tari di jawa
Post on 08-Feb-2016
109 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Macam-macam Tarian Tradisional di Jawa ini saya tulis dengan tujuan agar
saya khususnya dan teman-teman pada umumnya agar lebih mengetahui jenis-
jenis tarian daerah yang ada di Indonesia. Karena negara kita yang tercinta ini,
Indonesia, mempunyai banyak sekali tarian-tarian daerah yang tersebar di seluruh
provinsi di Indonesia. Masing-masing tari daerah mempunyai ciri-ciri dan
mempunyai ke-khasan tersendiri dibanding dengan tarian yang lain.
Dengan mempunyai banyak sekali tarian daerah yang tersebar di seluruh
nusantara, Indonesia merupakan negara terkenal dan terbaik karena kaya akan
budaya, kaya akan kesenian dan kaya akan tari-tarian tradisional.
Dibawah ini teman-teman bisa melihat berbagai jenis tarian daerah nusantara
yang tersebar di berbagai provinsi yang ada di Indonesia.
1. Tari Topeng
Secara historis, pertunjukkan tari topeng diawali di Cirebon tepatnya pada
abad ke-19 yang dikenal dengan Topeng Bahakan. Menurut T. Tjetje
Somantri (1951) daerah Jawa Barat antara lain Sumedang, Bandung, Garut
dan Tasikmalaya pada tahun 1930 didatangi oleh rombongans topeng berupa
wayang wong dengan dalangnya bernama Koncer dan Wentar. Berdasarkan
data historis inilah teori awal munculnya tari topeng ke Jawa Barat (Priangan)
ditetapkan sebagai awal perkembangan Tari Topeng Priangan.
Bentuk pertunjukkan tari topeng dibedakan atas dua bentuk pertunjukan
yaitu topeng Cirebon dan Topeng Priangan. Adapun bentuk pertunjukkan
Tari Topeng Cirebon memiliki bermacam-macam bentuk yaitu :
Topeng Babarang/ Baragan
Topeng Hajatan/ Dinaan
Topeng Ngunjung
Topeng Kuputarung
Sedangkan topeng Priangan hanya tersaji dalam satu bentuk saja yang
lebih bersifat entertaintment (hiburan).
Susunan penyajian tari topeng pun memiliki perbedaan. Tari Topeng
Cirebon memiliki lima bagian penyajian yaitu: Panji, dilakukan pada bagian
pertama, karakteristiknya halus atau lungguh, memakai kedok yang berwarna
putih.
Pamindo/ Samba : menggambarkan seorang raja yang menginjak dewasa
yang serba ingin tahu, gerakannya enerjik, lincah dan penuh dinamika.
Rumyang : menggambarkan seseorang yang beranjak dewasa dan serba
ingin tahu terhadap lingkungan sekitarnya. Gerakannya lincah, lembut, tegas
dan terputus-putus dengan kedok berwarna merah jambu (pink).
Tumenggung/ Patih : karakteristik Tumenggung adalah gagah. Tarian ini
dilatarbelakangi oleh kisah Tumenggung Magang Diraja yang diutus untuk
menaklukkan Jinggananom. Kedok yang harus digunakan oleh tokoh
Tumenggung adalah Slasi, Drodos dan Sanggan. Sementara tokoh
Jinggananom memakai kedok Tatag Prekicil, Peloran dan Mimis.
Kelana/ Rowana : menggambarkan personalitas raja yang gagah dan
angkara murka. Kedok yang digunakan berwarna merah tua atau kecoklatan.
Dengan ciri khas berkumis dan berjambang tebal, serta memakai mahkota
susun emas.
Didalam pertunjukkan topeng Cirebon yang utuh, terdapat beberapa macam
kedok bodor yang juga ikut ditampilkan, antara lain kedok tembeb, pentul dan
dayun.
Adapun susunan Tari Topeng Priangan mencakup tiga watak yaitu :
Tari Topeng Tumenggung, menggambarkan watak seorang pejabat tinggi
yang karismatik, berpengaruh dan disegani masyarakat sekitarnya.
Tari Topeng Kencana Wungu, menggambarkan karaktek yang lincah dan
dinamis, dengan kedok berwarna telor asin.
Tari topeng kelana : menggambarkan karakter yang enerjik dan kasar.
2. Tari Wayang
Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon
pada abad ke-16 oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan
oleh seniman keliling yang datang ke daerah Sumedang, Garut, Bogor,
Bandung dan Tasikmalaya.
Berdasarkan segi penyajiannya tari wayang dikelompokkan menjadi 3
bagian antara lain :
1. Tari Tunggal yaitu tarian yang dibawakan oleh satu orang penari dengan
membawakan satu tokoh pewayangan. Contoh : Tari Arjuna, Gatotkaca,
dll.
2. Tari berpasangan, yaitu tarian yang dibawakan oleh dua orang penari atau
lebih yang keduanya saling melengkapi keutuhan tariannya, contoh : Tari
Sugriwa, Subali dll.
3. Tari Massal yang berjumlah lebih dari satu penari dengan tarian atau
ungkapan yang sama. Contoh : Tari Monggawa, Badaya.
Tari wayang memiliki tingkatan atau jenis karakter yang berbeda misalnya
karakter tari pria dan wanita. Karakter tari wanita terdiri dari Putri Lungguh
untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta ladak untuk tokoh Srikandi.
Sedangkan karakter tari pria terdiri dari :
Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna Sastrabahu.
Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa.
Satria Ladak Dengah/ Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, Diputi
Karna dan sebagainya.
Monggawa Dengah/ Kasar seperti Baladewa dan Bima.
Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca.
Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca.
Secara garis besar, jika dilihat dari segi koreografinya tari wayang
memiliki tiga gerakan utama yaitu :
Pokok ialah patokan tarian, gerak tersebut antara lain adeg-adeg, jangkung
ilo, mincid, keupat, gedut, kiprahan, tindak tilu, engkek gigir, mamandapan,
dan calok sembahan.
Peralihan ialah gerak sebagai sisipan yang digunakan sebagai peralihan
dari gerak satu ke gerak yang lainnya. Misal cindek, raras, trisi dan gedig.
Khusus ialah gerak secara spesifik yang terdapat pada tari tertentu.
3. Tari Kursus
Berdasarkan etimologinya, arti kata khusus berasal dari Bahasa Belanda
Curcus yaitu belajar secara teratur. Tari Kursus merupakan perkembangan
dari tari Tayub yang tumbuh dan berkembang pada masa keemasan kaum
bangsawan tempo dulu.
Tari kursus berdiri pada 1927 yang dikenal dengan nama perkumpulan
Wirahmasari pimpinan R. Sambas Wirakusumah dari Ranca Ekek Bandung.
Tari Kursus merupakan salah satu tarian yang diajarkan secara sistematis dan
mempunyai patokan atau aturan tertentu dalam cara membawakannya.
Disamping itu tari kursus juga mempunyai nilai estetis yang cukup tinggi dan
kaya akan pokabuler gerak.
Berdasarkan bentuk penyajiannya tari kursus dibagi kedalam 5 tahapan
yakni :
1. Tari Lenyepan : karakternya lembut, halus, selaras dengan Satrias
Lungguh.
2. Tari Gawil : karakternya lanyap atau ladak selaras dengan Satria Dangah
3. Tari Kawitan : karakternya lenyep atau lanyap dan Ponggawa.
4. Tari Gunungsari : karakternya ponggawa lungguh
5. Tari Kastawa : karakternya agung
Tatanan gerak tari kursus dapat dibagi kedalam lima kelompok yang
terdiri dari :
1. Gerak Pokok : rangkaian dari gerak unsur, penghubung dan peralihan.
2. Gerak Unsur : sikap-sikap yang terdiri dari kesatuan bentuk-bentuk yang
terdapat pada kaki, lengan, kepala, leher, bahu, badan dan mata.
3. Gerak Penghubung : menghubungkan bentuk sikap yang satu untuk
mencapai bentuk atau sikap lainnya.
4. Gerak Peralihan : menyangkut perpindahan adegan terutama pada gerak-
gerak pokok yang satu kepada yang lain.
5. Gerak Pelengkap : gerak sisipan yang memperindah gerak dan sikap.
Karawitan yang digunakan dalam penyajian tari kursus adalah gamelan
pelengkap dengan laras Salendro atau Pelog. Waditranya terdiri dari saron
satu dan dua, seperangkat kendang, demung, kenong, rebab, gambang,
bonang, rincik, penerus, peking, kecrek, selentem, kempul dan gong besar.
Pada umumnya jenis lagu yang dibawakan yaitu lagu ageung, opat wilet naek
lagu kering dua dan tiga dengan tempo 4 gurudugan.
4. Tari Jaipongan
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang
seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat
yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas
cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini
dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari
pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam
pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng
dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum
pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh
masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916.
Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-
unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah
kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak
tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang
sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/ Doger/
Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah
Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan
Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya
maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian
sebelumnya (Ketuk Tilu/ Doger/ Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-
tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di
mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet
ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk
Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan
tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk
Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk
Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan
pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih
sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi
maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan
sebutan Jaipongan.
5. Tari Merak
Tari Merak, adalah sebuah tari yang mengisahkan kehidupan burung
merak yang serba indah dan memukau.
6. Tari Topeng Kuncaran
Tari Topeng Kuncaran, merupakan sebuah tarian yang mengisahkan
dendam kesumat seorang raja karena cintanya ditolak.
7. Tari Topeng Cisalak
Topeng Cisalak (masuk kategori kanda wetan berbahasa Sunda)
merupakan salah satu jenis kesenian masyarakat sunda. Topeng Kinang Putra
yang berada di Kampung Curug, Desa Cisalak Kecamatan Cimanggis
Kabupaten DT II Bogor merupakan salah satu contoh topeng Cisalak yang
legendaris. Perkumpulan topeng ini dipimpin oleh Dalih bin Djiun ini.
Perkumpulan topeng lainnya yang ada di Kabupaten Bekasi, Jakarta,
Tangerang dll merupakan turunan atau pecahan dari kelompok Topeng
Kinang Putra.
Waditra yang digunakan sangat sederhana : rebab atau sulung, kendang,
terbang, kromong, kecrak. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu priangan.
Selain menyajikan lagu topeng ini juga menampilkan berbagai lakon:
lawakan dan drama rumah tangga.
Meskipun Topeng Cisalak dikatakan juga sebagai Topeng Betawi tapi
tidak berarti kesenian ini berasal dari Betawi (DKI Jakarta). Kesenian ini
merupakan sebagian dari khazanah kesenian masyarakat Sunda Jawa Barat.
Hanya karena daerah pementasan dan bahasa yang digunakan adalah bahasa
dan dialek Betawi maka disebut Topeng Betawi.
8. Tari Topeng Babakan
Adalah pertunjukan jenis kesenian topeng yang ditanggap oleh seseorang
hanya untuk macam Tarian Topeng tertentu (Perbabak). Terdapat di Cirebon
dan sekitarnya merupakan jenis seni tari rakyat di Jawa Barat.
Satu Tarian Topeng berarti Satu Babak, Dua Tarian Topeng berarti Dua
Babak. Biasanya yang paling di senangi adalah Tari Topeng Kalana yang
gagah, kedoknya berwarna merah, dengan penampilan yang garang atau
beringas.
Pada pertunjukkannya, mungkin juga dibubuhi dengan Tari Topeng
Bodor. Umpamanya; kalau yang dimaksud Tari Topeng Kalana itu adalah
menggambarkan Rahwana yang murka dan Gandrung, maka Panakawannya
adalah Togog. Dia menghibur rajanya yang sedang kasmaran, mabuk
kepayang, merindukan Dewi Sinta. Togog oleh Rahwana dirangkul, sebab
pandangan Rahwana bahwa dihadapannya adalah Dewi Sinta. Di sinilah para
penonton tertawa tergelak-gelak, melihat adegan yang lucu tersebut.
9. Topeng Dinaan
Adalah jenis Ibing (tari) Topeng yang menyebar di Kabupaten Cirebon,
Indramayu dan Majalengka, Jawa Barat. Pertunjukkannya sehari suntuk
(sedina/ sadinten). Dipertunjukkan setela pementasan Wayang Kulit pada
upacara Babarit.
Selain sebagai pelengkap setelah upacara Babarit, Topeng Dinaan pun di
pertunjukkan pada acara selamatan, khitanan, pernikahan bahkan pada pesta
kenegaraaan atau hari-hari penting lainnya.
Dalam topeng dinaan disajikan tari topeng watak yang terdiri dari: Tari
Topeng Panji, melambangkan manusia yang berkelakuan baik, bersih seperti
bayi baru lahir. Tari Topeng Panji berwatak Lungguh (tenang); Tari Topeng
Pamindo melambangkan orang beranjak remaja, berwatak Ganjen (lincah);
Tari Topeng Rumiang baru beranjak akan dewasa, berwatak agak ganjen ;
Tari Topeng Tumenggung, melambangkan orang yang sudah dewasa,
berwatak mapan (mempunyai keyakinan), Tari Topeng Kalana
melambangkan orang yang sudah mempunyai waktu, berwatak garang.
Untuk memperpanjang waktu pagelaran, pertunjukannya diselingi oleh
Bodor (lawakan) dengan Ibing Topeng Bodor, yang kadang-kadang pula
disertai oleh Nayaga uang muncul di pentas dan pada sat ini penari utama
beristirahat.
Tari Topeng Bodornya yaitu Pentul (laki-laki) dan Nyo (wanita) yang
muncul pada adegan terpisah. Pada Tari Tumenggung disertai oleh Tari
Jinggaanom yang bersifat agak jenaka.
10. Tari Srimpi
Suatu jenis tari klasik dari daerah Yogyakarta yang selalu dibawakan oleh
4 penari, karena kata srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi
Renggowati penarinya ada 5 orang. Menurut Dr. Priyono nama serimpi
dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai
sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam
mimpi.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Srimpi
melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
1. Grama (api)
2. Angin (Udara)
3. Toya (air)
4. Bumi (Tanah)
Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan
istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap
pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama
dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian
antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar dan
salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
11. Tari Gambyong
Tarian Klasik ini berasal dari Surakarta, Jawa Tengah yang menggambarkan
sifat-sifat wanita yang diungkapkan dalam gerak halus, lembut lincah dan
terampil. Meskipun begitu sebagai seorang wanita tetap menonjolkan
keluwesannya. Nama tari Gambyong disesuaikan dengan nama gending yang
mengiringinya. Contoh : Gambyong Gambirsawit, Gambyong Pareanom, dan
Gambyong Pangkur.
12. Tari Bedhaya Ketawang
Bedhaya Ketawang adalah juga salah satu tarian tradisional yang datang
dari SOLO dan Jogja (Pulau Jawa bagian Tengah). Kita sering lihat tarian ini
dalam beberapa aktivitas seperti suatu upacara penobatan raja, festival atau
pertunjukan. Bedhaya Ketawang dimainkan oleh 9 penari. Masing-Masing
penari mempunyai tugas dan nama khusus. Nama mereka adalah Batak
( penari pertama), Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit Ngarep, Apit Mburi,
Apit Meneg, Gulu, Dhada, dan Boncit.
Tarian ini pada umumnya ditemani oleh Musik Jawa Orkes yang disebut
Gamelan. Gamelan ini dinamai Gamelan Kyai Kaduk Manis yang terdiri dari
dari banyak instrumen musik seperti kendhang Ageng (kendhang besar),
Kendhang Ketipung, Kenong, dan kethuk.
13. Seni Barong Blora
Merupakan salah satu kesenian rakyat yang sangat populer di kalangan
masyarakat Blora. Alur cerita bersumber dari hikayat panji. Di dalam seni
Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan seperti spontanitas, sederhana, keras,
kompak yang dilandasi kebenaran. Kesenian barongan berbentuk tarian
kelompok yang terdiri dari tokoh Singo Barong, Bujangganong, Joko Lodro/
Gendruwon. Jaranan/Pasukan Berkuda, serta prajurit.
14. Tari Aplang
Merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Banjarnegara.
Dahulu Tari Aplang digunakan untuk syiar Agama Islam. Aplang berasal dari
kata ndaplang yang berarti tangan digunakan seperti gerakan silat. Tarian ini
ditarikan oleh remaja putra-putri dengan diiringi rebana, bedug, kendang dan
nyanyian syair salawatan. Kostumnya model Islam Jawa yang indah
dipandang mata. Kembali ke Jatidiri Bangsa Kabupaten Banjarnegara.
15. Tari Bambangan Cakil
Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa
khususnya Jawa Tengah. Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan
yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang.
Tari ini menceritakan perang antara ksatria melawan raksasa. Ksatria adalah
tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan Raksasa
menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas. Didalam pementasan wayang
Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di
Pathet Sanga. Perang antara Ksatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat
atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian
seorang dalang dalam menggerakkan wayang.
Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk
kejahatan, keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan.
top related