analisa resep.docx

25
Penugasan Blok 2.6 Gangguan Metabolik dan Degeneratif Analisis Resep Penyusun : Wulan Sari Tias Nuraini (13711128) Prodi Pendidikan Dokter

Upload: wulan-sari-tias

Post on 05-Jan-2016

322 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA RESEP.docx

Penugasan Blok 2.6 Gangguan Metabolik dan

Degeneratif

Analisis Resep

Penyusun :

Wulan Sari Tias Nuraini (13711128)

Prodi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

2015

Page 2: ANALISA RESEP.docx

ANALISA RESEP

I. DESKRIPSI KASUS DAN RESEP

KASUS 8

Seorang laki-laki usia 40 tahun datang ke dokter dengan keluhan

nyeri perut. Nyeri dirasakan seperti melilit di seluruh perut. Pasien

juga mengeluh BAB cair lembek dan berlendir. Frekuensi BAB kurang

lebih 5 kali sehari. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter memberikan

resep sebagai berikut :

II. KELENGKAPAN RESEP DAN PEMBAHASAN

A. Identitas dokter

Berisi nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek atau rumah,

serta dilengkapi nomer telepon yang dapat dihubungi. Nomer telepon

Page 3: ANALISA RESEP.docx

digunakan jika resep kurang jelas dan ada yang perlu ditanyakan. Nama

kota dan tanggal dituliskan diresp, ini diperlukan dalam pelayanan resep

yang berhubungam dengan persyaratan dalam perundang-undangan.

Biasanya identitas dokter sudah tercetak dalam blanko resep.

Dalam resep kasus 8 identitas dokter berisi :

Nama : dr. Yowis Ben

SIP (Surat Ijin Praktek) : 555-2575/XV-2015

Alamat : Jln. Kesehatan No 1925 Yogyakarta

54378

Nomor telepon : tidak dituliskan.

Nama kota, tanggal : tidak dituliskan.

B. Supersciptio

Superscriptio merupakan kelengkapan dalam resep dokter. Ditulis

dengan simbol R/ yang artinya recipe = harap diambil. Terletak di

sebelah kiri atas resep. Superscriptio dituliskan disamping setiap formula

resep. Apabila diberikan lebih dari satu formula resep, maka

superscriptio harus dituliskan lagi.

Dalam resep nomer 8, superscriptio telah dituliskan secara benar,

yaitu disebelah kiri setiap formula resep, karena di resep ada 3 formula

resep, maka superscriptio juga dituliskan sebanyak 3 kali.

C. Inscriptio

Ini merupakan bagian inti dari resep dokter, berisi nama obat

(dapat generik, standar, dan paten), kekuatan obat (angka arab dengan

satuan mg,g,ml, atau l) dan jumlah obat(ditulis dengan angka romawi)

yang dituliskan dengan baik dan benar.

Dalam resep nomer 8, obat yang pertama adalah Kotrimoksazol

(Cotrimoxazol) 960 mg X. Nama dan kekuatan obat sudah tertera, namun

penulisan jenis sediaan, yaitu “tablet (disingkat “Tab”) tidak ditulis, pada

penulisan kekuatan obat, “mg” seharusnya ditulis depan angka yang

Page 4: ANALISA RESEP.docx

menunjukkan dosis. Sedangkan, jumlah obat seharusnya dituliskan “No.”

(numero) di depan angka romawi yang menunjukkan jumlah obat..

Obat yang kedua Papavein 40 mg X, seperti dengan obat pertama,

penempatan “mg” kurang tepat, seharusnya di depan angka yang

menunjukkan kekuatan obat, selain itu bentuk sediaan obat belum

dicantumkan (di depan nama obat) yaitu “tablet (disingkat “Tab”).

Tulisan “No.” juga belum dicantumkan.

Pada obat ketiga, Loperamide XI, nama obat telah ditulis,

namun, kekuatan obat, “No.” (numero), dan bentuk sediaan obat yang

seharusnya ditulis di paling awal setelah huruf R/, tidak ditulis.

D. Subscriptio

Subscriptio mencantumkan bentuk sediaan obat dan

jumlahnya.cara penulisan dengan singkatan bahasa latin tergantung dari

macam formula resep. Dalam resep nomer 8 tidak dicantumkan

subscriptio pada ketiga obat yang tertera.

E. Signatura

Berisi informasi mengenai cara penggunaan obat, meliputi :

frekuensi, jumlah obat saat diminum. Simbol S (signatura = tandailah).

Dalam resep nomor 8 signatura telah ditulis dengan baik dan

benar.

F. Tandatangan/paraf

Digunakan sebagai penutup dari bagian utama resep dokter. Hal

ini merupakan syarat sah resep agar dapat dilayani oleh apotek.

Dalam resep nomer 8 setiap satu jenis obat dilengkapi dengan

paraf dokter sebagai penutup. Untuk obat papaverin HCL dan loperamid

setelah selesai satu jenis obat tersebut, seharusnya diakhiri dengan tanda

tangan di bawahnya, karena kedua obat tersebut merupakan obat jenis

opioid. Setelah selesai menulis jenis obat apabila pada resep masih

tersedia tempat sisa maka sebaiknya diberi garis penutup untuk

menghindari pasien yang curang. Pada resep nomer 8 tidak terdapat garis

penutup.

Page 5: ANALISA RESEP.docx

G. Identitas pasien

Identitas pasien berisi nama pasien yang ditulis dibagian pro.

Selain itu juga berisi umur dan alamat. Alamat akan memudahkan

penelusuan jika terjadi kesalahan. Jika pasien anak perlu disertakan berat

badan untuk pengukuran dosis.

Dalam resep nomer 8 nama dan umur telah dituliskan, karena

pasien dewasa maka berat badan tidak perlu disertakan. Alamat tidak

tertera pada resep nomer 8.

III. ASPEK FARMAKOLOGIS OBAT

A. Farmakodinamika obat

Kotrimoksazol

Kotrimoksazol merupakan kombinasi trimetoprim dengan

sulfametoksazol, dengan perbandingan sulfametoksazol :

trimetoprim = 5:1 bersifat bakterisidal dengan spektrum kerja

yang lebih luas daripada sulfonamid. Adanya kombinasi antara

dua macam obat ini menyebabkan aktivitas antimikroba dari

kotrimoksazol menjadi lebih kuat dibandingkan trimetoprim

maupun sulfametoksazol yang diberikan secara tunggal (Mycek

dkk, 2001).

Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi

dua langkah berturutan pada sintesis asam tetrahidrofolat.

Sulfametoksazol bekerja menghambat GABA bergabung ke

dalam asam folat, sedangkan trimetoprim bekerja mencegah

reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat (Mycek dkk, 2001).

Menurut Ganiswara dkk (1995), tetrahidrofolat penting

untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti

pembentukan basa purin (adenin, guanin, dan timidin) dan

beberapa asam amino (metionin, glisin). Sel-sel menggunakan

folat jadi yang terdapat dalam makanan dan tidak menyintesis

senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat

secara sangat selektif. Hal ini penting karena enzim tersebut

Page 6: ANALISA RESEP.docx

juga terdapat pada sel mamalia. Untuk mendapatkan efek

sinergetik diperlukan perbandingan kadar yang optimal dari

kedua obat.

Papaverin HCL

Menurut Medscape, papaverin HCL merupakan derivat

opium sintetis. Papaverin HCL bersifat antispasmodik dan

diformulasikan bersama beberapa analgesik seperti aspirin.

Papaverin HCL bekerja dengan menghambat fosforilasi

oksidatif dan mengganggu Ca2+ selama otot berkontraksi,

meningkatkan cAMP akibat inhibisi siklus nukleotida

fosfodiesterase, efek yang diinginkan terutama pada pembuluh

darah, yaitu vasodilatasi. Senyawa ini juga digunakan sebagai

obat impotensi pada pria, dan aktivitasnya sebagai bloker kanal

Ca2+ mengarah pada pengembangan verapimil.

Loperamide

Loperamid adalah derivat difenoksilat (dan haloperidol,

suatu anti psikotikum). Loperamid merupakan obat yang

digunakan untuk mengendalikan diare yang memiliki efek mirip

opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di

dalam sistem syaraf enterik untuk menghambat pelepasan

asetilkolin dan menurunkan peristaltik. Obat ini memperlambat

motilitas saluran cerna melalui efek pada otot sirkular dan

longitudinal usus (Mycek dkk, 2001).

Menurut Hardman dkk (2008), efek yang ditimbulkan

loperamid 40-50 kali lebih kuat dibanding morfin sebagai obat

antidiare. Obat ini meningkatkan waktu transit usus halus dan

juga waktu transit dari mulut-ke-sekum. Loperamid juga

meningkatkan tonus sfingter anal, efek yang berguna secara

terapeutik untuk pasien yang tidak dapat mengontrol anal. Selain

itu, loperamid memiliki aktivitas antisekretori untuk melawan

toksik kolera dan beberapa bentuk toksin E.coli.

Page 7: ANALISA RESEP.docx

Sebagian efek antidiarenya mungkin diakibatkan oleh

penurunan sekresi saluran cerna. Loperamid mempunyai khasiat

obstipasi yang kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga

tidak mengakibatkan ketergantungan ( Hardman dkk, 2008).

Secara umum, loperamid dapat menormalkan

keseimbangan resorbsi-sekresi dari sel mukosa, yaitu

memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke

keadaan resorbsi normal kembali.

B. Farmakokinetika obat

Kotrimoksazol

Menurut Ganiswara dkk (1995), rasio kadar

sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai dalam

darah ialah sekitar 20:1. Karena sifatnya yang lipofilik,

trimetoprim mempunyai volume distribusi yang lebih besar

daripada sulfametoksazol.

Resorbsi kotrimoksazol baik dan cepat, setelah kurang lebih

4 jam sudah mencapai puncaknya dalam darah. Distribusinya ke

dalam semua jaringan, ludah, dan CSS sangat baik, trimetoprim

lebih lancar untuk didistribusikan karena mempunyai sifat yang

lipofilik. Volume distribusi trimetoprim 9x lebih besar daripada

sulfametoksazol. Masing-masing komponen ditemukan dalam

kadar tinggi di dalam empedu (Mycek dkk, 2001).

Menurut Mycek dkk (2001), trimetoprim relatif terpusat

dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan memberikan

hasil kombinasi trimetoprim sulfametoksazol yang memuaskan

terhadap infeksi di daerah tersebut.

Ganiswara dkk (1995) menyebutkan, kira-kira 65 %

sulfametoksazol teikat pada protein plasma. Sampai 60%

trimetoprim dan 25-50 % sulfametoksazol diekskresikan melali

urin dalam 24 jam setelah pemberian.

Page 8: ANALISA RESEP.docx

Papaverin HCL

Berdasarkan Medscape, papaverin HCL mempunyai onset

yang cepat, dengan durasi 12 jam jika diberikan secara per oral.

Setelah masuk dalam sirkulasi, papaverin HCL diikat oleh

protein plasma sebesar 90%. Papaverin HCL mempunyai waktu

paruh 0,5 sampai 1,5 jam. Obat ini dimetabolisme di hati,

melalui proses glukuronidasi, kemudian diekskresikan oleh

ginjal, dibuang lewat urin.

Loperamide

Menurut Hardman dkk (2008), setelah loperamid dicerna

dalam saluran pencernaan, obat tersebut akan diserap kemudian

konsentrasinya dalam plasma akan memuncak sekitar 4 jam

setelah ingesti. Periode laten yang lama ini mungkin disebabkan

oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan sirkulasi

enterhepatik obat.

Waktu paruh eliminasi nyata adalah 7 sampai 14 jam.

Loperamid tidak diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral.

Selain itu, loperamid tampaknya tidak berpenetrasi dengan baik

ke dalam otak karena ekslusi oleh suatu transporter P-

glikoprotein yang terekspresi secara luas pada sawar darah otak

( Hardman dkk, 2008).

Loperamid mengalami metabolisme lintas pertama di hati,

diekskresikan melalui feses lewat empedu sebagai konjugat

inaktif. Loperamid sedikit diekskresikan melalui urin.

C. Dosis dan bentuk sediaan yang ada di Indonesia

Kotrimoksazol

Berdasarkan Ganiswara dkk (1995), kotrimoksazol tersedia

dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg

sulfametaksazoldan 80 mg trimetoprim atau 800 mg

sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk anak tersedia

juga bentuk suspensi oral mengandung 200 mg sulfametoksazol

Page 9: ANALISA RESEP.docx

dan 40 mg trimetoprim/ 5 ml, serta tablet pediatrik yang

mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20 mg trimetoprim.

Pemberian IV tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg

sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim per 5 ml.

Dosis dewasa pada umumnya adalah 800 mg

sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim setiap 12 jam. Pada

infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Pada penderita

dengan gagal ginjal, diberikan dosis biasa bila bersihan kreatinin

lebih dari 30 ml/menit; bila bersihan kreatinin 15-30 ml/menit,

dosis 2 tablet diberikan setiap 24 jam dan bila bersihan kreatinin

kurang dari 15 ml/menit, obat ini tidak boleh dibersihkan

(Ganiswara dkk, 1995).

Berdasrkan Medscape, pada anak, untuk mengatasi infeksi

ringan-sedang, jika usia anak < 2 bulan maka lebih baik tidak

digunakan kotrimoksazoll, untuk anak usianya >2 bulan

diberikan 8 mg TMP/kg/hari PO diberikan setiap 6-12 jam.

Sedangkan untuk infeksi yang serius, bagi anak <2bulan tidak

dianjurkan untuk diberikan obat kotrimoksazol, untuk anak > 2

bulan dosisnya 15- 20 mg TMP/kg/hari PO dibagi 4x sehari

(diberikan setiap 6 jam) atau dosis 8-12 mg TMP/kg/hari dengan

pemberian intravena, diberikan setiap 6-12 jam.

Papaverin HCL

Bentuk sediaan obat papaverin HCL adalah tablet 40

mg/tab dan cairan injeksi 40 mg/ml ampul. Dosis yang diberikan

per oral adalah 2-3x 1-2 tab. Dosis yang diberikan untuk IM

adalah 40-80 mg dan untuk IV 40-80 mg pada emboli perifer.

Diberikan bersama makanan, susu atau antasida jika timbul

gangguan gastrointestinal (ISO).

Loperamid

Bentuk sediaan;

- Kapsul 2 mg

Page 10: ANALISA RESEP.docx

- Kaplet 2 mg

- Film Coated Tablet/Tablet 2 mg

Dosis : pada diare akut dan kronis; permulaan 2 tablet dari 2

mg, lalu setiap 2 jam 1 tablet sampai maksimal 8 tablet

seharinya. Anak-anak sampai usia 8 tahun : 2-3 x sehari 0,1

mg/BB, anak-anak 8-12 tahun : pertama kali 2 mg, maksimal 8-

12 mg sehari ( Tjay dan Rahardja, 2002).

IV. RESEP YANG BENAR

V. EDUKASI PENGOBATAN

1. Efek / Indikasi

Kotrimoksazol

R/ Tab Kotrimoksazol mg 960 No. X

S 2 d.d. tab. I (Habiskan)

R/ Tab Papaverin HCL mg 40 No. X

S 3 d.d. tab I

R/ Tab Loperamid mg 2 No. X

S 3 d.d. tab I

16 Juni 2015

Budi40 th

Page 11: ANALISA RESEP.docx

Ganiswara dkk (1995) menyebutkan, kotrimoksazol

mempunyai efek antimiroba, mikroba yang peka terhadap

kotrimoksazol ialah : Streptococcus pneumoniae, C.

Diphtheriae, dan N. Meningitis, 50-59% strain S. Aureus, S.

epidermidis, Streptococcus pyrogenes, Streptococcus viridans,

Streptococcus fecalis, E. coli, Pr. mirabilis, Pr. morganii, Pr.

Rettgeri, Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonella, Shigella,

Serratia, dan Alcaligenes spesies dan Klebsiela spesies. Juga

beberapa strain stafilokokus yang resisten terhadap metisilin,

trimetoprim, atau sulfametosazol sendiri, peka terhadap

kombinasi tersebut. Kedua komponen memperlihatkan interaksi

sinergistik.

Berdasarkan Medscape, kotrimoksazol diindikasikan untuk

infeksi saluran kemih, otitis akut, shigelosis, dan pneumonitis

Pneumocystis carinii pada semua kelompok usia. Pada orang

dewasa juga diindikasikan untuk mengobati infeksi saluran

nafas, misalnya untuk eksaserbasi bronkitis kronis, infeksi

genetalia seperti prostatitis bakteri dan infeksi saluran cerna

misalnya diare pelancong. Selain itu, kotrimoksazol juga

diindikasikan untuk mengobati infeksi lain seperti infeksi karena

jamur nokardia.

Papaverin HCL

Menurut Heinrich (2005), papaverin HCL digunakan untuk

meningkatkan peredaran darah pada pasien dengan masalah

sirkulasi darah. Papaverin HCL bekerja dengan merelaksasi

pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga darah dapat mengalir

lebih mudah ke jantung dan seluruh tubuh. Berdasarkan

Medscape, papaverin HCL adalah golongan alkaloid opium

yang diindikasikan untuk spasme arteri, kolik kandung empedu

dan ginjal dimana dibutuhkan relaksasi pada otot polos, untuk

mengobati penyakit vaskular perifer kronis, spasme GI,

Page 12: ANALISA RESEP.docx

dismenore, dan asma bronkial (tidak lagi digunakan sebagai obat

pada lini pertama). Papaverin HCL dapat juga digunakan untuk

mengurangi iskemia serebral dan infark miokard dengan

komplikasi aritmia yang diakibatkan spasme arterial.

Loperamid

Berfungsi sebagai obat antidiare pada diare akut, diare

kronik maupun diare pelancong (traveller’s diarrhea).

Loperamid bekerja menghentikan diare dengan menurunkan

motilitas usus dan mengurangi sekresi mukus saluran

pencernaan (Mycek dkk, 2001).

2. Efek Samping

Kotrimoksazol

Menurut Mycek dkk (2001), efek samping kotrimoksazol adalah

sebagai berikut :

1. Kulit : Reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan

mungkin parah pada orang tua (exanthema).

2. Saluran cerna : Mual, muntah serta glositis dan stomatitis

jarang terjadi. Gangguan lambung dan usus.

3. Darah : Anemia megaloblastik, leukopenia, dan

trombositopenia dapat terjadi (karena gangguan fungsi hati

dan efek-efek darah); semua efek ini dapat segera diperbaiki

dengan pemberian asam folinat bersamaan yang melindungi

pasien dan tidak menembus mikroorganisme. Anemia

hemolitik dapat teradi pada pasien G6PD yang disebabkan

sulfametoksazol.

4. Pasien HIV : pasien dengan kekebalan tubuh yang lemah

lebih sering mnegalami demam karena induksi obat, kulit

kemerahan, diare, dan atau pansitopenia.

Page 13: ANALISA RESEP.docx

Papaverin HCL

Berdasarkan Medscape, efek samping yang dapat timbul

akibat konsumsi obat papaverin HCL ini antara lain :

o Perubahan

tekanan darah

o Takikardia

o Depresi

o Gatal-gatal

o Anoreksia

o Mual muntah

o Hepatitis

(jarang)

o Mengantuk

o Priapisme

o Sirosis (jarang)

o Banyak

berkeringat

o Konstipasi

o Mulut kering

o Diare

o Peningkatan

tekanan

intrakranial

Loperamid

Efek samping yang paling umum yaitu kram abdominal,

selain itu obat ini dapat memberikan efek samping mengantuk,

kejang perut dan pusing. Karena obat ini dapat mengakibatkan

megakolon yang toksik, maka tidak digunakan pada anak-anak

atau pasien dengan kolitis berat (Mycek dkk, 2001).

Menurut Medscape, loperamid selain dapat menyebabkan

efek samping yang sudah disebutkan diatas, juga menyebabkan

mual, muntah, mulut kering, flatulensi, nyeri kepala, angiodema,

reaksi kulit seperti kemerahan dan gatal bahkan timbul bula,

serta keluhan berupa rasa lemah, atau kelelahan (fatigue).

Sedangkan berdasarkan buku Informatorium Obat Nasional

Indonesia/IONI (2008), efek samping dari loperamid adalah

kram abdomen, pusing, mengantuk dan reaksi kulit termasuk

urtikaria; ileus paralitik dan perut kembung.

Page 14: ANALISA RESEP.docx

3. Instruksi Pengobatan

Kotrimoksazol

Kotrimoksazol biasanya diminum waktu makan, tetapi

tablet 400/80 mg dapat dipakai dengan ataupun tanpa makan.

Selain itu, dianjurkan juga untuk minum banyak air saat

memakai kotrimoksazol untuk menghindari kristaluria.

Penggunaan obat melebihi 2 minggu harus disertai pemeriksaan

darah.

Papaverin

Jika timbul gangguan pencernaan maka pemberian disertai

dengan mengkonsumsi antasida,susu,dan diminum pada saat

makan.

Loperamid

Di imbangi dengan meminum lebih banyak air karena obat

ini tidak menggantikkan cairan tubuh akibat diare. Selain air

putih, mengkonsumsi jus buah atau sup, dan menghindari

minuman bersoda.

4. Peringatan

Kotrimoksazol

Berdasarkan buku Informatorium Obat Nasional

Indonesia/IONI (2008), kotrimoksazol harus diawasi

penggunaannya pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan

ginjal; disarankan untuk minum air cukup banyak. Hindarkan

penggunaan pada gangguan darah (kecuali di bawah

pengawasan spesialis); pada penggunaan jangka panjang perlu

dilakukan hitung jenis sel darah. Bila timbul ruam atau

gangguan darah, obat segera dihentikan. Hati-hati pada asma,

defisiensi G6PD, wanita hamil atau menyusui. Hindari

Page 15: ANALISA RESEP.docx

penggunaan pada bayi di bawah 6 minggu (kecuali untuk

pengobatan atau profilaksis Pneumocystis carinii).

Papaverin HCL

- Pemberian obat melalui injeksi dapat menyebabkan

apnea fatal

- Glaukoma, kelainan konduksi jantung karena dapat

memblok total atrioventricular.

- Penggunaan secara terus-terusan (kronis) dapat memicu

ketergantungan terkait efek antidepresan di SSP.

- Tidak disarankan untuk meneruskan terapi jika terdapat

gejala dari hipersensitivitas hati.

Loperamid

o Terdapat laporan mengenai kejadian pankreatitis, ilues

paralitik, sindrom Steven-Johnson, dan megakolon

akibat penggunaan loperamid.

o Apabila diare akut yang terjadi tidak segera membaik

dalam waktu 48 jam, maka penggunaan loperamid

sebaiknya segera dihentikan.

o Penggunaan loperamid harus dihentikan apabila terjadi

konstipasi, distensi abdominal atau ileus.

o Loperamid dapat berpotensi toksik pada pasien usia <6

tahun; dengan dosis 0.4 mg/kg BB.

Sedangkan berdasarkan buku Informatorium Obat Nasional

Indonesia/IONI (2008), peringatan untuk penggunaan loperamid

adalah penyakit hari dan kehamilan

5. Kunjungan Berikutnya

Kunjungan berikutnya diperlukan sebagai kontrol untuk

mengetahui apakah obat yang sudah diberikan kepada pasien dapat

memberikan efek positif, dengan menurunkan keluhan pasien dan

meningkatkan progresifitas kesembuhan penyakit yang diderita

Page 16: ANALISA RESEP.docx

pasien, serta jika terjadi efek samping yang berat atau adanya

hipersensitivitas obat yang mengganggu kesehatan pasien.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: BPOM

RI, KOPERPOM dan CV Sagung Seto

Anonim. 2010. ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 46. Jakarta:

Penerbit PT. ISFI Penerbitan

Ganiswara, S.G. Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).

1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Bagian

Farmakologi FK UI

Hardman, J. G., Limbird, L. E., Gilman, A. G., 2008. Goodman & Gilman’s The

Pharmacology Basis of Therapeutics. Ed. 10. Alih Bahasa : Tim

Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta : EGC.

Heinrich, M., et al., 2010. Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotheraphy.

Alih Bahasa : Syarief, W. R., Jakarta : EGC.

Mycek, M. J. Harvey, R. A., Champe, P.C., 2001. Lippincott’s Illustrated Reviews

: Pharmacology. Ed. 2. Alih Bahasa : Agoes, A., Jakarta : Penerbit

Widya Medika.

Tjay T. H., Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.