analisa kawasan rawan bencana tanah longsor di

9
ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DAS UPPER BRANTAS MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Muhammad Noorwantoro, Runi Asmaranto, Donny Harisuseno Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia Email: [email protected] ABSTRAK DAS Upper Brantas merupakan daerah yang berpotensi terjadi bencana tanah longsor. karena memiliki kemiringan lereng curam (> 25%) dengan jenis tanah dominan adalah andosol yang memiliki sifat peka erosi dan curah hujan tahun 2013 lebih dari 1500 mm. Oleh karena itu diperlukan upaya- upaya untuk meminimalisir akibat yang akan ditimbulkan dengan melakukan pemetaan daerah rawan longsor untuk mengetahui sebaran daerah rawan longsor sehingga kita bisa merumuskan upaya penanggulangan. Pemetaan menggunakan tujuh parameter yaitu kemiringan lereng, curah hujan, tata guna lahan, geologi, kedalaman solum, tekstur tanah, permeabilitas tanah.dan masing-masing memiliki skor dan bobot kemudian dilakukan overlay sehingga menghasilkan peta sebaran daerah rawan longsor. Hasil studi menyebutkan wilayah studi dengan luasan 160,2 km 2 terbagi menjadi 3 kelas kerawanan yaitu tingkat kerawanan rendah (23,84 km 2 /14,84%), tingkat kerawanan sedang (112,37 km 2 /69,96%) dan tingkat kerawanan tinggi (24,42 km 2 /15,20%). Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji merupakan daerah yang paling berpotensi terjadi tanah longsor dengan luas daerah dengan tingkat kerawanan tinggi 12,54 km 2 . Kata Kunci : Pemetaan, Rawan Longsor, Sistem Informasi Geografi, Kelas Kerawanan ABSTRACT Upper Brantas watershed is a potentially area in having landslide, since it has slope (> 25%) with andosol as the dominant soil type which has the characteristic of sensitivity in erosion and rainfall on 2013 was higher than 1,500 mm. Therefore, it is needed some efforts to minimize the impact that would be happened by conducted an area mapping of landslide prone in order to know the spread of the landslide prone area thus we can formulate the countermeasure efforts. The mapping use seven parameters such as slope, rainfall, landuse, geologic, the depth of solum, soil texture, soil permeability. Each of them has a score and weight, then it will be overlaid thus it creates the distribution map of landslide prone area. The result of the study stated that 160.2 km 2 of the study area was divided into three classes of vulnerability, which are low vulnerability level (23.84 km2 / 14.84%), middle vulnerability level (112.37 km2 / 69.96%), and high vulnerability level (24.42 km2 / 15.20%). Tulungrejo village, the subdistrict of Bumiaji is the highest potential area for landslide occurrence with the area of the high vulnerability level is 12.54 km2. Keywords: Mapping, Landslide Prone, Geographic Information System, The Level of Vulnerability PENDAHULUAN Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsu- nami, gunung meletus, banjir, keke- ringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Tanah longsor (landslide) meru- pakan salah satu jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan. Kemu- ngkinan frekuensi kejadian atau ke- mungkinan terjadinya longsor lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ben- cana lainnya. Badan Nasional Penang- gulangan Bencana (BNPB) mencatat ada sekitar 257 kejadian bencana tanah longsor terjadi di seluruh wilayah Indonesia yang terjadi di sepanjang tahun 2013. Kota Batu terletak diantara 112 o 17’10,90” - 122 o 57’11” Bujur Timur dan 7 o 44’55,11”- 8 o 26’35,45”

Upload: doanxuyen

Post on 20-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR

DI DAS UPPER BRANTAS

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Muhammad Noorwantoro, Runi Asmaranto, Donny Harisuseno

Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

DAS Upper Brantas merupakan daerah yang berpotensi terjadi bencana tanah longsor. karena

memiliki kemiringan lereng curam (> 25%) dengan jenis tanah dominan adalah andosol yang memiliki

sifat peka erosi dan curah hujan tahun 2013 lebih dari 1500 mm. Oleh karena itu diperlukan upaya-

upaya untuk meminimalisir akibat yang akan ditimbulkan dengan melakukan pemetaan daerah rawan

longsor untuk mengetahui sebaran daerah rawan longsor sehingga kita bisa merumuskan upaya

penanggulangan. Pemetaan menggunakan tujuh parameter yaitu kemiringan lereng, curah hujan, tata

guna lahan, geologi, kedalaman solum, tekstur tanah, permeabilitas tanah.dan masing-masing memiliki

skor dan bobot kemudian dilakukan overlay sehingga menghasilkan peta sebaran daerah rawan longsor.

Hasil studi menyebutkan wilayah studi dengan luasan 160,2 km2 terbagi menjadi 3 kelas kerawanan yaitu

tingkat kerawanan rendah (23,84 km2/14,84%), tingkat kerawanan sedang (112,37 km

2/69,96%) dan

tingkat kerawanan tinggi (24,42 km2/15,20%). Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji merupakan daerah

yang paling berpotensi terjadi tanah longsor dengan luas daerah dengan tingkat kerawanan tinggi 12,54

km2.

Kata Kunci : Pemetaan, Rawan Longsor, Sistem Informasi Geografi, Kelas Kerawanan

ABSTRACT

Upper Brantas watershed is a potentially area in having landslide, since it has slope (> 25%)

with andosol as the dominant soil type which has the characteristic of sensitivity in erosion and rainfall

on 2013 was higher than 1,500 mm. Therefore, it is needed some efforts to minimize the impact that

would be happened by conducted an area mapping of landslide prone in order to know the spread of the

landslide prone area thus we can formulate the countermeasure efforts. The mapping use seven

parameters such as slope, rainfall, landuse, geologic, the depth of solum, soil texture, soil permeability.

Each of them has a score and weight, then it will be overlaid thus it creates the distribution map of

landslide prone area. The result of the study stated that 160.2 km2of the study area was divided into three

classes of vulnerability, which are low vulnerability level (23.84 km2 / 14.84%), middle vulnerability

level (112.37 km2 / 69.96%), and high vulnerability level (24.42 km2 / 15.20%). Tulungrejo village, the

subdistrict of Bumiaji is the highest potential area for landslide occurrence with the area of the high

vulnerability level is 12.54 km2.

Keywords: Mapping, Landslide Prone, Geographic Information System, The Level of Vulnerability

PENDAHULUAN

Bencana alam adalah bencana

yang diakibatkan oleh peristiwa atau

peristiwa yang disebabkan oleh alam

antara lain berupa gempa bumi, tsu-

nami, gunung meletus, banjir, keke-

ringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana alam dapat mengakibatkan

dampak yang merusak pada bidang

ekonomi, sosial dan lingkungan.

Tanah longsor (landslide) meru-

pakan salah satu jenis bencana alam

yang sering terjadi di Indonesia,

terutama pada musim hujan. Kemu-

ngkinan frekuensi kejadian atau ke-

mungkinan terjadinya longsor lebih

tinggi dibandingkan dengan jenis ben-

cana lainnya. Badan Nasional Penang-

gulangan Bencana (BNPB) mencatat

ada sekitar 257 kejadian bencana tanah

longsor terjadi di seluruh wilayah

Indonesia yang terjadi di sepanjang

tahun 2013.

Kota Batu terletak diantara

112o17’10,90” - 122

o57’11” Bujur

Timur dan 7o44’55,11”- 8

o26’35,45”

Page 2: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

Lintang Selatan. Berada pada ketinggi-

an 800-3000 meter. Kota Batu memiliki

keadaan topografi dan kemiringan

lereng curam (> 25%). Jenis tanah

dominan adalah andosol yang memiliki

sifat peka erosi dan curah hujan tahun

2013 lebih dari 1500 mm menjadikan

Kota Batu tergolong daerah yang rawan

terjadi longsor. Hal ini juga ditunjang

dengan telah terjadi 35 kali kejadian

longsor di sepanjang tahun 2013. Untuk

menghindari jatuhnya korban yang

lebih besar dan banyak akibat bahaya

tanah longsor, diperlukan upaya-upaya

yang mengarah kepada tindakan me-

minimalisir akibat yang akan ditimbul-

kan.

Untuk dapat memantau dan me-

ngamati fenomena tanah longsor di-

perlukan adanya suatu analisa dan

pemetaan daerah rawan longsor yang

mampu memberikan gambaran kondisi

kawasan yang ada berdasarkan faktor-

faktor penyebab terjadinya tanah

longsor. Selain itu juga kita bisa me-

ngetahui sebaran daerah rawan longsor

dan faktor utama penyebabnya sehingga

kita bisa merumuskan upaya penang-

gulangan

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Wilayah studi yang dikaji adalah

Sub DAS Upper Brantas yang berada di

Kota Batu, Jawa Timur. Luas wilayah

studi adalah 160,21 Km2. Terbagi

menjadi 3 wilayah kecamatan (Bumiaji,

Batu, Junrejo) yang terdiri dari 23 desa.

Metode Analisa

Data-data yang dibutuhkan

dalam analisa ini adalah :

1. Data curah hujan tahun 1994-2013

2. Peta curah hujan

3. Peta tekstur tanah

4. Peta permeabilitas tanah

5. Peta kedalaman solum

6. Peta kemiringan lereng

7. Peta geologi

8. Peta tata guna lahan

Parameter pemicu tanah longsor

yang digunakan ada 7 parameter yaitu

curah hujan, kemiringan lereng, tata

guna lahan, permeabilitas tanah, tekstur

tanah, kedalaman solum dan geologi.

Masing-masing parameter tersebut dila-

kukan pemberian nilai/skor yang kemu-

dian dikalikan dengan nilai bobot dari

masing-masing parameter yang mempu-

nyai pengaruh terhadap terjadinya tanah

longsor. Diasumsikan semakin besar

nilai kerawanan/kumulatif artinya sema-

kin berpotensi kawasan tersebut terjadi

tanah longsor. Ketujuh faktor di overlay

menggunakan bantuan software ArcGIS

10.1 dan dilakukan perhitungan skor

kerawanan (kumulatif) sehingga dida-

patkan peta persebaran daerah rawan

longsor.

Gambar 1. Peta Wilayah Studi

Untuk nilai skor dari masing-

masing parameter bisa dilihat pada tabel

Page 3: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

1 dan nilai bobot dari masing-masing

parameter pada tabel 2.

Tabel 1. Skor Parameter Pemicu Tanah

Longsor

No Parameter Sk

or

I

II

III

IV

V

VI

VII

Curah Hujan

a. > 2500 mm

b. 2000 – 2500 mm

c. 1500 – 2000 mm

d. 1000 – 1500 mm

e. < 1000 mm

Kemiringan Lereng (%)

a. > 45

b. 25 - 45

c. 15 - 25

d. 8 - 15

e. 0 - 8

Permeabilitas Tanah

a. Well

b. Moderate, Poor

c. Excessive

Tekstur Tanah

a. Clay

b. Silt

c. Sandy

Tutupan Lahan

a. Persawahan

b. Permukiman, lahan kering

c. Hutan, perkebunan

d. Semak, lahan terbuka

e. Padang rumput

f. Perairan

Kedalaman Solum (cm)

a. > 90

b. 60 - 90

c. 25 – 60

d. < 25

Geologi

a. Batuan gunungapi kuarter

atas Gn. Panderman Qv(p)

b. Batuan gunungapi Arjuna-

Welirang. Qvaw

c. Batuan gunungapi Anjas-

mara muda, Qpva

d. Batuan gunungapi Kawi-

Butak, Qpkb

5

4

3

2

1

5

4

3

2

1

5

3

1

5

3

1

5

4

3

2

1

0

4

3

2

1

4

3

2

1

Sumber : Taufik, dkk, 2008

Tabel 2. Bobot Tiap Parameter

No Parameter Bobot

1 Kemiringan Lereng 3

2 Curah Hujan 2

3 Tata Guna Lahan 2

4 Geologi 1

5 Kedalaman Solum 1

6 Permeabilitas Tanah 1

7 Tekstur Tanah 1

Sumber : Taufik dkk, 2008

Tahapan Analisa

1. Melakukan analisa hidrologi.

Melakukan uji konsistensi data

hujan menggunakan kurva massa

ganda.

Melakukan uji homogenitas

antara stasiun sumbergondo dan

tinjumoyo menggunakan uji T

2. Pembuatan peta batas DAS Upper

Brantas dengan peta kontur dari

Bakosurtanal sebagai data sekunder.

3. Pembuatan peta polygon thiesen

menggunakan ArcToolbox Create

Thiessen Polygon.

4. Pembuatan peta kemiringan lereng

menggunakan ArcToolbox Surface.

5. Pembuatan peta geologi dengan cara

digitasi.

6. Pengisian skor dari setiap parameter.

7. Proses overlay ketujuh parameter.

8. Verifikasi hasil.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisa Hidrologi

Uji konsistensi digunakan untuk

menguji kebenaran data lapangan yang

tidak dipengaruhi oleh kesalahan pada

saat pengiriman atau pengukuran data

tersebut harus benar-benar mengga-

mbarkan fenomena hidrologi seperti

keadaan sebenarnya di lapangan

(Soewarno, 1995). Metode yang digu-

nakan adalah kurva massa ganda

(double mass curve). Dengan metode

ini dapat dilakukan koreksi untuk data

hujan yang tidak konsisten dengan cara

membandingkan harga akumulasi curah

hujan tahunan pada stasiun yang diuji

dengan akumulasi curah hujan tahunan

Page 4: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

rerata dari suatu jaringan dasar stasiun

hujan yang berkesuaian, kemudian

diplotkan pada kurva (Subarkah, 1980).

Ada 7 stasiun yang digunakan pada

analisa ini dan data hujan yang digu-

nakan dari tahun 1994-2012.

Dari hasil analisa kurva massa

ganda di semua stasiun yang digunakan

tidak ditemukan terjadinya penyim-

pangan data sehingga tidak diperlukan

faktor koreksi data. Hal ini berarti data

hujan yang akan digunakan adalah

konsisten dan dapat digunakan untuk

analisa selanjutnya.

Uji T

Uji T digunakan untuk menguji

kesamaan / homogenitas rata-rata dari 2

populasi data hujan di 2 stasiun yang

berbeda. Uji T pada analisa ini digu-

nakan karena pada stasiun Sumber-

gondo baru dibangun pada tahun 2006

sehingga tahun sebelumnya tidak ada

data hujan. Uji T pada analisa ini akan

menguji stasiun Sumbergondo dan

Tinjumoyo karena lokasinya yang ber-

dekatan.

Uji T dilakukan apabila jumlah

sampel kecil (n<30). Uji T dapat di-

lakukan dengan persamaan sebagai

berikut :

| |

| |

|

|

Dengan :

t = variabel t terhitung.

X1 = rata-rata hitung sampel

set ke 1

X2 = rata-rata hitung sampel

set ke 2

N1 = jumlah sampel set ke 1

N2 = jumlah sampel set ke 2

S1 = standar deviasi sampel

set ke 1

S2 = standar deviasi sampel

set ke 2

Pada analisa ini didapatkan nilai

t = 1,462. Dengan dasar pengujian dua

sisi pada derajat kepercayaan 5% (α =

0,005), H0 akan ditolak bila t terletak

diluar batas –t0,05 sampai t0,05 untuk

derajat kebebasan N1 + N2 – 2. Dari

tabel nilai kritis tc diperoleh hasil t0,05 =

1,714 dan -t0,05 = -1,714. Sehingga -

1,714 < 1,462 < 1,714, oleh karena itu

H0 dapat diterima pada derajat

kepercayaan 5% atau dengan kata lain

dapat disimpulkan bahwa 95% adalah

benar bahwa tidak ada beda nyata antara

curah hujan di Stasiun Sumbergondo

dan Tinjumoyo. Sehingga data hujan

Tinjumoyo dari tahun 1994-2006 bisa

digunakan di Stasiun Sumbergondo.

Peta Curah Hujan

Peta curah hujan terbagi menjadi

7 luasan wilayah berdasarkan pem-

bagian luasan menggunakan metode

polygon thiessen. Untuk luas sebaran

pengaruh stasiun hujan dan skor bisa

dilihat pada tabel 4.

Tabel 2. Luas sebaran stasiun hujan dan

skor curah hujan

NAMA

STASIUN

Luas

(Km2)

CURAH

HUJAN

(mm)

SKOR

Temas 8.71 1690.37 3

Pendem 5.59 1672.79 3

Tinjumoyo 19.81 1911.37 3

Ngujung 12.31 1690.26 3

Tlekung 8.05 1578.63 3

Ngaglik 25.85 1569.11 3

Sumbergondo 79.88 2025.05 4

Sumber : Hasil analisa

Peta Kemiringan Lereng

Wilayah studi secara umum

berada pada daerah dengan kemiringan

lereng beragam. Umumnya kejadian

tanah longsor terjadi pada wilayah

Page 5: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

berlereng. Semakin curam kemiringan

lereng dari suatu kawasan maka akan

semakin besar potensi kejadian longsor.

Sebaran dan skor kemiringan lereng

bisa dilihat pada tabel 5.

Tabel 3. Luas sebaran dan skor kemiri-

ngan lereng

Kemiringan

Lereng (%)

Bentuk

Lereng

Luas

(Km2)

Skor

< 8 Datar 49.78 1

8 - 15 Landai 29.31 2

15 - 25 Agak

curam 26.85 3

25 - 45 Curam 43.35 4

> 45 Sangat

Curam 10.88 5

Sumber : Hasil analisa

Peta Tata Guna Lahan

Berdasarkan peta tata guna lahan

Kota Batu tahun 2010 menyebutkan ada

6 jenis guna lahan di Kota Batu.

Persawahan merupakan daerah yang

paling berpotensi terjadi tanah longsor

karena merupakan daerah dengan ting-

kat kejenuhan air tinggi yang berakibat

bobot massa tanah bertambah sehingga

menjadi sangat labil. Sebaran dan skor

tata guna lahan bisa dilihat pada tabel 6.

Tabel 4. Luas sebaran dan skor tata

guna lahan

Jenis Guna Lahan Luas

(Km2)

Skor

Hutan 82.14 3

Industri 0.17 4

Semak Belukar 0.28 2

Perairan Darat 0.05 0

Permukiman 15.89 4

Persawahan 61.67 5

Sumber : Hasil analisa

Peta Geologi

Di Kota Batu terbagi menjadi 4

jenis struktur geolgi. Pemberian skor

pada parameter geologi berdasarkan

umur dari batuan. Semakin muda akan

semakin rawan terhadap longsor karena

batuan muda cenderung terjadi pela-

pukan yang menyebabkan berkurangnya

kekuatan batuan. Sebaran dan skor

geologi bisa dilihat pada tabel 7.

Tabel 5. Luas sebaran dan skor geologi

Klasifikasi

Geologis Jenis Batuan

Luas

(Km2)

Skor

Qv(p) Batuan

gunung api

kuarter atas

Gn.

Panderman

24.4 4

Qvaw Batuan

gunung api

Arjuna-

Welirang

79.22 3

Qpkb Batuan

gunung api

Kawi-Butak

8.67 1

Qpva Batuan

Gunung api

Anjasmara

muda

47.92 2

Sumber : Hasil analisa

Peta Permeabilitas Tanah

Semakin cepat tanah menyerap

air maka akan terjadi akumulasi air

sehingga tanah menjadi jenuh, yang

berakibat karakteristik tanah menurun

drastic, sehingga terjadi penurunan kuat

geser tanah dan lereng. Sebaran dan

skor kelas permeabilitas tanah bisa

dilihat pada tabel 8.

Tabel 6. Luas sebaran dan skor kelas

permeabilitas tanah

Kelas Permeabilitas

tanah

Luas

(Km2)

Skor

Excessive 41.56 1

Moderate 87.97 3

Well 30.68 5

Sumber : Hasil analisa

Page 6: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

Peta Kedalaman Solum

Semakin dalam solum dari suatu

lahan maka semakin berpotensi ter-

hadap longsor. Solum yang dalam dapat

menambah massa tanah apabila pori-

pori dalam tanah dipenuhi oleh air

sehingga lereng tidak mampu menahan.

Sebaran dan skor dari solum tanah bisa

dilihat pada tabel 9.

Tabel 7. Luas sebaran dan skor solum

tanah

Kedalaman Solum

(cm)

Luas

(Km2) Skor

> 90 119.7 4

60–90 30.97 3

25-60 8.23 2

< 25 1.3 1

Sumber : Hasil analisa

Peta Tekstur Tanah

Tanah dengan berbagai per-

bandingan pasir, debu, dan liat dikelom-

pokkan atas berbagai kelas tekstur pada

segitiga tekstur USDA. Kemudian di-

cari nilai persentase rata-rata komposisi

sand, silt, clay dari tiap jenis tekstur

tanah tersebut. Selanjutnya digunakan

perhitungan untuk menentukan skor-

nya.. Sebaran dan skor dari tekstur

tanah bisa dilihat pada tabel 10.

Tabel 8. Luas sebaran dan skor tekstur

tanah

Nama Silt

(%)

Clay

(%)

Sand

(%) Skor

Clay

Loam

14-50 28-40 20-48 3.00

32 34 34

Loamy

Sand

0-30 0-17 70-83 1.64

15 8.5 76.5

Sand 0-11 0-7 82-100

1.25 5.5 3.5 91

Sandy

Clay

Loam

0-24 20-33 43-80 2.30

12 26.5 61.5

Sandy 0-50 0-20 45-85 1.90

Nama Silt

(%)

Clay

(%)

Sand

(%) Skor

Loam 25 10 65

Silt 72-100 0-12 0-16

2.96 86 6 8

Silt Clay

Loam

40-72 28-40 0-20 3.48

56 34 10

Silt

Loam

50-80 0-30 0-50 2.70

65 10 25

Sumber : Hasil analisa

Penentuan Batas Kelas

Kelas kerawanan dibagi menjadi

3. Besar interval dari masing-masing

kelas ditentukan dengan pendekatan

relatif dengan cara melihat nilai mak-

simum dan minimum tiap satuan

pemetaan. Batas kelas kerawanan bisa

dilihat pada tabel 11. Xt = 18,64

Xr = 47,70

Tabel 9. Batas Kelas Kerawanan

Tingkat Kerawanan Interval

Tingkat Kerawanan

Rendah 18,64 – 28,33

Tingkat Kerawanan

Sedang 28,34 – 38,03

Tingkat Kerawanan

Tinggi 38,04 – 47,70

Sumber : Hasil perhitungan

Peta Tingkat Kerawanan Longsor

Dari hasil pengolahan sistem

informasi geografis (SIG) dengan

menggunakan ArcGis 10.1 dapat

diketahui wilayah-wilayah yang memi-

liki tingkat kerawanan longsor.

Page 7: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

Gambar 2. Diagram Sebaran Tingkat

Kerawanan Longsor

Gambar 3. Peta Sebaran Tingkat

Kerawanan Longsor

Daerah tingkat kerawanan se-

dang dengan luasan 112,37 Km2

(69,90%) dipengaruhi oleh kemiringan

lereng landai sampai agak curam (8-

25%) sedangkan untuk sebaran tata

guna lahan di daerah ini merata antara

sawah, hutan dan permukiman. Untuk

parameter tanah, permeabilitas tanah

didominasi oleh permeabilitas kelas

moderate dan kedalaman solum lebih

dari 60 cm. Jenis batuan yang banyak

dijumpai adalah batuan gunung api

kuarter atas gunung panderman dan

batuan gunung api anjasmara muda.

Daerah dengan tingkat ke-

rawanan rendah dengan luasan 23,84

Km2 (14,84%) merupakan daerah yang

jarang terjadi gerakan tanah jika tidak

ada gangguan pada lereng, sedangkan

jika terdapat gerakan tanah itu diduga

terjadi karena tebing yang tergerus oleh

aliran permukaan. Sebaran daerah de-

ngan tingkat kerawanan rendah ini be-

rada pada pusat Kota Batu yang me-

miliki keadaan lereng datar (< 8%).

Tata guna lahan dominan permukiman

dan hutan. Untuk permeabilitas tanah di

daerah tersebut adalah kelas excessive

dan kedalaman tanah 60-90 cm.

Verifikasi Hasil

Metode yang digunakan adalah

dengan membandingkan kejadian long-

sor yang terjadi pada tahun 2013

dengan peta tingkat kerawanan longsor.

Berdasarkan hasil analisa didapatkan

pada tingkat kerawanan rendah terjadi 5

kali kejadian longsor atau 15,63%. Pada

tingkat kerawanan sedang terjadi 14 kali

kejadian longsor (43,75%) dan pada

tingkat kerawanan tinggi terjadi 13 kali

kejadian longsor atau 40,63% dari

seluruh total kejadian longsor pada

tahun 2013.

Selain itu juga dilakukan survey

lokasi dengan 3 titik bedasarkan tingkat

kerawanan. Dari 3 lokasi tersebut bisa

dilihat perbedaan keadaan alam yang

mencerminkan tingkat kerawanan dari

lokasi tersebut.

Upaya Pencegahan Terjadinya Tanah

Longsor

Untuk menurunkan tingkat

kerawanan pada daerah dengan tingkat

kerawanan tertentu perlu dilakukan

upaya-upaya sebagai berikut :

Tabel 10. Upaya Pengendalian Longsor

Berdasarkan Tingkat Kera-

wanan

Tingkat

Kerawanan

Perlakuan Pengendalian

Rendah Upaya konservasi yang

berupa penanaman po-

hon yang memiliki per-

akaran dalam dan ber-

daun banyak seperti

14.84%

69.96%

15.20%

Tingkat Kerawanan Longsor

Tingkat KerawananRendah

Tingkat KerawananSedang

Tingkat KerawananTinggi

Page 8: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

Tingkat

Kerawanan

Perlakuan Pengendalian

senokeling, kayu manis

dan cengkeh

Sedang Membangun bronjong

pada tebing-tebing

Pembuatan terasering

pada lahan sawah

Pengaturan pola tata

tanam

Melakukan sistem per-

tanaman dengan model

agroforestri

Tinggi Penanaman tanaman

yang berakar kuat me-

ngikat tanah tetapi ber-

batang ringan pada ba-

gian atas dan tengah le-

reng, dan jenis pohon

berakar kuat menahan

batu dan berat seperti

jati pada bagian kaki

lereng

Pembangunan parit pe-

ngelak, drainase, dan

bangunan penghambat/

check dam.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sebaran tingkat kerawanan longsor

di Das Upper Brantas yang ada di

Kota Batu terbagi menjadi 3 kelas

yaitu tingkat kerawanan longsor

rendah dengan luasan 23,84 km2

atau

14,84%, tingkat kerawanan longsor

sedang dengan luasan 112,37 km2

atau 69,96% dan tingkat kerawanan

longsor tinggi dengan luasan 24,42

km2 atau 15,20%. Kecamatan yang

paling berpotensi terjadinya longsor

adalah Kecamatan Bumiaji, luasan

daerah dengan tingkat kerawanan

longsor tinggi adalah 21,47 km2

sedangkan desa yang sangat

berpotensi terjadi bencana tanah

longsor adalah Desa Tulungrejo

dengan luas daerah 12,54 km2.

2. Pada tingkat kerawanan longsor

tinggi parameter pemicunya adalah

kemiringan lereng yang curam dan

sangat curam (> 25%) dengan luasan

54,23 km2, tata guna lahan yang

dominan adalah daerah persawahan

dengan luasan 61,67 km2, jenis

batuannya adalah batuan gunung api

kuarter atas gunung panderman

dengan luasan 24,4 km2. Untuk

parameter tanah, permeabilitas tanah

yang dominan adalah kelas well

dengan luasan 30,68 km2, kedalaman

solum antara 60-90 cm dengan

luasan 30,97 km2. Intensitas curah

hujan tahunan yang terjadi tergolong

rendah dengan curah hujan lebih dari

1500 mm/tahun .

Saran

1. Pada analisa selanjutnya sebaiknya

data dari setiap parameter meng-

gunakan data terbaru sehingga hasil

akhir dari analisa bisa lebih

sempurna.

2. Untuk verifikasi hasil yang lebih

baik sebaiknya menggunakan invent-

tarisasi data kejadian longsor yang

lebih panjang.

3. Parameter geologi yang digunakan

pada analisa ini masih terlalu umum

dan tidak membahas secara khusus

penyebab terjadinya longsor yang

mungkin disebabkan oleh fenomena

geologi seperti kekar (joint), patahan

(fault), dan lipatan (fold).

DAFTAR PUSTAKA

Asmaranto, Runi. 2013. Jurnal Teknik –

Aplikasi Sistem Informasi

Geografi (SIG) Untuk

Identifikasi Lahan Kritis dan

Arahan Fungsi Lahan Daerah

Aliran Sungai Sampean. Tidak

Diterbitkan. Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya Malang.

[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi.

2005. Manajemen Bencana

Tanah Longsor.

Page 9: ANALISA KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI

Karnawati, D. 2001. Bencana Alam

Gerakan Tanah Indonesia Tahun

2000 (Evaluasi dan Rekomen-

dasi). Jurusan Teknik Geologi.

Fakultas Teknik Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.

2007. Pedoman Penataan Ruan

Kawasan Rawan Bencana

Longsor.

Rahman, Abdur. 2010. “Penggunaan

Sistem Informasi Geografi

Untuk Pemetaan Kerawanan

Longsor di Kabupaten Pur-

worejo,” Jurnal Bumi Lestari,

Volume 10 No.2, hal. 191-199.

Banjarmasin: Program Studi

Manajemen Sumberdaya Per-

airan.

Suripin, 2002. Pelestarian Sumber daya

Tanah dan Air. Yogyakarta :

Penerbit Andi.

Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi

di Kabupaten Garut. Prosiding

Semiloka Mitigasi Bencana

Longsor di Kabupaten Garut.

Pemerintah Kabupaten Garut.

Soemarto, CD. 1999. Hidrologi Teknik.

Jakarta: Erlangga.

Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi

Metode Statistik Untuk Analisa

Data Jilid 1.Bandung: Nova.

Soewarno. 1995. Hidrologi : Aplikasi

Metode Statistik Untuk Analisa

Data Jilid 2.Bandung: Nova.

Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi

Untuk Perencanaan Bangunan

Air. Bandung : Idea Dharma.

Taufiq, H.P., dan Suharyadi, 2008.

Landslide Risk Spatial

Modelling Using Geographical

Information System. Tutorial

Landslide. Laboratorium Sistem

Informasi Geografis. Fakultas

Geografi Universitas Gadjah

Mada. 9 halaman.