sistem operasional koperasi langit biru dalam...
Post on 09-Mar-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SISTEM OPERASIONAL KOPERASI LANGIT BIRU
DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
GESHA ROMADONA AULIA
NIM: 108043200011
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ABSTRAK
GESHA ROMADONA AULIA. NIM 108043200011. SISTEM
OPERASIONAL KOPERASI LANGIT BIRU DALAM PERSPEKTIF HUKUM
POSITIF DAN HUKUM ISLAM. (Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Hukum, Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436/2015 M. x + 68 halaman
+ 11 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui berinvestasi atau menanamkan modal
dengan cara menjadi anggota sebuah koperasi. Karena pada saat ini, masyarakat
masih kurang memahami tentang koperasi. Koperasi Langit Biru membuka
kesempatan bagi masyarakat khususnya umat muslim untuk berinvestasi daging
dengan ikut menjadi anggota Koperasi Langit Biru tersebut. Pada penelitian ini
penulis memilih objek penelitian di Koperasi Langit Biru yang terletak di
Cikasungka, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Banten. Penulis ingin
mengetahui mengenai sistem operasional yang dijalankan oleh Koperasi Langit Biru.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang memusatkan diri
secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus.
Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan, disajikan kemudian
ditarik menjadi sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem operasional Koperasi Langit Biru
belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
dan dalam perspektif Hukum Islam sistem operasional Koperasi Langit Biru terdapat
unsur riba.
Kata Kunci: Koperasi Langit Biru, anggota koperasi, sistem operasional.
Pembimbing : Drs. Ahmad Yani, MA
Arip Purkon, SHI., MA
Daftar Pustaka : Tahun 1954 s.d Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin.. tiada kata yang lebih patut terucap pertama kali
selain untain rasa syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah selalu kepada yang mulia,
Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan tauladannya kepada kita semua.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
setulus tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
materiil kepada penulis selama menuntut proses penulisan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
2. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Bapak Dr. Khamami,
MA dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Ibu Hj. Siti
Hanna, S.Ag, Lc., MA.
3. Pembimbing penulis, Bapak Drs. Ahmad Yani, MA dan Bapak Arip Purkon,
SHI., MA yang dengan sabar membimbing skripsi ini serta telah membagikan
ilmunya dan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya.
4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan perkuliahan, ilmu
dan bimbingannya semasa kuliah hingga saat ini.
5. Pengurus perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
vi
yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar,
khususnya pada pembuatan skripsi ini.
6. Mantan Anggota Koperasi Langit Biru yang telah membatu penulis dalam
mencari literatur-literatur primer dalam skripsi ini.
7. Orangtua Ayahanda tercinta Sukirman, SH dan Ibunda tercinta Eulis Komala, SH.
Adik-adik tercinta Geshi Fitria Aulia, Gema Fazraih Aulia dan Geka Alifah Al-
Qonaah, yang tiada pernah berhenti berdoa dan senantiasa memberikan segala hal
yang terbaik dan tak ternilai harganya.
8. Septiyan Prawira Dwi Putra yang sangat membantu dan mendukung penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua sahabat dan teman-teman yang memberikan dukungan dan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kantor Notaris dan PPAT Setu Santoso, SH., M.Kn. tempat penulis bekerja saat
ini, terimakasih atas izin dan supportnya.
Tiada hal yang dapat penulis persembahkan selain doa yang tulus semoga
Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada kita semua dan membalas setiap
kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.. ya rabbal‟alamin...
Jakarta, 2015
PENULIS
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan 6
E. Review Studi Terdahulu 8
F. Sistematika Penulisan 10
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Koperasi dalam Perspektif Hukum Positif
1. Definisi Koperasi 12
2. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi 16
3. Nilai dan Prinsip Koperasi 18
4. Bentuk dan Jenis Koperasi 19
B. Koperasi dalam Perspektif Hukum Islam
1. Definisi Koperasi 23
viii
2. Landasan dan Asas Koperasi 25
3. Nilai dan Prinsip Koperasi 29
4. Peran Koperasi Melalui Kelembagaan Umat Islam 31
BAB III GAMBARAN UMUM KOPERASI LANGIT BIRU
A. Sejarah Berdirinya 34
B. Keanggotaan 37
C. Kegiatan Usaha Dan Tujuan 39
D. Visi Misi Dan Motto 41
E. Manajemen Dan Sistem Operasional 41
BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL
KOPERASI LANGIT BIRU
A. Sistem Operasional Koperasi Langit Biru 46
B. Sistem Operasional Koperasi Langit Biru Menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 61
B. Saran-saran 62
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam tidak melarang sama sekali umatnya untuk berlomba lomba dalam
mencari kekayaan. Bahkan kaya dalam Islam di anjurkan, sebab dengan kekayaan
bukan hanya membuka pintu kesenangan dan kesejahteraan. Jika ditelusuri lagi,
umat Islam yang kaya bisa bermanfaat baik bagi dirinya atau pun orang-orang
disekitarnya. Membayar zakat, infaq, bersedekah maupun pergi haji itu semua
ibadah yang memerlukan kemampuan secara finansial. Karena kemiskinan hanya
mendekatkan diri pada kekufuran.
Namun dalam mencari harta terdapat aturan main, yakni tidak melanggar
hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Karena Islam pada dasarnya mengajak
umatnya untuk menunjukkan prestasi dengan kompetensi yang sehat. Ibadah
dalam lingkup yang luas meliputi segala aktivitas manusia yang positif dan tidak
menyalahi ajaran Islam, selama hal itu diorientasikan (diniatkan) demi mencari
keridhaan Allah swt.1 Begitupun halnya dengan mencari harta kekayaan dijalan
Allah swt merupakan suatu ibadah.
Berusaha untuk mencari kekayaan dapat di lakukan dengan berbagai cara
yang baik, seperti berdagang misalnya. Rasulullah SAW adalah seorang pebisnis
1 Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) Di Indonesia Aplikasi dan
Prospektifnya, cet. I, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), h. 10.
2
dan pedagang yang handal. Visi beliau dalam berdagang hanya satu, yaitu bahwa
transaksi bisnis sama sekali tidak ditujukan untuk memupuk kekayaan pribadi,
namun justru untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnis dengan etika
yang tinggi. Adapun hasil yang didapat harus di distribusikan kesebanyak
mungkin umat.2
Selain berdagang bisa juga sebagai pegawai, baik pegawai negeri maupun
pegawai swasta. Asalkan ia mampu untuk melaksanakan kewajibannya sebagai
pegawai dengan penuh tanggung jawab.
Semakin maju sebuah peradaban daya kreativitas manusia turut
berkembang. Begitupun halnya dalam mencari kekayaan, yang sebelumnya hanya
berdagang atau menjadi seorang pegawai. Kini bagaimana sebagian hasil dari
berdagang atau pun gaji yang diterima sebagai pegawai bisa lebih berkembang
tidak hanya sekedar ditabung, hal ini dapat dilakukan dengan cara berinvestasi
dan hal ini tidak dapat dilakukan secara individual melainkan sebagai anggota
dari suatu kelompok masyarakat.
Bahwa jika semula dalam pemecahan kebutuhan hidupnya, manusia
melakukannya secara invidual, maka dalam perkembangannya manusia berusaha
melakukannya secara bersama-sama dan dalam perkembangan lebih lanjut, cara-
cara yang digunakan oleh masyarakat untuk memecahkan permasalahan ekonomi
yang mereka hadapi itu berbeda-beda, seiring dengan berkembanganya zaman.3
2 “Cara berdagang rasulullah”, artikel diakses pada 2 November 2012 dari http://cara-
muhammad.com/perilaku/cara-berdagang-rasulullah-saw/ 3 Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan Praktek, cet. IV edisi 3, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 2.
3
Terdapat persamaan antara menabung dengan berinvestasi, yakni
keduanya memanfaatkan sebagian hasil yang didapat untuk memperoleh manfaat
yang lebih besar. Namun pada umumnya tabungan dimanfaatkan untuk
mengantisipasi kemungkinan keperluan uang mendadak, seperti sakit misalnya.
Sedangkan investasi diharapkan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan
datang.
Gitman pada dasarnya berpendapat bahwa investasi (jangka panjang) atau
pengeluaran modal (capital expenditure) adalah komitmen untuk mengeluarkan
sejumlah dana tertentu pada saat sekarang untuk memungkinkan perusahaan
menerima manfaat diwaktu yang akan datang, dua tahun atau lebih.4
Investasi dilihat dari wujud objek investasi dapat dibedakan kedalam (a)
investasi riil, (real investment), dan (b) investasi financial (financial investment).
Investasi riil adalah investasi yang dilakukan atas aktiva nyata, seperti pembelian
mesin, rumah, tanah, mobil, emas dan berbagai aktiva nyata lainnya. Investasi
finasial meliputi investasi atas surat-surat berharga (efek), valuta asing, deposito,
meminjamkan uang secara komersil kepada pihak lain, dan sebagainya.5
Kini semakin banyak orang yang melakukan investasi. Banyaknya jenis
investasi yang tersedia, hal ini menjadikan para investor harus jeli dalam memilih
jenis investasi yang akan diikuti, yang sekiranya dianggap kompetetif dalam hasil
4 Murdifin Haming, dan Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi Proyek dan Bisnis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 6.
5 Murdifin Haming, dan Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi Proyek dan Bisnis, h.
370
4
return yang akan diterima oleh investor. Karena dalam berinvestasi pun memiliki
resiko, baik itu kecil, moderat atau pun tinggi.
Investasi sekarang ini tidak hanya dalam bentuk saham, obligasi, rumah,
tanah, mobil atau pun emas, ada pula investasi yang akhir – akhir ini sedang
marak yakni, investasi daging yang dikelola oleh Koperasi Langit Biru yang
sebelumnya bernama PT. Transindo Jaya Komara (PT. TJK). Investasi daging ini
menjanjikan profit yang fantastis dan dalam waktu yang singkat dengan return
yang cukup besar bahkan hingga ratusan persen pertahun yakni imbal hasilnya
mencapai 258,97 persen dalam dua tahun atau 10 persen sebulan dari nilai
penyertaan.6 Sehingga tidak sedikit yang tergiur untuk menjadi investor agar
memperoleh kekayaan dengan waktu yang singkat dan cara yang cukup mudah.
Semenjak didirikan pada Januari 2011, Koperasi Langit Biru berhasil
menghimpun 125.000 anggota dengan total dana investasi mencapai Rp 6 triliun.7
Pada awalnya Koperasi Langit Biru berjalan dengan lancar. Namun, sejak akhir
2011 silam, Koperasi Langit Biru mengalami kemacetan pencairan bonus
terhadap para nasabah. Februari 2012 lalu, ribuan nasabah mulai resah karena
manajemen Koperasi Langit Biru terus menunda-nunda pencairan bonus.
6 Adi Suhendi, “Bos Koperasi Langit Biru Bisa Dijerat Pasal Berlapis”, artikel diakses pada
3 Januari 2013 dari http://www.tribunnews.com/2012/07/25/bos-koperasi-bumi-langit-bisa-dijerat-
pasal-berlapis
7 Sabrina Asril, “Polisi Telusuri Dugaan Pencurian Uang di Koperasi Langit Biru”,artikel
diakses pada 30 Pebruari 2013 dari
http://tekno.kompas.com/read/2012/06/06/20162383/Polisi.Telusuri.Dugaan.Pencucian.Uang.di.Koper
asi.Langit.Biru
5
Puncaknya, April 2012, para nasabah mendatangi kantor Koperasi Langit Biru di
Cikasungka, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang. Hingga akhirnya, pada
awal Juni lalu, para nasabah menjarah produk sembako di gudang Koperasi
Langit Biru. 8
Berangkat dari permasalah ini, penulis tertarik membahas lebih jauh
mengenai aturan koperasi baik secara hukum positif maupun dalam pandangan
hukum Islam. Dan penulis mencoba mengakat permasalah ini dengan judul:
“SISTEM OPERASIONAL KOPERASI LANGIT BIRU DALAM
PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat interpretasi hukum merupakan sesuatu yang sangat luas dan
kompleks, maka untuk mendapatkan pembahasan yang lebih efektif dan objektif
pembahasan ini penulis batasi meliputi hal-hal berikut :
1. Koperasi yang dimaksud disini ialah Koperasi Langit Biru Banten.
2. Hukum positif yang dimaksud ialah Peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan koperasi.
3. Hukum Islam yang dimaksud ialah hukum Islam yang membahas tentang
perkoperasian
Sedangkan dalam perumusan masalahnya dapat dirinci sebagai berikut:
8 E Mei Amelia R, “Kerugian Nasabah Koperasi Langit Biru”, artikel diakses pada 30
Februari 2013 dari http://news.detik.com/read/2012/06/05/134946/1933193/10/kerugian-nasabah-
koperasi-langit-biru-diprediksi-capai-triliunan-rupiah
6
1. Bagaimana sistem operasional Koperasi Langit Biru?
2. Bagaimana perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap sistem
opersional koperasi tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sistem opersional Koperasi Langit Biru.
2. Untuk mengetahui perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap sistem
opersional koperasi tersebut.
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Agar menjadi masukan bagi masyarakat yang belum mengetahui tentang
sistem operasional koperasi.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya mengenai kopeasi.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Mengingat dalam karya ilmiah, metode merupakan strategi yang utama
dan mempunyai peran yang sangat penting, karena dalam penggunaan metode
adalah totalitas cara untuk meneliti dan menemukan kebenaran.9 Untuk itu penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian Kualitatif yakni
pendekatan survei dengan sumber-sumber yang ada melalui penelitian
9 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, Pengantar Teori dan Panduan Praktis
Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Penelitian Pemula, (Jakarta: STIA-LAN Press, 2004), h. 53.
7
kepustakaan (Library Research), baik sumber primer yakni Al-Qur‟an dan
Hadits, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Peraturan Administratif
Koperasi Langit Biru. Maupun sumber sekunder yakni berupa buku-buku,
artikel, media televisi, situs internet, bahan informasi lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
2. Pengumpulan data dengan studi lapangan (Field Research), yakni dengan
melakukan wawancara. Jenis wawancara yang penyusun pilih adalah terbuka
dan terstruktur. Terbuka maksudnya para subyek tahu bahwa mereka sedang
diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Sedangkan
terstruktur adalah wawancara yang pewawancara menetapkan sendiri masalah
dan pertanyaan yang di ajukan.10
Adapun yang menjadi informan adalah
sebagian mantan pengurus dan sebagain mantan anggota yang berkaitan
dengan bahasan penulis.
3. Adapun analisa data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber (Primer dan
Sekunder) yang berkaitan dengan penelitian, termasuk data pendukung yang
diperoleh dari wawancara , maka selanjutnya akan dilakukan analisis kualitatif
dengan pola berfikir induktif.
Teknik ini dilaksanakan dengan metode interaktif sebagaimana dikemukakan
oleh Matthew B. Miles dan A Michael Huberman, yang terdiri dari tiga jenis
kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2000), h.
137-138.
8
Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan
tertulis dilapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan.11
4. Penulisan skripsi ini mengacu pada buku : ”Pedoman Penulisan Skripsi”,
Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
E. Review Studi Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang
membahas mengenai topik yang sejenis, penelitian-penelitian terdahulu yang
membahas tentang koperasi yaitu :
No Penulis Judul Skripsi Substansi Persamaan dan
Perbedaan Penulis
1 Kamaludin /
NIM:
201046100854
Prodi
Perbankan
Syari‟ah,
”Tinjauan
Hukum Islam
Terhadap
Sistem
Operasional
Koperasi
Keberadaan KSP di
Pondok Pesantren Darul
Muttaqien membantu bagi
masyarakat pondok
maupun sekitar. Namun
praktek simpan pinjam
Persamaan: Sama-
sama menggunakan
metode penelitian
kualitatif .
Perbedaan: Dalam
skripsi ini penulis
11
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: buku tentang
Sumber Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 18.
9
Fakultas
Syariah dan
Hukum, 2008
Universitas
Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Simpan
Pinjam (Studi
Kasus Pada
Koperasi
Pondok
Pesantren
Darul
Muttaqien
Parung
Bogor”
yang dijalankan belum
sesuai dengan hukum
Islam karena didalamnya
terdapat unsur riba dengan
menerapkan jasa pinjaman
bersifat tetap perbulan
3%.
memaparkan tentang
sistem operasional
koperasi namun
lebih menekankan
pada koperasi
simpan pinjam.
2 Nur Hidayat
NIM:
03240078
Prodi
Manajemen
Dakwah,
Fakultas
Dakwah, 2008
Universitas
Islam Negeri
Sunan Kalijaga
”Aplikasi
Perencanaan
Koperasi
Simpan
Pinjam UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta
Dalam
Kesejahteraan
Anggota”
Koperasi Simpan Pinjam
KPN UIN Sunan Kalijaga
telah melaksanakan unsur-
unsur perencanaan dalan
menjalankan aktivitasnya
kerjanya dengan baik dan
lancar dan selalu berupaya
untuk mensejahterakan
para anggotanya.
Persamaan: Sama-
sama menggunakan
metode penelitian
kualitatif .
Perbedaan: Dalam
skripsi ini penulis
memaparkan tentang
aplikasi fungsi
perencanaan yang
diajukan oleh
anggota kepada
10
Yogyakarta Koperasi Simpan
Pinjam KPN UIN
Sunan Kalijaga.
3 Haris Sriyanto
Prodi
Perbankan
Syariah,
Fakultas
Syariah dan
Hukum, 2007
Universitas
Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
”Respon
Nasabah
Koperasi
Serba Usaha
(KSU)
Arrahmah
Terhadap
Produk
Pembiayaan
Koperasi
Serba Usaha
(KSU)
Arrahmah
Batang Jawa
Tengah”
Para anggota atau nasabah
Koperasi Serba Usaha
(KSU) Arrahmah
memberikan respon yang
baik terhadap pembiayaan
produk yang terdapat di
KSU Arrahmah Batang
Jawa Tengah tersebut.
Persamaan: Sama-
sama membahas
Koperasi Serba
Usaha.
Perbedaan: Dalam
skripsi ini penulis
memaparkan tentang
respon nasabah
terhadap Koperasi
Serba Usaha
Arrahmah.
F. Sistematika Penulisan
Agar lebih sistematik maka skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dan setiap
bab dibagi menjadi beberapa sub bab dengan perincian :
11
Bab I, Merupakan pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian dan teknik penulisan, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
Bab II, Membahas tentang landasan teori koperasi menurut hukum positif
meliputi: definisi koperasi, landasan, asas dan tujuan koperasi, nilai dan prinsip
koperasi, bentuk dan jenis koperasi. Dan landasan teori koperasi menurut hukum
Islam meliputi : definis koperasi, landasan dan asas koperasi, nilai dan prinsip
koperasi serta peran koperasi melalui kelembagaan umat Islam.
Bab III, Membahasan mengenai gambaran umum Koperasi Langit Biru meliputi :
sejarah berdirinya, keanggotaan, kegiatan usaha dan tujuan, visi, misi dan motto
serta manajemen dan sistem operasional.
Bab IV, Meninjau tentang sistem operasional pada Koperasi Langit Biru dalam
perspektif hukum positif dan hukum Islam.
Bab V, Merupakan penutup, yang terdiri atas : kesimpulan, saran-saran, serta
diakhiri dengan daftar pustaka.
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS KOPERASI
A. Koperasi Dalam Perspektif Hukum Positif
1. Definisi Koperasi
Kata koperasi secara etimologi atau segi bahasa ”cooperation” dari
bahasa Inggris yang berarti bekerjasama. Akan tetapi tidak semua bentuk
usaha bersama disebut koperasi. Secara umum yang dimaksud dengan
koperasi adalah ”suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang
perekomonian, beranggotakan mereka yang berekonomi lemah yang
bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban
melakukan suatu usaha yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan para
anggotanya”. Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang
dalam bidang ekonomi dengan menempuh jalan yang tepat dan mantap
dengan tujuan membebaskan diri para anggotanya dari kesulitan-kesulitan
ekonomi yang umumnya diderita oleh mereka.1
R.M. Margono Djojohadikoesoemo dalam bukunya yang berjudul
Sepuluh Tahun Koperasi: Penerangan tentang Koperasi oleh Pemerintah
Tahun 1930-1940, menyatakan bahwa koperasi adalah perkumpulan manusia
seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerjasama untuk
memajukan ekonominya.2
1 G. Kartasapoetra, Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, cet. V,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 1. 2 Andjar Pachta W, dkk, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan
Modal Usaha, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 19.
13
Definisi lain tentang koperasi dikemukakan oleh Paul Hubert
Casselman dalam bukunya yang berjudul: “The Cooperative Movement and
some of its Problems” mengatakan: “Cooperation is an economic system with
social contract” (koperasi adalah suatu system ekonomi yang mengandung
unsure social).3
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian Koperasi adalah
”perkumpulan juga berusaha dilapangan ekonomi, tetapi tidak bermaksud
mencari untung”.4
Masyarakat Indonesia baru mulai mengenal bentuk koperasi pada awal
abad ke-XIX. Seorang patih di Purwekerto bernama R. Aria Wiria Atmadja
pada tahun 1896 mendirikan organisasi semacam koperasi simpan pinjam
yaitu hulp and spaarbank (bank simpanan) untuk menolong priyayi (pegawai
negeri) agar terhindar dari cengkraman lintah darat. Usaha ini, dibantu oleh
asisten residen Purwekerto E. Sieburgh. Pada tahun 1898 inisiatif R. Aria
Wiria Atmadja diperluas oleh De Wolf van Westerrode, pengganti E.
Sieburgh. Bank itu tidak hanya membantu pegawai negeri saja, tetapi juga
petani dan pedagang kecil.5
3 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejarah, teori dan Praktek, cet.
I, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 39.
4 Wilfridus Josephus Sabarija Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. IV,
(Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1966), h. 466.
5 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori, dan Praktek,
cet. II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.28.
14
Secara ideologis, masalah utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
adalah bagaimana membangun system ekonomi yang sesuai dengan cita-cita
tolong-menolong. Pertanyaan ideologis tersebut terjawab bahwa dasar
perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong ialah koperasi.
Seluruh perekonomian rakyat harus berdasar koperasi. Koperasi
mendahulukan keperluan bersama dan menomorduakan kepentingan
individual. Oleh karena itu, koperasi harus memiliki fungsi mendidik
masyarakat dalam hal mengurus keperluan bersama.6
Mohammad Hatta dalam pidatonya tanggal 12 Juli 1951 mengatakn
sebagai berikut: “Apabila kita membuka Undang-Undang Dasar Tahun 1945
dan membaca serta menghayati isi Pasal 38, maka tampaklah di sana akan
tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuannya ialah
menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Perekonomian
sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi,
karena koperasilah yang menyatakan kerjasama antara mereka yang berusaha
sebagai suatu keluarga. Disini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh,
antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota
koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasi itu.
Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah
6 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi, Djalan Ke Ekonomi dan Koperasi, (Jakarta:
Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P. dan K, 1954), h. 266.
15
tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung
jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka
bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama.”7
Pengertian koperasi menurut Undang-Undang Koperasi juga memiliki
perubahan. Undang-Undang Koperasi Nomor 14 Tahun 1956, Bab III pasal 3
mengatakan bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi dan alat revolusi yang
berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat serta wahana menuju
sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila.
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 Tentang Pokok-
Pokok Perkoperasian pada Bab III Bagian I Pasal 3 dikatakan bahwa koperasi
Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial,
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang
merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha-usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.
Untuk lebih menyesuaikan dengan perkembangan zaman, maka pada
tanggal 21 Oktober 1992 dikeluarkan Undang-Undang baru, yaitu Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam Pasal 1 ayat (1)
koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
7 Andjar Pachta W, dkk, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan
Modal Usaha, h. 19-20.
16
asas kekeluargaan.8
Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak
sosial beranggotakan orang-orang, badan-badan hukum koperasi yang
merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha berdasar atas asas
kekeluargaan.9
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian maka terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam
pergerakan koperasi di Indonesia. Dimana pada undang-undang yang baru
tidak disebutkan secara eksplisit adanya unsur sosial, walaupun secara implisit
tersirat dalam prinsip-prinsip koperasi dan asas koperasi.10
2. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi
Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (1)
berbunyi: ”perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. Dan penjelasannya berbunyi: ”Dasar ekonomi, produksi
dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan
anggota masyarakat”.11
Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung didalammnya
adalah Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia. Kekayaan
8 Undang-Undang Perkoperasian 1992 (Undang-Undang No. 25 Th. 1992), cet. II. (Jakarta:
Sinar Grafika, 1993), h. 2.
9 Ahmad Dimyanti, dkk. Islam dan Koperasi: Telaah Peran Serta Umat Islam dalam
Pengembangan Koperasi, (Jakarta: Koperasi Jasa Informasi (KOPINFO), 1989), h. 12.
10
Subandi, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), cet. IV, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 15.
11
Departemen Kehakiman RI: Pokok-Pokok Undang-Undang Dasar Tahun 1945, cet. XIII,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 34.
17
alam itu harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat baik
materiil maupun spirituil. Kekayaan alam itu harus dimanfaatkan oleh rakyat
Indonesia dengan menyelenggarakan susunan ekonomi atas asas kekeluargaan
dan gotong royong. Bangun yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Hal ini
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian: ”Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta
berdasarkan atas asas kekeluargaan”.12
Koperasi sebagai suatu usaha bersama harus mencerminkan ketentuan-
ketentuan sebagaimana dalam kehidupan keluarga. Dalam suatu keluarga,
segala sesuatu yang dikerjakan bersama-sama ditunjukkan untuk kepentingan
bersama seluruh anggota keluarga. Usaha berdasar atas asas gotong royong.13
Gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerjasama, gotong royong dan
demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Kerjasama dan gotong
royong ini sekurang-kurangnya dilihat dari dua segi. Pertama, modal awal
koperasi dikumpulkan dari semua anggota-anggotanya. Mengenai
keanggotaan dalam koperasi berlaku asas satu anggota, satu suara. Karena itu
besarnya modal yang dimiliki anggota, tidak menyebabkan anggota itu lebih
tinggi kedudukannya dari anggota yang lebih kecil modalnya. Kedua,
permodalan itu sendiri tidak merupakan stu-satunya ukuran dalam pembagian
hasil usaha. Hal ini dimaksud untuk merangsang peran anggota dalam
12
Sagimun Mulus Dumadi, Koperasi Soko Guru Ekonomi Nasional Indonesia, (Jakarta: Haji
Masagung, 1989), h. 20.
13
M. Firdaus, dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, h. 42.
18
perkoperasian itu. Karena itu dikatakan bahawa koperasi adalah perkumpulan
orang, bukan perkumpulan anggota.14
Dalam pasal 3 UU RI No.25/1992 dikatakan bahwa:
”Koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
3. Nilai dan Prinsip Koperasi
Kongres ke-100 ICA di Manchaster menetapkan ICA Indentity
Cooperative Statement (IICIS) yang selain memperbarui, juga menetapkan
definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sebagai berikut: Nilai-nilai
yang menjadi dasar koperasi adalah kemandirian, bertanggung jawab,
demokrasi, kesetaraan, keadilan dan solidaritas. Nilai-nilai etika yang diyakini
anggota adalah: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial, dan perhatian
terhadap sesama.
Prinsip-prinsip koperasi yakni, Prinsip pertama, voluntary and open
membership (sukarela dan terbuka). Kedua, democratic member control
(kontrol anggota demokratis). Ketiga, member economic participation
(partisipasi ekonomi anggota). Keempat, aotonomy and independence
(otonomi dan independen). Kelima, education, traning, and information
(pendidikan, pelatihan dan informasi). Keenam, cooperation among
14
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), h. 162.
19
coopertives (kerjasama antar koperasi). Ketujuh, concern for community
(perhatian terhadap komunitas). 15
Dalam pasal 5 ayat (1) UU RI No.25/1992 dikatakan bahwa:
(1) Koperasi melaksanakan prinsip koperasi yang meliputi:
a. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding
dengan besarkan jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. Kemandirian.
4. Bentuk dan Jenis Koperasi
Ketentuan yang terdapat dalam pasal 15 UU RI No.25/1992
menyatakan bahwa koperasi dapat berbentuk koperasi primer dan koperasi
sekunder.
Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan orang seorang. Koperasi ini dapat dibentuk sekurang-
kurangnya 20 (dua puluh) orang. Koperasi sekunder adalah koperasi yang
didirikan oleh dan beranggotakan koperasi. Pengertian koperasi sekunder
meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi
primer dan/atau koperasi sekunder. Koperasi sekunder dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi.
Sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 16 UU RI No.25/1992
beserta penjelasannya dinyatakan bahwa ”jenis koperasi didasarkan pada
15
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), h. 23-25.
20
kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya”. Dasar untuk
menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan
kebutuhan ekonomi anggotanya.
Penjenisan koperasi dapat ditinjau dari berbagai sudut pendekatan,
antara lain sebagai berikut:
a. Berdasarkan pada kebutuhan dan efisiensi dalam ekonomi sesuai dengan
sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi
sebagai berikut.
1) Koperasi konsumsi
2) Koperasi kredit
3) Koperasi produksi
4) Koperasi jasa
5) Koperasi distribusi (pemasaran)
b. Berdasarkan golongan fungsional, maka dikenal jenis-jenis koperasi
sebagai berikut.
1) Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan keadaan, maka pada
tanggal 4 April 1995 nama induk koperasi pegawai negeri Republik
Indonesia (IKP-RI). Perubahan nama induk koperasi pegawai negeri
menjadi koperasi pegawai Republik Indonesia dengan sendirinya
diikuti oleh semua jenjang dibawahnya.
2) Koperasi angkatan darat (Kopad)
21
3) Koperasi angkatan udara (Kopau)
4) Koperasi angkatan kepolisian (Koppol)
5) Koperasi pensiunan angkatan darat
6) Koperasi pensiunan (Koppen)
7) Koperasi karyawan (Kopkar)
8) Koperasi sekolah
c. Berdasarkan lapangan usaha, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara
lain sebagai berikut.
1) Koperasi desa
Adalah koperesi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa
yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama.
2) Koperasi konsumsi
Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari tiap-tiap orang yang
mempunyai kepentingan-kepentingan langsung dalam bidang
konsumsi.
3) Koperasi pertanian
Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari petani pemilik tanah,
penggarap, buruh tani, dan orang-orang yang berkepentingan serta
mata pencahariannya berhubungan dengan usaha pertanian yang
bersangkutan.
4) Koperasi perternakan
22
Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha dan buruh
perternakan yang berkepentingan dan mata pencahariannya langsung
berhubungan dengan perternakan.
5) Koperasi perikanan
Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha, pemilik alat
perikanan, buruh/nelayan yang kepentingan serta mata pencahariannya
langsung berhubungan dengan perikanan.
6) Koperasi kerjinan/industri
Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha, pemilik
alat-alat produksi dan buruh yang berkepentingan serta mata
pencahariannya langsung berhubungan dengan kerjinan/indsutri yang
bersangkutan.
7) Koperasi simpan pinjam/kredit
Koperasi yang anggota-anggotanya setiap orang yang mempunyai
kepentingan langsung di bidang perkreditan.
8) Koperasi asuransi
Asuransi koperasi di Indonesia dimaksudkan untuk menjamin
kesejahteraan anggota. Salah satu contoh koperasi asuransi adalah
koperasi asuransi Indonesia (KAI) yang pada akhir tahun 1995 telah
mempunyai 2.567.798 pemegang polis, menduduki peringkat empat
dalam deretan asuransi-asuransi jiwa di Indonesia dalam hal penjualan
polis.
9) Koperasi unit desa
23
Koperasi Unit Desa dihdahului dengan berdirinya BUUD/KUD yang
mendasarkan pada Inpres No.4 Tahun 1973.16
B. Koperasi Dalam Perspektif Hukum Islam
1. Definisi Koperasi
Koperasi dalam fiqh Islam dikenal dengan Syirkah atau semakna
dengan kata Al-Syirkah atau semakna dengan ”al-Ikhtilat” yaitu suatu
perserikatan/perkongsian. Adapun dari segi istilah, koperasi adalah akad
antara orang-orang untuk berserikat modal dan keuntungan.17
Syirkah dalam bahasa Arabnya berarti percampuran atau interaksi.
Bisa juga artinya membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut
hukum kebiasaan yang ada. Beberapa pengertian al-syirkah secara
terminologis yang disampaikan oleh fuqaha Mazhab empat adalah sebagai
berikut: ”Menurut fuqaha Malikiyah, al-syirkah adalah kebolehan (atau izin)
bertasharruf bagi masing-masing pihak yang berserikat. Maksudnya masing-
masing pihak yang saling memberikan izin dan pihak lain dalam
mentasharrufkan harta (objek) perserikatan. Menurut fuqaha Hanabilah, al-
syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf. Menurut fuqaha
Syafi‟iyah, al-syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau
lebih dengan tujuan persekutuan. Sedang menurut fuqaha hanafiyah, al-
16
Firdaus, dan Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, h. 61-69.
17
Junaedi B.SM., Islam dan Intreprenedrialisme: Suatu Studi Fiqh Ekonomi Bisnis Modern,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1993), h. 147.
24
syirkah adalah akad antara pihak-pihak yang berserikat dalam hal modal dan
keuntungan”.18
Sebagian ulama menganggap koperasi (Syirkah Ta’uwuniyah) sebagai
akad mudharabah, yakni suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau
lebih, disatu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain
melakukan usaha atas dasar profit sharing (membagi keuntungan) menurut
perjanjian, dan di antara syarat sah mudharabah itu adalah menetapkan
keuntungan setiap tahun dengan presentase tetap, misal 1% setahun kepada
salah satu pihak dari mudharabah tersebut. Karena itu, apabila koperasi itu
tidak menetapkan dengan keuntungan tersebut diatas (menetapkan presentase
keuntungan tertentu kepada salah satu pihak mudharabah), maka akad
mudharabah itu tidak sah atau batal, dan seluruh keuntungan usaha jatuh
kepada pemilik modal, sedangkan pelaksana usaha mendapat upah yang
sepadan atau pantas.
Mahmud Syaltut tidak setuju dengan pendapat tersebut, sebab Syirkah
Ta’uwuniyah tidak mengandung unsur mudharabah yang dirumuskan oleh
fukaha. Sebab Syirkah Ta’uwuniyah, modal usahanya adalah dari sejumlah
anggota pemegang saham, dan usaha koperasi itu dikelola oleh pengurus dan
karyawan yang dibayar oleh koperasi menurut kedudukannya masing-masing.
18
Moch. Thohir „Aruf, Kemitraan dan Pembagian Profit Menurut Hukum Islam, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2009), h. 19-20.
25
Kalau pemegang saham turut mengelola usaha koperasi itu, maka ia berhak
mendapat gaji sesuai dengan sistem penggajian yang berlaku.19
2. Landasan dan Asas Koperasi
Landasan hukum yang dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
syirkah sebagai berikut:
a. Al-Quran
....
... (٤٢: ٨٣, ص)
Artinya: ”... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ...”
(Q.S. Shaad, 38 : 24)
b. Al-Hadits
Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan Abu Daud dari Abu
Hurairah dari Nabi Muhammad SAW bersabda:
عن أب هري رة رف عه قال إن اهلل ي قول أنا ثالث الشريكيب مامل ين آحدها صاحبه
Artinya: ”Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
”Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, ”Aku (Allah) adalah orang
ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang tidak
mengkhianati lainnya, jika diantara mereka ada yang berkhianat maka
Aku meninggalkan mereka berdua”.20
(HR. Abu Daud No. 2936 dalam
19
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), h. 162-165.
20
Muhammad bin Isma‟il al-Amir al-Yamani Ash-Shan‟ani, Subulus Salam, Juz 3, (Beirut:
Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998), h. 64.
26
kitab al-Buyu, dan disahkan oleh Hakim).
Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-
hambaNya yang melakukan perkongsian selama masih menjunjung tinggi
amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.21
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni,22
telah berkata, ”Kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen
darinya”. Dan menurut Ibnu Mundzir pelaksanaan syirkah telah disepakati
kebolehannya oleh para ulama.23
Sifat koperasi sebagai praktek muamalah maka dapat ditetapkan
hukum koperasi adalah mubah berarti dibolehkan, sebagaimana khaidah
fiqh yang berbunyi:
عا مل األصل ف ها على تري يل ل د ل يد ن ا ل ا إل با حة ا ت امل
Artinya: ”Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.24
Hasil istimbath ini secara metodoligis telah digunakan pendekatan
21
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank syariah: dari Teori Ke Praktik (Jakarta: PT. Gema
Insani Press, 2001), hal. 91.
22
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, Mughni Wa Syarh Kabir, vol. V, (Beirut: Darul-Fikr,
1979), h. 109.
23
Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah, cet. I, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 167.
24
Ahmad Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, cet. III, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 128.
27
ijtihad, mengingat beberapa hal. Pertama, tidak dapat ditetapkan hukum
koperasi di dalam nash, karena ayat-ayat Al-Quran dan hadits tidak
memberikan ketentuan secara definitif (qath’i) terhadap apa yang di sebut
koperasi. Kedua, tidak dapat ditetapkan hukum koperasi atas dasar Qiyas
(analog), mengingat nash tidak juga memberi petunjuk cara cara umat
Islam bersusaha melalui bentuk-bentuk usaha semisal atau sejenis
koperasi. Kedua pendekatan ini sama-sama bersifat deduktif. Oleh karena
itu hukum koperasi harus dicari atas dasar pendekatan induktif. Hal ini
dapat dipahami melalui banyak ayat-ayat al-Quran dan hadits yang
bersifat juz’iyyat (parsial), baik yang bersifat filosofis, etis dan petunjuk-
petunjuk praktis dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mendasari segi-
segi yang luas dari koperasi.25
Persamaan falsafah atau etik itu dapat ditemukan antara lain dalam
penekanan pentingnya kerjasama dan tolong menolong (ta’awun),
persaudaraan (ukhuwah), dan pandangan hidup demokrasi (musyawarah).
Al-Quran menyuruh manusia agar bekerjasama dan tolong menolong,
dengan menegaskan bahwa kerjasama dan tolong menolong itu hanyalah
dilakukan dalam kebaikan dan mencerminkan ketaqwaan kepada Tuhan.
Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT:
25
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), h. 168.
28
) ٤: ٥, المآئدة)
Artinya: ”Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat
siksaNya”. QS. Al-Maidah (5) : 2
Asas koperasi yaitu kekeluargaan. Sebagaimana halnya dalam
keluarga untuk mencapai suatu kesepakatan diperlukan adanya
musyawarah. Bahkan di dalam masalah keduniaan, seperti halnya
mengelola koperasi Islam mewajibkan musyawarah. Acuan moralnya
adalah bahwa manusia berkedudukan sama dihadapan Tuhan; dan yang
membedakannya adalah dari segi ketakwaannya. Dengan dasar ini setiap
anggota kelompok di anggap mempunyai kesempatan yang sama dan
setiap orang diantaranya adalah calon-calon penyumbang saran dan
pendapat.
Kewajiban dalam Islam untuk musyawarah, dalam koperasi
dijamin melelui Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai forum
musyawarah tertinggi yang minimal dilaksanakan satu tahun sekali.
Dengan agenda masalah-masalah pokok dalam koperasi RAT memberi
ikatan keorganisasian dalam hal kesamaan kedudukan, mengundang
29
partisipasi, menentukaan hak dan kewajiban serta mengikat tanggung
jawab dalam hal keuntungan dan kerugian.
Dalam kerangka ini RAT merupakan manifestasi dari kerjasama
yang dilakukan secara suka rela dan terbuka. Nilai-nilai ini, khususnya
kesukarelaan dalam tindakan merupakan prinsip dasar Islam. Dalam
pengertian lebih khusus (tahksisi), setiap transaksi, baik dalam jual beli,
berserikat maupun perjanjian harus didasarkan pada prinsip suka rela. Satu
transaksi yang didapati didalamnya unsur-unsur paksaan, maka transaksi
itu batal atau tidak lagi syah menurut syariat agama Islam. Kerjasama dan
musyawarah mencerminkan adanya persaudaraan (ukhuwah) yang dicita-
citakan sebagai ciri ideal umat Islam.26
3. Nilai dan Prinsip Koperasi
Nilai-nilai taawun, musyawarah dan ukhuwah dalam Islam sama
dengan nilai kerjasama, demokrasi, sukarela terbuka dan kekeluargaan dalam
prinsip koperasi. Namun analisa ini bukan merupaka satu-satunya model
pendekatan etis terhadap koperasi. Asnawi Hassan telah mencoba menelusuri
dalam tekanan yang berbeda, betapapun masih dalam analisa etika. Asnawi
Hassan dengan mengacu teori Hans H. Miinkner yang mengikhtisarkan
konsep nilai koperasi kedalam delapan ide umum koperasi dan sebelas prinsip
koperasi, melihat kesesuaiannya dengan aksioma-aksioma etika-ekonomis
26
Ahmad Dimyanti, dkk. Islam dan Koperasi : Telaah Peran Serta Umat Islam dalam
Pengembangan Koperasi, h. 72-73.
30
dalam Islam. Ke-delapan ide umum koperasi menurut Hans H. Miinkner
adalah (i) swadaya, (ii) solidaritas, (iii) demokrasi, (iv) ekonomi, (v)
kebebasan, (vi) keadilan, (vii) altruisme dan (viii) pengembangan sosial.
Sedangkan kesebelas prinsip koperasi yang dimaksud adalah (i) menolong diri
sendiri berdasarkan solidaritas, (ii) promosi anggota, (iii) kesatuan pemilik
dan konsumen, (iv) efisiensi ekonomi, (v) perkumpulan sukarela, (vi)
keanggotaan terbuka, (vii) management dan kontrol secara demokratis, (viii)
otonomi, (ix) distribusi yang adil dan merata dari hasil-hasil yang didapat dari
pelaksanaan usaha koperasi, (x) dana cadangan yang tidak dapat dibagi, (xi)
promosi pendidikan bagi anggota.
Adapun aksioma etika-ekonomis Islam yang dikemukakan oleh
Asnawi Hassan untuk menyoroti konsep nilai koperasi adalah (i) aksioma
kesatuan, (ii) aksioma keseimbangan, (iii) aksioma kemauan bebas dan (iv)
aksioma pertanggung jawaban.
Asnawi Hassan dengan melakukan semacam contencts analysis,
menganalisa muatan nilai dari keduanya dengan cara memperbandingkan
muatan-muatan nilai yang berkesesuaian, maka diperoleh kesimpulan adanya
kemunasabahan dan kesesuaian yang kuat antara keduanya. Lebih lanjut
disimpulkan bahwa dalam keberadaan dan kehidupannya, koperasi yang benar
mengemban dan wajib mengamalkan nilai-nilai etis yang sesuai dengan ajaran
Islam. Atau dapat dikatakan juga bahwa lembaga koperasi itu bersifat Islam,
31
karena memiliki ciri-ciri sebagai lembaga yang bernafaskan Islam.27
4. Peran Koperasi Melalui Kelembagaan Umat islam
a. Masjid dan Koperasi
Adalah dua term (istilah) dari dunia yang berbeda satu sama lain.
Dari segi bentuknya sebagai ”intuisi” (lembaga), masjid adalah rumah
ibadah bagi kaum muslimin; sedangkan koperasi merupakan kerjasama
usaha. Masjid merupakan sarana untuk kebahagiaan dan kesejahteraan
disisi Allah swt (Habluminallah). Koperasi adalah sarana guna
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama secara horisontal
(Habluminannas).
Koperasi dari segi hakekatnya juga mempunyai hubungan yang
erat dengan masjid. Dari segi makna hakikinya, masjid melambangkan
nilai spiritualitas, spiritual values, sedangkan dalam gagasan koperasi
terkandung nilai materialitas, material values, melalui bentuk kerjasama
untuk meningkatkan kemakmuran bersama dalam masyarakat.
Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan koperasi itu tidak boleh terlepas
jauh atau dibiarkan terputus hubungan dengan sinar masjid, dan juga
kegiatan-kegiatan masjid tidak boleh memisahkan diri dari kegiatan
perkoperasian. Bahkan di zaman Rasulullah, masjid itu sendiri dikenal
sebagai pusat peradaban umat Islam. Masjid tidak hanya merupakan
27
Asnawi Hassan, Koperasi dalam Pandangan Islam, INFOKOP, No. 1 (Desember, 1984), h.
20-28.
32
tempat sholat, dzikir, dan berdoa, tetapi juga merupakan markas tentara
Islam, balai pengobatan orang sakit (seperti kasus seorang sahabat kena
panah dalam peperangan lalu dibawa berlindung dimasjid untuk
memperoleh pengobatan), pusat pendidikan, dan bahkan pusat
pemerintahan dan majelis bahasan masalah-masalah ekonomi.28
b. Koperasi dan Pesantren
Kehadiran koperasi dilingkungan pondok pesantren pada dewasa
ini bukan merupakan barang baru. Populer dengan sebutan
KOPONTREN, sebagai singkatan dari koperasi pondok pesantren.
Kopontren bukan saja menandai memasyarakatnya koperasi di Indonesia,
melainkan juga menandai pengembangan peranan fungsi dan dinamika
pesantren itu sendiri disatu pihak serta potensinya sebagai detonator bagi
pengembangan koperasi selanjutnya dimasyarakat pihak lain.
Meningkatnya perhatian terhadap kopontren didukung oleh kesadaran
akan nilai potensinya itu.29
c. Lembaga Dakwah dan Koperasi
Dakwah ditinjau dari segi etimologi berarti panggilan, seruan atau
ajakan. Bentuk kata ini dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan
28
Ahmad Dimyanti, dkk. Islam dan Koperasi : Telaah Peran Serta Umat Islam dalam
Pengembangan Koperasi, h. 123-129.
29
Laporan Penelitian, Koperasi Pondok Pesantren, (Jakarta: Balitbang Depkop, 1986), h. 4.
33
bentuk kata kerjanya atau fi‟il adalah ”da’a Yad’u” yang berarti
memanggil, menyeru dan mengajak. Secara umum dakwah didefinisikan
sebagai usaha untuk menyebarluaskan Islam, begitu pula untuk merealisir
ajarannya ditengah-tengah kehidupan manusia.30
Efektifitas dakwah selanjutnya melahirkan lembaga-lembaga
dakwah sebagai pelaksana fardlu kifayah. Lembaga dakwah lahir dan
berkembang melalui proses sosial dan tentu saja dikondisikan secara
sosial.
Memperhatikan urgensi diatas, maka sangat beralasan jika dakwah
memilih koperasi sebagai alternatif kelembagaan pengembangan sosial-
ekonomi masyarakat. Koperasi sebagai gerakan masyarakat menandai
jalinan kebersamaan dan kesatuan yang menimbulkan Cooperative Effect,
yaitu pengaruh-pengaruh sosial, budaya dan mentalitas masyarakat. Efek
koperatif terumus dalam fungsi dan peranan (sekaligus tugas) koperasi
yang variable menurut visi dakwah.
30
Rosyad Shaleh, Management Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 11.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM KOPERASI LANGIT BIRU
A. Sejarah Berdirinya
Ustad Jaya Komara ialah pendiri sekaligus Direktur Utama Koperasi
”Serba Usaha” Langit Biru yang terletak di Bukit Cikasungka Blok ADF 13 No.
2-5 Desa Cikasungka Kecamatan Solear Kabupaten Tangerang Banten, 15730.
Awalnya Jaya Komara pindah ke Bukit Cikasungka bersama istri dan 9
anaknya pada tahun 2003, disana ia dan keluarganya menempati rumah kosong.
Sebagai warga pendatang, Jaya Komara berperilaku baik di mata warga sekitar
dan terkenal ulet dengan usaha yang dirintisnya mulai dari tanam belut, tanam lele
dan minyak godog untuk pijat. Hampir seluruh warga Bukit Cikasungka, pernah
diurut oleh Jaya Komara. Jasa pengobatan Jaya Komara ini sudah tersohor di
lingkungan warga sekitar. Tidak hanya warga sekitar, tapi penduduk luar
kampung juga banyak yang menggunakan keahliannya dalam berobat itu.
Selain itu Jaya Komara dikenal sebagai penceramah dimasjid – masjid
sekitar, dan mengisi ceramah dikawasan kebon jeruk, Jakarta. Kegiatan ceramah
dan tabligh akbar ini ia lakoni sejak tahun 2003 atau mulai awal ia menempati
rumah di Bukit Cikasungka. Hingga akhirnya ia mendapat panggilan Ustad Jaya
Komara.
Jaya Komara dikenal warga sebagai pria yang ulet. Segala macam
pekerjaan dan usaha pernah ia tekuni. Perlahan-lahan, Jaya Komara bangkit dari
35
keterpurukan. Hingga akhirnya sekitar tahun 2005, Jaya Komara berjualan daging
ke warga sekitar. Daging yang ia jual itu, ia dapatkan dari suplier. Dalam
menjalankan bisnisnya, ia menawarkan sistem kredit daging. Setiap warga yang
mengambil daging darinya, tidak pernah dipaksa untuk membayar sesuai tarifnya.
Pada saat itu harga daging sebesar Rp. 60.000,- perkilogram, ia tidak pernah
mematok kredit yang harus dibayar setiap hari. Dengan keikhlasannya dalam
berjualan, ia tidak pernah mengingat-ingat berapa catatan utang warga yang
mengambil daging darinya. Meski demikian, warga sekitar punya kesadaran
sendiri dalam membayar utangnya ke Jaya Komara.
Atas landasan itu, warga sekitar mulai banyak yang tertarik. Lama-lama,
pesananan daging dari Jaya Komara semakin banyak peminatnya. Hingga
akhirnya, ia menawarkan daging untuk paket lebaran. Disitulah puncak kejayaan
Jaya Komara. Hingga pada tahun 2010, bisnisnya dalam daging itu ia
kembangkan. Ia pun kemudian mendirikan PT. Transindo Jaya Komara (TJK)
yang bergerak dibidang investasi daging.
Sistem yang dipakai di PT. Transindo Jaya Komara adalah sistem bagi
hasil. Dimana, setiap investor yang menginvestasikan uangnya di PT. Transindo
Jaya Komara akan mendapatkan bonus sekitar 10 persen. Ibu Genta adalah
investor pertamanya kala itu. Ia mengambil paket besar (100 kg daging) dengan
nilai investasi Rp 8,5 juta. Ibu Genta mendapatkan bonus Rp 1,7 perbulannya
untuk investasinya itu.
36
"Cuma saya waktu itu bonusnya Rp 1 juta, nah yang Rp700 ribunya itu
untuk cicilan motor. Sampai bulan kesepuluh, saya dapat satu motor dan sisa
cicilannya Rp 12 juta dibayar lunas oleh Ustad Komara, bersih tanpa potongan,"
jelas Ibu Genta.
Selama menjadi investor PT. Transindo Jaya Komara, Jaya Komara tidak
pernah menyuruh mengajak orang untuk berinvestasi. Ia hanya berpesan kepada
Ibu Genta untuk membagikan hasil yang ia peroleh dari berinvestasi di PT.
Transindo Jaya Komara kepada orang sekitar. Dengan dibuktikannya janji Jaya
Komara itu, warga sekitar mulai tertarik untuk ikut berinvestasi. Tak hanya itu,
warga luar daerah pun mulai berdatangan untuk investasi di PT. Transindo Jaya
Komara.
Sebagai investor pertama, Ibu Genta juga kecipratan untung. Ia mampu
mengumpulkan ratusan hingga ribuan downline. Nilai investasi yang
dikumpulkan downline pun mencapai Rp 2 miliar.
Atas usahanya itu, perekonomian Jaya Komara meningkat. Dari awalnya
yang hanya menempati rumah kecil, Jaya Komara kini mampu membeli rumah
dua lantai dengan ukuran besar. Bahkan, ia mampu membeli tanah perkebunan
Bukit Cikasungka seluas sekitar 1 hektar. 1
1 E Mei Amelia R, “Jaya Komara Langit Biru, Dari Tukang Urut Hingga Jadi Triliuner”,
artikel diakses pada 28 Januari 2014 dari
http://finance.detik.com/read/2012/06/11/080037/1937628/10/9/jaya-komara-langit-biru-dari-tukang-
urut-hingga-jadi-triliuner
37
Pada bulan Januari 2011 diadakan musyawarah untuk membentuk struktur
kepemimpinan PT. Transindo Jaya Komara dan dihasilkan keputusan sebagai
berikut :
Direktur Utama : Ust. Jaya Komara
Wakil Direktur : Partiot Ahmad Yani
Direktur Keuangan : Marissa (anak Ust. Jaya Komara)
Komisaris : Suami Marissa
Selain struktur kepemimpinan diatas terdapat pula karyawan lain yang
bekerja sebagai operator dan kasir.2
Seiring dengan semakin pesatnya usaha Komara ini, perusahaan pun
berubah nama menjadi Koperasi Langit Biru. Koperasi Langit Biru sendiri berdiri
atas dasar Akta Notaris Winda Wirata No.24 Tanggal 9 April 2011. Izin koperasi
dikeluarkan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Banten, tanggal 20 Juli
2011 No. 81/BH/XI/KUMKM/VII/2011.
Koperasi Langit Biru terdaftar sebagai Koperasi Simpan Pinjam/Unit
Simpan Pinjam sebagaimana yang tertera pada Surat Keterangan Terdaftar dari
Kementerian Keuangangan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pajak.
B. Keanggotaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu nasabah Koperasi Langit
Biru untuk menjadi anggota Koperasi Langit Biru, terdapat persyaratan yang
2 Yuwono Triatmodjo dan Teddy Gumilar, “Ini pengakuan mantan petinggi Koperasi Langit
Biru”, artikel diakses pada 28 Januari 2014 dari http://nasional.kontan.co.id/news/ini-pengakuan-
mantan-petinggi-koperasi-langit-biru
38
harus di penuhi, yakni:
1. Wajib beragama Islam
2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk / Akte kelahiran (bagi yang belum memiliki
Kartu Tanda Penduduk 1 lembar
3. Fotocopy Kartu Keluarga 1 lembar
4. Foto 1 lembar ukuran 3 x 4 dan 1 lembar ukuran 3R untuk
5. Mengisi formulir (harus di isi nama investor dan nama sponsor serta ditanda
tangani)
6. Menyetorkan uang sesuai dengan pilihan paket yang di inginkan
Setiap pendaftaran harus menggunakan sponsor, tidak dapat mendaftarkan
diri sebagai anggota Koperasi Langit Biru secara personal. Koperasi Langit Biru
menggunakan sistem binary (jaringan), yaitu anggota yang diatas (upline)
mengajak anggota baru (downline) minimal 10 orang. Bila calon anggota
berhalangan datang sendiri pendaftaran bisa dititipkan kepada sponsor.
Mengenai tata cara pendaftaran sebagai anggota Koperasi Langit Biru
adalah sebagai berikut:
1. Calon anggota membawa syarat-syarat seperti yang disebut diatas.
2. Calon anggota mengantri untuk diverifikasi terlebih dahulu dokumennya
apakah asli dan masih berlaku atau tidak (diharapkan membawa dokumen asli
dan masih berlaku karena sia-sia antri lama jika nanti tidak dapat mendaftar).
3. Setelah mendaftar para anggota baru diberikan kwitansi sebagai bukti untuk
pengambilan bonus. Bila kwitansi tersebut hilang atau rusak maka investor
39
tidak dapat mengambil bonus.
Sistem pendaftaran dibuka setiap bulan mulai tanggal 1 sampai dengan
tanggal 20, sedangkan tanggal 21 hingga tanggal 30 untuk mengambil bonus
investor.
C. Kegiatan Usaha dan Tujuan
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Koperasi Langit Biru adalah
pengelolaan daging dan hasil peternakan, bekerja sama dengan 62 penyuplai
daging sapi.3 Para anggota menanamkan investasi kepada Koperasi Langit
Biru, kemudian oleh koperasi dikelola dan dikembangkan dengan cara
menanamkan modal ke penyuplai daging tersebut. Dari modal yang ditanamkan
oleh Koperasi Langit Biru ke para penyuplai daging tersebut, Koperasi Langit
Biru mendapatkan keuntungan yang mana sebagian dari keuntungan tersebut
Koperasi Langit Biru berikan kepada para anggota Koperasi Langit Biru selaku
investor.
Semakin lama Koperasi Langit Biru semakin pesat perkembangannya,
jumlah anggotanya pun terus bertambah. Kegiatan usaha Koperasi Langit Biru
terus dikembangkan menjadi beberapa unit usaha, yakni:
1. CV. Tritunggal Jaya Nur Alip Distributor Daging dan Perdagangan Umum
2. PT. Transindo Jaya Komara Angkutan Umum (Darat, Laut dan Udara)
3 Sabrina Asril, “Inilah Modus Investasi Bodong ala Koperasi Langit Biru”, diakses 30
Pebruari 2014 dari
http://nasional.kompas.com/read/2012/06/07/16480393/Inilah.Modus.Investasi.Bodong.ala.Koperasi.L
angit.Biru.dan.PT.GAN
40
3. Safwa Tirta Jaya AMDK (Air Minum Dalam Kemasan)
4. Indo Komara Jaya Sembako
5. AIP 21 (Argo Indah Permata) SMART Key Alarm
6. Reximax Kopi Herbal
7. Para Leasing
8. Toko Bangunan4
Tujuan Ustad Jaya Komara mendirikan Koperasi Langit Biru bukan hanya
mencari keuntungan semata, namun juga bukan usaha sosial yang memberikan
bantuan kepada yang membutuhkan secara cuma-cuma, melainkan dengan
mengajak masyarakat untuk dapat mengembangkan usaha bersama demi
kesejahteraan bersama.
Koperasi Langit Biru berawal dari pandangannya terhadap strata
kehidupan masyarakat Indonesia, yang kaya makin kaya dan yang miskin tetap
miskin. Maka tercetuslah sebuah ide kreatif untuk pengembangan usahanya
dengan melibatkan masyarakat Muslim lebih banyak lagi. Maka untuk
mengembangkan usahanya Ustad Jaya Komara pada awalnya hanya
menggandeng masyarakat sekitar saja untuk ikut serta menikmati hasil usaha
daging sapinya.5
4 “Koperasi Langit Biru”, di akses 30 Pebruari 2014 dari http://koperasilangitbiru-
ims.blogspot.com/
5 Yulis Sulistyawan, “Sejarah Jaya Komara Dirikan Koperasi Langit Biru”, artikel diakses
pada 14 Pebruari 2014 dari http://www.tribunnews.com/nasional/2012/07/24/sejarah-jaya-komara-
dirikan-koperasi-langit-biru
41
Dari tujuannya yang sangat baik itulah semakin banyak yang ingin
menjadi anggota Koperasi Langit Biru.
D. Visi, Misi dan Moto
Visi dari Koperasi Langit Biru, yakni:
1. Menjadikan Koperasi Langit Biru sebagai salah satu perusahaan go
internasional yang mengemban amanah
2. Membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan
3. Memberikan solusi kepada kaum muslim untuk bersama-sama saling tolong
menolong.
Misi dari Koperasi Langit Biru, yakni:
1. Mensejahterakan rakyat kecil/menengah khususnya kaum muslimin dan
muslimat
2. Senantiasa membantu atau menolong para kaum dhuafa, fakir miskin, yatim
piatu
3. Selalu menjalankan sunah Rasulullah SAW.
Motto dari Koperasi Langit Biru adalah solusi hidup bermartabat
menjalankan syariat Islam.
E. Manajemen dan Sistem Operasional
1. Manajemen
Manajemen sebagai proses yang menggerakan organisasi merupakan
hal yang penting, karna tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha
yang berhasil cukup lama.
42
Istilah manajemen berhubungan usaha untuk mencapai tujuan tertentu
dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organisasi
dengan cara sebaik mungkin. Karena dalam pengertian “organisasi” selalu
terkandung sekelompok (lebih dari 2 orang) manusia maka manajemenpun
biasanya digunakan dalam hubungan dengan usaha suatu kelompok manusia,
walaupun manajemen itu dapat pula diterapkan terhadap usaha usaha secara
individu.
Berdasarkan buku terbitan International Labour Organitazion (ILO)
yang berjudul Cooperative Management and Administration, cendrung untuk
melihat manajemen koperasi dari segi administrasi dan pembahasan koperasi
mengarah ke bidang masalah-masalah ilmu administrasi dan birokrasi.6 Maka
penjelasan tentang manajemen Koperasi Langit Biru Banten akan berbicara
tentang organisasi dan administasi.
Koperasi Langit Biru merupakan koperasi yang didirkan oleh Jaya
Komara berdiri atas dasar Akta Notaris Winda Wirata No.24 Tanggal 9 April
2011. Izin koperasi dikeluarkan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi
Banten, tanggal 20 Juli 2011 No. 81/BH/XI/KUMKM/VII/2011.
Koperasi Langit Biru mempunyai hubungan kerja, baik hubungan
kerja secara vertical maupun horizontal. Hubungan kerja secara vertical yakni
dilakukan antara Koperasi Langit Biru dengan para anggotanya. Sedangkan
6 Pandji Anoraga, Manajemen Koperasi , Teori dan Praktek, cet. I, (Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya, 1995), h. 79.
43
hubungan kerja secara horizontal dilakukan terhadap beberapa unit usaha
yang dikelola maupun yang bekerjasama dengan Koperasi Langit Biru.
2. Sistem Operasional
Setiap perkumpulan atau organisasi dalam melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuannya memerlukan sejumlah modal. Sebagai badan usaha,
koperasi memerlukan modal sesuai dengan lingkup dan jenis usahanya.
Begitupun halnya dengan Koperasi Langit Biru memerlukan modal untuk
menjalankan kegiatan koperasi.
Permodalan Koperasi Langit Biru didapat dari para anggota koperasi
yang berinvestasi pada Koperasi Langit Biru.
Sistem yang dipakai di Koperasi Langit Biru adalah sistem bagi hasil.
Di mana, setiap anggota yang berinvestasi di Koperasi Langit Biru akan
mendapatkan profit sebesar Rp. 10.000,-/ hari/ Kg daging. Cara kerja
Koperasi Langit Biru yakni menggunakan sistem binary (jaringan), yaitu
anggota yang di atas (upline) mengajak anggota baru (downline) minimal 10
orang untuk mendapatkan bonus dari koperasi dengan menyertakan data –
data anggota baru (downline) dan nilai investasi yang dipilih.
Bagi anggota yang ingin berinvestasi, Koperasi Langit Biru memiliki
dua mekanisme investasi, yakni mekanisme investasi daging dengan paket
kecil dan mekanisme investasi daging dengan paket besar. Yang dimaksud
dengan investasi paket kecil adalah paket mulai dari 5 kg daging sampai
dengan 95 kg daging, sedangkan investasi paket besar adalah paket 100 kg
44
daging. Para anggota baru (downline) dapat memilih nilai invetasi yang
diinginkan.
Setiap anggota, baik yang berinvestasi paket kecil maupun paket besar
mendapatkan hasil dari nilai investasi berupa uang, bonus produk sponsor,
dan bonus Ibadah Keagaamaan. Bonus yang diterima setiap bulan oleh
anggota sesuai dengan nilai investasi yang yang di tanamkan oleh anggota.
Untuk bonus produk telah ditetapkan oleh Koperasi Langit Biru. Bonus
produk untuk bonus individu di atas Rp. 75.000,- sampai dengan Rp.
450.000,- mendapatkan bonus produk senilai Rp. 30.000,- berupa kecapa 1
botol, saos pedas/saos tomat 1 botol, gula pasir 0,5 kilogram dan bawang
putih 0,5 kilogram.
Bonus produk untuk bonus individu di atas Rp. 525.000,- sampai
dengan Rp. 975.000,- mendapatkan bonus produk senilai Rp. 250.000,-
berupa bawang putih, daging, gula merah, gula pasir, beras organik masing
masing 1 kilogram, kecap, saos pedas, saos tomat masing masing 1 botol,
telur asin brebes 2 butir, minyak goreng 5 liter dan safwa 1 dus, berdasarkan
penuturan salah satu nasabah Koperasi Langit Biru safwa adalah air mineral
dalam kemasan yang merupakan salah satu unit usaha yang dikembangkan
oleh Koperasi Langit Biru.
Bonus produk untuk bonus individu di atas Rp. 1.000.000,-
mendapatkan bonus produk senilai Rp. 350.000,- berupa bawang putih,
daging, gula merah, gula pasir, beras organik masing masing 1 kilogram,
45
kecap, saos pedas, saos tomat masing masing 1 botol, minyak goreng 5 liter,
telur asin brebes 6 butir, safwa 1 dus, beras organik 2 kiligram, sreg 1 paket
dan metalik 1 buah.
Untuk pengambilan hasil dari nilai investasi berupa uang dan bonus
produk, setiap investor diwajibkan membawa kwitansi sebagai tanda bukti
bahwa orang tersebut merupakan anggota dari Koperasi Langit Biru. Apabila
bukti kwitansi tersebut hilang maka uang dan bonus produk tidak dapat di
ambil atau di anggap hangus.
46
BAB IV
TINJAUAN HUKUM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL KOPERASI
LANGIT BIRU
A. Sistem Opersional Koperasi Langit
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, sistem yang
dipakai oleh Koperasi Langit Biru adalah sistem bagi hasil. Setiap anggota yang
menginvestasikan uangnya di Koperasi Langit Biru akan mendapatkan profit
sebesar Rp. 10.000,-/ hari/ Kg daging. Anggota dapat memilih nilai investasi
sesuai dengan keinginan dan kemampuan anggota itu sendiri. Koperasi Langit
Biru memiliki nilai investasi paket kecil yaitu paket daging mulai dari 5 kg
sampai dengan 95 kg dan nilai investasi paket besar yaitu 100 kg daging.
Mekanisme investasi paket kecil adalah sebagai berikut:
Misal : anggota memilih nilai investasi paket kecil 5 kg daging, dengan
rincian sebagai berikut :
Jumlah investasi : Rp. 385.000,-
Biaya administrasi : Rp. 25.000,-
ID card : Rp. 50.000,-
Total yang harus disetor oleh anggota adalah Rp. 460.000,-. Penghitungan
nilai investasi paket kecil berupa 5 kg daging adalah sebagai berikut :
Nilai investasi : Rp. 385.000,- (5 Kg daging)
Profit : Rp. 10.000,-
47
Sharing profit : Rp. 9.000,- (Koperasi Langit Biru) dan Rp. 1.000,- (anggota)
5 Kg daging x Rp. 1.000,- x 30 Hari = Rp. 150.000,-
Rp. 150.000,- : 2 = Rp. 75.000,- (Bonus/Bln) dan Rp. 75.000,- (Koperasi Langit
Biru)
Jadi setiap bulannya anggota mendapatkan bonus bulanan berupa uang
sebesar Rp. 75.000,- setiap bulannya dan bonus produk sponsor berupa sembilan
bahan pokok senilai Rp. 30.000,-. Semua bonus berupa uang dan produk sponsor
diberikan selama 2 tahun, setelah 2 tahun Koperasi Langit Biru tidak lagi
memberikan bonus tersebut karena semua hak-hak anggota telah diberikan dan
jaringan yang telah terbentuk akan hangus.
Mekanisme investasi paket besar terbagi menjadi paket besar BKSM
(Bonus Kredit Sepeda Motor) dan paket besar Non BKSM.
Misal : anggota memilih nilai investasi paket besar 100 kg daging disertai
BKSM (Bonus Kredit Sepeda Motor), dengan rincian sebagai berikut:
Jumlah investasi : Rp. 9.200.000,-
Biaya administrasi : Rp. 500.000,-
ID card : Rp. 50.000,-
Kesejahteraan : Rp. 250.000,-
Biaya produk : Rp. 300.000,-
BKSM : Rp. 2.000.000,-
Total yang harus disetor oleh investor adalah Rp. 12.300.000,-.
Penghitungan nilai investasi paket besar berupa 100 kg daging adalah sebagai
48
berikut :
Nilai investasi paket besar : Rp. 9.200.000,- (100 Kg daging)
Profit perusahaan per 1 hari : Rp. 10.000,-
Sharing profit : Rp. 9.000,- (Perusahaan) dan Rp. 1.000,-
(anggota)
100 Kg daging x Rp. 1.000,- x 30 Hari = Rp. 3.000.000,-
Rp. 3.000.000,- : 3 = Rp. 1.000.000,-
Dengan rincian:
a. Rp. 1.000.000,- untuk BKSM (Bonus Kredit Sepeda Motor)
35 bulan akad kredit, setiap bulan biaya angsurannya Rp. 700.000,-, dalam
jangka waktu 9 bulan angsuran kredit sepeda motor telah dapat dilunasi.
Rp. 1.000.000,- (BKSM) – Rp. 700.00,- (angsuran/bulan) = Rp. 300.000,-.
Kemudian uang senilai Rp. 300.000,- tersebut dikembangan.
b. Rp. 1.000.000,- untuk Pengembangan
Rp. 300.000,- + Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.300.000,- = 16 Kg daging sapi.
16 Kg x Rp. 10.000,- x 30 hari = Rp. 4.800.000,- x 9 bulan = Rp.
43.200.000,-. Dengan ini dalam jangka waktu 9 bulan kredit sepeda motor
dapat dilunasi dari yang seharusnya 35 bulan.
Rp. 43.000.000,- - Rp. 12.000.000,- (pelunasan BKSM) = Rp.
31.200.000,- akan digunakan untuk Program BKIK yakni Bonus Kredit
Ibadah Keagamaan yang akan diperoleh setelah 2 tahun berinvestasi.
c. Rp. 1.000.000,- untuk Bonus/bln
49
Jadi anggota akan menerima bonus berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,-
dan bonus produk sponsor senilai Rp. 350.000,- setiap bulannya (selama 2 tahun).
Ditambah 1 unit sepeda motor yang didapat pada bulan pertama setelah anggota
menyetorkan nilai investasinya dan BKIK (Bonus Kredit Ibadah Keagamaan)
yang diberikan setelah 2 tahun menjadi anggota. Dengan telah diberikannya hak-
hak anggota berakhirlah masa keanggotan orang tersebut.
Jika anggota memilih nilai investasi paket besar 100 kg daging tanpa
disertai BKSM (Bonus Kredit Sepeda Motor)/Non BKSM, rinciannya sebagai
berikut :
Jumlah investasi : Rp. 9.200.000,-
Biaya administrasi : Rp. 500.000,-
ID card : Rp. 50.000,-
Kesejahteraan : Rp. 250.000,-
Biaya produk : Rp. 300.000,-
BKSM : Rp. -
Total yang harus disetor oleh investor adalah Rp. 10.300.000,-.
Penghitungan nilai investasi paket besar berupa 100 kg daging adalah sebagai
berikut :
Nilai investasi paket besar : Rp. 9.200.000,- (100 Kg daging)
Profit perusahaan per 1 hari : Rp. 10.000,-
Sharing profit : Rp. 9.000,- (Koperasi Langit Biru) dan Rp.
1.000,- (anggota)
50
100 Kg daging x Rp. 1.000,- x 30 Hari = Rp. 3.000.000,-
Dengan rincian:
a. Rp. 2.000.000,- untuk bonus setiap bulannya diberikan Rp. 1.700.000,-.
Rp. 2.000.000,- - Rp. 1.700.000,- = Rp. 300.000,-. Kemudian uang senilai
Rp. 300.000,- tersebut dikembangan.
b. Rp. 1.000.000,- untuk Pengembangan
Rp. 300.000,- + Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.300.000,- = 16 Kg daging sapi.
16 Kg x Rp. 10.000,- x 30 hari = Rp. 4.800.000,- x 9 bulan = Rp.
43.200.000,-.
Rp. 43.000.000,- - Rp. 12.000.000,- (tidak ada pencairan bagi Non
BKSM) = Rp. 31.200.000,- akan digunakan untuk Program BKIK yakni Bonus
Kredit Ibadah Keagamaan yang akan diperoleh setelah 2 tahun berinvestasi.
Jadi anggota akan menerima bonus berupa uang sebesar Rp. 1.700.000,-
dan bonus produk sponsor senilai Rp. 350.000,- setiap bulannya (selama 2 tahun).
Ditambah Bonus Kredit Ibadah Keagamaan (BKIK) berupa ibadah haji di berikan
setelah 2 tahun. Bentuk BKIK berupa uang tunai sebesar Rp. 100.000.000,-.
Dengan telah memberikan semua hasil investasi yang artinya Koperasi Langit
Biru telah memberikan semua hak-haknya terhadap anggota maka semua
investasi awal dan jaringan yang telah terbentuk akan hangus.
Dan jika ingin menjadi anggota kembali maka syaratnya sama seperti pada
awal pendaftaran. Anggota tidak dapat mendaftarkan sendiri namun tetap harus
melalui sponsor.
51
B. Sistem Operasional Koperasi Langit Biru Menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam
Dalam pasal 41 UU RI No.25/1992 dikatakan bahwa:
(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2) Modal sendiri dapat berasal dari:
a. Simpanan pokok;
b. Simpanan wajib;
c. Dan cadangan;
d. Hibah.
(3) Modal pinjaman dapat berasal dari:
a. Anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.7
Pada Koperasi Langit Biru permodalan didapat dari para anggota koperasi
yang berinvestasi pada Koperasi Langit Biru. Berdasarkan hasil wawancara
dengan salah satu anggota Koperasi Langit Biru untuk menjadi anggota Koperasi
Langit Biru tidak ada simpanan pokok ataupun simpanan wajib yang harus
dibayarkan, yang ada hanya membayar sesuai dengan nilai investasi yang dipilih
oleh calon anggota koperasi.
Menurut pasal 45 UU RI No.25/1992 dikatakan bahwa:
(1) Sisa Hasil Usaha merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh
dalam satu tahun dikurangi biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya
termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada
7 Undang-Undang Perkoperasian 1992 (Undang-Undang No. 25 Th. 1992), h. 14
52
anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-
masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan
pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai
dengan keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.8
Sistem yang dipakai oleh Koperasi Langit Biru adalah sistem bagi hasil.
Setiap anggota yang menginvestasikan uangnya di Koperasi Langit Biru akan
mendapatkan profit sebesar Rp. 10.000,-/ hari/ Kg daging. Koperasi Langit Biru
telah menentukan sendiri sisa hasil usaha yang akan didapat oleh para anggota
setiap bulannya berdasarkan nilai investasi anggotanya. Dengan mengacu pasal
45 UU RI No.25/1992 diatas maka besarnya Sisa Hasil Usaha diberikan dalam
kurun waktu satu tahun dan yang akan diterima oleh setiap anggota akan berbeda,
tidak hanya melihat dari besar kecilnya partisipasi modal atau dalam Koperasi
Langit Biru besar kecilnya nilai investasi, namun juga dilihat dari jasa usaha
anggota, yakni peran aktif anggota dalam mengelola dan mengembangkan
Koperasi Langit Biru.
Begitupun dengan pemberian bonus kepada setiap anggota Koperasi
Langit Biru, semua telah ditetapkan diawal. Kenyataannya dalam setiap bentuk
usaha yang dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok memiliki resiko
berupa kerugian yang akan dihadapi. Dari adanya kemungkinan resiko tersebut,
sisa hasil usaha dan pemberian bonus tidak dapat ditetapkan diawal dan berlaku
flat setiap bulannya. Koperasi Langit Biru mengelola dana anggotanya dengan
8 Undang-Undang Perkoperasian 1992 (Undang-Undang No. 25 Th. 1992), h. 15-16
53
cara menanamkan modal ke beberapa penyuplai daging. Dari modal yang
ditanamkan oleh Koperasi Langit Biru ke para penyuplai daging tersebut,
Koperasi Langit Biru mendapatkan keuntungan yang mana sebagian dari
keuntungan tersebut Koperasi Langit Biru berikan kepada para anggota Koperasi
Langit Biru selaku investor. Bagaimana bisa kita menetapkan keuntungan untuk
bulan-bulan berikutnya berlaku tetap, sedangkan harga daging di pasaran selalu
fluktuatif atau berubah-ubah naik turun.
Perkembangan harga rata-rata daging sapi di tingkat nasional selama tahun
2011 hingga 2013 cenderung terus mengalami peningkatan dengan rata-rata
masing-masing sebesar 0,42%, 1,60%, dan 0,78%. Pada bulan Januari 2011,
harga daging sapi sebesar Rp. 68.124,-/kg dan meningkat menjadi Rp. 67.615,-/kg
pada bulan Desember. Pada tahun 2012, harga daging sapi bergerak dari Rp.
71.890,-/kg menjadi Rp. 85.512,-/kg, dan pada tahun 2013 bergerak dari Rp.
86.625,-/kg menjadi Rp. 94.210,-/kg. Pada bulan Januari dan Pebruari 2014,
harga daging sapi kembali mengalami kenaikan sebesar 0,67%.9
Dalam Islam bagi hasil (mudharabah) berasal dari kata dharb, yang
artinya memukul atau berjalan. Pengertian berjalan atau memukul ini lebih
tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha.
Lebih jauh kata dharb di sini di maksud usaha atau bekerja.
Mudharabah sering dikatakan qiradh, karena mempunyai makna yang
9 “Buletin Analisis Perkembangan Harga : Maret 2014”, Di akses pada tanggal 25 Agustus
2014 dari http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id
54
sama. Kata qiradh berasal dari kata qaradha, yaitu memotong, karena dalam
kasus ini yang punya harta memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan
(diproduktifkan dalam suatu usaha) dan mendapatkan potongan dari
keuntungannya, berbagi hasil dengan yang mengusahakan hartanya itu.
Pengertian mudharabah menurut syara’ (menurut ahli fiqh) sebagai berikut:
“pemilik harta atau modal menyerahkan hartanya kepada pekerja untuk di
usahakan (dijadikan modal usaha) dan keuntungannya menjadi milik bersama dan
dibagi menurut kesepakatan bersama”.10
Mudharabah merupakan akad/persetujuan salah satu pihak untuk
memberikan hartanya untuk dikelola oleh pihak yang dipercayainya. Dari hal
tersebut, ada beberapa kompenen penting dalam mudharabah. Masing-masing
komponen penting itu adalah pihak yang memberikan modal saja di sebut shahib
al-mal, pihak yang mengelola modal (mudharib), dan diantara keduanya ada
kepercayaan yang membuat akad ini terlaksana. Unsur kepercayaan inilah yang
membuat shahib al-mal tidak diperkenankan mensyaratkan kepada mudharib
sesuatu yang berharga sebagai jaminan. Sehingga para ulama fiqih bersepakat
bahwa pensyaratan jaminan pada akad menyebabkan akad tersebut batal.11
Para ulama fiqih menetapkan bahwa akad mudharabah apabila telah
memenuhi rukun dan syaratnya maka hukumnya adalah boleh. Rukun dan syarat
10
Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 176. 11
Dewan Redaksi Ensiklopedia Hukum Islam, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 4, (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 1197.
55
mudharabah, yakni :
1. Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola
(mudharib). Kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan mampu
melakukan tasharruf atau cakap hukum, maka dibatalkan akad anak-anak
yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berada di bawah
pengampuan.
2. Modal atau harta pokok (mal), syarat-syaratnya yakni:
a. Berbentuk uang
Mayoritas ulama berpendapat bahwa modal harus berupa uang dan tidak
boleh barang. Mudharabah dengan barang dapat menimbulkan kesamaran,
karena barang pada umumnya bersifat fluktuatif. Apabila barang itu
bersifat tidak fluktuatif seperti berbentuk emas atau perak batangan
(tabar), para ulama berbeda pendapat. Imam malik dalam hal ini tidak
tegas melarang atau membolehkan. Namun para ulama mazhab Hanafi
membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus
disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul mal.
b. Jelas jumlah dan jenisnya
Jumlah modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara
modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari
perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati.
c. Tunai
56
Hutang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tanpa adanya setoran
modal, berarti shahibul mal tidak memberikan kontribusi apapun padahal
mudharib telah bekerja. Para ulama syafi‟i dan Maliki melarang hal itu
karena merusak sahnya akad. Selain itu hal ini bisa membuka pintu
perbuatan riba, yaitu memberi tangguh kepada si berhutang yang belum
mampu membayar hutangnya dengan kompensasi si berpiutang
mendapatkan imbalan tertentu. Dalam hal ini para ulama fiqih tidak
berbeda pendapat.
d. Modal diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung
Apabila tidak diserahkan kepada mudharib secara langsung dan tidak
diserahkan sepenuhnya (berangsur-angsur) dikhawatirkan akan terjadi
kerusakan pada modal, yaitu penundaan yang dapat mengganggu waktu
mulai bekerja dan akibat yang lebih jauh mengurangi kerjanya secara
maksimal. Apabila modal itu tetap dipegang sebagiannya oleh pemilik
modal, dalam artian tidak diserahkan sepenuhnya, maka menurut ulama
Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi‟iyah, akad mudharabah tidak sah.
Sedangkan ulama Hanabilah menyatakan boleh saja sebagian modal itu
berada di tangan pemilik modal, asal tidak mengganggu kelancaran
usahanya.12
Dalam akad mudharabah proporsi keuntungan harus jelas. Keuntungan
12
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Mu’amalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
h. 178.
57
yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya,
seperti 60% : 40%, 50% : 50% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama.
1. Keuntungan harus dibagi untuk kedua belah pihak, yaitu investor (pemilik
modal) dan pengelola (mudharib).
2. Break Even Point (BEP) harus jelas, karena BEP menggunakan sistem
revenue sharing dengan profit sharing berbeda. Revenue sharing adalah
pembagian keuntungan yang dilakukan sebelum dipotong biaya operasional,
sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan kotor/ pendapatan. Sedangkan
profit sharing adalah pembagian keuntungan dilakukan setelah dipotong biaya
operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan bersih.
3. Ijab Qobul. Melafazkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang
ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul
dari pengelola.13
Namun pada kenyataannya Koperasi Langit Biru tidak menentukan
keuntungan dengan persentase yang jelas melainkan dengan nilai rupiah yang
telah ditentukan besaran nominalnya.
Riba dalam ajaran agama Islam merupakan suatu hal yang jelas
hukumnya, yaitu haram. Karena dapat merusak mental dan tatanan sosial dalam
suatu masyarakat. Pengharaman riba secara total terdapat dalam firman Allah
SWT:
13
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h.
47.
58
) ٤٧٢-٤٧٥: ٤, البقرة)
Artinya: ”Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri,
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata,
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya lalu berhenti (dari mengambil riba), maka banginya apa
yang telah diambilnya dulu (sebelum datangnya larangan); dan urusan (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang-orang itu
adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya. {275}. Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. {276}.” Q.S. Al-Baqarah (2) ayat
275-276
Menurut bahasa riba bermakna : ziyadah (tambahan).14
Dalam pengertian
lain riba bisa berarti ”bermakna dan tumbuh berkembang”. Sedangkan menurut
istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara bathil.15
Afzalurrahman mengutip beberapa pendapat ahli/ulama berkenaan dengan
definisi riba, yaitu diantarnya: Ibn Khazar al-Asqalani berpendapat bahwa
14
Ahmad Warson Munawwir, Kamus AlMunawwi, cet. XIV, (Surabaya: Pusataka
Progressif), h. 469.
15
M. Syafi‟i Antonio, Bank Sayri’ah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute,
1999), h. 59.
59
”Esensi riba adalah kelebihan, apakah itu berupa barang atau uang, seperti
uang dinar sebagai pengganti uang satu dinar.”16
Ibnu Qayim yang tajam pandangannya tentang hal-hal kemasyarakatan
tetapi melarang keras perbuat-perbuatan yang menyalahi ajaran Rasulullah.
Adapun riba yang terang ialah riba nasi‟ah yakni sebagaimana yang berlaku di
zaman jahiliyyah. Ditangguhkannya piutang dan penundaan tempo pembayaran
ini memnentukan pula akan tambahan dari besar jumlah pinjaman itu. Sekian kali
ditunda sekali pula piutangnya bertambah. Hal inilah yang tidak dibolehkan oleh
beliau jika riba itu berlipat ganda seperti dalam Quran Surat al-Imran ayat 130.
Selanjutnya beliau berkata atas rahmat dan keadilan Tuhan, diharamkan
perbuatan riba itu, mendapat laknat orang yang memakannya, orang yang
membayarnya, juru tulis dan saksinya. Tuhan mengundang orang-orang utnuk
berperang dengan Dia dan rasul-Nya, tidak ada dosa besar yang demikian
sengitnya mendapat ancaman seperti dosa memakan riba itu.”
Imam Fakhruddin ar Razzy (1210M) mengatakan larangan riba dengan
alasan. Pertama, karena riba berarti mengambil harta si peminjam secara tidak
adil. Pemilik uang biasanya berdalih ia berhak atas keuntungan bisnis yang
dilakukan si peminjam. Namun ia tampaknya lupa bila ia tidak meminjamkannya,
uangnya tidak bertambah, ia pun berdalih kesempatan berbisnis hilang karena
meminjamkan uangnya, karenanya ia berhak atas riba. Inipun keliru karena belum
16
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, pentrj. Dewi Nurjulianti, cet. II,
(Jakarta: Intermasa, 1997), h. 310.
60
tentu bisnisnya menghasilkan untung dan pasti ia harus menanggung resiko.
Kedua, dengan riba orang akan malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk-
duduk tenang sambil menunggu uangnya berbunga. Imam ar-Razzy mengatakan
bahwa tanpa adanya bekerja dan berbisnis, kegiatan produksi perdagangan akan
lesu. Ketiga, riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi
hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi
walau akhirnya dikejar-kejar penagih hutang. Keempat, riba akan membuat yang
kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. Kelima. Riba jelas
dilarang dalam alQuran dan al-Hadits.17
Koperasi Langit Biru memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu dengan
dibentuknya koperasi ini diharapkan masyarakat khususnya umat Islam dapat
lebih sejahtera. Namun pada kenyataannya koperasi ini belum sesuai dengan
Hukum Islam. Mekanisme pemberian bonus yang diberikan oleh Koperasi Langit
Biru kepada para anggota setiap bulannya berlaku tetap atau flat. Padahal setiap
bentuk usaha yang dilakukan terdapat resiko yang akan dihadapi, dengan itu
Koperasi Langit Biru memberikan jaminan kepastian untung, dimana hal ini
merupakan riba.
17
Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Buah Ilmu, cet. I, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 31.
61
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan melalui kajian pustaka dan studi
lapangan dengan mengadakan wawancara kepada beberapa narasumber dan
dianalisis komparatif, beberapa dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Koperasi Langit Biru menggunakan sistem bagi hasil yang telah ditetapkan
sendiri oleh koperasi dan berlaku sama pada setiap bulannya. Sedangkan
menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, sisa
hasil usaha diberikan dalam kurun waktu satu tahun setelah dikurangi biaya,
penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang
bersangkutan. Maka berdasarkan penelitian tersebut diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sistem operasional yang diterapkan oleh Koperasi Langit
Biru belum sesuai Hukum Positif karena didalam prakteknya masih
bertentangan.
2. Koperasi Langit Biru tidak menggunakan persentase tetap, melainkan dengan
rupiah sebesar Rp. 10.000,-/ hari/ Kg daging. Harga dagingnya bersifat flat
dan berlaku sama di setiap bulannya, bagaimana bisa kita menetapkan
keuntungan untuk bulan-bulan berikutnya flat dan selalu sama antara harga
daging dan keuntungan yang didapat, sedangkan harga daging di pasaran
selalu fluktuatif atau berubah-ubah naik turun. Mekanisme pemberian bonus
62
yang diberikan oleh Koperasi Langit Biru kepada anggotanya pun sama
setiap bulannya dan berlaku tetap, dengan itu Koperasi Langit Biru
memberikan jaminan kepastian untung. Padahal sebagaimana pada umumnya
dapat kita ketahui bahwa dalam setiap bentuk kegiatan usaha tidak dapat
diketahui apakah usaha yang akan kita jalankan akan berjalan lancar atau
tidak. Karena dalam setiap transaksi bisnis terdapat resiko. Maka berdasarkan
penelitian tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem operasional
yang diterapkan oleh Koperasi Langit Biru belum sesuai Hukum Islam karena
didalam prakteknya masih terdapat unsur riba.
B. Saran-Saran
1. Bagi yang ingin mendirikan Koperasi atau sedang mendirikan Koperasi
hendaknya mengatur dan memperbaiki manajemen dan sistem operasionalnya
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, agar tidak terjadi lagi kasus seperti
Koperasi Langit Biru yang berdampak buruk terhadap masyarakat bukan
hanya secara materi, namun juga terhadap hilangnya rasa kepercayaan
masyarakat terhadap koperasi yang merupakan soko guru perekonomian
rakyat Indonesia.
2. Bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dengan menjadi anggota koperasi
tidak perlu takut, namun yang diperlukan adalah penilaian investasi dengan
prinsip kehati-hatian (prudence). Dalam setiap investasi selalu mengandung
63
resiko. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk melakukan penanaman
modal dalam bentuk apa pun, pertimbangkan risikonya. Jangan mudah tergiur
berinvestasi dengan profit yang fantastis namun tidak masuk akal, guna
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Peran Pemerintah untuk mencegah terulangnya kembali persoalan ini, penulis
sangat berharap pengawasan pemerintah terutama Departemen Koperasi dan
UKM RI melalui turunannya baik di propinsi maupun di Kabupaten/Kota
dengan penyuluhan kepada masyarakat mengenai harus pemahaman bentuk
koperasi yang benar.
64
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Karim, Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia.
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, Penerjemah. Dewi
Nurjulianti, cet. II. Jakarta, Intermasa, 1997.
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim, Buah Ilmu, cet. I. Jakarta, Pustaka Azzam, 1999.
Anoraga, Pandji, Manajemen Koperasi , Teori dan Praktek, cet. I. Jakarta, PT. Dunia
Pustaka Jaya, 1995.
Antonio, Muhammad Syafi'i, Bank Sayri’ah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta,
Tazkia Institute, 1999.
Antonio, Muhammad Syafi'i, Bank syariah: dari Teori Ke Praktik, Jakarta, PT. Gema
Insani Press, 2001.
„Aruf, Moch. Thohir, Kemitraan dan Pembagian Profit Menurut Hukum Islam,
Jakarta, Prestasi Pustaka, 2009.
Ash-Shan‟ani, Muhammad bin Isma‟il al-Amir al-Yamani, Subulus Salam, Juz 3.
Beirut, Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998.
Departemen Kehakiman RI, Pokok-Pokok Undang-Undang Dasar Tahun 1945, cet.
XIII. Jakarta, Balai Pustaka, 1991.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Hukum Islam, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 4.
Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Dimyati, Ahmad, dkk. Islam dan Koperasi : Telaah Peran Serta Umat Islam dalam
Pengembangan Koperasi, Jakarta Koperasi Jasa Informasi (KOPINFO), 1989.
65
Djazuli, Ahmad, Kaidah-Kaidah Fikih, cet. III. Jakarta, Kencana, 2010.
Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2010.
Dumadi, Sagimun Mulus, Koperasi Soko Guru Ekonomi Nasional Indonesia, Jakarta,
Haji Masagung, 1989.
Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori, dan
Praktek, cet. I. Bogor, Ghalia Indonesia, 2002.
Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori, dan
Praktek, cet. II. Bogor, Ghalia Indonesia, 2004.
Hamid, Arifin, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) Di Indonesia Aplikasi dan
Prospektifnya, cet. I. Bogor, Ghalia Indonesia, 2007.
Haming, Murdifin, dan Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi Proyek dan
Bisnis, Jakarta, Bumi Aksara, 2010.
Haroen, Nasrun, Fiqh Mu’amalah, cet. I. Jakarta, Gaya Media Pratama, 2002.
Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Hassan, Asnawi, Koperasi dalam Pandangan Islam, INFOKOP, No. 1, Desember,
1984.
Hatta, Mohammad, Beberapa Fasal Ekonomi, Djalan Ke Ekonomi dan Koperasi,
Jakarta, Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P. dan K, 1954.
Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan Praktek, cet. IV. Jakarta, PT Raja
66
Grafindo Persada, 2002.
Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian, Pengantar Teori dan Panduan
Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Penelitian Pemula, Jakarta,
STIA-LAN Press, 2004.
Kartasapoetra, G., Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
cet. V. Jakarta, Rineka Cipta, 2001.
Kusuma, Hadi, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta Raja Grafindo Persada, 2002.
Laporan Penelitian, Koperasi Pondok Pesantren, Jakarta, Balitbang Depkop, 1986.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif : buku
tentang Sumber Metode-Metode Baru, Jakarta UI Press, 1992.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosda karya, 2000.
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta, UII Press, 2000.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus AlMunawwi, cet. XIV. Surabaya, Pustaka
Progressif, 1997.
Pachta W, Andjar, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum
Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan Modal Usaha,
Jakarta, Kencana, 2007.
Poerwadarminta, Wilfridus Josephus Sabarija, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta, P.H. Balai Pustaka, 1976.
Qudamah, Abdullah Ibn Ahmad Ibn Mughni Wa Syarh Kabir, vol. V. Beirut, Darul-
Fikr, 1979, h. 109.
Shaleh, Rosyad, Management Dakwah Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1977.
67
Subandi, Ekonomi Koperasi (Teori dan Praktik), cet. IV. Bandung, Alfabeta, 2013.
SM, Junaedi B, Islam dan Intrepreneurialisme: Suatu Studi Fiqh Ekonomi Bisnis
Modern, Jakarta, Kalam Mulia, 1993.
Undang-Undang Perkoperasian 1992 (UU NO. 25 TH. 19929, cet. II. Jakarta, Sinar
Grafika, 1993.
Website
http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-berdagang-rasulullah-saw/
http://dahsyatnyainvestasi.wordpress.com/
http://www.tribunnews.com/2012/07/25/bos-koperasi-bumi-langit-bisa-dijerat-pasal-
berlapis
http://tekno.kompas.com/read/2012/06/06/20162383/Polisi.Telusuri.Dugaan.Pencucia
n.Uang.di.Koperasi.Langit.Biru
http://news.detik.com/read/2012/06/05/134946/1933193/10/kerugian-nasabah-
koperasi-langit-biru-diprediksi-capai-triliunan-rupiah
http://finance.detik.com/read/2012/06/11/080037/1937628/10/9/jaya-komara-langit-
biru-dari-tukang-urut-hingga-jadi-triliuner
http://nasional.kontan.co.id/news/ini-pengakuan-mantan-petinggi-koperasi-langit-biru
http://nasional.kompas.com/read/2012/06/07/16480393/Inilah.Modus.Investasi.Bodo
ng.ala.Koperasi.Langit.Biru.dan.PT.GAN
http://koperasilangitbiru-ims.blogspot.com/
http://www.tribunnews.com/nasional/2012/07/24/sejarah-jaya-komara-dirikan-
koperasi-langit-biru
Lampiran 6:
DAFTAR NILAI INVESTASI
NO KG JUMLAH BIAYA ID CARD
KESEJAH BIAYA B K S M TOTAL BONUS
BONUS
SPONSOR KETERANGAN
INVESTASI ADM TERAAN PRODUK DI SETOR DITERIMA PRODUK
1 5 385,000
25,000
50,000 - - -
460,000
75,000
30,000
Tdk ada biaya produk
2 10 770,000
50,000
50,000 - - -
870,000
150,000
60,000
Tdk ada biaya produk
3 15 1,155,000
75,000
50,000 - - -
1,280,000
225,000
90,000
Tdk ada biaya produk
4 20 1,540,000
100,000
50,000 - - -
1,690,000
300,000
120,000
Tdk ada biaya produk
5 25 1,925,000
125,000
50,000 -
300,000 -
2,400,000
375,000
150,000 -
6 30 2,310,000
150,000
50,000 -
300,000 -
2,810,000
450,000
180,000 -
7 35 2,695,000
175,000
50,000 -
300,000 -
3,220,000
525,000
210,000 -
8 40 3,080,000
200,000
50,000 -
300,000 -
3,630,000
600,000
240,000 -
9 45 3,465,000
225,000
50,000 -
300,000 -
4,040,000
675,000
270,000 -
10 50 3,850,000
250,000
50,000 -
300,000 -
4,450,000
750,000
150,000
-
11 55 4,235,000
275,000
50,000 -
300,000 -
4,860,000
825,000 -
12 60 4,620,000
300,000
50,000 -
300,000 -
5,270,000
900,000 -
13 65 5,005,000
325,000
50,000 -
300,000 -
5,680,000
975,000 -
14 70 5,390,000
350,000
50,000 -
300,000 -
6,090,000
1,050,000 -
15 75 5,775,000
375,000
50,000 -
300,000 -
6,500,000
1,125,000 -
16 80 6,160,000
400,000
50,000 -
300,000 -
6,910,000
1,200,000 -
17 85 6,545,000
425,000
50,000 -
300,000 -
7,320,000
1,275,000 -
18 90 6,930,000
450,000
50,000 -
300,000 -
7,730,000
1,350,000 -
19 95 7,315,000
475,000
50,000 -
300,000 -
8,140,000
1,425,000 -
20 100 9,200,000
500,000
50,000
250,000
300,000 -
10,300,000
1,700,000 Non BKSM
21 100 9,200,000
500,000
50,000
250,000
300,000
2,000,000
12,300,000
1,000,000 BKSM
Lampiran 8:
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Rusdiana
Jabatan : Anggota
Tempat : Pasar Gembong
Tanggal : 20 November 2013
1. Dari siapa Bapak mengetahui Koperasi Langit Biru?
Jawab: dari tetangga toko saya yang sudah menjadi anggota Koperasi Langit Biru.
2. Apa yang Bapak ketahui tentang Koperasi Langit Biru?
Jawab: yang saya tahu Koperasi Langit Biru adalah Koperasi yang bergerak
dalam bidang penjualan daging sapi.
3. Apa yang mendorong Bapak untuk menjadi anggota Koperasi Langit Biru?
Jawab: saya ikut bergabung menjadi anggota Koperasi Langit Biru karena sangat
tertarik dengan tawaran bonus yang diberikan. Bukan hanya itu, di koperasi ini
tidak hanya soal keuntungan secara materi yang didapat, tetapi juga rasa
keimanan kita yang terus dipupuk. Karena setiap malam jumat diadakan
pengajian disana untuk bersilaturahmi dengan anggota lain dan ustad Jaya
Komara sendiri yang memberikan tausiyahnya.
4. Dari mana Bapak mengetahui tentang bonus yang diberikan?
Jawab: dari tetangga toko saya yang sudah membuktikannya, dia mendapatkan
satu buah motor.
5. Apa syarat untuk menjadi anggota Koperasi Langitu Biru?
Jawab: yang jelas harus orang Islam, karena Pak Ustad Jaya komara mendirikan
Koperasi Langit Biru untuk kesejahteraan khususnya umat Islam.
Gembong, 20 Nopember 2013
Yang mewawancara Yang diwawancara
Gesha Romadona Aulia Rusdiana
Lampiran 9:
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Sri Hartaty
Jabatan : Sponsor
Tempat : Rumah Bapak Ropiyudin
Tanggal : 22 November 2013
1. Apakah ibu mendaftarkan sendiri untuk menjadi anggota Koperasi Langit Biru?
Jawab: tidak, untuk daftar wajib pakai sponsor.
2. Apa yang dimaksud dengan sponsor?
Jawab: sponsor yakni orang yang telah menjadi anggota Koperasi Langit Biru.
3. Setelah ibu mendaftar kepada sponsor, selanjutnya langkah apa yang ibu lakukan
untuk menjadi anggota?
Jawab: kalau kita sudah mendaftar kepada sponsor kita memilih paket yang ingin
kita ambil. Ada paket kecil dan paket besar.
4. Apa yang dimaksud dengan paket kecil dan paket besar?
Jawab: kalau paket kecil mulai dari 9kg daging sampai dengan 95kg daging.
Kalau paket besar 100kg daging. Semua daftar paket sudah ditentukan, setiap
calon anggota Koperasi mendapatkan fotocopy mengenai daftar paket investasi
dan daftar bonus yang akan kita terima sesuai dengan paket yang dipilih.
5. Apa yang menjadi bukti bahwa kita telah menjadi anggota?
Jawab: setelah menyerahkan data-data pribadi kepada sponsor dan memilih nilai
top related