skripsi metode penentuan awal waktu shalat …
Post on 23-Jul-2022
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT
PENGANUT WETU TELU BAYAN LOMBOK UTARA
Oleh:
Laohil Bahriah NIM. 160204016
JURUSAN ILMU FALAK
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) MATARAM
MATARAM
2020
SKRIPSI
METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT
PENGANUT WETU TELU BAYAN LOMBOK UTARA
Skripsi
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram
untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Laohil Bahriah NIM. 160204016
JURUSAN ILMU FALAK
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) MATARAM
MATARAM
2020
ii
iii
v
vi
HALAMAN MOTTO
ا ل ا سألك ستج ا د ۖ ف ا د ف ۖ أج د ال
ش ا ل ل
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.1
1Humaira, Al-Quran Tajwid Dan Terjemahan Tafsir, (Jakarta, Gramedia Printing), hlm.
28
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Kupersembahkan Skripai ini untuk Orang Tua-ku yang selalu setia
berdoa untuk kesuksesan-ku terutama Inaq-ku Murniati dan Bapak-
ku yang rela menjadi TKI demi anak-anaknya H.Hamsiah. Tak lupa
saya berterimakasih kepada teman seperjuangan-ku Khurriyatun
Toyyibah beserta keluarga yang telah memberikan fasilitas demi
kelancaran penenlitian skripsi ini, semua shabat IFASTRO angkatan
16 yang selalu saling memberi semangat satu sama lain, dan semua
guru dan dosen-ku yang setia membimbing sampai di titik ini.”
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam dan
shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad, juga
kepada keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya. Aamiin.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaikan skripsi ini tidak akan
sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut.
1. Hj. Ani Wafiroh, M. Ag sebagai Pembimbing I dan Dr. Arino Bemi Sado,
S.Ag., M.H sebagai Pembimbing II yang memberikan bimbingan, motivasi,
dan koreksi mendetail, terusmenerus, dan tanpa bosan di tengah
kesibukannya dalam suasana keakraban menjadikan skripsi ini lebih matang
dan cepat selesai;
2. Drs. H. Muktamar, M.H sebagai Penguji I dan Ahmad Saiful Haq Muhatadi,
M.S.I sebagai Penguji II yang telah memberikan saran konstruktif bagi
penyempurnaan skripsi ini;
3. Muhammad Harfin Zuhdi, MA sebagai ketua jurusan;
4. Dr. H. Musawar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi
ix
5. Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah
memberi tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi bimbingan
dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernah selesai.
6. dan seterusnya.
Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang
berlipat-ganda dari Allah swt.dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
semesta. Amin.
Mataram, 1 Juli 2020
Penulis,
Laohil Bahriah
x
DAFTAR ISI
HALAM AN SAMPUL ……………………………………………………… i
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………….. ii
NOTA DINAS PEMBIMBING ……………………………………………. iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI …………………………………… iv
PENGESAHAN…………………………………………………………….. v
HALAM AN MOTTO………………………………………………………. vi
HALAM AN PERSEMBAHAN……………………………………………. vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… x
ABSTRAK …………………………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 5
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ……………………….. 6
E. Kajian Pustaka ………………………………………………… 6
F. Kerangka Teori ………………………………………………… 12
G. Metode Penelitian ……………………………………………… 20
H. Sistematika Pembahasan………………………………………… 23
BAB II AwalWaktu Shalat Wetu Telu Bayan Lombok Utara……………… 25
A. Profil DesaBayan……………………………………………… 25
xi
1. Sejarah Desa Bayan……………………………………...…… 25
2. Awal Munculnya Penganut Wetu Telu…………………..….. 29
3. Arti dan Makna Wetu Telu…………………………………… 32
4. Kegiatan-kegiatan Penganut Wetu Telu……………………..... 33
B. Metode Penentuan Awal Waktu Shalat Wetu Telu Bayan Telu…. 40
1. Waktu Zuhur…………………………………………………. 42
2. Waktu Ashar…………………………………………………. 42
3. Waktu Magrib………………………………………………… 43
4. Waktu Isya…………………………………………………… 43
5. Imsak…………………………………………………………. 43
6. Waktu Subuh…………………….……………………………. 43
BAB III Analisis Awal Waktu Shalat Wetu Telu Bayan Lombok Utara…… .. 45
A. Analisis Metode Penentuan Awal Waktu Shalat Wetu Telu Bayan.. 45
B. AnalisisisAkurasi Awal Waktu Shalat Penganut Wetu Telu Bayan…51
BAB IV PENUTUP ………………………………………………………… 74
A. Kesimpulan …………………………….……………………….…. 74
B. Saran …………………………………..……………………………. 75
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………… 80
xii
METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT
PENGANUT WETU TELU BAYAN LOMBOK UTARA
Oleh:
Laohil Bahriah NIM: 160204016
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan penulis terhadap masyarakat Bayan yang di kenal dengan nama penganut wetu telu, tempat pertamakali masuknya agama Islam, yang peraktik ibadahnya masih di pengaruhi oleh kebiasaan dan adat istiadat setempat. Dalam menentukan awal bulan mereka mempunyai hitungan khusus yang di bantu oleh huruf Abjadi. Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah (1) Untuk mengetahui metode yang digunakan penganut Wetu Telu Bayan Lombok Utara dalam menentukan awal waktu shalatnya. (2) Untuk mengetahui akurasi metode penentuan awal waktu shalat penganut Wetu Telu Bayan Lombok Utara.
Jenis dalam penelitian ini menggunakan penelitian Lapangan dengan pendekatan Kualitatif.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Observasi, wawancara lansung, dan dokumentasi.Sedangkan metode analisis yang digunakan analisis kualitatif non statistic.
Hasil penenlitian menunjukkan bahwa masyarakat wetu telu Bayan dalam menentukan waktu shalat menggunakan cara-cara tertentu yaitu:meperhatikan terbit terbenam matahari dan penanda suara burung yang sudah di konfers ke jam seperti halnya Zuhur pada pukul 01:00 siang hari, ashar pukul 04:00 Sore hari, magrib pukul 7 malam hari, isya pukul 7:30 malam hari, daan Subuh pada pukul 5 dini hari.Menurut Astronomi penentuan waktu shalat wetu telu kurang akurat, karna ada selisih beberapa menit bahkan melebihi satu jam, diantaranya pada tanggal satu Maret (a) waktu shalat zuhur lebih lambat 32 menit (b) waktu shalat ashar lebih cepat 32 menit (c) waktu shalat magrib lebih cepat 36 menit (d) waktu shalat Isya lebih cepat 1 jam 16 menit karna metode penganut telu perpatokan pada selisih 30 menit setelah shalat magrib (e) dan waktu shalat subuh lebih cepat 2 menit dari yang seharusnya. Dan pada tanggal 17 Juni (a) waktu shalat zuhur lebih lambat 44 menit (b) waktu shalat ashar lebih cepat 37 menit (c) waktu shalat magrib lebih cepat 7 menit (d) waktu shalat Isya lebih cepat 51 menit karna metode penganut telu perpatokan pada selisih 30 menit setelah shalat magrib (e) dan waktu shalat subuh lebih cepat 4 menit dari yang seharusnyaOleh karna itu perlu adanya kalibrasi waktu shalat sesuai dengan Ilmu Falak yang merupakan bagian dari Astronomi.
Kata Konci :Penganut Wetu Telu, Metode, Waktu Shalat.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua. Keutamaan yang
didapatkan dari kewajiban shalat yang merupakan perintah secara langsung
dari Allah swt kepada manusia (Nabi Muhammad saw) tanpa perantara
Malaikat Jibril. Sekaligus shalat itu merefleksikan keimanan seorang hamba,
karena dalam pelaksanaannya meliputi ucapan dengan lisan, perbuatan dengan
anggota badan dan keyakinan dalam hati.
Pada umumnya umat Muslim mengetahui bahwa kewajiban
melaksanakan shalat ada lima waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT,
dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan seperti halnya shalat subuh, zuhur,
asahar, magrib, dan Isya.2Waktu shalat merupakan salah satu syarat sah-nya
shalat, jika shalat dilaksanakan sebelum masuk waktu shalat maka shalat yang
dikerjakan pada saat itu tidak sah dan merupakan pekerjaan yang sia-
sia3.Sesuai dengan firman Allah di ayat Al-Quran surat An-Nisa‟ ayat 103:
2 Muhammad Hadi Bashori ,Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar,
2015), hlm. 153. 3 Ahmad Fadholi, Ilmu Falak Dasar, (Semarang, El-Wafa, 2017), hlm. 138.
2
Artinya:“Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan solat(mu), inggatlah Allah ketika kamu dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah solat itu (sebagaimana biasa).Sesungguhnya solat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang yang beriman”.4
Pada zaman sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berlansung sangat pesat diiringi dengan peradaban yang semakin
maju, maka metode untuk menentukan waktu shalat perlu diperhitungkan
dengan cermat dan teliti. Dalam perhitungan Ilmu Falak, penentuan waktu
shalat ditetapkan berdasarkan garis edar matahari, posisi matahari, matahari
terbit (sunrise), matahari melintas meridian (culmination), matahari terbenam
(sunset), akhir senja (evening twilight), fajar (morning twilight)5, koordinat
lintang tempat (Lt), koordinat bujur tempat (Bt), memperhitungkan zona
waktu tempat peneliti, ketinggian lokasi, dan equation of time.6Bukan hanya
sekedar mencari data yang mempengaruhi waktu shalat, namun kemajun ini
didukung juga dengan semakin banyaknya alat-alat, program-program, bahkan
aplikasi yang sangat canggih yang digunakan pada saat ini untuk menentukan
waktu shalat.Kemajuan ini cukup membantu masyarakat untuk melaksanakan
ibadah shalat tanpa harus menggunakan metode lama (Bayangan benda).
Pandangan ini berbeda jika dilihat dari penganut Wetu Telu Bayan
Lombok Utara, sebagian komonitas dari penganut Wetu Telu masih
menentukan waktu shalat menggunakan metode melihat bayangan benda
4Humaira, Al-Quran Tajwid Dan Terjemahan Tafsir, (Jakarta, Gramedia Printing), hlm.
95. 5 Ahmad Fadholi, Ilmu Falak Dasar, (Semarang, El-Wafa, 2017), hlm. 138. 6 Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu Falak, hlm. 138.
3
terhadap matahari dan bunyi burung yang sudah dikonversi ke jam. Seperti
halnya penganut Wetu Telu dalam menentukan waktu shalat subuh
menggunakan pedoman suara burung koak-kaok, kecuali waktu shalat ashar,
dan zuhur.Penganut ini menggunakan bayangan matahari sebagaimana yang
telah dipedomani oleh umat Islam pada umumnya.
Burung Koak-Kaok berbunyi pada pukul empat pagi, maka ini menjadi
tolak ukur masuknya waktu shalat subuh bagi penganut Wetu Telu.Untuk
penentuan waktu zuhur langkah yang dilakukan adalah dengan melihat
bayangan benda yang berada di bawah sinar matahari, jika memang bayangan
dari benda tersebut sudah berada di sebelah timur maka ini menjadi pertanda
masuknya awal waktu. Pertanda waktu ashar adalah dengan melihat kembali
bayangan benda, jika Bayangan benda sudah mencapai panjang yang sama
dengan benda tersebut maka sudah bisa dikatakan masuk awal waktu shalat.
Untuk waktu Shalat Magrib pada umumnya memiliki tanda dengan
munculnya mega merah di belahan langit barat, demikian pula untuk penganut
Wetu Telu meyakini yang serupa, namun lain halnya dengan metode
penentuan awal waktu Shalat Isya yang menurut penganut ini sangatlah
gampang untuk mengetahui waktunya, yakni seketika setelah beranjaknya dari
aktifitas makan malam yang dilakukan setelah Shalat Magrib maka masuklah
waktu Shalat Isya. Metode ini diyakini oleh penganut Wetu Telu untuk
menentukan waktu shalat karenakan kemajuan zaman yang sudah canggih
penganut ini mulai berbenah untuk menentukan waktu shalat dengan patokan
jam yang sudah dikonversi menggunakan metode awal. Sehingga di saat cuaca
4
yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran bayangan penganut
Wetu Telu hanya perlu melihat jam yang sudah mereka patok.7
Jika benar demikian, maka ada hal yang berbeda dengan penentuan
awal waktu shalat penganut Wetu Telu Bayan Lombok Utara yang masih
menggunakan metode lama tanpa memperhatikan peredaran matahari harian
maupun peredaran matahari tahunan.Perbedaan metode yang digunakan
penganut Wetu Telu dari pedoman adalah metode penentuan waktu shalat
subuh dan shalat Isya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ibadah shalat tidak akan
terlepas dengan masalah waktu. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang
diatas peneliti tertarik untuk melakuka penelitian lebih lanjut mengenai
“Metode Penentapan Awal Waktu Shalat Penganut Wetu Telu Bayan
Lombok Utara”.Judul ini diangkat oleh peneliti karena dianggap layak dan
sesuai berdasarkan syarat layaknya sebuah judul untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka dapat diambil rumusan
masalah oleh peneliti sebagai berikut :
1. Bagaimana metode penentuan awal waktu shalat penganut Wetu Telu
Bayan Lombok Utara ?
2. Bagaiaman akurasi metode penentuan awal waktu shalat Wetu Telu Bayan
Lombok Utara ?
7Observasiawal, tanggal 13 April 2019.
5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan di atas tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui metode penentuan yang digunakan penganut Wetu
Telu Bayan Lombok Utara dalam menentukan awal waktu shalatnya.
b. Untuk mengetahui akurasi metode penentuan awal waktu shalat
penganut Wetu Telu Bayan Lombok Utara.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan didapatkan dari hasil penelitian ini sebagai
berikut:
a. Secara teoritis
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap dapat
menambah pengetahuan tentang keberagaman aliran agama yang ada
di Lombok dan metode penentuan awal waktu shalat sebagai khazanah
keilmuaan pada bidang ilmu falak.
b. Secara praktis
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
masukan bagi penganut Wetu Telu dalam mempertimbangkan
penentuan awal waktu shalat yang telah mereka anut selama ini, agar
lebih tepat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan terlebih lagi sesuai
dengan syariat Islam dalam menjalankan shalat di waktu-waktu yang
seharusnya.
6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran bagi pembaca dalam
memahami Skripsi ini, peneliti melakukan pembatasan terhadap letak
penelitian, berhubung adanya penganut Wetu Telu di daerah Lombok yang
lain dan menfokuskan penelitian pada metode penentuan waktu shalat yang
digunakan oleh penganut Wetu Telu di daerah Bayan Lombok Utara.
Dikarenakan sudah banyak penenliti yang mengkaji mengenai Penganut Watu
Telu namun di dalam aspek sejarah.
Penelitian ini melibatkan tokoh-tokoh masyarakat Bayan. Penelitian ini
berlokasi di BayanKabupaten Lombok Utara pada masyarakat yang mengaku
sebagai Penganut Wetu Telu.
E. Kajian Pustaka
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu referensi peneliti dalam
melakukan penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan.Dari penelitian
terdahulu peneliti menemukan beberapa penelitian yang mempunyai kesamaan
dan perbedaan dalam mengkaji waktu shalat. Berikut beberapa judul skripsi
dan jurnal yang terkait:
1. Zulfadli dengan judul “Penentuan Awal Waktu Shalat Di Kabupaten
Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (Perspektif Syar‟i Dan Ilmu
7
Falaq)”.8Di dalam skripsi ini peneliti menunjukkan bahwa awal waktu
shalat perspektif syar‟i dan ilmu falak, yakni awal waktu shalat zuhur
dimulai sejak tergelincirnya mataharisekitar 2 setelah lewat tengah hari.
Awal waktu shalat ashar dimulai saat panjang Bayangan suatu benda sama
dengan panjang benda itu sendiri pada saat matahari berkulminasi, dalam
ilmu falak waktu shalat ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari
sama dengan jarak zenith titik pusat matahari pada waktu berkulminasi
ditambah bilangan satu (cotan h = tan Zm +1). Awal waktu shalat magrib
dimulai sejak matahari terbenam yang menghasilkan cahaya kemerah-
merahan di langit pada saat matahari berada -2 (bawah ufuk). Awal waktu
shalat Isya di mulai sejak hilangnya megah merah, posisi matahari kala itu
adalah -18 . Sedangkan awal waktu shalat subuh dimulai sejak terbit fajar
shadiq (-20 ). Batasan dari waktu shalat adalah sampai masuknya waktu
shalat setelahnya.
Persamaan dari skripsi ini adalah peneliti sama-sama mengkaji
mengenai waktu shalat, sedangkan perbedaannya ialah tempat penelitian
yang digunakan oleh kedua penulis dan dalam skripsi ini peneliti melihat
waktu shalat dari sudut pandang Syari dan Ilmu Falak yang terjadi di
Bulukumba, sedangkan saya sebagai penenliti selanjutnya melakukan
penenlitian metode waktu shalat yang digunakan oleh penganut wetu
teluBayan.
8 Zulfadli, “Penentuan Awal Waktu Shalat Di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi
Selatan (Perspektif Syar‟i Dan Ilmu Falaq)” (Skripsi UIN Alauddin Makasar, Jurusan Perbandingan Mazhab, 2014).
8
2. Alfiyatur Rifqiyah dengan judul skripsi “Studi Analisis Penentuan Awal
Waktu Shalat Di Dukuh Teman Sari, Desa Carangejo, Kecamatan
Sampung, Kabupaten Ponogoro”.9Tema besar dari skripsi ini adalah
masyarakat Dukuh Teman Sari, Desa Carangejo, Kecamatan Sampung,
Kabupaten Ponogoro menggunakan jam bencet sebagai alat menentukan
awal waktu shalat.
Namun nyatanya penenliti menenemukan hasil praktik di lapangan
warga Dukun Tamansari penggunaan jam bencet hanya digunakan untuk
penentuan awal waktu shalat zuhur saja dan selanjutnya untuk waktu
shalat ashar mereka menggunakan jadwal waktu shalat dan lansung
melihat jam yang dicocokan dengan jam bencet pada saat matahari
berkulminasi, dan untuk waktu shalat selanjutnya menggunakan jadwal
shalat yang ada.
Perbedaan dengan penelitian terletak di tempat dan metode
penelitian yang digunakan, di skripsi tersebut dijelaskan jam bencet
sebagai penentu waktu shalat, sedangkan penulis dalam skripsi ini
mengkaji mengenai metode Penganut Wetu Telu Bayan Lombok
Utara.Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama mengkaji waktu
shalat.
9 Alfiyatur Rifqiyah dengan judul skripsi “Studi Analisis Penentuan Awal Waktu Shalat
Du Dukuh Teman Sari, Desa Carangejo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponogoro” (Sekripsi, Jurusan Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syari‟ah IAIN Ponorogo, th 2017)
9
3. Alimuddin dengan judul “Perspektif Syar‟i Dan Sains Awal Waktu
Shalat”.10 Di dalam jurnal tersebut dapat ditarik kesimpulan dari dua sub
permasalahan tulisan ini adalah sebagai berikut: Menurut Syara‟ dan
menurut Ilmu Astronomi. Menurut Syara‟ waktu shalat zuhur, adalah
ketika matahri tergelincir, sedang waktu shalat ashar, apabila Bayang-
bayang suatu benda samapanjang dengan bendanya. Sementara waktu
shalat magrib adalah ketika matahari telah terbenam sampai megah merah
belum hilang atau selama megah merah masih ada. Adapun waktu shalat
Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah sampai terbit fajar, pada
riwayat lain hingga tengah malam atau seperdua malam, dan untuk waktu
shalat subuh, adalah apabila terbit fajar.
Selanjutnya, menurut Astronomi, awal waktu zuhur dirumuskan
sejak seluruh piringan matahari meninggalkan meridian.Awal waktu shalat
ashar dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari atau dirumuskan dengan
jarak zenith titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah
bilangan satu.Sedangkan waktu shalat magrib berarti saat terbenam
matahari (ghurub) dengsan posisi matahari -1 .Awal waktu shalat Isya
ditandai dengan memudarnya cahaya merah (asy-syafaq al-ahmar)
dibagian langit barat, tinggi matahari pada saat itu adalah 18 di bawah
ufuk (horizon). Adapun awal waktu shalat subuh dipahami sejak terbit
fajar shadik, pendapat lain mengatakan bahwa terbitnya fajar shodiq
dimulai pada saat posisi matahari 20 di bawah ufuk.
10 Alimuddin, “Perspektif Syar‟i Dan Sains Awal Waktu Shalat “, Al-Daulah, Vol. 1 / No. 1 / Desember 2012, hlm. 120
10
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah jurnal ini mengkaji
perbandingan waktu shalat dalam persefektif syar‟i dan Sains sedangkan
skripsi ini membahas metode penentuan waktu shalat penganut Wetu Telu
yang berada di Bayan, dan persamaannya yaitu kedua peneliti sama-sama
mengkaji waktu shalat.
4. Dahlia Haliah Ma‟u dengan judul “Waktu Salat Pemaknaan Syar‟i Ke
Dalam Kaidah Astronomi”11. Kesimpulan dari jurnal ini adalah waktu
salat tersebut ditentukan berdasarkan fenomena posisi matahari. Dengan
ini, kemudian diciptakan sebuah rumus secara astronomis terhadap
masing-masing awal waktu salat. Waktu Zuhur dirumuskan dengan 12-e.
Waktu Ashar cotg ha = tg (Zm+1). Waktu Magrib dimulai ketika posisi
matahari -1º. Waktu Isya dimulai ketika posisi matahari -18º, dan waktu
Subuh ketika posisi matahari -18º sampai -20º.
Selanjutnya, terdapat kaitan antara landasan syar‟i dan astronomi
tentang penentuan awal waktu salat.Akan tetapi, untuk waktu zuhur dan
Ashar, perlu dilakukan pengkajian ulang. Untuk waktu Zuhur rumus (12-
e) tidak sesuai dengan ketentuan syar‟i, 12-e adalah ketika matahari
berkulminasi. Sedangkan, saat berkulminasi diharamkan untuk
shalat.Untuk menghindari kejadian tersebut perlu kiranya melakukan
penambahan waktu ihtiyat minimal empat menit. Rumus ketinggian
matahari waktu Ashar tidak hanya dirumuskan dengan cotg ha = tg
11 Dahlia Haliah Ma‟u, “Waktu Salat Pemaknaan Syar‟i Ke Dalam Kaidah Astronomi”,
Istinbat Vol. 14, No. 2, Desember 2015, hlm. 269.
11
(Zm+1). Akan tetapi, dirumuskan juga dengan cotg ha = tg (Zm+2), agar
sesuai dengan petunjuk syar‟i.
Perbedaanya adalah dalam jurnal ini penenliti memaparkan waktu
salat dalam pemakanaan syar‟i dan ilmu Astronomi dalam bentuk rumus-
rumus tertentu, otomatis dalam jurnal ini membahas kaitan waktu shalat
menurut syar‟i dengan ilmu astronomi, sedangkan dalam skripsi peneliti
mengkaji mengenai metode penentapan waktu shalat penganut Wetu Telu
Bayan Lombok Utara. Persamaanya ialah kedua peneliti ini mengkaji
mengenai waktu shalat.
5. Siti Raihanun dengan judul skripsi “Pelaksanaan Sholat Wetu Telu Suku
Sasak Di Lombok” 12. Kesimpulan dari skripsi ini adalah pelakasanaan
shalat wetu telu di lombok Desa Narmada terjadi karna adanya penyebaran
dua aliran dari barat dan timur. Ajaran wetu telu awalnya berasal dari
Bayan dan sampai saat ini siapa yang memberi nama wetu telu masih
menjadi misteri. Munculnya wetu telu dikarnakan para wali yang
meninggalkan pulau Lombok sebelum menyelesaikan dakwahnya tanpa
alasan yang jelas. Ada berbagai macam peraktik adat yang dilakukan oleh
penganut ini yang sama bentuk ibadahnya melalui shalat lima.
Dalam bahasa Indonesia wetu telu diartikan waktu telu, aliran yang
melaksanakan shalat hanya tiga kali dalam sehari semalam, yaitu shalat
pada siang hari (Zuhur), Sore hari (Ashar), dan matahari terbenam
12 Siti Raihanundengan judul skripsi “Pelaksanaan Sholat Wetu Telu Suku Sasak Di
Lombok” (Sekripsi, Program Studi Perbandingan Madzhab Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta,2016)
12
(Magrib). Ini terjadi karna belum tuntasnya para mubalik menyebarkan
ajaran Islam di Lombok.
Mayoritas dari para informal yang beralih ajaran dari wetu telu ke
wektu lima disebabkan gencarnya para da‟i menyebarkan ajaran agama
Islam yang biasa di sebut dengan waktu lima. Sehingga jika
dipresentasikan jumlah penganut Wetu Telu di Desa Narmada yang masih
bertahan sekitar 2%.
Perbedaanya adalah objek dan tempat yang penelitian, yang skripsi
Siti Raihanun membahas tata cara pelaksanaan shalat penganut Wetu Telu
yang ada Di Narmada, sedangkan peneliti dalam skripsi ini mengambil
objek penenlitian metode penentuan waktu shalat yang digunakan oleh
penganut wetu telu yang berada di Bayan. Persamaanya dari kedua karya
ilmiah ini adalah sama-sama meneliti penganut wetu telu yang ada di
Pulau Lombok.
F. Kerangka Teori
1. Waktu Shalat
Perintah melaksanakan shalat dan beberapa tanda awal waktu
shalat yang telah disebutkan dalam Al-quran secara umum, salah satunya
dalam Q.S Yaha [20] ayat 130 yang berbunyi:
ل س ل الش ك ح ح ف ص ل سح غ ل فس ء ال ك ت ض آ اف ال ل أ
Artinya : “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih
13
pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.13
Pembagian waktu-waktu shalat tidak dijelaskan secara rinci dalam
al-Qur‟an tetapi diperjelas didalam hadis-hadis Nabi.Dari hadis-hadis
tentang waktu shalat, ulama fiqh mengeluarkan hukum mengenai awal
waktu shalat dan batasan waktu shalat yang kita kenal sekarang ini. Para
ulama fiqh memberikan metode yang mereka asumsikan berlandaskan dari
hadis-hadis sahih. Ada sebagaian ulama mengasumsikan bahwa cara
menentukan waktu shalat adalah dengan cara melihat secara lansung
tanda-tanda alam sebagaimana yang dijelaskan didalam hadis-hadis sahih,
seperti melihat Bayangan benda yang tegak lurus, atau dengan cara
memperhitungkan posisi matahari.14
Jadi waktu shalat adalah waktu yang telah ditentukan oleh Allah
swt untuk menegakkan ibadah shalat dengan batas waktu tertentu. Adapun
yang dimaksud dengan waktu shalat adalah sebagaimana yang telah
diketahui oleh masyarakat luas, yaitu waktu-waktu shalat lima waktu,
13Humaira, Al-Quran Tajwid Dan Terjemahan Tafsir, (Jakarta, Gramedia Printing), hlm.
120
14 Kementrian Agama, Ilmu Falak Praktis, cetakan ke-1, (Jakarta: Sub Direktur Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah Durektorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama Republik Indonesia , 2013), hlm. 80.
14
yakni15 waktu shalat zuhur pada saat matahari sudah tergelincir kearah
barat, shalat ashar pada saat Bayangan benda sama panjang dengan
bendanya, shalat magrib pada saat mega merah, shalat Isya ketika mega
merah telah menghilang, dan shalat subuh pada saat terbitnya fajar. Untuk
wilayah kutub hendaklah mengikuti waktu shalat daerah terdekat.
2. Posisi dan Bayangan Matahari
Matahari adalah sebuah bintang yang bersinar, matahari
merupakan pusat tata surya yang ada di galaksi bimasakti.Matahari
bersinar setiap hari, terbit dari ufuk Timur dan tenggelam di ufuk
Barat.Pada pagi hari posisi matahari berada di atas ufuk, sedangakan di
malam hari matahari berada di bawah ufuk.Fenomena ini terjadi setiap hari
dan dapat dipelajari oleh manusia.Jika diperhatika, waktu terbit dan
tenggelam matahari setiap harinya memiliki selisih waktu meskipun
sedikit, demikian pula posisi matahari pada saat terbit dan terbenam.
Dari keterangan tersebut, matahari sebagai sumber kehidupan
memiliki manfaat dan fungsi yang sangat besar bagi mahluk hidup
khususnya ummat manusia.Salah satu manfaatnya adalah sebagai
pedoman atau tolak ukur dalam penentuan awal waktu shalat dan akhir
waktu shalat.16 Dengan cara memperhatikan bayangan yang dibentuk oleh
sinar matahari dikala siang hari, dan memperhatikan penampakan cahaya
yang dibentuk pada saat tenggelam dan terbitnya matahari.
15 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori Dan Praktik: Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Shalat, Awal Bulan, Dan Gerhana, Cetakan ke-1 (Yogyakarta, Buana Pustaka, 2004), hlm. 57.
16 Zulfadli, Penentuan Awal Waktu Shalat Di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (Perspektif Syar’i Dan Ilmu Falaq) hlm. 15.
15
Adapun posisi dan bayangan matahari untuk setiap perhitungan
masing-masing waktu shalat, diantaranya adalah sebagai mana yang akan
dibahas di bawah ini:
a. Waktu zuhur
Secara ilmu astronomi waktu zuhur adalah ketika matahari
telah melewati garis tengah, artinya adalah matahari pada kala itu telah
meninggalkan meridian.Pada saat titik pusat matahari bergerak
beranjak dari meridian atau pada saat Bayangan suatu benda lebih
condong ke arah timur, dan sudut yang dihasilkan bukan lagi
90°.sedangkan tinggi matahari adalah jarak yang dihitung dari ufuk
sampai dengan matahari pada posisi tertinggi jarak zenit matahari +
tinggi kulminasi adalah jarak dari ufuk samapai zenit (90°). Dengan
demikian dapat ditarik rumus Tinggi Matahari = 90° - zm17.
Sedangkan cara mencari zm adalah Deklinasi dikurangi dengan
Lintang tempat.18
Pada saat matahari berada di meridian tinggi matahari (h)
adalah 0, pada dAsharnya waktu pada kala itu menunjukan puluk 12.
Ketika matahari berada di meridian maka dirumuskan dengan MP = 12
– Sudut waktu (e), maka pada saat itulah di tetapkan sebagai awl waktu
zuhur menurut waktu pertengahan dan waktu ini pulalah yang
17 Ahmad Fadholi ,Ilmu Falak …..…., hlm, 148. 18Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak……., hlm. 84.
16
ditetapkan sebagai pangkal pwrhitungan awal waktu shalat
selanjutnya.19
Menurut salah satu tokoh ilmu falak Thomas Djamaluddin,
waktu Zuhur adalah ketika matahari telah meninggalkan garis tengah
langit, diperkirakan dua menit setelah kejadian itu. Waktu tengah hari
dapat dicari dengan cara waktu terbit sampai terbenam matahari di
bagi dua.20
Jadi pada awal waktu zuhur, sebuah tongkat yang tegak lurus
akan membuat Bayang-bayang yang panjangnya yang ditentukan oleh
tinggi matahari sewaktu berkulminasi. Semakin tinggi kedudukan
matahari makin pendek bayang-bayang, dan semakin rendah
kedudukan matahari maka semakin panjang bayang-bayang benda
tersebut.21Menurut Zhahir riwayat dalam mazhab Abu Hanifah, akhir
waktu zuhur adalah ketika bayang-bayang suatu benda menjadi dua
kali lipat panjangnya dari panjang benda yang sebenarnya, ini
merupakan awal masuknya waktu Shalat Ashar.22
b. Waktu Ashar
Jika matahari sedang berkulminasi, bayang-bayang sebuah
benda terpancang tegak lurus di atas tanah, mempunyai panjang
19 Ahmad Fadholi ,Ilmu Falak ………, hlm, 149. 20Dahlia Haliah Ma‟u Waktu Salat: “Pemaknaan Syar’i Ke Dalam Kaidah Astronomi”,
hlm. 272-273. 21 Saadoe‟ddin Djambek ,Shalat Dan Puasa Di Daerah Kutub, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), hlm. 9. 22 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu 1, (Depok: Gema Insani, 2014) , hlm.
552.
17
tertentu.23 Bila matahari berjalan menjauh dari titik tengah (berjalan
kearah barat), ujung bayanganakan membentuk bayangan di sebelah
Timur dan seiring perjalanan matahari bayangan benda akan semakin
memanjang sampai titik sepanjang sama dengan panjang benda
tersebut, begitu pula ketika matahari berjalan kearah Timur, maka
dikatakan masuklah waktu Ashar.24 Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama RI menggunakan rumus bayangan waktu Ashar =
bayangan waktu zuhur + panjang benda,25 atau berdasarkan ketentuan
ini maka h (tinggi) matahari pada waktu ashar dapat dihitung dengan
rumus : cotan h = tan Zm + 126
c. Waktu Magrib
Terbenamnya matahari (sunset) adalah sebagai pertanda
masuknya awal waktu shalat magrib ialah ketika seluruh piringan
matahari sudah berada dibawah ufuk.Piringan matahari berdiameter
sekita 32 menit busur, sehingga jari-jarinya adalah 16 menit busur.
Ketika matahari tenggelam,langit tidak serta merta akan tanpak gelap,
dikarenakan atmosfer bumi yang membiaskan cahaya matahari.
Sehingga membutuhkan waktu yang lama, supaya tidak ada lagi
cahaya matahari yang akan dibiaskan.27
23Abd. Rachim, Ilmu Falak (Yogyakarta: Liberty, 1963) , hlm. 24. 24Muhammad Hadi Bshori……, hlm. 157. 25 SusiknanAzhari, EnsiklopediaHisabRukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.
229. 26 Ahmad Musonnif Ilmu Falak…., hlm. 72. 27Ahmad Fadholi Ilmu Falak Dasar…. hlm. 152.
18
Matahari bisa dikatakan terbenam jika piringan atas matahari
terhimpit oleh ufuk mar‟i. pada saat itu titik pusak matahari berjarak
sepanjang semi diameter (SD) Matahari sebesar 32 menit busur, maka
jarak dari ufuk ke titik pusat pada saat itu adalah 1/2x 32‟ =
16‟.28Selanjutnya karena adanya fenomena reflaksi atau pembiasan
cahaya, maka saat piringan matahari sudah berada di bawah ufuk, dam
tampak di langit barat ada cahaya kemerah-merahan namun yang
sebenarnya kedudukan matahari sudah berada dibawah ufuk.
Waktu magrib diformulasikan dengan menambah jarak titik
pusat matahari, atau yang biasa disebut dengan semi diameter
matahari. Di antara beberapa faktor yang mempengaruhi ketinggian
pada waktu magrib sebagai berikut:
1) Refraksi
2) Semidiameter
3) Dip29
d. Waktu Isya
Waktu Isya dimulai ketika mega merah di langit barat sudah
tidak tampak, yaitu tanda masuknya gelap malam.30Keadaan ini terjadi
ketika matahari sudah jauh berada di bawah ufuk sehingga cahaya
matahari sudah tidak ada lagi yang dibiaskan oleh atmosfer bumi.
Altitude matahari menurut ilmu falak pada waktu Isya sekitar 16°, 17°
28 Ahmad Musonnif Ilmu Falak….., hlm. 73. 29Ahmad Fadholi Ilmu Falak …….. hlm. 153 30 Susiknan Azhari, M.A, Ilmu Falak Pejumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2011), hlm. 68.
19
dan 18° di bawah ufuk.31Menurut Saadoe‟ddin Djambek awal waktu
Isya ditandai dengan hilangnya syafaq atau warna merah di langit
bagian Barat.Keadaan demikian terjadi ketika posisi matahari berada
belasan derajat di bawah ufuk, dan Saadoe‟ddin Djambek berpatokan
pada 18° di bawah ufuk.32
e. Waktu subuh
Waktu subuh dimulali dengan mulai tampaknya fajar di atas
ufuk di langit Timur dan berakhir sampai terbitnya matahari.33Dalam
ilmu falak, saat tampaknya fajar diasumsikan dengan posisi matahari
di 20° bawah ufuk,34 munculnya fajar shodiq ditandai dengan mulai
pudarnya cahaya-cahaya bintang.35
Di Indonesia, pada umumnya awal waktu subuh dimulai pada
saat kedudukan matahari sudaah berada 20° di bawah ufuk. Acuan ini
merupakan acuan resmi yang digunakan olek kementrian agama RI.36
Dalam ilmu astronomi, waktu sebelum matahari terbit dibagi menjadi
tiga, yakni civil twiiiilight (matahari berada 06° dibawah ufuk),
nautical twilight (matahari berada 12° di bawah ufuk), dan
astronomical twilight (matahari berada 18° di bawah ufuk).37
31Ahmad Fadholi, Ilmu Falak ……., hlm. 156. 32 Dahlia Haliah Ma‟u ,Waktu Salat:……….., hlm. 277-278. 33 Saadoe‟ddin Djambek ,Shalat Dan Puasa Di Daerah Kutub , hlm. 8. 34 Ahmad Fadholi ,Ilmu Falak ……….., hlm. 158. 35 Ahmad Musonnif ,Ilmu Falak……..hlm. 64. 36Ahmad Fadholi, Ilmu Falak…………., hlm. 158. 37 Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu……..,hlm.160-161.
20
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, sebab data yang akan digunakan penelitian adalah
hasil dari wawancara kepada objek penelitian dalam bentuk tanya jawab.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran penulis dalam hal penelitian sanggatlah berpengaruh.
Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai pengamat partisipan.
Penenliti akan mengamati dan mencermati setiap pandangan yang
disampaikan oleh tokoh-tokoh masyarakat (pengulu) Bayan mengenai
metode penentuan waktu shalat penganut Wetu Telu Bayan dan peneliti
juga berpartisipasi dalam menghitung waktu shalat dengan di Lintang dan
Bujur Bayan Lombok Utara, serta membandingkan hasil hitungan penulis
dengan metode waktu shalat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
masyarakat yang ada di Bayan.
3. Lokasi Penenlitian
Lokasi penelitian ini bertempat di kawasan Masjid Kuno Bayan
Lombok Utara, sebab di kawasan tersebut masih ada para tokoh-tokoh
masyarakat yang mengakui bahwa di kawasan masjid kuno adalah
penganut Wetu Telu.
21
4. Sumber Dan Jenis Data
a. Sumber Data Perimer
Data perimer ini merupakan data yang berasal dari sumber data
yang dikumpulkan secara lansung ke objek penelitian. Sumber-sumber
perimer yang mendasari penelitian ini dikumpulkan dengan cara
melakukan wawancara ke Bayan dan bertemu langsung dengan tokoh-
tokoh masyarakat (pengulu).
b. Sumber Data Skunder
Data skunder yang menjadi pendukung penelitian ini diperoleh
dari beberapa sumber penelitin, buku-buku falak, skripsi terdahulu, dan
jurnal-jurnal yang terkait.
5. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi (pengamatan)
Dalam penelitian ini peneliti menggunkan observasi sebagai
salah satu metode untuk mengumpulkan data, karena pada dasarnya
suatu objek untuk menemukan kebenaranyya haruslah peneliti
menggunakan observasi waktu shalat penganut Wetu Telu, dan
observasi metode penentuan waktu shalat penganut Wetu Telu.Dalam
observasi ini peneliti melakukan pengamatan terhadap waktu-waktu
shalat penganut Wetu Telu Bayan, terutama waktu shalat yang berbeda
dengan waktu shalat pada umumnya yaitu waktu shalat Isya‟ dan
Subuh.
22
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan antara dua orange atau lebih
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
ditarik kesimpulan guna kebutuhan data dalam penelitian.38Wawancara
dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada seseorang yang
menjadi sumber informasi kemudian informan menjawab apa yang
dilontarkan oleh peneliti.
Jenis wawancara yang digunakan peneliti disini adalah
wawancara tidak terstuktur.Karena peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Pedoman yang digunakan
hanya garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu cara peneliti untuk
mengumpulkan data yang tidak didapatkan dalam observasi dan
wawancara. Seperti mengumpulkan menuskrip, kitab-kitab kuno,
rekaman audio, foto, dan video.
6. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan penulis dalam hal ini yakni analisis
data.Analisis data adalah analisis kualitatif non statistik. Hal ini
dikarnakan pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan
38 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, ( CV. Pustaka Setia, Bandung, 2008), hlm.
190.
23
kualitatif sehingga data yang didapatkan akan disajikan dalam bentuk
verbal bukan angka dan dijelaskan dalam bentuk diskripsi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mendapatkan keabsahan data, maka penulis melakukan
verifikasi dengan mencocokan keriteria tingkat akurasi waktu shalat
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh penulis di dalam kerangka teori.
H. Sistematika pembahasan
Secara garis besar penulisan penelitian kualitatif tersistematikan dalam
empat bab, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup, telaah pustaka,
krangka teori, metode penelitian, dan sistematik pembahasan.
Bab II Waktu Shalat Penganut Wetu Telu Bayan Lombok Utara,
meliputi profil DesaBayan, dan metode penentuan waktu shalat Wetu Telu
Bayan.
Bab III Analisis Waktu Shalat Wetu Telu Bayan.Bab ini meliputi
analisis metode penentuan waktu shalat penganut Wetu Telu Bayan Lombok
Utara dan Analisis akurasi metode penentuan awal waktu shalat Wetu Telu
Bayan Lombok Utara.
Bab IV, Penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran dalam
melaksanakan penelitian. Sub-sub kesimpulan adalah berupa ringkasan hasil
penelitian. Sedangkan sub-sub sarana-sarana lebih terfokus kepada sarana
24
yang ditunjukan bagi penulis dan bagi siapa yang terlibat dan yang terkait
dengan peroses penenlitian ini.
25
BAB II
AWAL WAKTU SHALAT WETU TELU BAYAN
LOMBOK UTARA
A. Profil DesaBayan
1. Sejarah Desa Bayan
Desan Bayan merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten
Lombok Utara, Provensi Nusa Tenggara Barat yang memiliki Lintang -
8.2665617 LS dan Bujur 116.4276507 BT. Desa Bayan merupakan salah
satu desa yang berada di Kecamatan Bayanyang berjumlah 22 dusun. Desa
ini dihuni oleh orang-orang asli Suku Sasak yang hampir keseluruhan
menganut agama Islam yang sering di panggil dengan “IslamWetu
Telu”.Desa terletak di wilayah seluas 1.783ha/m2dengan batas batas-batas:
Sebelah Utara : Desa Karang Bajo
Sebelah Selatan : Kawasan Hutan Taman Nasional
Sebelah Timur : Desa Loloan
Sebelah Barat : Desa Senaru
Yang dihuni oleh 2.831orangdengan berbagai macam provesi.39
Jarak Bayan dengan pusat kota adalah 80 Km yang akan menempuh
perjalanan kurang lebih 3jam lamanya.
Pada zaman dahulu pada tahun 1150 M Bayan merupakan sebuah
kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Datu
Bayanbergelar Susuhunan Ratu Mas Bayan Agung.Menurut sejarah Datu
39 Profil Bayan Desember 2019.
26
Bayan memiliki 17 saudara dari pernikahan raja sebelumnya bersama
ratu dan para selir.Para saudara Datu Bayan tersebar di seluruh wilayah
Lombok sehinggaberanak pinak.40
Menurut Pemangku Adat setempat Islam pertama kali masuk ke
pulau Lombok pada abad ke 14 oleh Mutrining Jagat dan disusul oleh para
wali yang berasal dari Jawa yaitu Sunan Prapen dan Sunan Giri pada abad
ke 16. Pusat ajaran syariat islam pada waktu itu adalah disebuah Santren
(Musolla) kecil yang dibangun sebelum adanya masjid Kuno yang dikenal
sekarang.41Para Ulama pada awalnya adalah seorang pedangan yang
singgah di Pelabuhan Carik42.Dengan demikian Islam pun mulai diterima
oleh pribumi dan kerajaan Bayan sebagi agama.
Nama Bayan berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti
“Penerang”nama tersebut terambil dari kata Bayân yang ada dalam kitab
suci al-quran surat Ali-Imrân (3):138 yang berarti “Penerang”. Tampaknya
kata Bayan, dipakai untuk menamai tempat itu dengan harapan agar dapat
memberikan penerangan (melalui ajaran-ajaran Islam) bagi kehidupan
komunitas masyarakat di sana43, dan bersamaan dengan itu bagi raja dan
keluarga raja yang saat itu memeluk agama Islam diberi gelar Raden
kepada laki-laki sedangkan bagi perempuan diberi gelar Dende(Denda)
40Arsip Sejarah Bayan tahun 2013, hlm. 1. 41 Wawancara bersama Pengulu agama: Amaq Riajim di tempat kediamannya salah satu
rumah adat di desa Bayan, pada hari hari Sabtu 16 April 2019 pukul 10:00 Wita. 42 Raden Sawinggih, Ranandi, Fawaizul Umam, Iwan Tanjung Sutarna, Hendriardi,
Yusuf Tantowi, Dari Bayan Untuk Indonesia Iklusif, (Solidaritas Masyarakat Untuk Transparasi (SOMASI) NTB, Mataram, 2016). hlm. 21.
43 Zaki Yamani Athhar, “Kearifan Lokal dalam Ajaran Islam Wetu Telu di Lombok” , (Ulumuna, Volume IX Edisi 15 Nomor 1 Januari-Juni 2005). hlm. 3.
27
yang merupakan nama panggilan untuk para wanita kerajaan saat itu,
pemberian gelar ini bertujuan untuk menghargai keturunan-keturunan
kerajaan yang telah memeluk agama Islam, dan guna membedaakan
keturunan-keturuna kerajaan yang belum memeluk agama Islam sama
seperti halnya pada kerajaan yang ada di Pulau Jawa Dwipa karna
pembawa siar Islam ke Bayan adalah orang jawa. 44
Sementara itu tidak sedikit pula para anggota keluarga raja pada
kala itu tidak menerim Islam sebagai agamasehingga pergi mengasingkan
diri ke derah-daerah pegunungan dan lebih memilih mempertahankan
agama nenek moyang seperti dinamisme, animise, dan Bodha. Sebagian
kalangan mempercayai bahwa para masyarakat yang menganut agama
Bodha di wilayah pegunungan sebelah utara sampai di daerah Sekotong
Lombok Barat merupakan keturunan raja yang mengasingkan diri pada
zaman dahulu.45
Nama lain dari Gumi Bayan adalah Gumi Nina atau Gumi
Perempuan yang bermakna Gumi dengan kasih sayang yang berwatakkan
perilaku dan harmonisasi penghuninya dalam membina hubungan antara
sesama mahluk hidup dan maha pencipta. Gumi Nina menggambarkan
perilaku masyarakatnya yang mendepankan sifat keibu-ibuan, kasih
sayang, lemah lembut perilaku tuturkata penghuninya dalam bergaul
maupun dalam menyelesaikan persoalan yang ada. Gumi Nina merupakan
bumi perempuan yang juga digambarkan sebagai sosok yang
44Ibid, 45Ibid, Arsip Sejarah Bayan.hlm. 1.
28
akanmelawan, marah apabila anak-anaknya terancam atau diganggu
ketentramannya.46
Gumi Bayan sangat terkenal dengan adat istiadat yang masih
terpelihara baik yang disimbolkan dengan sebuah masjid kuno dengan
artitektur yang menggambarkan perkembangan Islam di Lombok,
didukung dengan cerita-cerita para tetua tentang warisan Islam lainnya
seperti kitab-kitab, naskah lontar kuno, dan bukti lainnya. Selain Masjid
Kuno yang menjadi ciri khas dari tempat ini adalah Penganut ajaran Wetu
Telu.
Gambar.1. Masjid Kuno Bayan
46Ibid, hlm. 02
29
2. Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat Desa Bayan.
Desa Bayan merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten
Lombok Utara, dan menjadi tempat pertama penyebaran agama Islam
yang ada di Pulau Lombok.Masyarakat Bayan memeluk agama Islam yang
di kenal dengan Wetu Telu. Meskipun perkembangan zaman yang
semakin canggih namun adat dan tradisi masyarakatnya tidak luntur dan
tidak terpengaruh, sehingga antara agama dan tradisi di satupadukan oleh
penganutnya. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota wetu telu
akan diberikan hukuman/denda berdasarkan kesalahan yang dilakukan,
dan akan dilakukan sidang bersama para tokoh untuk mendapatkan
kesepakatan bersama. Hal yang serupa juga dilakukan dalam pembagian
warisan.47
Mengenai kondisi sosial masyarakat di Desa Bayan, mereka
menjunjung tinggi nilai agama dan tradisi yang ada.Contohnya dalam hal
melaksanakanpenyambutan awal bulan puasa yang melakanakan ritual
sebulan sebelum jatuhnya bulan puasa yang dipusatkan di Masjid Kuno,
dan cara berpakaian tuak lokak yang harus menggunakan sarung bagi laki-
laki, dan menggunakan kain lepas bagi perempuan. Dalam hal keseharian
masyarakat Bayan sopan santun dalam bertetangga, juga terjalin hubungan
yang baik yaitu rukun dan tolong menolong dalam bertetangga.Sopan
santun antara yang muda dengan yang sudah tua.
47Kesimpulan dari Wawancara bersama Raden Wiktu Ksuma (Ketua Asosiasi Adat
Bayan) di rumah kediamannya pada hari 25Februari 2020 pukul 14:30 Wita.
30
Identifikasi wetu telu yang lebih mendekati agama tradisional, dan
waktu lima yang digolongkan sebagai Agama Samawi bukanlah
merupakan pemisah total antara keduanya. Ada ajaran-ajaran waktu lima
yang dipraktikkan pula oleh penganut wetu telu, sepertihalnya berdoa
menggunakan bahasa Arab yang diambil dari ayat suci Al-quran,48
melaksanakan shalat sebagai mana mestinya, berpuasa di bulan suci
Ramadhan satu bulan penuh, dan amalan-amalan lainnya.
Namun ada yang berbeda di Desa Bayan dalam merayakan hari
besar Islam dirangkai dengan adat istiadat yang menjadi ciri khas Desa
Bayan yang dikenal dengan adat wetu telu, seperti zikiran, masak bersama,
melakukan gasap kubur (pembersihan makam) sekitar masijd kuno, dan
diakhiri dengan makan bersama yang diikuti oleh seluruh masyarakat
Bayan, bukan sekedar itu tradisi yang terkenal adalah tradisi bubur putek
(putih)bubur bireng (hitam) yang melambangkan perbedaan gender (jenis
kelamin).Biasanya yang menjadi pemimpin disetiap acara agama adalah
Pengulu sekaligus menjadi imam shalat di Masjid Kuno.Masjid Kuno di
buka hanya pada Bulan Ramdhan dan hanya orang tertentu (pengulu/kiai)
yang boleh shalat di masjid.Selain itu, masyarakat melaksanakan shalat
berjamaah di masjid-masjid yang ada di setiap dusun yang dipimpin oleh
ustaz setempat. Untuk menandakan masuk waktu shalat di masjid kuno
akan ditandai dengan pemukulan beduk yang dilakukan oleh pengurus
masjid barulah azan akan dikumandangkan oleh Modin (muazin).
48 MuhammadHarfin Zuhdi, Islam Wetu Telu Di Bayan Lombok: Dialektika Islam Dan
Budaya Lokal, (IAIN Mataram). hlm. 3.
31
Dalam pelaksanaan shalat para pengulu memperlihatkan ciri khas
dalam membentuk shap shalat. Para pengulu sejajar dengan imam dan
akan disesuaikan dengan tingkatan masing-masing, Kiai Santri (santri dari
pengulu) berdiri di debelah imam, Kiai Raden berjajar di sebelah kiri
imam, dan untuk Kiai biasa yang memiliki tingkatan terendah berbaris di
paling belakang.49
Membahas mengenai shalat, wetu telu memiliki cara tersendiri
dalam menentukan waktu shalat dan hanya orang tertentu yang bisa
melakukan itu.Cara yang mereka gunakan adalah memanfaatkan bayangan
matahari dan suara-suara binatang sama seperti yang dilakukan oleh
orang-orangterdahulu seblummengenal jam. Namun karna kemajuan
teknologi dan masyarakat Bayan mengerti akan hal itu maka mereka mulai
menentukan waktu shalat menggunakan jam yang telah di sesuaikan
dengan metode awal.
Selain itu wetu telu sendiri memiliki kitab khusus yang ditulis di
sebuah buku dan lontar yang berisikan yang harus dilakukan oleh
penganutnya seperti syariat-syariat Islam, tata cara berhubungan dengan
sang maha pencipta, berhubungan dengan sesama, berhubungan dengan
alam, cara memuliakan arwah nenek moyang yang telah tiada, aturan adat
istiadat yang harus dilakukan oleh penganutnya, dan masih banyak lagi.
Kitab ini hanya dapat dibuka dan dibaca oleh pengulu yang disaksiakan
49 Rasmianto, Interrelasi Kiai, Penghulu dan Pemangku Adat dalam Tradisi Islam Wetu
Telu di Lombpk (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, el-Harkah, vol. 11, no.2, th 2009). hlm. 143
32
oleh warga setempat hanya delapan tahun sekali, yang dirangkai dengan
renopasi masjid kuno dan makam keramat sekitar masjid.
3. Arti Dan Makna Wetu Telu
Penyebutan Wetu Telu sudah bukan hal yang asing lagi, namun
banyak dari kalangan luar Wetu Telu (Wetu Lima) yang mengartikan
Wetu telu sebagai waktu Tiga, dan mengkaitkanya kedalam ibadahyang
dilakukan oleh penganut tersebut.Seperti halnya dalam melaksanakan
shalat, dan melaksanakan Rukun Islam. Ada beberapa pendapat arti dari
Wetu Telu:
a. Istilah Wetu Telu berasala dari dua kata “Wetu” dan “Telu”. Jika di
lihat dari segi terciptanya mahluk hidup Wetu Telu diartikan sebagai
tiga tata cara munculnya mahluk hidup. Dalam pemahan tersebut
penganut Wetu Telu mempercayai mahluk hidup di atas muka bumi ini
terbut melalui tiga cara, yaitu (1) menganak (melahirkan), (2) mentelok
(bertelur), (3) tioq (tumbuh). Peroses melahirkan unntuk kemunculan
mahluk hidup yang termasuk golongan mamalia (menyusui) termasuk
manusia, untuk proses bertelur diyakini sebagai proses kemunculan
dari hewan bertelur sepertihalnya ungags, dan terakhir tumbuh diyakini
sebagai peroses terbentuknya tumbuh-tumbahan yang ada dimuka
bumi.
b. Wetu telu sering diartikan sebagai waktu tiga, yang dikaitkan ke
ibadah. Shalat yang hanya dilakukan sebanyak tiga waktu sehari
33
semalam, dan dalam menjalankan Rukun Islam penganut ini tidak
melaksanakan rukun zakat, dan rukun hajji.
c. Menurut salah satu pengulu Amaq Riajim menyatakan “wetu telu sesungguhnya adalah gambaran tahap-tahap kehidupan manusia yang berasal dari kehidupan di dalam kandungan awal mula diciptakan manusia, kehidupan kedua di atas muka bumi untuk mencari pahala guna sebagai bekal, kehidupan ke tiga yakni alam akhhirat, ini adalah tempat dibalasnya semua amal manusia di muka bumi.”50
d. Keharusan setiap mahluk hidup untuk mempunyai hubungan yang baik
dengan sang maha pencipta, sesama manusia, dan Alam. Karena
dengan ini semua hidup pasti akan menjadi tentram dan damai.51
e. Dalam membentuk suatu syariat penganut wetu selalu berlandaskan
pada Al -Qur‟an, Hadis, dan ijtima‟ para ulama.
f. Wetu telu juga melambangkan ketergantungan mahluk hidup satu
sama lain (mahluk sosial). Dalam hal ini ia membagi alam semesta ini
dalam berbagai bagian yaitu dunia, matahari, bulan, bintang, dan
planet yang lain, sedangakan manusia dan mahluk hidup yang lain
hany bagian terkecil dari jagat raya.52 Tanpa sebuah kekuatan Tuhan
yang maha kuasa segala elmen selalu dalam keadaan seimbang.
g. Wetu telu adalah suku sasak pemeluk agama Islam yang memadukan
ibadah dengan adat istiadat yang ada.
4. Kegiatan-kegiatan penganut wetu telu Bayan
Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki adat-istiadat yang
berbeda-beda dan kegiatan masyarakat yang beragam. Begitu pula dengan
50 Wawancara bersama Pengulu agama: Amaq Riajim di tempat kediamannya salah satu
rumah adat di desa Bayan, pada hari hari senin 24 Februari 2020 pukul 11:00 Wita 51Ibid 52 Erni Budiwanti, Islam Sasak……, hlm. 137
34
kegiatan adat yang dilakukan oleh penganut Wetu Telu Bayan yang
mayoritasnya sebelum Islam datang ke Lombok masyarakat menganut
animisme, dinamisme, Bodha, dan Hindu, sehingga ketika Islam masuk ke
Lombok, adat yang sudah berakar di masyarakat tidak dapat ditinggalkan
dengan begitu saja, antara urusan ibadah dan adat istiadat berjalan senada
tanpa meninggalkan satu dengan yang lainnya. Adapun kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh penganut wetu telu Bayan sebagai berikut:
a. Ritual pada hari-hari besar Islam
Seperti halnya masyarakat umum masyarakat wetu telu
Bayan juga memeperingati berbagai hari-hari besar Islam.Perbedaan
utama yang terletak dalam upacara ini adalah terletak pada sifat
upacara, waktu, dan tempat mereka melaksanakan peringatan hari
besar Islam. Untuk masyarakat umum (waktu lima) mengiuti waktu
yang telah ditentukan oleh departemen agama sedangkan untuk
penganut Wetu Telu mempunyai perhitungan sendiri yang disebut
naptu.Perhitungan ini hanya bisa dilakukan oleh golongan tertentu
bukan seluruh penganut wetu telu. Beberapa kegiatan yang
dilakukan sebagai berikut:
1) Roah Wuluan dan Sampet Jum’atyang jatuh sebulan sebelum
Bulan Ramadhan. Upacara ini dimaksud guna untuk menyambut
tibanya bulan puasa. Biasanya Roah Wuluan dilaksanakan pada
hari pertama bulan Sya‟ban sedangkan sampat jum’at
dilaksanakan pada jumat terakhir pada bulan Sya‟ban. Tempat
35
penyelenggaraan Roah Wulan dan Sampat Jumat di rumah para
pemuka adat utama seperti rumah Penghulu, Pemangku, Lebai,
dan Ketip. 53
2) Maleman qunut dan maleman likuraanpada malam keenam belas
Ramadhan penganut Wetu Telu malaksanakan peringatan malam
qunut yang menandai keberhasilan melewati setengan bulan.
Tarawih dikalangan Wetu Telu dihadiri oleh para Kiai saja dan
dilaksanakan di Masjid Kuno yang ada di Desa Bayan. Bagi
kalangan pemangku dan rakyat biasa melaksanakan shalat di
masjid biasa.Setelah mencapai malam ke 21 akan dirayakan
malam malam ganjil dengan cara masing-masing pemuka adat
bergiliran membawa Ancak ke Masjid Kuno. Sedangkan pada
malam genap para tokoh adat membawa Sampak yang berisikan
makanan-makanan manis yang terbuat dari ketan, santan, dan
gula merah untuk mereka yang melaksanankan shalat terawih di
masjid kuno. 54
3) Malam Pitrah dan Lebaran Tinggi (beloq). Sama sepertihalnya
masyarakat penganut wetu lima, penganut wetu telu juga
membayar zakat pitrah sebelum shalat Ide dilaksanakan. Mereka
membayar pitrah dalam bentuk bahan makanan pokok dan buah-
buahan, seperti padi dan gandum, ubi kayu, ubi jalar, jagnung,
rempah-rempah, kacang-kacangan, arak (terbuat dari beras
53Ibid. hlm. 156. 54Ibid. hlm. 161-162
36
ketan), pisang, manga, kelapa, daun pisang, lekesan, uang tunai
dan kepeng bolong (uang logam cina).55 Dan akan dikumpulkan
menjadi satu di masjid kuno, dan untuk keesokan harinya barulah
melaksanakan shalat ide. Seluruh kiai hadir dalam acara ini
danmelaksanakan beberapa ritual yang sudah dilakukan sejak
nenek moyang seperti makan bersama di Masjid kuno.
4) Lebaran Topatadalah acara yang akan dilaksanakan seminggu
setelah lebaran tinggi di masjid kuno. Dalam perayaan ini seluruh
Kiai dengan dipimpin penghulu melakukan sembahyangQulhu
satak atau shalat empat rekaat dalam setiap rakaat membaca
surat al-ikhlas sebanyak seratus kali. Lebaran akan berakhir
dengan makan ketupat bersama di Masjid kuno.56
5) Lebaran pendek biasa disebut dengan lebaran Hajji biasa
dilaksanakan 2 bulan setelah lebaran tinggi. Peristiwa ini ditandai
dengan sejumlah upacara. Mula-mula Kiai menggosap dimakam
leluhur yang ada di halaman majid. Tujuan acara ini adalah
memohon kepada arwah leluhur untuk mendapatkan berkah.
Keesokan paginya seluruh Kiai yang dipimpin oleh Penghulu
melaksanakan shalat ide di masjid kuno. Seperti halnya upacara
yang lain selalu diakhiri dengan acara makan bersama, dan
penyembelihan seekor kambing hitam.57
55Ibid. hlm. 164 56 Muhammad Harfin Zuhdi, “Islam Wetu Telu Di Bayan Lombok: Dialektika Islam Dan
Budaya Lokal” .hlm. 9 57Ibid. hlm. 10
37
6) Pada tanggal 10 Muharram dan 8 Safar, orang Bayan
melansungkan selametan bubur Puteq (putih)dan selamatan
bubur abang (merah). Acara bubur puteq disimbolkan dengan
terciptanya manusia dan beranak pinak. Bubur Petak
melambangkan air mani yang berasal dari alat kelamin laki-laki,
sedangkan Bububur Abang melangbangkan darah haid yang
berasal dari reproduksi perempuan. Orang Bayan memepercayai
bahwa Allah menciptakan adam (laki-laki) terlebih dahulu dari
pada menciptakan Hawa (perempuan) itu penyebanya upacara
Bubur puteq dilaksanakan terlebih dahulu dari pada upacara
bubur Abang.58
b. Ritual perihal individual
1) Gawe Urip
a) Saat bayi dilahirkan dengan bantuan belian (dukun beranak)
bayi akan ditaruh disebuah tempat yang dibawahnya ada
arang yang telah dinyalakan guna untuk memberi rasa hangat
kepada bayi. Setelah pusar bayi mengering dan jatuh dengan
sendirinya maka belian akan melakukan ritual buang abu dari
semua hasil pembakan arang, sedangkan orang tua bayi akan
mengumumkan nama baru untuk sang bayi.59
b) Ngurisang (Pemotongan Rambut) merupakan upacara
pemotongan rambut yang dilakukan untuk anak yang sudah
58 Erni Budiwanti, Islam sasak……, hlm. 176 59Ibid, hlm. 184
38
menginjak usia 1-7 tahun. Ngurisan dianggap penting karena
setelah ini anak akan disebut sebagai orang muslim lawan
dari kata Bodha.60
c) Ngitanan (Khitan)
Ngitanan yaitu sebuah ritual pengislaman pada anak
laki-laki yang menginjak usia 3-10 tahun.61Orang yang dapat
melakukan ngitanan yang khusus yang memiliki keahlian
turun-temurun.
d) Merosok (Meratakan Gigi)
Merosok adalah upacara yang akan dilakukan oleh
setiap penganut wetu telu yang akan melalui masa peralihan
dari kanak-kanak menjadi dewasa. Dalam upacara ini
pengaku sendiri yang akan menghaluskan gigi bagian depan
anak.62
e) Merari (Mencuri gadis) dan Metikah (Perkawinan)
Merarik adalah kejadian laki-laki yang membawa lari
anak gadis dengan niat untuk menikahinya. Upacara ini akan
dinyatakan berhasil setalah kedua calon pengantin melakukan
persembunyian di rumah salah satu rumah kerabat dari
60Ibid, hlm. 186 61Ibid, hlm. 189 62Ibid, hlm. 191
39
mempelai cowok. Setelah melewati berbagai tahap setelah
merarik barulah beranjak ke upacara akad nikah.63
2) Gawe Pati (Ritual Kematian dan Pasca Kematian)
Orang Bayan menjalani berbagai ritual yang panjang dan
rumit untuk orang yang sudah mati dari persiapan pemakaman,
hari pertama, hari ketiga (nelung), hari kelima, hari ketujuh
(mituk), hari kesembilan (nyiwak), hari empat puluh, hari
keseratus (nytus), hingga hari keseribu (nyeribu). Sejak malam
pertama hingga malam kesembilan akan ada acara zikiran,
namun akan ada acara yang lebih khusus disetiap malam ganjil
yakni membuatan ancang yang di lakukan tua Lokak (orang tua)
yang ada di komplek perumahan almarhum.64
c. Upacara siklus tanam padi
Masyarakat wetu telu Bayan mengenal tiga ritual sehubungan
pertumbuhan padi, yang masing-masing ritual dirayakan dengan
pesta besar-besaran yakni:
1) Ngaji mukam turun bibit yang dilaksanakan pada musim
tanam.
2) Ngaji makam tunas setanba yang dilakukan saat pemupukan
padi. Maksud dari ritual ini dalah untuk menghindari segala
penyakit yang dapat merusan panen.
63 Wawancara bersama Kepala Desa Bayan, Bapak Satradi di Kantor Desa pada hari
Jumat 21 Februari 2020 pukul 14:00 Wita 64 Ibid
40
3) Ngaji makam ngaturang ulak kaya pada saat panen. Upacara
syukuran yang akan dilakukan apun hasil panennya. 65
B. Metode Penentuan Awal Waktu Shalat Wetu Telu Bayan.
Waktu merupakan hal yang selalu menjadi patokan setiap orang
untuk memeluai dan mengakhiri segala aktifitas, tanpa mengetahui waktu
setiap orang akan mengalamikesulit untuk melaksanakan rutinitas sehari-
hari termasuk dalam hal ibadah. Waktu biasa dibagi dalam dua bagian
yaitu waktu siang untuk mencari nafkah dan waktu malam untuk
beristirahat.
Islam wetu telu sejak awal sudah banyak memberikan tanda tanya
bagi kalangan muslim pada umumnya, hal ini dikarenakan praktik-praktik
ibadah yang bercampur dengan ritual-ritual ibadah. Tidak terlepas pula
dari penentuan awal bulan Qomariah dan metode penentuan waktu Shalat
yang mereka gunakan.Pusat ibadah yang dilakukan oleh penganut ini
berada di masjid kuno, namun tidak sembarang orang yang boleh
memasuki masjid terlebih lagi bagi kaum wanita karna diyakini darah haid
yang dimiliki oleh perempuan bisa saja mengotori msajid yang suci.
Semenjak masuknya Islam ke Lombok yang dibawa oleh para
mubalik, mereka mengajarkan cara menentukan waktu shalat sesuai
dengan Al-quran dan Al-hadis yang ada. Metode penenetuan awal waktu
shalat penganut Wetu Telu terbilang masih sederhana. Sesuai dengan
pengakuan salah satu Penghulu Amaq Riajim “untu penganut wetu telu
65Ibid
41
sendiri kami menentukan masuknya awal waktu shalat dengan cara
melihat Bayangan matahari, tenggelamnya matahari, dan mendengarkan
suara hewan (burung Koak-Kaok/ayam)”66. Penggunaan cahaya matahari
dalam hal ini hanya dapat digunakan ketika matahari sedang dalam
keadaan cerah dengan memanfaatkan bayangan benda/tongkat yang lurus
dengan memperhitungkan panjang dari benda tersebut. Seiring berjalannya
zaman dan teknologi wetu telu mulai memanfaatkan jam sebagai penentu
waktu dengan cara mengonfersi motode awal yg mereka gunakan.
Mengenai metode penentuan waktu shalat penganut wetu telu
Bayan hal yang berbeda dipaparkan oleh Raden Anggria Kusuma
(Pemangku Adat) Bayan “Kami tidak pernah melakukan shalat yang
berbeda dengan muslim yang lain, kami melaksanakan shalat di waktu
yang telah ditentukan karna setiap ada suara Azan di Masjid barulah kami
melaksanakan shalat”67. Kesimpulan yang peneliti dapat ambil dari
narasumber ini adalah metode penentuan waktu shalat untuk penganut
wetu telu tidak ada metode khusus. Namun, di saat peneliti menanyakan
“pernahkan narasumber melihat atau mendapatkan jadwal waktu shalat
yang di keluarkan oleh Kementrian Agama ?”, dan narasumber menjawab
“kami tidak pernah sama sekali melihat kalender maupun jadwal waktu
shalat kementrian Agama, kami hanya menuruti azan di masjid.”Ujarnya.
66 Wawancara bersama Pengulu agama: Amaq Riajim di tempat kediamannya salah satu
rumah adat di desa Bayan, pada hari hari senin 24 Februari 2020 pukul 11:00 Wita 67 Wawancara bersana Raden Anggria Kusuma (Pemangku Adat) di rumah kediaman
beliau pada hari Senin, 24 Februari 2020 Pukul 17:00 Wita
42
Adapun keriteria masuknya waktu shalat menurut penganut wetu
telu sebagai berikut:
1. Waktu Zuhur
Awal waktu shalat dirumuskan setelah tengah hari. Sesuai
dengan pengakuan Pengulu Wetu Telu, pertanda masuknya waktu
zuhur ketika bayangan dari tongkat sudah berada di sebelah timur
walupun hanya sedikit dan telah dikonfersi ke jam diperkirakan pada
jam satu siang hari68. Dalam hal ini dapat dibenarkan karna di dalam
Ilmu Astronomi, Zuhur ialah ketika matahari sudah meninggalkan
meridian.
2. Waktu Ashar
Awal waktu shalat Ashar ditandai dengan panjang bayangan
telah mencapai lebih dari setengah panjang benda, di perkirakan pada
jam 04:00 sore hari.69
3. Waktu Magrib
Awal waktu shalat magrib ditandai dengan terbenamnya
matahari disebelah barat, sehingga langit sudah mulai tampak gelap,
dan meninggalkan cahaya merah di langit Barat diperkirakan pada
jam 06:00-07:00 malam hari.70
68 Wawancara bersama Pengulu agama: Amaq Riajim di tempat kediamannya salah satu
rumah adat di desa Bayan, pada hari hari senin 24 Februari 2020 pukul 11:00 Wita 69Ibid 70Ibid
43
4. Waktu Isya
Waktu shalat Isya dimulai setelah semua aktifitas ba‟da
magrip terselesaikan, seperti sunnah ba‟da magrib dan makan malam.
Diperkirakan memakan waktu 30 menit sampai dengan 1 jam lamanya.
Sehingga shalat Isya dapat dilaksanakan 30 menit sampai 1 jam setelah
shalat magrib dan langit tampak jauh lebih gelap dibandingkan dengan
waktu magrib. Jam menunjukkan pada pukul 07:30 malam hari.71
5. Waktu Imsak
Untuk waktu imask (batas mekan minum untuk ibadah puasa)
dibataskan sampai jam 4, karna ditakutkan bisa membatalkan puasa.72
6. Waktu Subuh
Untuk menentukan waktu subuh mempunyai metode khusus
yakni dengan cara mendengarkan suara burung Koak-Kaok ataupun
suara ayam berkokok pertama73, karena filling dari hewan dipercayai
lebih kuat dari manusia. Karena pada saat itu dipercaya merupakan
waktu turunnya malikat ke muka bumi.
Berdasarkan hasil data yang ditemukan di lapang dalam penentuan
awal waktu shalat terdapat sedikit perbedaan, yang paling siknipikan
adalah pada penentuan awal waktu shalat Isya, imsak, dan subuh.
Seharusnya awal waktu shalat Isya di tandakan dengan hilangnya mega
71Ibid 72 Hasil Wawan cara bersama Amaq Riajim dan Raden Wiktu Kusuma di rumah
kediaman narasumber masing pada hari Senin 24 Februari Pukul 11:00 dan 14:30 Wita. 73 Wawancara bersama Pengulu agama: Amaq Riajim di tempat kediamannya salah satu
rumah adat d i desa Bayan, pada hari hari senin 24 Februari 2020 pukul 11:00 Wita.
44
merah di langit barat, imsak dihitung mudur 10 menit sebelum subuh, dan
untuk waktu subuh masuk ketika fajar sadiq di langit Timur.
Namun ada sedikit keganjalan yang peneliti dapatkan di lapangan,
dari sekian banyak wawancara yang penenliti lakukan masyarakat wetu
telu mengaku tidak pernah menerima ataupun melihat kalender beseta
jadwal waktu shalat yang diterbitkan oleh Kementrian Agama.Dari salah
salah satu masjid yang ada di Desa Bayan selain masjid kuno peneliti
menemukan sebuah kalender beserta jadwal waktu shalat yang diterbitkan
oleh eLKISI Pondok Pesantren Islamic Center Surabaya. Selama peneliti
mencoba membuktikan semua teori yang disampaikan oleh pengulu,
peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa azan yang dikumandangkan di
masjid selain masjid kuno berhubung masjid kuno hanya digunakan pada
saat bulan puasa dan acara agama tertentu, waktu azan shalat lima waktu
mengikuti jadwal waktu shalat yang ada tersedia di masjid seperti yang
telah diterangkan di atas.
45
BAB III
ANALISIS AWAL WAKTU SHALAT WETU TELU
BAYAN LOMBOK UTARA
A. Analisisi Metode Penentuan Awal Waktu Shalat Wetu TeluBayan
Memperhatikan bayangan suatu benda dan menggunakan suara
hewan sebagai penentu waktu (khususnya waktu shalat), ini merupakan
hal yang dilakukan oleh orang-orang pada zaman dahulu yang belum
mengenal jam lebih-lebih ilmu teknologi lainnya.Namun sekarang seiring
dengan perkembangan zaman, untuk mengetahui waktu shalat banyak hal
yang harus di perhatikan dari posisi matahari pada waktu-waktu shalat,
tinggi tempat, gerak harian matahari, perata waktu, dan ikhtiyat (kehati-
hatian).Di zaman era digital saat ini sudah banyak sekali tersedia program
maupun aplikasi android mengenai jadwal waktu shalat.
Adanya pergantian malam dan siang, membutuhkan waktu selama
24 jam yang di sebut sebagai satu hari, dari terbeamnya matahari sampai
dengan terbenam lagi. Selama 24 jam terdapat 5 waktu wajib shalat yang
ditunjukan oleh Al-Quran maupun hadis Nabi saw yaitu subuh, zuhur,
ashar, magrib, dan Isya.
Namun dalam kenyataan yang ada tidak setiap hari antara malam
dan siang itu waktunya sama panjang. Pada setengah tahun pertama,
matahari lebih banyak berada di bumi bagian utara, dan setengah tahun
berikutnya matahari lebih banyak menerangi bagian selatan namun dalam
kenyataan yang ada tidak setiap hari antara malam dan siang itu waktunya
46
sama panjang. Pada setengah tahun pertama, matahari lebih banyak berada
di bumi bagian utara, dan setengah tahun berikutnya matahari lebih banyak
menerangi bagian selatan.74
Hal tersebut dikarenakan akibat kemiringan sumbu bumi terhadap
ekliptika, maka panjang siang dan malam hari tidak selalu sama. Pada
tanggal 21 juni matahari berada di garis 231 2° Lintang Utara maka
belahan bumi bagian utara mengalami siang lebih panjang dan belahan
bumi bagian selatan mengalami siang lebih pendek. Sebaliknya pada
tanggal 22 Desember matahari berada digaris 231 2° Lintang Selatan
menyebabkan belahan bumi bagian selatan mengalami siang lebih
panjang.75 Hal ini menunjukan bahwa antara lamanya waktu malam dan
siang setiap harinya tidak sama dan posisi matahari hari ini dan hari
berikutnya tidak pada jam yang sama pula.
74 Hadi Bashori,Pengantar Ilmu ……hlm. 67. 75 Ahmad Izzan, Studi Ilmu Falak, Tangerang: Shuhuf Media Insani 2013). hlm 50.
47
Gambar.2 Posisi Matahari Pada Waktu Shalat76
Namun metode yang digunakan penganut wetu telu yang sudah
mematok jam yang tetap untuk posisi matahari di waktu shalat merupakan
kekeliruan. Meskipun pada jam sudah di patok tersebut sudah dinyatakan
masuknya waktu shalatuntuk daerah derah Bayan. Menurut Watu Telu
Bayan zuhur didefinisikan terjadi setiap Bayangan suatu benda sudah
berada di sebelah timur dan di patok pada jam 1 siang untuk setiap
harinya.
Waktu zuhur dimulai saat seluruh piringan matahari meninggalkan
meridian langit. Karena sudut waktu dihitung dari meridian, maka ketika
matahari berada di meridian tentunya memiliki sudut 0 dan membentuk
sudut 90 . Pada posisi ini di sebut dengan waktu hakiki yang menunjukan
pukul 12 siang, kadang lebih dan kadang kurang tergantung equation of
time (e) (perata waktu) harian.
Ketika matahari tepat mencapai titik kulminasi di suatu tempat
maka di tempat itu didefisinikan sebagai pukul 12.00 waktu daerah.Namun
pada kenyataanya belum tentu kulminasi matahari terjadi pada pukul
12.00.namun untu mendapatkan bayangan di sebelah timur sesuai dengan
metode penganut wetu telu harus menunggu beberapa saat lagi untuk
mendapatkan bayangan. Sehingga merekapun mematoknya dengan jam 1
siang untuk waktu shalat zuhur. Dalam ilmu astronomi zuhur di artikan
76https://ceriteracintabalqis.blogspot.com/2014/09/waktu-haram-solat.html, Pada Kamis,
26-03-2020 Pukul 09:54 Wita.
48
ketika matahari sudah tergelincir ke arah barat tanpa mematok jam
tertentu.
Sedangkan untuk waktu ashar menurut penganut wetu telu adalah
ketika bayangan matahari sudah melewati setengah dari panjang benda.
Berhubung sudah adanya jam menurut penganut wetu telu penomena ini
terjadi pada pukul 5:00 sore hari. Secara teorotis berakhirnya waktu zuhur
menandakan masuknya waktu ashar, yaitu ketika panjangan bayangan
suatau benda sama dengan panjang benda itu sendiri. Ketika ditinjau dari
Hadis waktu shalat ashar diartikan sebagai bayangan benda satu kali
panjang benda dan dua kali panjang benda, sesuai dengan hadis berikut:
ض ل أ ال ص ه ج ه ه ل ل فص فص ال س ل السَ ف ج ء ج
ء ال س ث ج الت الش ل فص فصل ح ص ص ف الء ل كل ش ل ح ص غ ف ء ال فص فصل ث ث ج
غ ل فص فصل ح ال ء ف ش ء ال س ث ج ت الش ج ل فص فصل ال ج ف ء ال ء ح غ الش ث ج ش ج ال
ج ح ل س ح ال ء الغ ل ف ل ال ث جث ث فص ء ل كل ش ص فصل ال ح ص ء ال ج
ث ء ل كل ش ص ح ص ل فص فص ال ث ج فغ ء صف ال ء ح ش ء ال ل ج ا ل اح ت
ل فص فص ل ف ث ال ل ث ل أ ء ح ال ء ح ج ش الل أس ج ث ل فص فص ال اً ف ت ال ج
( الت س ال ا اح ت (
Artinya:“Dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya jabril datang kepada Nabi Muhammad SAW lalu berkata kepadanya: bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi pun melaksanakan shalat Zuhur pada saat matahari telah tergelicir. Kemudian datang pula Jibril kepada Nabi pada waktu Ashar, lalu berkata: bangunlah lalu bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Ashar pada saat Bayangan matahari sama dengan panjang bendanya. Kemudian Jibril datang pula kepada Nabi pada waktu Magrib, lalu berkata: bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan
49
shalat Magrib, pada saat matahari telah terbenam. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu Isya’ serta berkata: bangunlah dan bershalatlah, maka nabi melakukan shalat Isya’, pada saat mega merah telah hilang. Kemudian datang pula Jibril pada waktu Subuh, lalu berkata: bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Subuh pada saat fajar Shadiq telah terbit. Pada keesokan harinya Jibril datang lagi untuk waktu Zuhur, Jibril berkata: bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Zuhur pada saat Bayangan yang berdiri telah menjadi panjang. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu Ashar pada saat Bayangan matahari dua kali panjang dirinya. Kemudian datang lagi Jibril pada waktu Magrib dengan waktu yang sama seperti waktu magrib di hari yang sebelumnya. Kemudian datang lagi Jibril pada waktu Isya’, ketika telah berlalu separuh malam, atau sepertiga malam, maka Nabi pun melakukan shalat Isya’, kemudian datang lagi Jibril diwaktu telah terbit fajar, lalu berkata: bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi bershalat subuh. Sesudah itu malikat Jibril berkata: Waktu-waktu diantara kedua waktu ini, itulah waktu shalat. (Imam.Ahmad, An-Nasa’I dan At-Tirmidzi)”.77
Dengan demikian di bandingkan dengan metode yang ada di wetu
telu waktu shalat mereka akan lebih dulu dari yang seharusnya karna
kreteria yang mereka gunakan adala setengah kali bayangan benda.
Selanjutnya untuk awal waktu shalat magrib dan Isya,
penentuannya tidak mengunakan bayangan benda lagi dikarnakan matahari
sudah tenggelam. Dengan tenggelamnya matahari menjadi penanda awal
masuknya waktu magrib berkisar pada jam 18:00 Wita dan selang 30
menit barulah masuk awal waktu shalat Isya. Jeda 30 menit yang ada
diantara magrib dan Isya diukur dari selesainya melakukan rutunitas
sunnah ba‟da magrib dan rutinitas makan malam. Metode ini adalah
metode yang paling sederhana yang dilakukan oleh penganut wetu
77Abi Abdurrahman Ahmad Su‟yban an-Nasai, (Sunan An-nasai, Bairut: Dar Ihya
Thurath al Araby). Hlm. 92
50
telu.Namun didalam ilmu astronomi matahari tenggelam ditafsirkan
dengan tenggelamnya seluruh piringan matahari ke bawah ufuk sehingga
meninggalkan mega merah di langit barat, fenomena ini terjadi karna
pembiasan cahaya matahari di Atmosfer bumi, sehingga sisa cahaya
matahari yang belum hilang berubah menjadi warna merah.
Untukawal waktu Isya dalam hadis diatas disebut hilangnya mega
merah atau separuh malam, maka keadaan di langit kala itu gelap
sempurna.Dalam ilmu falak fenomena ini di kenal dengan sebagai akhir
senja dengan posisi matahari 18 derajat di bawah ufuk, yaitu senja
pertanda masuknya waktu magrib.Batas dari waktu Isya itu sendiri adalah
sampai masuknya waktu subuh..
Kemudian awal waktu subuh bagi penganut wetu telu adalah
mendengarkan suara burung atau ayam yang berbunyi di pagi hari, karna
dipercaya pada waktu itu para hewan mempunyai insting yang lebih kuat
dari pada manusia mengenaia akan terbitnya fajar dan batasnya adalah
terbitnya matahari, fenomena ini dikisarkan terjadi pada pukul 05:00 dini
hari.
Di Indonesia pada umunya shalat subuh dimulai pada saat matahari
diposisi 20 dibawah ufuk ditandai dengan terbitnya fajar shodiq disebelah
langit timur, posisi matahari terbit.Dapat di pastikan fenomena langit ini
tidak selamanya terjadi pada jam 05:00 dan batas dari waktu subuh adalah
terbitnya matahri.
51
Mengenai batas waktu shalat wetu telu mempercayai waktu shalat
dibatasi oleh waktu shalat setelahnya, kecuali subuh yang memiliki batas
sampai terbitnya matahari yang di patok pada jam 6 pagi. Namun berbeda
dengan kandungan dalam sebuah hadis yang membahas mengenai batas
waktu shalat yang berbunyi:
س ل ه ص ه س ت ه أ ل ا ال س ت ال ح الش ل ل ل ال جل ك ك ص غ ال ت صَ ال س ل تص الش ص ت ال
ل صف ال ل ء ش ت صَ ال غ الش س ل اْح ا ت صَ الص س ( ل ت الش ج ال
( سArtinya“Sesungguhnya Nabi saw bersabda: waktu dhuhur apabila tergelincir matahari sampai bayang-bayang seseorang sama panjangnya, yaitu selama belum datang waktu ashar. Waktu ashar selama matahari belum menguning.Waktu shalat magrib selama mega merah belum terbenam.Waktu shalatisya sampai tengah malam yang pertengahan.Waktu shalat subuh mulai terbit fajar sampai selama matahari belum terbit.”78
B. Analisisi Akurasi Awal Waktu Shalat Penganut Wetu Telu Bayan
Perhitungan dalam ilmu falak memiliki nama lain dari kata Hisab,
yaitu Ilmu Calculus yang mempelajari mengenai hitung-hitungan dengan
data tertertu untuk mencarai penomena alam yang menimbukan sebuah
ibadah seperti hisab awal waktu shalat, hisab awal bulan, arak kiblat dan
hisab gerhana.
Perjalanan matahari dari ufuk Timurkearah ufuk Barat selalu
mencapai titik kulminasi yang di sebut dengan tengah hari,karna memang
terjadi batas seperdua dari siang hari.titik tempuh yang dilalui oleh
78Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj, Shohih Muslim, (Beirut- Libanon: Dar Al-Kutub Al-Alamiyah, 1971).hlm. 427
52
matahari dari titik kulminasi terbagi menjadi 2 kali 12 jam.Dengan
demikian kulminasi adalah titik tertinggi posisi matahari dalam perjalanan
hariannya.Lingkaran perjalanan matahari dibagi menjadi dua bagian yaitu
bagian busur siang yang berada di atas ufuk dan busur malam yang ada di
bawah ufuk.79
Perjalanan harian matahari dari timur ke barat bukanlah gerak
hakiki, melainkan karna perputaran bumi pada porosnya (rotasi) dari arah
barat ke timur yang menghabiskan waktu selama 24 jam.Hal ini
mempengaruhi perbedaan waktu tenggelam dan terbitmatahari di muka
bumi.Di samping itu, rotasi juga mengakibatkan tempat-temapt di muka
bumi mengali perbedaan waktu sekitar 1 jam untuk setiap 15 bujur atau
setara dengan 4 menit untuk setiap 1 bujur.80
Untuk mengetahui akurasi waktu shalat wetu telu sesuai dengan
metode penentuan waktu sahalat yang mereka gunakan, penenliti akan
membandingkan dengan hisab waktu shalat menurut ilmu falak.
79Tolha Hasyim Fanani dengan judul skripsi “Metode Penentuan Waktu Shalat di Masjid-
Masjid Kabupaten Malang” (Sekripsi, Jurusan Al-Ahwal Al-Shakhshiyyah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2011).hlm. 34.
80Ibid,
53
Gambar.3. Tabel Ephemeris Hisab Rukyat 202081
1. Zuhur
a. Waktu shalat zuhur menurut Wetu telu pada jam 13:00 sesuai
dengan perkiraan yang telah mereka lakukan.
b. Hisab waktu sahalat Zuhur menurut Ilmu Falak
1) Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
81Kementrisn Agama RI, (Ephemeris Hisab Rukyat 2020, Jakarta, 2020).hlm. 91
54
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25 39,5 )/15
KWD = 0 14 17.37
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal satu Maret 2020 pada jam 04.00 GMT
Equation of time (e) -0 12 18
2) Rumus Yang digunakan
Rumus Awal Waktu zuhur = 12 – e + KWD + i
Prosedur Perhitungan dan Hasilnya
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 12 : 18 -
12 : 12 : 18
KWD = 00 : 14 : 17.37+
12 : 26 : 35.37
Ikhtiyat = 00 : 01 : 24.63 +
12 : 28 : 00 WITA
Jadi awal waktu shalat zuhur Desa Bayan tanggal 1 Maret 2020
menurut Ilmu Falak adalah Jam 12:28 WITA. Setelah
melakukan hitungan peneliti mendapatkan perbedaan antara
kedua waktu shalat tersebut, (13:00 – 12:28 = 00:32) selisih
yang didapat adalah 32 menit yang disimpulkan dengan waktu
shalat wetu telu lebih lambat 32 menit dari yang seharusnya.
55
2. Ashar
a. Waktu shalat ashar menurut wetu telu adalah pukul 15:00
b. Hisab waktu sahalat ashar menurut Ilmu Falak
1) Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59.62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39.5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
Ketinggian matahari (h) : Ashar = tan (φ – δ) + 1
Cotan h = tan ([-8 15 59.62 - [-7 22 49 ) + 1
Cotan h = tan0 53 10.62 + 1
Cotan h = 0.015469796 + 1
Cotan h = 1.015469796
Tan h = 1: 1.015469796
Tan h = 0.984765872
h = 44 33 36.84
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun
2020 tanggal satu Maret 2020 pada 7 GMT
Deklinasi Matahari (δ)-7 22 49
Equation of time (e) -0 12 16
56
2) Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
Rumus Awal Waktu Ashar = 12 – e + t/15 + KWD
+ i
3) Hasil Hitung
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan -7 22 49 + sin
44 33 36.84 : cos -8 15 59.62 : cos -7
22 49
Cos t = 0.696129805
t = 45 52 57.66
t/15 = 45 52 57.66 : 15
= 3 03 31. 84
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 12 : 16 -
12 : 12 : 16
t/15 = 03 :03 :31.84 +
15 : 15 : 47.84LMT
KWD =00 : 14 : 17.37 +
15: 30 :5.21
Ikhtiyat= 00 : 01 : 54.79+
15: 32 : 00 WITA.
57
Jadi awal waktu shalat ashar Desa Bayan Tanggal 1 Maret
2020 Jam 15:32WITA. Setelah melakukan hitungan peneliti
mendapatkan perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut,
(15:00 – 15:32 = 00:32) selisih yang didapat adalah 32 menit
yang disimpulkan dengan waktu shalat wetu telu lebih cepat 32
menit dari yang seharusnya.
3. Magrib
a. Waktu shalat magrib menurut wetu telu adalah pukul 18:00
b. Hisab waktu sahalat Magrib menurut Ilmu Falak
Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
h magrib = -1 57
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal satu Maret 2020 pada jam 10 GMT
Deklinasi Matahari (δ) -7 19 58
Equation of time (e) -0 12 15
Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
58
Rumus Awal Waktu Magrib = 12 – e + t/15 +
KWD + i
Hasil hitungan
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan -7 19 58 + sin –
1 : cos -8 15 59.62 : cos -7 19 58
Cos t = -0.036477402
t = 92 5 25.67
t/15 = 92 5 25.67 : 15
= 6 8 21. 71
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 12 : 15 -
12 : 12 : 15
t/15 =06 : 08 : 21.71+
18 : 20 : 36.71LMT
KWD =00 : 14 : 17.37 +
18 : 34 : 54.08
Ikhtiyat= 00 : 01 : 5.92+
= 18 : 36 : 00 WITA
Jadi awal waktu shalat magrib Desa Bayan Tanggal 1 Maret 2020
Jam18:36WITA. Setelah melakukan hitungan peneliti mendapatkan
perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut, (18:00 – 18:36 = 00:36)
selisih yang didapat adalah 36 menit yang disimpulkan dengan waktu
shalat wetu telu lebih cepat 36 menit dari yang seharusnya.
59
4. Isya
a. Waktu shalat Isya menurut wetu telu adalah 30 menit
setelah melakukan shalat magrib artinya 18:00 + 00:30 =
18:30 Wita.
b. Hisab waktu sahalat Isya menurut Ilmu Falak
Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
h Isha = -18 57
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal satu Maret 2020 pada jam 11 GMT
Deklinasi Matahari (δ) -7 19 01
Equation of time (e) -0 12 14
Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
Rumus Awal Waktu zuhur = 12 – e + t/15 + KWD
+ i
60
Hasil Hitung
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan -7 19 01 + sin –
18 : cos -8 15 59.62 : cos -7 19 01
Cos t = -0.333480634
t = 109 28 48.6
t/15 = 109 28 48.6 : 15
= 7 17 55.24
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 12 : 14 -
12 : 12 : 14
t/15 =07 : 17 : 55.24+
19 : 30 : 09.24LMT
KWD = 00 : 14 : 17.37 +
09: 44 : 26.61
Ikhtiyat= 00 : 01 : 33.39+
= 19 : 46 : 00 WITA
Jadi Awal Waktu Shalat Isya Desa Bayan Tanggal 1 Maret 2020
Jam19:46Wita. Setelah melakukan hitungan peneliti mendapatkan
perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut, (18:30 – 19:46 = 01:16)
selisih yang didapat adalah 1 jam 16 menit yang disimpulkan dengan
waktu shalat wetu telu terlalu cepat 1 jam 16 menit dari yang
seharusnya.
61
5. Subuh
a. Waktu shalat subuh menurut wetu telu adalah pukul 05:00
Wita saat suara burung/ayam telah terdengar.
b. Hisab waktu sahalat Subuh menurut Ilmu Falak
Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
h subuh = -20 57
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal satu Maret 2020 21 GMT
Deklinasi Matahari (δ) -7 09 28
Equation of time (e) -0 12 09
Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
Rumus Awal Waktu zuhur = 12 – e + t/15 + KWD
+ i
62
Hasil Hitungan
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan -7 09 28 + sin –
20 : cos -8 15 59.62 : cos -7 09 28
Cos t = -0.36657107
t = 111 30 15.4
t/15 = 111 30 15.4 : 15
= 7 26 1.03
Hasil Hitung
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 12 : 09 -
12 : 12 : 09
t/15 = 07 : 26 : 1.03 -
4 :46 : 7.97LMT
KWD = 00 : 14 : 17.37 +
05: 00 :25.34
Ikhtiyat= 00 : 01 : 34.66 +
= 05 :02 : 00 WITA
Jadi awal waktu shalat subuhDesa Bayan Tanggal 1 Maret
2020 Jam 05:02WITA. Setelah melakukan hitungan peneliti
mendapatkan perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut,
(05:00 – 05:02 = 00:02) selisih yang didapat adalah 2 menit
yang disimpulkan dengan waktu shalat wetu telu lebih cepat 2
menit dari yang seharusnya.
63
1. Zuhur
a. Waktu shalat zuhur menurut Wetu telu pada jam 13:00 sesuai
dengan perkiraan yang telah mereka lakukan.
b. Hisab waktu sahalat Zuhur menurut Ilmu Falak
1) Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 )/15
KWD = 0 14 17.37
64
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal 17 Juni 2020 pada jam 04.00 GMT
Equation of time (e) -0 0 58
3) Rumus Yang digunakan
Rumus Awal Waktu zuhur = 12 – e + KWD + i
Prosedur Perhitungan dan Hasilnya
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 00 : 58 -
12 : 00 : 58
KWD = 00 : 14 : 17.37 +
12 : 15 : 15.37
Ikhtiyat = 00 : 01 : 44.63 +
12 : 16 : 00 WITA
Jadi awal waktu shalat zuhur Desa Bayan tanggal 17 Juni 2020
menurut Ilmu Falak adalah Jam 12:16 WITA. Setelah
melakukan hitungan peneliti mendapatkan perbedaan antara
kedua waktu shalat tersebut, (13:00 – 12:16 = 00:44) selisih
yang didapat adalah 44 menit yang disimpulkan dengan waktu
shalat wetu telu lebih lambat 44 menit dari yang seharusnya.
65
2) Ashar
a. Waktu shalat ashar menurut wetu telu adalah pukul 15:00
b. Hisab waktu sahalat ashar menurut Ilmu Falak
1) Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59.62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39.5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
Ketinggian matahari (h) : Ashar = tan (φ – δ) + 1
Cotan h = tan ([-8 15 59.62 - [23 23 29 ) + 1
Cotan h = tan31 39 28.62 + 1
Cotan h = 0.616599189 + 1
Cotan h = 1.616599189
Tan h = 1: 1.616599189
Tan h = 0.618582519
h = 31 44 24.76
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun
2020 tanggal 17 Juni 2020 pada 7 GMT
Deklinasi Matahari (δ) 23 23 29
Equation of time (e) -0 0 60
66
4) Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
Rumus Awal Waktu Ashar = 12 – e + t/15 + KWD
+ i
5) Hasil Hitung
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan 23 23 29 + sin
31 44 24.76 : cos -8 15 59.62 : cos 23
23 29
Cos t = 0.642039263
t = 50 3 21.42
t/15 = 50 3 21.42 : 15
= 3 20 13. 43
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 00 : 60 -
12 : 00 : 60
t/15 = 03 :20 :13.43 +
15 : 21 : 13.43LMT
KWD =00 : 14 : 17.37 +
15: 35 :30.8
Ikhtiyat = 00 : 01 : 29.2+
15: 37 : 00 WITA.
67
Jadi awal waktu shalat ashar Desa Bayan Tanggal 17 Juni 2020
Jam 15:37WITA. Setelah melakukan hitungan peneliti
mendapatkan perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut,
(15:00 – 15:37 = 00:37) selisih yang didapat adalah 37 menit
yang disimpulkan dengan waktu shalat wetu telu lebih cepat 37
menit dari yang seharusnya.
3) Magrib
a. Waktu shalat magrib menurut wetu telu adalah pukul 18:00
b. Hisab waktu sahalat Magrib menurut Ilmu Falak
Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
h magrib = -1 57
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal 17 Juni 2020 pada jam 10 GMT
Deklinasi Matahari (δ) 23 23 40
Equation of time (e) -0 1 1
Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
68
Rumus Awal Waktu Magrib = 12 – e + t/15 +
KWD + i
Hasil hitungan
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan 23 23 40 + sin –
1 : cos -8 15 59.62 : cos 23 23 40
Cos t = 0.04407005
t = 87 28 26.92
t/15 = 87 28 26.92 : 15
= 5 49 53. 8
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 01 : 01 -
12 : 01 : 01
t/15 =05 : 49 : 53.8+
17 : 50 : 54.8LMT
KWD =00 : 14 : 17.37 +
18 : 05 : 12.17
Ikhtiyat = 00 : 01 : 47.83+
= 18 : 07 : 00 WITA
Jadi awal waktu shalat magrib Desa Bayan Tanggal 17 Juni 2020
Jam18:07WITA. Setelah melakukan hitungan peneliti mendapatkan
perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut, (18:00 – 18:07 = 00:07)
selisih yang didapat adalah 7 menit yang disimpulkan dengan waktu
shalat wetu telu lebih cepat 7 menit dari yang seharusnya.
69
4) Isya
a. Waktu shalat Isya menurut wetu telu adalah 30 menit
setelah melakukan shalat magrib artinya 18:00 + 00:30 =
18:30 Wita.
b. Hisab waktu sahalat Isya menurut Ilmu Falak
Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
h Isha = -18 57
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal 17 Juni 2020 pada jam 11 GMT
Deklinasi Matahari (δ) 23 23 44
Equation of time (e) -0 1 02
Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
Rumus Awal Waktu zuhur = 12 – e + t/15 + KWD
+ i
70
Hasil Hitung
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan 23 23 44 + sin –
18 : cos -8 15 59.62 : cos 23 23 44
Cos t = -0.277375136
t = 106 6 12.98
t/15 = 106 6 12.98 : 15
= 7 4 24.87
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 01 : 02 -
12 : 01 : 02
t/15 =07 : 04 : 24.87+
19 : 05 : 26.87LMT
KWD = 00 : 14 : 17.37 +
09 : 19 : 44.24
Ikhtiyat = 00 : 01 : 15.76+
= 19 : 21 : 00 WITA
Jadi Awal Waktu Shalat Isya Desa Bayan Tanggal 17 Juni 2020
Jam19:21 Wita. Setelah melakukan hitungan peneliti mendapatkan
perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut, (18:30 – 19:21 = 00:51)
selisih yang didapat adalah 51 menit yang disimpulkan dengan waktu
shalat wetu telu terlalu cepat 51 menit dari yang seharusnya.
71
5) Subuh
a. Waktu shalat subuh menurut wetu telu adalah pukul 05:00
Wita saat suara burung/ayam telah terdengar.
b. Hisab waktu sahalat Subuh menurut Ilmu Falak
Data yang dibutuhkan:
Lintang Bayan (φ) = -8 15 59,62
Bujur Bayan (λ) = 116 25 39,5
Koreksi Waktu Daerah (KWD) = (120 - 116 25
39,5 ) : 15
KWD = 0 14 17.37
h subuh = -20 57
Data dari Buku Ephimeris Hisab Rukyat Tahun 2020
tanggal satu Maret 2020 21 GMT
Deklinasi Matahari (δ) 23 24 17
Equation of time (e) -0 1 07
Rumus Yang digunakan
Rumus Sudut Waktu
Rumus Awal Waktu zuhur = 12 – e + t/15 + KWD
+ i
72
Hasil Hitungan
Cos t = - tan -8 15 59.62 x tan 23 24 17 + sin –
20 : cos -8 15 59.62 : cos 23 24 17
Cos t = -0.313710706
t = 108 16 58.7
t/15 = 108 16 58.7 : 15
= 7 13 7.92
Hasil Hitung
Kulminasi = 12 : 00 : 00
Equation of Time = -00 : 01 : 07 -
12 : 01 : 07
t/15 = 07 : 13 : 7.92 -
4 : 47 : 59.08LMT
KWD = 00 : 14 : 17.37 +
05: 02 :16.45
Ikhtiyat= 00 : 01 : 43.63+
= 05 : 04 : 00 WITA
Jadi awal waktu shalat subuh Desa Bayan Tanggal 17 Juni
2020 Jam 05:04WITA. Setelah melakukan hitungan peneliti
mendapatkan perbedaan antara kedua waktu shalat tersebut,
(05:00 – 05:04 = 00:04) selisih yang didapat adalah 4 menit
yang disimpulkan dengan waktu shalat wetu telu lebih cepat 4
menit dari yang seharusnya.
73
Kesimpulannya peneliti pernah beranggapan bahwa perbedaan waktu
shalat yang signifikan terdapat diwaktu shalat isya dan subuh karna
memiliki metode yang sangat berbeda dengan yang sudah ada, namun
setelah melakukan tahap-tahap penelitian sampai akhirnya peneliti
menemukan perbedaan dilima waktu shalat yang sangat jauh dari jadwal
yang seharusnya.Rata-rata jadwal shalat wetu telu jatuh sebelum
masuknya waktu shalat, ini menandakan sebuah kesalahan dalam
menentukan waktu shalat karna waktu shalat yang dilakukan sebelum
waktunya adalah ibadah yang sia-sia.
74
BAB IV
PENUTUP
Peneliti Bersyukur kepada Allah Swt, atas segala kuasa dan
pertolongannya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitiannya
dalam tepat waktu.
A. Kesimpulan
Dari sekian banyak pembahasan yang telah dipaparkan oleh
peneliti, akhirnya peneliti dapat menyimpulkan beberapa poin dari
skripsi ini, sebagai berikut:
1. Dengan seiring kemajuan zaman dan teknologi yang semakin
canggih, terjadilah peradaban/pergeseran budaya di Bayan Lombok
Utara, meskipun tidak semua adat dapat tersinggirkan oleh zaman.
Khususnya dalam peentuan awal waktu shalat terjadi pergeseran
budaya yang pada mulanya di zaman dahulu melihat bayangan
matahari, terbit terbenam matahari, dan penanda suara burung, pada
akhirnya dengan kemunculan jam penganut ini sudah mulai
bertransformasi guna mempermudah dalam beribadah. Namun
meskipun demikian penganut ini tidak melepas serta merta adat yang
mereka anut, tetapi lebih condong menggunakan patokan jam karna
beberapa faktor penghambat umtuk melihat penanda awal waktu
shalat. Waktu Zuhurdipatok pada pukul 01:00 siang hari, waktu
Ashar pada pukul 04:00 sore hari, waktu Magribpada pukul 07:00
75
malam hari, waktu Isya pada pukul 7:30 malam hari dan waktu
Subuh pada pukul 05:00 dini hari.
2. Akurasi waktu shalat penganut wetu telu dengan mengikuti metode
penentuan waktu shalatnya ternyata peneliti menemukan beberapa
selisih yang kebanyakan waktu shalat wetu telu lebih cepat dari yang
biasa. Selain karna metode yang digunakan berbeda wetu telu juga
tidak mengenal gerak semu harian matahari sehingga mereka
menggunakan satu jadwal waktu shalat untuk digunakan setiap
harinya. Peneliti mendapat selisih waktu zuhur lambat 32 menit, ashar
lebih cepat 32 menit dari yang seharusnya, magrib lebih cepat 36
manit dari yang seharusnya, Isya lebih cepat 1 jam 16 menit dari
yang seharusnya, dan subuh wetu telu lebih cepat 2 menit dari yang
seharusnya untuk bulan 1 Maret 2020 dengan posisi berada di sebelah
Selatan. Sedangkan jadwal waktu shalat pada tanggal 17 Juni dengan
posisi matahari di sebelah selatan memiliki beberapa selisih antara
lain pada waktu shalatzuhur lambat 44 menit, ashar lebih cepat 37
menit dari yang seharusnya, magrib lebih cepat 7 manit dari yang
seharusnya, Isya lebih cepat 51 menit dari yang seharusnya, dan
subuh wetu telu lebih cepat 4 menit dari yang seharusnya.
76
B. Saran-Saran
1. Untuk Pemerintah
Sebagai Pemerintah, khususnya Kementerian Agama Provinsi
Nusa Tenggara Baratsebagai instansi yang mengeluarkan jadwal
waktu shalat dan kalender yang resmi, harus melakukan sosialisasi
terutama ke daerah-daerah yang memang memiliki lokasi yang jauh
dari pusat kota. Terutama di Desa Bayan yang menurut kesaksian
berapa narasumber yang tidak pernah tau menau dengan jadwal waktu
shalat yang di terbitkan oleh pemerintah.Permasalahan ini bisa saja
memicu penganut wetu telu tetap menggunakan metode yang mereka
yakini.
2. Tokoh Adat dan Agama
Untuk para tokkoh yang ada di Bayan, mestinya mulai
melakukan pembenahan dalam metode yang digunakan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Supaya apa yang dilakukakan akan
selaras dengan ilmu ilmiah, terutama dalam penentuan awal waktu
shalat, ibadah yang sangat penting untuk dilakukan pada waktu yang
sudah ditentukan.
3. Masyarakat Umum
Untuk masyarakat supaya memperhatikan waktu-waktu ibadah
yang sesuai dengan ketetnntuan.Memanfaatkan teknologi secara
maxsimal guna mempermudah dalam melakukan ibadah apapun.
77
DAFTAR PUSTAKA Alimuddin, “Perspektif Syar‟i Dan Sains Awal Waktu Shalat “, al-daulah, Vol. 1
/ No. 1 / Desember 2012. Arsip Desa Sejarah Bayan tahun 2013 Athhar, Zaki Yamani, “Kearifan Lokal dalam Ajaran Islam Wetu Telu di
Lombok” ,Ulumuna, Vol. IX Edisi 15 Nomor 1 Januari-Juni 2005.
Azhari, Susiknan.“Ilmu Falak Pejumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern.” Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2011.
Azhari, Susiknan. Ensiklopedia Hisab Rukyat,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012
Az-Zuhaili, Wahbah. “Fiqh Islam Wa Adillatuhu 1”. Kota Depok: Gema Insani,
2014. Bashori, Muhammad Hadi. “Pengantar Ilmu Falak.” Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar, 2015. Budiwanti Erni, “Islam Sasak Wetu Telu Vs Waktu Lima”, LKIS, Yogyakarta,
200.
Djambek, Saadoe‟ddin, “Shalat Dan Puasa Di Daerah Kutub”, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
Fadholi, Ahmad. “Ilmu Falak Dashar”. Semarang: El-Wafa, 2017. Fanani, Tolha Hasyim dengan judul skripsi “Metode Penentuan Waktu Shalat di
Masjid-Masjid Kabupaten Malang”, Sekripsi,Jurusan Al-Ahwal Al-Shakhshiyyah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2011.
https://ceriteracintabalqis.blogspot.com/2014/09/waktu-haram-solat.html Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj, (Shohih Muslim, Beirut- Libanon: Dar Al-
Kutub Al-Alamiyah, 1971). Izzuddin, Ahmad.“Ilmu Falak Praktis.” Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012. Kementrian Agama RI, “Ilmu Falak Praktis”, cetakan ke-1, Jakarta: Sub Direktur
Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam& Pembinaan Syariah Durektorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama Republik Indonesia.
Kementrisn Agama RI, Ephemeris Hisab Rukyat 2020, Jakarta, 2020
78
Khazin, Muhyiddin.“Ilmu Falak dalam Teori Dan Praktik: Perhitungan Arah Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan, Dan Gerhana,” Cetakan ke-1.Yogyakarta, Buana Pustaka, 2004.
Ma‟u Dahlia Haliah, “Waktu Salat: Pemaknaan Syar‟i Ke Dalam Kaidah
Astronomi”, Istinbat Vol. 14, No. 2 Desember 2015. Profil Bayan Desember 2019 Rachim, Abd.„Ilmu Falak.‟Yogyakarta: Liberty, 1963. RaihanunSiti dengan judul skripsi “Pelaksanaan Sholat Wetu Telu Suku Sasak Di
Lombok” Sekripsi, Program Studi Perbandingan Madzhab Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta,2016.
Rasmianto, “Interrelasi Kiai, Penghulu dan Pemangku Adat dalam Tradisi Islam
Wetu Telu di Lombok” UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, el-Harkah, vol. 11, no.2, th 2009.
Rifqiyah, Alfiyatur. “Studi Analisis Penentuan Awal Waktu Shalat Du Dukuh
Teman Sari, Desa Carangejo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponogoro” Jurusan Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syari‟ah IAIN Ponorogo, th 2017.
Saebani, Beni Ahmad. “Metode Penelitian”.Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2008.
Sawinggih Raden, Ranandi, Fawaizul Umam, Iwan Tanjung Sutarna, Hendriardi,
Yusuf Tantowi.“Dari Bayan Untuk Indonesia Iklusif,” Solidaritas Masyarakat Untuk Transparasi (SOMASI) NTB, Mataram, 2016.
An-Nasai, Abi Abdurrahman AhmadSu‟yban an-Nasai. “Sunan An-nasai”, Bairut:
Dar Ihya Thurath al Araby.
Yamani Athhar Zaki, “Kearifan Lokal Dalam Ajaran Islam Wetu Telu Di
Lombok”, Ulumuna, Volume IX Edisi 15 Nomor 1 Januari-Juni 2005.
Zuhdi.Muhammad Harfin, “Islam Wetu Telu Di Bayan Lombok: Dialektika Islam
Dan Budaya Lokal” IAIN Mataram. _______________________ “Islam Wetu Telu (Dialektika Hukum Islam dengan
Tradisi Lokal”, Istinbath, vol. 13, No.2, Desember 2014)
Zulfadli, “Penentuan Awal Waktu Shalat Di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (Perspektif Syar‟i Dan Ilmu Falaq)” skripsi UIN Alauddin MakAshar, jurusan perbandingan mazhab, 2014.
79
DAFTAR WAWANCARA
Wawancara bersama Kepala Desa Bayan, Bapak Satradi di Kantor Desa pada hari Jumat 21 Februari 2020 pukul 14:00 Wita .
Wawancara bersama Pengulu agama: Amaq Riajim ditempat kediamannya salah
satu rumah adat di Desa Bayan, pada hari hari senin 24 Februari 2020. Wawancara bersama Raden Wiktu Ksuma (Ketua Asosiasi Adat Bayan) di rumah
kediamannya pada hari 25 Februari 2020 pukul 14:30 Wita.
Wawancara bersana Raden Anggria Kusuma (Pemangku Adat) di rumah kediaman beliau pada hari Senin, 24 Februari 2020 Pukul 17:00 Wita.
80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DRAF WAWANCARA
1. SEJARAH DARI WEKTU TELU DI LOMBOK
2. PERBEDAANNYA WETU TELU DENGAN WAKTU LIMA
3. METODE SHALAT WETU TELU DAN TATACARANYA
Gambar.3. Peroses Wawancara Bersama Pengulu AgamaBayan
81
Gambar. 4. Foto bersama Pengulu AgamaBayan
Gambar.5. Proses Wawancara Bersama Kepala Desa Sekaligus Sebagai
Amaq Lokak
82
Gambar. 6. Peroses Wawancara Bersama Pemangku Adat Bayan
Gambar. 7. Proses Wawancara bersama Pemangku Adat Yang
Bertanggung Jawab Di Bidang Kehutanan Dan Perairan
83
Gambar. 8. Minuskrip Metode Penentuan Waktu Shalat Penganut Wetu
Telu.
Gambar. 9 Observasi Awal Sebelum Penyusunan Propasal bersama
Keluarga IFASTRO Angkatan 16
84
Gambar 10. Proses Wawancara Pada Saat Observasi Awal Terhadap Keberadaan
Wetu Telu
Gambar 11. Proses Wawancara Pada Saat Observasi Awal Terhadap Keberadaan
Wetu Telu
85
86
top related