analisis antibiotik

36
AnaLiSiS AnTiBiOtIk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji kualitas, tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain menentukan adanya suatu zat dalam sediaan dan menentukan seberapa besar kandungan zat aktifnya. Analisa kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa obat yang diproduksi sangat penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar dipasaran harus diketahui kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia obat harus sesuai dengan yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku resmi lainnya. Di bidang farmasi. Penetapan kadar suatu senyawa dalam sampel sangat bermanfaat. Hal ini dapat berfungsi sebagai kontrol kualitas sediaan obat, apakah obat tersebut kadarnya sama dengan yang tercantum dalam etiket. I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan I.2.1. Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami cara identifikasi dan penetapan kadar suatu senyawa dalam suatu sediaan. I.2.2 Tujuan Percobaan

Upload: indah-c-kadullah

Post on 20-Jan-2016

854 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Antibiotik

AnaLiSiS AnTiBiOtIk

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji kualitas,

tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain menentukan adanya suatu zat

dalam sediaan dan menentukan seberapa besar kandungan zat aktifnya.

Analisa kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa obat yang diproduksi sangat

penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar dipasaran harus diketahui

kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia obat harus sesuai dengan

yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku resmi lainnya.

Di bidang farmasi. Penetapan kadar suatu senyawa dalam sampel sangat

bermanfaat. Hal ini dapat berfungsi sebagai kontrol kualitas sediaan obat, apakah obat

tersebut kadarnya sama dengan yang tercantum dalam etiket.

I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara identifikasi dan penetapan kadar suatu

senyawa dalam suatu sediaan.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Page 2: Analisis Antibiotik

1. Menentukan uji kualitatif suatu antibiotik terhadap suatu sediaan

2. Menetapkan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan menggunakan metode

Titrasi redoks, yaitu dikromatometri dan menetapkan kadar ciprofloksasin dalam

sediaan tablet dengan menggunakan metode Titrasi Netralisasi, yaitu Titrasi Bebas Air.

I.3. Prinsip Percobaan

1. Identifikasi senyawa yang terdapat dalam suatu sediaan, meliputi pemeriksaan

organoleptis yang meliputi warna, bau, rasa, bentuk, dan kelarutan yang dilanjutkan

dengan uji reaksi kimia dengan pereaksi tertentu berdasarkan terbentuknya gas,

perubahan warna, dan endapan yang terbentuk.

2. Penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan metode dikromatometri,

berdasarkan reaksi oksidasi-reduksi antara sampel dan larutan baku kalium dikromat

dalam lingkungan asam dengan penambahan kalium iodida sebagai katalisator dan

dititrasi kembali dengan larutan baku natrium tiosulfat, dengan menggunakan indikator

kloroform atau kanji untuk menentukan titik akhir titrasi.

3. Penetapan kadar Ciprofloksasin dalam sediaan tablet dengan metode Titrasi Bebas Air

dimana sampel ditambahkan asam asetat glasial dan dititrasi dengan larutan baku

asam perklorat dengan penambahan indikator Kristal violet, dimana titik akhir titrasi

ditandai dengan perubahan warna menjadi biru.

Page 3: Analisis Antibiotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Umum

Page 4: Analisis Antibiotik

Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh

organisme hidup, termasuk struktur analognya yang dibuat sintetik yang dalam kadar

rendah mampu menghambat atau membunuh satu atau lebih spesies mikroorganisme.

Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab mempunyai

ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih obyektif sehingga bisa

menggantikan penetapan secara hayati. Dengan mempelajari sifat kimia dan rumus

bangun dari suatu antibiotik maka dapat disusun penetapan secara kimiawi yang

secara kuantitiatif tanpa diganggu oleh hasil peruraiannya atau senyawa lain yang

mempunyai sifat kimia yang serupa. Penetapan secara kimia diharapkan lebih spesifik

daripada penetapan secara hayati.

Dengan dapat dibuatnya antibiotik murni, maka penetapan secara kimia

berkembang dengan menetapkan jumlah zat dalam berat dan tidak lagi dalam unit,

walaupun demikian beberapa antibiotik masih diukur dalam aktivitas unit dan ini dapat

diubah menjadi unit perberat jika diperlukan. (1)

1. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk mengobati

berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kloramfenikol

mempunyai rasa sangat pahit karena itu untuk sediaan sirup digunakan bentuk ester

palmitat atau suksinat supaya rasanya tidak pahit. Kloramfenikol juga dapat mengalami

kerusakan akibat cahaya (fotodegradasi) yang menghasilkan warna kuning sampai

kecoklatan karena terjadi proses oksidasi, reduksi, dan kondensasi yang secara

Page 5: Analisis Antibiotik

berurutan akan menghasilkan 4-nitrobenzaldehid, 4-nitrosobenzoat, dan asam 4,4’-

asam benzoate. (1)

Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang

dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk

membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman, kloramfenikol

umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang

bersifat bakteriosid terhadap kuman-kuman tertentu. (2)

2. β- Laktam

2.1 Penisilin

Penisilin mempunyai cincin tiazolidin dan cincin β-laktam. Atom H pada –COOH

dapat diganti dengan kation anorganik atau organik membentuk suatu garam. Kation

yang digunakan biasanya natrium, kalium, aluminium, prokain, dan benzatin.

Penggantian gugus R akan berpengaruh terhadap kelarutannya dalam pelarut organik,

penyerapan, stabilitas terhadap asam dan resistensi terhadap penisilinase. Penisilin

mudah sekali terurai baik oleh asam atau basa. (1)

Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis

dinding sel mikroba, terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek

bakteriosid pada mikroba yang sedang aktif membelah. (2)

2.2 Sefalosporin

Sefalosporin merupakan antibiotik golongan β laktam. Sefadroksil merupakan

sefalosporin generasi pertama. Seperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme

kerja antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.

(2)

Page 6: Analisis Antibiotik

3. Kuinolon

Ciprofloksasin termasuk antibiotik golongan flurokuinolon. Golongan

flurokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat

bakterisidal. (2)

4. Tetrasiklin

Doksisiklin termasuk antibiotik golongan tetrasiklin. Golongan tetrasiklin

menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam

masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif, pertama yang disebut difusi

pasif melalui kanal hidrofilik, kedua iialah sistem transpor aktif. Setelah masuk maka,

antibiotik berikatan dengan ribosom 305 dan menghalangi masuknya kompleks tRNA

asam amino pada lokasi asam amino. (2)

5. Metronidazol

Metronidazol ialah (1β-hidroksi etil)-2 metil-5-nitromidazol yang berbentuk Kristal

kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazol memperlihatkan

daya amubisid langsung. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten

terhadap metronidazol. (2)

Analisis kimia farmasi kuantitatif biasanya dibagi menjadi beberapa analisis

berdasarkan metode dan teknik kerjanya (3).

1. Analisis gravimetri

2. Analisis volumetri yang bisa disebut juga analisis titrimetri

3. Analisis gasometri

4. Analisis dengan metode fisika dan kimia.

Analisis titrimetri umumnya dapat dibagi dalam 4 bentuk, yaitu:

Page 7: Analisis Antibiotik

1. Reaksi netralisasi atau disebut asidimetri/alkalimetri

2. Reaksi pembentukan kompleks

3. Reaksi pengendapan

4. Reaksi oksidasi-reduksi. (3)

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan

dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat,

yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan

ditetapkan (4).

Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut,

tetapi menggunakan pelarut organik. Bila asam/ basa bersifat lemah seperti halnya

asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida, cara titrasi dalam lingkungan berair ini

tidak dapat dilakukan karena disamping sukar larut air, juga kurang reaktif dalam air.

Titrasi dalam lingkungan bebas air ini mempunyai keuntungan-keuntungan misalnya

zat-zat yang dapat larut dalam air, terutama basa-basa organik dapat dititrasi dalam

pelarut dimana zat itu dapat segera akan larut. Senyawa-senyawa yang mempunyai

sifat basa yang sangat lemah, yang tidak dapat dititrasi dalam air, masih memberikan

titik akhir yang cukup tajam dalam berbagai pelarut organik dan dapat langsung

ditentukan.

Banyak senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air, bila dilarutkan dalam pelarut

organik akan menaikkan sifat asam atau basanya. Dengan demikian perlu pemilihan

pelarut yang sesuai untuk menentukan berbagai macam senyawa dengan titrasi dalam

lingkungan bebas air.

Page 8: Analisis Antibiotik

Garam-garam asam halida dapat dititrasi dalam asam cuka setelah penambahan

raksa (II) asetat yang dapat merubah ion halida menjadi raksa (II) halide yang tidak

terdisossiasi. (3).

Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut air dapat bersifat asam lemah dan basa

lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-

asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton.

Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat

diantara asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium

bebas air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan

untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat

Jika basa yang dianalisis dalam bentuk garam yang berasal dari asam lemah,

maka penghilangan anion yang berasal dari asam kurang, begitu penting. Akan tetapi,

jika basa dalam bentuk garam klorida atau bromida, maka bromida atau klorida harus

dihilangkan sebelum dititrasi. Penghilangan bromida atau klorida dilakukan dengan

penambahan merkuri asetat. Adanya asam klorida atau bromida dan asam-asam kuat

lain harus dihindari karena bisa mengakibatkan penetapan kadar tidak kuantitatif karena

asam-asam kuat ini juga bisa bereaksi dengan senyawa sampel yang bersifat basa. (5)

Pada pelaksanaan titrasi dalam pelarut bebas air sebenarnya tidak berbeda

dengan titrasi dalam larutan air. Titik akhir dalam hal ini dapat kembali ditentukan

secara elektometri atau dengan bantuan indikator. Harus diperhatikan bahwa larutan

asam asetat menunjukkan pemuaian termik yang besar. Berdasarkan ini maka harus

bekerja dengan larutan dengan suhu sama atau volume pentitrasi harus dikoreksi. Pada

penggantian indikator atau pelarut, faktor larutan pengukur harus ditentukan kembali.

Page 9: Analisis Antibiotik

Dapat dimengerti, bahwa juga larutan volumetrik dan indikator serta larutan uji harus

dibuat bebas air.

Pada penentuan yang sering dalam lingkungan bebas air lebih baik digunakan

buret automatik. Untuk penentuan tunggal digunakan buret yang lazim. Untuk wadah

persediaan larutan pengukur dan larutan indikator digunakan wadah gelas yang

tertutup. (6)

Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat

sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari

permanganat. Kalium dikromat merupakan standar baku primer. Penggunaan utama

dikromatometri adalah untuk penentuan besi (II) dalam asam klorida. (7)

Dikromatometri termasuk ke dalam titrasi redoks, karena dalam reaksinya terjadi

perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi. Seperti yang diketahui bahwa

kemungkinan terjadinya reaksi redoks dapat dilihat dari 2 hal berikut:

1. Terjadi perubahan biloks (bilangan oksidasi).

2. Bila ada zat reduktor maupun oksidator (dalam hal ini, kalium dikromat selain

berfungsi sebagai bahan baku juga sebagai oksidator).

Kalium dikromat dalam keadaan asam mengalami reduksi menjadi Cr3+. Reaksi:

Cr2O72- + 14 H+ + 6 e ↔ 2 Cr3+ + 7 H2O E0=1,33 V

Karena daya oksidasinya lebih sedikit dibanding dengan KMnO4 dan Ce (IV).

Maka hal ini menyebabkan reaksi sangat lambat. Akan tetapi, dari sifat K2Cr2O7

larutannya sangat stabil, tidak bereaksi dengan (inert terhadap) Cl-, dengan kemurnian

tinggi, mudah diperoleh dan murah.

Page 10: Analisis Antibiotik

Metode dikromatometri digunakan terutama untuk penentuan Fe2+, ion klorida

dalam jumlah besar tidak mempengaruhi titer ini. Suatu cara tidak langsung untuk

menentukan, oksidasi yang diberi larutan Fe2+ berlebihan kemudian kelebihan dititrasi

dengan standar Dikromat. Maka cara ini dipakai untuk penentuan NO3-, ClO3

-, H2O2,

MnO4- dan Cr2O7

2-.

Kalium Dikromat (K2Cr2O7) bukanlah zat pengoksidasi yang begitu kuat seperti

Kalium Permanganat (KMnO4), tetapi ia mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat

diperoleh murni, stabil sampai titik leburnya dan karenanya merupakan suatu standar

primer yang sangat baik. Larutan standar dengan kekuatan yang diketahui tepat dapat

disiapkan dengan menimbang garam keringnya yang murni dan kelarutannya dalam

volume air yang sesuai. Lebih jauh larutannya dalam air adalah stabil tanpa batas

waktu jika dilindungi dengan memadai terhadap penguapan. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

digunakan hanya dalam larutan asam, dan direduksi dengan cepat pada temperatur

biasa menjadi garam Kromium (III) yang hijau. Ia tak direduksi oleh Asam Klorida (HCl)

dingin, asalkan konsentrasi asam itu tak melampaui 1 atau 2 Molar.

Larutan-larutan Dikromat juga kurang mudah direduksi oleh beban organik

dibanding larutan-larutan Permanganat dan juga stabil terhadap cahaya. Karena itu,

Kalium Dikromat berharga khusus dalam penetapan besi dalam bijih besi: Bijih besi itu

biasanya dilarutkan dalam Asam Klorida, Besi (III) direduksi menjadi Besi (II), dan

dititrasi dengan larutan Dikromat standar.

Cr2072- + 6 Fe2+ + 14 H+ ↔ 2 Cr3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O

Dalam larutan asam, reduksi Kalium Dikromat dapat dinyatakan sebagai :

Cr2072- + 14 H+ + 6 e ↔ 2 Cr3+ + 7 H2O

Page 11: Analisis Antibiotik

Jadi ekuivalennya adalah seperenam mol, yaitu 294,18/6 atau 49,030 g. Maka

suatu larutan 0,1 N mengandung 4,9030 g dm-3.

Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr3+ yang terbentuk oleh reduksi

Kalium Dikromat membuat tak mungkin titik akhir suatu titrasi dengan Dikromat hanya

dengan meneliti larutan secara visual sehingga harus digunakan suatu indikator redoks

yang memberi perubahan warna yang kuat dan tak bisa disalahtafsirkan. Indikator yang

sesuai untuk digunakan dengan titrasi Dikromat meliputi asam 2 N-Fenilan Tranilat

(larutan 0,1 % dalam NaOH 0,005 M) dan Natrium Difenilaminasufonat atau senyawa

Na/Badifenilamina Sulfonat (larutan 0,2 % dalam air). Indikator ini hanya digunakan

dalam suasana Asam Sulfat-Asam Fosfat. (8)

II.2. Uraian Bahan

1. Air suling (9)

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Aquades, air suling

RM/BM : H2O/18,02

Page 12: Analisis Antibiotik

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Asam asetat glasial (9)

Nama resmi : Acidum aceticum glasiale

Nama lain : Asam asetat

RM / BM : C2H4O2/60,05

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas menusuk, rasa yang tajam

Kelarutan : Dapat bercampur baik dengan air, etanol, dan dengan gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut

3. Asam Sulfat (9)

Nama Resmi : Acidum Sulfuricum

Nama Lain : Asam Sulfat

RM/BM : H2SO4 / 98,07

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan ke dalam air

menimbulkan panas

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Amilum (9)

Page 13: Analisis Antibiotik

Nama resmi : Amilum solani

Nama lain : Pati kentang

Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berbau

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

Kegunaan : Sebagai indikator

5. Raksa (II) Asetat (9)

Pemerian : Serbuk hablur ; putih

Kelarutan : Larut dalam air hangat ; jika didihkan terhidrolisa

6. Kristal Violet (9)

Pemerian : Hablur berwarna hijau tua

Kelarutan : Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam asam asetat

glasial P. larutannya berwarna lembayung tua

Kegunaan : Sebagai indikator

7. Asam Perklorat (9)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna

Kelarutan : Bercampur dengan air

Kegunaan : Sebagai titran

8. Kloramfenikol (9)

Nama resmi : Chloramphenicolum

Page 14: Analisis Antibiotik

Sinonim : Kloramfenikol, D(-) treo-2-diklorasetamida-1-p-nitrofenil propana-1,3-diol.

RM/BM : C11H12Cl2N2O5/323,12

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih, tidak berbau, rasa

sangat pahit.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol 95% P, sukar larut

dalam kloroform P dan eter P.

Khasiat : Antibiotikum

Kegunaan : Sebagai sampel

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Persyaratan Kadar : Mengandung tidak kurang dari 92,5% dan tidak lebih dari 107,5%.

9. Ciprofloxacin Hydrochloride (10)

Nama Resmi : Ciprofloxacin Hydrochloride

RM/BM : C12H18FN3O3.HCl / 367,8

Pemerian : Kuning lemah, serbuk kristaline, sedikit higroskopik

Kelarutan : Larut dalam air, sedikit larut dalam metanol, sangat mudah larut dalam etanol, praktis

tidak larut dalam aseton, etil asetat dan metilen klorida

Penyimpanan : Dalam tempat kedap udara, terlindung dari cahaya

10. Kloroform (9)

Nama Resmi : Chloroformum

Nama Lain : Kloroform

Page 15: Analisis Antibiotik

RRM/BM : CHCL3 / 119,38

Pemerian : Cairan, mudah menguap ; tidak berwarna ; bau khas ; rasa manis dan membakar

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air ; mudah larut dalam etano mutlak P, dalam

eter P dalam sebagian besar pelarut organik dalam minyak atsiri dan dalm minyak

lemah

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai indikator

11. Natrium Tiosulfat (9)

Nama Resmi : Natrii Thiosulfas

Nama Lain : Natrium Tiosulfat

RM/BM : Na2S2O3.H2O / 248,17

Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh

basah ; dalam hampa udara pada suhu di atas 33° merapuh

Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air ; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai titran

12. Kalium Iodida (9)

Nama Resmi : Kalii Iodidum

Nama Lain : Kalium Iodida

RM/BM : KI / 166,00

Page 16: Analisis Antibiotik

Pemerian : Hablur heksahedral ; transparan atau tidak berwarna, opak dan putih ; atau serbuk

butiran putih, higroskopik

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih ; larut dalam

etano (95%) P ; mudah larut dalam gliserol P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.3. Prosedur Kerja

A. Uji Kuantitatif

1. Kloramfenikol

- Timbang seksama 500 mg. tambahkan 20 mL asam klorida P, kemudian 5 g debu seng

P sedikit demi sedikit. Tambahkan 15 mL asam klorida P, biarkan selama 1 jam. Saring

melalui kapas, cuci 3 kali, tiap kali dengan 5 mL air. Dinginkan hingga suhu 15° ,

tambahkan lebih kurang 30 g es. Titrasi perlahan-lahan dengan natrium nitrit 0,1 M

hingga 1 tetes larutan segera menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P.

titrasi dianggap selesai jka titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan

selama 5 menit. (9)

1 mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 32,31 mg C11H12Cl2N2O5

Page 17: Analisis Antibiotik

- Titrasi bebas air setelah dihidrolisis dulu : kira-kira 150 mg zat, dilarutkan dalam 2 mL

etanol 90 %, lalu ditambahkan 5 mL HCl pekat. Larutan ini diuapkan di penangas air

sampai kering. Sisanya dikeringkan lagi pada 105°C selama 15 menit, didinginkan,

kemudian dilarutkan dalam 10 mL asam asetat. Sesudah ditambahkan 5 mL larutan

raksa (II) asetat 120 mL dioksan, larutan dititrasi dengan 0,25 N asam perklorat (1/20

mmol) sampai timbul warna biru ; indikator 5 tetes larutan ungu Kristal. (11)

- Metode titrasi bebas air : lebih kurang 150 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama

dilarutkan dalam 2 mL alkohol 90% dan ditambah 5 mL asam klorida pekat lalu

dipanaskan di atas penangas air sampai kering. Residu dikeringkan pada suhu 105° C

selama 15 menit. Setelah dingin, residu dilarutkan dalam 10 mL asam asetat glasial dan

ditambah 5 mL raksa (II) asetat 5 % dalam asam asetaat dan 20 mL dioksan serta 5

tetes indikator Kristal violet. Larutan dititrasi dengan asam perklorat 0,05 N sampai

terjadi warna biru. (1)

Tiap mL asam perklorat 0,05 N setara dengan 16,16 mg kloramfenikol

- Metode Nitritometri : lebih kurang 500 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama

dilarutkan dalam 20 mL asam klorida pekat lalu ditambah 500 mg debu seng sedikit

demi sedikit. Campuran ditambahkan 15 mL asam klorida pekat lagi dan dibiarkan

selama satu jam. Campuran disaring melalui kapas, dicuci 3 kali, tiap kali dengan 5 mL

air, didinginkan hingga suhu 15° C, dan diletakkan pada bejana berisi es. Filtrat dan

hasil cuciannya dititrasi perlahan-lahan dengan baku natrium nitrit 0,1 M hingga satu

tets larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji-iodida. Titrasi dianggap

selesai jika titik akhir titrasi dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama lima

menit. (1)

Page 18: Analisis Antibiotik

Tiap mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 32,31 mg kloramfenikol

- Metode argentometri : lebih kurang 300 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama,

dipijarkan bersama dengan 500 mg kalium karbonat hingga tidak ada warna hitam.

Hasil pemijaran dipindahkan secara kuantitatif dengan pertolongan 25 mL air. Larutan

dinetralkan dengan asam nitrat encer, ditambah 15 mL asam nitrat encer lagi, dan 25,0

mL perak nitrat 0,1 N. larutan dititrasi dengan larutan baku amonium tiosianat 0,1 N

menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat sebanyak 1 mL. (1)

Tiap mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 16,16 mg kloramfenikol.

- Dalam 25 mL larutan, 45 mL asam sulfat 10 N dilarutkan dan ditambahkan dalam 20 mL

kalium dikromat 0,2 N dan dicampur lalu dipanaskan dalam water bath selama 2 jam,

menggunakan condenser. Kemudian didinginkan dan ditambahkan 15 mL 40% 0,1 N

natrium tiosulfat dengan 5 mL kloroform sebagai indikator.

2. Ampisilin dan Amoksisilin

- Metode iodimetri : lebih kurang 500 mg Na ampisilin yang ditimbang seksama

dilarutkan dalam air secukupnya hingga 100 mL. sebanyak 5,0 mL larutan dipipet ke

dalam labu bersumbat kaca, ditambah 1 mL natrium hidroksida 1 N dan dibiarkan

selama 20 menit. Larutan selanjutnya ditambah 5 mL larutan dapar yang dibuat dengan

mencampurkan 5 mL asam asetat 12 %, 5 mL larutan natrium asetat 27 % dan 15 mL

air. Larutan lalu ditambah 1 mL asam klorida 1 N dan 10 mL iodium 0,01 N, dibiarkan

selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan dititrasi dengan baku natrium

tiosulfat 0,01 N menggunakan indikator kanji. Dilakuka-n titrasi blanko dengan cara :

diambil 5,0 mL larutan yang sama dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

Page 19: Analisis Antibiotik

bersumbat kaca. Larutan ditambah 5 mL larutan dapar dan 10,0 mL iodium 0,01 N,

dibiarkan selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan dititrasi dengan baku

natrium tiosulfat 0,01 N menggunakan indikator kanji. Selisih volume larutan baku

tiosulfat blanko dengan volume tiosulfat awal setara dengan jumlah iodium yang

bereaksi dengan Na ampisilin. (1)

Tiap mL natrium tiosulfat 0,01 M setara dengan 3,714 mg Na ampisilin

- Metode Asidi-alkalimetri : pH penisilinase diatur menjadi 7,5 dengan menggunakan

indikator merah fenol. Dibuat warna pembanding dengan mencampur 1 mL larutan

tersebut dengan 10 mL air yang mengandung 0,2 mL merah fenol. Lebih kurang 50 mg

penisilin yang ditimbang seksama dilarutkan dalam 10 mL air yang mengandung 0,2

mL, indikator merah fenol. pH larutan diatur dengan membandingkan terhadap warna

pembanding. Larutan ditambah 1 mL penisilinase, didiamkan selama 30 menit pada

suhu kamar lalu dititrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N sampai warna merahnya

sama dengan warna pembanding, didiamkan beberapa saat dan jika perlu dititrasi lagi.

Tiap mL natrium hidroksida 0,01 M setar dengan 6023 IU penisilin. (1)

- Campuran zat yang setara dengan 15 mg ampisilin trihidrat dilarutkan dalam 10 mL air,

kemudian ditambahkan 4 mL larutan formaldehida yang netral. Dua menit kemudian

larutan ini dititrasi dengan 0,02 N NaOH sampai timbul warna merah muda yang tahan

selama 30 detik. (11)

1 mL 0,02 N NaOH setara dengan 6,98 mg ampisilin

- 10 mL larutan murni dari obat setara dengan 2-16 mg amoksisilin dipindahkan ke dalam

Erlenmeyer. 6 mL dari asam klorida 5 M dan 2 tetes metal orang sebagai indikator

Page 20: Analisis Antibiotik

ditambahkan dan dititrasi dengan bromate-bromide larutan (5mM KBrO3-50 mM KBr)

sampai warna dari indikator hilang. Lakukan titrasi blanko.

- 10 mL larutan obat setara denan 1-9 mg amoksisilin dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

100 mL. 2 mL asam klorida 5 M dan 10 mL bromated-bromida larutan (5 mM KBrO3)

ditambahkan. Erlenmeyer didiamkan selama 10 menit. Kemudian dicuci dengan air dan

5 mL kalium iodida 10 % ditambahkan ke dalam Erlenmeyer. Kelebihan iodine dititrasi

dengan 0,03 N natrium tiosulfat dengan indikator kanji untuk menentukan titik akhir.

Lakukan titrasi blanko.

- Ukur 25,0 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Tambahkan 10 mL

larutan NaOH 1 M, kocok larutan dan biarkan selama 10 menit diatas penangas air.

Dinginkan dan tambahkan 10 mL larutanHCl 2 N dan 25,0 mL larutan baku I2 0,1 N,

biarkan selama 15 menit di tempat gelap. Titrasi dengan larutan baku Natrium tiosulfat

0,1 N sampai berwarna kuning, lalu ditambahkan indikator kanji. Lanjutkan titrasi hingga

warna biru tepat hilang. Lakukan titrasi blanko.

- Ukur 25,0 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Tambahkan 15 mL

larutan NaOH 1 N, kocok larutan dan biarkan selama 10 menit diatas penangas air.

Dinginkan dan tambahkan 15 mL HCl 2 N dan indikator kanji. Titrasi dengan larutan

baku I2 0,1 N

- Larutkan 0,250 g dalam campuran 5,0 mL 0,01 M asam perklorat dan 50 mL alkohol.

Titrasi dengan 0,1 M NaOH. (10)

1 mL 0,1 M NaOH setara dengan 30,38 C17H18CINO2

3. Sefadroksil

Page 21: Analisis Antibiotik

- Metode : Iodatometri. Transfer sampel 1 unit secar kuantitatif ke dalam 250 mL

Erlenmeyer yang berisi iodine dan tambahkan 0,1 mol/L NaOH, sebanyak 2 mL. kocok

dan biarkan bereaksi (panaskan pada suhu 80° di water bath dengan panas yang

terkontrol selama 10-15 menit. Setelah dibiarkan bereaksi, campuran tersebut

didinginkan pada suhu ruangan. Kemudian tambahkan 0,3 mL HCl 1,0 mol/ L dan 5 mL

karbon tetraklorida. Titrasi campuran dengan 0,01 mol/L KIO3 sambil dikocok hingga

warna lapisan karbon tetraklorida berubah warna menjadi merah.

4. Ciprofloksasin

- Timbang setara tablet 0,1 g , 0,2 g atau 0,3 g ciprofloksasin hidroklorida. Larutkan

dengan 15 mL asam aseta glasial dan juga tambahkan raksa (II) asetat (0,5 mL, 1,0

mL, dan 1,5 mL) dan tambahkan dengan asetat anhidrat (2 mL, 4 mL, dan 5 mL). Titrasi

larutan dengan 0,1 M asam perklorat 0,5 % w/v dan gunakan Kristal violet sebagai

indikator. Catat perubahan warna.

5. Doksisiklin Hyclate

- Metode Iodometri : timbang setara tablet doksisiklin hyclate sebanyak 1-8 mg. Transfer

ke dalam Erlenmeyer 100 mL dan tambahkan dengan 10 mL air. Larutan diasamkan

dengan penambahan 5 mL HCl 2 M. 10 mL bromate-bromide larutan (5 mM KBrO3)

ditambahkan ke dalam Erlenmeyer menggunakan pipet. Campur dengan baik dan

diamkan selama 20 menit. Cuci dengan air sebanyak 5 mL dan 5 mL kalium iodida 10

%. Kelebihan iodine kemudian dititrasi dengan 0,03 M natrium tiosuldat dan tambahkan

larutan kanji. Lakukan titrasi blanko.

Page 22: Analisis Antibiotik

- Metode TBA : sebanyak 4,0-40,0 mg doksisikline dan transfer ke Erlenmeyer bersih dan

kering dan tambahkan dengan 10 mL asam asetat glasia. Kemudian, tambahkan 2 mL

raksa (II) asetat 5 % dan campur / kocok selama 2 menit. Tambahkan 2 tetes Kristal

violet sebagai indikator dan titrasi dengan asam perklorat 0,01 M dengan titik akhir

titrasi berwarna biru. Lakukan titrasi blanko.

6. Metronidazol

- Ukur secar akurat sebanyak 0,1 g metronidazol dan suspensikan dengan 30 mL 6 N

asam klorida. Tambahkan 0,5 g serbuk zink dan kocok hingga terjadi reaksi komplit.

Campuran reaksi di saring dengan menggunakan filter whatman dengan kertas ukuran

no.41 dan pindahkan endapan, residu tersebut kemuidan dicuci dengan 10 mL air

sebanyak 3 kali. Dinginkan larutan dengan suhu 5-10° C. Tambahkan 0,5 g kalium

bromide dan titrasi dengan 0,1 natrium nitrit dan gunakan kertas kanji iodida sebagai

indikato.

Tiap mL 0,1 M natrium nitrit setara dengan 0,01712 g C6H9N3O3

- Pindahkan sejumlah serbuk tablet setara dengan 200 mg metronidazol ke dalam

penyaring kaca masir, saring 6 kali, tiap kali dengan 10 mL aseton P. titrasi dengan

asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator 2 tetes lrutan hijau berlian P 1 % b/v

dalam asam asetat glasial P hingga warna hijau kekuningan. Lakukan penetapan

blanko. (9)

1 mL asam perklorat setara dengan 17,12 mg C6H9N3O3

- Larutkan 100 mg metronidazole yang ditimbang seksama, tambahkan 20 mL asetat

anhidrat, panaskan sebentar. Dinginkan dan tambahkan 1 tetes hijau malakit dan titrasi

Page 23: Analisis Antibiotik

dengan 0,1 N asam perklorat. Dan titik akhir berwarna kuning-kehijauan. Lakukan titrasi

blanko. (12)

Tiap mL 0,1 N asam perklorat setara dengan 17,12 C6H9N3O3

B. Uji Kualitatif 1. Kloramfenikol

- Sejumlah 10 mg zat dan 2,0 g NaOH ditambahkan 3 ml air, lalu dipanaskan samapi mendidih, larutan berwarna kuning kuat. (11)

- Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 3 ml etanol 70 %, ditambahkan 7 ml air dan 200 mg bubuk Zink. Dipanaskan dipenangas air selama 10 menit, kemudian disaring. Ke dalam 2 ml filtrate ditambahkan dua tetes benzoiklorida, dikocok 1 menit, lalu ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) klorida, terbentuk warna merah jingga. Filtrate yang diasamkan dengan asam nitrat dan ditambah AgNO3, membentuk endapan perak klorida. (11)

2. Ampisilin

- Ke dalam suspensi 10 mg zat dalam 1 ml air ditambahkan 2 ml larutan Fehling encer (2:6), timbul warna ungu (faksin). (11)

- Reaksi asam hidroksamat : ke dalam larutan (5 mg zat dalam 2 ml NaOH) ditamahkan 0,3 g Hidroksilamin hidroklorida dan biarkan selama 5 menit. Larutan di asamkan dengan beberapa tetes 6 N HCl, kemudian ditambahkan 1 ml besi(III)klorida 1 %, timbul warna ungu merah kotor. (11)

- Reaksi iodazida : positif. (11) - Teteskan 0,1 ml larutan ninhidrina P 0,1 % b/v di atas kertas saring, keringkan pada

suhu 105oC, lapiskan 0,1 ml larutan uji 0,2 b/v, panaskan pada suhu 105oC selama 5 menit, biarkan hingga dingin, terjadi warna lembayung muda. (9)

- Suspensikan 10 mg dalam 1 ml air, tambahkan 2 ml larutan kalium tembaga (II) tartrat P dan 6 ml air, segera terjadi warna violet. (9)

3. Tetrasiklin

- Kira-kira 0,5 mg zat direaksikan dengan 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk warna ungu. Setelah ditambah 1 tetes larutan besi (III) klorida 1 %, warna berubah menjadi coklat/merah coklat. (11)

4. Doksisiklin

- 2 mg sampel ditambahkan 5 ml asam sulfat. Warna kuning. (10)

C. Prosedur Preparatif 1. Kloramfenikol

Page 24: Analisis Antibiotik

Dua kapsul setara dengan 300 mg kloramfenikol ditimbang seksama, dilarutkan dalam alcohol 95% v/v dan disaring endapan yang tidak larut. Endaan tersebut kemudian dikeringkan di water bath. Material yang telah kering kemudian dilarutkan di air hangat, disaring jika perlu, dan buat volume hinga 500 ml.

2. Ampisilin dan Amoksisilin

20 tablet/20 kapsul ditimbang seksama dan digerus hingga menjadi serbuk. Serbuk yang setara 500 mg amoksisilin dimasukkan ke dalam beker 250 ml dan larutkan dengan 100 ml air panas. Dinginkan, kemudian masukkan larutan ke erlenmeyer 250 ml yang telah dikalibrasi. Campur dan saring dengan whatmann no.42 kertas filter. Larutan 15 ml difiltrasi dibuang dan sisanya diambil dan diuji dengan prosedur titrasi.

3. Sefadroksil - Larutan Injeksi:

Larutan dilarutkan dengan air 1 mg/ml larutan dan ikuti prosedur yang telah disarankan tanpa modifikasi.

- Kapsul: Timbang dan campurkan 4 kapsul. Timbang setara 250 mg sefalosforin dan larutkan dengan air. Kocok larutan, saring residu dengan whatmann no.1 kertas saring dan cuci dengan air.

4. Ciprofloksasin

Timbang setara tablet 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g ciprofloxacin murni tablet.

5. Doksisklin hyclate

20 tablet setara dengan 100 mg DCH ditimbang seksama dan dipindahkan ke erlenmeyer 100 ml, kemudian kocok dengan 70 ml air selama 20 menit. Disaring dengan whatmann no.42 filter paper. 10 ml larutan pertama dibuang dan 5 ml diambil untuk dilakukan analisis.

6. Metronidazol Timbang 20 tablet setara 0,1 g metronidazol dan serbukkan.

Page 25: Analisis Antibiotik

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, batang pengaduk, botol

semprot, buret, Erlenmeyer, gelas ukur, timbangan analitk, pipet tetes, dan pipet skala,

sendok tanduk, statif dan klem, serta rak tabung.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara aluminium foil, air suling, sampel kapsul

kloramfenikol dan tablet ciprofloksasin, reagen seperti asam asetat glasial, indikator

kanji atau indikator kloroform, indikator Kristal violet, larutan baku asam perklorat, dan

larutan baku natrium tiosulfat, larutan baku kalium dikromat.

III.2 Cara Kerja

1. Penetapan Kadar Kloramfenikol (Metode Dikromatometri)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel setara 50 mg

- Ditambahkan sampel dengan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL

- Ditambahkan 20 mL kalium dikromat 0,1342 N

- Dipanaskan hingga 15 menit diatas kompor listrik

Page 26: Analisis Antibiotik

- Didinginkan sesegera mungkin dimana Erlenmeyer yang berisi sampel tersebut

diletakkan di dalam baskom yang berisi air

- Ditambahkan 1 g kalium iodida

- Didiamkan 5 menit ditempat gelap sambil terus dikocok

- Dititrasi dengan natrium tiosulfat dengan penambahan indikator kanji/ kloroform

- Dicatat volume titrasinya

2. Penetapan kadar Ciprofloksasin dan Doksisiklin (Metode Titrasi Bebas Air)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel setara 100 mg

- Ditambahkan sampel dengan 10 mL asam asetat glasial

- Ditambahkan 1 mL raksa (II) asetat

- Ditambahkan 1 tetes indikator Kristal violet

- Dititrasi sampel dengan larutan baku asam perklorat

- Dicatat volume titrasinya

3. Penetapan Kadar kloramfenikol dan metronidazole (Metode Nitritometri)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel setara 150 mg

- Ditambahkan sampel dengan 10 ml HCl encer

- Ditambahkan 1 g serbuk Zn sedikit demi sedikit hingga serbuknya habis bereaksi

- Ditambahkan 5 ml HCl encer

- Dibiarkan 15 menit kemudian disaring dan dicuci 3 kali dengan air

Page 27: Analisis Antibiotik

- Dinginkan hingga suhu 15o C

- Ditambahkan indikator dalam, Trepeolin oo dan metilen biru 5 : 3

- Dititrasi dengan NaNO2 0,1 N dengan TAT warna biru kehijauan

- Dicatat volume titrasi dan hitung kadar

4. Penetapan kadar Sefadroksil (Metode Iodatometri)

- Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel 75 mg dan dilarutkan dalam air

- Diambil 10 ml sampel

- Ditambahkan 5 ml NaOH 0,1 N

- Dikocok dan dipanaskan hingga 10 – 15 menit pada suhu 80o C dan dinginkan.

- Ditambahkan 7 ml HCl 0,1 N

- Ditambahkan 5 ml kloroform

- Dititrasi dengan KIO3 hingga TAT warna ungu pada kloroform

- Dicatat volume titrasi dan hitung persen kadar.

5. Penetapan kadar Amosisiilin/Ampisilin (Metode Bromometri)

- Disiapkan alat dan bahan

- Diambil sampel 10 ml dan ditambahkan HCl 5 ml, 10 ml KBrO3 dan 1 g KBr - Ditutup dan didiamkan 10 menit - Ditambahkan KI 500 mg

- Dititrasi dengan Natrium tiosianat dengan indikator kanji - Dicatat volume titrasi dan hitung % kadarnya

6. Penetapan kadar Amosisilin/Ampisilin (Metode Iodometri) - Disiapkan alat dan bahan

- Diambil sampel 10 ml dengan pipet volume masukkan dalam erlenmeyer bersumbat

Page 28: Analisis Antibiotik

- Ditambahkan 5 ml NaOH 1 N, panaskan 10 menit, dinginkan, - Ditambahkan 5 ml HCl 2 N dan 10 ml I2 0,1 N

- Ditempatkan di tempat gelap 5 menit - Dititrasi dengan Natrium tiosianat sehingga berwarna kuning

- Ditambahkan indikator kanji, dititrasi kembali dengan Natrium tiosianat hingga berwarna bening

- Dicatat volume titrasi Dan hitung % kadarnya

7. Penetapan kadar Doksisiklin (Metode Bromometri) - Disiapkan alat dan bahan

- Ditimbang sampel setara dan dilarutkan dengan air - Diambil sampel 10 ml - Ditambahkan 5 ml HCl - Ditambahkan 10 ml KBrO3 - Ditambahkan 1 g KBr - Ditutup dan diamkan ditempat gelap 10 menit - Dicuci dan dinginkan dengan air - Ditambahkan 500 mg KI - Dititrasi dengan Natrium tiosianat hingga berwarna kuning

- Ditambahkan 1 ml larutan kanji - Dititrasi kembali dengan Natrium tiosianat - Dicatat volume titrasinya dan hitung % kadarnya

Page 29: Analisis Antibiotik

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Tabel

Kel Sampel Metode Berat Sampel (mg)

Volume Titran (mL)

Normalitas Titran (N)

Persen Kadar (%)

1 Kloramfenikol

Cyprofloksasin

Dikromatometri

TBA

50

100

V1 : 20

V2 : 10,5

2,6

N1 : 0,134

N2 : 0,098

0,0539

102,61

51,54

2 Doksisiklin TBA 100 Vblanko :0,4

Vtitran : 1,8

0,0539 17,44

3 Ampisilin

Doksisiklin

Iodometri

TBA

100

150

V1 : 10

V2 : 7,5

V1: 10

V2 :7,7

N1:0,1006

N2:0,1005

0,0539

93,96

19,10

4 Amoksisilin

Amoksisilin

Bromometri

Iodimetri

100

100

V1 :10

V2 : 8

9

N1:0,1070

N2:0,1005

0,1505

15,74

79,10

5 Doksisiklin TBA 100 5,9 0,0539 51,09

6 Ampisilin Iodometri 100 V1 : 15

V2:13,3

N1:0,1006

N2:0,1005

64,2

Data Kualitatif

Pereaksi Y3 W5 W2 Q3 Z7

Zat + 2 g NaOH + 3 mL air

Kuning kuat (+)

Kuning muda (+)

Kuning muda (+)

Kuning kuat (+)

Kuning muda (+)

Zat + fehling A & B

_ _ _ Hijau (-) _

Zat + formaldehid + H2SO4

Kuning (+) Kuning (+)

Kuning (+)

Kuning (+)

Kuning (+)

Zat + H2SO4

pekat Kuning muda (+)

_ _ Kuning muda (+)

_

Zat + pereaksi marquis

_ Jingga (-)

Jingga (-) Kuning (+)

Jingga (-)

FeSO4 + HNO3 _ Jingga (-)

Jingga (-) _ Jingga (-)

Zat + NaoH (panaskan)

Jingga (+) _ _ Jingga (+)

Jingga (+)

Page 30: Analisis Antibiotik

Keterangan :

Y3= + kloramfenikol dan

+ Amoxicilin

W5= + kloramfenikol

+ ampicillin

W2= + kloramfenikol

+ ampicillin

Q3= + Kloramfenikol

Z7= + Kloramfenikol

+ Cefadroxil

-

BAB V

PEMBAHASAN

Page 31: Analisis Antibiotik

Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh

organism hidum termasuk struktur analognya yang dibuat sintetik yang dalam kadar

rendah mampu menghambat atau membunuh satu atau lebih spesies mikroorganisme.

Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab mempunyai

ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih obyektif sehingga bisa

menggantikan penetapan secara hayati.

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk mengobati

berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kloramfenikol

mempunyai rasa sangat pahit. Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat

sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan

sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein

kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi,

kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakteriosid terhadap kuman-kuman tertentu.

Ciprofloksasin termasuk antibiotik golongan fluoroquinon dengan spektrum luas,

bekerja sebagai bakteriosid. Ciprofloksasin bekerja dengan cara menghambat kerja

enzim DNA girase pada kuman yang merupakan bagian esensial dalam proses sistesa

DNA bakteri. Karena mekanisme kerjanya spesifik, maka tidak terjadi resistensi parallel

dengan antibiotika lain yang bukan golongan kuinolon karboksilat.

Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar kloramfenikol dengan metode

dikromatometri. Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa

dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih

lemah dari permanganate. Kalium dikromat digunakan hanya hanya dalam larutan

asam dan direduksi dengan cepat pada temperature biasa menjadi garam kromium (III)

Page 32: Analisis Antibiotik

yang hijau. Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr3+ yang terbentuk oleh reduksi

kalium dikromat membuat tak mungkin titik akhir suatu titrasi dengan dikromat hanya

dengan meniliti larutan secara visual sehingga harus digunakan suatu indikator.

Pada penetapan kadar kloramfenikol, ditimbang sampel setara 50 mg kemudian

ditambahkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL dan ditambahkan kalium dikromat

sebanyak 20 mL kemudian dipanaskan. Penambahan H2SO4 pekat ini untuk membuat

lingkungan sampel menjadi asam. Larutan sampel dipanaskan selama 15 menit diatas

kompor listrik, kemudian didinginkan segera. Larutan sampel di dalam erlenmeyere

didinginkan di dalam baskom yang berisi air. Kemudian larutan sampel ditambahkan

sedikit demi sedikti KI sebanyak 1 g dan didiamkan selama 5 menit ditempat gelap

sampai terus dikocok. Penambahan KI sebagai katalisator yang mempercepat reaksi,

karena titrasi dengan metode dikromatometri berlangsung lambat. Selanjutnya,

ditambahkan indikator kloroform atau indikator kanji dan titrasi dengan natrium tiosulfat.

Diamati perubahan warna yang terjadi pada titik akhir titrasi.

Sedangkan pada penetapan kadar ciprofloksasin, menggunakan metode titrasi

bebas air. Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai

pelarut, tetapi menggunakan pelarut organik. Dalam metode titrasi bebas air, tidak

boleh ada air, sebab air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang

sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Asam perklorat dalam larutan

asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam umum yang

digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam titrasi bebas air

biasanya ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan untuk menghilangkan

air yang ada dalam asam perklorat. Dalam percobaan ini juga ditambahkan raksa (II)

Page 33: Analisis Antibiotik

asetat yang bertujuan untuk menghilangkan bromide atau klorida, karena adanya asam

klorida/bromida dan asam-asam kuat lain harus dihindari karena bisa mengakibatkan

penetapan kadar tidak kuantitatif karena asam-asam kuat ini juga bisa bereaksi dengan

senyawa sampel yang bersifat basa.

Ciprofloksasin ditimbang setara 100 mg dan ditambahkan 10 mL asam asetat

glasial dan 1 mL raksa (II) asetat dan dititrasi dengan HClO4 dengan penambahan

indikator Kristal violet.

Pada percobaan ini diperoleh hasil persen kadar kloramfenikol yaitu 102, 61 %

dan persen kadar ciprofloksasin yaitu 51,54 %. Persen kadar kloramfenikol memenuhi

persyaratan sesuai dalam literatur yaitu Farmakope Indonesi Edisi III yaitu tidak kurang

dari 92,5 % dan tidak lebih dari 107,5 %. Sedangkan persen kadar ciprofloksasin tidak

memenuhi persyaratan sesuai dengan literatur yaitu British Pharmacopeia yaitu tidak

kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %.

Pada uji kualitatif, dilakukan uji terhadap sampel Y3, W5, W2, Q3, dan Z7. Pada

sampel Y3 dan Q3, ketika sampel direaksikan NaOH dan air, menghasilkan warna

kuning kuat. Dan pada sampel W5, W2, dan Z7 menghasilkan warna kuning muda.

Lalu, sampel Y3, W5, W2, Q3, dan Z7 ketika direaksikan dengan formaldehid dan

H2SO4, menghasilkan warna kuning. Sampel Y3 dan Q3 ketika direaksikan

denganH2SO4 menghasilkan warna kuning muda. Sampel Q3 direaksikan dengan

pereaksi Marquis menghasilkan warna kuning. Dan untuk sampel Q3 dan Z7, ketika

direaksikan dengan NaOH dan lalu dipanaskan, menghasilkan warna jingga.

Dari hasil percobaan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa sampel Y3

mengandung kloramfenikol dan amoksisilin, sampel W5 dan W2 mengandung

Page 34: Analisis Antibiotik

kloramfenikol dan ampisilin, sampel Q3 mengandung kloramfenikol, dan sampel Z7

mengandung kloramfenikol dan sefadroksil

Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan ini antara lain :

reagen atau pereaksi yangkurang baik kualitasnya, serta larutan baku yang kurang

murni, alat-alat laboratorium yang digunakan kurang bersih, kesalahan dalam prosedur

preparasi, human of error, serta mengambil reagen atau larutan baku yang tidak

kuantitatif.

BAB VI

PENUTUP

VI. Kesimpulan

Dari hasil percobaan, pada uji kuantitatif, diperoleh persen kadar kloramfenikol

102,61 %, sedangkan persen kadar untuk ciprofloksasin yaitu 51,54 %. Hasil ini sesuai

dengan persentase kadar pada literature (FI.III) yaitu tidak kurang dari 92,5 % dan tidak

lebih dari 107,5 % untuk kloramfenikol dan tidak sesuai dengan persentase kadar pada

literature (British Pharmacopeia) yaitu tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari

102,0% untuk ciprofloksasin

Pada uji kualitatif, diperoleh hasil bahwa sampel sampel Y3 mengandung

kloramfenikol dan amoksisilin, sampel W5 dan W2 mengandung kloramfenikol dan

ampisilin, sampel Q3 mengandung kloramfenikol, dan sampel Z7 mengandung

kloramfenikol dan sefadroksil

Page 35: Analisis Antibiotik

VI.2 Saran

Asisten agar lebih sabar dan semangat dalam membimbing praktikan

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 108, 119, 121

2. Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia. 622, 651

3. Susanti, S., Jeanny Wunas. 1997. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS. 1, 29,30, 70, 71, 74. 75, 144, 151, 196-198

4. Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. Jakarta : EGC. 259

5. Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.142,143,144, 153, 154

6. Roth, Hermann J.1981. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 241, 270, 271

7. Shofyan. 2010. Macam-macam Titrasi Redoks. Diakses dari http://forum.upi.edu/v3/index. Diakses tanggal 16 November 2011

8. Budiman, Melisa. 2011. Oksidasi dengan Kalium Dikromat dan Metode Titrasi Dikromatometri. Diakses dari http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/dikromatometri/metode-titrasi-dikromatometri/ . Diakses tanggal 16 November 2011

Page 36: Analisis Antibiotik

9. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI. 42, 47, 48, 58, 94, 96, 151, 316, 598, 651, 698, 724

10. The Department of Health. 2009. British Pharmacopeia. London : The Stationery Office on behalf of the Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). 1381, 3954

11. Auterhoff & Kovar. 2002. Identifikasi Obat. Bandung : ITB. 90, 141

12. Officers of the USP convention. 2007.US Pharmacopeia 30 – NF 25. United States : The United States Pharmacopeial Convention.

Posted 19th November 2011 by merlie

Labels: ANaLisIs FaRmaSI

Magic Door SCienCe n FanTasY

Blog ini berisi laporan-laporan dari PHARMACY WORLD frOm SCIENCE n

segaLa hal tentang FANTASY!!! adA juGa NewS SEpUtaR KoReA n

JepAnG..... ENJOY It PLiz,,,!!!