokal maupun pada tingkat regional danatau global. Luaran analisis juga bisadigunakan dalam mengetahui baikvariabel maupun kelompok variabelkontributor kerentanan terhadap kawasanpesisir Indramayu. Di mana secara umumkawasan pantai Indramayu memilikikerentanan tinggi (68,63%) di tingkatlokal, namun di t ingkat globalkeseluruhan kawasan pantai ini (100%)

memiliki kerentanan pantai yang rendah.Penelitian ini sekaligus mem-buktikandampak variatif pada tingkat lokal darifenomena global kenaikan paras laut.Berdasarkan kemampuannya meng-hasilkan luaran yang komprehensif daninfor matif, disarankan untukmenggunakan pendekatan integrasi CVI–MCA sebagai tool analisis. Misalnya, bagirencana penilaian kerentanan kawasanlain terhadap kenaikan paras laut baik padaskala lokal, nasional, regional maupun glo-bal dalam rangka keputusan pengelolaanyang obyektif bagi dampak fenomena ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasihkepada pihak Sekolah PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor (SPs IPB) yangtelah memberikan kesempatan kepadapenulis mengikuti program magister padaprogram studi teknologi kelautan FPIK-IPB. Ucapan terima kasih juga ditujukankepada pihak Direktorat JenderalPendidikan Tinggi - KementerianPendidikan dan Kebudayaan RI (Dikti-Kemdikbud RI) yang telah memberibantuan program Beasiswa PendidikanPascasarjana (BPPS) sehingga penulisdapat menyelesaikan studi dan penulisanpaper ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abuodha, P.A. and Woodroffe, C.D. (2006) Assessing Vulnerability of Coasts to ClimateChange: A Review of Approaches and Their Application to the Australian Coast 2006.http://ro.uow.edu.au/ (24 Februari 2011)

Alexandrakis, G., Karditsa, A., Poulos, S., Ghionis, G., and Kampanis, N.A. (2009)Vulnerability Assessment for to Erosion of the Coastal Zone to A Potential Sea Level

Page 75: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 65 - 7674

Rise: The Case Of The Aegean Hellenic Coast. Sydow, A. (Edt) Environmental Systems.Eolss Pub. Oxford ,UK

Disaptono, S. (2008) Teknologi Adaptasi Kenaikan Paras Muka Air Laut di Wilayah PesisirDan Pulau-Pulau Kecil. [Slide]. Workshop Adaptasi Dan Mitigasi Kenaikan Paras MukaAir Laut Akibat Perubahan Iklim Diwilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. MilleniumHotel-Jakarta, 28 November 2008

Gornitz, V.M., Beaty, T.W., and Daniels, R.C. (1997) A Coastal Hazards Data Base for theUS West Coast. Oak Ridge Nat Lab, Tennessee, US

Hizbaron, D.R., Hadmoko, D.S., Samodra, G., Dalimunthe, S.A. dan Sartohadi, J. (2010)Tinjauan Kerentanan, Risiko dan Zonasi Rawan Bahaya Rockfall di Kulonprogo, Yogyakarta.Forum Geografi. Vol. 24, No. 2, Desember, pp. 119 - 136

Kumar, T.S., Mahendra, R.S., Nayak, S., Radhakrishnan, K., and Sahu, K.C. (2010) CoastalVulnerability Assessment for Orissa State, East Coast of India. J Coast Res, 26(3):523–534

Muryani C. (2010) Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan SIG serta Dampaknya terhadapKehidupan Masyarakat di Sekitar Muara Sungai Rejoso Kabupaten Pasuruan. Forum Geografi.Vol. 24, No. 2, Desember, pp. 173 – 182

Ojeda-Zújar, J., Álvarez-Francosi, J.I., Martín-Cajaraville, D., Fraile-Jurado, P. (2009) Eluso de las TIG para el cálculo del índice de Vulnerabilidad costera (CVI) ante unapotencial subida del nivel del mar en la costa andaluza (España). GeoFocus, 9:83-100

Özyurt, G. and Ergin, A. (2010) Improving Coastal Vulnerability Assessments to Sea-Level Rise: A New Indicator-Based Methodology for Decision Makers. J Coast Res,26(2): 265 – 273

Pendleton, E.A., Thieler, E.R., and Williams, S.J. (2010) Importance of Coastal ChangeVariables in Determining Vulnerability to Sea- and Lake-Level Change. J Coast Res,26(1): 176 – 183

Ramieri. E., Hartley, A., Barbanti, A., Santos, F.D., Laihonen, P., Marinova, N. and Santini,M. (2011) Methods for Assessing Coastal Vulnerability to Climate Change. ETCCCA Background Paper. European Environment Agency, Copenhagen (DK) 8-9 June 2011.

Shaw, J., Taylor, R.B., Forbes, D.L., Ruz, M.H. and Solomon, S. (1998) Sensitivity of theCanadian Coast to Sea-Level Rise. Geol Surv Can Bull 505:114

Siregar, V.P. dan Selamat, M.B. (2009) Interpolasi dalam Pembuatan Kontur Peta Batimetri. E-Jur Ilm Tekno Kel Tropis, 1(1):39-47

Susilo, S.B. (2006) Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil (BPK) dengan SidikKriteria Ganda (SKG). Jur Pesisir dan Lautan, Vol. 7, No. 2, pp.52-70

Teknomo, K. (2006) Evaluation Based on Ranks: Analytic Hierarchy Process (AHP) Tutorial.http://people.revoledu.com/kardi/tutorial/ahp (24 Mei 2011).

Page 76: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

75Hasil Aman Penurapan ... (Purnama)

HASIL AMAN PENURAPAN AIRTANAH UNTUK KEBUTUHAN NONPERTANIAN DI KABUPATEN BANTUL

Safe Yield Geoundwater Exploitation for Non Agricultural Usage at BantulRegency

Setyawan PurnamaFakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRACTThere are three objectives of this research. First, to calculate the potency of groundwater in BantulDistrict, second, to calculate the utilization for non agricultural usage and third, to analyze the safe yieldof groundwater exploitation for non agricultural usage. To achieve these objectives, groundwater potency iscalculated by static method, i.e. by multiplying area width, aquifer thickness and specific yield. NonAgricultural usage is determined by calculating the water utilization for domestic, industry, hotel andlivestock. Safe yield is calculated base on area width, groundwater fluctuation and its specific yield. Thegroundwater resources potency of research area that has area width 506,85 km 2, amounted10.059.393.198 m3/year, whereas the safe yield is 260.365.868 m3/year. Water utilization for do-mestic, industry, hotel and livestock is 21.658.541 m3/year. Reviewed number of potency and utiliza-tion, the potency of groundwater in the research area is still able to meet its water needs for non agricul-tural because the usage have not exceeded its safe yield. Although the groundwater potency is high, theagricultural sector in Bantul District does not use groundwater resources significantly.

Keywords: safe yield, groundwater, Bantul District

ABSTRAKPenelitian ini mempunyai tiga tujuan yaitu (1) menghitung dan menganalisis ketersediaan airtanah didaerah penelitian, (2) menghitung dan menganalisis kebutuhan air untuk penggunaan non pertaniandan (3) mengevaluasi hasil aman penurapan airtanah. Untuk mencapai tiga tujuan tersebut dilakukanperhitungan ketersediaan airtanah, hasil aman dan pemanfaatannya secara aktual pada saat ini.Ketersediaan airtanah dihitung berdasarkan perkalian antara luas wilayah, tebal akuifer dan spesifikyield. Kebutuhan air untuk sektor non pertanian ditentukan berdasarkan kebutuhan air untuk keperluandomestik, industri, perhotelan dan peternakan, sedangkan hasil amannya dihitung berdasarkan perkalianantara luas wilayah, fluktuasi muka airtanah tahunan dan spesifik yield. Hasil penelitian menunjukkanbahwa ketersediaan airtanah di Kabupaten Bantul yang luas wilayahnya 506,85 km2 mencapai10.059.393.198 m3/tahun, sedangkan hasil aman penurapannya adalah 260.365.868 m3/tahun.Kebutuhan air untuk keperluan domestik, industri, hotel dan peternakan di Kabupaten Bantul sebesar21.658.541 m3/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa ketersediaan airtanahdi Kabupaten Bantul masih mencukupi untuk mendukung keperluan air untuk sektor domestik, industri,hotel dan peternakan. Kebutuhan air keempat sektor tersebut masih belum melampaui hasil amannya.Meskipun ketersediaan airtanah di Kabupaten Bantul cukup tinggi, namun hal ini tidak membuatsektor pertanian (pertanian dan perikanan) di daerah ini menggunakannya secara signifikan.

Kata kunci: hasil aman, airtanah, Kabupaten Bantul

Page 77: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 75 - 8676

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan peradaban,kebutuhan manusia di berbagai aspeksemakin meningkat tidak terkecuali ke-butuhan akan sumber air. Saat ini semakinbanyak permasalahan yang berkaitan dengankebutuhan dan penyediaan sumberdaya air.Hal yang diinginkan adalah adanya sumber-daya air yang jumlahnya mencukupi,kualitasnya baik dan terdistribusi meratasecara ruang maupun waktu.

Di masa lalu, sebelum dimanfaatkan untukberbagai keperluan dan jumlah yang besar,permasalahan yang berkaitan dengansumberdaya air belum dihadapi manusiakarena masih mencukupi kebutuhanmasyarakat (Murtiono, 2009). Saat ini,dirasakan bahwa jenis dan banyaknyakebutuhan air begitu meningkat, sehinggaharus diatur sedemikian rupa agar dapatmemenuhi kebutuhan semua sektor secarabaik, teratur dan lestari.

Salah satu sumber air yang sangat pentingdalam mendukung kehidupan manusia sehari-hari adalah airtanah. Hingga saat ini airtanahmasih merupakan sumber air utama diberbagai wilayah, khususnya untuk kegiatannon pertanian seperti untuk keperluandomestik, industri dan peternakan.

Penurapan airtanah yang tidak terkendalidapat mengakibatkan berbagai akibat padalingkungan, seperti misalnya penurunanmuka airtanah, intrusi air laut dan bahkanpenurunan muka tanah (land subsidence)(Fetter, 1988 ; Emmanuel and Chukwu,2010 ; Obikoya and Bennel, 2010 ;Marandi and Vallner, 2010 ; Todd andMays, 2005). Penurapan airtanah tidakboleh melebihi hasil amannya (safe yield),yaitu suatu ukuran yang menunjukkansejumlah airtanah yang dapat diturap darisuatu Cekungan Airtanah (CAT) tanpamengganggu kondisi akuifernya (Todd,1959). Menurut Seyhan (1977), adalah

tidak benar untuk menganggap hasil amanadalah setara dengan besarnya imbuhairtanah karena hasil aman hanyamerupakan sebagian dari imbuh airtanah.Sebagian air lainnya akan hilang dariakuifer dengan berbagai cara.

Kabupaten Bantul adalah salah satukabupaten di wilayah Daerah IstimewaYogyakarta yang mempunyai wilayahpesisir. Secara geomorfologis, wilayahnyaterletak pada satuan lahan dataran fluvialGunungapi Merapi. Ditinjau dari materialbatuannya, wilayah ini mempunyaikandungan airtanah yang cukup besar.Bahkan karena termasuk Sistem AkuiferMerapi (SAM) yang berlapis banyak,lapisan akuifer dapat dijumpai padabeberapa lapisan kedalaman (MacDonaldand Partners, 1984).

Meskipun demikian, karena perkembanganjumlah penduduk dan perkembangan sektorekonomi, kebutuhan akan air khususnyaairtanah juga semakin meningkat. Untukitu perlu dilakukan perhitungan danevaluasi keberadaan sumberdaya air ini,agar pemanfaatannya tidak melebihi hasilamannya, yang selanjutnya dapat digunakansebagai dasar dalam perencanaan pem-bangunan secara menyeluruh.

Berdasarkan pada latar belakang ini, makapenelitian ini mempunyai tujuan untuk (1)menghitung dan menganalisis ketersediaanairtanah di daerah penelitian, (2) menghitungdan menganalisis kebutuhan air untukpenggunaan non pertanian di daerahpenelitian dan (3) mengevaluasi hasil amanpenurapan airtanah di di daerah penelitian.

METODOE PENELITIAN

Perhitungan Ketersediaan Air

Ketersediaan airtanah yang dimaksuddalam penelitian ini adalah jumlah airtanah

Page 78: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

77Hasil Aman Penurapan ... (Purnama)

yang tersedia per kapita dalam angka rata-rata tahunan. Ketersediaan airtanahdiperhitungkan dengan pendekatan statismenggunakan rumus (MacDonald andPartners. 1984) :

Vat = Sy x Vak

dengan Vat adalah volume airtanah yangdapat lepas dari akuifer, Sy adalah specificyield atau persentase air yang dapat lepasdari akuifer (ditentukan menggunakantabel Sy berdasarkan jenis material batuanpenyusun akuifer dari data sumur bor) danVak adalah volume akuifer (luas penampangakuifer dikalikan dengan tebal akuifer).

Perhitungan Hasil Aman

Pada akuifer bebas, hasil aman airtanahdapat ditunjukkan oleh fluktuasi airtanah,luas akuifer dan spesifik yield, dan dihitungdengan persamaan (Todd, 1959):

Hasil Aman = F . A . Sy

dengan F adalah fluktuasi muka airtanahyang diperoleh melalui wawancara denganpenduduk, dan A adalah luas akuifer yangdiperoleh dari data luas wilayah administrasi.

Penentuan Kebutuhan Air

Dalam penelitian ini, kebutuhan air yangdiperhitungkan adalah kebutuhan air untukkeperluan non pertanian yaitu domestik,industri, hotel dan peternakan. Kebutuhanair untuk keperluan domestik ditentukanmenurut besarnya jumlah penduduk danjumlah kebutuhan air per kapita per hari.Menurut Mangku Sitepoe (1997 dalamPriyana dan Safriningsih, 2005), kebutuhanair di kota besar pada umumnya adalah>150 liter/kapita/hari, di kota sedang 80-150 liter/kapita/hari, kota kecamatan 60-80 liter/kapita/hari dan desa berkisarantara 30-60 liter/kapita/hari. Berdasar-kan kriteria ini, karena ibukota KabupatenBantul termasuk kota sedang dengan

sebagian besar wilayahnya merupakan daerahperdesaan, maka ditentukan kebutuhanairnya antara 60-120 liter/orang/hari.

Kebutuhan air untuk industri dihitungberdasarkan jumlah karyawan industri dankonsumsi pemakaian air per karyawan perhari serta kebutuhan air untuk prosesindustri itu sendiri (Nippon Koei, Co., Ltd.1993). Standar kebutuhan air untuk industrisedang adalah 20.000 l/unit/hari.Kebutuhan air untuk hotel ditentukan olehjumlah kamar dan tingkat hunian hotel.Standard kebutuhan air untuk hotel adalah150 liter/hari/orang.

Kebutuhan air untuk peternakan dihitungberdasarkan jumlah ternak dan konsumsiair per ekor per hari, dimana jenis ternakyang diperhitungkan kebutuhan airnyaadalah sapi-kerbau-kuda, kambing-domba,babi dan unggas. Standar kebutuhan airuntuk sapi atau kerbau sebesar 40 liter/ekor/hari, domba atau kambing sebesar 5liter/ekor/hari, babi sebesar 6 liter/ekor/hari, dan unggas sebesar 0.6 liter/ekor/hari(Departemen Pekerjaan Umum, 1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Curah Hujan

Sumber utama airtanah adalah dari curahhujan. Berdasarkan Peta Isohyet (Gambar1), diketahui bahwa potensi curah hujandi daerah penelitian cukup tinggi dengansebaran curah hujan yang bervariasi.Sebagian besar daerah penelitian (54,12%)mempunyai curah hujan pada kisaran1.800-2.100 mm/tahun, 20,31% wilayahmempunyai curah hujan antara 1.500-1.800mm/tahun dan 17,98% wilayahmempunyai curah hujan antara 2.100-2.400mm/tahun. Daerah yang memiliki curahhujan kurang dari 1.500 mm/tahun hanyameliputi 3,24%, sedangkan daerah yang

Page 79: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 75 - 8678

memiliki curah hujan lebih dari 2.400 mm/tahun meliputi 4,36% wilayah.

Satuan Akuifer di Daerah Penelitiana. Satuan Akuifer Dataran Kaki,

Dataran Fluvio Volkanik Merapidan Dataran Fluvio Marin

Satuan akuifer ini sering pula disebutSatuan Akuifer Merapi III, yang dijumpaimulai dari Kalasan dan Yogyakarta ke arahselatan hingga mendekati gumuk pasir.Sebagian besar material penyusunnyaberupa pasir dengan lempung sebagaisisipan-sisipan. Batuan dasar yangmengalasi sistem akuifer ini adalah batu-gamping dan napal dari Formasi Sentolo.

Menurut MacDonald and Partners (1984),satuan Akuifer Dataran Kaki, DataranFluvio Volkanik Merapi dan DataranFluvio Marin merupakan akuifer mayor,yaitu akuifer berkemampuan tinggi yang

mampu menyediakan air untuk keperluandomestik dan industri secara memadai.Ditinjau dari karakteristik akuifernya,permeabilitas akuifer ini tergolong dalamkriteria cepat mencapai 59,9 m/hari,sedangkan transmisibilitas akuifer dan debitjenis mencapai 921,9 m2/hari dan 4,00 m3/det/m.b. Satuan Akuifer Lereng Kaki dan

Perbukitan Baturagung

Berdasarkan kondisi batuannya, MacDonaldand Partners (1984) menyatakan bahwaPerbukitan Baturagung bukan merupakanakuifer, namun merupakan daerah airtanahlangka. Nilai permeabilitas dan trans-misibilitas akuifer di sistem akuifer initidak bisa ditentukan. Namun demikian, dibagian lereng kaki bagian barat dan lembahantara perbukitan berupa endapankoluvium yang mampu menyimpan airdengan cukup baik. Permeabilitas akuifer

Sumber:hasil analisis

Gambar 1. Peta Isohyet Kabupaten Bantul

Page 80: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

79Hasil Aman Penurapan ... (Purnama)

rata-rata di daerah ini termasuk dalamkategori sedang yaitu sebesar 1,72 m/hari,sedangkan transmisibilitas rata-ratanyasebesar 12,55 m2/hari.c. Satuan Akuifer Perbukitan Sentolo

Satuan akuifer ini terdapat di sebagianwilayah Kecamatan Pajangan dan Pandakdengan relief bergelombang. Akuifer inimerupakan bagian dari Perbukitan Sentoloyang ada di sebelah baratnya dandipisahkan oleh endapan aluvium. Mate-rial penyusun satuan akuifer ini berupa batugamping dan napal yang padu dengan ma-terial lepas hasil pelapukan terdapat sangattipis di permukaan. MacDonald and Part-ners (1984) mengklasifikasikan akuifer inisebagai akuifer minor yaitu akuifer yangpotensi airnya terbatas dan hanya cukupuntuk menyediakan air domestik yangterbatas.d. Satuan Akuifer Gumuk Pasir

Satuan akuifer ini terdapat di sepanjangpantai selatan daerah penelitian mulai darimuara Sungai Opak di bagian barat hinggaPegunungan Baturagung di bagian timur(MacDonald and Partners, 1984). Lebarakuifer ini berkisar antara 3 hingga 4 km,dengan material penyusun berupa pasirlepas yang berasal dari Gunungapi Merapi.Material tersebut dibawa ke laut olehSungai Opak dan dihempaskan kembali kedaratan oleh ombak dan angin.

Akuifer ini mempunyai ketebalan antara 20– 45 meter. Semakin ke utara ketebalannyasemakin berkurang membentuk strukturbaji, dengan dasar akuifer berupa lempungdari endapan marin. Di atas permukaan,sistem akuifer ini dicirikan oleh perselinganantara beting gisik dan swale. Material diswale relatif lebih halus dibandingkandengan beting gisik.

Ketersediaan Airtanah di DaerahPenelitian

Ketersediaan airtanah di daerah penelitiandiperoleh berdasarkan analisis satuanakuifer. Berdasarkan analisis ini, ditentukanketersediaan airtanah pada masing-masingkecamatan, yaitu perkalian antara tebalakuifer, spesifik yield (Sy), dan luas wilayahmasing-masing kecamatan. Hasil amanairtanah untuk diturap merupakan hasilperkalian antara luas wilayah, spesifik yielddan fluktuasi airtanah. Hasil perhitungankedua parameter ini ditunjukkan padaTabel 1.

Pemanfaatan Sumberdaya Airtanah

Memperhatikan Tabel 2, jumlah kebutuhanair untuk keperluan domestik di daerahpenelitian adalah sebesar 19.295.414 m3/tahun. Ditinjau per kecamatan, KecamatanKasihan mempunyai kebutuhan airdomestik terbesar yaitu 2.029.626 m3/

tahun, sedangkan Kecamatan Srandakanmempunyai kebutuhan air domestikterkecil yaitu 690.332 m3/tahun.

Menurut data dalam Bantul dalam AngkaTahun 2010, Kabupaten Bantulmempunyai 143 industri dengan berbagaijenis usaha. Jumlah industri terbanyakterdapat di Kecamatan Sewon yaitu 45industri, sedangkan Kecamatan Kreteksama sekali tidak mempunyai industri.Karena jumlahnya terbanyak, kebutuhanair untuk industri di Kecamatan Sewon-punjuga terbesar yaitu sebesar 328.500 m3/tahun, sedangkan total kebutuhan airuntuk industri di Kabupaten Bantul adalahsebesar 1.051.200 m3/tahun.

Dari 18 Kecamatan yang ada di daerahpenelit ian, hanya 4 kecamatan yangmempunyai fasilitas perhotelan, yaituKecamatan Kretek, Sewon, Banguntapandan Piyungan. Kecamatan Kretekmempunyai 26 hotel dengan 286 kamar.Kecamatan Piyungan mempunyai 2 hoteldengan 23 kamar. Kecamatan Banguntapan

Page 81: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 75 - 8680

Tabe

l 1. K

eter

sedi

aan

Airt

anah

di D

aera

h Pe

nelit

ian B

erda

sark

an S

atua

n A

kuife

r da

n K

ecam

atan

Page 82: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

81Hasil Aman Penurapan ... (Purnama)

Sum

ber:

Bida

ng P

erta

mba

ngan

dan

Ene

rgi D

isper

inda

gkop

Pro

vins

i DIY

dan

per

hitu

ngan

Page 83: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 75 - 8682

No Kecamatan

Domestik Industri Hotel

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kebutuhan Air

(m3/tahun)

Jumlah Industri

Kebutuhan Air

(m3/tahun)

Jumlah Hotel/ Kamar

Kebutuhan Air

(m3/tahun)

1. Srandakan 31,522 690.332 4 29.200 - - 2. Sanden 36,510 799.569 1 7.300 - - 3. Kretek 32,414 709.867 0 0 26/286 15.659 4. Pundong 33,069 724.211 2 14.600 - - 5. Bambanglipuro 44,993 985.347 1 7.300 - - 6. Pandak 51,765 1.133.654 2 14.600 - - 7. Bantul 62,415 1.366.889 10 73.000 - - 8. Jetis 52,515 1.150.079 4 29.200 - - 9. Imogiri 62,118 1.360.384 1 7.300 - -

10. Dlingo 42,430 929.217 1 7.300 - - 11. Pleret 42,403 928.626 4 29.200 - - 12. Piyungan 42,163 923.370 6 43.800 2/23 1.259 13. Banguntapan 91,355 2.000.675 17 124.100 7/82 4.490 14. Sewon 82,064 1.797.202 45 328.500 4/46 2.519 15. Kasihan 92,677 2.029.626 30 219.000 - - 16. Pajangan 33,436 732.248 7 51.100 - - 17. Sedayu 47,220 1.034.118 9 65.700 - -

Jumlah 881.069 19.295.414 143 1.051.200 39/437 24.027 Sumber: Bantul dalam Angka 2010 dan perhitungan

Tabel 2. Kebutuhan Air Domestik, Industri dan Hotel per Kecamatan di DaerahPenelitian Tahun 2010

mempunyai 7 hotel dengan 82 kamar danKecamatan Sewon mempunyai 4 hoteldengan 46 kamar. Dengan total 39 hoteldan 437 kamar tersebut, kebutuhan airuntuk sektor perhotelan di KabupatenBantul adalah sebesar 24.027 m3/tahun.

Di daerah penelitian terdapat banyak usahapeternakan, baik ternak besar maupunternak kecil. Jenis-jenis ternak besar yangdibudidayakan oleh penduduk antara lain,sapi, kerbau, kuda, kambing, domba danbabi, sedangkan jenis-jenis ternak kecilyang dibudidayakan adalah beberapa jenisunggas seperti ayam ras, ayam pedaging danitik. Untuk ternak besar, kebutuhan airuntuk sapi adalah 768.602 m 3/tahun,kerbau 9.884 m3/tahun, kuda 11.826 m3/

tahun, kambing 74.832 m3/tahun, domba42.079 m3/tahun dan babi 13.417 m3/tahun (Tabel 3). Untuk ternak kecil, kebutuh-an air untuk ayam ras petelur 97.448 m3/tahun, ayam ras pedaging 129.272 m3/tahun, ayam buras 116.518 m3/tahun danitik 24.022 m3/tahun (Tabel 4).

Evaluasi Ketersediaan Airtanah danHasil Aman

Airtanah adalah salah satu bagian sumber-daya air yang banyak dimanfaatkan untukberbagai keperluan. Di daerah penelitian,airtanah juga banyak dimanfaatkan olehpenduduk untuk mencukupi keperluanhidup sehari-hari. Berdasarkan hasilpengamatan, airtanah di daerah penelitianbanyak digunakan untuk kebutuhan non

Page 84: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

83Hasil Aman Penurapan ... (Purnama)

Tabe

l 3. K

ebut

uhan

Air

untu

k Te

rnak

Bes

ar p

er K

ecam

atan

di D

aera

h Pe

nelit

ian T

ahun

201

0

Sum

ber:

Bant

ul D

alam

Ang

ka 2

010

dan

perh

itung

an

Page 85: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 75 - 8684

pertanian seperti untuk keperluandomestik, rumah sakit, peribadatan,pendidikan, industri, hotel dan peternakan.

Ditinjau dari satuan akuifernya, daerahpenelitian masuk dalam cakupun tujuhsatuan akuifer yaitu Dataran KakiGunungapi Merapi, Dataran FluvioVolkanik Merapi, Dataran Fluvio Marin,Gumuk Pasir, Lereng Kaki/Lembah AntarPerbukitan Baturagung, PerbukitanStruktural Baturagung dan PerbukitanStruktural Sentolo. Mendasarkan padaketujuh satuan akuifer tersebut, dapatdihitung ketersediaan airtanah di daerahpenelitian sebesar 10.059.393.198 m3/tahun, sedangkan hasil aman penurapan-nya adalah sebesar 260.365.868 m3/tahun.

Secara keruangan, ketujuh satuan akuifertersebut ternyata lebih menentukan sebaran

total simpanan airtanah di daerahpenelit ian daripada sebaran curahhujannya. Sebagai contoh KecamatanKasihan yang mempunyai curah hujantahunan rendah yaitu hanya 1.500-1.800mm/tahun, ketersediaan airtanahnyajustru tinggi, yaitu mencapai1.270.756.326 m3/tahun. Di lain pihak,Kecamatan Dlingo dengan curah hujanyang mencapai 2.100-2.400 mm/tahun,justru total simpanan airtanahnya hanya13.976.266 m3/tahun.

Dit injau dari penggunaannya, hasilperhitungan menunjukkan bahwakebutuhan air di daerah penelitian adalahsebesar 21.658.541 m3/tahun m3/tahundengan rincian untuk keperluan domestiksebesar 19.295.414 m3/tahun, industri1.051.200 m3/tahun, hotel 24.027 m3/tahun dan peternakan 1.287.900 m3/tahun.

No Kecamatan

Jumlah Populasi Ternak Kecil dan Kebutuhan Air

Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Ayam Buras Itik

Jumlah Populasi

Kebutuhan Air

Jumlah Populasi

Kebutuhan Air

(m3/tahun)

Jumlah Populasi

Kebutuhan Air

(m3/tahun)

Jumlah Populasi

Kebutuhan Air

(m3/tahun) 1 Srandakan 31.639 6.929 4.705 1.030 35 .613 7.799 2.471 541

2 Sanden 90.188 19.751 111.993 24.526 31 .858 6.977 3.419 749

3 Kretek 0 0 17.453 3.822 23 .897 5.233 11.187 2.450

4 Pundong 5 .634 1.234 55.568 12.169 43 .980 9.632 3.418 749

5 Bambangl ipuro 8 .350 1.829 3.258 714 50 .192 10.992 4.470 979

6 Pandak 11.000 2.409 18.469 4.045 18 .930 4.146 2.732 598

7 Bantul 23.757 5.203 32.914 7.208 38 .706 8.477 13.050 2.858

8 J etis 504 110 11.505 2.520 17 .570 3.848 18.037 3.950

9 Imogir i 1 .879 412 1.750 383 13 .478 2.952 3.261 714

10 Dl ingo 38 8 49.920 10.932 40 .637 8.900 1.476 323

11 Pleret 538 118 24.771 5.425 30 .676 6.718 2.218 486 12 Piyungan 13.616 2.982 56.335 12.337 23 .250 5.092 6.456 1.414

13 Banguntapan 0 0 20.827 4.561 34 .093 7.466 6.997 1.532 14 Sewon 0 0 13.124 2.874 19 .099 4.183 6.000 1.314

15 Kasihan 5 .308 1.162 15.201 3.329 44 .497 9.745 5.213 1.142 16 Pajangan 234.133 51.275 147.229 32.243 34 .797 7.621 18.234 3.993

17 Sedayu 18.382 4.026 5.259 1.152 30 .774 6.740 1.050 230

Jumlah 444.966 97.448 590.281 129.272 532.047 116.518 109.689 24.022

Sumber: Bantul dalam Angka 2010 dan perhitungan

Tabel 4. Kebutuhan Air untuk Ternak Kecil per Kecamatan di Daerah Penelitian Tahun 2010

Page 86: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

85Hasil Aman Penurapan ... (Purnama)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum. (1997). Studi Keseimbangan Air di Pulau Jawa. ProyekPembinaan Pengelolaan Sumberdaya Air, Direktorat Pendayagunaan Sumberdaya Air,Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Emmanuel B.E and L.O. Chukwu. (2010). Spatial Distribution on Saline Water and PossibleSources of Intrusion into Tropical Freshwater Lagoon and Transitional Effects on theLacustrine Ichthyofaunal Diversity. African Journal of Environmental Science and Technology4 (7) : 480-491.

Fetter, C.W. (1988). Applied Hydrogeology. Macmillan Publishing Company, New York

MacDonald and Partners. (1984). Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study. Vol. 3 :Groundwater. Directorate General of Water Resources Development, GroundwaterDevelopment Project (P2AT), Yogyakarta.

Marandi A and L. Vallner. (2010). Upconing of Saline Water from The Crystalline Basementinto The Cambrian-Vendian Aquifer System on The Kopli Peninsula, Northern Estonia.Estonian Journal of Earth Sciences 59 (4) : 277-287.

Berdasarkan perhitungan ini dapatdiketahui bahwa ketersediaan airtanah didaerah penelitian masih mampu mencukupikebutuhannya.

Sebagai catatan, dalam penelitian ini aspekwaktu tidak ikut dipertimbangkan. Artinyaketersediaan airtanah dihitung secara totalselama satu tahun, dengan tidakmembedakan ketersediaannya di musimpenghujan dan kemarau.

KESIMPULAN DAN SARAN1) Ketersediaan airtanah di Kabupaten

Bantul adalah sebesar 10.059.393.198m3/tahun, sedangkan hasil amanpenurapannya adalah 260.365.868 m3/tahun

2) Kebutuhan air untuk keperluandomestik, industri, hotel dan pe-

ternakan di Kabupaten Bantul adalahsebesar 21.658.541 m3/tahun.

3) Ketersediaan airtanah di KabupatenBantul masih mencukupi untuk men-dukung keperluan air untuk sektordomestik, industri, hotel dan peternak-an. Kebutuhan air keempat sektor tersebutmasih belum melampaui hasil amannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini merupakan bagian danpengembangan dari penelitian yangberjudul “Studi Neraca Air KabupatenBantul” yang didanai oleh DinasSumberdaya Air Kabupaten Bantul.Ucapan terima kasih disampaikan kepadaJazis Santosa, SSi. Wiriadi, SSi dan Sutarno,SSi atas bantuannya dalam pengumpulandan perhitungan data.

Page 87: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 75 - 8686

Murtiono. U.H. (2009). Kajian Ketersediaan Air Permukaan pada Beberapa Daerah AliranSungai. Forum Geografi. Vol. 23 (1) : 11-24.

Nippon Koei, Co., Ltd. (1993). The Study for Formulation of Irrigation Development Programme ofIndonesia (FIDP). Departemen PU dan BAPPENAS, Jakarta.

Obikoya, I. B and J. D. Bennel. (2010). Geohysical Investigation of The Fresh-Saline WaterInterface in The Coastal Area of Aberwyngregyn. MSc Thesis. School of Ocean Sciences,University of Wales, Bangor.

Priyana Y dan D. Safriningsih. (2005). Sistem Penyediaan Air Bersih Penduduk di KecamatanMusuk dalam Menghadapi Musim Kemarau. Forum Geografi. Vol. 19 (1) : 81-87.

Seyhan, E. (1977). Fundamentals of Hydrology. Geografisch Instituut der Rijks-Universiteitte Utrecht, Utrecht.

Todd, D.K. (1959). Groundwater Hydrology. John Wiley and Sons Toppan Company ltd, Tokyo.

Todd, D.K. and L.W. Mays. (2005). Groundwater Hydrology. John Wiley & Sons, New York.

Page 88: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

87Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASIKAWASAN HUTAN BERDASARKAN KEMENTRIAN KEHUTANAN

DAN KEMAMPUAN LAHAN DI KABUPATEN BANDUNGGeographical Information System Application for Forest Zoning Based on

Ministry of Forestry and Land Capability in Bandung Regency

Iskandar Muda PurwaamijayaUniversitas Pendidikan Indonesia Bandung

Email: [email protected]

ABSTRACTThe main objectives in the geographic information system applications for zoning of forest areas based onthe ministries of forestry and land capability is to determine the broad allocation of forest land inBandung Regency based on Ministerial Decree 79/2001 on the basis of analysis with analytical capa-bilities of BPDAS land so as to provide a common perception in spatial planning and resource manage-ment natural resources in Bandung Regency. Research is done by quantitative method using GeographicInformation System. Area difference of forest zone based on Ministerial Decree 79/2001to BPDASland capability is 69,709.009 ha or 26.042 kms and 26.042 kms. The result of research providingrecommendations to decision makers in Bandung Regency associated with the analytical model and theMinisterial Decree 79/2001 SK model BPDAS analysis of land capability so that spatial planningand management of natural resources can be more synergistic to achieve sustainable development thattakes into account the principles sustainable principles, optimal, harmonious and balanced.

Keywords: spatial planning, natural resources, geographic information systems, forestzoning, land capability analysis

ABSTRAKSasaran utama dari aplikasi sistem informasi geografis untuk zonasi kawasan hutan berdasarkanKementerian Kehutanan dan kemampuan lahan adalah untuk memperoleh penyebaran alokasi lahanhutan di Kabupaten Bandung berdasarkan Surat Keputusan Menteri 79/2001 terhadap analisiskemampuan lahan BPDAS sehingga diperoleh persepsi umum tentang perencanaan ruang dan pengelolaansumberdaya alam serta lingkungan di Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan dengan metodekuantitatif menggunakan Sistem Informasi Geografis. Selisih luas kawasan hutan berdasarkankepmenhut SK-79/2001 terhadap BPDAS adalah seluas 69.709,009 ha atau sekitar 26,042 km x26,042 km. Hasil penelitian memberikan rekomendasi kepada para pengambil keputusan di KabupatenBandung terkait dengan model analitis Surat Keputusan Menteri 79/2001 dengan model analisiskemampuan lahan BPDAS sehingga perencanaan ruang dan pengelolaan sumberdaya alam dapatlebih sinergis untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan prinsip-prinsipberkelanjutan, optimal, selaras dan seimbang.

Kata kunci: perencanaan ruang, sumberdaya alam, sistem informasi geografis, zonasi hutan,analisis kemampuan lahan

Page 89: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 10088

PENDAHULUAN

Kajian zonasi kawasan hutan berdasarkanKementerian Kehutanan dan kemampuanlahan dalam makalah ini merupakan kajianpemodelan spasial yaitu penyederhanaanfenomena variasi alami dalam ruang yangditinjau dari konsep sektor kehutanan dankemampuan lahan. Masukan data tematikdari lapangan yang disajikan dalam ruangdiproses menggunakan analisis spasialberbasis komputer, yang dikenal denganistilah Sistem Informasi Geografis, se-hingga diperoleh keluaran zonasi kawasanhutan dari pendekatan kementerian ke-hutanan dan kemampuan lahan. Keluaranzonasi dari kedua pendekatan kemudiandibandingkan, dianalisis dan disimpulkanuntuk disempurnakan dan dimanfaatkanbagi penataan ruang dan pengelolaan sumber-daya alam dan lingkungan yang sinergis.

Model analisis spasial yang digunakan olehPeta Hutan dan Perairan BerdasarkanKeputusan Menteri Kehutanan SK-79tahun 2001 berbeda dengan model analisiskemampuan lahan yang digunakan olehBPDAS menimbulkan perbedaan luaskawasan hutan dan non-hutan. Penataanruang dan pengelolaan sumber daya alamsecara normative merupakan serangkaiankegiatan pararel di dunia nyata yang salingterkait dan sinergis untuk mencapaipembangunan berkelanjutan (sustainabledevelopment) dengan memperhatikan prinsip-prinsip lestari, optimal, selaras danseimbang. Jika dalam proses perencanaanruang sudah terdapat perbedaan konsepdan penggunaan model antara sektorkehutanan dengan sektor-sektor penggunaruang maka proses pemanfaatan ruang danpengendalian pemanfaatan ruang memilikipotensi menimbulkan berbagai macamkonflik di lapangan. Oleh sebab itu, kajiantentang model analisis spasial perencanaanruang menjadi hal penting untuk ditelitisehingga mendukung usulan tentang

perlunya suatu persamaan visi dan persepsipenggunaan model analisis spasial pe-rencanaan ruang. Fakta di lapangan yangmenunjukkan gejala perencanaan ruangdengan penggunaan model spasial berbedabanyak menimbulkan berbagai macammasalah dalam pemanfataan ruang danpengendalian pemanfaatan ruang. Olehsebab itu, studi tentang perbandingan hasilanalisis model spasial Kepmenhut SK 79/2001 dengan model spasial kemampuanlahan menjadi sesuatu yang menarik danpenting untuk dikaji sebagai bahan masukanbagi para pengambil keputusan dalam penata-an ruang untuk sektor kehutanan maupunsektor-sektor yang memanfaatkan ruang.

Kajian tentang zonasi hutan kota diKabupaten Bandung berdasarkan sebaranpolutan udara (CO, HC, SO2, NO2, O3 danPM10), data transportasi dan penutupanlahan telah dilakukan pada tahun 2009 danmenghasilkan rekomendasi tentang penting-nya hasil penelitian digunakan sebagai dasarperencanaan pembangunan hutan kota(Rushayati, Dahlan dan Hermawan, 2009).

Keberadaan teknologi SIG telah mem-berikan kemudahan bagi banyak kalangandalam mengelola dan memanfaatkan dataspasial (geographic reffereced data) (Jumadi danWidiadi, 2009). Aplikasi Sistem InformasiGeografis dalam analisis keruangan telahbanyak dilakukan baik untuk kebutuhanmasyarakat banyak (public needs) ataukebutuhan perusahaan memperolehkeuntungan (private needs). Aplikasi SistemInformasi Geografis untuk memperolehlahan-lahan yang sesuai untuk perumahandan per mukiman telah dilakukan dibeberapa Kabupaten di Jawa Barat(Kabupaten Garut (Fikri, 2009), Sumedang(Melani, 2004), Bandung (Yulianti, 2009)).Aplikasi sistem informasi geografis untukkepentingan keuangan telah digunakanoleh PT Telkom (divisi jaringan kabel),

Page 90: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

89Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

Departemen Keuangan (pajak bumi danbangunan) serta perusahaan-perusahaanmakanan cepat saji untuk memperolehlokasi-lokasi strategis bagi peningkatan ke-untungan perusahaan. Banyaknya manfaataplikasi Sistem Informasi Geografis yangtelah dimanfaatkan menimbulkan gagasandari penulis untuk mengimplementasikan-nya pada sektor kehutanan.

Tujuan utama dari penelitian adalah untukmengetahui luas, sebaran dan faktor-faktorpenghambat zona alokasi kawasan hutandi Kabupaten Bandung berdasarkananalisis Kepmenhut SK 79/2001 dengananalisis kemampuan lahan BPDAS.Penelitian diharapkan dapat memberikankesamaan persepsi dalam penataan ruangserta pengelolaan sumber daya alam diKabupaten Bandung. Hasil penelitian dapatpula memberikan rekomendasi kepadapara pengambil keputusan di KabupatenBandung terkait dengan model analisisKepmenhut SK 79/2001 dan modelanalisis kemampuan lahan BPDASsehingga penataan ruang dan pengelolaansumber daya alam dapat lebih sinergisuntuk mencapai pembangunan ber-kelanjutan yang memperhatikan prinsip-prinsip lestari, optimal, selaras dan seimbang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metodekuantitatif, yaitu penelitian yang dilakukanuntuk mengetahui kondisi di lapangandengan pendekatan kuantitatif. Penelitiandilakukan dengan studi dokumentasi hasilsurvey dan pemetaan yang dilakukan olehlembaga-lembaga BAKOSURTANAL,BAPPEDA dan BPN. Teknik pengambilancontoh adalah purposive dan sampel total.Data yang dikumpulkan adalah datasekunder yang diperoleh dari hasildokumentasi peta-peta analog dan digitalBAPPEDA Kabupaten Bandung dan data

statistik BPS Kabupaten Bandung tahun2004/2006. Peta analog dikonversikanmenjadi data grafis digital format vektor.Data atribut yang diperoleh daridokumentasi statistik disimpan pada luasanarea, garis dan titik serta mewakili detailgrafis tersebut. Operasi overlay atau super-imposed untuk memperoleh luasan hasilanalisis keruangan yang merupakan analisisterintegrasi data grafis dan atributdilakukan dengan operasi aritmatika (+, -,x, /, >, <, =, U,??? or, and, if, then, else).Unit analisis untuk manipulasi atribut padazonasi kawasan hutan adalah batas areagrafis (sub-kelas lahan) yang diwakiliatribut tersebut. Populasi penelitian adalahseluruh wilayah di Kabupaten Bandung.Data peta dan statistik kemudian dianalisissecara spasial (analisis tumpang tindih danstatist ika deskript if) menggunakanperangkat lunak sistem informasi geografisuntuk menghasilkan luas alokasi kawasanhutan berikut alokasi-alokasi tepatnya diKabupaten Bandung.

Subjek penelitian adalah staf penelitiJurusan Pendidikan Teknik Sipil FakultasPendidikan Teknologi Kejuruan Universi-tas Pendidikan Indonesia. Objek penelitianadalah komponen-komponen fisik-spasiallingkungan yang disajikan dalam dataspasial yang mencakup 3 variabel masukanuntuk analisis kawasan hutan dan 7variabel masukan analisis kemampuanlahan. Penelitian dilaksanakan di wilayahKabupaten Bandung dari bulan Juli 2011sampai dengan Oktober 2011. Instrumenpenelitian terdiri dari perangkat lunak danperangkat keras untuk analisis spasialkawasan hutan dan analisis kemampuanlahan di Kabupaten Bandung. Perangkatlunak yang digunakan terdiri dari AutoCAD2006 dan Arcview 3.3. Perangkat kerasyang digunakan adalah digitizer, keyboard,CPU, printer dan plotter. Media lain adalahpeta-peta analog tematik Kabupaten

Page 91: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 10090

Bandung yang terkait dengan analisiskawasan hutan dan analisi kemampuanlahan. Analisis data yang utama adalahanalisis spasial (keruangan) menggunakanperangkat lunak SIG (Sistem InformasiGeografis) dan perangkat keras komputer.Analisis spasial yang dilakukan meliputipembangunan topologis tematik analisiskawasan hutan dan analisis kemampuanlahan, overlay atau superimposed (tumpangtindih) tema-tema masukan untuk mem-peroleh zonasi kawasan hutan sebanyak 3zona dan zona kemampuan lahan sebanyak8 zona, operasi irisan (boundary intersection)dan operasi gabungan (union) tema-temayang saling tumpang tindih dan penyusunan(sorting) data atribut berdasarkan batasadministrasi kecamatan dan kelurahan.

Basis data grafis dan atribut untuk analisiskeruangan zonasi kawasan hutan terdiridari 7 kelas data curah hujan, 6 kelas datakelerengan, 4 kelas data erosi tanah, 5 kelasdata drainase tanah, 4 kelas data kedalamanefektif tanah, 4 kelas data kerikil danbatuan kecil, 2 kelas data ancaman banjir,dan 3 kelas data tekstur tanah. Manipulasikeluaran untuk memperoleh zonasikawasan hutan Kepmenhut SK 79/2001adalah melakukan overlay 7 kelas data curahhujan, 6 kelas data kelerengan dan 4 kelasdata erosi tanah. Hasil keluaran analisiskeruangan untuk zonasi kawasan hutanKepmenhut SK 79/2001 adalah 3 zona,yaitu: zona hutan lindung (nilai per-jumlahan nilai interval adalah terkecil),hutan produksi terbatas (nilai perjumlahannilai interval adalah nilai tengah) dan hutanproduksi ( nilai perjumlahan nilai intervaladalah terbesar).

Analisis kemampuan lahan diarahkan untukmengetahui potensi lahan bagi penggunaanberbagai sistem pertanian secara luas danlestari berdasarkan cara penggunaan danperlakuan yang paling sesuai sehinggadapat dijamin pemanfataan lahan dalam

waktu yang tidak terbatas. Klasifikasifaktor-faktor pembatas kemampuan lahanyang terdiri dari kemiringan lereng, teksturtanah, kedalaman efektif tanah, drainasetanah, erosi tanah, ancaman banjir, kerikildan batuan kecil dijadikan sebagai masukanuntuk memperoleh keluaran peta kelaskemampuan lahan dari hasil proses analisisspasial digital menggunakan sisteminformasi geografis. Sistem penilaian untukfaktor-faktor pembatas kemampuan lahandisajikan pada tabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.Nilai dari setiap kelas tema tertentu adalahdiskrit sebagai nilai masukan dalam prosesanalisis keruangan overlay atau superimposeduntuk identitas numeris kelas tematertentu. Proses analisis ker uanganterintegrasi data grafis dan atribut yangdiwakili oleh batas area kelas tema tertentudengan operasi irisan (boundary intersection)dan nilai kuantitatif atribut yang dilakukandengan operasi aritmatika perjumlahanterhadap nilai kuantitatif kelas temaberbeda. Satuan analisis untuk data grafisadalah batas area tema tertentu, segmengaris dan titik sedangkan satuan analisisuntuk data atribut adalah batas area datagrafis, segmen garis dan titik yang diwakilinya.

Unit lokasi dalam analisis keruangan untukzonasi kawasan hutan di KabupatenBandung adalah koordinat UTM (Univer-sal Transverse Mercator) zona 48. Unitgeometrik (jarak, keliling dan luas) yaitumeter dan meter persegi. Unit nilai atributadalah tanpa satuan.

Analisis kemampuan lahan secara kuantitatifdilakukan dengan menghitung indeksvariabel-variabel masukan kemiringanlahan, tekstur tanah, kedalaman efektiftanah, drainase, erosi tanah, ancamanbanjir dan kerikil serta batuan kecilmenggunakan persamaan :

Tr + Sr + Dr + Wr + Er + Fr + Rr = LCI

Page 92: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

91Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

Kelas Kemiringan (%) Deskripsi Nilai

0 0 – 3 Datar 70 1 3 – 8 Landai sampai berombak 60 2 8 – 15 Agak miring atau bergelombang 50 3 15- 30 Miring atau berbukit 40 4 30 – 45 Agak curam 30 5 45 – 65 Curam 20 6 >65 Sangat curam 10

Sumber: hasil analisis

Tabel 1. Sistem Penilaian Kemiringan Lereng untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Kelas Tekstur Tanah Deskripsi Nilai

1 Halus Liat dan berdebu 50 2 Agak halus Liat berpasir, lempung, liat berdebu, lempung

berliat, lempung, liat berpasir 40

3 Sedang Debu, lempung berdebu dan lempung 30 4 Agak kasar Lempung berpasir 20 5 Kasar Pasir berlempung dan pasir 10

Sumber: hasil analisis

Tabel 2. Sistem Penilaian Tekstur Tanah untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Kelas Kedalaman (cm) Deskripsi Nilai

0 > 90 Dalam 40 1 50 – 90 Sedang 30 2 25 – 50 Dangkal 20 3 < 25 Sangat dangkal 10

Sumber: hasil analisis

Tabel 3. Sistem Penilaian Kedalaman Efektif Tanah untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Page 93: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 10092

Kelas Drainase Tanah Deskripsi Nilai

0 Baik Tanah mempunyai peredaran udara yang baik, seluruh profil tanah dari lapisan atas sampai bawah berwarna terang seragam, tidak terdapat bercak-bercak

50

1 Agak baik Tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah

40

2 Agak Buruk Lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik, jadi pada lapisan ini tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat

30

3 Buruk Pada tanah atas bagian bawah dan seluruh lapisan tanah bawah terdapat bercak-bercak warna kuning, kelabu atau coklat

20

4 Sangat buruk Seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak kelabu, coklat atau kekuningan

10

Sumber: hasil analisis

Tabel 4. Sistem Penilaian Drainase Tanah untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Kelas Erosi Tanah Deskripsi Nilai

0 Tidak ada erosi 50 1 Ringan Jika < 25 % lapisan tanah atas hilang 40 2 Sedang Jika 25% - 75% lapisan tanah atas hilang 30 3 Berat Jika > 75 % lapisan tanah atas dan < 25 % lapisan

tanah bawah hilang 20

4 Sangat Berat Jika > 25 % lapisan tanah bawah hilang 10

Tabel 5. Sistem Penilaian Erosi Tanah untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Sumber: hasil analisis

Page 94: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

93Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

Kelas Ancaman Banjir Deskripsi Nilai

0 Dalam periode satu tahun tidak pernah tertutup banjir untuk lebih dari 24 jam

50

1

Banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam, ter jadinya tidak teratur dalam periode kurang dari 1 tahun

40

2

Selama 1 bulan atau lebih tanah selalu tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam

30

3

Selama 2 sampai dengan 5 bulan dalam setahun, tanah secara teratur selalu tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam

20

4 Selama 6 bulan atau lebih, tanah selalu tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam

10

Sumber: hasil analisis

Tabel 6. Sistem Penilaian Ancaman Banjir untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Kelas Kerikil dan Batuan Kecil Deskripsi Nilai

0 Tidak ada atau sedikit 0 – 15 % volume tanah 40 1 Sedang 15 – 50% volume tanah, pengolahan

tanah mulai sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu

30

2 Banyak 50 – 90% volume tanah, pengolahan tanah sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu

20

3 Sangat banyak Lebih dari 90 % volume tanah, pengolahan tanah tidak mungkin lagi dilakukan

10

Sumber: hasil analisis

Tabel 7. Sistem Penilaian Kerikil dan Batuan Kecil untuk Evaluasi Kemampuan Lahan

Page 95: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 10094

r = rating (nilai interval)T = topography, slope of land surface

(kemiringan tanah)S = soil texture (tekstur tanah)D = effective depth of soil ( kedalaman

efektif tanah)W = water drainage (drainase aliran)E = soil erotion (erosi tanah)F = flood (ancaman banjir)R = rock (kerikil dan batuan kecil)LCI = land capability index ( indeks

kemampuan lahan)

Penentuan lebar interval kelas untuk setiapkelas kemampuan lahan disajikan padatabel 8.

Hasil perhitungan lebar interval kelas daripersamaan dijadikan masukan untukmenghitung batas atas dan batas bawahsetiap kelas kemampuan lahan dandisajikan pada tabel 9.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian perbandingan alokasihutan hasil analisis spasial Kepmenhut SK79/2001 dengan kemampuan lahan BPDASdi Kabupaten Bandung terdiri dari:1. Peta tematik digital di perangkat lunak

Arcview 3.3 hasil analisis spasialKepmenhut SK 79/2001 dan kemampu-an lahan BPDAS sebanyak 2 buah.

2. Luas kawasan hutan berdasarkananalisis spasial Kepmenhut SK 79/2001 dan kemampuan lahan BPDASserta selisih luas hutan hasil keduaanalisis tersebut.

Ketelitian data tematik masukan yang ter-diri dari tema curah hujan, kelerengan, erositanah, drainase tanah, kedalaman efektiftanah, kerikil dan batuan kecil, ancamanbanjir dan tekstur tanah di Kabupaten

Bandung memiliki ketelitian sama karenapeta dasar dan tematik analog yangdigunakan memiliki skala peta yang sama,yaitu 1 : 50.000 yang bersumber dari PetaTopografi Badan Koordinasi Survei danPemetaan Nasional (Bakosurtanal). Validitasmodel diuji dengan Uji Statistik Trans-formasi Affine saat proses digitasi peta denganbatas RMS (root mean square) < 0,001 meteruntuk absis (X) dan ordinat (Y).

Kualitas data spasial dapat disajikan padahardcopy berukuran A0 dengan skala peta 1: 50.000. Tingkat ketelitian dengan salahabsolut, yaitu ½ dari unit terkecil adalah½ cm atau 1 cm = 500 meter maka tingkatketelitian adalah 250 meter. Kemutakhirandata keruangan dari peta dasar yangdigunakan adalah tahun 2004. Standar datayang digunakan mengacu kepada instansi-instansi yang berkompeten dalam tema atausektor masing-masing.

Peta tematik curah hujan di kabupatenBandung diklasifikasikan berdasarkan 7kelompok curah hujan, yaitu: curah hujan(i) < 1.500 mm/tahun, (ii) 1500–2000mm/tahun, (iii) 2000–2500 mm/tahun,(iv) 2500–3000 mm/tahun, (v) 3000–3500mm/tahun, (vi) 2500–4000 mm/tahun dan(vii) > 4000 mm/tahun.

Peta tematik kelerengan di KabupatenBandung diklasifikasikan berdasarkan 6kelompok kelerengan, yaitu: (i) 0–3%, (ii)3–8%, (iii) 8–15%, (iv) 15–25%, (v) 25–40% dan (vii) > 40 %.

Peta tematik erosi di Kabupaten Bandungdiklasifikasikan berdasarkan 4 kelompokerosi tanah, yaitu: (i) tidak peka erosi, (ii)agak peka erosi, (iii) peka erosi dan (iv)sangat peka erosi.

Peta tematik drainase tanah di KabupatenBandung diklasifikasikan berdasarkan 5kelompok drainase tanah, yaitu: (i) sangatburuk, (ii) buruk, (iii) agak buruk, (iv) agakbaik dan (v) baik.

Page 96: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

95Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

No Tema Masukan Nilai Atas Nilai Bawah

1 Kemiringan lahan 70 10 2 Tekstur tanah 50 10 3 Kedalaman efektif tanah 40 10 4 Drainase 50 10 5 Erosi tanah 50 10 6 Ancaman banjir 50 10 7 Kerikil dan batuan kecil 40 10

Jumlah 350 70

Sumber: hasil analisis

Tabel 8. Penentuan Lebar Interval Kelas untuk Analisis Kemampuan Lahan

Keterangan:Range = nilai atas – nilai bawah

= 350 – 70 = 280Lebar interval kelas = range/jumlah kelas

= 280/8 = 35

No Kelas Kemampuan Lahan Interval Kelas

1 I 315,00 – 350,00 2 II 280,00 – 314,90 3 III 245,00 – 279,90 4 IV 210,00 – 244,90 5 V 175,00 – 209,90 6 VI 140,00 – 174,90 7 VII 105,00 – 139,90 8 VIII 70,00 – 104,90

Sumber: hasil analisis

Tabel 9. Nilai Interval Kelas untuk Analisis Kemampuan Lahan

Page 97: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 10096

Sumber: hasil analisis

Gambar 1. Peta Hasil Analisis Spasial Kawasan Hutan Kepmenhut SK 79/2001 diKabupaten Bandung dalam Format Perangkat Lunak Arcview

Page 98: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

97Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

Sumber: hasil analisis

Gambar 2. Peta Hasil Analisis Spasial Kawasan Hutan Berdasarkan Kemampuan LahanBPDAS di Kabupaten Bandung dalam Format Perangkat Lunak Acrview

Page 99: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 10098

Sumber: hasil analisis

Gambar 3. Peta Kemampuan Lahan di Kabupaten Bandung Hasil Analisis SpasialMenggunakan Perangkat Lunak Arcview

Page 100: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

99Aplikasi Sistem Informasi ... (Purwaamijaya)

Peta tematik kedalaman efektif tanah diKabupaten Bandung diklasifikasikanberdasarkan 4 kelompok kedalamanefektif tanah, yaitu: (i) < 30 cm, (ii) 30–60 cm, (iii) 60–90 cm dan (iv) > 90 cm.

Peta tematik kerikil dan batuan kecil diKabupaten Bandung diklasifikasikanberdasarkan 4 kelompok kerikil dan batuankecil, yaitu : kerikil dan batuan kecil (i)tidak ada/sedikit, (ii) sedang, (iii) banyakdan (iv) sangat banyak.

Peta tematik ancaman banjir di KabupatenBandung di klasifikasikan berdasarkan 2kelompok ancaman banjir, yaitu : (i) banjirpada musim hujan dan (ii) tidak banjir.

Peta tematik tekstur tanah di KabupatemBandung diklasifikasikan berdasarkan 3kelompok, yaitu : tekstur tanah (i) halus,(ii) sedang dan (iii) kasar.

Luas kawasan hutan (hutan lindung danhutan produksi terbatas) berdasarkananalisis spasial kepmenhut SK-79/2001adalah 165.619,05 ha. Luas KabupatenBandung (wilayah perairan dan daratan)adalah 285.209 ha. Luas kawasan hutan(kelas kemampuan lahan VI, VII dan VIII)berdasarkan analisis kemampuan lahanBPDAS adalah 95.911,041 ha.

Luas kawasan hutan di KabupatenBandung berdasarkan analisis spasialkepmenhut SK-79/2001 adalah 58,069%di bandingkan luas Kabupaten Bandung.Luas kawasan hutan di KabupatenBandung berdasarkan analisis spasialkemampuan lahan BPDAS adalah 33,628%dibandingkan luas Kabupaten Bandung.Selisih luas kawasan hutan berdasarkankepmenhut SK-79/2001 terhadap BPDASadalah seluas 69.709,009 ha atau sekitar26,042 km x 26,042 km.

Perbandingan luas dengan pendekatanberbeda dari SK Menteri Kehutanan 79/2001 dan kemampuan lahan BPDAS

(Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai)telah melalui koreksi geometrik terhadapkomponen translasi (Tx, Ty), komponenskala (Sx, Sy) dan komponen rotasi (Rx,Ry) saat proses konversi dari data analogmenjadi digital yang diuji dengan RMS(Root Mean Square) Transformasi Affine <0,001 meter yang ada dalam perangkatlunak yang digunakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkanbahwa:1. Pola alokasi kawasan hutan di

Kabupaten Bandung berdasarkananalisis spasial Kepmenhut SK 79/2001 adalah seluas 165.619,05 haatau 58,069 % dari luas wilayahKabupaten Bandung.

2. Pola alokasi kawasan hutan diKabupaten Bandung berdasarkanspasial kemampuan lahan BPDASadalah seluas 95.911,041 ha atau33,628 % dari luas wilayah KabupatenBandung.

3. Selisih alokasi kawasan hutan diKabupaten Bandung berdasarkananalisis spasial Kepmenhut SK 79/2001 dengan kemampuan lahanBPDAS adalah seluas 69.709,009 haatau sekitar 26,042 km x 26,042 km.

Adapun saran yang dapat kami sampaikanadalah:1. Kebijakan alokasi kawasan hutan di

Kabupaten Bandung berdasarkananalisis spasial Kepmenhut SK 79/2001 perlu ditinjau kembali untuksinergi PSDA (Pengelolaan SumberDaya Alam) dengan penataan ruang.

2. Kebijakan alokasi kawasan hutan diKabupaten Bandung berdasarkananalisis kemampuan lahan BPDAS(Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai)

Page 101: ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI …

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 87 - 100100

harus diimplementasikan dengan benarpada penataan ruang (perencanaanruang, pemanfaatan ruang danpengendalian pemanfaatan ruang)

3 Pengembangan manajemen konflikuntuk perencanaan pembangunanwilayah di Kabupaten Bandungmutlak dilakukan karena adanyapotensi selisih tentang perbedaankawasan hutan seluas 69.709,00 haatau 26,042 km x 26, 042 km antarayang dilakukan oleh sektor kehutanandengan sektor-sektor lain.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini bisa tersaji karena jasa dariDirektorat Penelitian dan Pengabdian

kepada Masyarakat Direktorat JenderalPendidikan Tinggi (DP2M DIKTI) yangtelah menfasilitasi penulis dalam bentukpendanaan yang memadai, memfasilitasidiskusi secara mendalam dengan instansidan dinas terkait. Rektor UniversitasPendidikan Indonesia yang menjadi mitrapenyusun dan menjadi penghubung antaramitra dengan DP2M DIKTI, DekanFakultas Pendidikan Teknologi danKejur uan UPI dan ketua jur usanPendidik-an Teknik Sipil FPTK UPI.Penyusun mengucapkan terima kasih atasbantuan yang telah diberikan baik secaralangsung maupun secara tidak langsungsemoga bantuan yang diberikan mendapat-kan balasan yang lebih baik dari Allah SWTserta dicatat sebagai amal soleh. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Fikri, T. 2009. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Perumahan Menggunakan Sistem Informasi Geografisdi Kabupaten Garut. Jurusan Pendidikan Teknik Sipil. Fakultas Pendidikan Teknologidan Kejuruan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Jumadi dan S. Widiadi. 2009. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)Berbasis WEB untuk Manajemen Pemanfaatan Air Tanah Menggunakan PHP, Javadan MYSQL Spatial (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas). Forum Geografi.Vol. 23No. 2 Desember 2009. ISSN 0852-2682.

Melani, D. 2004. Zonasi Lokasi Perumahan Menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografis diKabupaten Sumedang. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan. Fakultas PendidikanTeknologi dan Kejuruan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Rushayati, S.B., E.N. Dahlan dan R. Hermawan. 2009. Ameliorasi Iklim Melalui ZonaHutan Kota Berdasarkan Peta Sebaran Polutan Udara. Forum Geografi. Vol. 24 No.Juli 2010. ISSN 0852-2682.

Yulianti, V. 2009. Pengembangan Evaluasi Lahan Menggunakan Autodesk Map untukMeningkatkan Pemahaman Mahasiswa JPTS FPTK UPI pada Teknik Penyehatan. JurusanPendidikan Teknik Sipil. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. UniversitasPendidikan Indonesia. Bandung.