analgetika dan nsaid 2012
DESCRIPTION
analgetikaTRANSCRIPT
Isnatin Miladiyah
Departemen Farmakologi FK UII
1
Tujuan Belajar
• Menjelaskan prinsip kerja analgetika
• Menjelaskan jenis-jenis analgetika
• Memilih analgetika yang sesuai dengan kondisi pasien
2
Analgetika
Analgetika Narkotika (Opioid)
Analgetika Non Narkotika (non-opioid)
3
Analgetika Opioid
• Opioids senyawa alami/sintetis efek mirip morfin – berikatan dengan reseptor opioid spesifik di SSP
efek mirip aksi neurotransmitter peptida endogen (leu- & met-enkefalin)
– redakan nyeri hebat penyakit berat, trauma, pasca pembedahan
– Spektrum efek luas : penggunaan utama untuk redakan nyeri & kecemasan (yang menyertai)
4
Analgetika Opioid
• Risiko drug abuse • Antagonis opioid dapat mengembalikan aksi
opioid– kepentingan klinis : mengatasi overdosis
5
6
7
OPIOID ANALGESICS AND ANTAGONISTS
STRONG AGONISTS
MODERATE/LOW AGONISTS
MIXED AGONIST-ANTAGONISTS AND PARTIAL AGONISTS
ANTAGONISTS
OTHER ANALGESICS
AlfentanilFentanyl
MeperidineMethadone
Heroin
MorphineRemifentanilSufentanil
CodeineOxycodonePropoxyphene
BuprenorphineButorphanolNalbuphinePentazocine
NaloxoneNaltrexone
Tramadol
(according to Lippincott´s Pharmacology, 20068
Penggunaan Klinik
a. Analgesia– juga dapat menginduksi tidur (kasus tertentu dengan
nyeri hebat & diperlukan efek hipnosis)
b. Terapi diare– menurunkan motilitas usus halus (loperamide)
c. Redakan batuk– supresi refleks batuk (codein, dextromethorphan)
d. Terapi udem paru akut– untuk dispnea karena udem pada gagal jantung kiri
efek vasodilatasi (morphin i.v)9
Efek Samping
• depresi sistem respirasi, koma• konstipasi• vomitus• bronkokonstriksi karena alergi, hipotensi, gatal• TIK naik terutama trauma kepala; perburuk
iskemia serebral & spinal• retensi urin akut pasien hipertrofi prostat
10
Efek Samping
• henti nafas pasien emfisema atau kor pulmonal (pengawasan ketat terhadap fungsi pernafasan)
• perburuk insufisiensi adrenal atau miksedema• hati-hati penggunaan pada pasien asma bronkial &
gagal hepar
11
Tolerance & Dependence
• Tolerance penggunaan berulang sebabkan toleransi efek depresi sistem nafas, analgesik, euforia, sedatif – tidak terjadi terhadap efek miosis & konstipasi
• Dependence terjadi segera
• Gejala withdrawal
– respon otonom, motorik, psikologis
12
Analgetika Non Opioid
Sering dikelompokkan menjadi : analgetika, antipiretika, dan antiinflamasi non steroid (NSAID)
Secara kimiawi tidak berkaitan, mempunyai mekanisme kerja dan efek samping serupa
Prototipe : aspirin
13
Inflamasi
• Serangkaian proses karena berbagai stimuli, ditandai 5 tanda radang
• Terdiri beberapa fase:– akut : vasodilatasi lokal, permeabilitas kapiler
meningkat– subakut : infiltrasi lekosit dan sel fagosit– kronik : degenerasi jaringan dan fibrosis
ANTIINFLAMASI14
Prostaglandin• Mediator utama dalam inflamasi
• Enzim yang terlibat dalam produksi PG
– COX-1 (konstitutif, fisiologis)
– COX-2 (prostanoid untuk inflamasi inducible, konstitutif di ginjal, otak, tulang)
• NSAID : menghambat COX secara umum
– COX-1 efek samping (ulkus gaster)
– COX-2 antipiretik, analgetik, antiinflamasi
COX-2 selective (COX Pathway)15
• COX-1 & COX-2:– beda struktur– sisi konformasi sisi pengikatan substrat & sisi katalitik
(COX-2 ada ruang lebar untuk mengikat inhibitor)
perbedaan struktur : pengembangan inhibitor selektif• Ekspresi COX-2 dihambat oleh glukokortikoid
(efek antiinflamasi)
16
Prostaglandin
17
Prostaglandin
• Sebagai signal lokal
• Fungsi bervariasi tergantung organ/jaringan– TXA2 : rekrutmen platelet baru untuk agregasi (langkah
pertama dalam hemostasis)
– TXA2 di jaringan lain: kontraksi otot polos
– Sitoprotektif gaster, homeostasis vaskuler, agregasi platelet, fungsi ginjal
– Mediator reaksi alergi & inflamasi
18
NSAID (NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS)
• NSAID sekumpulan agen kimia beda struktur, dengan aktivitas antipiretik, analgesik & anti inflamasi yang berbeda kekuatannya
• Menginhibisi enzim COX menurunkan produksi PG efek (+) dan (-)
• Penggunaan inhibitor COX-2 spesifik risiko MI & stroke meningkat (beberapa ditarik)– Rekomendasi: dosis terendah yang efektif, penggunaan
sesingkat mungkin 19
Efek Utama• antipiretik
– turunkan suhu penurunan PGE2, akibat respon protein inflamatorik & berperan besar dalam pengaturan set-point hipotalamus
• analgesik – redakan nyeri penurunan PG, redakan nyeri kepala
karena vasodilatasi akibat PG• anti-inflammasi
– modifikasi reaksi inflamasi penurunan PGE2 & PGI2 vasodilatasi & edema berkurang
20
Klasifikasi Kimiawi NSAID
Inhibitor COX non-selektif
Derivat para-aminofenol Parasetamol (asetaminofen)
Derivat asam salisilat Aspirin (asam asetil salisilat), diflunisal, sulfasalazine
Asam asetat indol Indometasin, sulindak
Asam asetat heterosiklik Tolmetin, diklofenak, ketorolak
Asam arilpropionat Ibuprofen, naproksen, flurboprofen, ketoprofen
Derivat fenamat Asam mefenamat, asam meklofenamat
Asam enolat Oksikam (piroksikam, meloksikam)
Alkanon Nabumeton21
Klasifikasi Kimiawi NSAID
Inhibitor COX-2 selektif
Diaryl substituted furanones Rofecoxib, celecoxib
Diaryl-substituted pyrazoles Celecoxib
Asam asetat indol Etodolac
Sulfonanilides Nimesulide
22
Risiko Efek Samping
Risiko Inhibitor COX-2 non selektif
Inhibitor COX-2 selektif
Ulkus gaster dan intoleransi
Ya Tidak
Hambatan fungsi platelet
Ya Tidak
Hambatan induksi persalinan
Ya Ya
Gangguan fungsi ginjal
Ya Ya
Hipersensitivitas Ya Tidak diketahui
23
Risiko Efek Samping
• Ulkus gaster– PGI2 dan PGE2 sebagai agen sitoprotektif
mukosa gaster– COX-1 merupakan bagian konstitutif lambung
(inhibitor COX-2 selektif tidak)
• Hambatan fungsi platelet– NSAID menghambat produksi TXA2
(agregator platelet poten) BT naik
24
Risiko Efek Samping
• Hambatan induksi persalinan– PGE dan PGF uterotropik poten, berperan dalam
inisiasi dan progresi persalinan
• Induksi penutupan dini ductus arteriosus janin– PG pertahankan duktus arteriosus tetap terbuka
Manfaat : mencegah persalinan preterm (prematur)
25
Risiko Efek Samping
• Gangguan fungsi ginjal
Prostaglandin
Reabsorpsi klorida Kerja ADH
Diuresis
NSAID(-)
Retensi air
edema
26
Salisilat
• Farmakokinetika : – Absorpsi : cepat (sebagian di lambung, paling
banyak di intestinum bagian atas), Cmax : 1 jam
– Distribusi : 80-90% terikat protein plasma– Eliminasi : T1/2 bervariasi (antara 2 jam – 30
jam, tergantung dosis)– dosis sedikit kadar plasma – perlu Monitoring Drug Therapy (MDT)
27
Salisilat
• Penggunaan klinik : – analgetik (325-650 mg setiap 4 jam)– antipiretik (325-650 mg setiap 4 jam) – antirheumatik (4-6 g/hari)– anti agregasi trombosit (40-60 mg/hari)– uricosuric agent
• Toksisitas :– Salisilismus (nyeri kepala, tinnitus, gangguan
pendengaran, konfusi, berkeringat, nausea, vomitus)
28
Parasetamol
• Farmakokinetika:– Tmax 30-60 menit– T1/2 2 jam, metabolisme melalui
glukoronidasi (hepar)– Metabolit reaktif (toksik) : N-acetyl-
benzoquinonimine (NABQI) kondisi normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation
• Overdosis : NABQI glutation habis toksik terhadap jaringan hepar (hepatotoksik)
29
Parasetamol
• Antiinflamasi sangat lemah hanya menghambat COX dalam lingkungan low peroxide (otak)
• Penggunaan klinik :• analgetika • antipiretika
– Dosis : 325-1000 mg dalam 4 dosis, sehari tidak boleh lebih 4 g
– Dosis anak : 10mg/kgBB dalam 4 dosis
• Toksisitas : hepatotoksik
30
Pemilihan NSAID
• Pertimbangkan waktu paruh dan frekuensi pemberian
– nyeri akut : short-acting (ibuprofen)
– nyeri kronik : long-acting (naproxen)
• Jangan anggap bahwa NSAID kurang toksik dibanding opioid
• Beberapa pasien : NSAID lebih efektif daripada opioid
31
Three-step Analgesic Ladder
• Rekomendasi WHO untuk terapi nyeri karena kanker (Lampiran 1)
• Prinsip:– Step 1 nyeri ringan-sedang : analgetik non-
opioid– Step 2 step 1 gagal, atau nyeri sedang :
kombinasi non-opioid dan opioid dosis rendah– Step 3 step 2 gagal atau nyeri berat :
opioid dosis penuh, sediaan injeksi
32
Pustaka
• Portenoy, R.K, 2005. Three-Step Analgesic Ladder for Management of Cancer Pain. Oncology Special Edition WHO, Vol 9 : 193-197
33