sarafambarawa.files.wordpress.com · web viewdisusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian...
Post on 25-Feb-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PENURUNAN KESADARAN BERULANG PADA PASIEN
DENGAN MULTIPLE MYELOMA
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf RSUD Ambarawa
Disusun Oleh :
Agnes Nina Eureka
1910221018
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Multiple Myeloma
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen SARAF
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:
Agnes Nina Eureka
1910221018
Telah Disetujui Oleh Pembimbing:
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, Msc
Tanggal: Februari 2018
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SW
No RM : 0x243x-2011
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Protestan
Alamat : Gatot Subroto, Ngancar, Bawen
Ruang Rawat : Wijaya Kusuma
Tanggal masuk : 29 Januari 2021
Tanggal keluar : -
II. DATA DASAR
Aloanamnesis dilakukan kepada anak pasien pada tanggal 4 Februari 2021 (hari ke 7
perawatan) jam 05;00 WIB di Ruang Wijaya Kusuma RSUD Ambarawa
Keluhan Utama
Lemas dari pagi hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak memiliki nafsu makan dan
hanya makan dalam jumlah yang sedikit. Pasien terlihat sangat lemas pada pagi hari
sebelum masuk rumah sakit dan dibawa oleh keluarga ke IGD RSGM. Pasien masih
3
dapat mengeluhkan keluhan yang dialami saat masih di IGD. Pada hari perawatan
kedua, pasien kurang merespon keadaan sekitar, tidak merespon keluarga, sulit
membuka mata, cenderung tidur dan sulit dibangunkan. Pasien mendapat transfusi
darah setelah hari perawatan kedua sebanyak 2 kantong. Pasien mengalami perbaikan
kondisi pada hari perawatan ketujuh, mulai merespon keadaan sekitar dan membuka
mata secara spontan, namun masih lemas dan sulit berkomunikasi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pertama kali dirawat oleh karena keluhan serupa pada tahun 2015
dengan keluhan lemas di RSGM. Pada saat dirawat pasien menerima transfusi darah
dan gejala pasien membaik sehingga dapat dipulangkan. Pasien berulangkali masuk
rawat inap dengan gejala serupa dan pada tahun 2017 dirujuk ke RS Kariadi untuk
pemeriksaan darah. Pada saat itu, pasien terdiagnosa dengan penyakit Multiple
Myeloma. Pasien dirawat di RS Kariadi selama 1 bulan dan menjalani pengobatan
secara rawat jalan di RS Kariadi selama satu tahun hingga 2018. Setelah
menyelesaikan rawat jalan kondisi pasien membaik dan dapat beraktivitas dengan
baik seperti sediakala. Pasien kembali memiliki gejala serupa dan berulangkali
dirawat di RSGM mulai 2019 yang lalu dengan keluhan lemas. Setiap dirawat,
keluhan pasien membaik setelah mendapatkan transfusi darah dan dipulangkan.
Pasien mengalami penurunan berat badan secara progresif sejak Desember
2020 lalu, namun masih dapat berbicara, berjalan dengan walker dan mengurus diri
sendiri. Pasien juga mengalami keluhan nyeri BAK dan membaik setelah mendapat
tatalaksana dari dokter. Pasien sering mengeluh nyeri pada kedua tungkai dan sering
merasa takut kesakitan bila dipegang. Pasien cenderung lemas dan lebih sering
beristirahat, pasien lebih sering tidur karena merasa lebih nyaman dibanding saat
bangun. Nafsu makan pasien secara bertahap berkurang dan hanya ingin
mengkonsumsi makanan lunak.
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, paru, diabetes, saraf,
epilepsi, ataupun riwayat trauma. Pasien mengaku memiliki riwayat asam urat tinggi
beberapa tahun lalu.
4
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien menyangkal adanya riwayat keluhan serupa, hipertensi,
diabetes, jantung, stroke dan epilepsi pada anggota keluarga.
Riwayat Penggunaan Obat :
Pasien sempat mengkonsumsi obat untuk keluhan BAK pada desember 2020
lalu, namun tidak dapat mengingat obat yang dikonsumsi. Selama 2018 pasien sempat
mengkonsumsi obat dari Singapura atas instruksi dokter namun tidak dapat
mengingat nama obat yang dikonsumsi. Pasien saat ini tidak memiliki obat rutin.
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :
Pasien merupakan ibu rumah tangga sejak muda, dengan aktivitas keseharian
bekerja mengurus rumah. Saat ini tinggal serumah di suatu perumahan dengan
higienitas yang baik dengan dirawat oleh seorang pembantu. Sebelum mengalami
penyakit saat ini pasien dapat melakukan aktivitas ringan seperti makan, berbincang,
dan beribadah, namun mengalami kesulitan untuk mandi dan berjalan harus
menggunakan walker.
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : nyeri punggung (+), keluhan punggung tidak lurus (+)
Sistem neurologis : saat ini mengalami penurunan kesadaran
Sistem kardiovaskular: : saat ini tidak ada keluhan
Sistem respirasi : saat ini tidak ada keluhan
Sistem gastrointestional : BAB lunak, ampas sedikit, inkontinensia (-)
Sistem integumen : kulit kering sejak tahun lalu
Sistem urogenital : saat ini tidak ada keluhan, memiliki riwayat nyeri
BAK Desember 2020 yang lalu
Sistem muskuloskeletal : saat ini tidak ada keluhan, memiliki riwayat asam urat
tinggi beberapa tahun lalu, sering mengeluhkan nyeri
pada seluruh tungkai bawah dan nyeri pada kedua lutut
5
Resume Anamnesis
Pasien seorang wanita berusia 73 tahun datang dengan keluhan utama lemas.
Selama 5 hari terakhir konsumsi nutrisi pasien sangat sedikit. Pasien cenderung tidur,
hanya dapat mengkonsumsi makanan lunak dan sedikit minuman. Pada hari kedua
perawatan, pasien tidak respon terhadap lingkungan sekitar dan sulit dibangunkan.
Pasien kemudian mendapatkan transfusi darah, dengan total mencapai 2 kantong.
Pasien mengalami perbaikan kondisi pada hari perawatan ketujuh, mulai membuka
mata secara spontan dan merespon lingkungan sekitar. Selama perawatan tidak ada
keluhan pusing berputar, pusing melayang, nyeri kepala cekot-cekot, mual, muntah
menyemprot, baal, kejang sebelumnya. Pada saat pemeriksaan pasien dapat
melakukan kontak pandangan namun tidak dapat berkomunikasi dengan pemeriksa,
tidak dapat menjawab dan mengikuti perintah pemeriksa. BAB dengan ampas sedikit
dan BAK normal. Pasien memiliki riwayat dirawat RS dengan keluhan serupa sejak
2015, dan pernah didiagnosis memiliki penyakit multiple myeloma pada 2017.
Riwayat hipertensi, stroke, penyakit jantung dan diabetes baik pada pasien maupun
keluarga disangkal. Pasien merupakan ibu rumah tangga sejak muda, saat ini tinggal
dengan pembantu yang merawat di lingkungan perumahan dengan higienitas baik.
Diskusi I
Dari data alloanamnesis pada pasien didapatkan keluhan lemas pada seluruh
badan. Keluhan lemas yang terjadi pada pasien telah berlangsung lama sejak
Desember 2020 dan memburuk dalam seminggu terakhir. Keluhan ini dapat disebut
sebagai malaise, yaitu suatu kondisi lemas, lemah dan rasa tidak nyaman secara
umum pada seluruh tubuh. Malaise pada pasien telah dialami sejak 2015 dan dapat
teratasi dengan perawatan dari RS. Adapun setiap perawatan dari RS selalu diberikan
transfusi darah. Keluhan malaise pasien yang dapat diperbaiki dengan melakukan
transfusi darah dapat mengarahkan pada gejala anemia. Anemia merupakan
penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) atau eritrosit dalam darah mencapai dibawah
nilai normal, diukur per mm3 atau berdasarkan volume sel darah merah per 100 mL
6
darah. Pada pasien ini terjadi anemia secara kronis, sehingga perfusi jaringan tidak
adekuat pada seluruh tubuh. Dapat dicurigai bahwa terdapat penurunan perfusi
jaringan pada serebral yang dapat menyebabkan perburukan respon pasien terhadap
lingkungan sekitar.
Kondisi anemia pasien dengan penurunan berat badan dapat terjadi akibat
malnutrisi yang dialami pasien sejak desember lalu dan/atau dari riwayat keganasan
yang muncul kembali dan melatarbelakangi kondisi pasien saat ini. Malnutrisi dapat
terjadi pada pasien ini akibat intake sulit yang dialami sejak Desember 2020, dan
keluhan kulit kering dan berat badan menurun dalam onset yang sama. Namun
dengan malnutrisi muncul tanpa penyakit baru dan dalam onset yang sama dengan
munculnya malaise, dapat diarahkan bahwa kondisi anemia terjadi akibat keganasan
yang pernah dialami pasien, Multiple Myeloma. Hal ini didukung dengan gejala yang
didapat dari hasil anamnesis, yaitu penurunan berat badan drastis, malaise, dan nyeri
pada tulang.
Multiple myeloma (myeloma atau myeloma sel plasma) merupakan kanker sel
plasma yang ada di sumsum tulang, dimana sebuah klon dari sel plasma yang
abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan
sejumlah antibody yang abnormal yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
Lesi myeloma cells tersebut berkumpul dan membentuk tumor di sebuah multiple
(kumpulan) daerah di tulang. Anatomi multipel mieloma dapat dicari pada lokasi
predominan mencakup vertebrae, tulang iga, pelvis, femur, dan tengkorak (USDHHS,
2004).
III. MULTIPLE MYELOMA
Multiple myeloma (myeloma atau myeloma sel plasma) merupakan kanker sel
plasma yang ada di sumsum tulang, dimana sebuah klon dari sel plasma yang
abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan
sejumlah antibodi yang abnormal yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
Normalnya, sel plasma hanya mencapai ≤5% dari kadar sel darah dalam sumsum
tulang. Karena suatu alasan yang belum jelas, sel plasma dapat tumbuh tidak
terkontrol; ketika ini dilakukan, sel plasma ini sudah disamakan sebagai myeloma
7
cells. Myeloma ini dapat memadati sumsum tulang dan merusak tulang (NCCN,
2011).
Laporan tahunan insiden mieloma di Inggris diperkirakan 60-70 juta jiwa.
Secara keseluruhan prevalensinya sama seperti peningkatan berdasarkan data dari
angka survival lebih dari dekade terakhir. Rata-rata usianya sekitar 70 tahun. Hanya
15% pasien yang berumur kurang dari 60 tahun. Mieloma memiliki insiden yang
tinggi pada kelompok etnik Afro-Carribean dibandingkan Kaukasian tapi itu hanya
sedikit dari epidemiologi khusus. Kasus terbanyak menunjukan de novo tapi barubaru
ini diketahui bahwa mieloma didahului tanpa gejala di fase monoclonal gammophaty
of undetermined significance (MGUS) pada hampir semua pasien (Jenny et al.,
2010). Diestimasikan sekitar 19.920 kasus baru dari multipel mieloma akan terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 2008. Terdiri dari 11.190 pria dan 8.730 wanita. Multipel
mieloma lebih sering pada pria dibandingkan wanita, dan hampir dua kali lebih sering
pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih. Rata-rata diagnosis umur 65 sampai 70
tahun. Sekitar 10.690 orang Amerika diramalkan akan meninggal karena multipel
mieloma pada tahun 2008. Selama tahun 2006, rentan lima tahun masa bertahan
hidup seorang multipel mieloma diperkirakan 34%. Kelangsungan hidup lebih tinggi
pada kaum muda dan lebih rendah pada orang tua, menurut American Cancer Society
(NCCN, 2011).
Penyebab multipel mieloma tidak diketahui. Tapi yang kita ketahui ada
beberapa faktor yang meningkatkan resiko seseorang terkena multipel mieloma,
termasuk terlampau banyak dengan pestisida dan radiasi. Ilmuan sedang meneliti
tentang kaitannya dengan gen pada multipel mieloma untuk menemukan
penyebabnya (Anderson et al., 2011). Selain itu ada beberapa faktor lain, yakni: usia
di atas 65 tahun memberikan kesempatan mengembangkan multipel mieloma;
berdasarkan study epidemiologi orangorang Amerika-Afrika lebih rendah
dibandingkan Amerika-Asia; jenis kelamin pria lebih banyak dari wanita; riwayat
seorang dari monoclonal gammophaty of undetermined significance (MGUS).
MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan dimana sel-sel plasma abnormal
membuat protein M. adakalanya orang-orang MGUS mengembangkan kanker-kanker
8
tertentu, seperti multipel mieloma. Untuk itu orang dengan MGUS perlu dilakukan
laboratorium tes rutin (tiap 1 atau 2 tahun) untuk menilai peningkatan lebih lanjut
protein M. Riwayat penyakit keluarga juga berpotensi untuk terjadinya multipel
mieloma. Banyak faktor resiko lain yang dicurigai sedang dipelajari. Para peneliti
telah mempelajari apakah terpapar pada bakteri (terutama virus) atau bahan kimia,
mempunyai perubahan gen tertentu, serta makanan tertentu, atau menjadi gemuk
(obesitas) dapat meningkatkan resiko pengembangan multipel myeloma (Dwitya,
2011).
Secara normal sel plasma berkembang dari sel B di limfonodus akibat dari
respons imun terhadap infeksi atau penyakit. Transformasi dari sel B menjadi sel
plasma ganas melibatkan proses yang panjang termasuk abnormalitas genetik
multipel, yang pada akhirnya sel plasma menjadi ganas, dengan proliferasi yang tidak
terkendali. Limfosit B mulai disumsum tulang dan berpindah ke kelenjar getah
bening. Saat limfosit B dewasa, dia akan menampilkan protein yang berbeda pada
permukaan selnya. Ketika limfosit B diaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal
sebagai sel plasma. Multipel mieloma berkembang di limfosit B setelah
meninggalkan kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel
normal paling erat hubungannya dengan sel mieloma yang umumnya dianggap baik
sebagai sel memori diaktifkan sel B atau para pendahulu untuk sel plasma,
plasmablast. Sistem kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di
bawah kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, sering kali melalui
penataan ulang (repair DNA), kontrol ini hilang. Seringkali bergerak gen promoter
untuk kromosom yang merangsang gen antibodi terhadap over produksi.
Perkembangan multipel mieloma pada pusat post-germinal limfosit B. Translokasi
kromosom antara gen immunoglobulin heavy chain pada kromosom 14, lokus 14q32
dan okogen (seringnya pada 11q13, 4p16.3, 6p21, 16q23 dab 20q11) sering ditemui
pada pasien dengan multipel mieloma. Hasil mutasi berupa disregulasi dari okogen
yang berperan pada perkembangan awal pada pathogenesis dari mieloma. Kromosom
14 yang abnormal ditemukan pada 50% kasus mieloma. Delesi dari kromosom 13
juga ditemukan pada 50% kasus. Produksi sitokin oleh sel plasma terutama IL-6,
9
reseptor yang mengaktivasi NF-ĕB (RANK) ligand, dan tumor necrosis factor (TNF)
menstimulasi pertumbuhan sel mieloma dan menghambat apoptosis sehingga terjadi
proliferasi yang mengakibatkan kerusakan yang terlokalisir seperti osteoporosis, lesi
litik tulang. Sel mieloma juga memproduksi faktor pertumbuhan untuk angiogenesis
(vascular endothelial growth factor/ VEGH), sehingga dapat membentuk pembuluh
darah baru. Pembuluh darah inilah yang memberikan oksigenasi dan nutrisi. Sel
mieloma yang matur mungkin gagal dalam mengaktivasi sistem imun dan
memproduksi substansi yang dapat menurunkan respons imun tubuh secara normal
terhadap antigen. Sehingga sel berkembang tidak terkendali. Pertumbuhan tumor
yang tidak terkendali inilah yang mengakibatkan manifestasi klinis (Dwitya, 2011;
Lestarini, 2010).
Manifestasi klinis multipel mieloma sangat bervariasi. Keluhan dan gejalanya
berhubungan dengan masa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek
fisikokimia, imunologik, dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel
plasma ini. Gejala tersebut meliputi (Lestarini, 2010; NCCN, 2011):
1. Nyeri tulang, biasanya di tulang belakang, tulang pinggang dan kepala.
Sesuai dengan perjalanan multipel mieloma, hal ini dimulai dari pemakaian
tulang terusmenerus. Kerusakan ini bisa menyebabkan rasa nyeri,
kelemahan dan patah tulang.
2. Anemia (jumlah darah merah menurun), selama sel mieloma terus
bertambah banyak, mereka menekan jumlah sel darah merah, menyebabkan
kelemahan dan fatigue.
3. Merasa sangat haus, sering terkena infeksi dan demam, serta kehilangan
berat badan.
4. Gangguan ginjal, akibat kerusakan dari kelebihan jumlah produksi protein
oleh sel mieloma dan tingginya kadar kalsium dalam darah yang
menyebabkan rusaknya tulang.
5. Venous thromboembolism (VTE), pasien dengan multipel mieloma adalah
yang paling riskan terkena VTE. Resiko ini meningkat oleh karena beberapa
10
penggunaan agen terapi seperti thalidomide dan lenalidomide. Profilaksis
mungkin bisa menjadi tepat untuk menghindari VTE.
6. Hyperviscosity, paling jarang ditemukan dibandingkan karakteristik di atas.
Jika kadar immunoglobulin darah meningkat, viskositas darah juga bisa
meningkat. Hal ini dapat merubah mental status disebabkan sumbatan
pembuluh darah dan menurunnya aliran darah ke otak. Hemoragik retinal,
perdarahan mukosa dan gejala kardiopulmonari, seperti napas pendek dan
nyeri dada, dapat terjadi. Jika bertambah parah, hiperviskositas dapat
menjadi kegawatdaruratan yang membutuhkan penanganan cepat.
7. Gambaran lain adalah makroglosia, sindrom saluran karpal dan diare akibat
penyakit amiloid. Pada sekitar 2% kasus terdapat sindrom hiperviskositas
disertai dengan purpura, perdarahan, gangguan penglihatan, gejala sistem
saraf pusat, neuropati serta gagal jantung.
Sementara gejala neurologis yang dapat terimplikasi dari Multiple Myeloma yang
lebih umum dapat timbul akibat kompresi sistem saraf berupa spinal cord, nerve root,
plasmacytoma pada intracranial, invasi pada leptomeningeal, nerupati perifer akibat
protein IgM/IgG atau IgA M-Protein, atau sebagai efek samping dari penggunaan
obat neurotoksik berupa vincristine, thalidomide, dan bortezomib. Gejala dari
komplikasi tersebut berupa (Schluterman,2004; Blade & Rosiñol, 2007):
1. Komplikasi pada medulla spinalis berupa nyeri radicular sesuai dermatome
kompresi, kelemahan, rasa tebal. Hal ini perlu evaluasi dari MRI/CT/EMG.
2. Komplikasi intracranial berupa osteodural MM, cranial MM/
plasmacytoma, brain parenchym plasmacytoma, osteodural plasmacytoma
(prognosis terburuk). Gejala yang dapat timbul dari komplikasi ini berupa
nyeri, sakit kepala, kejang dan kelumpuhan saraf otak.
3. Komplikasi pada susunan saraf tepi berupa neuropati perifer, plasmacytoma
pada tulang, neuropati akibat kompresi.
4. Komplikasi cerebrovascular berupa stroke atau thrombosis vena
11
Untuk lebih menegakkan diagnosis, perlu dilakukan tes laboratorium, seperti
(USDHHS, 2004; Price, 2006):
1. Tes darah : diperiksa jumlah sel darah dan substansi lainnya. Mieloma
menyebabkan tingginya kadar plasma sel dan kalsium. Kebanyakan orang
dengan mieloma terkena anemia. Mieloma juga meningkatkan kadar
protein: M protein, beta-2-microglobulin dan protein lainnya.
2. Tes urin : laboratorium memeriksa Bence Jones protein, tipe dari protein M
dalam urin. Laboran menghitung jumlah protein Bence Jones dalam urin
hingga 24 jam. Jika ditemukan dalam jumlah yang banyak, perlu dilakukan
monitoring ginjal. Protein Bence Jones dapat menyumbat dan merusak
ginjal.
3. Radiologi, untuk memeriksa adanya lesi osteolitik atau tulang yang patah.
4. Biopsi, adalah satu-satunya cara untuk mengetahui sel mieloma ada di
sumsum tulang. Dokter kemudian akan memindahkan beberapa dari
sumsum tulang itu untuk dijadikan sample menggunakan local anesthesia.
Ada 2 cara untuk mengambil sumsum tulang ; (a) bone marrow aspiration:
menggunakan jarum yang tipis untuk mengambil sample (b) bone marrow
biopsy : menggunakan jarum yang padat/rapat untuk mengambil potongan
tulang dan sumsum tulang
12
Tabel 1 Temuan Klinis Laboratorium Dalam MM Simptomatik dan Asimptomatik (Putra & Yulianto, 2018)
Gambaran positif untuk menegakkan diagnosis mencakup hal berikut ini (Putra &
Yulianto, 2018):
1. Lebih dari 10% sel plasma dalam sumsum tulang.
2. Ditemukannya sel mieloma dalam tulang atau bone marrow biopsy.
3. Adanya protein mieloma (komponen M) pada imunoelektroforesis urine
atau plasma
4. Adanya lesi tulang litik “punched-out” radiogram rangka
5. Apusan perifer yang mengandung sel myeloma
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran rekuren
Diagnosis Topik : Cerebral (difus)
Diagnosis Etiologi :
Vaskuler : Acute Cerebral Ischaemia
Imunologik : Autoimmune Hemolitic Anemia
Metabolik : Anemia Penyakit Kronis; Anemia Neoplastik; Marasmus
Neoplasma : Multiple Myeloma; Leptomeningeal Myelomatosis
13
Tabel 2 Staging Multiple Myeloma (Putra & Yulianto, 2018)
V. PEMERIKSAAN FISIK
V.1. Pemeriksaan Umum
Kesan umum : Sakit sedang, Apatis, E4M5V4
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 136/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 75x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 21 x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,9°C
- Saturasi : 97 % dengan O2 100% 7 lpm (via NRM)
V.2. Pemeriksaan Umum
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut putih keabu-abuan, terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-), kuduk kaku (-), brudzinsky I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
refleks kornea (+/+)
Telinga : AD: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan
dan tarik (-)
AS: Bentuk telinga normal, membrane timpani sulit dinilai, nyeri
tekan (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya
sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa gusi pucat dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi
(-), sianosis (-), Perot (-)
14
Thoraks
Pulmo :
1. Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
2. Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-),wheezing (-/-)
Kesan : Paru dalam batas normal
Cor :
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi : Ictus cordis teraba, bergeser pada kaudolateral
3. Perkusi : Batas kiri bawah: ICS 9 mid axilaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal
Bunyi jantung II splitting saat inspirasi dan tunggal saat
Ekspirasi (split tak konstan), intensitas normal
murmur (-), gallop (-).
Kesan : Terdapat pergeseran IC dan batas jantung, kesan kardiomegali
Abdomen:
1. Inspeksi : Cekung, supel
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal (2 x menit)
3. Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgor buruk
15
Ekstremitas : Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (-/-), CRT>2detik, atrofik
LILA 19 cm
V.3 Status Psikiatri
Tingkah Laku : Hipoaktif
Perasaan Hati : TDN
Orientasi : Buruk
Kecerdasan : TDN
Daya Ingat : TDN
V.4 Status Neurologis
Sikap tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak ada
Cara berjalan : Tidak bisa dinilai
Ekstremitas : Lateralisasi (-)
a. Saraf Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu TDN TDN
N. II. Optikus
Daya penglihatan TDN TDN
Pengenalan warna TDN TDN
Lapang pandang TDN TDN
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
16
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit TDN TDN
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. AbdusenGerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut DBN DBN
Mengerutkan dahi TDN TDN
Menutup mata + +
Meringis TDN TDN
Menggembungkan pipi TDN TDN
Daya kecap lidah 2/3 ant TDN TDN
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik TDN TDN
Tes Rinne TDN TDN
Tes Schwabach TDN TDN
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang TDN
Reflek Muntah TDN
17
Sengau Tidak
Tersedak TDN
N. X (VAGUS) keterangan
Arkus faring Dalam batas normal
Reflek muntah TDN
Bersuara Dalam batas normal
Menelan TDN
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
Trofi Otot Bahu Tidak
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidahTidak terdapat
deviasi
Artikulasi TDN
Tremor lidah Dalam batas normal
Menjulurkan lidahTidak terdapat
deviasi
Kekuatan lidah Dalam batas normal
Trofi otot lidah Dalam batas normal
Fasikulasi lidah Dalam batas normal
b. Fungsi Motorik
Gerakan
B B
18
B B
Kekuatan
5555 5555
5555 5555
Tonus
N N
N N
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinski + +
Chaddock - -
Oppenheim + +
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
c. Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
19
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu TDN TDN
Propioseptif TDN TDN
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar TDN TDN
Rasa graphestesia TDN TDN
Rasa barognosia TDN TDN
Rasa topognosia Terasa Terasa
d. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Pemeriksaan Brudzinski : : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
Brudzinski III : negatif
Brudzinski IV : negatif
e. Fungsi Luhur
Fungsi Luhur: TDN
Fungsi Vegetatif: BAK dan BAB reguler, tidak terdapat inkontinensia
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi
Jenis PemeriksaanHasil
Nilai Rujukan2/12/20 29/1/21 31/1/21
Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 4,2 7,1 8,4 12,5 – 16,1 gr/dl
Ht 12,6 12,6 25,8 36 - 47%
20
Eritrosit 1,39 2,58 3,00 4,0– 5,2 juta/µL
MCV 90,5 87,6 85,5 78 – 95 fL
MCH 30,2 27,5 27,8 26 – 32 pg
MCHC 33,4 31,3 32,4 32 – 36 gr/dL
Trombosit 52,0 164 83 150.000 – 350.000/µL
Leukosit 15,1 5,3 3,7 3800 –10.600/µL
Hitung Jenis
Eosinofil 0,02 0,3 1-3 %
Basofil 0,513 0,2 0-1%
Neutrofil 86,1 55,9 52-76 %
Limfosit 7 33,7 20-40 %
Monosit 6,26 9,9 2-8 %
Kimia Klinik
Ureum 72 13-43 mg/dL
Kreatinin 1,4 0,6-1,2 mg/dL
Na 143 135-155
K 4,1 3,5-5,5
Cl 110 95-105
Albumin 1,56 3,5-5,0 g/dL
2. Apusan darah tepi
Berdasarkan rekam medis pasien telah melakukan pemeriksaan darah tepi pada
tanggal 15/8/2016 dengan hasil sebagai berikut:
Eritrosit : Normositik, burr, normokromik, rouleaux, aglutinasi
Leukosit : Jumlah cukup, granulasi toksik neutrophil, vacuolisasi
Netrofil & monosit
Trombosit : jumlah menurun, morfologi dalam batas normal
Kesan : suspek gangguan ginjal dd/ multiple myeloma, AIHA.
Retikulosit 1%
21
3. Radiologi
Pasien memiliki beberapa arsip hasil foto radiologi berikut ekspertise. Foto radiologi
terdapat pada lampiran, berikut hasil ekspertise pemeriksaan radiologi pasien:
Bone Survey: 27/01/2017
Cranium AP Lateral, Vertebra
Thoracolumbal AP, Lumbosacral AP,
Pelvis AP, Humerus Antebrachii Manus
Kanan dan Kiri AP, Femur Cruris Pedis
Kanan Kiri AP
Multiple lesi litik pada ossacranium
corpus; vertebra lumbal 4; aspek superior
acetabulum kiri; 1/3 distal os humerus
kanan&kiri; 1/3 distal os radius ulna
kanan & kiri; metacarpal 2,3,4,5 manus
kanan dan kiri; Distal phalang digiti 1
manus kiri; 1/3 distal os femur kiri; Spur
pada condyles medialis os tibia kanan &
kiri
Thorax AP Semierect: 27/01/2017 Cardiomegaly (dengan kalsifikasi arcus
aorta); Gambaran bronkopneumonia;
Effusi pleura kiri
Thorax AP 29/1/21 Skoliosis thorakalis; Suspek
Cardiomegali; Cenderung gambaran TB
Paru aktif dd/ dengan pneumonia
Bone Marrow Biopsy: 27/01/2017 Sumsum tulang blood tap, tidak
ditemukan fragmen, SBB predominan
positif, hitung jenis tidak dapat
dikerjakan, sebaran eritrosit sumsum
tulang & darah tepi rouleux usul BMP
ulang
4. Serum Protein Electrophoresis (2/1/2018)
22
Hasil dari pemeriksaan serum protein electrophoresis memberikan kesan terdapat
hypoalbuminemia (kurva albumin
rendah). Selain kesan tersebut terdapat
monoclonal gammopathy (‘M Spike’)
khas dari multiple myeloma. Grafik
disamping menunjukkan peningkatan
tajam pada zona gamma, dimana hanya
ada immunoglobulin yang akan
terdeteksi pada regio tersebut.
Peningkatan runcing dan tajam
disebutkan sebagai M-Spike.
DISKUSI II
Pada saat pemeriksaan, pasien terkesan sakit sedang, dengan tingkat kesadaran
apatis. Hasil pemerisaan tanda vital pasien dalam batas normal, dan saturasi pasien
mencapai 97% dengan bantuan supplementasi oksigen. Beberapa temuan pada
pemeriksaan umum mengacu pada gambaran klinis anemia, seperti konjungtiva
anemis, sklera ikterik dan mukosa mulut yang terlihat pucat. Selain tanda klinis
anemis, pada pemeriksaan ditemukan beberapa temuan yang menggambarkan kondisi
cardiomegali. Temuan berupa pergeseran batas jantung berikut ictus cordis. Abdomen
pasien terlihat cekung dengan turgor kulit yang buruk, tidak disertai nyeri tekan pada
seluruh lapang abdomen. Pemeriksaan ekstrimitas pasien menggambarkan temuan
klinis atrofi pada seluruh ektrimitas. Gambaran klinis yang mendukung adanya
malnutrisi pada pasien tertuang pada kulit kering, atrofi seluruh massa otot dan
lingkar lengan atas <21 cm. Sehingga dari pemeriksaan status generalis dapat dinilai
adanya gambaran klinis dari anemia, kardiomegali dan penurunan status nutrisi.
Hasil pemeriksaan status psikiatri kurang layak dinilai akibat penurunan
kesadaran dan minimnya respon dari pasien. Pada pemeriksaan neurologis tidak
terdapat lateralisasi pada anggota gerak tubuh. Pemeriksaan nervus kranialis sulit
dilakukan dengan penurunan kesadaran pasien saat pemeriksaan. Pada penilaian
23
fungsi motorik, pasien dapat melakukan gerakan spontan, tidak terdapat perbedaan
antara sisi kiri maupun kanan. Tonus otot ekstrimitas normal. Refleks fisiologis
sesuai batas normal. Ditemukan reflex patologis babinski (kiri dan kanan) serta
oppenheim (kiri dan kanan). Tanda reflex Babinski menandakan adanya lesi upper
motor neuron, dan merupakan manifestasi umum yang ditemukan pada stroke
iskemik akut. Secara umum penilaian fungsi sensorik dan fungsi luhur pasien dalam
keadaan baik. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda rangsang mengingeal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan assesment terhadap riwayat pasien, skor siriraj
pasien mencapai -3,5 menandakan adanya infark serebri. Temuan pada pemeriksaan
neurologis menggambarkan adanya kecurigaan terjadinya stroke infark akut. Namun
temuan ini perlu diintegrasikan dengan temuan klinis lainnya.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat gambaran anemia berat berat (Hb < 8)
berulang, dan perbaikan dengan transfusi darah. Berdasarkan gambaran MCV MCH
MCHC, anemia yang dialami pasien merupakan anemia normositik normokrom.
Gambaran anemia tersebut dapat dihasilkan oleh penyakit kronis, kehilangan darah,
keganasan pada sumsum tulang, atau gagal ginjal. Mengingat riwayat penyakit pasien
maka lebih memungkinkan bahwa anemia yang muncul terjadi akibat keganasan,
dengan riwayat pasien memiliki multiple myeloma terkonfirmasi dengan serum
protein electrophoresis. Gambaran rouleaux pada apusan darah tepi memberikan
penguatan pada hasil SPE, dimana rouleaux seringkali terkait dengan tingginya
paraprotein dalam darah (immunoglobulin, globulin, infeksi). Hasil laboratorium
dengan anemia berat, dapat menjadi sebab dari defisit neurologis yang dialami pasien,
akibat kurangnya perfusi pada jaringan otak yang menyebabkan iskemia pada otak.
Gambaran radiologi thorax pasien pada perbedaan 4 tahun menunjukkan
kecurigaan kardiomegali yang sama, namun perlu diperhatikan adanya scoliosis pada
pemeriksaan 2021 yang sebelumnya tidak ditemukan pada 2017. Perubahan
alignment dari vertebrae memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan kecurigaan
apakah scoliosis bersifat pathologis akibat keganasan. Hasil foto pada tahun 2017
memberikan gambaran lesi litik tersebar pada tulang pasien dengan beberapa banyak
bersifat bilateral. Hal ini merupakan salah satu gambaran klinis yang dapat ditemukan
24
pada multiple myeloma. Adanya lesi pada tungkai pasien juga dapat menjelaskan
nyeri kronik yang dialami pasien pada kedua tungkai.
Sehingga berdasarkan dari seluruh temuan diatas menguatkan diagnosis bahwa
keluhan pasien saat ini berasal dari Multiple Myeloma yang dialami pasien. Adapun
diagnosis ini perlu dilengkapi dengan scan MRI untuk menilai defisit neurologis dan
apakah ada lesi myeloma terutama pada otak.
VI. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran rekuren
Diagnosis topis : Cerebral (difus)
Diagnosis etiologi : Multiple Myeloma
VII. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
Tirah baring
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
o Diagnosis pasien
o Tatalaksana yang akan dilakukan
o Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
Rehabilitasi Medik
Diet Putih Telur 9 butir
Transufsi darah (Packed Red Cell Transfusion) dengan premedikasi
Furosemide
2. Medikamentosa
Tatalaksana Saraf:
o Inj. Mecobalamin 1 x 300 mg
o Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Tatalaksana IPD:
25
o IVFD NaCl 0,9% 20 tpm + Futrolit
o IV Azitromicin 1 x 500 mg
o IV N-Acetylcistein 1 x 600 mg
o IV Omeprazole 1 x 40 mg
o IV Albumin 20% (0.5 – 1g/kg/dosis)
o PO Prorenal 3 x 1
DISKUSI III
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Tatalaksanan nonmedikamentosa meliputi tirah baring, edukasi,
rehabilitasi medik, diet putih telur dan transfusi darah. Diet putih telur ditujukan
untuk meningkatkan albumin pasien. Transfusi darah diberikan untuk mengkoreksi
kondisi anemia dari pasien. Sebelum transfusi telah diberikan premedikasi
furosemide sebagai antidiuretik untuk mencegah resiko terjadinya overload cairan.
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm + Futrolit
Stabilisasi hemodinamik dilakukan dengan pemberian cairan euntuk
memelihara keseimbangan atau mengganti elektrolit dan cairan tubuh. Futrolit yang
digunakan pada pasien ini sering digunakan pada kasus kehilangan darah maupun
cairan, hipokalsemia, konstipasi, rendah kadar magnesium, defisiensi kalium,
Electrolyte imbalance, inkonsistensi pH, hyponatremia, dan kondisi lainnya.
Walaupun pasien tidak mengalami electrolyte imbalance pada saat ini, pasien
mengalami anemia berat dan diharapkan pemberian futrolit dapat membantu
menstabilkan kondisi hemodinamik pasien.
2. Inj Mecobalamin 1 x 1
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini berguna
dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan
26
pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan 32
perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-
induced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan
metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson,
termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi
hipoglikemia dan status epileptikus.
3. Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif, Citicolinediharapkan mampu membantu
rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu
dalam pemulihan darah ke otak.
4. Inj Azitromicin 1 x 500 mg
Azitromisin merupakan antibiotic makrolid yang digunakan untuk menangani
infeksi bakteri. Obat ini diberikan dalam upaya menangani kemungkinan adanya
infeksi dalam paru pasien seperti yang terlihat pada rontgen thorax terbaru (gambaran
infeksi +).
5. IV Omeprazole 1 x 40 mg
Omeprazol merupakan obat golongan proton-pump inhibitor, yang bekerja
dengan menghambat enzim H+/K+/ATPase sehingga mengurangi produksi asam
lambung. Obat ini diberikan pada pasien dengan tujuan mencegah terjadinya
perdarahan saluran gastrointestinal atas akibat terjadinya stress gastritis atau ulserasi
lambung. Hal ini penting mengingat pasien juga mengalami kekurangan protein
sehingga meningkatkan resiko terjadinya ulserasi.
6. Inj N-Acetylcistein 1 x 600 mg
27
NAC sering digunakan untuk pengobatan keluhan pernafasan, NAC mampu
mengurangi keluhan sesak atau batuk pada pasien dengan edema paru. NAC
diberikan akibat keluhan sesak yang dialami pasien.
7. IV Albumin 20% (0.5 – 1g/kg/dosis)
Albumin diambil dari plasma manusia, dan diberikan untuk mengkoreksi kadar
albumin yang rendah pada pasien ini. Hal ini ditujukan agar dapat menjaga tekanan
osmotic dari plasma pasien, buffer pH dan pengangkutan serta pertukaran metabolit
dalam jaringan.
8. PO Prorenal 3 x 1
Prorenal diberikan sebagai supplementasi ginjal, untuk mencegah terjadinya
acute kidney injury yang dapat terjadi dari beberapa proses dalam MM, salah satunya
dari hiperkalsemia.
Tatalaksana dari multiple myeloma memiliki banyak regimen. Regimen
tersebut memiliki indikasi khusus, seperti candidat transplan, sudah pernah
melakukan pengobatan, ataupun sebagai maintenance. Penanganan dari pasien ini
dengan Multiple Myeloma yang pernah ditatalaksana memiliki beberapa kombinasi
pilihan. Salah satu regimen yang disarankan oleh NCCN pada guildeline 2020 berupa
Daratumumbab/Carfilzomib/Dexamethasone (Kumar et al., 2020):
1. Daratumumbab 16 mg/kg IV per minggu
Merupakan antibody monoclonal yang memblokir suatu protein dalam tubuh
yang mempengaruhi perkembangan sel tumor. Antibodi monoclonal hanya
menargetkan sel spesifik dalam tubuh sehingga dapat menangani multiple myeloma
dan melindungi sel yang sehat dari dampak pengobatan. Pemberian Daratumumbab
mengikuti siklus pengaturan dosis 4 atau 6 minggu dalam 25-55 minggu.
2. Carfilzomib 20 mg/m2 IV dalam 10 menit persiklus
28
Merupakan obat anti-kanker sebagai selective proteasome inhibitor. Obat ini
mengikat dan menginhibisi proteasome 20s secara ireversibel. Dengan ini diharapkan
sel kanker mengalami proteolysis akibat penumpukan protein seluler yang tidak
diinginkan. Penumpukan protein tersebut selain menyebabkan proteolysis juga
menyebabkan berhentinya siklus sel, apoptosis, dan inhibisi berkembangnya tumor.
Pemberian Carfilzomib mengikuti siklus yang berbeda-beda dosis tergantung tanggal
harinya.
3. Dexamethasone
Obat ini merupakan obat kortikosteroid yang berperan sebagai antiinflamasi.
Dengan mengurangi inflamasi, obat ini dapat mengurangi beberapa gejala yang
terjadi dalam progresi penyakit. Salah satunya adalah pembengkakan disekeliling
tumor. Dengan mengurangi pembengkakan inflamatorik tersebut dapat mengurangi
penekanan tumor terhadap jaringan sekitar, seperti saraf. Anti-inflamatorik ini juga
bermanfaat dalam mengurangi anemia yang disebabkan akibat inflamasi
berkepanjangan, seperti anemia aplastic atau anemia hemolitik yang sering ditemukan
pada pasien dengan keganasan.
29
Tabel 3 Regimen Penanganan MM kasus relaps (Kumar et al., 2020)
VIII. FOLLOW UP
5-2-21
HP 8
S : Secara umum kondisi pasien membaik, sudah dapat melakukan
kontak (+) dan merespon bicara. Masih merasa lemah untuk
bergerak, namun sudah dapat bergerak dengan spontan.
Terkadang sering mendadak tidur.
O :
KU : Compos mentis. E4M6V5
TD : 130/60 mmHg
Nadi : 88x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu : 36 0C
Ekstremitas:
Motorik gerakan bebas, dapat bergerak spontan
P :
Inj. Mecobalamin 1 x 300
mg
Inj. Citicolin 2 x 500 mg
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm +
Futrolit
IV Azitromicin 1 x 500 mg
IV N-Acetylcistein 1 x 600
mg
IV Omeprazole 1 x 40 mg
PO Prorenal 3 x 1
30
RF (+)
Meningeal signs (-)
RP (-)
A :
Multiple Myeloma
31
LAMPIRAN
HASIL FOTO RADIOLOGI 2017
32
33
34
HASIL RADIOLOGI 2021
35
DAFTAR PUSTAKA
1. National Comperhensive Cancer Network, 2011, Multiple Myeloma : treatment
options for refractory or relapsed disease. PCE Oncology – e-Rounds. (cited :
20 April 2011). Available from : URL :
http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/myeloma.pdf
2. US Departement of Health and Human Services. What you need to know about
multiple myeloma. USA. National Care Institute. Sept 2004 : 3-9.
3. Dwitya KP. Makalah patologi sistem imun “multiple myeloma”. Jurusan ilmu
kesehatan masyarakat. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2011 : 1-3.
4. Anderson KC, Raje N; Peterson DE., et al. Advances in the treatment of multiple
myeloma. Cancer Care. New York. Elsevier Oncology; 2011 : 2-5.
5. Putra, I., & Yulianto, D., Multiple Myeloma. Bali: Universitas Udayana; 2018 : 8 –
9.
6. Jenny B, Roger O et al. Guidelines on the diagnosis and management of multiple
myeloma. British Committee for Standards in Haematology in conjunction with
the UK Myeloma Forum (UKMF). London. 2010 : 4-7.
7. Lestarini AL. Multipel mieloma. Bagian Patologi Klinik FK UNRAM/ RSU
Propinsi NTB. Jurnal kedokteran. Mataram. 2010 (6): 7-11.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis dasar proses – proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. vol 1. p 286-288.
9. Bladé, J., & Rosiñol, L. (2007). Complications of Multiple Myeloma.
Hematology/Oncology Clinics of North America, 21(6), 1231–
1246. doi:10.1016/j.hoc.2007.08.006
10. Qu, J‐F, Chen, Y‐K, Luo, G‐P, et al. Does the Babinski sign predict functional
outcome in acute ischemic stroke?. Brain
Behav. 2020; 10:e01575. https://doi.org/10.1002/brb3.1575
36
11. Schluterman KO, Fassas AB, Van Hemert RL, Harik SI. Multiple Myeloma
Invasion of the Central Nervous System. Arch Neurol. 2004;61(9):1423–1429.
doi:10.1001/archneur.61.9.1423
12. Kumar SK, et al. NCCN Guidelines Insights: Multiple Myeloma, Version 1.2020.
J Natl Compr Canc Netw. 2019 Oct 1;17(10):1154-1165. doi:
10.6004/jnccn.2019.0049. PMID: 31590151.
37
top related