“studi kualitas hadis tentang kemiskinan itu mendekati...
Post on 27-Jul-2019
251 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI KUALITAS HADIS TENTANG KEMISKINAN ITU MENDEKATI KEKAFIRAN
( Telaah Kritis Sanad dan Matan )
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
AMILUDDIN BIN YUSOF NIM: 106034003747
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H./2008 M.
STUDI KUALITAS HADIS TENTANG KEMISKINAN ITU MENDEKATI KEKAFIRAN
( Telaah Kritis Sanad dan Matan )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
AMILUDDIN BIN YUSOF NIM: 106034003747
Di bawah Bimbingan:
Drs. BUSTAMIN, M.Si NIP: 150 289 320
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H./2008 M.
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “STUDI KUALITAS HADIS TENTANG
KEMISKINAN ITU MENDEKATI KEKAFIRAN (TELAAH KRITIS
SANAD DAN MATAN)”. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 18 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam ( S.Th.I ) pada Program Studi
Tafsir Hadis.
Jakarta, 18 Juni 2008..
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Agus Darmaji M.Fils Dra. Jauharotul Jamilah, M.Si. NIP. 150262447 NIP. 150282401
Anggota,
Dr. Atiyatul Ulya, M.A. Drs. Maulana, M.A. NIP. 150277328 NIP: 150293221
Drs. Bustamin, M.Si. NIP. 150289320
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji
syukur penulis panjatkan kehadrat Allah swt, atas segala nikmat dan
karunia-Nya, Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada
pembawa risalah Allah, Nabi Muhammad saw, serta keluarga, sahabat, dan
orang-orang yang memelihara dan mengikuti sunnahnya.
Syukur kepada Allah swt, karena memberi kesempatan kepada
penulis untuk menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan studi di
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini,
masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis. Namun
berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi
ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih secara
khusus yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Dr. M. Amin Nurdin, M.A, Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat.
2. Drs. Bustamin, M.Si, selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis, Drs. Edwin
Syarif, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
3. Drs. Bustamin, M.Si, selaku Pembimbing, yang banyak memberikan
tunjuk ajar kepada penulis.
4. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
FUF, UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Umum Islam Imam
Jama.
5. Ayahanda Yusof bin Muhammad dan Bonda Halimah binti Embong
serta keluarga yang banyak membantu dan memberikan dorongan,
mengajarku arti kehidupan, hormatku untuk mereka yang tulus hati
mendidik dan mendukungku untuk mencapai insân kâmil.
6. Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub. MA, selaku MUI serta Guru besar
Maahad Darus Sunnah, yang banyak memberikan kepadaku petunjuk
tentang hadis.
7. Dato’ Tuan Guru Hj Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis
Mesyuarat KUDQI & Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI.
8. Ust Mahmood Sulaiman selaku Rektor KUDQI, Ust Soud Said, YB. Ust
Mohd Nor, Ust Kamaruzzaman, Ust Asmadi, Ust Jihadi, Ust Nik, Ust
Razki, Ust Wan Awang, Ustzh Rohayati, Ustzh Yazidah, semua ustaz-
ustaz dan staf-staf KUDQI serta Ustaz-ustaz di Maahad Darul Qur’an
Rusila Marang yang telah memberikan tunjuk ajar dan dokongan
sehingga Berjaya menyelesaikan S1 di UIN Jakarta, jasa kalian
amatlah dikenang.
9. Teman-teman UIN dikasihi yang seangkatan di kosan Pisangan Barat
Jakarta, ahli usrah EX-KUDQI. Harun, Mustafa, Baihaki, Ust Hadi,
Faizal, Khairi, Mawardi, Baha, Azrin dan akhawat: Salwa, Wahida,
Masyitah, Hajar, Siti Hajar, Nurul Syazwani, Anis, Halimah. Dan tidak
lupa Bidin dan Amin, teman-teman dari Indonesia, Lokman, Musyin,
faris, Ong dan Ibu, anak-anak Pesantren Darus Sunnah, Ust Mat, Ust
Ali, teman-teman seangkatan 2003/2004 UTH, Jeni, Bagas, Irawan, Oji,
Titin dll, terima kasih atas kebersamaaannya selama penulis belajar di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Teman-teman di KUDQI selama enam semester, serta teman-teman di
Mesir, Syria, Uk, pengalaman manis bersama kalian tidak dapat
dilupakan.
Akhirnya penulis pun menyedari dengan wawasan keilmuan penulis yang
masih sedikit, referensi dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan
penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, Namun, penulis telah berupaya
menyelesaikan skripsi ini dengan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu penulis meminta saran
dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan
penulisan ini.
Semoga skripsi ini bermaanfaat buat sekelian pembaca, semoga setiap
bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SAW.
Kepada Allah jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang kalian
sumbangkan menjadi amal sâleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari
Allah SWT. Amin.
Jakarta, 19 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI LAMPIRAN
PENGESAHAN…………………………………………………….....i
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………….ii
PEDOMAN
TRANSLITERASI…………………………………………………….v
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………..vii
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang
Masalah………………………………………….1
B. Pembatasan dan Perumusan
Masalah……………………….......8
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian……………………………….....8
D. Studi
Perpustakaan………………………………………………..9
E. Metodologi
Penelitian…………………………………………...10
F. Sistematika
Penulisan…………………………………………...10
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUALITAS HADIS
DAN TEKS HADIS KEMISKINAN ITU MENDEKATI
KEKAFIRAN……………………………………………………
….12
A. Pengertian Sahih, Hasan,
Da’if…………………………………....12
B. Hukum Beramal Dengan Hadis
Da’if…………………………14
C. Teks Hadis dan
Terjemahannya………………………………..16
D. Kegiatan Takhrij al-
Hadits……………………………………..21
BAB III ANALISA KANDUNGAN HADIS…………………………….....24
A. Penelitian Kualitas
Hadis……………………………………… 24
1. Kritik Sanad Hadis……………………………………….
…23
2. Kritik Matan
Hadis………………………………………….56
B. Pendapat Para
‘Ulama’………………………………………...62
C. Analisa…………………………………………………………..
.63
BAB IV
PENUTUP…………………………………………………………..66
A.
Kesimpulan……………………………………………………..
.66
B. Saran-saran………………………………………………….
…..67
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………....68
LAMPIRAN SKEMA
HADIS.…………………………………….........................72
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian tentang hadis merupakan salah satu kajian terpenting dalam
agama Islam, ini karena hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah
al-Qur’an. Sejak lama kaum muslimin telah mengenal dan sudah menjadi
aksioma pengetahuan warisan mereka bahwa sunnah merupakan sumber
tasyri’ Islam kedua.1
Cukup banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad,
utusan Allah swt. Sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an itu adalah sebagai
berikut, surah al-Hasyr/59: 7 berikut:
“Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu menerimanya, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka hendaklah kamu meninggalkannya. ”
Menurut iman al-Qurtubi di dalam tafsirnya, bahwa. Ayat tersebut
memberi petujuk secara umum, yakni bahwa semua perintah dan larangan yang
berasal dari Nabi Muhammad saw, wajib di patuhi oleh orang-orang yang
1Yusuf Al-Qardawi, Al-Sunnah Masdaran li al-Ma’rifah Wa al-Hadarah, terj.
Abad Badruzzaan, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 1.
beriman.2 Dengan demikian, kewajiban patuh kepada Rasulullah saw merupakan
konsekuensi logis dari keimanan seseorang, sebagaimana yang disebut di dalam
al-Qur’an surah Ali Imran/3: 32 berikut:
“Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Apabila engkau berpaling, maka (ketahuilah bahwa) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir. ”
Dalam surah al-Nisa’/4: 80 berikut:
“ Barang siapa yang mematuhi Rasul itu, maka sungguh orang itu telah mematuhi Allah. ”
Dalam surah al-Ahzab/33: 21 berikut:
⌧ ☺
⌧ ⌧
⌧ “ Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagimu, (yakni) bagi orang yang mengharap (akan rahmat) Allah, (meyakini akan kedatangan) hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah. ”
2 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farah Al-Qurtubi, al-
Jami’ li Ahkam al-Qur’an, vol. XVII, ( kairo: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1967), h. 17
Ayat-ayat tersebut memberi petunjuk bahwa patuh kepada Nabi berarti
patuh kepada Allah. Nabi Muhammad adalah teladan hidup bagi orang-orang
yang beriman. Bagi mereka yang sempat bertemu langsung dengan Rasulullah,
maka cara meneladani Rasulullah dapat mereka lakukan secara langsung,
sedangkan bagi mereka yang tidak sezaman dengan Rasulullah adalah dengan
mempelajari, memahami, dan mengikuti berbagai petunjuk yang termuat dalam
sunnah atau Hadis beliau.
Dengan petunjuk ayat-ayat di atas maka jelaslah bahwa hadis atau
sunnah Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-
Qur’an. Orang yang menolak hadis sebagai salah satu sumber hukum Islam
berarti orang itu menolak petunjuk al-Qur’an.3
Ilmu Hadis merupakan medium paling optimal untuk mempercepat
proses pendekatan diri kepada Allah swt. Mengingat bahwa ilmu ini
merupakan sarana untuk mengenal lebih jauh tata cara hidup manusia
agung, Muhammad saw, secara detail.
Ketika kita mengkaji ilmu hadis atau lebih popular dengan ilmu
mustalah al-hadits, kita akan mendapati bahwa bagian terpenting yang
menjadi obyek kajian dalam disiplin ini adalah meneliti otentisitas suatu
Hadis. Karenanya, dalam sudut pandang ini secara praktis ilmu hadis
sesungguhnya sudah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad saw masih hidup.
Tentu saja cakupan kajiannya masih sangat terbatas, karena semuanya masih
3M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 2007), h. 9.
dapat dengan mudah bertemu langsung kepada Rasulullah saw untuk
dilakukan cek dan riceknya.
Salah satu contoh pengecekan berita yang bersumber dari Nabi ini
adalah apa yang dilakukan oleh Umar bin al-Khatab. Suatu malam ketika
beliau sedang memikirkan kemungkinan pasukan Kerajaan Ghassan akan
menyerbu umat Islam di Madinah, tiba-tiba ada seorang tetangganya
mengetuk pintu dan memanggil namanya dengan lantang. Orang ini
kemudian menyampaikan sebuah berita yang membuat Umar terkejut dan
merasa keheranan. Tetangganya itu memberitakan bahwa Nabi saw telah
menceraikan isteri-isterinya.
Kekagetan Sayidina Umar itu bukan lantaran salah seorang dari isteri
Nabi saw itu adalah puterinya sendiri, Hafsah, melainkan ‘Umar merasa ada
yang janggal dari berita tetangganya itu, karena menurutnya mungkinkah
Nabi saw melakukan hal itu? Untuk meyakinkan kebenaran berita itu, esok
harinya pagi-pagi sekali ‘Umar menghadapi Nabi Muhammad saw, dan
bertanya kepada beliau, tentang validitas berita yang diterimanya itu. “Apakah
anda telah menceraikan isteri-isteri anda?” sambil menegakkan kepalanya dan
memandangi Umar, Nabi menjawab, “Tidak.” Begitulah, akhirnya Umar
mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw, hanya bersumpah untuk tidak
mengumpuli isteri-isterinya selama satu bulan,4 ternyata Nabi saw tidak ada
niat sedikit pun untuk menceraikan isteri-isterinya itu.
4 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 1-2.
Kejadian itu memperlihatkan betapa otentisitas suatu berita dari Nabi
saw dapat dengan mudah dilakukan cek dan ricek secara langsung. Karena
Nabi saw saat itu masih hidup. Berbeda dengan perkembangan berikutnya,
setelah Nabi saw wafat, ilmu Hadis mengalami perkembangan baru. Dengan
semakin jauhnya umat Islam dari masa Nabi saw muncullah kemudian ilmu
yang secara khusus meneliti para pembawa atau periwayat Hadis,
sebagaimana yang dituturkan oleh Muhammad bin Sirin (w.110 H),5 sesudah
terjadi fitnah (perpecahan dalam tubuh umat Islam menyusul wafatnya
khalifah Utsman bin Affan, 36 H). Umat Islam saat itu, apabila mendengar
suatu hadis, akan selalu menanyakan dari siapakah hadis itu diperoleh?
Apabila Hadis itu diperoleh dari orang-orang penyebar bid’ah, maka hadis
itu ditolak. Tetapi sebaliknya, apabila Hadis itu diterima dari orang-orang
Ahlus-Sunnah, maka hadis itu diterima sebagai hujjah dalam agama Islam.
Lebih-lebih lagi sejak terbunuhnya al-Husein bin Ali (61 H), menyusul
timbulnya kelompok-kelompok politik dalam Islam, pemalsu hadis kian
menjadi-jadi. Karena untuk memperoleh legitimasi, masing-masing kelompok
perlu dalil-dalil pendukung yang berupa hadis dari Nabi Muhammad saw.
Apabila hadis yang dicarikan itu tidak ditemukan maka mereka berani
mengatakan Nabi saw bersabda, sementara Nabi Muhammad saw, tidak
pernah mengatakan hal itu.6
5 Seorang tabi’in pertama, ahli fiqh yang zuhud dan tekun beridah. Ibnu Sirin
lahir dua tahun menjelang masa pemerintahan Utsman dan wafat pada tahun 110 H. Ia sempat bertemu dengan 30 sahabat. Sila lihat Subhi Al-Salih, ‘Ulum al-Hadits Wa Mustalah, terj. Tim Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 351.
6 Yaqub, Kritik Hadis, h. 82.
Berdasarkan data sejarah yang ada pemalsu hadis bukan sahaja
dikalangan orang Islam, bahkan terjadi dikalangan orang-orang non-Islam,
terjadi hal itu karena mereka didorong oleh keinginan untuk meruntuhkan
Islam dari dalam. Orang-orang Islam tertentu membuat Hadis palsu karena
mereka didorong oleh berbagai tujuan, ada yang bersifat duniawi, ada yang
bersifat agamawi, seperti; (1) membela kepentingan politik; (2) membela aliran
teologi; (3) membela mazhab fiqh; (4) memikat hati orang yang mendengar kisah-
kisahnya; (5) menjadikan orang lain lebih zahid; (6) menjadikan orang lain rajin
mengamalkan ibadah tertentu; (7) menerangkan keutamaan surat al-Qur’an
tertentu; (8) memperoleh perhatian dan pujian oleh penguasa; (9) mendapat
hadiah uang dari orang yang mengembirakan hatinya; (10) memberi pengobatan
kepada seseorang dengan cara memakan makanan tertentu; (11) menerangkan
keutamaan suku bangsa tertentu.7
Jumlah hadis palsu tidak sedikit. Seseorang pemalsu hadis ada yang
mengaku, bahwa mereka telah membuat 4.000 hadis palsu. Ada pemalsu
yang lain mengaku bila dia ingin memperkuat pendapatnya, maka dia
membuat hadis palsu. Malahan ada yang diberi upah sebesar satu dirham saja
untuk membuat 50 hadis palsu.8 Inilah kondisi yang berlaku setelah ilmu
hadis mengalami perkembangan baru setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.
Untuk menyelamatkan hadis Nabi di tengah-tengah berkecamuknya
pembuatan hadis palsu, maka ulama hadis menyusun berbagai kaidah ilmu
7M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, Telaah Kritis Dan Tinjauan
Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 111-112. 8Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 113.
penelitian hadis. Kaidah-kaidah yang disusun tujuan utamanya adalah untuk
penelitian kesahihan sanad dan matan, khususnya ilmu hadis yang sangat
penting kedudukannya dalam upaya penelitian sanad hadis di antaranya ialah
‘ilmu al- rijâl al-Hâdits, ilmu al-jarh wa al-ta’dil dan ilmu al-Takhrij al- hadits.9
Dari fenomena-fenomena yang berlaku di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk meneliti hadis Rasulullah saw. Penulis akan membahas sebuah
hadis dengan menggunakan metode takhrij al-hadits, diiringi dengan buku-
buku yang akan menjadi rujukan pen-takhrij-an, guna memudahkan dalam
pencarian hadisnya. Adapun hadis yang akan dijadikan pembahasan oleh
penulis adalah hadis yang menerangkan seputar masalah kemiskinan itu
mendekati kekafiran.
Adapun hadis yang berkenaan dengan masalah tersebut adalah :
)ردق البلغ ي أندسح الادآا ورف آنوك ي أنرقلف اادآ(
“Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir. ”
Hadis tersebut di atas tidak asing lagi cukup dikenal dikalangan
masyarakat Islam secara umum, khususnya di Malaysia. Sering disampaikan
9 Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 39. 10 Abu Bakar Ahmad bin Husin Al-Baihaqi, Syu’ba al-Iman, vol. 5 (Beirut: Dar al-
Kitab al-Ilmiah, 1990), h. 267. No hadis. 6612. Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah al-Ishfahâni, Hilyah al-Auliya’, vol. 3 (Beirut: Dar al-kitab al-Arabi, 1405), h. 53. Muhamad bi Salamah bin Ja’far Abu Abdullah Al-Qada’ie, Musnad al-Syihab, vol. 1 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1986), h. 342. No hadis. 586. Abdullah bin ‘Adi Abdullah bin Muhamad Abu Ahmad al-Jarjani, Al-Kamil fi Duafa’ al-Rijâl, vol. 7 (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 237. Abu Ja’far Muhamad bin ‘Amru bin Musa Al-Uqaili, Duafa’ al-Kabir, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiah, 1984), h. 254 dan vol. 4, h. 206. Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad Al-Tabârâni, Mu’jam al-Ausat, vol. 4 (al-Kaherah: Dar al-Hadits), h. 403. Abu Bakar Abdullah bin Muhamad Ibn Abi Syaibah, Musannaf, vol. 6 (Beirut: Dar al-Fikr), h. 251.
pada kuliah maghrib atau subuh oleh para muballigh di berbagai masjid.
Penyampaian hadis terbatas pada kandungannya saja tanpa memaparkan
kualitas hadis, apakah sahih, Hasan maupun da’if. Sedangkan tidak semua
masyarakat umum tahu bagaimana sebaiknya menerima hadis yang belum
diketahui statusnya. Sehingga, masyarakat mengira hadis tersebut kualitas
sahih dan benar-benar dari Rasulullah saw. Dengan fenomena inilah
menandakan bahwa keterbatasan kajian hadis di Malaysia.
Permasalahan inilah yang ingin penulis angkat dalam judul skripsi
ini, di mana penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih
dalam hadis tersebut, yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Studi Kualitas Hadis Tentang Kemiskinan Itu Mendekati Kekafiran”
(Telaah Kritis Sanad dan Matan Hadis).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis menemukan banyak permasalahan yang
berkaitan dengan hadis yang penulis teliti ini. Di antaranya, mengenai hadis
tersebut populer di masyarakat.
Dari permasalahan yang melatarbelakangi pembahasan ini, maka
penulis membatasi penelitian berkenaan dengan masalah topik hadis ini,
yaitu meneliti dari segi sanad dan matan.
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis dapat merumuskan
masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut;
Bagaimana kualitas hadis kemiskinan itu mendekati kekafiran? Bolehkah
hadis ini dijadikan sebagai hujjah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah;
1. Mengetahui otentitas, kualitas dan kandungan pokok hadis
kemiskinan itu mendekati kekafiran dengan cara men-takhrij,
sehingga ada kejelasan kedudukan hadis tersebut apakah sahih, hasan,
da’if.
2. Sumbangan ilmiah dalam memperkayakan khazanah kepustakaan
Islam, khususnya dalam bidang hadis.
3. Sebagai tugas akhir, guna memperoleh gelar Sarjana (S1) dalam
bidang Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
D. Studi Perpustakaan
Dalam kajian studi perpustakaan ini penulis berusaha mendata dan
membaca kitab-kitab dan buku yang membahas tema yang berkaitan dengan
topik yang penulis angkat, antaranya:
1. “Maqasid al-Hasanah fi Bayan Min al-Âhadits al-Musytahirah ‘Ala
al-Sunnah” karya Imam al-Hafidz Syamsuddin Abi al-Khair
Muhammad bin Abdurrahman al-Syakhawi. Kitab ini memaparkan
matan hadis dan rawi yang bermasalah dengan menyimpulkan hasil
penelitian.
2. “Hadis hadis bermasalah” karya Ali Mustafa Yaqub. Buku ini
hampir sama perbahasannya di dalam kitab Maqasid al-Hasanah,
dengan menyebutkan rawi yang bermasalah dan analisa kandungan
hadis.
Dari kitab dan buku yang telah dibahas di atas, dapat
disimpulkan bahwa secara umum pembahasan tentang “Kemiskinan
itu Mendekati Kekafiran” yang telah diteliti di atas terdapat perbedaan
dengan penelitian penulis, di mana penulis meneliti hadis ini dengan
men-takhrij semua hadis yang berkaitan dengan pembahasan di dalam
kitab-kitab mukharrij al-hadits, dengan melakukan kritik sanad dan
matan kesemua jalur hadis, agar lebih jelas di mana kecacatan yang
terdapat pada hadis ini, dengan disertakan pandangan ulama’ tentang
hadis yang bersangkutan.
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
yaitu, pengumpulan data melalui metode library research (penelitian
kepustakaan) dengan merujuk kepada sumber primer yang diketahui dari
kitab hadis seperti Syu’ba al-Iman, Musnad al-Syihab, Hilyah al-Auliya’,
Mu’jam al-Tabarâni, Musannaf Ibn Abi Syaibah, Al-Kamil fi Dua’fa’ al-Rijal,
Dua’fa’ al-Kabir. Sedangkan data sekunder merupakan sumber pendukung
yang masih ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini. Dalam hal ini
sumber skundernya adalah hadis-hadis bermasalah karya Ali Mustafa Yaqub,
metodologi penelitian hadis karya M. Syuhudi Ismail, dll.
Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis mengunakan
metode deskriptif analitis, yaitu melalui pengumpulan data dan pendapat
para ulama muhadditsin, kemudian dijadikan sebagai kesimpulan penelitian.
Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada kepada buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh CeQDA, 2007. Cetakan II.
D. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub-
sub bab. Adapun secara sistematis penulisannya adalah sebagai berikut;
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi dari uraian singkat
mengenai materi yang akan dibahas, di dalamnya mencakup: latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
studi perpustakaan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan bab yang menjelaskan gambaran umum tentang
kualitas hadis dan teks hadis kemiskinan mendekati kekafiran, dengan
pengertian sahih, hasan, da’if. Serta beberapa pembagian hadis dan bagaimana
hukum beramal dengan hadis da’if.
Bab ketiga memaparkan analisa kandungan hadis. Pada bab ini diuraikan
tentang penelitian kualitas hadis yang meliputi kritik sanad dan matan hadis
serta pandangan ‘ulama’ seputar hadis ini, adakah boleh dijadikan hujjah
atau tidak? Serta analisa hadis.
Bab keempat merupakan penutup dari skripsi ini, berisikan tentang
kesimpulan dan jawaban dari yang ada pada pembahasan dan perumusan
masalah seluruh pembahasan, serta saran-saran yang dapat disampaikan oleh
penulis dalam penyusunan skripsi.
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUALITAS HADIS
DAN TEKS HADIS KEMISKINAN ITU MENDEKATI KEKAFIRAN
A. Pengertian Sahih, Hasan, Da’if
1. Hadis Sahih
Ibn Sâlah telah mendefinisikan hadis sahih dengan lengkap
mencakupi sanad dan matan, dengan definisi inilah banyak ulama’
hadis setelahnya mengunakan definisi ini, di antara definisi itu ialah;
لدعال لقنب هادنسإ لصتي يذال دنسمال ثيدحال وهف : حيحصال ثيدالح امأ 11 اللعم الو ااذش نوكي الو اههتنم لىإ طابالض لدعال نع طابالض
“Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dabit dari rawi yang adil dan dabit sampai akhir sanadnya, tidak terdapat kejanggalan (syaz) dan cacat (‘illat). ”
2. Al-Hadits al-Sahih Lighairihi
Al-Hādits al-sahih lighairihi adalah al-hadits al-hasan lidzatihi yang
diriwayatkan dari jalur lain yang semisal, atau yang lebih kuat. Dinamakan
dengan al-hadits al-sahih li ghairihi karena kesahihannya tidak berasal
dari sanadnya itu sendiri, melainkan berasal dari jalur lain yang turut
bergabung.12
3. Hadis Hasan
11 Abu ‘Amr ‘Usmân bin ‘Abdurrahmân Ibn Sâlah, Muqaddimah Ibn Sâlah
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyah, 1984), h. 8. 12 Mahmud Tahhân, al-Taisir Mustalah al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr), h. 42.
Hadis hasan ialah hadis yang sanadnya bersambung oleh periwayat yang
adil namun tidak terlalu kuat ingatannya, dan terhindar dari kejanggalan (syaz)
dan cacat (illat).13
4. Al-Hadits al-Hasan Lighairihi
Al-Hadits al-hasan lighairihi merupakan hadis da’if yang memiliki
beberapa jalur (sanad) dan sebab keda’ifannya bukan karena perawinya
fasik atau dusta.
Berdasarkan definisi tersebut menunjukkan bahwa hadis da’if itu
kemudian meningkat derajatnya menjadi hasan lighairihi karena dua hal;
a. Jika hadis tersebut diriwayatkan melalui jalur lain atau lebih, asalkan jalur
lain itu semisal atau lebih kuat.
b. Penyebab keda’ifannya bisa karena buruk hafalan perawinya, sanadnya
terputus, atau perawinya tidak dikenal.14
Hukum hadis hasan ialah bisa dijadikan hujjah (argumen),
sebagaimana hadis sahih, meskipun dari segi kekuatannya berbeda. Seluruh
fuqaha’ menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya,15 begitu juga al-
hadits al-hasan lighairihi bisa diterima dan dapat dijadikan sebagai hujjah.16
5. Hadis Da’if
13Subhi Al-Sâlih, ‘ Ulum al-Hadits Wa Mustalah, terj. Tim Firdaus, ( Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2002), h. 151. 14Tahhân, al-Taisir Mustalâh al-Hadits, h. 43. 15 Tahhan, al-Taisir Mustalah al-Hadits, h. 39. 16 Tahhan, al-Taisir Mustalah al-Hadits, h. 43.
Hadis da’if ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat bisa
diterima, mayoritas ulama’ menyatakan: Hadis da’if yaitu hadis yang
tidak memenuhi syarat-syarat sahih ataupun syarat-syarat hasan.17
Hadis da’if memiliki jenis yang amat beragam sesuai dengan berat
ringannya kadar keda’ifan periwayatannya. Ada yang sangat da’if, ada
yang munkar, dan yang paling rendah adalah Maudu’.18
Diantara tingkatan hadis da’if paling buruk sebagaimana yang disebut
oleh al-Hâfidz Ibn Hajar al-‘Asqalâni adalah hadits maudu’ (palsu),
kemudian hadits matruk, hadits munkar, hadits mu’allal, hadits mudraj,
hadits maqlub, setelah itu hadits mudtarib.19
B. Hukum Beramal Dengan Hadis Da’if
Terdapat beberapa pendapat dikalangan ‘ulama’ tentang hukum
beramal dengan Hadits Da’if dan penggunaan Hadits Da’if .
1. Hadis Da’if tidak bisa diamalkan, baik mengenai fadâ’il maupun
ahkam. Pendapat ini diceritakan oleh Ibn Sayyidinnas dari Yahya bin
Ma’in. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibn al-Arabi, Imam
Bukhâri, Imam Muslim dan Ibn Hazm.20 Diantara tokoh masa kini
yaitu: Ahmad Muhammad Syakir dan Nasiruddin al-Al-bani.21
17 Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadits, terj. Qodirun dan Musyafiq
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 304. 18 Tahhan, al-Taisir Mustalah al-Hadits, h. 53. 19Tahhan, al-Taisir Mustalah al-Hadits, h. 80. 20 Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, h. 315. 21 Yusuf al-Qardawi, Kaifa Nata’ammal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah,
terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Karisma, 1995), h. 72.
2. Diriwayatkan dari Imam Ahmad, Abdurrahman bin Mahdi dan
Abdullah bin Mubarak katanya: “Apabila kami meriwayatkan tentang
halal dan haram, kami memperketatkannya. Kalau kami meriwayatkan
tentang keutamaan-keutamaan dan semisalnya kami mempermudahkan.22
Dr. Yusuf al-Qardawi berkomentar tentang maksud mempermudahkan
adalah dengan mengunakan hadis-hadis hasan yang tidak mencapai
derajat sahih. Sebab istilah-istilah yang membedakan antara sahih dan
hasan belum begitu jelas dan mapan pada masa mereka, bahkan
sebagian besar ulama’-ulama’ dahulu tidak memberikan predikat
sesuatu hadis kecuali dengan keterangan sahih dan hasan.
Ibn Taimiyyah dan Ibn Qayyim pernah juga berpendapat dalam
hal ini, mereka menafsirkan ucapan imam Ahmad bahwa “ia lebih
suka mengutamakan hadis da’if daripada ra’yu atau qiyas”. Yang
dimaksud dengan hadis da’if olehnya adalah hadis hasan, sebab seperti
telah diketahui, Imam Tirmidzi yang telah memperkenalkan istilah
hasan.23
3. Mayoritas ‘ulama lebih menyukai mengamalkan hadis da’if dalam
perkara fadâ’il al-a‘mal, itu pun harus memenuhi tiga syarat seperti
yang telah dikemukakan oleh Ibn Hajar al-‘Asqalâni;
a) Hadisnya tidak terlalu da’if.
b) Hadisnya termasuk di dalam cakupan pokok-pokok hadits ma’mul
(bisa diamalkan).
22 Al-Sâlih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, h. 196. 23 al-Qardawi, Kaifa Nata’ammal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, h. 73
c) Tatkala mengamalkannya tidak dii’tiqadkan mengenai kepastiannya,
hanya sekadar kehati-hatian saja.24
Penulis lebih cenderung kepada pendapat ketiga, yaitu pendapat mayoritas
ulama’ yang mengamalkan hadis da’if dalam fadâ’il al-a‘mal dengan
memenuhi syarat-syarat di atas.
C. Teks Hadits dan Terjemahannya
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari kitab Kanzul-‘Ummal fi
Sunan al-Aqwal wal al-Af’âl karya al-‘Allâmah Ala’uddin ‘Ali al-Muttaqi ibn
Hisyâm ad-Din al-Hindi al-Burhān al-Fawri, Kasyfu al-Khuffa’ Wa Mazilu al-
Ilbas karya Ismail bin Muhammad al-‘Ajluni al-Jarrahi, al-Jami’ al-Saghir fi
Ahâdits al-Basyir al-Nazir karya al-Imam Jalaluddin Abdurahmân bin Abi Bakar
al-Suyuti, Al-Maqâsid al-Hasanah fi Bayan Katsir Mina al-Ahâdits al-Masyhurah
‘Ala al-Sunnah karya Hâfidz Syamsuddin Abi al-Khair Muhammad bin Abdul
Rahman al-Syakhawi terdapat 7 kitab yang megeluarkan hadis ini.
1) Syu’ba al-Imân, didapat 1 riwayat,yaitu:
دمحا أ نانطق النيسح الن بدمح مرك بوبا أن أهيق الفراه طوبا أنربخأ -1 اججح الن عانيفر سآذ : ال قفسو ين بدمحا م نيمل السفسو ينب لوس رالق : ال قكال من بسن أن عيشقا الرديز ين عةصافر فنبي انعي
ملس وهيلعى اهللا ل صاهللا 25 ردق البلغ ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرقف الادآ
24Tahhân, al-Taisir Mustalah al-Hadits, h. 54. 25 Abu Bakar Ahmad bin Husin Al-Baihaqi, Syu’ba al-Imâm, vol. 5 (Beirut:
Dar al-Kitab al-Ilmiah, 1990), h. 267. No hadis: 6612.
“Memberitahukan kepada kami Abu Tâhir al-Faqih,memberitahu kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Husin al-Qattân, memberitahu kepada kami Ahmad bin Yusuf al-Silmi, memberitahu kepada kami Muhammad bin Yusuf, katanya, telah disebut Sufyân dari al-Hajjaj yakni Ibn al-Farafisah dari Yazid al-Raqâsyi dari Anas bin Malik katanya; Bersabda Rasulullah saw : “Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir. ”
2) Musnad Al-Syihab, didapati dua macam riwayat;
يانندي الصفسو ين بمياهربا إن ثيانلو الخمياهرب إن ب اهللاةبا هنربخأ -1 ليب النماص عوبا أن ث اهللادب عن بمياهربا إن ثيليقو العرم عن بدمحا منث
ةصافر فن باجج حن عيرو الثو هانيفا سن ثيانبي الشدلخ من باكحالض ادآ :ملس وهيلعى اهللا ل ص اهللالوس رال قال قسن أن عياشق الرديز ينع ردق البلغ ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرقفال
“Memberitahu kepada kami Hibbatullah bin Ibrahim al-Khaulani, memberitahu kepada kami Ibrahim bin Yusuf al-Saidanani, memberitahu kepada kami Muhammad bin ‘Amru al-‘Uqaili, memberitahu kepada kami Ibrahim bin Abdullah, memberitahu kepada kami Abu ‘Asim al-Nabil al-Dahak bin Makhlad al-Syaibāni, memberitahu kepada kami Sufyan al-Tsauri dari Hajjaj bin Farafisah, dari Yazid al-Raqâsyi, dari Anas katanya. Bersabda Rasulullah saw: “Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir. ”
بوقعو يبا أن, اندب عن بنيس الحن بنسح الديع سوبا أنأ, اهللاةبا هنأو 2- ا ن, ماص عوبا أن, اهللادب عن بمياهربا إن, اددغب بيوح الندمح أن بدمحم -يب الننأ, كلا من بسن أنع, ياشقر الديز ينع, -يروي الثنع ي-انيفس , ال ق-ملس وهيل عى اهللالص 26 ردق البلغ ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرقف الادآ
“Memberitahu kepada kami Hibbatullah, memberitahu kepada kami Abu Sa’id
al-Hasan bin al-Husin bin ‘Abdan, memberitahu kepada kami Abu Ya’qub Muhammad bin Ahmad al-Nahwi di Baghdad, memberitahu kepada kami Ibrahim bin Abdullah, memberitahu kepada kami Abu ‘Asim, memberitahu kepada kami Sufyan yakni al-Tsauri, dari Yazid al-Raqâsyi, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi saw bersabda: “Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir. ”
3) Hilyah al-Auliya’, didapati dua macam riwayat;
26Muhamad bi Salamah bin Ja’far Abu Abdullah Al-Qada’ie, Musnad al-Syihab, vol. 1 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1986), h. 342. No hadis. 586.
ال قيشم الكلس موبا أنا ثال قيابط الخقوارف ونس الحن ببيبا حنثدح -1 نبي انع ياجج الحن عيرو الثانيفا سن ثال قليب النماص عوبا أنث اهللالوس رال قال قهنالى عع ت اهللايض رسن أن عديز ين عةصافرف
:ملس وهيل عى اهللالص ردق البلغ ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرقف الادآ
“Menceritakan kepada kami Habib bin al-Hasan dan Fâruk al-Khattâbi kedua-duanya berkata, memberitahu kepada kami Abu Muslim al-Kasysyi katanya, memberitahu kepada kami Abu ‘Asim al-Nabil katanya, memberitahu kepada kami Sufyan al-Tsauri dari al-Hajjâj yakni Ibn Farâfisah dari Yazid al-Raqâsyi dari Anas ra katanya, bersabda Rasulullah saw: “ Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir. ”
ن ببيسا المن ثيام السدمح أن باسبا العن ثاني حن بدمح موبا أنثدح -2 ن عياشق الرديز ين عاجج حن عانيفا سن ثاطبس أن بفسوا ين ثحاضو نوك ين أرق الفادآ ملس وهيل عى اهللال ص اهللالوس رال قال قكال من بسنأ 27 رد الققب سنوك ين أدسح الادآا ورفآ
“Menceritakan kepada kami Abu Muhammad bin Hayyan, memberitahu kepada kami al-‘Abbas bin Ahmad al-Sâmi, memberitahu kepada kami al-Musayyab bin Wâdih, memberitahu kepada kami Yusuf bin Asbât, memberitahu kepada kami Sufyân dari Hajjâj dari Yazid al-Raqâsyi dari Anas bin Mâlik katanya, bersabda Rasulullah saw: “Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mendahului takdir. ”
4) Al-Kâmil fi Du’afâ’ al-Rijâl.
ى يحا ينث,احض ون ب اهللادبا عنث: اال قداع صنابا ويرآ زن بماسا القنث -1 الق: ال قسن انع,ياشق الرديز ينع,اشمعأل انع,انيف سنع, انم ينب رق الفانآو,رد القبلغ ين أدسح الادآ, ملس وهيل عى اهللال ص اهللالوسر 28 ارف آونك ينأ
“Memberitahu kepada kami al-Qâsim bin Zakaria dan Ibn Sâ’id kedua-dua
berkata, memberitahu kepada kami Abdullah bin Wâdih, memberitahu kepada kami Yahya bin Yamân, dari Sufyân, dari al-‘Amasy, dari Yazid al-Raqâsyi, dari Anas katanya, bersabda Rasulullah saw: “ Kedengkian itu hampir mendahului takdir dan adalah kefakiran itu hampir menjadi kekafiran. ”
27 Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah al-Ishfahâni Abu Nu’aim al-Ishfahani,
Hilyah al-Auliya’, vol. 3 (Beirut: Dar al-kitab al-Arabi, 1405), h. 53. 28 Ibn ‘Adi, Al-Kamil fi Duafa’ al-Rijâl, vol. 7 (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 237.
5) Al-Duafâ’ al-Kabîr, didapati tiga macam riwayat;
ن برمتعملا انثدح:الق,اججا حنثدح: ال ق اهللادب عن بمياهرب ااهنثدح -1 كال من بسن أنع,ياشق الرديز ينع,رذن الموب انيسا حنثدح:ال قنميلس بلغ ين أدسح الادآ: ملس وهيل عى اهللالص اهللالوس رالق: قال:الق ارف آنوك تن اةاقف التادآو,ردالق
“Menceritakan kepada kami Ibrahim bin Abdullah katanya, menceritakan
kepada kami Hajjâj katanya, menceritakan kepada kami al-Mu’tamir bin Sulaiman katanya, menceritakan kepada kami Husin Abu al-Munzir, dari Yazid al-Raqâsyi, dari Anas bin Mâlik katanya, bersabda Rasulullah saw : “ Kedengkian itu hampir mendahului takdir dan kefakiran itu hampir menjadi kekafiran.”
ال قال قابط الخن برم عن عبهو ن بدي زن عشمع األنع -2 ن أدسح الادآا ورف آنوك ين أرقف الادآ ملس وهيل عى اهللال ص اهللالوسر ردق البلغي
“Dari al-‘Amasy, dari Zaid bin Wahab, dari ‘Umar bin al-Khattâb katanya,
bersabda Rasulullah saw : “ Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir.”
انيفا سنثد حال قماص عوبا أنثد حال ق اهللادب عن بمياهرب إاهنثدح -3 هيل عى اهللال ص اهللالوس رال قال قسن أن عياشق الرديز ين عاجج حنع ملسو 29 ردق البلغ ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرقف الادآ
“Menceritakan kepada kami Ibrahim bin Abdullah katanya, menceritakan kepada kami Abu ‘Asim katanya, menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hajjâj, dari Yazid al-Raqâsyi, dari Anas katanya,bersabda Rasulullah saw : “ Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran, dan kedengkian itu hampir mengalahkan takdir. ”
6) Al-Mu’jam al-Ausat.
ديم الحدب عن برم عن بدمح من بدمحي أنثد حال قديع سن بيلا عنثدح -1 ن عسنو ينى بسيا ع نال قيبال الكانمث عنو برمي عنثد حال قباتالك ال قملس وهيل عى اهللال صيبن الن عكال من بسن أن عيمي التانميلس
ارف آنوك تةاج الحتادآ ورد الققبس يدسح الادآ 30
29Abu Ja’far Muhamad bin ‘Amru bin Musa Al-Uqaili, Duafa’ al-Kabir, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiah, 1984), h. 254 dan vol. 4, h. 206.
“Menceritakan kepada kami ‘Ali bin Sa’id katanya, menceritakan kepadaku
Ahmad bin Muhammad bin ‘Umar bin Abdul Hamid al-Katib katanya, menceritakan kepadaku ‘Amru bin ‘Usman al-Kilâbi katanya. memberitahu kepada kami ‘Isa bin Yunus dari Sulaiman al-Taimi dari Anas bin Mâlik dari Nabi saw bersabda: Kedengkian itu hampir mendahului takdir dan kebutuhan itu hampir menjadi kekafiran.”
7) Musannaf Ibn Abi Syaibah;
ال قال قنس الحن عياشق الرديز ين عشمعأل ان عةياوع موبا أنثدح -1 اهللالوسر 31 ارف آنوك تن أةاق الفتادآ وردالق بلغ ين أدسح الادآ
“Menceritakan kepada kami Abu Muawiyah, dari al-‘Amasy dari Yazid al-
Raqâsyi, dari al-Hasan katanya, bersabda Rasulullah saw : kedengkian itu hampir mengalahkan takdir dan Kefakiran itu hampir menjadi kekafiran. ”
D. Kegiatan Takhrij Hadits
Dalam penelitian hadis ini, untuk mempermudahkan penelitian dalam
mencari dan mengetahui kejelasan hadis beserta sumber-sumbernya, ada
beberapa metode takhrij yang digunakan yaitu, metode takhrij al- Hadỉts bi
al-Lafzi min awwal al-Matan 32 ( penulusuran hadis melalui kata pertama
dari matan) dan mengunakan metode Takhrij dengan jalan mengetahui topik
hadis. Untuk kepentingan takhrij al-Hadits yang disebutkan pertama, penulis
merujuk kepada kitab al-Jami’ al-Saghỉr fi Ahâdỉts al-Basyir al-Nadzir karya
Jalaluddin ‘Abdurrahmân Ibn Abi Bakar a-Suyûti, Kasyfu Khuffa’ Wa Mazilu
30 Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad Al-Tabârâni, Mu’jam al-Ausat, vol. 4 (al-
Kaherah: Dar al-Hadits), h. 403. 31 Abu Bakar Abdullah bin Muhamad Ibn Abi Syaibah, Musannaf, vol. 6
(Beirut: Dar al-Fikr), h. 251.
32 Mahmud Al-Tahhan, Usul al-Takhrij Wa Dirâsat al-Asânîd, terj. Agil Husin al-Munawar dan Masykur Hakim, (Semarang: Dina Utama, 1995), h. 55.
al-Ilbas karya Ismail bin Muhammad al-‘Ajluni al-Jarrahi dan Al-Maqâsid al-
Hasanah fi Bayan Katsir Min al-Ahâdits al-Masyhurah ‘Ala al-Sunnah karya
Hâfidz Syamsuuddin Abi al-Khair Muhammad bin Abdul Rahmân al-Syakhawi.
Untuk kepentingan takhrij hadỉts dengan metode kedua, penulis merujuk
kepada kitab Kanzul-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wal al-Afal karya al-‘Allāmah
Ala’uddin ‘Ali al-Muttaqi ibn Hisyâm ad-Din al-Hindi al-Burhān al-Fawri.
Dari teks hadis yang dikutip di atas, bila ditempuh dengan metode
takhrij al-Hadỉts bi al-Lafzi min awwal al-Matan ( penulusuran hadits melalui
kata pertama dari matan) yang dapat ditelusuri adalah: آاد. Adapun informasi
yang disajikan oleh kitab al-Jami’ al-Saghir adalah sebagai berikut:
)٤( رد الققب سنوك ين أدسح الادآو, ارف آنوك ين أرق الفاد آ-٦١٩٩ 33 ألبي نعيم في الحلية عن أنس) حل ()٤(
Selanjutnya penulis merujuk kepada kitab Kasyfu al-Khuffa’ Wa Mazilu
al-Ilbas, diantara yang disajikan adalah seperti berikut:
.رواه الطبراني عن أنس وسيأتي قريبا ) رد القبلغ ين أدسح الادآ ( – ١٩١٧
رواه أحمد بن منيع عن الحسن أو أنس ) ا رفآ نوك ين أرق الفادآ ( – ١٩١٩وهو عند أبي نعيم في الحلية وابن , مرفوع بزيادة وآاد الحسد أن يسبق القدر
السكن في مصنفه والبيهقى في الشعب وابن عدى في الكامل عن الحسن بال 34 .شك
33 Jalaluddin ‘Abdurrahmân Ibn Abi Bakar a-Suyûti, al-Jami’ al-
Saghir, vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), h. 266. 34 Ismāil bin Muhammad al-‘Ajluni al-Jarrahi, Kasyfu al-Khuffa’ Wa Mazilu al-
Ilbas, vol. 2 ( Beirut: Muassasah Manahil al-‘Irfan), h. 108.
Selanjutnya penulis merujuk lagi kepada kitab Al-Maqâsid al-Hasanah.
Diantara informasi yang disajikan adalah seperti berikut:
أحمد بن منيع من طريق يزيد , ا رف آنوك ين أرق الفادآ: حديث – ���, الرقاشى عن الحسن أن أنس به مرفوعا بزيادة وآاد الحسد أن يسبق القدر
في سننه وأبي على بن السكن وهو عند أبي نعيم في الحلية وأبي مسلم الكشيفي مصنفه والبيهقى في الشعب وابن عدى في الكامل من طريق يزيد عن أنس
35 .بال شك
Kemudian bila ditempuh metode kedua Takhrij dengan jalan
mengetahui topik hadis yaitu (الفقر) dengan menggunakan kitab Kanzul-
‘Ummal, diantara data yang tercantum dalam kitab tersebut adalah sebagai
berikut:
)الفقر االضطراري( )1()حل عن أنس ( رد الققبس ينوك ين أدسح الادآاورف آنوك ين أرق الفاد آ- �����
)���/�( أورده العجلونى في آشف الخفأ )1(
ورواه الطبراني بسند فيه ضعيف عن أنس , في سنده يزيد الرقاشي ضعيف : وقال 36 ص.مرفوعا
Berikut paparan hadis-hadis yang disebut dalam kamus hadis diatas,
semuanya sudah penulis sebutkan dengan sanad yang lengkap pada bagian (C :
Teks hadits dan terjemahannya ).
35Syamsuddin Abi al-Khair Muhammad bin Abdul Rahman Al-Syakhawi, al-Maqasid al-Hasanah (Beirut: Dar al-Hijrah, 1986), h. 311
36 Ala’uddin ‘Ali al-Muttaqi ibn Hisyâm ad-Din al-Hindi al-Burhān al-
Fawri, Kanzul ‘Ummal fi Sunan al-aqwal wal af-‘al, vol. 6 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1989), h. 492.
BAB III
ANALISA KANDUNGAN HADIS
A. Penelitian Kualitas Hadis
1. Kritik Sanad Hadỉs
Dari data-data yang ada dalam paparan terdahulu, hadis yang menjadi
obyek penelitian ini adalah hadis termuat dalam kitab Syu’ba al-Imân,
Musnad al-Syihâb, Hilyah al-Auliya’, Mu’jam al-Ausat, musannaf Ibn Abi
Syaibah, Du’afâ’ al-Kabîr, al-Kamil fi Du’afâ’ al-Rijâl tersebut.
Langkah-langkah metodologis kegiatan penelitian sanad Hadỉts ada
tiga, yaitu: (1) Melakukan kegiatan al-I’tibar yaitu penulis merujuk kepada
kitab kamus hadis yang memuatkan pelbagai jalur periwayatannya. (2)
Meneliti pribadi periwayat dengan metode periwayatannya, penulis merujuk
kepada kitab-kitab al-Rijâl al-Hadỉts dan al-Jarh wa al-Ta’dil. (3)
Menyimpulkan hasil penelitian sanad, yaitu penulis berpedomankan kepada
kitab syarah hadis yang berkaitan dengan hadis tersebut. Sedangkan yang
menjadi unsur-unsur acuan utama yang harus dipenuhi oleh suatu sanad
yang berkualitas sahih adalah sanad dalam keadaan muttasil (bersambung),
seluruh periwayat bersifat tsiqah, terhindar dari syaz dan ‘illat.
Dalam penelitian sanad ini, penulis berusaha mengikuti ketiga langkah
metodologis penelitian sanad dan kaidah-kaidah kesahihan sanad tersebut.
a. Melakukan al-I’tibar
Kegiatan al-I’tibar dilakukan untuk memperlihatkan dengan jelas
seluruh jalur sanad hadỉts seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya
pendukung berupa periwayat yang berstatus muttabi’ atau syahid. 37 Hadis
yang penulis teliti ini terdapat syawahid dari kalangan sahabat, yaitu Anas,
‘Umar al-Khattâb. Melalui jalur Anas terdapat rawi bernama Yazid al-
Raqâsyi dan ‘Amru bin ‘Utsmân al-Kilâbi kedua mereka ini adalah munkar
al-hadỉts. Kemudian jalur ‘Umar tidak lengkap, hanya tiga orang perawi saja,
karena itu al-‘Uqaili menyebut di dalam kitabnya Du’afâ’ al-Kabir. Jadi
kedua jalur ini tidak dapat dijadikan pendukung bagi menguatkan hadis ini.
Sila rujuk pada halaman 55.
Oleh karena itu, untuk mempermudah proses kegiatan al-I’tibar,
penulis akan membuat skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang menjadi
obyek penelitian.
b. Meneliti peribadi periwayat dan persambungan sanad
Periwayat hadis harus memiliki dua syarat, yaitu ‘adil dan dabit.
Kriteria periwayat ‘adil adalah beragama Islam, mukallaf, melaksanakan
ketentuan agama ( menjaga adab-adab syara’) dan memelihara muru’ah (tata
nilai yang berlaku di masyarakat). Sedangkan kriteria periwayat dabit adalah
37 Muttabi’, biasa juga disebut tabi’ dengan jamak tawabi’, iaitu
periwayat yang berstatus pendukung pada riwayat yang bukan sahabat Nabi. Syahid; dalam istilah ilmu hadits biasa diberi kata jamak dengan syawahid, ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai sahabat Nabi. sila lihat M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan bintang, 2007), h. 49-50.
kuat ingatan dan hafalan, tidak pelupa dan memelihara hadis, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis (dabit al-Kitâb) 38
Dalam kegiatan penelitian kualitas sanad ini, penulis akan menulis
nama-nama periwayat hadis dari periwayat pertama sampai periwayat
terakhir, dan kemudian penilaian ‘ulama’ kritikus hadis.
A. Urutan nama-nama periwayat hadits dari mukharrij al-Baihaqî.
(1): ‘Anas bin Mâlik. (2) Yazid al-Raqasyi. (3) al-Hajjâj yakni Ibn Farâfisah.
(4) Sufyân. (5) Muhammad bin Yusuf. (6) Ahmad bin Yusuf al-Silami. (7)
Abu Bakar Muhammad bin al-Husin al-Qattân. (8) Abu Tâhir al-Faqih.
1) Abu Tâhir al-Faqîh
Nama Abu Tâhir al-Faqîh, penulis tidak ketemu dalam ktab rijâl al-
hadỉts atau buku-buku yang memuat biografi dan riwayat hidup
periwayat hadis. Karena mungkin keterbatasan kitab-kitab yang
menulis riwayat hidup dari nama-nama sanad yang diteliti.
2) Abu Bakar Muhammad bin al-Husin al-Qattân
a) Nama lengkapnya: Abu Bakar Muhammad bin al-Husin bin al-Hasan
bin al-Khalil, al-Naisaburi al-Qattân.
b) Gurunya yaitu Ahmad bin Yusuf dan lain-lain. Muridnya Abu Tâhir
bin Mahmisy.
c) Wafat pada tahun 332 H, Seorang syeikh ‘Alim al-Sâlih, memiliki
musnad al-Khurâsan.
38 Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, metodologi kritik hadis (Jakarta:
Rajawali pers, 2004), h. 43.
Menurut Abu Abdullah bin Hakim: Tidak sâhih bagiku sesuatupun
darinya.39
e) Kesimpulanya: Da’if
3) Ahmad bin Yusuf al-Silami
a) Nama lengkapnya: Ahmad bin Yusuf bin Khalid bin Salim bin
Dzawiyah al-Adzdi al-Mahlabi, Abu Hasan al-Naisaburi, dikenali
dengan Hamdan al-Silami.
b) Guru dan muridnya dalam periwayatan hadis: Beliau meriwayatkan
hadis dari Muhammad bin Yusuf al-Faryabi dan lain-lain. Adapun
yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah : Muslim, Abu Daud, al-
Nasa’i, Ibn Majah, Muhammad bin Husin bin Hasan al-Qattân dan lain-
lain.
c) Kelahiran dan kewafatannya: Beliau dilahirkan pada tahun 184 H, dan
wafat pada tahun 264 H.
d) Pendapat para ‘ulama’ tentang dirinya:
1) Al-Nasa’i: Laitsa bihi ba’sa
2) Al-Daruqutni: Tsiqah nabîl 40
3) Ibn Hajar: Hâfidz Tsiqah 41
4) Ibn Hibban: al-Tsiqat 42
e) Kesimpulan: Tsiqah
39 Abu Abdullah Muhamad ibn Ahmad ibn ‘Utsman Adz-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, vol. 15 (Beirut: Muassasah al-Risalah), h. 318. 40 Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 1 (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1980), h. 522. 41 Ibn Hajar al-Asqalâni, Taqrib al-Tahdzib, vol. 1 (Syria: Dar al-Rasyid,
1986), h. 86 42Abu Hatim Muhamad Ibn Hibban ibn Ahmad al-Tamimi al-Busti, al-
Tsiqat, vol. 8 (Beirut: Dar al-Fikr, 1975), h. 47.
4) Muhammad bin Yusuf
a) Nama lengkapnya: Muhammad bin Yusuf bin Waqid bin ‘Utsman al-
Dâbi
b) Guru dan muridnya dalam periwayatan hadis: Beliau meriwayatkan
hadis dari Sufyân al-Tsauri dan lain-lain. Yang meriwayatkan hadis
dari beliau adalah : Ahmad bin Yusuf al-Silami al-Naisaburi dan lain-
lain.
c) Kelahiran dan kewafatannya: Beliau lahir pada tahun 120 H, dan
wafat pada tahun 212 H.
d) Pendapat para ‘ulama’ tentang dirinya:
1) Al-Nasa’i: Tsiqah
2) Yahya bin Yaman berkata, aku bertanya Abi dari faryabi
berkata: Sadûq Tsiqah.43
3) Ibn Hajar: Tsiqah Fâdil.
e) Kesimpulan: Penulis menyimpulkan bahwa Muhammad bin Yusuf
adalah Tsiqah.
5) Sufyân al-Tsauri
Nama lengkapnya: Sufyân bin Sa’id bin Masruk al-Tsauri Abu
Abdullah al-Kufi
b) Guru dan Muridnya dalam periwayatan hadis : Gurunya sangat ramai
dalam periwayatan hadis, diantara salah seorang yang ramai itu ialah:
43 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 27, h. 52.
Hajjâj bin Farâfisah al-Bahili al-Basri al-‘Abid. Adapun muridnya pun
sangat ramai, diantara yang ramai itu ialah: Abu ‘Asim al-Dâhak bin
Makhlad, Muhammad bin Yusuf al-Faryabi, Yusuf bin Asbat, Yahya
bin Yaman.44
c) Kelahiran dan kewafatannya: Beliau dilahirkan pada tahun 77 H di
kufah pada masa pemerintahan khalifah Sulaiman Abdul Malik. Abu
Nu’im berkata Sufyân keluar dari kufah pada tahu 155 H, dan tidak
pernah kembali. Kewafatannya: Menurut pendapat yang benar, Sufyân
meninggal pada bulan Sya’ban tahun 161 H.45
d) Pendapat para ‘ulama’ tentang dirinya:
1) Ibn al-Mubarak: Aku tidak mengetahui diatas bumi ini ada orang
yang lebih alim dari Sufyân.
2) Syu’bah, Sufyân bin ‘Uyainah, Abu ‘Asim al-Nabil, Yahya bin
Mai’in dan lain-lain : Sufyan adalah amỉrul mukminin dalam
hadis.46
3) Ibn Hajar: Tsiqah hâfidz Faqih ‘Abid Imam Hujjah 47
e) Kesimpulan: Tsiqah.
6) Al-Hajjâj (yakni Ibn Farâfisah)
a) Nama lengkapnya: Hajjâj bin Farafisah al-Bahili al-Basri al-‘Abid
b) Guru dan Muridnya dalam periwayatan hadis : Beliau meriwayatkan
hadis dari Ayub al-Sakhtiyani, Daud al-Wiraq, Abdullah bin Rasyid,
44 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 11, h. 154. 45Syeikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (terjemahan) (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 230. 46 Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, h. 215. 47 Al-Asqalâni, Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 244.
‘Ata’ bin Abi Rabah, ‘Qil bin Khalid al-Aili, Muhammad bin Sirin,
Yahya bin Abi Katsir, Abi Salamah bin Abdurrahman, Yazid al-Raqasyi,
Abi ‘Imran al-Jauni, Abi Ma’syar al-Tamimi, Adapun muridnya dalam
periwayatan hadis adalah: Ibrahim bin Ismail al-Sai’, Ibrahim bin
Tahman, al-Aghlab bin Tamim, al-Harits bin ‘Abid, Hasan bin Habib,
Hafs bin ‘Umar, Sufyan al-Tsauri, al-Sabah bin Sahal, Abdullah bin
Syudzab, ‘Ali bin Bakar al-Masisi, ‘Amru bin Mansur, Muhammad bin
Abdullah, Muhammad bin ‘Ubaidillah, Muhammad bin Matraf, Mu’tamir
bin Sulaiman, Yusuf bin Ya’qub al-Dabi’i.
c) Pendapat ‘Ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Yahya bin Ma’in: La ba’sa bih
2) Abu Zur’ah: Laisa bi Qawwi
3) Abu Hatim: Syeikh Sâlih yang kuat ibadat48
4) Ibn Hibban: al-Tsiqat 49
5) Ibn Hajar al-‘Asqālani: Sadûq 50
d) Kesimpulan: Penulis tidak ketemu tanggal lahir dan wafat dan negeri
ziarahannya, tetapi kesimpulan yang dapat penulis sajikan tentang
kredibilitasnya adalah La ba’sa bih.
7) Yazid bin Aban al-Raqâsyi
48Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 5, h. 447. 49 Al-Busti, Al-Tsiqat, vol. 6, h. 203. 50Al-Asqalâni , Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 53.
a) Nama lengkapnya : Yazid bin Aban al-Raqâsyi Abu ‘Amru al-Basri al-
Qas
b) Guru dan Murid dalam periwayatan hadis : Beliau meriwayatkan
hadis dari ayahnya Aban al-Raqâsyi, Anas bin Mâlik, Hasan al-Basri,
Ghanim bin Qis, Abi Hakam al-Bajli, Qis bin ‘Ibayah. Adapun
muridnya dalam periwayatan hadis adalah: Anaknya ‘Abd al-Nur, Ibn
Akhihi al-Fadâl bin ‘Isa bin Aban, Qatadah, Ibn Munkadir, Abu al-
Zinad, Safwan bin Salim, al-A’masy, Sâlih bin Kaisan, al-Rabi’ bin
Sabih, al-Rahil bin Mu’awiyah, Ismail bin Muslim al-Makki, ‘Amru
bin al-Fadki, ‘Abdullah bin Mughafal al-Basri, Musa bin ‘Ubaidah al-
Rabdzi, Darasat bin Ziyad, Yahya bin Katsir, Abu Nadar, Husin bin
Waqid al-Maruzi, Mu’tamir bin Sulaiman.
c) Kewafatan: Para ‘Ulama’ kritikus tidak menyatakan secara pasti
tanggal kewafatannya, hanya diantara 110 H hingga 120 H.51
Muhammad bin Sa’ad berkata Yazid pada Tabaqat ketiga daripada
ahli Basrah.
d) Pendapat ‘Ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Yahya bin Ma’in : Da’if, Yahya menyebut di tempat lain, dia
seorang lelaki Salih dan laitsa hadỉtsihi bi Syai’
2) Ya’qub bin Sufyan: Da’if
3) Abu Hatim : Da’if
4) Ahmad bin Hambal: Munkar al-Hadỉts
51 Ibn Hajar Al-Asqalâni, Tahdzib al-Tahdzib, vol. 11 (Beirut: Dar al-Fikr,
1984), h. 27.
5) Al-Nasa’, al-Hakim, Abu Ahmad : Matruk al-Hadỉts
6) al-Daruqutni dan al-Barqani : Da’if
7) Syu’bah : Lebih baik saya berzina daripada meriwayatkan hadis
dari Yazid al-Raqâsyi52
e) Kesimpulan: Setelah penulis meneliti pandangan ‘ulama’ kritikus
hadis tentang Yazid, penulis menyimpulkan bahwa Yazid adalah
termasuk dikalangan periwayat Da’if Jiddan .
8) Anas bin Mâlik
a) Nama lengkapnya : Anas bin Mâlik al-Nadir bin Damdam bin Zaid bin
Hiram bin Jundub bin ‘Amir bin Ghanam bin ‘Adi bin al-Najjar al-Ansâri
al-Najjari abu Hamzah al-Madani.
b) Guru dan Muridnya dalam periwayatan hadis : Beliau meriwayatkan
hadis dari Nabi saw, Ubai bin Ka’ab, Asid bin Hadir, Tsabit bin Qis bin
Syimasy, Jarir bin Abdullah al-Bajli, Zaid bin Arqam, Zaid bin Tsabit,
Abi Talhah, Zaid bin Sahl al-Ansâri, Salman al-Farisî, Ubadah bin Sâmit,
Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Abbas, Abu Bakar al-Siddỉq
Abdullah bin ‘Usman, Abi Musa Abdullah bin Qis al-Qaisi, Abdullah bin
Mas’ud, Abdurrahman bin ‘auf, ‘Utban bin Mâlik, ‘Usman bin ‘Affan,
‘Umar bin Khattâb, Malik bin Sa’sa’ah, Mahmud bin al-Rabi’, Muadz bin
Jabal, Abi Asid al-Sa’adi, Abi Dzar al-Ghifari, Abi Qatadah al-Ansari, Abi
Hurairah, Fatimah al-Zahra’ binti Rasulullah saw, Ummu al-Fadal
Lubabah binti al-Harits al-Hilaliah, Ummu Aiman, Ummu Hiram binti
52 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 32, h. 64.
Mulhan, Ibunya Ummu Sulaim binti Mulhan. Adapun muridnya dalam
periwayatan hadis sangat ramai, diantara murid-muridnya adalah
Sulaiman bin Tarkhan al-Taimi dan Yazid bin Abana al-Raqâsyi.53
c) Anas bin Mâlik adalah urutan ketiga dari Sahabat yang banyak
meriwayatkan Hadis. Ada 2286 hadits yang ia riwayatkan.54
Anas adalah Khadam (pembantu) Rasulullah ketika berusia sepuluh
tahun, Ibunya Ummu Sulaim, Ayahnya bernama Malik bin al-Nadir dan
rentetan nasabnya bertemu dengan Ibn Adi bin al-Najjar.
Anas tidak ikut berperang dalam peperangan badar akbar, karena
pada waktu itu usianya masih sangat muda, tetapi banyak mengikuti
peperangan lainnya sesudah itu. Pada waktu Abu Bakar meminta
pendapat ‘Umar mengenai mengangkatan Anas menjadi pengawai di
Bahrain, ‘Umar memujinya: “Dia adalah anak muda yang cerdas
boleh membaca dan menulis”. Ia terkenal dengan wara’ dan taqwa
karena pergaulannya yang lama dengan Rasulullah s.a.w. Pada hari-
hari terakhir masa kehidupanya, Anas berpindah ke Basrah. Ia wafat
pada tahun 93 H, adalah Sahabat terakhir meninggal di Basrah,
usianya melampaui seratus tahun. Pada hari wafatnya, Muwarriq
berkata: “ Telah hilang separuh ilmu, Jika ada seseorang yang suka
memperturutkan kesenangannya bila berselisih dengan kami, kami
53 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 3, h. 353. 54 Subhi Al-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (terjemahan) (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2002), h. 336.
berkata kepadanya : Marilah mengadap orang yang pernah
mendengar dari Nabi s.a.w.”55
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
B. Urutan nama-nama periwayat menurut mukharrij al-Qadâ’i didalam
kitabnya musnad al-Syihab, didapati dua jalur, jalur yang pertama ialah:
(1) Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) Hajâj bin Farâfisah, (4) Sufyân
al-Tsauri, (5) Abu ‘Asim al-Nabil al-Dahak bin Makhlad al-Syaibani, (6)
Ibrahim bin Abdullah, (7) Muhammad bin ‘Amru al-‘Uqaili, (8) Ibrahim bin
Yusuf al-Saidanani, (9) Hibbatullah bin Ibrahim al-Khaulani.
1) Hibbatullah bin Ibrahim al-Khaulani
Penulis tidak ketemu periwayat bernama Hibbatullah bin Ibrahim al-
Khaulani di dalam kitab-kitab yang memuatkan biografi para
periwayat
2) Ibrahim bin Yusuf al-Saidanani
Penulis tidak ketemu juga periwayat bernama Ibrahim bin Yusuf al-
Saidanani di dalam kitab-kitab yang memuatkan biografi para
periwayat.
3) Muhammad bin ‘Amru al-‘Uqaili
55 Al-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, H. 336.
a) Nama lengkapnya: Abu Ja’far, Muhammad bin ‘Amru bin Musa bin
Hammad, al-‘Uqaili al-Hijâzi. Pengarang kitab al-Dua’fâ’ al-Kabir.
b) Wafat pada tahun 322 H.
c) Menurut Al-Qadi Abu Hasan bin al-Qattân al-fâsi: Tsiqah, ‘Alim al-
Hadỉts.56
d) Kesimpulannya: Tsiqah
4) Ibrahim bin Abdullah
a) Nama lengkapnya: Ibrahim bin Abdullah bin Yazid
b) Gurunya; Salah satu gurunya yaitu Aba ‘Asim. Penulis tidak ketemu
nama al-‘Uqaili sebagai muridnya.
c) Kewafatannya: Beliau wafat pada tahun 267 H.
d) Pendapat ‘Ulama’ kritikus hadis tentang dirinya;
1) Al-Sa’di: Imam, Hâfidz, Tsiqah
2) Al-Hakim: Muhaddits kabir 57
e) Kesimpulan: Tsiqah
5) Abu ‘Asim al-Nabil al-Dahak bin Makhlad al-Syaibani
a) Nama lengkapnya: al-Dahak bin Makhlad bin al-Dahak bin Muslim bin
al-Dahak al-Syaibani Abu ‘Asim al-Nabil al-Basri
b) Guru dan muridnya dalam periwayatan hadis; Guru beliau sangat
ramai, salah satunya ialah Sufyan al-Tsauri. Tentang muridnya, penulis
tidak ketemu nama Ibrahim bin Abdullah sebagai muridnya, tetapi
56 Adz-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, vol. 15, h. 238. 57 Adz-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, vol. 13, h. 44.
beliau adalah rawi hadis Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-
Tirmidzi, al-Nasa’I, Ibn Majah.
c) Kelahiran dan kewafatannya: Berbeda pendapat dikalangan ulama’
tentang tahun kelahiran dan kewafatannya, dilahirkan pada tahun 121
H/122 H. Dan wafat pada tahun 211/212/213/214 H.
d) Pendapat ‘Ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Yahya bin Ma’in: Tsiqah
2) Ahmad bin Abdullah al-Ajali: Tsiqah
3) Abu Hatim : Sadûq 58
4) Ibn Hajar : Tsiqah tsubut 59
5) Ibn Hibban : Tsiqah 60
e) Kesimpulan : Penulis menyimpulkan Abu ‘Asim al-Nabil adalah tsiqah.
6) Sufyan al-Tsauri
Sudah disebut pada halaman 28
7) Hajjaj bin Farafisah
Sudah disebut pada halaman 29
8) Yazid bin al-Raqasyi
Sudah disebut pada halaman 30
9) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 32
58 Al-Mizzi, Tahdzib al-kamal, vol. 13, h. 281. 59Al-Asqalâni , Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 280. 60 Al-Busti, al-Tsiqat, vol. 6, h. 483.
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
C. Jalur yang kedua menurut mukharrij al-Qada’i:
1) Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) Sufyân al-Tsauri, (4) Abu
‘Asim, (5) Ibrahim bin Abdullah, (6) Abu Ya’qub Muhammad bin Ahmad
al-Nahwi, (7) Abu Sa’id al-Hasan bin al-Husin bin ‘Abdan, (8)
Hibbatullah.
1) Hibbatullah
Sudah disebut pada halaman 34
2) Abu Sa’id al-Hasan bin al-Husin bin ‘Abdan
Biografi Abu Sa’id al-Hasan bin al-Husin bin ‘Abdan, penulis tidak
ketemu biografinya dalam kitab-kitab rijâl al-Hadits.
3) Abu Ya’qub Muhammad bin Ahmad al-Nahwi
Penulis tidak ketemu juga periwayat bernama Abu Ya’qub
Muhammad bin Ahmad al-Nahwi di dalam kitab-kitab yang
memuatkan biografi para periwayat.
4) Ibrahim bin Abdullah
Sudah disebut pada halaman 35
5) Abu ‘Asim
Sudah disebut pada halaman 35
6) Sufyan al-Tsauri
Sudah disebut pada halaman 28
7) Yazid al-Raqasyi
Sudah disebut pada halaman 30
8) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 32
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
D. Urutan nama-nama periwayat menurut mukharrij Abu Nu’aim Ahmad
bin Abdullah al-Asfahâni dalam kitabnya Hilyah al-Auliya’. Terdapat
dua jalur, jalur yang pertama yaitu:
1) Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) Al-Hajâj Ibn Farâfisah, (4)
Sufyân al-Tsauri, (5) Abu ‘Asim al-Nabil, (6) Abu Muslim al-Kasysyi, (7)
Faruk al-Khattâbi dan Habib bin al-Hasan.
1)
i. Habib bin al-Hasan
a) Nama lengkapnya: Habib bin al-Hasan al-Qazar Abu Qasim
b) Guru dan muridnya dalam periwayatan hadis, Beliau mendengar
dari Aba Muslim al-Kaji dan Jama’ah, adapun yang meriwayatkan
hadis dari beliau adalah, al-Jamami, Abu Nu’aim dan Jama’ah.
Beliau wafat pada tahun 359 H.
c) Pandangan ulama’ tentang dirinya:
1) Al-Barqani: Da’if
2) Abu Nu’aim, al-Khatib, Abi Fauras: Tsiqah 61
d) Kesimpulan: Penulis menyimpulkan bahwa Habib bin al-Hasan
adalah Tsiqah.
ii. Faruk al-Khattâbi
Penulis tidak ketemu periwayat bernama Faruk al-Khattâbi didalam
kitab rijâl al-Hadits.
2) Abu Muslim al-Kasysyi
Penulis tidak ketemu periwayat bernama Abu Muslim al-Kasysyi
didalam kitab rijâl al-Hadỉts.
3) Abu ‘Asim al-Nabil
Sudah disebut pada halaman 35
4) Sufyan al-Tsauri
Sudah disebut pada halaman 28
5) Al-Hajaj ibn Farafisah
Sudah disebut pada halaman 29
6) Yazid al-Raqasyi
Sudah disebut pada halaman 31
7) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 32
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if
E. Jalur yang kedua menurut Abu Nu’aim al-Asfahâni.
61 Ibn Hajar Al-Asqalâni, Lisan al-Mizan, vol. 2 (Beirut: Muassasah al-
Matbu’ah, 1980), h. 170.
(1) Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) Hajâj, (4) Sufyân, (5) Yusuf
bin Asbat, (6) al-Musayib bin Wadih, (7) al-‘Abbas bin Ahmad al-Sami,
(8) Abu Muhammad bin Hayan.
1) Abu Muhammad bin Hayan
Penulis tidak ketemu periwayat bernama Abu Muhammad bin Hayan
didalam kitab rijâl al-Hadỉts.
2) Al-‘Abbas bin Ahmad al-Sami
Penulis tidak ketemu periwayat bernama Al-‘Abas bin Ahmad al-Sami
didalam kitab rijâl al-Hadỉts.
3) Al-Musayyib bin Wadih
a) Nama lengkapnya: Al-Musayyib bin Wadih al-Sulami al-
Tulumannasi al-Hamsi
b) Guru dan muridnya dalam periwayatan hadis; Beliau meriwayatkan
hadis dari Ibn Mubarak, Ismail bin ‘Iyasy. Muridnya ialah; Abu
Hatim, Ibn Abi Daud, Abu ‘Urwabah dan yang lain.
c) Beliau wafat pada akhir tahun 246 H.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya;
1) Abu Hatim : sadûq banyak kesalahan
2) Al-Nasa’I : Riwayatnya hasan 62
3) Ibn Hibban : al-Tsiqah 63
4) Ibn ‘Adi : La ba’sa bihi 64
62 Al-Asqalâni, Lisan al-Mizan, vol. 6, h. 40. 63 Al-Busti, al-Tsiqat, vol. 9, h. 204.
e) Kesinpulan: Laba’sa
4) Yusuf bin Asbât
a) Nama lengkapnya: Yusuf bin Asbât bin Wasil al-Syaibani al-Kufi.
b) Wafat pada tahun 195 H.
c) Beliau meriwayatkan hadis dari ‘Amir bin Syuraih dan Sufyan al-
Tsauri, yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah; Abu Ahwas,
Mahmud bin Musa, Musayyib bin Wadih, Abdullah bin Habib al-
Antâki.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya;
1) Yahya bin Ma’in: Tsiqah
2) Al-‘Ajali : Ahli hadis 65
3. Ibn Hibban : al-Tsiqah
4. Abu Hatim: Tidak berhujjah dengannya 66
e) Kesimpulan: Yusuf bin Asbât adalah tsiqah
5) Sufyân al-Tsauri
Sudah disebut pada halaman 28
6) Hajâj ibn Farâfisah
Sudah disebut pada halaman 29
7) Yazid al-Raqâsyi
Sudah disebut pada halaman 30
64 Ibn ‘Adi, Al-Kamil fi al-Duafa’ al-Rijal, vol. 6, h. 389. 65 Al-Asqalâni, Tahdzib al-tahdzib, vol. 11, h. 358. 66Al-Asqalâni , Lisan al-Mizan, vol. 6, h. 316.
8) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 32
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
F. Urutan nama-nama periwayat menurut mukharrij al-Tabarâni didalam
kitabnya al-Mu’jam al-Ausat, didapati satu jalur, yaitu:
(1) Anas bin Mâlik, (2) Sulaiman al-Taimi, (3) ‘Isa bin Yunus, (4) ‘Amru
bin ‘Utsman al-Kalabī, (5) Ahmad bin Muhammad bin ‘Umar bin Abdul
Hamid al-Katib, (6) ‘Ali bin Sa’id.
1) ‘Ali bin Sa’id
Penulis tidak ketemu periwayat bernama ‘Ali bin Sa’id didalam kitab
rijâl al-Hadỉts.
2) Ahmad bin ‘Umar bin Abdul Hamid al-Katib
Penulis tidak ketemu periwayat bernama Ahmad bin ‘Umar bin
Abdul Hamid al-Katib didalam kitab rijâl al-Hadỉts.
3) ‘Amru bin ‘Utsman al-Kilâbỉ
a) Nama lengkapnya: ‘Amru bin ‘Utsman bin Siyar al-Kilâbỉ abu
‘Umar
b) Guru dan Muridnya: Salah seorang gurunya ialah ‘Isa bin Yunus.
Penulis tidak ketemu nama Ahmad bin Muhammad bin ‘Amru
sebagai muridnya.
c) Kewafatannya: Beliau wafat pada tahun 219H/217H
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya;
1) Al-Nasa’i dan al-Azdi: Matruk hadỉts 67
67 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 22, h. 147.
2) Ibn Hajar : Da’if 68
3) Adz-Dzahabi: Layyin dan ditinggalkan oleh al-Nasa’i 69
4) Ibn Hibban: al-Tsiqat 70
e) Kesimpulan: Penulis menyimpulkan bahawa ‘Amru bin Utsman al-
Kilâbỉ adalah Matruk hadits.
4) ‘Isa bin Yunus
a) Nama lengkapnya: ‘Isa bin Yunus bin Abi Ishaq al-Syabi’i, Abu
‘Amru
b) Guru dan muridnya: Penulis tidak ketemu nama gurunya Sulaiman
al-Taimi dan muridnya ‘Amru bin ‘Utsman al-Kilâbỉ.
c) Kewafatannya: Wafat pada tahun 180H/181H/187H
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya;
1) Ibn al-Madini: Tsiqah ma’mun
2) Yahya bin Ma’in: Tsiqah tsiqah 71
3) Ibn Hajar: Tsiqah ma’mun 72
e) Kesimpulan: Tsiqah
5) Sulaiman al-Taimi
68Al-Asqalâni , Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 424. 69 Abu ‘Abdullah Muhamad ibn Ahmad ibn ‘Utsman Adz-Dzahabi, Al-
Kâsyif, vol. 1 (Jeddah: Dar al-Qiblah al-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1992), h. 83. 70 Al-Busti, Al-Tsiqat, vol. 8, h. 483. 71 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 23, h. 62. 72Al-Asqalâni , Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 441.
a) Nama lengkapnya: Sulaiman bin Tarkhan al-Taimi, Abu Mu’tamir al-
Basri.
b) Guru dan muridnya: Beliau meriwayatkan hadis dari Anas bin
Mâlik, dan yang meriwayatkan hadis darinya yaitu ‘Isa bin
Yunus.
c) Kelahiran dan kewafatannya: Dilahirkan pada tahun 46 H, dan
wafat di Basrah bulan Dzul Ka’edah pada tahun 143 H.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Abdullah bin Ahmad bin Hambal dari ayahnya: Tsiqah
2) Yahya bin Ma’in dan al-Nasa’i: Tsiqah 73
3) Ibn Hajar: Tsiqah 74
4) Ibn Hibban: al-Tsiqat 75
e) Kesimpulan: Tsiqah
6) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 30
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
G Urutan nama-nama periwayat menurut mukharrij Ibn Abi Syaibah dalam
kitabnya al-Musannaf.
(1) Al-Hasan, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) Al-‘Amasy, (4) Abu Muawiyyah.
73 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 12, h. 5. 74 Al-Asqalâni, Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 252. 75 Al-Busti, al-Tsiqat, vol. 4, h. 300.
1) Abu Muawiyyah
a) Nama lengkapnya: Muhammad bin Khazim Al-Tamimi Al-Sa’di,
Abu Muawiyah al-Darir al-Kufi
b) Guru dan muridnya: Salah seorang gurunya ialah Sulaiman al-
‘Amasy. Muridnya ialah: Abdulah bin Muhammad Ibn Syaibah.
c) Dilahirkan pada tahun 213 H. Wafat pada Tahun 294/295 H
d) Pandangan ulama’ Kritikus hadis tentang dirinya:
1) Al-Nasa’i dan Al-‘Ajili: Tsiqah
2) Ibn Kharasy: Sadûq, pada riwayat al-‘Amasy tsiqah, pada
selainnya al-Idtirab.
3) Ibn Hibban: al-Tsiqat, dan katanya lagi, adalah hâfidz
muttaqanan akan tetapi seorang Murjiah yang buruk.76
4) Ibn Hajar menyebut didalam kitabnya Tabaqat al-Mudallisin77
5) Ibn Hajar: Tsiqah, hâfidz pada hadis al-A’masy78
6) Yahya bin Ma’in: Tsubut pada hadis ‘Amasy79
e) Kesimpulan: Tsiqah
2) Al-‘Amasy
76 Al-Mizzi, Tahzib al-Kamal, vol. 25, h. 123. 77 Ibn Hajar Al-Asqalâni, Tabaqat al-Mudallisin, vol. 1 (‘Uman: Maktabah
al-Manar, 1986), h. 36. 78 Al-Asqalâni, Lisan al-Mizan, vol. 7, h. 483. Dan Tahzib al-Tahzib, vol. 9, h.
139. 79 Adz-Dzhabi, Al-Kâsyif, vol. 2, h. 167.
a) Nama lengkapnya: Sulaiman bin Mihran al-Asadi al-Kahili, maula
Abu Muhammad al-Kufi al-‘Amasy
b) Guru dan muridnya: Gurunya yaitu Yazid al-Raqâsyi dan Zahid bin
Wahab. Muridnya yaitu, Abu Muawiyyah (Muhammad bin Khazim).
c) Kelahiran dan kewafatan: Dilahirkan pada tahun 61H, dan wafat pada
tahun 147/148H.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Yahya bin Ma’in: Tsiqah
2) Al-Nasa’i: Tsiqah tsubut 80
3) Ibn Hajar: Tsiqah hâfidz 81
e) Kesimpulan: Tsiqah
3) Yazid al-Raqâsyi
Sudah disebut pada halaman 30
4) Al-Hasan
a) Nama lengkapnya: Al-Hasan bin Abi al-Hasan al-Basri al-Ansâri
b) Guru dan muridnya: Gurunya terlalu ramai dikalangan sahabat
yang masyhur. Adapun salah seorang muridnya adalah Yazid al-
Raqâsyi.
c) Kewafatannya: Wafat pada tahun 110 H, Seorang tabi’in
pertengahan82
d) Pandangan ulama’ tentang dirinya:
1) Ibn Hibban: al-Tsiqah 83
80 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 12, h. 76. 81 Al-Asqalâni, Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 254. 82 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 6, h. 95. 83 Al-Busti, Al-Tsiqat, vol. 4, h. 122.
2) Ibn Hajar: Tsiqah, Faqỉh masyhur, banyak mursal dan tadlis 84.
3) Adz-Dzahabi: Dia adalah seorang yang banyak kebaikannya
dan baik pula tabiatnya, dia pelapor dibidang hadis, balaghah,
Al-Qur’an dan tafsir serta cabang-cabang ilmu lain, dia juga
imam bagi para mujtahid.85
4) Al-‘Ajali: Tabi’i tsiqah, lelaki yang sâleh, ahli Hadis
5) Al-Daruqutni: Mursal, padanya da’if 86
6) Al-Bukhari: Tsiqah 87
e) Kesimpulannya: Tsiqah
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if jiddan karena kecacatan seorang rawi
Yazid al-Raqâsyi, dan riwayat hadis ini adalah secara mursal, karena tidak
terdapat nama sahabat.
H. Urutan nama-nama periwayat menurut mukharrij al-‘Uqaili di dalam
kitabnya al-Du’afâ’ al-Kabîr. Terdapat tiga jalur, jalur yang pertama
Yaitu:
(1) Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) Husin Abu al-Munzir, (4) Al-
Mu’tamir bin Sulaiman, (5) Hajâj, (6) Ibrahim bin Abdullah.
1) Ibrahim bin Abdullah
Sudah disebut pada halaman 35
84Al-Asqalâni , Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 160. 85 Farid, 60 Biografi Ulama’ Salaf, h. 114. 86Al-Asqalâni , Tahdzib al-Tahdzib, vol. 2, h. 235. 87 Muhamad bin Ismail bin Ibrahim Abu Abdullah Al-Bukhari, Târikh al-Kabîr,
vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr), h. 289.
2) Hajaj bin al-Manhal
a) Nama lengkapnya: Hajâj bin al-Manhal al-Anmati Abu Muhammad
al-Salmi
b) Gurunya yaitu, Sulaiman bin Mu’tamir.
c) Wafat pada tahun 216/217H
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Ahmad bin Hambal: Tsiqah
2) Abu Hatim: Tsiqah fâdil
3) Al-‘Ajili dan Al-Nasa’i: Tsiqah 88
e) Ksimpulan: Tsiqah
3) Mu’tamir bin Sulaiman
a) Nama lengkapnya: Mu’tamir bin Sulaiman bin Tarkhan al-Taimi, Abu
Muhammad al-Basri.
b) Muridnya yaitu: Hajâj bin al-Manhal. Penulis tidak ketemu nama
Husin Abu Munzir sebagai gurunya.
c) Dilahirkan pada tahun 106 H dan wafat pada tahun 187 H di
Basrah.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Yahya bin Ma’in: Tsiqah
2) Abi Hatim: Tsiqah Sadûq 89
e) Kesimpulan: Tsiqah
88 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 5, h. 457. 89Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 28, h. 250.
4) Al-Husin bin al-Munzir
a) Nama lengkapnya: Al-Husin bin al-Munzir, Abu Munzir al-Basri
b) Gurunya Yazid al-Raqâsyi. Muridnya al-Mu’tamir bin Sulaiman
c) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Ibn Hibban: al-Tsiqat 90
2) Dari imam al-Bukhari: Riwayatnya tidak sahih 91
3) Ibn Hajar: Majhul 92
d) Kesimpulan: Majhul
5) Yazid al-Raqâsyi
Sudah disebut pada halaman 30
6) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 32
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
I. Jalur yang kedua menurut mukharrij al-‘Uqaili.
(1). ‘Umar bin al-Khattâb, (2) Zahid bin Wahab, (3) al-‘Amasy.
1) Al-‘Amasy
Sudah disebut pada halaman 45
2) Zahid bin Wahab
90 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 6, h. 481. 91 Al-Asqalâni. Tahdzib al-Tahdzib, vol. 2, h. 319. 92 Al-Asqalâni. Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 168.
a) Nama lengkapnya: Zahid bin Wahab al-Jahni, Abu Sulaiman al-Kufi
b) Seorang tabi’in yang besar, ramai gurunya dikalangan para
sahabat, salah seorang darinya yaitu Amirul Mukminin ‘Umar bin al-
Khattâb. Adapun salah seorang muridnya yaitu: Sulaiman al-
‘Amasy.
c) Wafat setelah tahun 80 H, ada pendapat yang mengatakan 96 H.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Yahya bin Ma’in: Tsiqah 93
2) Ibn Hajar: Tsiqah 94
e) Kesimpulan: Tsiqah.
3) ‘Umar bin al-Khattâb
a) Nama lengkapnya: ‘Umar bin al-Khatab bin Nufai bin Abd ‘Azi bin
Ziyah bin Abdullah bin Qirat bin Razah bin ‘Adi al-Qarsyi al-‘adawi,
Abu Hafs
b) Seorang sahabat Nabi saw. Beliau berguru dengan Abu Bakar al-
Siddỉq, Ubai bin Ka’ab. Salah seorang muridnya yaitu Zahid bin
Wahab.95
c) Amirul Mukminin r.a setelah Abu Bakar, pada tahun 13 H, Beliau
wafat pada tahun 23 H, di Madinah.96
Kesimpulan hadis di atas: Ketiga perawinya adalah tsiqah, tapi dari segi
kesambungan sanadnya tidak dipertanggungjawabkan, karena perbedaan
93 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 10, h. 111. 94 Al-Asqalâni, Lisan al-Mizan , vol. 7, h. 224. 95 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 21, h. 316. 96 Ibn Hajar Al-Asqalâni, Al-Isabah fi Tamyiz al-Sahabah, vol. 7 (Beirut: Dar
al-Jil, 1991), h. 92.
waktu Al-A’masy dengan mukharrij-nya sangat jauh. Maka sanad hadis di
atas adalah da’if.
J. Jalur yang ketiga menurut mukharrij al-‘Uqaili
(1), Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqasyi, (3) Hajjâj, (4) Sufyân, (5) Abu
‘Asim, (6) Ibrahim bin Abdullah.
1) Ibrahim bin Abdullah
Sudah disebut pada halaman 35
2) Abu ‘Asim al-Nabil
Sudah disebut pada halaman 35
3) Sufyan al-Tsauri
Sudah disebut pada halaman 28
4) Hajjaj (Ibn Firâfisah)
Sudah disebut pada halaman 29
5) Yazid al-Raqâsyi
Sudah disebut pada halaman 30
6) Anas bin Mâlik
Sudah disbut pada halaman 32
Kesimpulan hadis di atas adalah da’if.
K. Urutan nama-nama periwayat menurut mukharrij Ibn ‘Adi dalam kitabnya
al-Kâmil al-Du’āfa’ al-Rijâl
(1), Anas bin Mâlik, (2) Yazid al-Raqâsyi, (3) al-‘Amasy, (4) Sufyân, (5)
Yahya bin Yaman, (6) Abdullah bin Wadah, (7) Al-Qasim bin Zakaria dan
Ibn Sa’id.
1)
i. Al-Qasim bin Zakaria
Penulis tidak ketemu biografi Al-Qasim bin Zakaria di dalam kitab
rijâl al-Hadỉts.
ii. Ibn Sa’id
a) Nama lengkapnya: Yahya bin Muhammad bin Sa’id bin Katib, maula
Abu Ja’far al-mansur.
b) Dilahirkan pada tahun 228H,
c) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Adz-Dzahabi: Hâfidz tsiqah 97
2) Khatib al-Baghdādi: Hâfidz 98
d) Kesimpulan: Tsiqah
2) Abdullah bin Wadah
a) Nama lengkapnya: Abdullah bin Wadah bin Sa’id
b) Salah seorang seorang gurunya yaitu Yahya bin Yaman.
c) Wafat pada tahun 250 H
97 Abu ‘Abdullah Muhamad ibn Ahmad ibn ‘Utsman Adz-Dzahabi, Tazkirah
al-Huffaz, vol. 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), h. 776. 98Ahmad bin ‘Ali Abu Bakar Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, vol. 14
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), h. 231.
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Ibn Hibban: al-Tsiqah 99
2) Ibn Hajar: Maqbul 100
3) Adz-Dzahabi: Tsiqah 101
e) Kesimpulan: Tsiqah
3) Yahya bin Yaman
a) Nama lengkapnya: Yahya bin Yaman al-‘Ajali, Abu Zakaria al-Kufi
b) Gurunya yaitu Sufyân al-Tsauri dan muridnya Abdullah bin
Wadah.
c) Beliau wafat pada tahun 189 H
d) Pandangan ulama’ kritikus hadis tentang dirinya:
1) Ahmad bin Hanbal: Laitsa bi Hujjah
2) Yahya bin Ma’in: Laitsa yatsbutu. Ditempat lain Sadûq, ditempat
lain Laita bihi ba’sa
3) Al-Nasa’i: Laitsa bi Qawwi
4) Ali al-Madini: Sadûq
5) Ibn Hibban: al-Tsiqah 102
6) Ibn Hajar : Sadûq, ahli ibadat, banyak buat kesalahan103
7) Adz-Dzahabi: Sadûq 104
8) Ibn ‘Adi: Da’if, laitsa bi hujjah 105
99Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 16, h. 266. 100 Al-Asqalâni, Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 328. 101 Adz-Dzahabi, al-Kâsyif, vol. 1, h. 606. 102 Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 32, h. 55. 103Al-Asqalâni , Taqrib al-Tahdzib, vol. 1, h. 598. 104 Adz-Dzahabi, al-Kâsyif, vol. 2, h. 379.
e) Kesimpulan: Sadûq
4) Sufyan al-Tsauri
Sudah disebut pada halaman 28
5) Al-‘Amasy
Sudah disebut pada halaman 45
6) Yazid al-Raqasyi
Sudah disebut pada halaman 30
7) Anas bin Malik
Sudah disebut pada halaman 32
Kesimpulan hadis di atas adalah dai’f.
Setelah penelitian sanad hadis dari sebelas jalur ini dilakukan yang
mukharrij-nya ada tujuh, yaitu al-Baihaqi, al-Qadâ’i, Abu Nu’aim, al-Tabarâni,
Ibn Abi Syaibah, al-‘Uqaili, Ibn ‘Adi. Kesebelas jalur ini terdapat dua
periwayat berifat da’if Jiddan, yaitu Yazid al-Raqâsyi dan ‘Amru bin
Utsman al-Kilâbi, satu bersifat majhul, yaitu al-Husin bin al-Munzir dan
sebelas periwayat lain tidak dapat dilacak identitasnya. Enam mukharrij
diatas, kecuali al-Tabarâni, terdapat periwayat bernama Yazid al-Raqâsyi. Dan
menurut jalur al-Tabarâni terdapat periwayat bernama ‘Amru bin Utsman al-
Kilâbi. Iman Ibn Syaibah meriwayatkan hadis ini dengan sanad mursal
hanya sampai kepada Al-Hasan al-Basri, tanpa menyebut sahabat. Kemudian
terdapat pada jalur kedua mukharrij al-‘Uqaili, hanya tiga periwayat sahaja,
walaupun ketiga-tiga periwayat itu adalah tsiqah, namun ke-muttasil-annya
105 Abu Ahmad ‘Abdullah Ibn ‘Adi Al-Jarjani, al-Kamil al-Du’afâ’ al-Rijâl, vol. 7, h. 237.
tidak dipertanggungjawabkan karena jarak masa dengan mukharrij amat jauh
bedanya. Dan al-‘Uqaili telah meletakkan hadis ini dalam kitabnya al-
Du’āfa’ al-Kabir, menandakan bahwa jalur ini termasuk da’if. Dengan
demikian, dapat ditarik kesimpulan sebagai brikut:
1. Dari segi kualitas peribadi dan kapasitas intelektual para
periwayatnya, terlihat bahwa kesemua jalur sanad hadis ini terdapat
periwayat bernama Yazid al-Raqâsyi dan ‘Amru bin ‘Utsman al-Kilâbi
yang ulama’ kritikus hadis menilainya keda’ifan yang amat parah
yaitu munkar dan matruk.
2. Dari segi ke-muttasil-an sanad , diketahui bahwa sanad hadỉs ini
adalah terputus.
3. Menurut disiplin ilmu hadis, hadis yang diriwayatkan dengan sanad
yang da’if apabila terdapat sanad lain yang sama-sama da’ifnya,
maka hadis tersebut dapat meningkat kualitasnya menjadi al-hadỉts
al-hasan li ghairihi, dengan cacatan keda’ifan hadis itu bukan karena
periwayatnya seorang fasiq (pelaku maksiat) dan pendusta. Hadis
kemiskinan di atas memang diriwayatkan dengan berbagai sanad.
Namun semua sanad itu menyatu pada rawi Yazid al-Raqâsyi dan
‘Amru bin ‘Utsman al-Kilâbi tadi, Ia dituduh dusta dalam
meriwayatkan hadis tersebut. Karenanya hadis tersebut tidak dapat
terangkat kualitasnya menjadi al-hadỉts al- hasan li ghairihi. 106
106 Ali Mustafa Yaqub, Hadis-hadis Bermasalah ( Jakarta: Pustaka Firdaus,
2004 ), h. 18.
2. Kritik Matan Hadỉs
Penelitian sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama penting,
meskipun dalam prakteknya penelitian sanad didahului atas penelitian matan.
Karena menurut ulama’ hadis, sebuah hadis barulah dinyatakan berkualitas
sahih apabila sanad dan matannya sama-sama berkualitas sahih.107 Sedangkan
yang menjadi unsur utama yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang
berkualita sahih adalah terhindar dari syaz (kejanggalan) dan ‘illat (cacat).
Penulis akan mengunakan penelitian ini dengan metode penelitian matan
hadis dari metode-metode matan hadis yang ada. Adapun langkah-langkah
metodologis kegiatan penelitian matan hadis yang penulis gunakan yakni: (1)
meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya. (2) memeliti matan yang
semakna. Dan (3) meneliti kandungan matan hadis.108
(1) Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis
Dari hasil penelitian sanad yang telah dilakukan terlebih dahulu,
bahwasanya dari seluruh jalur yang penulis teliti ini dari ketujuh mukharrij
semuanya dalam keadaan terputus antara guru dan muridnya, dan terdapat
periwayat yang bersifat da’if jiddan, maka sanad hadis ini berkualitas da’if
jiddan.
(2) Meneliti matan yang semakna
107 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan
Bintang, 2007), h. 115. 108Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, h. 113.
i) Meneliti susunan lafal matan yang semakna
Susunan matan dari sebelas hadis yang telah penulis kutip di atas
memiliki persamaan makna. Perbedaan lafaz memang ada, tetapi tidak
menjadikan perbedaan makna. Hal itu menunjukkan bahwa hadis yang
telah diteliti diriwayatkan secara makna.
Adapun perbedaan lafaz yang dimaksudkan adalah:
109 رد القبلغ ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرق الفادآ -١
110 رد الققب سنوك ين أدسح الادآا ورف آنوك ين أرق الفادآ -٢
111 ارف آنوك ين أرق الفانآو,رد القبلغ ين أدسح الادآ -٣
112 ارف آنوك تن أةاق الفتادآ ورد القبلغ ين أدسح الادآ -٤
113 ارف آنوك تةاج الحتادآ ورد الققبس يدسح الادآ -٥
Dari seluruh lima matan yang ada ini, terdapat perbedaan lafaz
matan, yaitu, matan yang pertama diakhirnya mengunakan kalimat يغلب القدر ,
dan lafaz matan yang kedua diakhirnya mengunakan kalimat يكون سبق القدر ,
tidak mengunakan kalimat يغلب القدر . Kemudian lafaz matan yang ketiga
keempat dan kelima terbalik (maqlub) dengan matan pertama dan kedua, dan
terdapat perbedaan lafaz matan keempat dan kelima dengan riwayat lain,
yaitu dengan mengunakan kalimat وآادت الفاقة أن تكون آفرا bagi riwayat Ibn Abi
109Al-Baihaqi, Syu’ba al-Imam, vol. 5, h. 267. Al-Qada’i, Musnad al-Syihab, vol. 1, h. 342. Abu Nu’aim al-Ishfahâni, Hilyah al-Auliya’, vol. 3, h. 53. Al-Uqaili, Du’afâ’ al-Kabir, vol. 1, h. 254 dan vol. 4, h. 206.
110 al-Ishfahani, Hilyah al-Auliya’, Vol. 3, h. 53. 111 Ibn ‘Adi, Al-Kamil fi Du’afâ’ al-Rijâl, vol. 7, h. 237. 112 Ibn Abi Syaibah, Musannaf, vol. 6, h. 251. Al-Uqaili, Duafâ’ al-Kabir, vol.
1, h. 254. 113 Al-Tabarāni, Mu’jam al-Ausat, vol. 4, h. 403.
Syaibah, dan al-Tabarâni mengunakan kalimat وآادت الحاجة تكون آفرا bagi
mengantikan dengan kalimat الفقر .
Apabila ditempuh metode muqaranat terhadap perbedaan lafaz matan
yang semakna masih dapat ditoleransikan, karena perbedaannya tidak
menjejaskan makna.
ii) Meneliti lafal hadis versi lain yang semakna
Ada sebuah do’a Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i
dan Ibn Hibban dalam kitab sahihnya, dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa
Nabi bersabda:
114 معن الق انلدعيو لجر القف رقفالو رفكال نم كب ذوعأ ينإ مهالل
“ Wahai Allah, saya mohon perlindungan kepadamu dari kefaqiran dan kekafiran”. Kemudian ada seorang bertanya, “Apakah dua hal itu setara?”. Nabi menjawab: Ya.
Hadis ini dijadikan syahid (penguat) oleh imam al-Zarkasyi bagi
menguatkan hadis kemiskinan di atas. Alasannya, Nabi saw telah
menyetarakan antara dua hal tersebut, yaitu kemiskinan atau kefaqiran
dengan kekafiran. Menurut ulama’, hadis kedua ini kualitas sanadnya
adalah sahih. Dengan demikian, menurut al-Zarkasyi, hadis kemiskinan
itu mendekati kekafiran diatas dapat meningkat kualitasnya sehingga
menjadi al-hadits al-hasan lighairih. Benarkah demikian?.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i dan Ibn Hibban di atas
memang sahih, tetapi tidak dengan sendirinya ia dapat meningkat
114 Ahmad bin Syuaib Abu Abdu al-Rahman Al-Nasa’i, Sunan al-
Nasa’i (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2005), h. 870. No Hadis; 5495. Abu Hatim Muhamad Ibn Hibban al-Busti, Sahih Ibn Hibban, vol. 3 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), h. 302.
kelemahan hadis di atas. Masalahnya, konotasi antara hadis kemiskinan
di atas dengan hadis riwayat al-Nasa’i dan Ibn Hibban ini berbeda.
Dalam hadis kemiskinan di atas konotasinya adalah kefaqiran itu hampir
sama dengan kekafiran. Sedangkan konotasi hadis al-Nasa’i dan Ibn
Hibban adalah Nabi meminta perlindungan kepada Allah dari kefaqiran
dan kekafiran. Penyebutan secara bersama dalam do’a Nabi tidak berarti
sama nilainya. Memang keduanya setara, dalam arti keduanya adalah hal-
hal dimana Nabi saw minta perlindungan kepada Allah dari hal-hal
tersebut.115
Dalam hadis sahih yang lain, Nabi berdo’a:
ةلالذو ةليعالو ةلفغالو ةوسقال نم كب ذوعأو لسكالو زجعال نم كب ذوعأ ينإ مالله
نم كب ذوعأو اءيالرو ةعمسالو اقفالنو اققشالو قوسفال نم كب ذوعأو ةنكسمالو
116 امقساأل يءسو امذالجو صرالبو نونجالو مكالبو ممصلا
“ Wahai Allah. Aku minta perlindunganMu dari kelemahan, kemalasan,
ketakutan, kebakhilan, ketuaan, sifat keras kepala, kelupaan, ketergantungan, kehinaan, dan kemiskinan. Dan aku minta perlindungan-Mu dari kefaqiran, kekafiran, kefasikan (suka berbuat maksiat), perpecahan, kemunafiqan, sikap mencari popularitas (sum’ah dan riya’) dan aku minta perlindunganMu dari penyakit tuli, bisu, gila, lepra, belang, dan penyakit-penyakit buruk lainnya”.
Dengan demikian dapatlah diperiksa bahwa, tentu semua yang
diminta perlindungan oleh Nabi saw itu setara. Tetapi apakah kebakhilan
setara dengan kekafiran? Apakah lupa juga setara dengan kekafiran?
Apabila pendapat al-Zarkasyi itu diterapkan pada hadis do’a Nabi itu,
115 Yaqub, Hadis-Hadis Bermasalah, h. 19. 116 Sulaiman bin Ahmad bin Ayub Abu Qasim Al-Tabarâni, Mu’jam
al-saghir, vol. 1 (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985), h. 198.
tentulah setiap orang yang lupa atau berpenyakit lepra dan sebagainya
sudah dapat dinilai sebagai kafir, karena Nabi saw menyebutkan hal itu
secara bersamaan dalam satu do’a.
Oleh karena itu, pendapat al-Zarkasyi tadi tidak dapat diterapkan
begitu saja. Dan ini berarti bahwa hadis kemiskinan mendekati kekafiran
di atas tetap pada posisinya semula sebagai hadis (matruk) bahkan palsu
(maudu’).117
(3) Meneliti kandungan matan hadỉs
Para ulama’ telah meletakkan berbagai pendekatan penelitian matan
hadis dengan mengunakan pendekatan bahasa, karena bahasa arab yang
digunakan oleh Nabi dalam menyampaikan berbagai hadis selalu dalam
susunan yang baik dan benar. Penggunaan pendekatan bahasa dalam
penelitian matan akan sangat membantu terhadap kegiatan penelitian yang
berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan hadis yang bersakutan,
disamping dengan mengunakan pendekatan rasio, sejarah dan prinsip-prinsip
pokok dari ajaran Islam.118
Dari segi redaksionalnya hadis di atas dipermasalahkan oleh al-
‘Askari menuturkan bahwa dalam kaidah bahasa arab tidak pernah
digunakan kata آاد (yang berarti: hampir-hampir) bersamaan dengan kalimat
Al-Qur’an juga tidak pernah memakai kata-kata yang menggabungkan . ان
antara آاد dengan ان. Demikian dengan bahasa arab yang fasih (mengikut
kaidah). 119
117Yaqub, Hadis-Hadis Bermasalah, h. 20. 118Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, h. 25. 119Syakhawi, Maqâsid al-Hasanah ( Beirut: Dar al-Hijrah),h. 311.
Diantara kriteria kesahihan matan hadis, menurut para muhadditsin
cukup beragam. Salah satu versi yang dikemukakan oleh al-Khatib al-
Baghdâdi (w.463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan
maqbul (diterima) apabila memenuhi unsur-unsur berikut:
1. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat;
2. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang telah muhkam;
3. Tidak bertentangan dengan hadis yang mutawatir;
4. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan
ulama’ masa lalu (ulama’ salaf)
5. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti; dan
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya
lebih kuat.120
Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa matan yang sahih
mestilah mengikuti kriteria-kriteria di atas untuk dijadikan sebagai hujjah.
Bagi matan yang sanadnya sangat da’if tidak perlu diteliti sebab hasilnya
tidak akan memberi manfaat bagi ke-hujjah-an hadis yang bersangkutan.121
Maka demikian hadis di atas kualitas sanadnya sangat da’if, bahkan
kualitas matannya dipermasalahkan oleh al-Askari 122 karena tidak mengikut
kaidah bahasa arab. Jadi hadis ini da’if pada sanad dan matan bahkan tidak
dapat diamalkan, meskipin sekadar untuk mendorong amal-amal kebajikan
(fadâ’il al-a’mal). Karena keda’ifannya sangat parah.
120 Bustamin dan M. Isa A. Salam, Metodologi Kritik Hadits (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004), h. 62-63. 121Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, h. 115. 122 Syamsuddin Abi muhamad bin Abd Rahman al-Syakhawi, al-Maqâsid
al-Hasanah (Beirut: Dar al-Hijrah), h. 311
B. Pendapat Para ‘Ulama’ Ada beberapa pendapat seputar hadis kemiskinan itu mendekati
kekafiran. Menurut Imam Abi al-‘Ula Muhammad Abdurrahman Ibn Abd
Rahim al-Mubarakfuri (w 1353 H) hadis ini da’if jiddan. Syaikhul Islam Ibn
Taimiyyah mengatakan hadis ini kadzab (dusta), tidak diketahui pada sesuatu
kitab dikalangan orang Islam yang meriwayatkannya.123
Menurut Ibn Jauzi , hadis ini tidak sahih,124 dan Muhammad
Nasaruddin al-Albani mengatakan hadis ini da’if. 125
Demikianlah pendapat dikalangan para ‘ulama’ berhubung dengan
hadis yang penulis teliti ini.
C. Analisa
Hadis yang berkait dengan Nabi saw berdo’a kepada Allah swt agar
dilindungi dari kemiskinan dan kefaqiran adalah benar dan sahih. Tetapi hal
itu tidak berarti bahwa orang-orang miskin atau faqir itu nilainya buruk
disisi Allah, karena dalam hadis riwayat al-Tirmidzi yang kualitas sahih,
Nabi mengatakan orang-orang faqir itu memasuki syurga lebih dahulu
daripada orang-orang kaya dengan jarak lima ratus tahun.126 Hadis ini
menunjukkan bahwa orang-orang faqir itu memiliki nilai lebih berbanding
dengan orang kaya, meskipun kedua-duanya sama-sama masuk syurga. Nilai
lebih ini terjadi karena adanya dua kemungkinan.
123Abi ‘Ula Muhammad Abdurrahman Ibn Abd Rahim Al-Mubarakfuri,
Tuhfatu al-Ahwazi, Syarah Jami’ al-Tirmidzi, vol. 7 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), h. 17.
124Abdu Al-Rahman bin ‘Ali bin Jauzi, al-‘Ilal al-Mutanâhiyah Fi al-Ahâdits al-Wahiyyah, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), h. 805.
125 Mohammad Nasiruddin Al-Albani, Da’if al-Jami’ al-Saghir wa Ziyadatuhu (Beirut: Al-Maktab al-Islami), h. 605.
126 Muhamad bin ‘Isa Abu ‘Isa Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2003), h. 562, no hadis: 2351.
1. Ibarat orang yang mau keluar Negari (overseas) ia tidak membawa
barang apa pun kecuali dirinya sendiri, ia tentu tidak memerlukan
banyak pemeriksaan. Berbeda dengan orang kaya yang membawa
barang-barang banyak. Begitu pula dengan orang faqir tadi masuk
syurga, ia tidak diperiksa lama karena tidak memiliki apa-apa. Lain
halnya dengan orang kaya dimana kekayaannya harus diperiksa satu
persatu. Maka wajarlah apabila orang miskin sudah menikmati
keindahan syurga, sementara orang kaya masih tertahan di pos
pemeriksaan.
2. Kelebihan itu tentunya apabila orang faqir tadi mampu menyikap
kefakiran atau kemiskinannya itu secara benar dan tepat. Misalnya ia
menerima dengan ikhlas dan sabar atas kemiskinannya itu, meskipun
ia telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengetaskan dirinya dari
kubangan kemiskinan, Sebab secara naluri, tidak ada manusia yang
mau mencari, apalagi menyenangi kemiskinan. Al-Qur’an menegaskan
bahwa manusia itu mencintai harta, sebagaimana disebut di dalam surah
al-‘Adiyât/100: 8.
“ Dan Sesungguhnya ia melampau sangat sayangkan harta (secara tamak
haloba). ”
Di dalam surah yang lain pula, yaitu surah al-Duha/93: 8.
⌧ ⌧
“Dan didapatinya Engkau miskin, lalu ia memberikan kekayaan. ”
Namun apabila upaya untuk membebaskan diri dari kemiskinan tidak
berhasil, dan ia menerima dengan sabar atas keadaan itu, maka itulah salah
satu nilai lebih baik bagi orang miskin.127
Barangkali semua orang tidak mau menjadi miskin. Semuanya
berusaha untuk mengelak diri dari kemiskinan. Tetapi Allah maha berkuasa
yang memiliki kehendak. Dan ternyata penghuni dunia ini tidak dapat
terlepas dari kaya dan miskin, ada sebagian yang kaya dan ada sebagian
yang miskin, semua ini adalah sunnah (peraturan) Allah terhadap manusia
yang tinggal di dunia yang sementara ini. Apabila penghuni bumi ini kaya
semua, dunia ini akan hancur, karena tidak ada manusia yang mau bekerja
kasar, Kita akan sulit membangun rumah, tidak ada orang yang mau
membajak sawah, tidak ada yang mau bekerja di pabrik dan sebagainya.
Demikian pula jika dunia ini dihuni oleh orang yang miskin semua,
dunia juga akan hancur. Semua orang menjadi kuli dan bekerja kasar.
Siapakah yang mau menggaji mereka. Karenanya di situlah letaknya keadilan
dan kebijaksanaan Allah. Dibuatnya penghuni dunia ini ada yang kaya dan
ada yang miskin, agar mereka hidup secara harmonis dengan saling tolong-
menolong. Karena sesungguhnya orang kaya pun tidak dapat menjadi kaya
tanpa bantuan orang miskin. Demikian pula yang miskin tidak dapat hidup
layak kecuali juga bekerja sama dengan orang kaya. 128
127 Yaqub, Hadis-Hadis Bermasalah, h. 21. 128 Yaqub, Hadis-hadis bermasalah, h. 23.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan dan membahas beberapa masalah
mengenai hadis kemiskinan itu mendekati kekafiran, ada beberapa hal
penting yang bisa dijadikan kesimpulan, yaitu:
1. Hadis yang diteliti, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, al-
Tābarâni, al-Qadâ’i, Abu Nu’aim, Ibn Abi Syaibah, Ibn ‘Adi, al-‘Uqaili.
Ketujuh mukharrij ini mengeluarkan hadis ini dalam kitab mereka,
kesemuanya adalah sebelas jalur periwayatan hadis secara makna,
selain tidak memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad yang
meliputi: rawi yang tsiqah (‘adil dan dabit), di antaranya yaitu Yazid
al-Raqâsyi dan ‘Amru bin Utsman al-Kilâbi yang dinyatakan oleh
‘Ulama’ kritikus hadis sebagai munkar al-Hadits (seorang pelaku
maksiat) dan matruk al-Hadits (tertuduh dusta ketika meriwayatkan
hadis), dan tidak memenuhi unsur-unsur kesambungan sanad, juga
tidak memenuhi kedua unsur kesahihan matan yaitu, terhindar dari
syaz (kejanggalan) dan terhindar dari ‘llat (cacat), sehingga hadis
tersebut dinyatakan sebagai hadis yang berkualitas maudu’ (palsu).
2. Berdasarkan kualitas sanad dan matan, hadis ini berkualitas maudu’
(palsu). Maka dengan demikian hadis yang penulis teliti ini tidak
dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil agama), meskipun untuk
mendorong amal-amal kebajikan (fadā’il al-a’mal).
B. Saran-saran
Sejalan dengan beberapa hal yang penulis bahas dalam skripsi ini,
maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Hendaklah kaum muslimin khususnya mahasiswa sebagai insan
akademis dapat memahami secara mendalam aspek-aspek keilmuan yang
berhubung dengan sumber Islam, terutamanya al-Qur’an dan hadis.
2. Dalam melakukan kritik hadis, seorang peneliti perlu memperhatikan
kaedah kesahihan hadis secara mendalam dengan merujuk kepada metode
yang telah dibuat oleh para ulama’ hadis, sehingga gambaran kesahihan
hadis menjadi cukup jelas dan benar-benar memenuhi kriteria kesahihan
hadis.
Kepada Allah swt penulis berharap agar penelitian ini menjadi setitik
sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dan bagi kaum muslimin
pada umumnya.
Demikianlah, akhirnya dengan bimbingan Allah swt selesai sudah
skripsi ini, penulis mohon maaf andainya ada kesilapan dalam penulisan ini.
Apabila kajian penulis ini benar maka hal itu datang dari taufiq Allah swt dan
bimbingan Rasul-Nya. Tetapi apabila kajian ini salah maka ia berasal dari
diri penulis dan setan. Wassalam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, Mohammad Nasiruddin. Da’if al-Jami’ al-Saghir wa Ziyadatuhu, Beirut: Al-Maktab al-Islami.
Al-‘Asqalâni, Ibn Hajar, Lisan al-Mizan, Beirut: Muassasah al-‘Alami li Matbuah,
1986, cetakan ke 3. _______, Tahdzib at-Tahdzib, Beirut: Dar al-Fikr, 1984, cetakan ke 1. _______, Taqrib al-Tahdzib, Syria: Dar al-Rasyid, 1986, cetakan ke 1. _______, Tabaqat al-Mudallisin, ‘Uman: Maktabah al-Manar. 1986, cetakan 1. _______, Al-Isabah fi Tamyiz al-Sahabah , Beirut: Dar al-Jil, 1991, cetakan 1. Al-Baghdadi, Ahmad bin ‘Ali Abu Bakar al-Khatib, Tarikh Baghdad, Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiah. Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad bin Husin, Syu’ba al-Iman, Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiah, 1990, cetakan 1 Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Târikh al-Kabîr, Beirut: Dar al-
Fikr. Bustamin, dan Salam,M. Isa H. A. Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, Cetakan I.
Al-Busti, Abu Hatim Muhammad Ibn Hibban Ibn Ahmad al-Tamimi, Sahih Ibn Hibban, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993, cetakan ke 2
_______, al-Tsiqat, Beirut: Dar al-Fikr, 1975, cetakan 1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, PT Syaamil Cipta
Media.
Farid, Syeikh Ahmad, 60 Biografi Ulama Salaf (terjemahan), Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006, cetakan 1.
Al-Hindi, ‘Ali bin Hisam al-Din Al-Muttaqa, Kanzul ‘Umal fi Sunan al-Aqwal
wal Af-Al, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1989.
Ibn Abi Syaibah, Abu Bakar Abdullah bin Muhamad, Musannaf, Beirut: Dar al-Fikr, jilid ke 6.
Ibn Jauzi, Abdu al-Rahman bin ‘Ali, al-‘Ilal al-Mutanahiyah Fi al-Ahâdits al-
Wahiyyah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1982, cetakan 1
Ibn Salah, Abu ‘Amr ‘Usman bin ‘Abdurrahman, Muqaddimah Ibn Sâlah, Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyah, 1984, cetakan 1.
Al-Ishfahani, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah, Hilyah al-Auliya’ wa Tabaqat
al-Asfiya’, Dar al-kitab al-Arabi-Beirut, 1984, cetakan ke 4.
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: PT Bulan
Bintang, 2007, cetakan ke 2. _______, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis,Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 2005, cetakan ke 3. Al-Jarjani, Abu Ahmad ‘Abdullah Ibn ‘Adi, Al-Kamil fi Duafa’ al-Rijal, Beirut:
Dar al-Fikr, 1988, cetakan ke-3
Al-Jarrahi, Ismāil bin Muhammad al-‘Ajluni, Kasyfu Khuffa’ Wa Mazilu al-Ilbas Beirut: Muassasah Manahil al-‘Irfan, jilid ke 2.
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj, Usul Al-Hadits, terj. Qodirun dan Musyafiq
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007). Al-Minawi, Muhammad Abdul Ra’uf, Faid al-Qadir, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, Jilid VI. Al-Mizzi, Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf, Tahzib al-Kamal fi Asma’I ar-
Rijal, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1980, cetakan 1.
Al-Mubarakfuri, Abi ‘Ula Muhammad Abdurrahman Ibn Abd Rahim. Tuhfatu al-
Ahwazi,Syarah Jami’ al-Tirmidzi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, jilid 7. Al-Nasa’i, Ahmad bin Syuaib Abu Abdu al-Rahman, Sunan al-Nasa’i, Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2005, cetakan ke 2 Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis dan
Desertasi, Jakarta: Ceqda, 2007, Cetakan ke II
Al-Qadâ’i, Muhammad bin Salamah bin Ja’far Abu Abdullah, Musnad al-Syihab, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1986, jilid
Al-Qardâwi. Yusuf, Sunnah, Ilmu Pengetahuan Dan Peradaban, Yogyakarta: PT
Tiara Wacana, 2001, cetakan 1. _______, Kaifa Nata’amal Ma’a Sunnah Al-Nabawiyyah, terj. Muhammad Baqir,
Bandung: Karisma, 1995. Al-Qurtubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farah al-
Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Cairo: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1967, juz XVII. Al-Razi, Abu Muhammad ‘Abdu al-Rahman ibn Abi Hatim Muhammad ibn Idris
ibn Mundzir al-Tamimi al-Hinzili, al-Jarh wa at-Ta’dil, Beirut: Dar Ihya at-Turasi al-‘Arabi, 1952, Cetakan 1.
Sahliono, Biografi dan Tingkatan Perawi Hadis, Jakarta: Pustaka Panjimas,
2000, cetakan I Al-Salih, Subhi. ‘Ulum al-Hadits Wa Mustalah, terj. Tim Pustaka Firdaus,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, cetakan ke 5.
Al-Suyûti, Jalaluddin Abdurahmân bin Abi Bakar, al-Jami’ al-Saghir, Beirut: Dar al-Fikr, 1981, jilid ke 2.
Al-Syakhawi, Syamsuddin Abi al-Khair Muhammad bin Abdul Rahman, al-
Maqasid al-Hasanah, Beirut: Dar al-Hijrah, 1986. Al-Tabarâni, Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad Mu’jam al-Ausat, Al-Kaherah: Dar
al-Hadits, juz ke 4 _______, Mu’jam al-saghir, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985, cetakan 1 Tahhan, Mahmud, Taisir Mustalah al-Hadits , Beirut: Dar al-Fikr. _______, Usul al-Takhrij wa Dirâsat al-Asânid, terj. Agil Husin al-Munawar dan
Masykur Hakim, Semarang: Dina Utama, 1995, cetakan 1
Al-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa Abu ‘Isa, Sunan al-Tirmidzi , Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2003, cetakan 1
Al-‘Uqaili, Abu Ja’far Muhamad bin ‘Amru bin Musa, Duafa’ al-Kabir, Beirut:
Dar al-Kutb al-Ilmiah, 1984, cetakan 1 Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cetakan ke 4.
_______, Hadis-hadis Bermasalah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006, cetakan ke 4. Adz-Dzahabi, Abu Abdullah Muhamad ibn Ahmad ibn ‘Utsman, Mizan al-
I’tidal, Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th. _______, ,Al-Kâsyif, Jeddah: Dar al-Qiblah al-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1992,
cetakan 1 _______, Tazkirah al-Huffaz, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th. _______, Siyar A’lam al-Nubala’ , Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983.
PEDOMAN TRANSLITERASI a. Padanan Aksara
Huruf Arab
Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا b be ب t te ت ts te dan es ث j je ج h ha dengan garis di bawah ح kh ka dan ha خ d de د dz de dan zet ذ r er ر z zet ز s es س sy es dan ye ش s es dengan garis di bawah ص d de dengan garis di bawah ض t te dengan garis di bawah ط z zet dengan garis di bawah ظ koma terbalik diatas hadap kanan ‘ ع gh ge dan ha غ f ef ف q ki ق k ka ك l el ل m em م n en ن w we و h ha هـ apostrof ` ء y ye ي
b. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah i kasra
u dammah Adapun Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ي au a dan u و
c. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ــا î i dengan topi di atas ــــــي
ــــــوـ û u dengan topi di atas d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf )ال( , dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh الشمسية = al-syamsiyyah, القمرية = al-qamariyyah. e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti huruf-huruf samsiyyah. f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya . Contoh البخار = al-Bukhâri.
انس بن مالك
يزيد الرقاشي
الحجاج ابن فرافصة األعمش
سفيان الثوري
ابو عاصم
عبد اهللا هيم بن
قدرآاد الفقر أن يكون آفرا وآاد الحسد أن يسبق ال: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم
العقيلي ب
بة اهللا
قضاعي
ابراهيم بن يوسف
أبو مسلم
حبيب فاروق
أبو نعيم
يوسف بن اسباط
بن واضحالمسيب
بن احمدالعباس
ابو محمد
محمد بن يوسف
ابن يوسف
ابو بكر محمد
ابو طاهر
البيهقي
يحي بن يمان
عبد اهللا واضح
صاعد القاسم
ابن عدي
ابو معاوية
ابن ابي شيبة
عمر الخطاب
الحسن البصري
زيد بن وهب
حدثنا
أخبرنا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
نا ثنا
نا
نا
نا
عن
ثنا حدثنا
ثنا
ثنا
ثنا
عن
أخبرنا
أنا
ا
ذآر
ثنا
ثنا
ثنا
عن
حدثنا
عن
عن
عن
عن
عن
LAMPIRAN: Skema Hadis
عن
عن
عن
عن
عن
عن
عن
عن عن عن
عن عن
عن عن
عن عن
عن عن عن عن عن
ثنا
ثنا
top related