tugas mandiri part 4.pptx

Post on 29-Jan-2016

237 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Tugas Mandiri

Epidemiologi USA 1 kasus per 2000 bayi lahir, inggris 1,6-4 kasus per 1000 bayi lahir ratio laki-laki : perempuan = 8 :1 2/3 kurang dari 1 tahun, paling banyak terjadi pada umur

5 bulan dan 10 bulan dan 5 bulan sampai dengan 3 tahun.

Etiologi Idiophatik Disertai dengan beberapa penyakit : Meckel

diverticulum, Enlarged mesenteric lymph noodle, Henoch-Schönlein purpura, hemofillia, kistik fibrolis, dan ISPA

Intessusepsi (rifki)

Pathofisiologi Terdapat “longitudinal force imbalance” yang menyebabkan

intestinal daerah distal akan invaginasi ke daerah proximal. Paling sering pada daerah cecum

Setelah terjadi invaginasi akan terjadi obstruksi pada GI track.

Manifestasi klinis Muntah berwarna hijau empedu nyeri perut kolik, buruk, and intermitten selama 10-20 sekali jelly-stool feces Lethargy Terdapat abdominal massa seperti “sosis”

Diagnosis banding Appendicitis Blunt Abdominal Trauma in Emergency Medicine Colic Cyclic Vomiting Syndrome Gastroenteritis Hernias Testicular Torsion in Emergency Medicine Volvulus

Diagnosis Radiography: Terdapat proyeksi dari jaringan lunak pada intestinal yang

disebut sebagai crescent sign Ultrasonography: terdapat gambaran lapisan intestine yang dilapisi oleh

intestine lainnya, terdapat target sign.

Treatment Surgical : insisi lewati paraumbilical kanan,

dibebaskan restriksi usus dan dilakukan anastomosis bila diperlukan.

Non surgical : dengan menggunakan barium enema.

Komplikasi Perforasi septik shock Perdarahan intestine Nekrosis.

Glukokortikoid yang berlebihankronis, apapun

penyebabnya, menyebabkan terjadinya gejala-gejala dan gambaran fisik yang dikenal sebagai sindroma Cushing.

Cushing Syndrome (ica, putra)

Etiologi

Etiologi

Etiologi

Etiologi

Lebih sering pada laki-laki dengan

rasio 3:1 Insiden hiperplasia hipofisis adrenal

lebih besar pada wanita daripada laki-laki

Kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat

Epidemiologi

Etiologi dan klasifikasi

Faktor endogen dan eksogen Faktor eksogen berkaitan dengan pemberian

hormon glukokortikoid jangka panjang Faktor endogen paling sering disebabkan pada

bayi dengan tumor adrenokortikal pada anak-anak usia lebih dari 7 tahun

penyebab endogen sindrom cushing adalah penyakit Cushing, dimana kadar ACTH yang berlebihan dikeluarkan oleh adenoma hipofisis menyebabkan hiperplasia adrenal bilateral.

Patogenesis dan patofisiologi

Secara umum penyebab sindrom cushing adalah kelebihan

hormon kortisol dalam darah. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan lemak ke

jaringan-jaringan tertentu khususnya wajah bagian atas yang menyebabkan moon face dan mesenterik yang menyebabkan obesitas sentral.

Selain itu juga glukokortikoid dapat menginduksi glukoneogenesis dan menghambat pengambilan glukosa oleh sel yang menyebabkan hiperglikemia, glukosuria dan polidipsi. Efek kataboliknya menyebabkan reabsorbsi tulang dan hilangnya kolagen sehingga kulit menjadi tipis, mudah luka, penyembuhan luka yang buruk dan munculnya striae.

Mineralkortikoid terutama aldosteron meingkatkan retensi natrium dan air di ginjal. Hormon ini memfasilitasi peningkatan tekanan darah dan kelebihan androgen dapat menyebabkan pubertas tertunda.

Kegemukan pada tubuh bagian atas (diatas pinggang)

dengan lengan dan tungkai yang kurus. Wajah membulat / tembem, memerah (moon face) Pada anak-anak terjadi gangguan kecepatan

pertumbuhan Pada kulit bisa terjadi infeksi atau jerawat, terdapat

striae warna ungu pada perut, paha, dan, payudara, kulit juga menjadi mudah memar

Pada otot terjadi kelemahan Pubertas tertunda Hipertensi Rasa depresi, cemas, atau perubahan pada perilaku

(emotional lability)

Manifestasi Klinis

kadar produksi kortisol (ters supresi

deksametason )   Kadar ACTH plasma CT scan bernilai untuk menemukan

lokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral.

Diagnosis

ACTH dependent Cushing Syn ACTH independent Cush syn High Dose and/or Long Dexamethasone

Utilization

Diff DIagnosis

Cushing akibat pemakaina kortikosteroid Perlahan kurangi dosis pemakaian (apabila

memungkinkan) dan konsultasi kepada dokter Jika tidak bisa menghentikan pemakaian obat

karena alasan medis tertentu maka harus dilakukan pemantauan secara serius mengenai glukosa darah, kolesterol dan kepadatan tulang

Treatment

Cushing akibat tumor pituitary yang menghasilkan ACTH: Surgery Terapi radiasi setelah dilakukan pengangkatan

tumor pada beberapa kasus. Konsumsi hidrokortison (cortisol) sebagai

terapi pengganti setelah surgery dan kemungkinan akan dikonsumsi seumur hidup

Treatment

Jika tidak tertangani maka dapat mengakibatkan: Diabetes melitus tipe 2 Semakin membesarnya tumor sebagai

penyebab penyakit Patah tulang akibat osteoporosis Tekanan Darah Tinggi Batu Ginjal

Complication

Cushing Synd Frequently Fatal and deatth may be due to the

underlying tumor itself Quo ad functionam: Dubia ad malamCushing Disease Quo ad vitam: Dubia ad bonam Quo ad functionam: Dubia

Prognosis

Adrenal Tumor Quo ad vitam: AD bonam Quo ad functionam: ad bonamECtopic ACTH syndrome Quo ad vitam: Ad malam Quo ad functionam: AD malam

Prognosis

Cushing akibat adrenal tumor atau tumor yang lain: Surgery yang diikuti dengan radiotherapy/

chemotherapy jika diperlukan Jika tumor tidak bisa diangkat maka therapi

dengan obat untuk memblok dari pelepasan hormon cortisol

Treatment

Disebut juga congenital aganglionosis , dikarakteristikan tidak terdapatnya sel ganglion myenteric (Auerbach) dan submucosal (meissner) plexus.

Hirscprung disease (rahma, fuji)

A. Kegagalan migrasi neuroblast dari neural

crest (vagal servikal) dari esophagus kearah anus pada minggu ke 5 gestasi sehingga menyebabkan ketiadaan sel ganglion pada lapisan submukosa (meissner) dan pleksus myenteric (Auerbach).

B. Mutasi RET proto onkogen, yang berlokasi pada kromosom 10q11 (Berhubungan dengan sinyal pertumbuhan dan diferensiasi ganglia enterik)

ETIOLOGI-FAKTOR RESIKO

SISTEM

GASTRO

INTESTINAL

Teniae coli

Terdiri dari otot longitudinal dari large intestine.

Tidak ada teniae di apendiks ataupun rectum.

Haustra saculasi colon diantara teniae. Omental appendices Caliber diameter dari large intestine lebih

besar dibandingkan small intestine.

LARGE INTESTINE

Terdiri dari Cecum Appendix Colon Ascending colon

Transverse colonDescending colonSigmoid colon

Rectum Anal canal

LARGE INTESTINE

Merupakan bagian kedua dari large intestine. Ascending colon lebih sempit dibandingkan cecum dan terletak

retropretoneal sepanjang sisi kanan posterior abdominal wall.

Vaskularisasi SMA bercabang menjadi Ileocolic dan right colic artery. Ileocolic dan right colic vein drainase SMV.

Lymph Node Epicolic dan paracolic lymph node ileocolic dan intermediate

right colic lymph node superior mesenteric lymph node.

Nerve supply Derivat dari superior mesenteric nerve plexus.

ASCENDING COLON

Panjangnya 45 cm, merupakan bagian

terbesar dan bagian yang paling mobile dari large intestine

Vaskularisasi : SMA, right & left colic artery; SMV

Limfatik : Middle colic lymph node Inervasi : superior mesenteric nerve plexus

TRANSVERSE COLON

Terletak di left colic flexure ke left iliac fossa. Peritoneum melapisi bagian anterior dan lateral

dari colon dan mengikatnya ke posterior abdominal wall

Vaskularisasi : left colic dan superior sigmoid artery ; inferior mesenteric vein

Limfatik : Epicolic dan paracolic lymph node Inervasi :

Simpatis : Lumbar part dari sympathetic trunk dan superior hypogastric plexus.

pelvic splanchnic nerves

DESCENDING COLON

S-shaped loop dengan ukuran kira-kira 40 cm. Meluas dari iliac fossa ke segmen sacrum

ketiga dimana akan bergabung dengan rectum.

Terminasi dari teniae coli, kira-kira 15 cm dari anus, mengindikasikan rectosigmoid junction.

Vaskularisasi, lymph node, dan persarafan dari sigmoid, sama dengan descending colon.

SIGMOID COLON

Bagian dari alimentary tract yang bersambung

dengan sigmoid colon di proximal, dan anal canal di distal

Memiliki 2 macam flexure, yaitu : sacral flexure & anorectal flexure

Ampulla menerima akumulasi fecal mass selama defekasi

RECTUM

Vaskularisasi , Limfatik, &

Inervasi Superior, middle, & inferior rectal artery / vein Pararectal lymph nodes Simpatik lumbar part of the sympathetic

trunk dan superior hypogastric plexus; parasimpatik pelvic splanchnic nerve

Hirschprung disease kelainan kongenital,

tidak adanya neuroganglion cells dalam myenteric (plexus auerbach) dan submucosal plexi (meisner plexus) yang meluas dari anorectal junction, yang bervariasi seberapa panjangnya (jarak yang tidak terinnervasi).

Kelainan kongenital ini memanjang ke arah proksimal dari anorectal junction dengan panjang yang bervariasi.

HIRSCHPRUNG DISEASE

Hirschsprung disease merupakan penyebab

paling sering dari obstruksi lower intestine pada neonatus.

Angka kejadian pada 1 dalam 5000 lahir hidup.

Lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dibanding bayi perempuan. Dengan perbandingan ♂:♀ = 4:1.

Kejadian Hirschsprung disease tidak jarang pada keadaan premature.

EPIDEMIOLOGI

Hirschsprung disease diklasifikasikan berdasarkan luasnya bagian usus yang aganglionik: Ultra short-segment (Martines-Almoyna 1978)

hanya 1/3 bawah dari rectum dan anorectum. Short-segment disease (Swenson 1973)

terbatas hanya pada rectum dan sigmoid. Long segment aganglionosis disease

melibatkan descending colon. Sub total aganglionosis meluas ke mid

transverse colon. Total colonic aganglionosis seluruh large bowel.

KLASIFIKASI

Diagnosis Hirschsprung disease bisa dengan beberapa cara, antara lain: Manometri

Manometri anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon dikembangkan di rectum. Normal pengembangan rektum mengawali reflex penurunan tekanan sfingter interna. Pada HD tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradox karena rectum dikembungkan

DIAGNOSIS

Biopsy-isap rectumHendaknya tidak dilakukan <2 cm dari linea dentate untuk menghindari daerah normal hipoganglionosis di pinggir anus. Penderita dengan aganglionosis menunjukkan banyak sekali berkas saraf hipertropi yang terwarnai positif untuk asetilkolinesterase dan tidak ada sel ganglion.

Gambaran radiologik kolon normal Kolon normal pada radiografi akan terlihat

bagunan haustrae sepanjang kolon. Mulai dari distal kolon desenden sampai

sigmoid, haustrae semakin tampak berkurang. Dalam keadaan normal, garis-garis haustrae

haruslah dapat diikuti dengan jelas.

DIAGNOSIS RADIOLOGI

Hirschsprung disease. Barium enema showing reduced caliber and length of the large bowel, with no clear

transition zone (total colonic aganglionosis)

Gambaran radiologik Hirschsprung disease

Gambaran radiologi foto polos abdomen: Dilatasi usus, Gambaran udara

intraluminar, Tidak ada udara di

daerah rektum

Hirschsprung disease. Frontal abdominal radiograph showing marked dilatation of the bowel with no gas in the rectum.

Terknik pemeriksaan barium enema penyempitan segmen kolon yang aganglionik, biasanyanya di daerah rektosigmoid dan proksimal daerah patologis terdapat pelebaran usus.

Hirschsprung disease. Barium enema showing reduced caliber of the rectum, followed by a transition zone to an enlarged-caliber sigmoid.

Selain itu, tampak pula retensi barium setelah 24-48 jam dan gambaran feses pada foto.

Hirschsprung disease. A 24-hour-delayed radiograph obtained after a barium enema examination shows retention of barium and stool in the rectum. This is associated with a dilated stool-filled sigmoid.

Hirschsprung disease in a 6-month-old infant with a history of chronic constipation. (a, b) Frontal (a) and lateral (b) images from a barium enema study show the proximal sigmoid colon and descending colon as greatly dilated compared with the distal colon and

rectum.

Obstruksi mekanik : meconium

ileus,meconium plug syndrome,hernia,intususepsi,colonic atresia

Obstruksi fungsional : hipotiroid,sepsis,hypokalemia,dll

DIAGNOSIS BANDING

Pre operatif

A. Diet : Resusitasi cairan dan nutrisi parenteral (biasanya keadaan bayi gizi buruk akibat obstruksi GIT)

B. Terapi farmakologik : Pemberian antibiotic oral dan IV pra pembedahan

C. Dekompresi rectum dan colon : Melalui pemasangan irigasi tuba rectal (24 jam sebelum pembedahan)

TREATMENT

Operatif A. Tindakan bedah Sementara : Colostomi pada usus

yang memiliki ganglion normal paling distal. Bertujuan untuk menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis.

B. Tindakan Bedah Definitif Prosedur Swenson : Operasi Tarik terobos dengan

prinsip rektosigmoidektomi dengan menyisakan rectum. Rektum kemudian ditarik hingga prolapse kearah luar lalu kolon prksimal yang tidak dipotong ditarik keluar melalui anus.

Tindakan bedah lain : Prosedur Duhamel, Prosedur Soave, Prosedur Rehbein

Komplikasi penyakit : chronic enterocolitis dan

resiko perforasi Komplikasi pembedahan : kebocoran

anastomosis , striktur, rectal muscular cuff abcess.

KOMPLIKASI

Konstipasi perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya.

Konstipasi (isma)

Menurut WGO (World Gastroenterology Organization) dan North American Society of Gastroenterology and Nutrition melaporkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17 tahun 22,6%; sedangkan untuk usia < 4 tahun prevalensinya 16%.

Konstipasi tersering pada anak konstipasi

fungsional (90-97% kasus)

INSIDENSI

FAKTOR RISIKOFaktor risiko konstipasi pada anak

Jenis kelamin

Tingkat pergerakan

Asupan serat harian

Asupan cairan harian

Penggunaan kamar mandi

Kondisi fisiologis • Gangguan metabolik• Gangguan bentuk panggul• Gangguan neuromuskular• Gangguan endokrin• Gangguan abdominal• Kolorektal

Kondisi psikologis• Gangguan psikiatri• Gangguan belajar/ demensia

Medikasi• Anti emetik• Analgetik• Antikolinergik• Kemoterapi sitotoksik

BAB dirangsang oleh gerakan peristaltik akibat adanya masa tinja di dalam rektum. Rangsangan sensori pada kanal anus akan menurunkan tonus sfingter anus internus, sehingga terjadilah proses defekasi.

Proses tersebut diawali dengan adanya relaksasi otot puborektal yang menyebabkan sudut anorektal melebar, diikuti oleh relaksasi otot levator yang menyebabkan pembukaan kanal anus.

BAB terjadi akibat adanya bantuan dari tekanan intra abdominal yang meningkat akibat penutupan glottis, fiksasi diafragma, dan kontraksi otot abdomen.

FISIOLOGI & POLA BAB

Teregangnya dinding rektum

Menimbulkan refleks relaksasi sfingter anus interna yang akan direspon dengan kontraksi sfingter anus

eksterna

Saat defekasiSfingter anus eksterna dan muskulus puborektalis

relaksasi

Sudut antara kanal anus dan rektum terbuka membentuk jalan lurus bagi feses untuk keluar

melalui anus

Kemudian mengejan

Meningkatnya tekanan abdomenkontraksi rektum

Mendorong feses keluar melalui anus

PATOFISIOLOGI

Berdasarkan Patofisiologis Konstipasi Struktural Terjadi melalui proses obstruksi aliran feses

Konstipasi Fungsional Berhubungan dengan gangguan motilitas kolon atau anorektal

Primer Sekunder

Berdasarkan Sifat Akut kejadian baru berlangsung selama 1-4 minggu

Kronis kejadian berlangsung > 4 minggu

KLASIFIKASI

Berdasarkan kriteria Rome III; kriteria

diagnostik harus memenuhi dua atau lebih dari kriteria di bawah ini, dengan usia minimal 4 tahun:

1. Kurang atau sama dengan 2 kali defekasi per minggu

2. Minimal satu episode inkontinensia per minggu3. Riwayat retensi tinja yang berlebihan4. Riwayat nyeri atau susah untuk defekasi5. Teraba massa fekal yang besar di rektum6. Riwayat tinja yang besar sampai dapat

menghambat kloset

Kriteria dipenuhi sedikitnya 1x dalam seminggu dan minimal 2 bulan sebelum diagnosis

DIAGNOSIS

Foto polos abdomen untuk menilai adanya skibala

dan kelainan pada tulang belakang

Pemeriksaan waktu singgah kolon (transit time) untuk evaluasi konstipasi kronis yang tidak memberikan respon optimal terhadap terapi yang diberikan

Barium Enema untuk memperlihatkan daerah aganglion, yaitu berupa daerah transisi antara daerah sempit pada bagian distal segmen yang tidak berdilatasi

Manometri anorektal dilakukan pada anak dengan konstipasi berat untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit Hirschprung; untuk menilai tekanan rektum dan sfingter anus, serta menilai sensasi rektum, refleks rekto-ani, dan rektal compliance.

PEM. PENUNJANG

Posisi jongkok memanfaatkan gravitasi di mana

berat tubuh yang ditopang paha memudahkan kompresi kolon sehingga mengurangi ketegangan saat defekasi. Defekasi menjadi lebih cepat, lebih mudah, dan lancar

Posisi jongkok mencegah kontaminasi pada usus halus akibat kebocoran pada katup ileosekal

Posisi jongkok mengangkat kolon sigmoid untuk mengurangi kekakuan di pintu masuk rektum

Posisi jongkok melindungi saraf yang mengontrol prostat, kandung kemih, dan uterus

KEUNTUNGAN POSISI DEFEKASI

UMUM

Edukasi toilet training (anak diminta duduk di toilet sedikitinya 2x sehari 30 menit setelah makan, selama 5-10 menit setiap kalinya)

Buat catatan harian BAB frekuensi dan konsistensi

Konsumsi makanan berserat tinggi

KHUSUS

Evakuasi feses

proses yang dilakukan untuk mengeluarkan massa feses yang teraba pada palpasi regio abdomen bawah, ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan, dapat dilakukan dengan obat oral/ rektal.

TATALAKSANA

Terapi Rumatan

Dilakukan segera setelah evakuasi feses, ditujukan untuk mencegah kekambuhan.

Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku, edukasi pada orang tua, konsultasi dan pemberian obat-obatan untuk menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi fese yang sempurna.

Terapi rumatan diperlukan selama beberapa bulan, bila defekasi sudah normal terapi rumatan dikurangi untuk kemudian dihentikan.

TATALAKSANA

top related