sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya...
Post on 17-Mar-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SIKAP OTORITER ORANG TUA DAN PENGARUHNYA
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA
DI MTS. AL-HIDAYAH JATIASIH KOTA BEKASI
Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
ADE FARHATUL UMMAH
107011000906
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
SIKAP OTORITER ORANG TUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR SISWA DI MTS.AL-HIDAYAH JATIASIH
KOTA BEKASI
SKRIPSI
Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
ADE FARHATUL UMMAH
107011000906
Di Bawah Bimbingan
Prof. DR. Armai Arif, M.A
NIP: 1951191986031003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul: “Sikap Otoriter Orang Tua dan Pengaruhnya terhadap
Motivasi Belajar Siswa Mts. Al-Hidayah Jatiasih Kota Bekasi” diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada Tanggal 20
Desember 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh
gelar Sarjana S1 (S. Pd. I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam (PAI).
Jakarta, Desember 2011
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, M. Ag
NIP.: 19680307 199803 1 002 ....................... ...........................
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi)
Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag
NIP.: 196703282000031001 ....................... ...........................
Penguji I
Prof. Dr. Abdurrahman Ghazali, MA
NIP.: 194503251965101001 ....................... ...........................
Penguji II
Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag
NIP.: 196703282000031001 ....................... ...........................
Pgs. Mengetahui,
Dekan
Nurlena Rifa’i, MA., Ph. D.
NIP:195910201986032001
ABSTRAK
Skripsi ini ditulis oleh Ade Farhatul Ummah, NIM : 107011000906, di
bawah bimbingan Prof. DR. Armai Arif, M.A.
Skripsi ini mengenai tentang sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya
terhadap motivasi belajar siswa MTs. Al-hidayah Jatiasih Kota Bekasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sikap otoriter orang tua terhadap
motivasi belajar siswa Hipotesis yang diajukan adalah diduga bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan antara sikap otoriter orang tua dengan
motivasi belajar siswa MTs. Al-Hidayah Jatiasih Kota Bekasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
korelasi, yakni melihat bentuk pengaruh antara variabel-variabel yang diteliti.
Metode korelasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara satu variabel
dengan variabel-variabel lain.
Metode penelitian ini diharapkan dapat menemukan pengaruh antara
variabel-variabel yang diteliti yaitu sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya
terhadap motivasi belajar siswa.
Di samping itu, metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Untuk
memperoleh data yang obyektif, maka digunakan dua bentuk penelitian,yaitu :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Reserch), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan mengumpulkan, membaca dan menganalisa buku yang ada
relevansinya dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.
b. Penelitian Lapangan (Field Reserch), yaitu penelitian untuk memperoleh
data-data lapangan langsung. Dengan cara mendatangi langsung sekolah yang
akan diteliti.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs. Al-Hidayah Jatiasih
Kota Bekasi yang terpilih sesuai dengan sasaran penulis, yaitu para siswa yang
mengalami sikap keotoriteran dari orang tuanya yang berjumlah 23 siswa dari 154
siswa kelas IX secara keseluruhan. Instrumen penelitian yang digunakan untuk
memperoleh data adalah dengan menggunakan angket (kuesioner) dalam bentuk
piliha ganda.
Pengolahan data dilakukan dengan analisis korelasi product moment.
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sikap otoriter orang tua
variabel (X) dan motivasi belajar siswa variabel (Y).
Hasil penelitian dengan mengunakan analisis korelasi product moment
menunjukkan bahwa nilai r hitung = 0,043 berada pada Indeks Korelasi
yang sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi ini diabaikan atau
dianggap tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Sedangkan dalam uji
signifikansi kofesien korelasi menunjukkan bahwa rt pada taraf signifikansi
5% sebesar 0,413 dan pada araf signifikansi 1% sebesar 0,526. Dengan semakin
menguatkan bahwa antara variabel X dengan variabel Y tidak ada pengaruh yang
signifikan antara keduanya dengan kata lain Ho diterima sehingga demikian
Ha ditolak. Jadi tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikansi antara
sikap otoriter orang tua dengan motivasi belajar siswa MTs. Al-Hidayah Jatiasih
Kota Bekasi.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupaka hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2011
Ade Farhatul Ummah
i
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang
tiada hentinya Engkau anugerahkan kepada penulis. Dan berkat kasih serta
sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya, kelak syafaat beliaulah yang diharapkan umatnya diakhir zaman.
Skripsi yang berjudul “Sikap Otoriter Orang Tua dan Pengaruhnya
Terhadap Motivasi Belajar Siswa MTs. Al-Hidayah Jatiasih Kota Bekasi”,
merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana
Pendidikan Agama Islam.
Atas selesainya skripsi penulis, tidak terlepas dari upaya berbagai pihak
yang telah memberikan kontribusinya dalam rangka penyusunan dan penulisan
skripsi ini, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D, sebagai Pjs Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan atas segala fasilitas yang diberikan kepada
penulis.
2. Bapak Prof. DR. Armai Arif, M.A, selaku pembimbin skripsi penulis yang
telah memberikan bimbingan dan dorongannya serta nasihat, masukan,
arahan dan motivasi yang tak henti-hentinya sehingga skripsi ini dapat
tersusun dan terselesaikan.
3. Kepada Kepala Sekolah MTs Al-Hidayah Jaiasih Kota Bekasi Bapak
H. Jahrudin, M. Pd, beserta seluruh stafnya yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan data yang
berkenan dengan penyusunan skripsi ini, terima kasih atas bantuannya.
Begitupun kepada seluruh siswa kelas IX MTs Al-Hidayah penulis ucapkan
terima kasih atas partisipasinya.
4. Kepada Babehku H. Zaenuddin. S dan Mamahku Hj. Masyati, HS. Sebagai
pelita hati penulis, terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang, didikkan,
ii
semangat, kepercayaan dan pengorbana kalian yang tulus serta tiada
hentinya untuk penulis, serta kedua adikku tersayang Muhammad Ilham
Pratama dan Zahratunnisa yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan canda
dan tawanya disaat penulis mengalami kejenuhan, terima kasih atas doa dan
semangat yang kalian berikan untuk penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada sahabat-sahabatku Alipiah, Hendriana, Muthia Hanif, Oktavia Sari
dan Siti Qory Maryam terima kasih atas kesetiaannya juga menemani hari-
hari penulis, mendengarkan keluh kesah penulis, serta dorongan, semangat,
masukan yang kalian berikan untuk penulis, yang selalu menemani penulis
di saat penulis mengalami kebimbangan dan masalah dalam hidup penulis.
6. Kepada para cengceremen Blok E Assalaam (Alfi, Alya, Bebeb Nuuy, Cicit,
Muthe, Imong, Phia, Selvy, Teteh Qory dan Tia) terimakasih atas canda tawa
yang telah kalian berikan sehingga dapat menghibur penulis di saat
mengalami kesusahan dan kejenuhan, serta dorongan, perhatian yang
tercurahkan untuk penulis.
7. Kepada teman-teman jurusan PAI Kelas B angkatan 2007 terima kasih atas
masukan, dorongan dan sharingnya yang telah diberikan untuk penulis
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini
yangmungkin tidak dapat penulis sebutkan, semoga Allah SWT membalas
kebaikan kalian semua.
Akhirnya tiada gading yang tak retak dan tiada mawar yang tak berduri,
penulis menyatakan sebagai manusia tidak sempurna, maka dengan senang hati
penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaannya skripsi ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembanca umumnya.
Jakarta, Desember 2011
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................. 4
1. Identifikasi Masalah ....................................................................... 4
2. Pembatasan Masalah ...................................................................... 4
3. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Metode Penelitian................................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
E. Manfaat Hasil Penelitian ...................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Sikap Otoriter Orang Tua dari Persefektif Psikologi ........................... 7
1. Pengertian Orang Tua.................................................................... 8
2. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua ........................................ 10
3. Sikap dan Gaya Orang Tua dari Persepektif Psikologi ................. 13
4. Pengertian Sikap Otoriter .............................................................. 20
5. Faktor-faktor Timbulnya Sikap Otoriter pada Orang Tua ............ 22
6. Konsep Keluarga dalam Pendidikan ............................................. 24
B. Motivasi Belajar Siswa ........................................................................ 25
1. Pengertian Motivasi Belajar ........................................................... 25
2. Bentuk-bentuk Motivasi Belajar .................................................... 27
3. Faktor-faktor yang Membangkitkan Motivasi dalam Belajar ........ 28
4. Pengaruh Sikap Orang Tua terhadap Motivasi Belajar .................. 30
5. Kerangka Berfikir dan Hipotesis .................................................... 32
a. Kerangka Berfikir..................................................................... 32
b. Hipotesisa ................................................................................. 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................. 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 33
1. Tempat Penelitian........................................................................... 33
iv
2. Waktu Penelitian ............................................................................ 33
C. Variabel Penelitian ............................................................................... 33
D. Sumber Data Penelitian ........................................................................ 35
E. Populasi dan Sample ........................................................................... 35
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Mts. Al-Hidayah Jatiasih Bekasi ........................... 40
1. Sejarah berdirinya Mts. Al-Hidayah .............................................. 40
2. Struktur Organisasi ........................................................................ 41
3. Visi dan Misi .................................................................................. 42
4. Kurikulum ...................................................................................... 42
B. Deskripsi Data ..................................................................................... 43
1. Deskripsi Data ............................................................................... 43
2. Analisis Data ................................................................................. 57
C. Sikap Otoriter Orang Tua dan Pengaruhnya terhadap Motivasi
Belajar Siswa ...................................................................................... 61
D. Interprestasi Data ................................................................................ 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 63
B. Saran .................................................................................................... 64
Daftar Pustaka
Lampiran
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Matriks dan kisi-kisi angket penelitian ............................................ 34
Tabel 2 Angka Indeks Korelasi Product Moment ......................................... 38
Tabel 3 Kurikulum Mts. Al-Hidayah Jatiasih Bekasi ................................... 42
Tabel 4 Memberi batasan-batasan dalam bergaul tanpa terkecuali....... ....... 44
Tabel 5 Rasa tertekan dengan peraturan-peraturan yang dierapkan ............ 45
Tabel 6 Diharuskan selalu izin setiap kali keluar rumah...................... ....... 46
Tabel 7 Menghambat bakat positif yang dimiliki anak karena sebab
peraturan yang diterapkan ............................................................... 46
Tabel 8 Mengontrol tentang kegiatan setiap harinya ................................... 47
Tabel 9 Bersekolah di lembaga pendidikan yang diinginkan orang tua ...... 47
Tabel 10 Tidak adanya kontribusi antara pendidikan yang diambil dengan
cita-cita anak .................................................................................... 48
Tabel 11 Merasa tidak nyaman dengan jenjang pendidikan yang dijalankan . 49
Tabel 12 Menekankan untuk berprestasi di sekolah ....................................... 49
Tabel 13 Dipaksa untuk selalu belajar ............................................................ 50
Tabel 14 Memberikan hukuman langsung ketika mendapatkan nilai jelek .... 51
Tabel 15 Merasa sakit hati dengan hukuman yang diberikan oleh orang tua . 51
Tabel 16 Tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan kesalahan yang
dilakukan oleh anak ........................................................................ 52
Tabel 17 Tidak diikut sertakan memilih dalam menentukan jenjang
pendidikan yang akan ditempuh anak ............................................. 53
Tabel 18 Tidak diberi kesempatan untuk berpendapat ................................... 53
Tabel 19 Tidak diikut sertakan dalam membuat peraturan keluarga .............. 54
Tabel 20 Merasa seperti orang asing di rumah sendiri ................................... 54
Tabel 21 Memberikan kebutuhan anak dengan syarat .................................... 55
Tabel 22 Memberikan uang saku lebih jika menuruti segala peraturan yang
telah ditetapkan ................................................................................ 56
Tabel 23 Merasa kekurangan fasilitas yang diperlukan dalam menggapai
cita-cita yang diinginkan ketika dirumah ........................................ 56
vi
Tabel 24 Skor sikap otoriter orang tua dan motivasi belajar siswa................. 57
Tabel 25 Skor angket sikap otoriter orang tua dan motivasi belajar siswa ..... 58
Tabel 26 Penghitungan variabel X (sikap otoriter orangg tua) dan variabel
Y (motivasi belajar siswa) ............................................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia
belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya
anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu yang diperbuat
keluarganya dapat mempengaruhi anak begitupun sebaliknya. Keluarga
memberikan dasar pembentukan tingkah-laku, watak, moral, dan pendidikan
kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola
tingkah-laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat. Sehingga orang tua
dituntut bahkan dikenai kewajiban untuk mengasuh anak-anak mereka dengan
menggunakan cara pengasuhan yang tepat.
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa: Orang tua
berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi
tentang perkembangan pendidikan anaknya. Ayat (2) disebutkan lagi bahwa:
orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya.1
Pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya adalah
pendidikan pada rasa kasih sayang yang diterimanya pada kodrati. Setiap orang
tua mengharapkan anak yang terlahir dari seorang ibu menjadi anak yang saleh
1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra
Umbaran, 2006) hlm: 78
2
atau qurratu a’yun tidak dilahirkan tapi dibentuk dan dibina lewat pendidikan dan
tidak kalah pentingnya lewat pengasuhan yang diterapkan.
Yunahar Ilyas menyatakan bahwa setiap orang tua mempunyai kewajiban
memelihara dan mengembangkan fitrah atau potensi dasar keislaman anak
tersebut sehingga tumbuh dan berkembang menjadi Muslim yang benar-benar
menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT. Kalau dibiarkan tidak terbina,
potensi dasar tersebut akan berkembang kearah yang bertentangan dengan maksud
Allah yang menciptakannya.2
Peran orang tua sangat penting dalam menjaga dan merawat fitrah ini.
Mereka ibarat para perawat kebun yang harus senantiasa menjaga
tanamannya dari gulma (tumbuhan pengganggu). Diharapkan, mereka juga
memberi pupuk dan menyiramnya agar dapat membantu pohon-pohon
untuk tumbuh kokoh dan dapat memberikan banyak manfaat seperti pohon
yang menjuang tinggi dan rindang; ia memberikan keteduhan dan
kesegaran kepada siapapun yang datang kepadanya. Terlebih lagi, pohon
itu dapat menghasilkan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia.3
Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal
tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari kesadaran dan pengertian yang
lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.
Situasi pendidikan itu terwujut berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh
dan mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.4
Mendidik anak hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah
bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola didik seperti itu hanya akan membawa
pertentangan antara orang tua dan anaknya. Jika anak merasa disayangi dan
diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka,
maka anak akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari keluarga.
Perihal memilihkan lembaga pendidikan yang paling tepat bagi anak,
merupakan agenda penting bagi para orang tua. Lembaga pendidikan tidak hanya
2 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), Cet. I, h. 177
3 Ratna Megawangi, Yang Terbaik untuk Buah Hatiku, (Bandung: Khansa, 2006), Cet. III,
h. 4 4 Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, h. 36
3
berpengaruh pada perkembangan kongnitif atau intelektual semata, melainkan
berpengaruh pula pada prkembangan kepribadian anak, di mana ia akan
bersosialisasi dengan sesama teman, guru, dan lingkungan di dalam lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Sehubung dengan itu, maka orang tua hendaklah
pandai-pandai dalam mengarahkan anaknya tatkala hendak memasuki sebuah
lembaga pendidikan.5
Tapi sayangnya terkadang antara anak dan orang tua acap kali berbeda
pendapat dan selera dalam pemilihan lembaga pendidikan sehingga menimbulkan
perselisihan dan terkadang terkesan memaksakan kehendak baik kehendak dari
orang tua terhadap anak maupun sebaliknya. Pada hakikatnya tentu kita ketahui
bahwa setiap orang tua ingin selalu yang terbaik untuk anak-anaknya, akan tetapi
terkadang mereka tidak memahami apakah yang terbaik menurutnya terbaik pula
bagi anak-anaknya. Yang akhirnya sikap otoriter dijadikan senjata oleh orang tua
dengan dalih untuk menanamkan disiplin kepada anak. Padahal terkadang sikap
otoriter ini mengajarkan sikap pasif terhadap anak, dan menyerahkan segalanya
kepada orang tua.
Disamping itu, menurut Watson, akibat sikap otoriter, sering menimbulkan
pula gejala-gejala kecemasan, mudah putus asa, tidak dapat merencanakan
sesuatu, juga penolakan terhadap orang-orang lain, lemah hati atau mudah
berprasangka.6 Setiap anak memang perlu disiplin, karena ia belum cukup matang
dan berpengalaman untuk menghadapi segala persoalan tanpa bimbingan dan
pengawasan orang dewasa. Tetapi disiplin yang dinilai efektif oleh orang tua
(sepihak), belum tentu serasi dengan perkembangan anak yang semakin tumbuh
dewasa
Dari peryataan di atas, terdapat pokok masalah yang dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Anak adalah tunas bangsa yang akan menerima tongkat estafet
perjuangan dan cita-cita bangsa, untuk itu anak memerlukan
5M. Nipan Abdul Halim, Anak Soleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mira Pusaka,
2000), h. 32-34 6 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992),
Cet. II, h. 23
4
bimbingan, arahan, dukungan dan didikan dari orang tua sejak dini,
sebagai persiapan untuk menghadapi masa yang akan datang.
2. Keluarga adalah masyarakat terkecil yang paling inti, dari keluargalah
anak mulai memperoleh pendidikan sebelum memasuki pendidikan
secara formal di sekolah, oleh karena itu sikap orang tua terhadap anak
sangatlah menentukan tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki anak
begitupun dalam memilihkan lembaga pendidikan kejenjang
selanjutnya.
Atas dasar pemikiran dan berangkat dari beberapa referensi di atas penulis
terdorong untuk mengangkat tema mengenai “SIKAP OTORITER ORANG
TUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
SISWA”.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah, diantaranya sebagai berikut:
a. Ada kecendrungan orang tua menganggap bahwa sikap otoriter terhadap
pemilihan lembaga pendidikan yang mereka berikan adalah yang terbaik
untuk anaknya
b. Kurangnya pemahaman orang tua tentang sikap otoriter yang mereka
berikan
c. Ada kecendrungan orang tua menganggap bahwa pilihan anak bukanlah
yang terbaik untuk diri si anak
d. Kurangnya pemahaman orang tua terhadap minat dan kemampuan yang
dimiliki anak
2. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini terarah dan mencapai sasaran yang
hendak dibahas sebagai mana pada judul di atas maka penulis membatasi
permasalahan sebagai berikut: Sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya
terhadap motivasi belajar siswa.
5
a. Sikap otoriter orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap
yang diterapkan oleh orang tua dalam masalah pendidikan anak.
b. Motivasi dalam hal ini adalah motivasi yang timbul pada anak ketika
menjalani proses pendidikan yang ditetapkan oleh orang tua.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis
merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Bagaimana sikap otoriter orang tua dan dampaknya terhadap motvasi belajar
anak?
b. Bagaimana motivasi belajar anak dan akibatnya terhadap sikap otoriter yang
diterapkan oleh orang tua?
c. Adakah pengaruh yang signifikan antara sikap otoriter orang tua terhadap
motivasi belajar siswa?
C. Metode Penelitian
Skripsi ini merupakan upaya yang dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis isi, yaitu suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang
dapat ditiru (replicable) dan shahih data dengan memperhatikan konteksnya.7
Ada dua sumber bacaan yang menjadi referensi penulisan dalam skripsi
ini. Pertama, sumber primer, yaitu buku-buku mengenai Islam, Al-Quran, dan
Hadis. Kedua, sumber sekunder, yaitu buku-buku atau karya ilmiyah yang
membahas tentang sikap otoriter orang tua terhadap anak.
Sedangkan dalam teknis penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku
‘Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta, tim penyusun Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2007.
7 Klaus Krippendorff, Analisis Isi: pengantar Teori dan Mtodologi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993), ed. I, Cet. II, h. 15
6
D. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jawaban atau
penjelasan mengenai:
1. Pengaruh sikap otoriter orang tua terhadap motivasi belajar siswa.
2. Untuk mengetahui dampak dari sikap otoriter yang diterapkan oleh
orang tua terhadap motivasi yang dimiliki oleh siswa.
3. Untuk mengetahui motivasi yang dimiliki oleh siswa dengan sikap
otoriter yang diterapkan oleh orang tua.
E. Manfaat Hasil Penelitian
1. Untuk memenuhi penyelesaian studi di tingkat strata satu (S.1),
memperoleh gelar sarjana pendidikan islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu
Tarbiayah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas
Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai
manivestasi kebutuhan penulis yang akan menghasilkan life long
education.
2. Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang sifatnya ilmiah guna
dapat dimanfaatkan oleh sebagai pihak yang memerlukannya, khusunya
para orang tua dalam rangka pemilihan lembaga pendidikan bagi anak-
anaknya hendaknya menyesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya, serta dapat memberikan
informasi dalam pemilihan lembaga pendidikan yang sesuai dengan
kemampuan dan minat anak.
7
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Sikap Otoriter Orang Tua dari Persfektif Psikologi
1. Pengertian Orang Tua
Orang tua dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan : 1) ayah
dan ibu kandung, 2) orang yang dianggap tua, (cerdik, pandai, ahli dan
sebagainya), 3) orang yang disegani / dihormati di kampung.1Orang tua
merupakan sebutan yang umum yang digunakan bagi bapak dan ibu oleh
seorang anak. Sebutan bapak untuk orang tua yang berjenis kelamin laki-laki,
dan sebutan ibu untuk orang tua yang berjenis kelamin wanita. Menurut
syariat Islam Bapak (Ayah) memiliki kedudukan yang penting dan mulia.
“Bapak adalah kepala keluarga yang memimpin ibu, anak-anak dan
pelayan”.2 Bapak bertanggung jawab terhadap mereka dan akan diminta
pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Sedangkan ibu adalah orang yang
bertugas melahirkan anak-anak, memelihara dan mendidik anak, serta
mengatur rumah tangga.3
Orang tua adalah orang yang pertama kali bertanggung jawab penuh
untuk membesarkan anaknya sehingga tumbuh menjadi besar dan dewasa,
dengan memberikan kasih sayang yang tulus baik berupa moril maupun
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1999), h. 709 2 Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab ayah terhadap Anak Laki-laki, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1966), h. 29 3 Abdullah Khaluk Hamid, Bimbinglah Anakmu Mengenal Allah SWT : Sebuah catatan
untuk Racmat Djatmika, Sistem Etika Islami, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992), h. 231
8
materil, karena adanya pertalian darah yang erat. Dengan harapan kelak
anaknya tumbuh manjadi anak yang cerdas, berguna bagi keluarga, agama,
bangsa dan Negara.
Orang tua dalam hal ini adalah ayah dan ibu yang memiliki
kedudukan masing-masing. Dimana ayah sebagai kepala keluarga dan ibu
sebagai ibu rumah tangga atau orang tua kedua setelah ayah. Namun pada
hakekatnya keduanya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama
dalam memelihara, membina, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak-
anaknya.
Peran kasih sayang orang tua tidak pernah mengenal batas sampai
kapanpun, bahkan orang tua adalah pendidik pertama bagi anak di lingkungan
keluarga. Terutama peran seorang ibu sejak ia mengandung, ia akan berusaha
menjaga kandungannya dengan sebaik-baiknya. Karena ingin agar anaknya
lahir dengan baik dan sehat, seperti kata pepatah seperti yang biasa kita
dengar yang bunyinya” Kasih ibu sepanjang masa hanya memberi tak harap
kembali”. Dari pepatah tersebut kita bias mengambil kesimpulan bahwa kasih
sayang sang ibu terhadap anak-anaknya dilakukan dengan tulus murni dan
ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apapun dari anaknya, walaupun pada saat
melahirkan nyawa menjadi taruhannya.
Begitu pula seorang ayah sebagai orang tua kandung laki-laki dan
sekaligus sebagai kepala keluarga pasti juga akan menginginkan yang terbaik
bagi anak-anaknya, karena ayah merupakan sosok manusia yang sangat
diandalkan dalam keluarga. Dalam hal ini Ngalim Purwanto menyatakan,
bahwa peran ayah dalam pendidikan anaknya yang lebih dominant adalah
sebagai brikut:4
a. Sumber kekuasaan di dalam keluarga
b. Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar
c. Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga
d. Pelindung terhadap ancaman dari luar
4 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1991), h. 91-92
9
e. Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan
f. Pendidik dalam segi-segi rasional
Sebagai kepala keluarga, ayah merupakan salah satu sumber
kekuasaan bagi anggota keluarganya. Sehingga dalam lingkup keluarga yang
sangat potensial untuk memberikan peraturan-peraturan terletak pada sang
ayah. Disinilah sebagai ayah diuji kemampuannya apakah mampu menjadi
sumber kekuasaan dalam keluarga.
Sebagai penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia
luar, maka ia harus tampil prima bagaimana cara terbaik untuk
menghubungkan anak dan istrinya dengan masyarakat di lingkungannnya.
Sebagai pemberi rasa aman dan sebagai pelindung terhadap ancaman
dari luar bagi seluruh anggota keluarga, maka ia harus tampil terdepan
diantara anak dan istrinya, karena ia merupakan orang yang paling
bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan keluarganya.
Adapun sebagai hakim dalam keluarga maka ia harus mengadili dan
memberikan jalan keluar sebaik mungkin dalam memecahkan permasalahan
yang ada diantara keluarganya.
Selain itu ayah juga berperan sebagai pendidik dalam segi-segi
rasional terhadap anak. Sebab jika anak tidak diberikan pendidikan sebaik
mungkin, maka pada akhirnya anak akan terjerumus ke jalan yang sesat.
Maka dari itu yang paling pertama adalah masalah keimanan. Hal ini
sebagaimana dilaksanakan oleh luqman kepada anak-anaknya agar mereka
tidak menyekutukan Allah. Sesuai denga firman-Nya yang termuat dalam Al-
Qur‟an sebagai berikut:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman: 13)
10
Ayat Al-Qur‟an di atas memiliki pengertian bahwa sebagai orang
tua khususnya bagi seorang ayah dalam memberikan pendidikan kepada
anaknya yang paling pertama harus ditekankan adalah pendidikan
keimanan. Dengan pendidikan keimanan anak akan dapat membedakan
antara yang baik untuk dapat dilaksanakan dan yang buruk untuk
ditinggalkan sesuai dengan tingkat kemampuannya. Keimanan yang
tertanam dalam diri anak merupakan salah satu pondasi kuat untuk
menangkal bujuk rayuan syaitan, yang pada akhirnya anak akan berusaha
untuk berbuat amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sehari-hari.
Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun terkadang
dalam masalah pemilihan lembaga pendidikan sering kali terjadi
perselisihan antara anak dan orang tua, serta saling berdalih bahwa pilihan
merekalah yang terbaik, sebagai orang tua yang baik hendaknya bersikap
menghormati dan menghargai pendapat anak, jangan melukai harga diri
anak. Dan ini pun tidak berarti kita harus selalu mengikuti kemauan sang
anak, tidak boleh menegur atau pun memarahinya, selama jenjang
pendidikan yang dipilih anak tidak keluar dari koridor agama, dan dapat
mengembangkan bakat yang melekat dalam diri sang anak, sebagai orang
tua hendaknya menjadi motivator yang utama bagi sang anak, karena
anak-anak bukanlah manusia dalam bentuk kecil. Anak adalah anak
mereka mempunyai fikiran, perasaan, sikap, minat yang berbeda dengan
orang dewasa.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua
Orang tua adalah orang dewasa yang memikul tanggung jawab dalam
pendidikan sehingga orang tua yang selalu memperhatikan terhadap
pendidikan anaknya pasti ia akan menanamkan pendidikan yang mengarah
pada intelegensi juga pendidikan agama (moral). Adalah pendidikan akal
yang harus diberikan orang tua terhadap anak yang tujuannya untuk
meningkatkan kualitas pengetahuan dirinya. Setiap orang tua ingin memberi
pelajaran dan pendidikan menurut moral yang dianutnya, agar keturunannya
11
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Karena moral itulah yang akan
membentuk tingkah laku dalam kehidupannya serta dapat memperoleh
kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Allah SWT. Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”.( QS. At-Tahrim: 6)
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa hendaknya orang tua
melindungi anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan yang baik
sesuai dengan ajaran agama sehingga kelak jauh dari segala hal yang buruk
dan terhindar dari siksa api neraka.
Tugas penting orang tua ini akan sangat terdukung jika mampu
menciptakan suasana rumah menjadi tempat tinggal sekaligus sebagai basis
pendidikan. Tugas orang tua memang berat, tetapi ada banyak cara untuk
memberikan motivasi dalam segi pendidikan, antara lain:
a. Melengkapi fasilitas pendidikan, antara lain:
1) Tempat belajar yang menyenangkan
Seperangkat meja dan kursi sederhana dilengkapi dengan rak buku sudah
bisa diciptakan, sebagai meja belajar. Untuk menciptakan suasana
menyenangkan, penataannya yang harus disesuaikan dengan kebutuhan
anak.
2) Media informasi
Ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan media
informasi. Karena disinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan
12
diperoleh. Maka untuk mengakrabkan anak pada bidang pendidikan harus
pula lebih dahulu mengakrabkan mereka kepada media-media informasi.
3) Perpustakaan
Minimal ada buku-buku yang dikoleksi. Karena untuk menumbuhkan
motivasi kependidikan anak buku adalah sarana yang paling tepat.
Kecintaan anak terhadap buku mutlak harus ditumbuhkan sedini mungkin.
Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk keperluan itu.
b. Budaya Ilmu, maksudnya pembentukan prilaku dan pembiasaan dari
anggota-anggota keluarga yang menunjang keberhasilan pendidikan.
Diantaranya: “Budaya Islami, budaya belajar, jam belajar, ada pula
pemenuhan gizi anak”.5
Tugas orang tua amat besar dalam mendidik anak dengan pendidikan
jasmani, intelektual dan mental spritul, baik melaui teladan yang baik atau
pengajaran (nasihat-nasihat), sehingga kelak ia dapat memetik tradisi-tradisi
yang benar dan pijakkan moral yang sempurna.
Orang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan
perkebangan anak, dengan dasar bahwa anak adalah titipan yang dipercayakan
Tuhan untuk dipelihara dan harus dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan.
Jadi, tugas dan tanggung jawab orang tua ialah mendidik dan memberikan
dukungan motivasi, fasilitas dan prilaku yang baik agar tertanam dalam diri
seorang anak pendidikan yang mengarah kepada intelegensi dan pendidikan
agama (moral).
Sebagai orang tua hendaknya memperhatikan keinginan anak
sepanjang keinginan tersebut tidak menyalahi norma dan aturan yang berlaku
di masyarakat maupun agamanya. Begitu juga sebaliknya, anak pun juga harus
mengetahui kewajibannya yang harus dilakukan sebelum meminta hak kepada
orang tuanya. Namun, menemukan anak dengan tipe ini sangatlah sulit.
Mereka cenderung tidak mengerti kewajibannya dan selalu mementingkan
5 Irawati Istadi, Seri Psikologi Anak 2; Istimewa Setiap Anak, (Jakarta: Pustaka Inti,
2002), Cet III, h. 175
13
haknya, oleh karena itu sebagai orang tua harus punya perencanaan yang
matang dalam mendidik anaknya lebih-lebih cara mendidik anak itu dilakukan
dengan penuh kasih sayang dan keteladan.
Dalam menjalankan tugas mendidik, orang tua membimbing anak.
Anak sebagai manusia yang belum sempurna perkembangannya dipengaruhi
dan diarahkan orang tua untuk mencapai kedewasaan. Kedewasaan dalam arti
keseluruhan, yakni dewasa secara biologis (badaniyah) dan dewasa secara
rohani.6 Dengan kedewasaan rohani dan jasmani, anak tersebut akan dapat
menjadi manusia yang mampu mencapai tujuan hidupnya; yakni kebahagiaan
di dunia maupun kebahagiaan di akhirat nanti. Untuk membimbing kearah
kedewasaan, baik rohani maupun jasmani inilah pendidikan mempunyai peran
penting.
Menjadi orang tua berarti siap menjadi seorang pendidik, dan siap
dengan pengetahuan untuk mendidik. Mendidik berarti membimbing anak
kearah kedewasaan, untuk itu diri orang tua sendiri harus telah dewasa, dan
harus menyadari akan tanggung jawabnya sebagai pendidik bagi anak-
anaknya.
3. Sikap dan Gaya Orang Tua dari Perspektif Psikologi
Faktor lingkungan dapat menghambat perkembangan kreativitas anak.
Sikap orang tua dan guru terhadap anak dapat mempengaruhi peningkatan
kecerdasan anak dan kreativitas anak.
Dari salah satu penelitian diperoleh bahwa peningkatan kemampuan
anak yang paling tinggi ditemukan pada keluarga-keluarga yang dapat
menerima anak sepenuhnya dan yang bersikap demokratis dalam pendidikan
dibanding dengan keluarga-keluarga yang cendrung menolak anak dengan
bersikap otoriter dalam pendidikan (Baldwin, Kalhorn, & Breeze, 1945).7
6 Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak……..h. 38
7 Monty p. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003), h. 115
14
Sangatlah penting bahwa orang tua atau pendidik menyadari ciri-ciri
anak didik manakah yang perlu dipupuk untuk menubuhkan pribadi-pribadi
yang kreatif. Biasanya pendidik atau orang tua kurang menyadari dampak dari
sikap mereka terhadap perkembangan kepribadian anak.
Beberapa contoh sikap pendidik yang kurang menunjang kreativitas
anak adalah:
a. Sikap terlalu khawatir atau takut-takut, sehingga anak terlalu dibatasi
dalam kegiatan-kegiatan
b. Sikap terlalu mengawasi anak
c. Sikap yang menekankan pada kebersihan dan keteraturan yang berlebihan
d. Sikap menuntut kepatuhan mutlak dari anak tanpa memandang perlu
mempertimbangkan alasan-alasan anak
e. Sikap yang lebih tahu dan sikap yang lebih benar
f. Sikap yang memanganggap bahwa berkhayal itu tidak baik, tidak berguna
karena hanya membuang-buang waktu
g. Sikap mengkritik prilaku atau pekerjaan anak
h. Sikap yang jarang memberi pujian atau penghargaan terhadap usaha untuk
karya anak
Adapun Santrock, seorang psikolog pendidikan di Universitas texas
mengemukakan ada empat gaya pengasuhan orang tua yang bisa berdampak
positif dan negative terhadap anak. Artinya, gaya pengasuhan tertentu dapat
membawa kesulitan belajar pada anak. Ke empat gaya pengasuhan tersebut
adalah:
a. Gaya “otoriter” (outoritative prenting)
b. Gaya “berwibawa” (authoritarian prenting)
c. Gaya “acuh-tak-acuh” (neglectful prenting), dan
d. Gaya “pemanja” (indulguent prenting)
Orang tua dengan gaya “otoriter” (outoritative prenting) akan
mendesak anak-anaknya untuk mengikuti petunjuk-petunjuk dan menghormati
mereka. Untuk itu, mereka tidak segan-segan menghukum anak secara fisik.
Orang tua memberikan batasan-batasan pada anak-anaknya secara keras dan
15
mengontrol mereka dengan ketat. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga
seperti ini mengalami banyak masalah psikologis yang dapat menghambat
mereka untuk belajar. Di rumah, mereka cendrung cemas dan merasa tidak
aman. Di sekolah, mereka juga tidak bisa bersosialisasi dengan baik dan
dengan demikian mengalami banyak kesulitan dalam bergaul dengan teman-
temannya. Mereka memiliki keterampilan berkomunikasi yang sangat rendah
sehingga menimbulkan banyak hambatan psikologi.
Orang tua dengan gaya “berwibawa” (authoritarian prenting) akan
mendorong anak-anaknya untuk hidup mandiri. Ketika dibutuhkan mereka
member pengarahan dan dukungan. Bila anak-anaknya membuat kesalahan,
orang tua mungkin menaruh tangan dipundak anaknya dan dengan menghibur
berkata, “Kamu tahu, kamu seharusnya tidak melakukan hal itu. Mari kita
bicarakan bagaimana kamu bias mengatasi situasi ini lain kali”. Dengan
demikian, anak-anak sudah diajarkan bagai mana mengatasi masalah mereka
sendiri. Anak-anak mengembangkan kemampuan bersosialisasi, percaya diri,
dan mampu bekerjasama dengan orang lain. Kesulitan-kesulitan yang mereka
alami tidak menjadi beban psikologis yang menghambat mereka untuk belajar.
Orang tua dengan gaya “acuh-tak-acuh” (neglectful prenting) akan
cenderung bersikap permisif, membolehkan anaknya melakukan apa saja.
Biasanya, orang tua tidak terlalu terlibat dalam kehidupan anaknya. Anak-
anaknya di sini mengalami kekurangan kasih sayang dan kurang mendapat
“perhatian” yang sangat mereka butuhkan. Anak-anak seperti ini tidak mampu
bersosialisasi dan memiliki kontrol diri yang sangat rendah. Tidak ada kontrol
diri ini mengakibatkan banyak masalah psikologis yang mereka hadapi dan
mengganggu konsentrasi belajar mereka baik di rumah maupun di sekolah.
Selain itu, anak-anak biasanya tidak memiliki motivasi untuk belajar apalagi
berprestasi.
Orang tua dengan gaya (indulguent prenting), hampir seperti orang tua
dengan gaya acuh-tak-acuh, akan terlalu terlibat dalam urusan anak-anaknya
dengan memberikan semua yang diminta oleh naknya. Orang tua juga sering
memberikan anak-anaknya melakukan apa yang mereka inginkan dan
16
mendapatkan dengan cara mereka apa yang mereka maui. Hasilnya, anak-anak
dalam keluarga ini biasanya tidak belajar untuk mengontrol diri atas tingkah
lakunya dan menemui banyak kesulitan psikologis karena ketidak mandirian
mereka atau karena ketergantungan mereka pada orang lain.8
Apakah seorang anak menjadi orang yang mendidik adalah lebih
tergantung pada sikap dan kebiasaan orang tua dalam memajukan kehidupan
akademik anaknya. Kita telah mengetahui pentingnya stimulasi yang diberikan
orang tua terhadap anak-anak pada tahun-tahun sebelum mereka bersekolah.
Tanggung jawab utama orang tua adalah mendorong terbentuknya konsep diri
yang positif pada anak, karena perangsangan pada terbentuknya konsep diri
yang positif mendukung majunya perkembngan kecerdasan anak dikemudian
hari.
Seorang anak percaya bahwa orang tuanya menerima dia
(menganggapnya) sebagai individu yang cakap. Anak yang demikian lebih
sanggup mempertahankan usaha-usahanya dibandingkan dengan mereka yang
konsep dirinya kurang atau negatif. Ada dua cara khusus yang dapat dilakukan
orang tua untuk mengarahkan perkembangan pendidikan anak-anak adalah:
a. Mendorong verbalitasi, dengan cara sering mungkin melakukan
komunikasi secara verbal dengan anak. Disamping itu, orang tua harus
mencontohkan penggunaan bahasa yang baik.
b. Menolong mereka belajar dan mengajarkan tugas-tugas dengan baik tanpa
bantuan orang lain. Dalam situasi sekolah, bagaimanapun anak harus
menemukan dirinya sendiri, sanggup mengandalkan kemampuan verbal,
serta berusaha sendiri.
Prof. Dr Singgih D Gunarsa dan Dra. Singgih Gunasra
mengemukakan bahwa corak hubungan orang tua-anak dapat
dibedakan menjadi tiga pola, yaitu:
a. Pola Asuh Otoriter
Pola ini menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang
mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak
8 Monty p. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003), h. 123-125
17
ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya
sendiri.
b. Pola Asuh Demokratis
Pola ini memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun
kebebasan yang tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh
pengertian antara kedua belah pihak, anak dan orang tua.
c. Pola Asuh Bebas
Pola ini mengarahkan orang tua membiarkan anak mencari dan
menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dari
tingkah lakunya. Hanya pada hal-hal yang dianggapnya sudah
“keterlaluan” orang tua baru bertindak.9
Jadi dari tiga pola asuh di atas, dengan sendirinya keadaan dalam
keluarga akan membawa pengaruh yang berbeda-beda terhadap pendidikan
anak.
Dilihat dari gaya dan sikap orang tua di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat berbagai macam cara yang diterapkan oleh orang tua dalam
membesarkan anak. Setiap pola tersebut bisa menimbulkan dampak yang
berbeda dari diri si anak dan hal itu akan tercermin dalam kepribadian
maupun motivasi belajarnya di sekolah.
Dari gaya dan sikap interaksi orang tua dan anak yang lebih banyak
dikenal terdapat tiga pola dasar sikap, yaitu:
a. Otoriter
Yang mana dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” pengertian
otoriter adalah “berkuasa sewenang-wenang”.10
Pola asuhan otoriter
ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
Kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua memaksa anak untuk berprilaku
seperti yang diinginkannya. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua
akan menghukum anak, biasanya dengan hukuman yang bersifat fisik.
9 Singgih D Gunarsa dan Ny. Singgih D Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995), Cet. 7, h. 82-84 10
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. I, h.
18
Tapi bila anak patuh, orang tua tidak memberikan hadiah karena sudah
dianggap sewajarnya bila anak mematuhi kehendak orang tua.11
Sikap otoriter menekankan pada usaha pengendalian, dalam arti
setiap tindakan orang tua ditunjukan untuk mengendalikan kemauan dan
inisiatif yang timbul secara sepontan pada anak, terutama yang
bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut orang tua, termasuk yang
bertentangan dengan harapan, pendapat, keinginan dan peraturan-
peraturan yang dibuat oleh orang tua.
Penerapan pola sikap otoriter orang tua terhadap anak, dapat
mempengaruhi proses pendidikan anak terutama dalam pembentukan
kpribadiannya. Karena disiplin yang dinilai efektif oleh orang tua
(sepihak), belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Prof. Dr. Utami
Munandar mengemukakan bahwa, “sikap orang tua yang otoriter paling
tidak menunjang perkembangan kemandirian dan tanggung jawab sosial.
Anak menjadi patuh, sopan, rajin mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi
kurang bebas dan kurang percaya diri.12
Anak yang dibesarkan di rumah yang bersuasana otoriter akan
mengalami perkembangan yang tidak diharapkan oleh orang tua. Anak
akan menjadi kurang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan
anak yang sedikit menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Larangan
dan hukuman orang tua akan menekan daya kreativitas anak yang sedang
berkembang, anak tidak akan berani mencoba. Anak juga akan kehilangan
sepontanitas dan tidak dapat mencetuskan ide-ide baru. Anak akan takut
mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat mengimbangi teman-
temannya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan.
Lama-kelamaan ia akan mempunyai perasaan rendah sendiri dan
kehilangan kepercayaan pada diri sendiri.
11
Danny I. Yatim-Irwanto, kepribadian Keluarga dan Narkotika, (Jakarta: Arcan, 1991),
Cet. 1, h. 96 12
Utami Munadir, Hubungan Istri, Suami, dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Pustaka
Antara, 1992), h. 127
19
Oleh karena itu sebagai orang tua pada hakikatnya harus berusaha
supaya anak-anaknya tumbuh wajar dan baik, lepas dari berbagai ikatan,
lepas dari tekanan batin atau jiwa, bertanggung jawab atas segala
tindakannya, mandiri, supaya mereka merasakan kesenangan, ketenangan
dan kesejukan serta kebahagiaan hidup bersama-sama orang tua mereka.
b. Laissez Faire
Kata Laissez Faire berasal dari bahasa perancis yang berarti
membiarkan (leave alone). Dalam istilah pendidikan laissez faire adalah
suatu system dimana sipendidik menganut kebijaksanaan non
Intereference (tidak turut campur).13
Sikap ini di tandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua
membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi
batasan-batasan dari tingkah lakunya. Hanya pada hal-hal yang
dianggapnya sudah “keterlaluan” orang tua baru bertindak.
Metode pengelolaan ini cendrung membuahkan anak-anak nakal
yang manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara
emosional.
Adapun yang termasuk sikap laissez faire adalah sebagai berikut:
1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya.
2) Mendidik anak acuh-tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh
3) Mengutamakan kebutuhan material saja
4) Membiarkan saja apa yang dilakukan oleh anak (terlalu memberikan
kebebesan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang digariskan orang tua).
5) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.14
13
Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h.
163 14
Zahara Idris dan lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Gramedia
Widiasmara, 1992), Cet. 2, h. 89-90
20
Dari uraian di atas, secara garis besar orang tua memperlihatkan
suatu sikap yang kurang berwibawa dan acuh tak acuh yang akibatnya
anak akan berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak
memperdulikan lingkungan sekitar.
c. Demokratis
Demokratis atau demokrasi berasal dari kata “demos” yang berarti
rakyat dan “Kratos”yang berarti pemerintahan. “ awal kata ini digunakan
di lapangan pemerintah. Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dari
rakyat dan untuk rakyat”15
Sikap demokratis dapat juga dikatakan sebagai kombinasi antara
sikap otoriter dan sikap Laissez Faire (Permisif/cuek). Pola asuh
demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan
anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disepakati bersama. Anak
diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan
keinginannya serta belajar untuk menanggapi dan menghargai pendapat
orang lain, juga dapat menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang.
Orang tua bersikap sebagai pembimbing, pemberi pendapat dan
pertimbangan terhadap aktifitas anak.
Disini sikap pribadi anak lebih dapat menyesuaikan diri, sipatnya
fleksibel, dapat menguasai diri, mau menghargai pekerjaan orang lain,
menerima kritik dengan terbuka, aktif di dalam hidupnya, emosi lebih
stabil, penuh dengan inisiatif, giat dan rajin, tidak takut, tidak ragu-ragu
dengan tujuan hidupnya selalu optimis, percaya pada diri sendiri serta
mempunyai rasa tanggung jawab.16
Berdasarkan uraian di atas dapat diduga bahwa pola asuh dengan
sikap demokratis sesuai untuk diterapkan bagi anak dalam rangka
menciptakan anak yang berprestasi serta dapat menimbulkan motivasi
dalam belajar dan merupakan pola pengasuhan yang dapat memberikan
harapan lebih baik dalam mengembankan potensi anak.
15
Soegarda Poerbakawatja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Gramedia Widiasmara,
1992), Cet. 2, h. 89-90 16
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), h. 87
21
Dari berbagai sikap orang tua di atas penulis hanya akan
mengemukakan bentuk sikap otoriter. Hal tersebut bertujuan agar
pembahasan lebih fokus dan jelas.
4. Pengertian Sikap Otoriter
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa sikap ialah 1.
Tokoh atau bentuk tubuh; 2. Cara berdiri; 3. Perbuatan dan sebagainya yang
berdasarkan pada pendirian (pendapat atau kenyakinan).17
Menurut Bruno,
sikap (attitude) adalah kecendrungan yang relative menetap untuk bereaksi
dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.18
Sikap adalah kecendrungan untuk berfikir atau merasa dalam cara
tertenu atau menurut saluran-saluran tertentu. Sikap adalah cara bertingkah
laku yang karakteristik tertuju terhadap orang-orang, rombongan-
rombongan.19
Sikap diartikan sebagai suatu kecendrungan untuk mereaksi
terhadap suatu hal, orang atau benda dengan sesuka hati. Kecendrungan
mereaksi atau sikap seseorang terhadap suatu hal, orang atau benda dengan
demikian bisa tiga kemungkinan, yaitu suka ( menerima atau senang), tidak
suka (menolak atau tidak senang), dan sikap acuh tak acuh.
Hal ini sejalan dengan sifat sikap yang dapat bersifat positif dan dapat
pula bersifat negative dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan sikap
negative terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai obyek tertentu seperti sikap orang Islam terhadap daging
babi.20
Kedua sikap ini sangat penting dalam kehidupan. Dan harus
dipergunakan pada tempat yang sesuai agar dapat tepat dalam penggunaan
kedua sikap ini.
17
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. I, h. 838 18
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), cet. XI,
h. 120 19
H. Carl. Witherington, Psikologi Pendidikan, Ter. Dari Educational Psyichology oleh
M. Buchori, (Bandung: Jemmars, 1982), cet. IV, h. 113 20
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
h. 104
22
Menurut Ngalim Purwano, sikap merupakan suatu cara bereaksi
terhadap suatu rangsangan atau suatu perbuatan sebagai respon terhadap
sesuatu rangsangan. Pengertian lain menyebukan bahwa sikap adalah
stimulus yang disertai dengan pendirian atau perasaan orang itu. Yang berarti,
faktor perasaan atau emosi dan reaksi atau kecendrungan untuk bereaksi
memegang peran penting dalam sikap.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecendrungan untuk
bereaksi terhadap orang, benda, atau peristiwa baik secara positif maupun
negative sebagai respon terhadap suatu rangsangan berdasarkan pada
pendirian atau perasaan.
Adapun di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian otoriter
adalah “berkuasa sendiri ; sewenang-wenang”.21
Mengikis Sikap Otoriter
menurut K.H. Abdullah Gymnastiar, salah satu yang berbahaya diantara
penyakit hati yang kita miliki adalah sifat egois sifat tak mau kalah sifat ingin
menang sendiri sifat ingin selalu merasa benar atau sifat ingin selalu merasa
bahwa memang diri tak berpeluang untuk berbuat salah.22
Dari pengertian sikap dan otoriter diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian sikap otoriter adalah kecendrungan reaksi yang timbul dari diri
seseorang untuk mengatur segala hal dengan kehendaknya sendiri tanpa
mementingkan pendapat dari orang lain. Orang-orang yang otoriter biasa
memiliki versi tersendiri dalam menilai suatu kejadian versi yang sesuka dia
tentunya. Hal ini karena dia selalu memandang lebih diri sehingga selalu
melihat sesuatu hal itu kurang dan jelek. Akibat sebaik apapun yang
dilakukan orang lain selalu saja terdapat gerutuan dan koreksian darinya.
Seperti pepatah mengatakan „nila setitik rusak susu sebelanga‟. Arti karena
kesalahan sedikit jeleklah seluruh kelakuannya. Bagi orang otoriter biasa tak
ada pilihan lain selain 100% harus sesuai keinginannya.
21
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), cet, II, h, 709 22
http://blog.re.or.id/mengikis-sikap-otoriter-tausyiah-aa-gym.htm
23
5. Faktor-faktor Timbulnya Sikap Otoriter pada Orang Tua
Situasi pergaulan antara orang tua dengan anak tidak bisa kita
lepaskan dari situasi pendidikan. Dari situasi pergaulan secara sengaja bisa
tercipta situasi pendidikan. Dalam pendidikan terdapat suatu hubungan
pergaulan antara dua pihak. Pihak orang tua sebagai pendidik, dan pihak anak
yang dididik. Orang tua berusaha menanamkan pengaruh yang baik kepada
anak. Dan pengaruh yang jahat bukanlah pendidikan, karena pendidikan
berarti membimbing kearah kedewasaan. Kadang-kadang tujuan pendidikan
tidak tercapai karena kesalahan-kesalahan dalam tindakan orang tua
menghadapi anak, ataupun salah menghadapi anak, ataupun salah
memperlakukan si anak. Beberapa kesalahan tersebut dapat di kemukakan
sebagai berikut:
a. Anak dipandang sebagai orang dewasa kecil
Banyak orang beranggapan bahwa anak itu sama dengan orang dewasa
dalam ukuran kecil. Meskipun tidak dikatakan terang-terangan (kalau
ditanya !), tetapi dalam praktek mendidiknya ternyata anggapan ini
diterapkan.
b. Anak dipandang sebagai makhluk yang tidak berdaya (tak punya
kemampuan mengerti)
Kebalikan dari sikap yang diatas yaitu memperlakukan dan
menganggap anak sebagai makhluk yang tidak berdaya. Sikap ini
menyebabkan beberapa tindakan yang keliru dalam mendidik anak.23
Dari sikap kesalah pemahaman terhadap orang tua ini bias memacu
timbulnya sikap otoriter dalam pendidikan terhadapa anak, karena timbulnya
rasa yang terlau khawatir terhadap pendidikan anaknya dan menganggap
bahwa segala pilihan yang ditentukan orang tua adalah yang terbaik pula bagi
anaknya, yang akhirnya dapat menimbulkan rasa saling tidak menghargai
antara kedua belah pihak (antara anak dan orang tua). Jika, antara kedua belah
23
Knarti Kartono, Peran keluarga Memandu anak………h. 39-40
24
pihak tidak sependapat walaupun memiliki satu tujuan yang sama, maka
akibatnya bisa menimbulkan kesalah pahaman antara keduanya.
Sikap dan tingkah laku anak dalam hubungan dengan orang tua sering
merupakan reaksi atas sikap dan tingkah-laku orang tua. Jika orang tua
membuka kesempatan kepada anak untuk bereaksi atau bertingkah laku
tertentu, maka anak menanggapinya. Kesempatan ini dibuka oleh orang tua,
baik secara sengaja. Dengan kata lain, sifat dan bentuk hubungan antara orang
tua-anak ditentukan kedua belah pihak.
6. Konsep Keluarga dalam Pendidikan
Pengasuhan dan pendidikan adalah faktor yang turut mendukung
tercapainya prestasi yang optimal. Karenanya peran keluarga, sekolah dan
lingkungan juga turut menentukan keberhasilan. Namun kita harus tetap
selalu waspada, bahwa stimulasi yang berlebihan atau justru kurang,
mempunyai dampak yang sama, yaitu justru kerja otak menjadi kurang aktif,
demikian saran yang selalu diberikan oleh seorang guru besar psikiatri anak
dan perkembangan dari Zero To Three Org. Stenley I Greenspan dalam
berbagai buku-bukunya.24
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat
ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga,
umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu
yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya dan sebaliknya. Keluarga
memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral kepada anak.25
Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak,
keluarga juga merupakan tempat, sang anak menggharapkan dan mendapakan
pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional telah dimiliki
bayi yang baru lahir. Perkembangan jasmani anak tergantung pada
24
Agnes Tri Hajaningrum, et al, Peran Orang Tua dan Praktisi dalam Membantu
Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Pengalaman Teori dan Tren Pendidikan,
(Jakarta: Prenada, 2007), Cet. I, h. 128 25
Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu anak, (Jakarta: Rajawali, 1992), Cet. 2, h.
19
25
pemeliharaan fisik yang layak yang diberikan keluarga. Sedangkan
perkembangan sosial anak akan bergantung pada kesiapan keluarga sebagai
tempat sosialisasi yang layak. Memang besar peran dan tanggung jawab
orang tua dalam membina anak. Namun pada kenyataannya dalam melakukan
peran tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar, orang tua dapat
membangkitkan rasa ketidak-pastian dan rasa bersalah pada anak-anak. Hal
demikian tampak di dalam sikap dan tingkah laku orang tua dalam kehidupan
sehari-hari, meskipun tidak selalu disadari.
Dalam lingkunga keluarga hendaknya dapat merangsang kreativitas
dan motivasi pada anak, dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk
menggunakan sarana yang akan mendorong kretivitas. dan ini harus dilakukan
sedini mungkin sejak masa bayi dan dilanjutkan hingga masa sekolah dengan
menjadikan kreativitas suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai
secara sosial. Adapun antara hubungan antara orang tua dan anak hendaknya
tidak terlalu melindungi atau terlalu posesif terhadap anak, mendorong anak
untuk mandiri dan percaya diri dua kualitas yang sangat mendukung
kreatifitas dan dapat memotivasi anak.26
B. Motivasi Belajar Siswa
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang
bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata dan
merupakan muara dari sebuah tindakan.27
Mc Donald memberikan sebuah
definisi tentang motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi
seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha
pencapai tujuan.28
Menurut James O Whittaker definisi motivasi adalah
kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan
26
Monty p. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan.......h. 118 27
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT Mizan Publika,
2004), Cet. I, h. 65 28
Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan, ( :PT Renika Cipta, 1990), Cet. III, h. 191
26
kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan
oleh motivasi tersebut.29
Banyak pakar yang merumuskan definisi 'motivasi' sesuai dengan
kajian yang diperdalamnya. Rumusannya beraneka ragam, sesuai dengan
sudut pandang dan kajian perspektif bidang telaahnya. Namun demikian,
ragam definisi tersebut memiliki ciri dan kesamaan. Di bawah ini
dideskripsikan beberapa kutipan pengertian 'motivasi'.
Drs. H.M Alisuf Sobri mengemukakan bahwa “motif adalah dorongan
atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang bertingkah
laku atau berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan motivasi
adalah sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau
mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.30
Berdasarkan deskripsi di atas, 'motivasi' dapat dirumuskan sebagai
sesuatu kekuatan atau energi yang menggerakkan tingkah laku seseorang
untuk beraktivitas.
Dari beberapa definisi yang terurai dapat dipahami, bahwa motivasi
adalah suatu sikap atau tindakan yang memiliki dorongan untuk melakukan
suatu perbuatan atau tingkah laku.
Banyak definisi yang diberikan tentang 'belajar'. Misalnya Gage
(1984), mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana organisma berubah
perilakunya.
Cronbach mendefinisikan belajar: "learning is shown by a change in
behavior as a result of experience" (belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan
dalam perilaku individu sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears
mengatakan bahwa: learning is to observe, to read, to imitate, to try
something themselves, to listen, to follow direction" (belajar adalah untuk
mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu, mendengarkan,
mengikuti arahan). Adapun Geoch, menegaskan bahwa: "learning is a change
29
Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan……….h. 193 30
M. Allisuf Sobri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2006), Cet. IV, h. 128-129
27
in performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di
dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik).
Jadi, berdasarkan deskripsi di atas, 'belajar' dapat dirumuskan sebagai
proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir,
berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru; baik
melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial.
Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa
itu sendiri (motivasi intrinsik/motivasi internal) dan/atau berasal dari luar diri
pribadi siswa (motivasi ekstrinsik/motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi
ini jalin-menjalin atau kait mengait menjadi satu membentuk satu sistem
motivasi yang menggerakkan siswa untuk belajar.
Dari uraian yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari
dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha
untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan
dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang
menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya
kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi
yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan merupakan modal
penggerak utama dalam melakoni dunia ini hingga nyawa seseorang berhenti
berdetak. Begitu pula dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu
pula membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses
pembelajarannya.
2. Bentuk-bentuk Motivasi Belajar
Motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1) motivasi intrinsik,
yaitu motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu
sendiri, seperti sistem nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek
lain yang secara internal melekat pada seseorang; dan (2) motivasi ekstrinsik,
28
yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti
kondisi lingkungan kelas-sekolah, adanya ganjaran berupa hadiah (reward)
bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi.
3. Faktor-faktor yang dapat Membangkitkan Motivasi dalam Belajar
Jika kita tinjau dari kacamata agama Islam, lingkaran mitovasi yang
menunjukan adanya upaya yang tak puas-puasnya tentang usaha manusia untuk
menghilangkan ketidak seimbangan atau kesulitan, dapat dibandingkan dengan
firman Allah:
karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. ( QS. Alam Nasrah [94]: 5-6)
Ayat ini menunjukan bahwa lingkaran kesusahan dan kemudahan. Dan
secara tidak langsung, ayat ini dapa memoivasi ketika seseorang merasa
hidupnya terus-menerus berkutat dalam alam kesusahan, sesungguhnya dalam
kesusuhan itu pasti ada kemudahan.
Ada beberapa cara meningkatkan motivasi belajar anak dalam kegiatan
belajar di sekolah, misalnya saja seperti yang diungkapkan A.M. Sardiman
(2005:92-94), yaitu :
a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak
siswa yang justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga yang
dikejar hanyalah nilai ulangan atau nilai raport yang baik. Angka-angka
yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Yang
perlu diingat oleh guru, bahwa pencapaian angka-angka tersebut belum
merupakan hasil belajar yang sejati dan bermakna. Harapannya angka-angka
tersebut dikaitkan dengan nilai afeksinya bukan sekedar kongnitifnya saja.
29
b. Hadiah
Hadiah dapat menjadi motivasi yang kuat, dimana siswa tertarik pada
bidang tertentu yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika hadiah
diberikan untuk suatu pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.
c. Kompetisi
Persaingan, baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan motivasi belajar. Karena terkadang jika ada saingan, siswa
akan menjadi lebih bersemangat dalam mencapai hasil yang terbaik.
d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas
dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah sebagai
salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Bentuk kerja keras siswa
dapat terlibat secara kognitif yaitu dengan mencari cara untuk dapat
meningkatkan motivasi.
e. Memberi Ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan diadakan ulangan.
Tetapi ulangan jangan terlalu sering dilakukan karena akan membosankan
dan akan jadi rutinitas belaka.
f. Mengetahui Hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Dengan
mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat.
Apalagi jika hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan
berusaha mempertahankannya atau bahkan termotivasi untuk dapat
meningkatkannya.
g. Pujian
Apabila ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka
perlu diberikan pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan
memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada
30
waktu yang tepat, sehingga akan memupuk suasana yang menyenangkan
dan mempertinggi motivasi belajar serta sekaligus akan membangkitkan
harga diri.
h. Hukuman
Hukuman adalah bentuk reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan
secara tepat dan bijaksana, bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru
harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman tersebut.
4. Pengaruh Sikap Otoriter Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa
Ada beberapa pendekatan yang dapat diikuti orang tua dalam
berhubungan dengan dan mendidik anak-anaknya. Salah satu diantaranya
adalah sikap dan pendidikan otoriter. Biasanya mengambil sikap otoriter dan
memperlakukan maupun mendidik anak secara otoriter dimaksudkan “demi
kebaikan anaknya”. Orang tua mempunyai cita-cita yang tinggi untuk anaknya,
dan jika anak menuruti segala perintah orang tuanya, anak akhirnya akan
menemukan kebahagiaan. Demikian fikiran orang tua.
Tetapi dalam kenyataannya, anak yang dibesarkan dirumah yang
bersuasana otoriter akan mengalami perkembangan yang tidak diharapkan
orang tua. Orang tua yang menghendaki anaknya mencapai sesuatu yang
dicita-citakan, biasanya berfikir bahwa anaknya juga mempunyai kemampuan
untuk mencapai cita-cita itu, meskipun dalam kenyataannya sering tidak
demikian. Sering kali orang tua menekan anaknya untuk membaca atau
mempelajari hal-hal yang menarik perhatian orang tua. Anak harus mendapat
nilai yang tinggi di buku rapornya, anak harus dapat main musik, dan
sebagainya.
Ada berbagai redaksi anak terhadap perlakuan orang tua demikian.
Anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi mampu memenuhi
kehendak orang tua , akan terbiasa dengan cara berfikir dan cara hidup yang
sesuai dengan cita-cita orang tua yang ditanamkan sejak kecil. Kebiasaan yang
mengarah ke peningkatan semangat untuk mencapai sesuatu yang tinggi dalam
hidup itu mendorongnya untuk bekerja keras, untuk menjadikan kenyataan-
31
kenyataan cita-cita orang tuanya. Kadang-kadang anak macam ini dapat
mencapai apa yang di inginkan orang tuanya, atau setidak-tidaknya mendekati
apa yang diharapkan orang tuanya; tetapi ia belum tentu bahagia, sebab arah
tujuannya tidak merupakan pilihannya sendiri. Anak yang kurang mampu
merealisasi tujuan orang tuanya, akan merasa tertekan. Ia dapat berkembang
menjadi anak yang canggung dalam pergaulan, selalu tegang, khawatir,
bimbang dan bahkan menjadi labil. Anak dari golongan ini mudah lari
keperbuatan menyontek, berbuat tidak jujur, berontak terhadap orang tuanya
secara tersembunyi, atau menjadi anak yang apatis.31
Dalam kitab Al-Muqaddimah hal. 619 pada pasal “Kekerasan terhadap
Anak”, Ibnu Khaldun berpendapat; bahwa pengajaran yang dilakukan dengan
cara yang keras dan kaku bias membahayakan bagi keberadaan anak, terutama
pada masa anak-anak, karena hal itu merupakan kebiasaan yang jelek. Barang
siapa yang mendidik anak-anak dengan cara keras dan kejam, mereka akan
menjadi manusia yang senantiasa merasakan tekanan-tekanan, berkembang
dengan jiwa yang menyesakkan, menghilangkan jiwa dinamisnya,
menimbulkan jiwa-jiwa yang malas, serta memunculkan prilaku-prilaku yang
bohong dan jelek. Juga senantiasa bersikap pura-pura karena mereka takut akan
munculnya tangan-tangan atau sikap kekerasan; dan sikap itu akan menjadi
kebiasaan bagi mereka, maka sepantasnyalah hubungan antara murid dengan
gurunya atau orang tua dengan anaknya dilakukan dengan tidak secara otoriter
dalam mendidiknya.
Pendapat Ibnu Khaldun dapat dipahami bahwa kekerasan dan sikap
otoriter dalam bergaul dengan anak-anak adalah sangat membahayakan, dan
bisa mengakibatkan pada penderitaan dan kenakalan mereka, serta bisa
menumbuhkan prilaku yang bohong, jahat, penipu, dan juga sikap yang
berpura-pura, sehingga menjadi kebiasaan prilaku sehari-hari mereka.32
Dengan memperhatikan uraian di atas, kita lihat bahwa kepribadian
anak terbentuk dan berkembang dengan pengaruh yang diterimanya sejak kecil,
31
Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak……h. 97-98 32
Muhammad Athiyah Al-Abrasi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Titian Ilahi press, 1996), Cet. I, h. 108-109
32
pengaruh itu berasal dari lingkungan, terutama rumah atau keluarga anak.
Pengaruh diterima anak dalam bentuk sifat-sifat kepribadian orang tua, sikap,
perlakuan dan pendidikan.
Pendidikan secara otoriter secara umum tidak menghasilkan hal-hal
positif, tetapi anak membawa akibat yang negative. Akibat negative tidak
hanya diperoleh anak, akan tetapi juga dihayati orang tua. Akibat negative pada
anak akan tetap diterima anak setelah ia dewasa. Pendidikan otoriter bahkan
dapat menghambat kesehatan jiwa anak. Anak dapat mengembangkan pribadi
yang lemah atau bahkan yang kurang sehat.
5. Kerangka Berpikir dan Hipotesis
a. Kerangka Berpikir
Sikap otoriter orang tua pada hakikatnya bertujuan ingin mencari
jalan yang terbaik bagi anak-anaknya kelak, sebab mereka beranggapan
bahwa orang tua memiliki hak untuk menentukan masa depan anaknya
tanpa memikirkan apakah yang terbaik untuknya juga terbaik untuk
anaknya kelak.
Pada dasarnya belajar merupakan suatu usaha untuk melahirkan
perubahan individu berdasarkan aktivitas serta pengalaman yang diperoleh.
Dalam proses belajar terkadang siswa mengalami tekanan dalam belajar
baik dari faktor internal maupun eksternal yang ada pada diri siswa sehingga
dapat menurunkan motivasi belajar, dan masalah ini bisa terjadi timbul
karena dimungkinkan adanya ketidak cocokan terhadap apa yang sedang ia
jalani, karena tuntutan dari orang tuanya.
Dan telah disadari bahwa setiap anak memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menjalani suatu pendidikan, begitupun memiliki minat
yang berbeda pula, oleh karena itu dalam pembahasan ini penulis ingin
menelaah lebih jauh lagi tentang pengaruh adanya sikap otoriter orang tua
terhadap motivasi belajar siswa.
Berdasarka uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap
otoriter orang tua ada pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa.
33
b. Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan karangan pemikiran yang telah
dekemukakan, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ho : tidak terdapat pengaruh antara sikap otoriter orang tua dengan
motivasi belajar siswa.
Ha : terdapat pengaruh antara sikap otoriter orang tua dengan motivasi
belajar siswa.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Yang dimaksud dengan metode penelitian adalah strategi umum yang
dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab
persoalan yang dihadapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode korelasional yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
adanya pengaruh sikap otoriter orang tua terhadap motivasi belajar siswa (studi
kasus di Mts. Al-Hidayah Jatiasih Bekasi).
Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan
keadaan sebenarnya. Untuk memperoleh data yang objektif, maka digunakan dua
bentuk penelitian:
1. Penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan, membaca dan menganalisis buku yang ada hubungannya
dengan masalah sikap otoriter orang tua.
2. Penelitian Lapangan, yaitu penelitian untuk memperoleh data-data lapangan
langsung ke siswa-siswi Mts. Al-Hidayah Jatiasih Bekasi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Mts Al-Hidayah Jati Asih Kota Bekasi, yang
lokasinya di Jl. H. Gemin Jatiasih Bekasi 17421.
34
2. Waktu Penelitian
Peroses penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari perencanaan
dan persiapan instrument, uji coba instrument penelitian yang dilanjutkan
dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian, rentang
waktu yang akan dilaksanakan dari bulan September – Oktober 2011.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi atau apa yang menjadi
titik perhatian suatu penelitian.1 Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel:
a. Variabel sikap otoriter orang tua, variabel ini menduduki posisi sebagai
variabel bebas (independen), yakni yang memberi pengaruh terhadap
hasil. Variabel ini disimbolkan dengan huruf X.
b. Variabel motivasi belajar siswa, variabel ini menduduki posisi sebagai
variabel terikat (dependen), yakni hasil sebagai pengaruh variabel
independen. Variabel ini disimbolkan dengan huruf Y.
Tabel. 1
Variabel Penelitian
Matriks dan kisi-kisi angket penelitian
No Variabel Indikator No Item
1
Variabel sikap
Otoriter Orang
Tua
1. Peraturan-peraturan dan
batasan-batasan mutlak 1, 2, 3, 4, 5
2. Memaksakan kehendak 6, 7, 8, 9, 10
3. Memberikan hukuman-hukuman
secara langsung 11, 12, 13, 14
4. Tidak adanya komunikasi dua
arah 15, 16, 17
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendeekatan, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1996), hal. 104
35
5. Kondisi ekonomi keluarga 18, 19, 20
Jumlah 20
2 Motivasi
Belajar Siswa
1. Tekun menghadapi tugas 21, 22, 23, 24
2. Ulet menghadapi kesulitan 25, 26, 27, 28
3. Menunjukan minat belajar 29, 30, 31, 32, 33
4. Kemandirian 34, 35, 36, 37
5. Senang mencari dan
memecahkan soal-soal
38, 39,40
Jumlah 20
D. Sumber Data Penelitian
Responden sebagai data penelitian adalah siswa kelas IX MTs Al-Hidayah
Jatiasih Bekasi yang telah terseleksi melalui angket yang telah disebar. Menurut
Arikunto “Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Apabila penelitian menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data yang disebut responden yaitu orang
yang merespon”.
E. Populasi dan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi MTs Al-Hidayah Jatiasih
Bekasi yang diambil dengan cara penyaringan dari seluruh kelas IX Mts. Al-
Hidayah yang berjumlah 154 siswa. Hal ini didasarkan atas alasan bahwa penulis
mencari siswa-siswi yang mengalami keotoriteran oleh orang tuanya dalam
masalah kependidikan. Disamping itu, alasan penulis mengambil kelas IX untuk
dijadikan sample karena diasumsikan mereka labih mampu memikirkan masalah
tersebut dan sudah mampu untuk menyikapinya sendiri.
36
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data, yaitu:
1. Observasi, yang artinya meninjau, memperhatikan dan mengamati
kenyataan di lapangan. Observasi merupakan proses pengamatan dan
ingatan, untuk mengetahui kenyataan objektif objek penelitian.
2. Angket, Angket adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara
tertulis oleh “ responden “ baik secara langsung atau tidak langsung.
G. Teknik Analisis Data
Tekinik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan-keterangan atau data-data tersebut dapat dipahami tidak
hanya oleh peneliti, akan tetapi dapat dipahami oleh orang lain yang ingin
mengetahui hasil penelitian. Dalam menganalis data penulis menggunakan teknik
sebagai berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau
kuesioner yang berhasil dikumpulkan.
2. Skoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket, dengan bobot
nilai untuk setiap jawaban sebagai berikut:
a) Alternatif jawaban A mempunyai bobot nilai 5
b) Alternatif jawaban B mempunyai bobot nilai 4
c) Alternatif jawaban C mempunyai bobot nilai 3
d) Alternatif jawaban D mempunyai bobot nilai 2
e) Alternatif jawaban E mempunyai bobot nilai 1
3. Presentase, perhitungan dilakukan untuk mengetahui besar kecilnya
tingkat keberhasilan yang dilakukan guru. Angka presentasi diperoleh
dengan cara frekuensi jawaban dibagi jumlah responden dikalikan 100%
dengan rumus statistik presentasi sebagai berikut:
37
F
P= x 100%
N
Keterangan:
P = Prosentase jawaban
F = Frekuensi jawaban responden
N = Number of Cases (jumlah responden)
Dalam teknis pelaksanaan atau analisisnya, yaitu dengan memeriksa
jawaban-jawaban dari setiap reponden atau siswa, lalu dijumlah sehingga
menghasilkan skor total, lalu diklasifikasikan dan ditabulasikan (dibuat tabel),
data yang didapat dari setiap item pertanyaan akan dibuat satu tabel masing-
masing.
4. Korelasi
Untuk mencari nilai korelasi antara variabel X dengan variabel Y dan juga
mengetahui apakah hubungan kedua variabel tersebut temasuk hubungan
yang erat, cukup, atau lemah, maka penulis menggunakan rumus “r”
Product Moment sebagai berikut:
rxy = ])(][)([
))((
2222 YYNXXN
YXXYN
Keterangan:
rxy = Angka Indeks Korelasi
N = Number of Cases
xy = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y
X = Jumlah keseluruhan skor X
Y = Jumlah keseluruhan skor Y
Dan sebelumnya, penulis terlebih dahulu membuat tabel perhitungan
sebanyak 6 kolom yaitu sebagai berikut:
Kolom 1: Subjek Penelitian (Responden)
Kolom 2: Skor Variabel X
Kolom 3: Skor Variabel Y
Kolom 4: Hasil Pengkuadratan Skor Variabel X (X2)
38
Kolom 5: Hasil Pengkuadratan Skor Variabel Y (Y2)
Kolom 6: Hasil Perkalian antara Skor Variabel X dengan Variabel Y
(XY)
5. Interpretasi data
Setelah diketahui hubungan dari dua variabel, langkah selanjutnya yaitu
interprestasi data dengan dua cara:
a. Interprestasi sederhana dengan cara mencocokkan hasil
perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” Product Moment
seperti ini:
Tabel. 2
Angka Indeks Korelasi Product Moment
Besarnya “r”
Product Moment Interpretasi
0,00 – 0,20 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi akan tetapi korelasi itu
sangat lemah atau sangat rendah
sehingga korelasi itu diabaikan atau
dianggap tidak ada korelasi antara
variabel X dan variabel Y
0,21 – 0,40 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi yang lemah atau
rendah
0,41 – 0,70 Antara variabel X dan Variabel Y
terdapat korelasi yang sedang atau
cukup
0,71 – 0,90 Antara variabel X dan Variabel Y
terdapat korelasi yang kuat atau tinggi
0,91 -1,00 Antara variabel X dan Variabel Y
terdapat korelasi yang sangat kuat atau
sangat tinggi
39
b. Interprestasi terhadap “r” Product Moment, yaitu dengan terlebih
dahulu merumuskan hipotesis kerja/alternatif (Ha) dan hipotesis
nihil (Ho). Kemudian mencari drajat bebasnya (db) atau degress
freedomnya (df) yang rumusnya:
Df = N-nr
Df = Degree of freedom
N = Number of casses
Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan
Setelah diperoleh hasil dari df, maka dapat di cari besarnya “r” yang
tercantum dalam tabel Nilai “Product Moment” baik pada taraf signifikansi 1%.
Jika “r” observasi (ro) sama dengan atau lebih besar ( > ) dari pada “r” tabel (rt)
maka Hipotesis Alternatif (Ha) diterima atau terbukti kebenarannya. Berarti
memang benar antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang signifikan.
Sedangkan Ho tidak dapat dierima atau tdak dapat terbukti kebenarannya. Ini
berarti menunjukan bahwa tidak adanya korelasi antara variabel X dan variabel Y.
Sebaliknya, jika “r” observasi (ro) sama dengan atau lebih kecil ( < ) dari pada “r”
tabel (rt) maka Hipotesis alternatif (Ha) tidak dapat dierima atau tidak terbukti
kebenarannya. Sedangkan (Ho) dapat diterima atau terbukti kebenarannya.
Selanjutnya untuk mencari dan mengetahui seberapa besar kontribusi
variabel X dan variabel Y dipergunakan rumus sebagai berikut:
KD = r² x 100%
Keterangan:
KD = Koefisien Determinetion (kontribusi variabel X dan variabel Y)
R = Koefisien Korelasi antara variabel X dan Y
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Mts. Al-Hidayah Jatiasih Bekasi
1. Sejarah berdirinya Mts. Al-Hidayah
Yayasan perguruan Islam Al-Hidayah dirintis sejak tahun1963 oleh
KH. Gemin bin Nawi, sebagai yayasan yang lahir dari masyarakat Al-Hidayah
mulai berkiprah di dunia pendidikan sejak tahun 1974 jenjang pendidikan yang
dikelola pertama kali yaitu Madrasah Diniyah dan Maddrasah Ibtidaiyah (MI),
dari tahun ke tahun dengan dengan segala rintangan dan tantangan terus
berjalan seiring berputarnya waktu dan sampai akhirnya mendapat kepercayaan
dari masyarakat, hal ini terbukti dengan berkembangnya jenjang pendidikan
yang dikelola mulai dari taman kanak-kanak, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah
Aliyah hingga SMK.
Madrasah Tsanawiyah Al-Hiidayah terbentuk pada tahun 1980 dan
mulai beropersi pada tahun 1981, terletak di Jln. H. Gemin No. 63 Kelurahan
Jatikramat Jatiasih Bekasi. Status akreditasi mulai TERDAFTAR, DIAKUI,
DISAMAKAN telah dilalui oleh Madrasah ini dan terakhir ini berpringkat “B”
dengan (SK No: B/Kw.10/4/pp.005/95/36/2006)
Dalam rangka mengembangkan intelektual para murid selain mengikuti
kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga mengembangkan
kurikulum muatan lokal (MULOK) yang dapat mempengaruhi life skill
diantaranya: Komputer, program programer, penguasaan dua bahasa asing
(Bahasa Arab dan Bahasa Inggris) melalui pengajian kitab kuning dan
conversation juga menetapkan nilai iman dan takwa dengan membaca Al-
41
Kepala Sekolah
H. Jahrudin, M.Pd
Komite
Sekolah Yayasan
SISWA
Kurikulum
H. Zaenuddin. S, M.Pd
Sarana
Sariful Bachri
Kesiswaan
H. Sholahuddin, S.Hi
Tata Usaha (TU)
1. Fitriani
2. Yuli Susanti
Wali Kelas
Kls Wali Kelas
2.1 Moc. Ali
2.2 Delia Sartika
2.3 Bahtiar Rifai’
Kls Wali Kelas
1.1 Syarifullah B
1.2 H. Sholahudin
1.3 Nasyirotul. M
Kls Wali Kelas
2.1 Agus S
2.2 Khusnul Hadi
2.3 Sony Prasetyo
3.4 Eti Nurhayati
Wakamad Bidang
Qur’an setiap harinya sebelum jam pertama dimulai (07.00-07.15), shalat
dzuhur berjama’ah kecuali hari jum’at.
2. Struktur Organisasi
42
3. Visi dan Misi
Visi
Unggul dalam ilmu kokoh dalam aqidah
Misi
a. Menanamkan penguasaan ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang
diperlukan bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk
melanjutkan ke jenjang berikutnya
b. Menanamkan kemampuan untuk beradaptasi dengan anggota masyarakat
dan lingkungannya dengan berakhlak mulia
c. Menyiapkan lulusan yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai ke
Islaman dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
4. Kurikulum
Kurikulum yang dipergunakan oleh MTs. Al-Hidayah adalah KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) yang telah disempurnakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
Tabel 3
Kurikulum Sekolah
No Mata Pelajaran Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pendidikan Agama Islam :
a. al-Qurían Hadits
b. Aqidah Akhlak
c. Fiqih
d. SKI
e. Bahasa Arab
Pendidikan & Kewarganegaraan
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a. Fisika
1
2
2
2
1
2
4
4
6
3
1
2
2
2
1
2
4
4
6
3
1
2
2
2
1
2
4
4
6
3
43
7.
8.
9.
10.
11.
b. Biologi
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Geografi
b. Sejarah
c. Ekonomi
Seni Budaya
Pendidikan Jasmani & Kesehatan
(Penjaskes)
Keterampilan (Kerajinan Tangan dan
Kesenian)
Muatan Lokal
a. PLKJ
3
3
3
3
1
2
2
1
3
3
3
3
1
2
2
1
3
3
3
3
1
2
2
1
Jumlah Jam Pelajaran 45 45 45
Sumber : Dokumentasi MTs. Al-Hidayah Jatiasih Bekasi
Keterangan :
Jumlah jam pelajaran satu Minggu = 45 jam @ 40 menit
Senin = 7 jam pelajaran
Selasa = 8jam pelajaran
Rabu = 8jam pelajaran
Kamis = 8jam pelajaran
Jum'at = 6 jam pelajran
Sabtu = 8jam pelajaran
Jumlah = 45 jam pelajaran
B. Deskripsi Data
1. Deskripsi Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian
ini adalah menggunakan angket yang disebarkan pada responden
berdasarkan sampel yaitu kepada siswa-siswi kelas IX Mts. Al-hidayah Jatiasih
44
Bekasi yang diambil dengan cara penyaringan dari setiap kelasnya yang sesuai
dengan target penelitian, yaitu siswa-siswi yang menurut penilaian penulis
mengalami sikap keotoriteran oleh orang tuanya dalam masalah pendidikan,
dari keseluruhan kelas IX yang berjumlah 154 siswa, penulis hanya
mendapatkan 23 siswa yang sesuai dengan penelitian penulis yang didapatkan
dengan cara penyebaran angket keseluruh siswa-siswi kelas IX Mts. Al-
Hidayah. Di dalam angket tersebut terangkum dua variabel yaitu variabel X
(sikap otoriter orang tua) dan variabel Y (motivasi belajar siswa) yang
berjumlah 40 item yang terdiri dari 20 kuisioner tentang sikap otoriter orang
tua dan 20 kuisioner tentang motivasi belajar siswa.
Kemudian data yang diperoleh akan diolah dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus :
P =𝑓
𝑁 𝑥 100%
P : Prosentase yang dicari
F : Frekuensi
N : Number of cases
Dari data persentase setiap item pernyataan yang diajukan sebanyak 20
item pernyataan tentang sikap otoriter orang tua, adapun sebagai berikut
persentasenya:
a. Peraturan-peraturan dan batasan mutlak
Tabel 4
Memberi batasan-batasan dalam bergaul tanpa terkecuali
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
4
15
4
-
-
17.39
65.22
17.39
Jumlah 23 100
45
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 1
Tabel di atas menunjukkan bahwa 17.39% siswa menyatakan
selalu orang tuanya memberikan batasan dalam bergaul tanpa terkecuali,
65.22% menyatakan sering, 17.39% kadang-kadang sedangkan yang
menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat
diketahui sebagian besar orang tua siswa memberikan batasan mutlak
dalam bergaul tanpa terkecuali.
Tabel 5
Rasa tertekan dengan peraturan-peraturan yang dierapkan
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
5
15
3
-
-
21.74
65.22
13.04
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No:2
Tabel di atas menunjukkan bahwa 21.74% siswa menyatakan
selalu merasa tertekan dengan peraturan-peraturan yang diterapkan oleh
orang tua mereka, 65.22% menyatakan sering, 13.04% kadang-kadang
sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan
demikian dapat diketahui sebagian besar siswa yang menjadi sample
penulis merasa tertekan dengan peraturan-peraturan yaang diterapkan oleh
orang tua mereka.
46
Tabel 6
Diharuskan selalu izin setiap kali keluar rumah
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
8
13
2
-
-
34.78
56.52
8.70
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 3
Tabel di atas menunjukkan bahwa 34.78% siswa menyatakan
selalu harus izin jika hendak keluar rumah, 56.52% menyatakan sering,
8.70% kadang-kadang sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak
pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar
orang tua siswa menginstruksikan anaknya unuk selalu izin jika hendak
keluar rumah.
Tabel 7
Menghambat bakat positif yang dimiliki anak karena sebab
peraturan yang diterapkan
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
16
4
-
-
13.04
69.57
17.39
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 4
47
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13.04% siswa menyatakan
selalu merasa bakat positifnya terhambat karena peraturan-peraturan yang
diterapkan orang tuanya, 69.57% menyatakan sering, 17.39% kadang-
kadang sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada.
Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar peraturan yang
diterapkan orang tua siswa yang menjadi sample penulis menghambat
batas positif yang mereka miliki.
Tabel 8
Mengontrol tentang kegiatan setiap harinya
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
7
13
3
-
-
30.43
56.52
13.04
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 5
Tabel di atas menunjukkan bahwa 30.43% siswa menyatakan
selalu orang tuanya bertanya tentang kegiatannya sehari-hari, 56.52%
menyatakan sering, 13.04% kadang-kadang sedangkan yang menyatakan
jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui
sebagian besar orang tua siswa bertanya tentang kegiatannya setiap harinya.
b. Memaksakan kehendak
Tabel 9
Bersekolah dilembaga pendidikan yang diinginkan orang tua
Alternatif F %
Selalu 2 8.70
48
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
18
3
-
-
78.26
13.04
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 6
Tabel di atas menunjukkan bahwa 8.70% siswa menyatakan
selalu orang tuanya yang memilihkan jenjang pendidikan tanpa
sepengetahuan siswa, 78.26% menyatakan sering, 15% kadang-kadang
sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan
demikian dapat diketahui sebagian besar orang tua siswa memilihkan
jenjang pendidikan tanpa adanya persetujuan sang siswa.
Tabel 10
Tidak adanya kontribusi antara lembaga pendidikan yang diambil
dengan cita-cita anak
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
4
14
5
-
-
17.39
60.87
21.74
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 7
Tabel di atas menunjukkan bahwa 17.39% siswa menyatakan
selalu tidak adanya kontribusi antara jenjang pendidikan yang dipilihkan
dengan cita-cita yang diinginkan siswa, 60.87% menyatakan sering,
21.74% kadang-kadang sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak
49
pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar
orang tua siswa memilihkan jenjang pendidikan yang tidak sesuai dengan
cita-cita yang dimiliki oleh siswa.
Tabel 11
Merasa tidak nyaman dengan jenjang pendidikan yang dijalankan
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
7
11
2
-
13.04
30.43
47.83
8.70
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 8
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13.04% siswa menyatakan
selalu tidak nyaman dengan jenjang pendidikan yang sedang mereka jalani
30.43% siswa menyatakan sering, 47.83% menyatakan kadang-kadang,
8.70% jarang sedangkan yang menyatakan selalu dan tidak pernah tidak
ada. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar siswa pernah
merasa tidak nyaman dengan jenjang pendidikan yang sedang mereka jalani.
Tabel 12
Menekankan untuk berprestasi di sekolah
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
9
12
2
-
-
39.13
52.17
8.70
-
-
Jumlah 23 100
50
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 9
Tabel di atas menunjukkan bahwa 39.13% siswa menyatakan
selalu orang tuanya menekankan untuk berprestasi di sekolah, 52.17%
menyatakan sering, 8.70% kadang-kadang sedangkan yang menyatakan
jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui
sebagian besar siswa mendapatkan tekanan untuk berprestasi di sekolahnya.
Tabel 13
Di paksa untuk selalu belajar
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
10
11
2
-
-
43.48
47.82
8.70
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 10
Tabel di atas menunjukkan bahwa 43.48% siswa menyatakan
selalu dipaksakan untuk terus belajar, 47.82% menyatakan sering, dan
8.70% siswa yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan yang
menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat
diketahui hampir semua siswa yang menjadi bahan penelitian penulis selalu
dipaksakan untuk belajar oleh orang tuanya.
51
c. Memberikan hukuman-hukuman secara langsung
Tabel 14
Memberikan hukuman langsung ketika mendapatkan nilai jelek
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
13
7
-
-
13.04
56.52
30.44
-
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 11
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13.04% siswa menyatakan
selalu orang tuanya memberikan hukuman langsung ketika mendapatkan
nilai jelek, 56.53% menyatakan sering, 35% menyatakan kadang-kadang,
sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan
demikian dapat diketahui sebagian besar siswa pernah mendapatkan
hukuman langsung ketika mendapatkan nilai yang jelek.
Tabel 15
Merasa sakit hati dengan hukuman yang diberikan orang tua
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
10
10
-
-
13.04
43.48
43.48
-
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 12
52
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13.04% siswa menyatakan
selalu sakit hati dengan hukuman yang diberikan orang tuanya ketika
mendapakan nilai jelek, 43.48% menyatakan sering, dan 43.48%
menyatakan kadang-kadang, sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak
pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar siswa
pernah merasakan sakit hati dengan hukuman-hukuman yang diberikan
orang tua mereka.
Tabel 16
Tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan kesalahan yang
dilakukan anak
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
14
5
1
-
13.04
60.87
21.74
4.35
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 13
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13.04% siswa menyatakan
selalu orang tuanya tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk
menjelaskan kelasahan yang dilakukan anak, 60.87% menyatakan sering,
21.74% kadang-kadang dan 4.35% jarang. Sedangkan yang menyatakan
tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar
siswa yang menjadi sample penulis tidak mendapatkan kesempatan untuk
menjelaskan kesalahan yang telah dilakukan olehnya.
53
d. Tidak adanya komunikasi dua arah
Tabel 17
Tidak dikut sertakan memilih dalam menentukan jenjang
pendidikan yang akan ditempuh anak
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
6
10
6
1
-
26.09
43.47
26.09
4.35
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 14
Tabel di atas menunjukkan bahwa 26.09% siswa menyatakan
selalu orang tuanya memilihkan lembaga pendidikan tanpa sepertujuannya,
43.47% menyatakan sering, 26.09% kadang-kadang dan 4.35% jarang,
sedangkan yang menyatakan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian
dapat diketahui sebagian besar siswa bersekolah di lembaga pendidikan
hampir sebagian besar pilihan orang tuanya dan tanpe seengetahuan siswa.
Tabel 18
Tidak diberikesempatan untuk berpendapat
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
9
11
3
-
-
39.13
47.83
13.04
-
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
54
No: 15
Tabel di atas menunjukkan bahwa 39.13% siswa menyatakan
selalu orang tuanya tidak memberi kesempatan untuk mengajukan
pendapatnya, 47.83% menyatakan sering, 13.04% kadang-kadang
sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan
demikian dapat diketahui sebagian besar siswa tidak mendapatkan
kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
Tabel 19
Tidak diikut sertakan dalam membuat peraturan keluarga
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
2
17
4
-
-
8.70
73.91
17.39
-
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 16
Tabel di atas menunjukkan bahwa 8.70% siswa menyatakan
selalu tidak diikut sertakan dalam pembuatan peraturan-peraturan keluarga,
73.91% menyatakan sering, 17.39% kadang-kadang sedangkan yang
menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat
diketahui sebagian besar siswa tidak diikut sertakan dalam membuat
peraturan-peraturan keluarga.
Tabel 20
Merasa seperti orang asing dirumah sendiri
Alternatif F %
Selalu
Sering
2
9
8.70
39.13
55
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
10
2
-
43.47
8.70
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 17
Tabel di atas menunjukkan bahwa 8.70% siswa menyatakan
selalu merasa sebagai orang asing dirumah sendiri, 39.13% menyatakan
sering, dan 43.47% kadang-kadang dan 8.70% jarang sedangkan yang
menyatakan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian dapat diketahui
sebagian besar siswa pernah merasa seperti orang asing di rumahnya
sendiri.
e. Kondisi ekonomi
Tabel 21
Memberikan kebutuhan anak dengan syarat
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
12
8
-
-
13.04
52.17
34.78
-
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 18
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13.04% siswa menyatakan
selalu orang tuanya memberikan kebutuhannya sehari-hari dengan syarat
tertentu, 52.17% menyatakan sering, 34.78% kadang-kadang sedangkan
yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada. Dengan demikian
56
dapat diketahui sebagian besar siswa merasakan jika membutuhkan sesuau
harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh orang tuanya.
Tabel 22
Memberikan uang saku lebih, jika menurui segala peraturan yang
telah ditetapkan oleh orang tuanya
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
3
16
4
-
-
13.04
69.57
17.39
-
-
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 19
Tabel di atas menunjukkan bahwa 13% siswa menyatakan selalu
orang tuanya memberikan uang saku lebih jika siswa menuruti segala
peraturan yang dibuatnya, 69.57% menyatakan sering, 17.39% menyatakan
kadang-kadang, sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak
ada. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar siswa
mendapatkan uang saku lebih jika mematuhi peraturan yang dibuat oleh
orang tuanya.
Tabel 23
Merasa kekurangan fasilitas yang diperlukan dalam menggapai cita-
cita yang diinginkan ketika di rumah
Alternatif F %
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
5
12
6
-
21.74
52.17
26.09
-
57
Tidak pernah - -
Jumlah 23 100
Sumber: Instrumen Kuisioner tentang Sikap Otoriter Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Siswa
No: 20
Tabel di atas menunjukkan bahwa 21.74% siswa menyatakan
selalu merasa kekurangan fasilitas yang baik dalam mengembangkan bakat
positif ketika berada di rumah, 52.17% menyatakan sering, 26.09% kadang-
kadang sedangkan yang menyatakan jarang dan tidak pernah tidak ada.
Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar siswa merasakan kurang
fasilitas yang baik dalam mengambangkan bakat positif yang dimilikinya.
2. Analisis Data
Tabel 24
Skor Angket Sikap Otoriter Orang Tua
No Nama Responden Skor instrumen Sikap Orang Tua
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
76
79
80
81
83
81
80
81
80
80
71
84
80
78
Cukup Otoriter
Cukup Otoriter
Otoriter
Otoriter
Otoriter
Otoriter
Otoriter
Otoriter
Otoriter
Otoriter
Cukup Otoriter
Otoriter
Otoriter
Cukup Otoriter
58
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
80
80
76
79
79
79
85
77
77
Otoriter
Otoriter
Cukup Otoriter
Cukup Otoriter
Cukup Otoriter
Otoriter
Cukup Otoriter
Cukup Otoriter
Cukup Otoriter
Tabel di bawah ini adalah tabel sikap otoriter orang tua (X) dan
motivasi belajar siswa (Y):
Tabel 25
Skor Angket Sikap Otoriter Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa
No Responden
Sikap Otoriter Orang
Tua (X)
Motivasi Belajar Siswa
(Y)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
76
79
80
81
83
81
80
81
80
80
71
64
69
70
67
67
65
72
67
71
73
70
59
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
84
80
78
80
80
76
79
79
79
85
77
77
71
67
61
65
65
66
72
71
69
67
67
70
Jumlah 1825 1566
Sumber: Hasil Instrumen Sikap Otoriter Orang Tua siswa dan Motivasi Belajar
Siswa
Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif anatara sikap
otoriter orang tua (variabel X) dengan motivasi belajar siswa (variabel Y), maka
penulis menggunakan rumus Product Moment dengan memasukkan data-data
yang diperoleh ke dalam tabel yaitu:
Tabel 26
NO X Y XY X² Y²
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
76
79
80
81
83
81
80
64
69
70
67
67
65
72
4864
5451
5600
4617
5561
5265
5760
5776
6241
6400
6561
6889
6561
6400
4096
4761
4900
3249
4489
4225
5184
60
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
81
80
80
71
84
80
78
80
80
76
79
79
79
85
77
77
67
71
73
70
71
67
61
65
65
66
72
71
69
67
67
70
5427
5680
5840
4970
5964
5360
4758
5200
5200
5016
5688
5609
5451
5695
5159
5390
6561
6400
6400
5041
7056
6400
6084
6400
6400
5776
6241
6241
6241
7225
5929
5929
4489
5041
5329
4900
5041
4489
3721
4225
4225
4356
5184
5041
4761
4489
4489
4900
N = 23 𝑋 = 1826 𝑌 = 1566 𝑋Y=
124.335
𝑋 ² =
145.152
𝑌² = 106.824
rxy = ])(][)([
))((
2222 YYNXXN
YXXYN
= ])1566(106824.23][)1826(145152.23[
)1566).(1826(124335.23
22
= ]24523562456952][33342763338496[
28595162859705
= 4596.4220
189
= 19395120
189 = 043,0
99,4403
189
61
C. Sikap Otoriter Orang Tua dan Pengaruhnya terhadap Motivasi Belajar
Siswa
Dari perhitungan di atas ternyata angka nilai koefisien korelasi antara hasil
penelitian angket sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya terhadap motivasi
belajar siswa sebesar 0,043. Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang positif atau tidak, maka “r” hasil perhitungan dibandingkan
dengan “r” tabel. Sebelum membandingkannya, terlebih dahulu dicari df atau db-
nya dengan rumus df = N-nr yaitu : 23 - 2 = 21. df sebesar 21 diperoleh “r” tabel
(rt) pada taraf signifikansi 5 % sebesar 0,413. Sedangkan pada taraf signifikansi 1
% sebesar 0, 526. Dengan demikian dapat diketahui “r” hitung jauh lebih
rendah daripada “r” tabel pada taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf
signifikansi 1 %, yang artinya dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh
yang positif antara sikap otoriter orang tua dengan motivasi belajar siswa,
semakin sikap otoriter diterapkan dalam kehidupan siswa maka besar
kemungkinan akan semakin menurunnya motivasi belajar siswa.
D. Interpretasi Data
Seperti telah dikemukakan pada bab terdahulu dalam
memberikan interpreasi terhadap rxy atau ro dapat ditempuh dengan dua macam
cara, yaitu :
1. Interpretasi secara sederhana
Dari perhitungan di atas, telah diperoleh rxy sebesar 0,043. Jika
diperhatikan, maka Angka Indeks Korelasi yang telah diperoleh tidak
bertanda negatif, akan tetapi hasilnya sangatlah rendah. Karena, hasil yang
diperoleh terletak pada Indeks Korelasi 0,00 – 0,20 yang berarti antara variabel
X dan variabel Y terdapat korelasi akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau
sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan atau dianggap tidak ada korelasi
antara variabel X dan variabel Y. Ini berarti antara variabel X (sikap otoriter
orang tua) dengan variabel Y (motivasi belajar) dapat dinyatakan bahwa
korelasi antara keduanya tergolong sangat lemah atau sangatlah rendah.
Dengan demikian secara sederhana dapat penulis berikan interpretasi
62
terhadap rxy tersebut, yaitu bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan
antara variabel X dan variabel Y.
2. Interpretasi dengan menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment.
Langkah pertama yang ditempuh adalah terlebih dahulu mencari df
(degree of freedom atau derajat kebebasan) dengan rumus df = N - nr.
Responden yang diteliti yakni sebanyak 23 orang, dengan demikian N =
23. variabel yang penulis cari korelasinya adalah variabel X dan variabel
Y. jadi nr = 2. Dengan mudah dapat diperoleh df-nya yaitu df = 23 - 2 = 23.
Diperoleh “r” tabel (rt) pada taraf signifikansi 5 % sebesar 0,413. Sedangkan
pada taraf signifikansi 1 % sebesar 0, 526. Dengan demikian dapat diketahui
“r” hitung jauh lebih rendah daripada “r” tabel pada taraf signifikansi 5 %
(0,043 ≤ 0,413) maupun pada taraf signifikansi 1 %(0,043 ≤ 0,526). Karena,
rxy yang diperoleh dari hasil sikap otoriter orang tua dan motivasi belajar siswa
hanya 0,043. Dan ini menghasilkan kesimpulan bahwa antara sikap otoriter
orang tua dengan motivasi belajar siswa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara keduanya.
Selanjutnya untuk mencari dan mengetahui seberapa besar kontribusi variabel
X dan variabel Y menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = r² x 100%
KD = 0,043² x 100 % = 0,185 %
Dari hasil perhitungan mencari besarnya kontribusi antara variabel X
(sikap otoriter orang tua) dan variabel Y (motivasi belajar siswa) ternyata
hanya menghasilkan 0,185%. Dan itu bertanda bahwa kontribusinya sangatlah
kecil antara kedua variabel tersebut.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan interpretasi yang telah dilakukan, maka penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Responden yang diperoleh dari 154 siswa kela IX MTs. Al-Hidayah Jatiasih
Kota Bekasi hanya tersaring sebanyak 23 responden yang dapat dijadikan
sample pada penelitian ini.
2. Berdasarkan hasil penelitian mengenai sikap otoriter orang tua dan
pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa Mts. Al-Hidayah Jatiasih Kota
Bekasi menghasilkan ro atau rxy sebesar 0,043 yang terletak pada Indeks
Korelasi 0,00 – 0,20 yang berarti antara variabel X dan variabel Y terdapat
korelasi akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga
korelasi itu diabaikan atau dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan
variabel Y. Begitupun dalam interpretasi dengan menggunakan Table Nilai
“r” Product Moment, ternyata “r” hitung jauh lebih kecil dari pada “r” tabel,
baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1%. Dengan demikian Hipotesa Nol
(Ho) diterima atau disetujui, sedangkan Hipotesa Alternatif (Ha) ditolak.
Hal ini menunjukab bahwa tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki oleh
siswa sangat bergantung pada sikap yang diterapkan oleh orang tua di rumah.
Semakin otoriter sikap yang diterapkan oleh orang tua, maka akan semakin
menurun motivasi yang dimiliki oleh siswa dalam belajar.
3. Adapun dampak dari sikap otoriter yang diterapkan oleh orang tua
mempengaruhi sikap dan tingkahlaku yang dimiliki oleh anak, karena dari
sikap otoriter yang diterapkan oleh orang tua bisa menjadikan anak bersikap
64
lemah, tidak mampu menerima penolakan, sulit bersosialisasi bahkan akan
bersikap apatis.
4. Dari hasil perhitungan mencari besarnya kontribusi antara variabel X (sikap
otoriter orang tua) dan variabel Y (motivasi belajar siswa) ternyata hanya
menghasilkan 0,185%. Dan itu bertanda bahwa kontribusinya sangatlah kecil
atau sangat rendah antara kedua variabel tersebut.
B. Saran
1. Untuk para orang tua hendaklah menyadari bahwa keluarga merupakan
lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan
diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan
tungkah laku, watak, moral dan pendidikan pada anak. Pengalama
interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak
terhadap orang lain dalam masyarakat. Walaupun anak telah di masukkan ke
sekolah, namun bukan berarti peran orang tua dalam mendidik anak
hilang. Bahkan cara dan sikap orang tua dalam mendidik anak-anaknya
itu sangat berhubungan dengan motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa.
Oleh karena itu hendaklah orang tua memeriksa sikap yang telah diterapkan
kepada anak-anaknya agar anak tidak merasa tertekan dengan sikap yang
diterapkan kepadanya, khususnya dalam masalah pendidikan.
2. Untuk para guru, karena sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah
keluarga hendaklah memperhatikan perkembangan siswa terutama yang
memiliki kurangnya motivasi dalam belajar atau yang memiliki rendahnya
semangan untuk belajar.
3. Untuk para siswa janganlah merasa takut untuk berkomunikasi, baik
dengan orang tua maupun guru, ungkapknlah masalah dan perasaan anda
serta kejanggalan yang membuat anda merasa tidak nyaman dalam
menjalankan jenjang pendidikan yang sedang anda jalankan. Karena para
pendidikan yang akan membimbing anak didik mereka menuju kedewasaan.
Yang lebih terpenting berusahalah untuk terus bersemangat dalam belajar
65
DAFTAR PUSTAKA
Agnes Tri Hajaningrum, et al, Peran Orang Tua dan Praktisi dalam Membantu
Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Pengalaman Teori
dan Tren Pendidikan, Jakarta: Prenada, 2007
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991
Al-Abrasi, Muhammad Athiyah, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Titian Ilahi press, 1996
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1996
Azhari, Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: PT Mizan Publika,
2004
Baharits, Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab ayah terhadap Anak Laki-laki,
Jakarta: Gema Insani Press, 1966
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1999
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Gunarsa, Singgih D dan Ny. Gunarsa, Singgih D, Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja,Jakarta: Gunung Mulia, 1995
Halim, Abdul, M. Nipan, Anak Soleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta : Mira
Pusaka, 2000
Hamid, Abdullah Khaluk, Bimbinglah Anakmu Mengenal Allah SWT : Sebuah
catatan untuk Racmat Djatmika, Sistem Etika Islami, Jakarta: Pustaka Panji
Mas, 1992
H. Carl. Witherington, Psikologi Pendidikan, Ter. Dari Educational Psyichology
oleh M. Buchori, Bandung: Jemmars, 1982
Http://Blog.Re.Or.Id/Mengikis-Sikap-Otoriter-Tausyiah-Aa-Gym.Htm
Idris, Zahara dan Jamal, lisma, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Gramedia
Widiasmara, 1992
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999
Istadi, Irawati Seri Psikologi Anak 2; Istimewa Setiap Anak, Jakarta: Pustaka Inti,
2002
66
Kartono, Kartini, Peranan Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rajawali Press,
1992
Krippendorff, Klaus, Analisis Isi: pengantar Teori dan Mtodologi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993
Megawangi, Ratna, Yang Terbaik untuk Buah Hatiku, Bandung: Khansa, 2006
Monty p. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, Jakarta:
Pustaka Populer Obor, 2003
Munadir, Utami, Hubungan Istri, Suami, dan Anak dalam Keluarga, Jakarta:
Pustaka Antara, 1992
Nazir, Moh. Ph.D, Metode PenelitianII, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988
Poebakawatja, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 1991
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang,
1974
Sobri, M. Allisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2006
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, Bandung: Citra Umbaran, 2006
Yatim-Irwanto, Danny I., kepribadian Keluarga dan Narkotika, Jakarta: Arcan,
1991
UJI REFERENSI
No Judul Buku dan Pengarang Paraf
1.
Abdullah Khaluk Hamid, Bimbinglah Anakmu Mengenal Allah
SWT : Sebuah catatan untuk Racmat Djatmika, Sistem Etika
Islami, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992)
2. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1991)
3. Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab ayah terhadap
Anak Laki-laki, (Jakarta: Gema Insani Press, 1966)
4.
Agnes Tri Hajaningrum, et al, Peran Orang Tua dan Praktisi
dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui
Pemahaman Pengalaman Teori dan Tren Pendidikan, (Jakarta:
Prenada, 2007)
5. Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta:
PT Mizan Publika, 2004)
6. Danny I. Yatim-Irwanto, kepribadian Keluarga dan Narkotika,
(Jakarta: Arcan, 1991)
7. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999)
8.
H. Carl. Witherington, Psikologi Pendidikan, Ter. Dari
Educational Psyichology oleh M. Buchori, (Bandung: Jemmars,
1982)
9. http://blog.re.or.id/mengikis-sikap-otoriter-tausyiah-aa-gym.htm
10 Irawati Istadi, Seri Psikologi Anak 2; Istimewa Setiap Anak,
(Jakarta: Pustaka Inti, 2002)
11. Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta:
Rajawali Press, 1992)
12. Klaus Krippendorff, Analisis Isi: pengantar Teori dan Mto
dologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993)
13. Monty p. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik
Kecerdasan, (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003)
14. M. Nipan Abdul Halim, Anak Soleh Dambaan Keluarga,
(Yogyakarta : Mira Pusaka, 2000)
15. M. Allisuf Sobri, Pengantar Psikologi Umum dan
Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2006)
16. Muhammad Athiyah Al-Abrasi, Beberapa Pemikiran
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi press, 1996)
17. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005)
18. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1991)
19. Ratna Megawangi, Yang Terbaik untuk Buah Hatiku, (Bandung:
Khansa, 2006)
20. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1974)
21.
Singgih D Gunarsa dan Ny. Singgih D Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia,
1995)
22. Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta:
Gunung Agung, 1976)
23. Soegarda Poerbakawatja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT
Gramedia Widiasmara, 1992)
24. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendeekatan,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta
25.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengambangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988)
26.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen dan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra
Umbaran, 2006)
27. Utami Munadir, Hubungan Istri, Suami, dan Anak dalam
Keluarga, (Jakarta: Pustaka Antara, 1992)
28. Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan, ( :PT Renika Cipta,
1990)
29. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 1999)
30. Zahara Idris dan lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:
PT Gramedia Widiasmara, 1992)
31. Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996)
Lampiran 1
Angket sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya
terhadap motivasi belajar siswa
Petunjuk Pengisian Angket
1. Mulailah dengan membaca basmallah dan akhiri dengan hamdallah.
2. Isilah jawaban sesuai dengan pendapat dan keadaan yang sebenarnya,
jawaban anda dijamin kerahasiannya dan tidak akan mempengaruhi nilai anda.
3. Tanyakan jika ada hal yang kurang jelas.
4. Beri tanda silang ( X ) pada pilihan yang anda anggap sesuai.
5. Teliti terlebih dahulu sebelum diserahkan kembali.
6. Keterangan:
SLL = Selalu
SRG = Sering
KK = Kadang-kadang
JRG = Jarang
TP = Tidak Pernah
B. Identitas Diri
Jenis kelamin : ............................................................
Kelas : ............................................................
Anak ke : ............................................................
Pendidikan orang tua; Ayah : .............................................................
Ibu : .............................................................
Pekerjaan orang tua; Ayah :..............................................................
Ibu : .............................................................
No Pernyataan SLL
(A)
SRG
(B)
KK
(C)
JRG
(D)
TP
(E)
1. Saya selalu diberikan standar minimum dalam
berprestasi di sekolah oleh orang tua saya:
2. Saya merasa tertekan dengan aturan-aturan yang
diterapkan oleh orang tua saya:
3. Jika keluar rumah saya diharuskan selalu izin
kepada orang tua saya:
4. Peraturan yang diterapkan oleh orang tua saya
menghambat bakat positif yang saya miliki:
5. Orang tua saya selalu bertanya tentang kegiatan
saya setiap harinya:
6. Setiap jenjang pendidikan yang saya jalani 100%
keinginan orang tua saya:
7. Setiap sekolah yang saya jalani tidak sesuai
dengan cita-cita yang saya inginkan:
8. Saya tidak menyukai lembaga pendidikan yang
sekarang saya jalani:
9. Orang tua saya menekankan saya untuk selalu
berprestasi di sekolah:
10. Orang tua saya selalu memaksakan saya untuk
belajar:
11.
Orang tua saya selalu memberikan hukuman
langsung ketika saya mendapatkan nilai yang
jelek:
12. Hukuman yang diberikan orang tua saya sering
melukai hati saya:
13.
Orang tua saya selalu memberikan nasehat-
nasehat jika saya mengalami penurunan dalam
prestasi sekolah:
14.
Ketika saya berbuat salah di sekolah orang tua
pasti mendengarkan penjelasan saya terlebih
dahulu:
15.
Ketika saya akan melanjutkan sekolah, orang tua
saya selalu memilihkan sekolah yang bagus dan
diinginkannya tanpa sepertujuan saya :
16. Saya diikutsertakan dalam pembuatan peraturan
keluarga:
17. Ketika saya memberikan pendapat orang tua saya
tidak mendengarkan dan mempertimbangkannya:
18.
Orang tua saya akan memberikan kebutuhan
sekolah yang saya perlukan, jika saya bersekolah
di tempat yang dipilihkannya :
19.
Orang tua saya selalu memberikan uang saku lebih
jika saya menuruti semua yang menjadi
peraturannya :
20.
Saya merasa kekurangan fasilitas yang baik dan
sesuai dengan cita-cita yang saya inginkan ketika
saya di rumah:
21. Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru tepat
waktu;
22. Selalu mengerjakan tugas dengan sungguh-
sungguh;
23. Membaca terlebih dahulu di rumah materi
pelajaran yang akan diajarkan di sekolah;
24. Bersemangat dalam mengerjakan tugas dari guru:
25. Tidak pernah puas dengan hasil belajar yang
dicapai;
26. Tidak merasa putus asa ketika gagal dalam suatu
pelajaran;
27.
Jika ada pelajaran yang tidak saya mengerti, saya
selalu bertanya kepada guru higga memahami
pelajaran tersebut;
28. Selalu merasa kurang puas dalam hasil yang telah
diperoleh;
29. Saya mengulangi pelajaran-pelajaran yang telah
dibahas di sekolah ketika saya berada di rumah;
30. Saya ingin memahami semua mata pelajaran
disekolah ini;
31. Memusatkan perhatian atau berkonsentrasi saat
proses belajar mengajar;
32. Mengeluarkan pendapat saat ada diskusi di
kelas/sekolah;
33. Saya memiliki keinginan menjadi yang terbaik di
sekolah ini;
34. Jika guru tidak masuk kelas, maka saya belajar
sendiri;
35. Mengadakan diskusi dengan teman, apabila ada
pelajaran yang tidak dimengerti;
36. Rajin mengulang-ngulang pelajaran yang telah
diberikan;
37. Selalu mengerjakan soal-soal pelajaran sendiri;
38. Tertarik untuk mempelajari buku-buku yang
berkaitan dengan pelajaran;
39. Penasaran dengan soal-soal yang sulit dipecahkan;
40. Selalu mengerjakan tugas yang diberikan guru dan
mengerjakannya sendiri dirumah;
Lampiran 2
Tabel 28
Item Soal Sikap Otoriter Orang Tua
No Sample No. Item
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 A 4 3 5 3 4 4 4 4 5 3 3 4 5 4 4 3 3 4 4 3
2 B 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 3 3 2 5 5 4 2 3 4 4
3 C 3 4 4 4 4 4 5 3 5 5 4 3 4 4 5 4 3 4 4 4
4 D 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4
5 E 5 4 5 4 4 4 4 3 5 5 5 4 3 5 5 3 4 4 4 3
6 F 4 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4
7 G 4 4 5 4 4 4 3 4 3 4 4 5 5 4 5 3 3 4 4 4
8 H 4 4 4 4 4 4 3 5 4 4 4 3 4 5 5 4 3 3 5 5
9 I 3 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 2 4 4 3 5 4 3
10 J 5 4 4 3 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4
11 K 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3
12 L 3 4 5 4 4 3 4 3 3 4 3 4 5 3 4 4 4 3 3 4
13 M 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 5 3 3 3 4 5 5 4 4 3
14 N 4 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 5 3 4 5 5 3 5
15 O 4 4 4 4 5 3 4 4 5 4 4 4 3 3 5 4 4 3 4 5
16 P 4 4 3 4 4 4 5 5 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3
17 Q 4 4 4 5 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 5
18 R 5 5 4 4 4 4 4 3 5 5 4 3 4 3 5 5 3 3 3 3
19 S 4 5 4 4 3 5 4 2 4 5 3 3 4 4 5 4 4 4 4 4
20 T 4 3 5 3 5 4 4 3 5 5 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4
21 U 5 4 5 4 5 4 5 3 5 3 4 5 3 5 4 4 3 5 4 5
22 V 3 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4
23 W 4 4 3 3 4 4 3 2 3 3 3 4 3 5 4 4 2 4 4 4
Sumber : Hasil Kuisioner Instrumen Sikap Otoriter Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa
Lampiran 3
Tabel 29
Item Soal Motivasi Belajar Siswa
No Sample No. Item
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
1 A 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 2 4 3 3 2 4 3 3 4
2 B 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4
3 C 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4
4 D 4 4 3 3 5 3 3 3 3 4 3 2 5 2 3 3 3 2 4 3
5 E 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 3 3 4 3 4 4
6 F 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 2 4 3 3 3 5 3 3 4
7 G 3 3 3 4 4 4 3 5 3 5 4 3 4 3 3 3 5 3 2 5
8 H 3 2 3 3 3 4 4 5 3 5 4 3 4 2 3 2 4 3 3 4
9 I 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 5 4 4 3 4 3 4 4
10 J 4 3 4 4 4 3 5 4 4 4 3 3 5 3 3 4 3 3 3 4
11 K 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 5 3 3 3 4 3 3 4
12 L 4 4 3 3 4 3 3 5 3 4 3 4 5 3 3 3 4 2 3 5
13 M 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 5 3 3 4
14 N 2 3 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 5 4 2 4
15 O 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 2 3 4 4 3 4
16 P 3 3 3 3 4 4 3 4 2 3 4 4 4 3 2 3 4 3 3 3
17 Q 4 4 3 2 3 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3
18 R 4 4 4 3 5 4 3 4 3 4 4 2 5 3 4 3 3 3 3 4
19 S 4 3 4 3 3 5 3 5 3 4 4 2 4 3 4 3 4 3 3 4
20 T 3 3 3 2 3 4 4 4 4 5 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4
21 U 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 5 3 3 3 5 4 3 4
22 V 4 4 3 3 3 5 3 3 2 4 3 3 5 3 2 4 3 3 3 4
23 W 4 3 3 3 5 3 5 4 3 5 4 3 4 4 4 4 4 3 4 5
Sumber : Hasil Kuisioner Instrumen Sikap Otoriter Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa
top related