salawat nabi antara teks dan praktek
Post on 25-Oct-2021
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SALAWAT NABI ANTARA TEKS DAN PRAKTEK
(SKRIPSI)
Disusun untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Ningrum Lestari
NIM: 1112034000090
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “ Salawat Nabi Antara Teks dan Praktek ” telah diajukan
dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Mei 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir.
i
ABSTRAK
Ningrum Lestari
“SALAWAT NABI ANTARA TEKS DAN PRAKTEK”
Penelitian ini membahas hadis-hadis marfu tentang salawat dan
keutamaannya, serta membahas lebih jauh kaitan antara teks salawat dan
konteksnya. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan mencari
hadis-hadis tentang salawat dan keutamaannya, kemudian ditakhrij dengan
metode taḥrīj Mahmūd al-Ṭaḥḥān, kemudian dilakukan analisis dengan
menggunakan metode Ali Mustafa Yaqub dalam memahami hadis, yaitu:
mengumpulkan semua riwayat hadis dalam tema yang sama (telah dijelaskan
dalam sumber data), kemudian memilah hadis yang jelas petunjuknya dan tidak
jelas petunjuknya, menafsirkan hadis yang tidak jelas maknanya dengan hadis
yang tidak jelas maknanya berdasarkan kaidah: “Lafadz yang jelas dapat
menafsirkan lafaz yang tidak jelas.
Selain itu juga dilakukan analisa fiqh al-ḥadīts dengan menggunakan
beberapa metode Yusuf al-Qaraḍāwī, yaitu: ta’kīd min madlūlāt alfādz al-hadīts
(memastikan petunjuk dari lafaz hadis), al-Tafrīq bain al-ḥaqīqah wa al-majāz
(membedakan lafaz yang hakiki dan majaz), dan fahm al-aḥādīts fi ḍauʽi asbābihā
wa mulābasatihā wa maqāsidiha (memahami hadis dalam lingkup sebabnya,
penggunaannya dan tujuannya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa salawat kepada Nabi dan keutamaannya
berkaitan erat dengan situasi dan latar belakang kejadiannya. Hal ini menguatkan
pendapat Yusuf al-Qaraḍāwī bahwa sebuah hadis tidak bisa dilepaskan dari situasi
dan latar belakang kemunculannya. Hadis tentang salawat dan keutamaannya ini
berkaitan erat dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat umum maupun khusus yang
dilakukan Nabi atau pun sahabat pada masa itu.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa salawat tidak hanya dibacakan
untuk Rasulullah Saw saja. Tapi juga boleh diperuntukkan manusia biasa. Begitu
juga dengan redaksi salawat, siapa pun bisa dan boleh menggubah redaksi salawat
sendiri asalkan tidak menghilangkan komponen wajib dalam bersalawat.
Sebagaimana praktek tradisi bersalawat dalam majelis taklim dan pengajian,
misalnya salawat Nariyah, salawat Asyghil dan lainnya.
Terkait keutamaan salawat dalam hadis, secara umum hanyalah bersifat
majazi. Bilangan-bilangan yang menunjukkan pahala salawat adalah hanya sebuah
majaz untuk menunjukkan keagungan pahala membaca salawat Nabi Muhammad
Saw.
Kata kunci: Hadis, salawat, keutamaan.
ii
KATA PENGANTAR
Aku adalah debu tanah
di atas jalan Muhammad Sang Terpilih
---Jalaluddin Rumi (604/1207-672/1273)
Di atas Arasy, di puncak-puncak, nama Muhammad
ditulis sebagai mantra,
Di atas pepohonan, di atas daun demi daun,
Nama Muhammad ditulis sebagai mantra
---Puisi Abad Ke-18 dari Lembah Indus
Alhamdulillāh Rabb al-‘Ālamīn, segala puji dan sujud syukur kehadirat
Allah Swt seru sekalian alam, yang tiada sekutu bagi-Nya, tiada beranak dan tiada
diperanakkan. Maha Besar Allah yang telah menciptakan bumi manusia yang
indah dan subur tempat kita hidup mencari makan, bercocok tanam dan
berkampung halaman.
Maha Kuasa Allah juga yang telah membentangkan langit biru yang indah
dan bintang-bintang gemerlapan laksana atap kita bernaung diri. Berhiaskan bulan
di angkasa raya, diperlengkapi pula dengan matahari yang memancarkan
cahayanya, penuh manfaat bagi semua makhluk di seluruh alam semesta ini. Sang
Pencipta yang telah memberikan memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk skripsi dengan
judul: “ Salawat Nabi antara Teks dan Praktek ”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada junjungan kita
dan kekasih kita, Nabi Muhammad Saw, ayahandanya Sayyidah Fatimah az-Zahra
yang mulia. Beliau diutus oleh Allah Swt untuk mengajarkan manusia tentang
akhlak mulia. Rasul pilihan yang membawa cahaya kesadaran agama, dengan
ilmu pengetahuan, agar manusia menjadi hamba yang sholeh dan sholehah,
mengabdi kepada-Nya.
Untaian salam takzim, semoga selalu dilimpahkan kepada Keluarga mulia
Nabi Muhammad Saw, para sahabat Nabi dan seluruh pengikutnya sampai akhir
zaman, yang telah sungguh-sungguh berjuang total dalam mengembangkan
ajaran-ajaran Rasululah Saw sampai di bumi Indonesia. Dan semoga kelak kita
mendapatkan syafa’at dari Rasulullah Saw. Amin
iii
Wahai hati, sampaikan Salawat kepadanya dengan mata menghitam,
Pada Hari Kebangkitan, Dia akan menjadi penolongmu dalam ketakutan.
Muncul berbagai hambatan selama penulis menjalani studi hingga
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terasa ringan berkat pertolongan,
bantuan, motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan penghormataan yang setinggi-tingginya dengan
takzim dan rendah hati, menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc., MA, sebagai Rektor Universitas Islam
Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibunda Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir dan Dra. Banun Bina Ningrum, M.Pd, selaku
Sekretaris Jusuan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Kyai Rifqi Muhammad Fatkhi, MA, sebagai Dosen
Pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan arahan, motivasi, kebaikan dan
petunjuknya kepada penulis dengan ikhlas demi keberhasilan penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan ketabahan hati dan
kesabarannya telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dan
uswatun kasanah-nya kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada kedua orang tua penulis, yakni Ayahanda Haji Linan bin
Masim, Ibunda Ayanti, Ibunda Imamah Ruqayyah selaku Mertua
penulis, ananda haturkan banyak terima kasih atas do’a suci dan
pengorbanannya yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga Allah
Swt berkenan memberikan keberkahan dan usia yang panjang.
Dan kepada suami tersayang, Dinno Munfaizin Imamah, putri tercinta
Prajnaparamitha al-Kubro yang sering ditinggal pergi-pergi. Serta
kepada kakak Novi Amalia, Lia, Abdul Lathief dan adik tercinta Faiz.
iv
7. Kepada teman-teman seperjuangan Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Angkatan 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Zulfa, Lia, Aas,
Nia, Ala, juga Alvin dan teman-teman lainnya. Semoga Allah Swt,
selalu memberikan waktu kita untuk mempererat tali persahabatan
dalam menjalankan firman-firman-Nya.
8. Kepada seluruh pimpinan dan guru-guru penulis selama belajar di
Pondok Pesantren Darut Al-Taqwa, Bogor, Jawa Barat.
9. Dan tak lupa semua pihak yang selalu mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis berharap, semoga karya tulis ini menjadi sebuah refleksi dan dapat
memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca yang berminat dengan karya ini. Semoga harapannya karya tulis ini
dapat dijadikan amal shaleh bagi penulis, Āmīn Yā Rabbal-‘Ālamīn.
Akhirnya penulis gumamkan sebuah doa untuk menggapai keinginan kita
“secepat api”. Bunyinya sebagai berikut:
Ya Allah, limpahkan salawat yang sempurna kepada junjungan kami,
Muhammad, yang olehnya segala kesulitan terpecahkan. Segala kesedihan
terhiburkan, segala masalah terselesaikan, yang melaluinya, hal yang diinginkan
bisa dicapai, dan yang dari air mukanya yang mulia awan menurunkan hujan,
dan berkahilah keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
Aku merampungkannya di waktu yang diberkahi di bulan suci, Beribu
salawat untuk Muhammad Sang Nabi. Shollu alannabiy
Ciputat, 22 Mei 2019
Penulis
Ningrum Lestari
NIM: 1112034000090
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................v
PEDOMAN TRANSLITERASI .....................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................7
C. Pembatasan Masalah ..................................................................8
D. Perumusan Masalah .....................................................................8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................8
F. Kajian Pustaka .............................................................................9
G. Metodologi Penelitian .................................................................12
H. Sistematika Penulisan ..................................................................15
BAB II LANDASAN HUKUM SALAWAT DAN BERBAGAI
DEFINISINYA
A. Landasan Hukum Salawat. .......................................................... 17
B. Definisi Bahasa, Penggunaan dan Istilah .................................... 19
BAB III PEMAHAMAN HADIS RAGAM REDAKSI SALAWAT
DAN KEUTAMAANNYA
A. Redaksi Salawat dalam hadis ...................................................... 33
1. Redaksi Salawat yang Diajarkan Rasulullah SAW .............. 33
a. Menggunakan redaksi “āli Muḥammad” ......................... 33
b. Menggunakan redaksi “azwājihi wa dzurrīyyatihi” ........ 35
vi
c. Menggunakan redaksi “al-nabīy al-ummīy” .................... 37
d. Menggunakan redaksi “ʽabdika wa rasūlika” ................. 38
e. Menggunakan redaksi “wa anzilhu al-maqʽad
al-muqarrab ʽindaka” ...................................................... 39
2. Redaksi Salawat yang Diucapkan Sahabat ........................... 42
a. Redaksi Salawat yang Dibuat oleh Sahabat Badui .......... 42
b. Redaksi Salawat yang Dibuat oleh Ibn Masʽūd .............. 43
B. Redaksi Keutamaan Salawat ....................................................... 45
C. Ancaman bagi Orang yang Tidak Bersalawat ............................. 51
D. Memahami Teks Keutamaan Salawat ......................................... 54
1. Memahami Lafaz Hadis ....................................................... 55
2. Siyāq al Kalām ..................................................................... 60
E. Penggunaan Salawat pada Masa Rasulullah Saw. ....................... 63
F. Peruntukan Salawat pada Masa Rasulullah Saw. ........................ 69
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................76
B. Saran-Saran..................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................78
LAMPIRAN ......................................................................................................82
A. Lampiran I: Redaksi Salawat ..................................................................82
B. Lampiran II: Keutamaan Salawat ...........................................................84
C. Lampiran III: Ancaman Bagi yang Tidak Bersalawat ............................85
D. Lampiran IV: Penggunaan dan Peruntukan Salawat ...............................86
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
berpedoman pada Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama
kali diterbitkan pada tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan
Library Congress (LC).
A. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksra Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
- - alif ا
ba’ b be ب
ta’ t te ت
tsa’ ts te dan es ث
jim J je ج
ha’ ḥ ha (dengan titik di bawah) ح
kha’ kh ka dan ha خ
dal d de د
dzal dz de dan zet ذ
ra’ r er ر
zai z zet ز
sin s es س
syin sy es dan ye ش
shad ṣ es (dengan titik di bawah) ص
dhad ḍ de (dengan titik di bawah) ض
tha’ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
zha’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ
ain ‘ koma terbalik di atas‘ ع
viii
gain gh ge dan ha غ
fa’ f ef ف
qaf q qi ق
kaf k ka ك
lam l el ل
mim m em م
nun n en ن
wawu w we و
ha’ h ha ه
hamzah ’ apostrof ء
ya’ Y ye ي
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
kasrah ditulis i ـ
fathah ditulis a ـ
dhammah ditulis u ـ
2. Vokal Rangkap
Fathah + Ya’ Mati ditulis ai
ditulis bainakum بينكم
Fathah + Wawu Mati ditulis au
ditulis Qaulūn قولون
ix
3. Vokal Panjang
Fathah + Alif ditulis ā
ditulis jāhiliyyah جاهلية
Fathah + Ya’ Mati ditulis ā
ditulis Yas‘ā يسعى
Kasrah + Ya’ Mati ditulis ī
ditulis Karīm كريم
Dhammah + Wawu Mati ditulis ū
ditulis Furūḍ فروض
4. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis dirangkap:
ditulis ‘iddah عدة
5. Kata Sandang
Kata sandang, dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf yaitu
dialihaksarakan menjadi “al”, baik itu diikuti huruf syamsiyyah maupun
qamariyyah. Contoh: al-Rijāl bukan ar-Rijāl, al-Dīn bukan ad-Dīn.
C. Singkatan
Swt. = Subḥānahu wa Ta’ālā
Saw. = Ṣalla Allāh ‘alaih wa sallama
Ra. = Raḍiya Allāh ‘anhu
QS. = al-Qur’an Surat
HR. = Hadis Riwayat
M. = Tahun Masehi
H. = Tahun Hijriyah
W. = Tahun Wafat
x
h. = Halaman
b. = Bin/ Ibn
bt. = Binti
ed. = Editor
Cet. = Cetakan
T.tp. = Tanpa tempat penerbit
T.pn. = Tanpa penerbit
T.t. = Tanpa tahun
no. = Nomor
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibn Ḥajar al-Asqalānī (w. 852 H) menyebutkan bahwa para ulama tidak satu
kata dalam memberikan hukum membaca salawat. Ibn Ḥajar membagi perdebatan
hukum salawat ini menjadi sepuluh kelompok.1 Kelompok pertama menyatakan
bahwa hukum membaca salawat adalah sunnah. Salah satu ulama yang
mendukung pendapat ini adalah Ibn Jarīr al-Ṭabarī. Al-Ṭabarī menyebutkan
bahwa pendapat ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. Kedua, pendapat yang
menyebutkan bahwa hukum salawat adalah wajib tanpa ada batasan apapun. Salah
satu pendukung pendapat ini adalah Ibn al-Qiṣār. Ketiga, pendapat Abū Bakr al-
Razī, salah satu ulama hanafiyah, dan Ibn Ḥazm yang menyebutkan bahwa hukum
salawat adalah wajib, sebagaimana wajibnya kalimat tauhid, yang harus
diucapkan pada waktu melakukan shalat wajib dan shalat sunnah. Pendapat ini
juga didukung oleh al-Qurṭūbī dan Ibn ʽAṭiyyah.
Keempat, pendapat Imam al-Syafiʽī dan para pengikutnya, yang menyebutkan
bahwa hukum salawat adalah wajib, namun hanya pada waktu duduk di akhir
shalat (duduk tahiyyat akhir), antara ucapan tasyahud dan salam. Kelima,
pendapat al-Syaʽbī dan Isḥāq ibn Rahawaih, yang menyebutkan bahwa hukum
salawat adalah wajib pada saat tasyahud shalat. Keenam, pendapat Abu Jaʽfar al-
Bāqir yang menyatakan bahwa hukum salawat adalah wajib pada saat shalat tanpa
batasan. Sehingga dalam pendapat ini salawat bisa dibaca kapanpun, asalkan
1 Ibn Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bārī Syarḥ Ṣaḥiḥ al-Bukharī, (Beirut: Dār al-Fikr, T.T), j.
11, h. 152.
2
dalam keadaan shalat. Ketujuh, pendapat Abū Bakr ibn Bukair, ulama
Malikiyyah, yang menyebutkan bahwa diwajibkan memperbanyak salawat tanpa
batasan jumlah. Kedelapan, pendapat Imam al-Ṭaḥāwī, Ibn ʽAraby, al-
Zamakhsyari dan beberapa ulama lain, yang menyebutkan bahwa diharuskan
membaca salawat saat nama Rasulullah Saw. disebutkan, ini sebagai bentuk
kehati-hatian. Jadi saat ada yang menyebut nama Rasul Saw. kita diharuskan
untuk membaca salawat. Kesembilan, pendapat al-Zamakhsyarī, yang
menyebutkan bahwa wajib membaca salawat satu kali di setiap majelis, walaupun
dalam majelis itu, kita sering menyebut nama Rasul Saw. berulang-ulang.
Kesepuluh, membaca salawat diwajibkan dalam setiap doa yang kita panjatkan,
hal ini juga disebutkan oleh al-Zamakhsyarī.2
Perbedaan pendapat ini dipengaruhi oleh hadis-hadis yang dijadikan sebagai
rujukan. Al-Ityūbi (l. 1366 H)3 misalnya, menyebutkan bahwa ia lebih
menguatkan pendapat yang kedelapan (wajib saat disebutkan nama Rasul Saw.)
karena didukung oleh sebuah hadis riwayat Abū Hurairah. Dalam hadis tersebut
disebutkan bahwa Rasul Saw. bercakap-cakap dengan seorang laki-laki yang
merupakan perwujudan dari Jibril. Saat itu Jibril berkata kepada Rasul Saw.,
bahwa jika ada orang yang mendengar nama Rasul Saw. disebut, namun ia tidak
bersalawat kepada Rasul, maka ketika ia meninggal dunia, ia masuk neraka.4 Al-
Ityūbī berpendapat bahwa ancaman neraka yang diberikan oleh Jibril dan
diaminkan oleh Rasul menunjukkan bahwa hal itu akan diberikan kepada orang
2 Al-Asqalānī, Fatḥ al-Bārī, j. 11, h. 152-153.
3 Muhammad ibn ʽAlī ibn Adam al-Ityūbī, Dakhīrah al-Uqbā fi Syarḥ al-Mujtabā, (T.tp:
Dār Alī Barūm, 2003), j. 15, h. 149. 4 Hadis ini bisa ditemukan dalam Muhammad ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Hibbān, (Beirut:
Muassasah al-Risālah, 1993), j. 2, h. 140.
3
yang meninggalkan kewajiban. Artinya, membaca salawat, dalam hadis tersebut,
wajib ketika nama Rasul Saw. disebutkan.5
Imam al-Syafi’i yang memiliki pendapat berbeda, yaitu memilih pendapat
yang keempat dalam pembagian Ibn Ḥajar, juga mendasarkan argumennya pada
sebuah hadis lain riwayat Abū Mas’ūd al-Badrī,
: أق بل رجل حتى جلس ب ي يدي رسول اللىه صلىى اللىه عليه وسلىم ، ونن عنده ، ف قال
نا ف صلاتنا صلىى يا رسول اللىه ، أمىا السىلام ف قد عرف ناه ، فكيف نصلي عليك إذا نن صلىي
نا أنى الرىجل ل يسأله ، ثى قال : اللىه عليك ؟ قال إذا أن تم صلىيتم عليى : فصمت حتى أحبب
د النىب الأمي وعلى آل : ف قولوا ممىد كما صلىيت على إب راهيم وعلى آل اللىهمى صل على ممى
ى آل إب راهيم ، وبارك على ممىد النىب الأمي وعلى آل ممىد كما باركت على إب راهيم وعل
يد ميد .إب راهيم إنىك ح
Artinya, “Seorang laki-laki menghadap Rasul Saw hingga ia duduk di
depan Rasul Saw. Saat itu kami (para sahabat) berada di sampingnya.
Kemudian laki-laki itu bertanya, “Wahai Rasul Saw. Adapun salam
kepadamu kami sudah tahu. Lalu bagaimana dengan salawat kepadamu saat
kami melakukan shalat?” Rasul kemudian diam, hingga kami menyukai
sesungguhnya laki-laki itu tidak bertanya (lagi) kepada Rasul Saw. Rasul
kemudian menjawab, “Ketika kalian membaca salawat kepadaku, maka
ucapkanlah: “Ya allah berilah sholawat kepada Muhammad dan keluarganya
karena engkau memberi sholawat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya
engkau Maha Terpuji lagi Maha Penyayang Ya Allah berilah sholawat
kepada Muhammad dan keluarganya karena engkau memberi sholawat
kepada keluarga Ibrahim.Sesungguhnya engkau Maha Terpuji lagi Maha
Penyayang.”6
5 al-Ityūbī, Dakhīrah al-Uqbā, j. 15, h. 149.
6 Abū Bakr al-Bayhāqī, Sunan al-Bayhāqī, (Heyderbad: Majelis Dairah al-Maʽārif, 1344
H), j. 2, h. 378. Selain al-Bayhāqī, beberapa ulama juga meriwayatkan hadis ini dalam kitabnya,
seperti: Ibn Ḥuzaimah, Ibn Ḥibbān, al-Dāruqutnī, dan Imam Aḥmad.
4
Sighat amar dalam hadis di atas, dijadikan sebagai dalil kewajiban
mengucapkan salawat pada saat shalat. Mengingat konteks pertanyaan yang
disampaikan seorang laki-laki dalam hadis di atas adalah salawat dalam keadaan
shalat, bahkan Imam al-Syafii, sebagaimana disebutkan Ibn ʽAbd al-Bar, bahwa
tanpa mengucapkan salawat di tasyahud akkhir, maka diwajibkan untuk
mengulangi shalat.7 Hadis ini, oleh al-Qurṭūbī dijadikan sebagai penjelas (tafsir)
atas firman Allah Swt surat al-Ahzab: 56: 8
تسليما عليه وسلموا صلوا أي ها ٱلىذين ءامنوا يصلون على ٱلنىب ي ۥئكته إنى ٱللىه ومل
Artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi
dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. al-Ahzab: 56).
Al-Qurṭubī menyebutkan, karena anjuran salawat dalam ayat ini hanya
disebutkan secara umum, maka hadis di atas menjadi penafsirnya.9 Hal ini
menunjukkan bahwa teks hadis tentang salawat tidak tunggal, juga memiliki
konteks yang berbeda dalam setiap teks hadis yang ada. Hal ini didukung oleh
pernyataan Ali Mustafa Ya’qub (w. 2016) yang menyebutkan bahwa walaupun
teks hadis dalam satu tema sangat beragam, namun memiliki kesatuan yang tidak
bisa terpisahkan.10
7 Ḥamzah Muhammad Qāsim, Manār al-Qārī Syarḥ Muḥtaṣar Ṣaḥiḥ al-Bukharī,
(Damaskus: Dār al-Bayān, 1990), j. 5, h. 67. 8 Al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li-Aḥkām al-Qur’ān, (Kairo: Dar Kutub al-Miṣriyyah, 1964), j. 14, h.
234. 9 Ḥamzah Muhammad Qāsim, Manār al-Qārī j. 5, h. 68.
10 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), h.
131.
5
Ali Mustafa meyakini bahwa hadis pada mulanya bermuara pada satu sumber,
yaitu Rasulullah Saw. Terkadang Rasul menyampaikan suatu teks hadis yang
tidak disampaikan kepada sahabat yang lain. Selain itu, kadang kala sebuah hadis
dalam jalur riwayat yang satu berbeda dengan jalur riwayat lain. Hal ini bisa jadi
karena Rasul menyampaikan hal yang berbeda dalam dua riwayat tersebut, karena
Rasul melihat suatu kebaikan dalam riwayat yang pertama, tetapi tidak melihat
kebaikan dalam riwayat lain.11
Hal ini juga ditegaskan oleh Yusuf al-Qaraḍāwī bahwa perbedaan riwayat
dalam suatu hadis bukan berarti secara otomatis bertentangan.12
Hal ini,
sebagaimana diungkapkan oleh Ali Mustafa, bisa juga berhubungan dengan siapa
yang dihadapi oleh Rasulullah Saw. Dalam beberapa kasus, Rasulullah menjawab
pertanyaan yang disampaikan kepada beliau dengan jawaban yang berbeda,
walaupun pertanyaan yang disampaikan sama. Misalnya, dalam pertanyaan
“siapakah orang yang paling mulia.” Dalam satu kasus Nabi Saw mewasiatkan
agar tidak marah, di kasus lain, Rasul memerintahkan untuk bersedekah dan lain
sebagainya. Itu adalah salah satu contoh bagaimana perbedaan hadis itu
dipengaruhi oleh siapa periwayatnya dan siapa mukhattabnya.
Selain itu, terkadang sumber perbedaan ini muncul dari kalangan sahabat atau
tabiin yang meriwayatkan matan hadis. Inti matannya satu dari Rasulullah Saw.,
namun penyampaian redaksinya dari rawi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh kebolehan menyampaikan atau meriwayatkan hadis dengan bi al-maʽnā
(menyampaikan hadis dengan maknanya). Terkadang juga hadis dari Rasulullah
11
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 131. 12
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nataʽamal Maʽa al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo: Dar al-
Syuruq, 2002), h. 133.
6
dalam suatu riwayat disampaikan dengan lebar dan dalam riwayat lain
disampaikan dengan ringkas.13
Imam Ahmad bin Hanbal (w. 242 H.) mengungkapkan bahwa jika tidak
mengumpulkan seluruh jalur periwayatan hadis, maka kita tidak akan bisa
memahaminya. Karena menurut Imam Ahmad, antara hadis satu dengan yang lain
itu saling menafsirkan.14
Hal ini juga ditegaskan oleh Qadhi Iyadh bahwa hadis
yang jelas pengertiannya akan menjelaskan hadis lain yang musykil.
Hal ini juga menunjukkan bahwa harus ada pemahaman penuh terhadap
konteks situasi dan kondisi sosial pada saat Rasul Saw menyampaikan hadis saat
itu. Analisis konteks sosio-historis sendiri penting untuk memahami bagaimana
lahirnya suatu teks hadis. Untuk memahami konteks ini, seseorang membutuhkan
pengetahuan akan kehidupan Nabi Muhammad Saw, secara mendetail baik di
Mekkah maupun Madinah; iklim sosial, ekonomi, politik dan hukum; norma,
hukum, adat, kebiasaan, institusi dan nilai yang berlaku di wilayah tersebut.
Begitu juga dalam memahami hadis tentang keutamaan salawat. Para sahabat
sendiri meriwayatkan beberapa hadis yang berbeda walaupun hadis tersebut sama-
sama menunjukkan perintah untuk bersalawat. Hal ini dibuktikan dengan
perbedaan pendapat yang terjadi di antara para ulama sebagaimana disebutkan
dalam pembahasan di atas. Hadis tentang perintah salawat kepada Rasul Saw.
yang disebutkan dalam pembahasan di atas adalah sebagian hadis salawat yang
memiliki implikasi hukum yang berbeda. Jika mengikuti pendapat para ulama
hadis di atas, bisa jadi sebenarnya hadis-hadis tentang salawat ini secara makna
13
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 131. 14
Al-Khaṭib al-Baghdadi, Al-Jāmīʽ li Akhlāq al-Rāwī wa Adab al-Sāmīʽ, (Beirut: Maktabah
al-Maʽarif, 1989) j. Iv, h. 388.
7
sama, namun berbeda riwayat dan penyampaian, yakni kondisi dan kepada siapa
hadis tersebut diucapkan.
Selain itu, di Indonesia sendiri praktek membaca salawat, dalam hal ini
redaksi salawat yang berkembang dan sering dibaca oleh masyarakat di majelis-
majelis taklim dan forum pengajian semakin bermacam-macam, mulai dari
“Salawat Nariyah”, “Salawat Asyghil”, dan berbagai salawat lain yang sama
sekali tidak ditemukan redaksinya dalam hadis nabi.
Atas dasar tidak dipraktekkan pada masa Nabi Muhammad Saw, beberapa
orang memberikan hukum bid’ah untuk salawat-salawat tersebut. Salah satunya,
ditulis oleh salah satu web keislaman, bahwa salawat-salawat tersebut tergolong
bid’ah dan dilarang untuk dibaca, bahkan disebut dalam tulisan tersebut bahwa
salawat nariyah mengandung kesyirikan.15
Untuk itu, skripsi ini diberi judul
“Salawat Nabi Saw antara Teks dan Praktek”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas menghasilkan
beberapa identifikasi masalah terkait hadis tentang salawat sebagaimana berikut
berikut :
1. Rasulullah menyampaikan hadis yang berbeda kepada orang yang berbeda
dan dalam kondisi serta situasi yang berbeda pula, walaupun topiknya
sama.
15
https://www.nahimunkar.org/benarkah-shalawat-nariyah-mengandung-kesyirikan/ diakses
pada: 22 Mei 2019.
8
2. Adanya keragaman redaksi salawat yang beredar di kalangan masyarakat
muslim menimbulkan pro dan kontra seputar keabsahan redaksi salawat
yang tidak berasal dari nabi.
3. Keutamaan bersalawat kepada Nabi dimaknai oleh para ulama secara
haqiqi dan majazi, mana di antara keduanya yang lebih tepat?
4. Hadis tentang salawat beragam, sehingga menimbulkan implikasi hukum
yang beragam pula.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, skripsi ini tidak akan membahas semua yang
berkaitan tentang Salawat. Penulis hanya akan memfokuskan penelitian terhadap
poin kedua dan poin ketiga, yakni tentang keragaman redaksi salawat dan
pemaknaan keutamaan salawat.
Sedangkan, agar penulisan skripsi ini lebih fokus, maka penulis hanya akan
membahas salawat pada masa Rasul Saw. dan sahabat saja, mengingat bentuk dan
bunyi salawat yang sampai saat ini berkembang begitu banyak.
D. Perumusan Masalah
Agar penulisan menjadi terfokus, maka penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana redaksi salawat menurut Nabi Muhammad Saw dan
sahabatnya?
2. Bagaimana pemahaman hadis tentang keutamaan salawat?
9
E. Tujuan dan Manfaat
Adapun mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui redaksi salawat.
2. Untuk mengetahui keutamaan membaca shalawat kepada Nabi
Muhammad Saw. melalui pemahaman hadis yang komprehensif.
3. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana S1.
Sedangkan untuk manfaat penulisan skripsi ini adalah:
1. Menunjukkan redaksi salawat yang bersumber dari Rasul Saw. dan selain
Rasul Saw.
2. Mengetahui makna keutamaan salawat.
F. Kajian Pustaka
Penulis menemukan beberapa penelitian yang membahas tentang shalawat
kepada Nabi Muhammad Saw yaitu:
Pertama, berjudul, “Shalawat Menurut Tuntunan Rasul Saw” yang ditulis
oleh Qurrata A’yuni dalam jurnal Substantia, Volume 18 Nomor 2, Oktober
2016. Artikel tersebut menjelaskan berbagai anjuran membaca salawat dan
keutamaannya, selain itu juga membahas lafaz-lafaz salawat yang diajarkan oleh
Rasulullah Saw. Namun juga tidak secara khusus dan rinci membahas hadis-hadis
yang berkaitan dengan keutamaan membaca salawat, apalagi secara khusus
membahas hadis tertentu yang berkaitan dengan membaca shalawat.16
16
Qurrata A’yuni, “Salawat Menurut Tuntunan Rasul Saw”, Substantia, (Aceh: UIN Ar-Raniry,
Oktober 2016), Volume 18 Nomor 2
10
Kedua, berjudul, “Shalawatan: Pembelajaran Akhlak Kalangan
Tradisionalis”, yang ditulis oleh Khalid Mawardi dalam Jurnal Pemikiran
Alternatif Kependidikan, vol. 14. No.3 September 2009. Tulisan tersebut
menjelaskan makna shalawat dan ritual pembacaan shalawat dalam literatur-
literatur yang digunakan oleh kalangan Islam tradisionalis Indonesia.
Ketiga, berjudul, Living Hadis Dalam Tradisi Malam Kamis Majelis
Shalawat Diba’ Bil-Mustofa, yang ditulis oleh Adrika Fithrotul Aini Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisan tersebut membahas shalawat dan lebih
fokus kajian makna shalawat dalam komunitas tersebut.
Keempat, berjudul, “Makna shalawat dalam Al-Qur’an menurut Buya
Hamka” yang ditulis oleh Rahmas UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Tulisan
tersebut mebahas makna shalawat yang sebenarnya dalam al-Qur’an menurut
Buya Hamka
Kelima, berjudul,” Eksistensi syahadat dan shalawat dalam Prespektif
Tarekat Asy-syahadatain,” yang ditulis oleh F Fakhruddin dalam Jurnal
Yaqzhan. Tulisan tersebut menjelaskan perbedaan yang ada dalam dua kelompok
jamaah tarekat Asysuahadatain dalam hal dalam hal pembacaan shalawat kepada
Nabi Muhammad saw.
Keenam, artikel Nor Hasan yang berjudul “Tarekat Popoler dalam
Fenomena Pembacaan Selawat Nârîyah”. Artikel ini membahas bagaimana
salawat Nariyah digunakan dan dibaca oleh masyarakat Larangan Tokol,
11
Pamekasan. Pembahasan salawat dalam artikel ini juga hanya fokus pada
bagaimana masyarakat Larangan Tokol menggunakan salawat itu.17
Sedangkan literatur buku yang membahas tentang membaca shalawat
kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu:
Pertama, buku “Keajaiban Shalawat” yang berisi kumpulan artikel jatuh
cinta pada Nabi Muhammad Saw. Salah satu artikel berjudul Hadis-hadis
mengenai shalawat, mencintai dengan bershalawat dan bacaan shalawat pilihan.
Kedua, buku “Shalawat Pangkal Bahagia” karya Muhammad Habibillah.
Ketiga, buku “Shalawat dan Salam untuk Manusia Agung” karya Prof. Dr.
Mahmoud Hamdi Zaqzouq (Guru Besar Universitas Al-Azhar di Mesir).
Keempat, buku “Mukjizat Shalawat” yang ditulis oleh Habib Abdullah as-
Segaf dan Indriya R. Dani. Buku ini hanya membahas lafaz-lafaz salawat dan
keutamaan salawat, tanpa menelisik secara jauh pembahasan hadis dan
pemahamannya.18
Kelima, buku “Shalawat Seribu Hajat: Membedah Rahasia Shalawat
Nariyah” yang ditulis oleh ZH Husni. Buku ini hanya secara khusus membahas
rahasia-rahasia salawat nariyah. Pembahasannya juga tidak fokus dengan
pembahasan mendalam melalui hadis-hadis Rasul SAW.19
Keenam, buku “Jalāʽ al-Afhām fi Fadhl al-Ṣalāh wa al-Salām ʽalā Khair al-
Anām” karya Ibn al-Qayyim al-Jauziyah. Kitab ini secara khusus menjelaskan
keutamaan membaca salawat kepada Nabi Saw., juga mencantumkan beberapa
17
Nor Hasan, “Tarekat Popoler” dalam Fenomena Pembacaan Selawat Nârîyah” dalam
Jurnal Teosofi, Vol 6 No 1: Juni (2016) 18
Habib Abdullah Assegaf dan Indriya R. Dani, Mukjizat Shalawat, (Jakarta: Qultum
Media, 2009). 19
Husni, Zainul Mu’ien, Shalawat Seribu Hajat: Membedah Rahasia Shalawat Nariyah,
(Yogyakarta: Pustaka Amaliah, 2012).
12
hadis keutamaan membaca salawat. Namun, Ibn al-Qayyim tidak menjelaskan
secara rinci pemahamaan hadis yang dikutip, ia hanya menjadikan hadis tersebut
sebagai penguat keutamaan-keutamaan shalawat yang telah disebutkan.20
Para penulis ini membahas tentang salawat, berbeda dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis, karena penelitian ini lebih melihat perbedaan hadis-
hadis tentang salawat dan keutamaannya serta melihat konteks asbāb al-wurūd
hadīts, perjuangan Nabi dalam mengajarkan salawat kepada para sahabatnya.
Sedangkan dari penelitian-penelitian yang lampau, sedikit sekali yang membahas
salawat dalam perspektif hadis.
G. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yakni penelitian yang dapat
menghasilkan data deskriptif meliputi hal-hal yang tertulis maupun lisan dari
suatu objek yang dapat diteliti.
Kajian penelitian ini menggunakan sistem library research (penelitian
pustaka). Karena sumber datanya adalah merupakan bahan kepustakaan yang
meliputi, buku-buku maupun artikel yang berkaitan dengan tema.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber primer berupa kitab hadis
yang tergolong sebagai kitab Uṣūl atau al-Maṣādir al-Aṣliyyah, seperti kitab hadis
yang tergolong dalam al-Kutub al-Tisʽah dan kitab-kitab lain yang termasuk kitab
uṣūl dalam ilmu hadis.21
Sumber asli adalah kitab-kitab hadis yang bisa dijadikan
20
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Jalāʽ al-Afhām fi Fadhl al-Ṣalāh wa al-Salām ʽalā Khair al-
Anām, (Mekkah: Dār ʽālim al-Fawāid, 1425 H). 21
Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrī wa Dirāsah al-Asānid, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
2004), h. 10-11.
13
pedoman saat kita men-takhrīj hadis. Maḥmūd al-Ṭaḥḥān menyebutkan tiga
sumber: Pertama, Kitab hadis yang ditulis oleh muallifnya, berdasarkan hasil
talaqqi (pertemuan secara langsung/face to face) muallif tersebut dengan guru-
gurunya yang sampai sanadnya kepada Rasulullah Saw. Adapun kitab-kitab yang
termasuk kategori ini adalah: Kutub as-Sittah (Ṣaḥīḥ Bukhari, Ṣaḥīḥ Muslim,
Sunan an-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājjah, Sunan Abī Dāwud dan Sunan At-Tirmidzi),
Muwattha’ Imam Mālik, Mustadrak al-Ḥākim, Muṣannaf Abdu al-Razzāq,
Musnad Ahmad, dan kitab-kitab lain yang sejenis.
Kedua, kitab-kitab hadis yang mengikuti kitab-kitab hadis sebelumnya (dalam
poin pertama), seperti kitab-kitab yang mengumpulkan beberapa hadis dari kitab-
kitab hadis dalam kategori pertama, seperti kitab al-Jam’u Bainas Shahihain
karya al-Humaidi; atau kitab-kitab yang mengumpulkan hadis berdasarkan ujung
sanad hadis (aṭrāf) sebagian kitab hadis di poin pertama, seperti Tuḥfah al-Asyrāf
bi Ma’rifah al- Aṭrāf karya al-Mizī; atau kitab-kitab yang ditulis dengan cara
meringkas dari kitab pada kategori pertama, seperti kitab Tahdzīb Sunan Abī
Dāwud karya al-Mundzirī. Jika secara sekilas, kita melihat bahwa al-Mundziri
membuang sanad hadis-hadis dalam kitabnya, sebenarnya secara hukum, sanad
tersebut masih ada. Bagi yang ingin melihat sanad dari hadis tersebut, bisa
langsung merujuk ke kitab Sunan Abī Dāwud.
Ketiga, kitab-kitab yang bergenre selain hadis. Seperti kitab fikih, tafsir,
sejarah, yang menyebutkan atau menyisipkan hadis, baik untuk penguat maupun
motif lain. Namun dengan syarat, bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh
penulisnya sendiri, dengan sanad miliknya sendiri yang sampai hingga Rasulullah
Saw., bukan mengutip hadis melalui sanad orang lain. Contoh kitab-kitab yang
14
termasuk dalam kategori ini adalah Tafsīr al-Ṭabārī dan Tārikh al-Ṭabārī yang
merupakan kitab tafsir dan sejarah karya Imam at-Thabari, begitu juga dengan
kitab fikih karya Imam as-Syafi’i yang berjudul al-Um.22
Sumber pendukung atau sumber sekunder yang akan penulis gunakan
adalah buku “Shalawat dan Salam untuk Manusia Agung” karya Prof. Dr.
Mahmoud Hamdi Zaqzouq (Guru Besar Universitas Al-Azhar di Mesir). Dan
sebuah buku berjudul, 70 Shalawat Pilihan: Riwayat, manfaat dan keutamaan,
ditulis oleh Al-Ustadz Mahmud Samiy yang berisi bacaan shalawat dari kitab-
kitab klasik maupun kontemporer. Juga buku karya al-Sakhāwi yang mengupas
tentang segala hal yang berkaitan dengan salawat yang berjudul “al-Qaul al-
Badīʽ”.
2. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini adalah dengan menggunakan metode yang
disusun oleh Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, yaitu mengumpulkan hadis-hadis yang
membahas mengenai salawat dalam al-Maṣādir al-Aṣlīyah, cara pengumpulannya
dengan mencari akar kata, yakni kata yang terdapat dalam matan hadis. Metode
pencarian ini menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīs al-
Nabawī dan dibantu dengan Aplikasi Maktabah Syamilah.
3. Metode Analisis
Setelah data terkumpul, penulis akan menggunakan metode Ali Mustafa
Yaqub dalam kajian tematik hadis (mauḍūʽī), yaitu: mengumpulkan semua
riwayat hadis dalam tema yang sama (telah dijelaskan dalam sumber data),
kemudian memilah hadis yang jelas petunjuknya dan tidak jelas petunjuknya,
22
Lihat: Mahmūd Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj, h. 10-11.
15
menafsirkan hadis yang tidak jelas maknanya dengan hadis yang tidak jelas
maknanya berdasarkan kaidah: “Lafadz yang jelas dapat menafsirkan lafaz yang
tidak jelas.”23
Setelah dilakukan langkah pertama, kemudian dilakukan langkah kedua
dengan menganalisis data menggunakan pendekatan sejarah dan kebahasaan.
Dalam hal ini, secara khusus penulis menggunakan metode fiqh al-hadīts atau
sering dikenal dengan pemaknaan hadis/maʽanil hadis yang ditawarkan oleh
Yusuf al-Qaraḍāwī, yang berupa: ta’kīd min madlūlāt alfādz al-hadīts
(memastikan petunjuk dari lafaz hadis), al-Tafrīq bain al-ḥaqīqah wa al-majāz
(membedakan lafaz yang hakiki dan majaz), dan fahm al-aḥādīts fi ḍauʽi asbābihā
wa mulābasatihā wa maqāsidiha (memahami hadis dalam lingkup sebabnya,
penggunaannya dan tujuannya.24
Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik Program
Strata 1 2012-2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh, maka diperlukan adanya
sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab,
dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan.
Bab pertama adalah pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
23
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 135-136. 24
Yusuf al-Qaradhawī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah, (Karo: Dār al-
Syurūq, 2000), h. 111.
16
Bab kedua memaparkan landasan hukum salawat Nabi saw, definisi,
penggunaan dan istilah.
Bab ketiga yaitu menelusuri lebih dalam tentang hadis-hadis keutamaan
membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw, dan menelaah pemahamannya
melalui metode-metode yang telah dijelaskan. Serta penggunaan dan peruntukan
salawat masa Nabi Muhammad Saw.
Bab keempat adalah kesimpulan dari seluruh uraian yang telah
dikemukakan jawaban atas permasalahan yang diteliti disertai dengan saran-saran
yang dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dari
penelitian, sekaligus merupakan penutup rangkaian dari pembahasan ini.
17
BAB II
LANDASAN HUKUM SALAWAT DAN BERBAGAI DEFINISINYA
A. Landasan Hukum Salawat Nabi Saw.
Membahas sejarah salawat tentu tidak bisa terlepas dari Q.S. al-Aḥzab ayat
56:
آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليمايا أي ها الذين إن الله وملئكته يصلون على النب
Artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Sebab turunnya ayat ini bisa dibilang menjadi sejarah salawat kepada Rasul
Saw. Sebab, al-Ṭabarī menyebutkan bahwa setelah ayat ini turun, ada seorang
sahabat yang bertanya terkait bunyi salawat kepada Rasulullah Saw. kemudian
Rasul Saw menyebutkan salawat Ibrāhīmiyah, sebagaimana telah dijelaskan pada
pembahasan terkait redaksi salawat kepada Nabi.1 Terkait kapan salawat itu
diwajibkan kepada Rasul Saw., merujuk kepada turunnya ayat tersebut kepada
Rasul Saw., perintah salawat tersebut diturunkan pada bulan Syaban pada tahun
kedua Hijriyah, oleh Abu Dzar al-Harawī, inilah yang disebut bulan Syaban
sebagai bulan salawat.2 Ayat tersebut oleh al-Ṭabarī memerintahkan kepada
orang-orang yang beriman untuk mendoakan Rasul Saw dan keselamatannya.3
Secara lebih lanjut al-Suyuṭī menjelaskan bahwa salawat sebenarnya sudah
ada sejak masa Nabi Musa As. dan kaumnya, Bani Isrā’īl. Saat itu Bani Isrā’īl
1 Ibn Jarīr al-Ṭabarī, Jāmiʽ al-Bayān fi Ta’wīl al-Qur’ān, (Beirut: Muassasah al-Risālah,
2000), j. 20, h. 320. 2 Muḥammad ibn ʽAbd al-Raḥmān al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ fi al-Ṣalāh ʽala al-Ḥabīb
al-Syāfiʽ, (Madinah: Muassasah al-Rayyān, 2002), h. 92 3 al-Ṭabarī, Jāmiʽ al-Bayān, j. 20, h. 321.
18
bertanya kepada Nabi Musa As., terkait apakah Allah Swt bersalawat kepada
makhluk-Nya. Mendengar pertanyaan dari kaumnya tersebut, Nabi Musa. As.
kemudian berdoa dan meminta jawaban kepada Allah Swt. Allah Swt. pun
menjawab pertanyaan Nabi Musa As. Allah Swt. berfirman kepada Nabi Musa
As.
ي ائ ي ب ن ى أ ل ع ت ك ئ ل م ي و ل ص ا أ ن أ . م ع ن : ل ق ؟ ف ك ب ي ر ل ص ي ل ه ك و ل أ س ن ى إ موس ا ي
يل س ر و
Artinya, “Wahai Musa As. sesungguhnya kaum Bani Israil
bertanya kepadamu apakah Tuhanmu bersalawat kepada makhluk-Nya?
Jawablah: iya. Aku dan juga para malaikatku bersalawat kepada para nabi
dan rasul-Ku.”4
Kemudian turunlah QS. Al-Ahzab di atas. Al-Suyūṭī menambahkan bahwa
setelah turun ayat tersebut, kaum Bani Israil tersebut kemudian bahagia dan
memujinya.5
Dari hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa anjuran bersalawat turun untuk
menghargai dan memuji utusan Rasul Saw. atas tanggungannya berdakwah
kepada para kaumnya. Salawat itu awalnya sebagai kabar baik kepada kaum Bani
Israil, namun Allah Swt juga memberikan keutamaan kepada para nabi melalaui
salawat kepadanya terlebih dahulu karena semuanya disampaikan melalaui
perantaranya. Ini juga bisa termasuk sebagai penghargaan kepada Nabi dan Rasul
tersebut. Dalam hal ini Ubay ibn Ka’ab menyebutkan bahwa tidak ada hal baik
4 Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, (Beirut: Dār al-Fikr, T.t) j. 8, h. 197.
5 Al-Suyūṭī, al-Durar al-Mantsūr, j. 8, h. 197.
19
yang diturunkan kepada seorang Rasul kecuali Rasul tersebut menjadi bagian dari
hal baik tersebut. Dan turunlah QS. Al-Taubah ayat 112.6
عن التائبون العابدون الامدون السائحون الراكعون الساجدون المرون بالمعروف والناهون
وبشر المؤمني المنكر والافظون لدود الله
Artinya, “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang
beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang
memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang
mukmin itu.”
Oleh karena itu pada masa Rasulullah Saw., salawat ini juga bisa menjadi
sebuah penghargaan kepada Rasul Saw. itulah mengapa ketika nama Rasul Saw
disebut, Rasul Saw menganjurkan untuk membaca salawat kepadanya, bahkan
dnegan memberikan janji keutamaan-keutamaan yang banyak. Hal ini diperkuat
oleh pendapat al-Ghazali dan beberapa ulama lain yang dikutip oleh al-Sakhawī
yang menyebutkan bahwasanya salawat kepada Nabi Saw tidak terbatas hanya
sebagai doa, tapi juga sebagai pujian dan sebagai ibadah.7
B. Definisi Bahasa, Penggunaan dan Istilah
Ibn Manzūr (w. 711 H) dalam Lisān al-ʽArab menyebutkan bahwa makna
salawat (صلوات) secara bahasa berasal dari akar kata ṣalā ( ىصل ) yang bermakna
doa dan memohon ampunan, sedangkan kata salawat merupakan jamak (plural)
dari kata ṣalāt.8 Ibn Mandzūr melanjutkan, makna salawat ini berbeda-beda sesuai
konteks kalimatnya. Jika kata salawat disandarkan pada manusia, maka berarti
6 Al-Suyūṭī, al-Durar al-Mantsūr, j. 8, h. 197.
7 Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 51.
8 Jamāl al-dīn Ibn Mandzūr, Lisān al-ʽArāb, (Beirut: Dār al-Ṣādir, 1414 H), j. 14, h. 465.
20
doa; jika disandarkan malaikat, maka berarti doa dan permintaan ampunan; dan
jika disandarkan pada Allah Swt., maka berarti rahmat.9
Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris (w. 395 H) menambahkan bahwa kata
ṣalah juga bisa berarti menyebut yang baik, ucapan yang mengundang kebaikan,
dan curahan rahmat. Ibn Abbas (w. 78 H) pernah berkata bahwa kata salawat juga
bisa berarti memberi berkah (yubārik). Sedangkan barakah adalah bertambahnya
kebaikan dan berkembang. Ṣalā yang merupakan akar kata dari Ṣalāh sebenarnya
bisa bermakna menyepuh dan salah satu jenis ibadah. Contoh ibadah yang
dimaksud adalah doa. Ibn Fāris mencontohkan makna ṣalā yang kedua ini dengan
salah satu hadis Rasul Saw. berikut:
را ط ف م ان إن ك ليجب، ف إذا دعي أحدكم إلى طعام ف : "قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم "ل ص ي ل ما ف ائ ل، وإن كان ص ك أ ي ل ف
Artinya, “Rasulullah Saw. bersabda: jika kalian diundang untuk
makan, maka penuhilah undangan itu. Jika kalian tidak berpuasa, maka
makanlah. Tapi jika kalian sedang berpuasa, maka berdoalah.”
Ibn Fāris menyebutkan bahwa kata “Falyuṣalli” dalam hadis tersebut bukan
berarti perintah untuk melakukan salat, melainkan himbauan untuk mendoakan
orang-orang yang mengundang makan agar dilimpahi kebaikan dan keberkahan.10
Namun, Ṣāḥīb ibn ʽAbbād (w. 995 M) memberikan batasan bahwa
sebenarnya akar kata dari ṣalāt bukanlah berakhiran ālif (صلا), melainkan
seharusnya berakhiran wawu (صلو) yakni tergolong dalam binā’ nāqis wāwī,
9 Ibn Mandzūr, Lisān al-ʽArāb, j. 14, h. 465.
10 Ibn Fāris mencontohkan bahwa ṣalā yang berarti menyepuh adalah ṣalaitu al-ʽūda bi
an-nār, yang berarti aku menyepuh kayu dengan api. Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fāris, Muʽjam
Maqāyīs al-Lughah, (Beirut: Dār al-Fikr, 1979), j. 3, h. 300.
21
namun karena dalam ilmu Ṣarf, wawu dan ya’ di akhir fiil madhi harus diganti
dengan alif, menjadi (صلا).11
Inilah yang membedakan antara ṣalā yang bermakna
menyepuh dan ṣalā yang bermakna doa, dan lain sebagainya. Ini juga yang
menjadikan lafaz ṣalāh ketika dijamakkan menjadi ṣalawāt, bukan ṣala’āt atau
ṣalayāt.
Secara generik, ṣalāh merupakan isim masdar dari ṣallā, yuṣallī. Dalam hal
ini tidak digunakan kata masdarnya, yakni taṣlīyan, tapi isim masdarnya, yaitu
ṣalātan. Hal ini bisa bermakna tiga hal, yang pertama adalah salat (ibadah muslim
sehari-hari), yang disebut dalam al-Muʽjam al-Wasīṭ sebagai,
ة ع ي ر الش ا ف ات ق و أ د و د ح ة ن ي ب م ال ة ص و ص خ م ال ة اد ب ع ال
Artinya, “Sebuah ibadah yang khusus dan telah ditentukan batas
waktunya dalam syariat.” 12
Al-Sakhāwi memaknai ṣalāh sebagai ibadah salat ini dengan:
ه س ف ن ن ي ع ل ص م ال ة اح ز إ ، و ة ن اط الب ر اط و ال ، و ة ر اه الظ ح ار و ال اع م ت ج إ ن ا م ه ي ا ف م ل ة ل ص ، أو ات ن ك س م ال ر اط خ ل ل ات ع م ج م ال ات م ه م ال ع ي ج ه ع ج ، و ات ر د ك م ال و ات ق ر ف م ال ع ي ج ات اع ا الط م أ و ة اد ب لع ا ل ص ا أ ه ن و ك ، و ات ر ي ال و د اص ق م ال ع ي ى ج ل ا ع ال م ت س ل
Artinya, “beberapa bagian dari salat adalah memadukan seluruh
anggota badan yang zahir dengan hal-hal yang ada dalam hati yang bathin,
dan menyingkirkan segala hal yang dapat memisahkan diri dan hal-hal yang
dapat mengeruhkan salat, serta mengumpulkan segala hal yang penting
dalam hati yang tenang, atau juga tujuan-tujuan dan kebaikan-kebaikan.
Serta ibadah salat ini menjadi inti dari ibadah serta induk dari ketaatan.13
11
Ṣāḥīb ibn ʽAbbād, al-Muḥīṭ fi al-Lughah, (Beirut: Ālim al-Kutb, 1994), j. 2, h. 232. 12
Ibrāhīm Musṭāfā, Ahmad Zayyāt, Ḥāmid Abd al-Qādir, Muḥammad Najjār, al-Muʽjam
al-Wasīṭ, (Beirut: Dār Daār Daʽwah, T.t), h. 522. 13
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 50.
22
Adapun yang kedua, ṣalāh bisa bermakna rahmat. Ketiga, bermakna tempat
ibadah kaum Yahudi.14
Senada dengan hal ini, Imam as-Sakhawi menjelaskan bahwa kata ṣalāh
memiliki dua makna: Pertama, doa dan meminta keberkahan (tabāruk). Dalam hal
ini doa bisa memiliki dua maksud, yakni doa untuk ibadah dan doa untuk
meminta. Sedangkan makna kedua, ibadah.15
Al-Sakhawi juga menjelaskan bahwa dalam Alquran ada beberapa ayat yang
menyebutkan kata ṣalāh beserta derivasinya.16
Pertama, Q.S al-Taubah ayat 103,
سكن لم والله عليهم إن صلتك وصل خذ من أموالم صدقة تطهرهم وت زكيهم با سيع عليم
Artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S al-
Taubah: 103)
Ṣalāt dalam hal ini menurut al-Sakhāwī berarti doa.17
Pendapat al-Sakhāwī
ini diamini oleh al-Suyūṭī dalam al-Durār al-Mantsūr. Al-Suyūṭī menyebutkan
bahwa kata “fa ṣallī” dalam ayat tersebut juga bermakna istighfār, yakni
permintaan ampunan atas dosa yang telah dilakukan seseorang.18
Ibn ʽĀsyūr
menjelaskan lebih jauh terkait asbāb an-nuzūl dari ayat ini. Penulis al-Taḥrīr wa
14
Ibrāhīm Musṭāfā, dkk, al-Muʽjam al-Wasīṭ, h. 522. 15
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 46-47. 16
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 50-52. 17
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 46. 18
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h. 281.
23
al-Tanwīr ini menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah karena ada
beberapa sahabat yang tertinggal perang (tidak ikut perang), orang-orang yang
tidak ikut perang inilah yang diperintahkan untuk bersedekah, dan Rasul diminta
untuk mendoakan agar mereka menjadi tenang karena tidak ikut berperang.19
Kedua, Q.S al-Taubah ayat 99,
ومن العراب من ي ؤمن بالله والي وم الخر وي تخذ ما ي نفق ق ربات عند الله
إن الله غفور سيدخلهم الله ف رحته أل إن ها ق ربة لم وصلوات الرسول
رحيم
Artinya, Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang
dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya
kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah,
sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk
mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka
kedalam rahmat (surga)-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Q.S al-Taubah: 99)
Kata “wa ṣalawāt al-Rasūl” dalam ayat ini disebut juga oleh al-Sakhāwi
memiliki arti doa. Ibn ʽAsyūr juga mengatakan hal sama. Lebih lanjut, Ibn ʽAsyūr
menjelaskan bahwa Rasul akan mendoakan semua orang yang datang kepadanya
dan memberikan infaq. Khusus dalam ayat tersebut, Rasul sedang menerima infaq
dari seorang Baduwi yang ingin meminta doa kepada Rasul Saw. karena Rasul
19
Awalnya mereka datang kepada Rasul untuk memberikan harta mereka kepada Rasul
dan meminta doa agar diampuni dosanya, yaitu dosa karena tidak ikut perang. Namun Rasul
menangguhkan permintaan sahabat yang tidak ikut berperang tersebut karena belum ada ayat yang
turun terkait hal ini. Akhirnya turunlah Q.S al-Taubah ayat 103 ini. Ṭāhir ibn ʽĀsyūr, al-Taḥrīr wa
al-Tanwīr, (Tunisia: Dār Tūnis li an-Nasyr, 1984), j. 11, h. 22.
24
adalah salah satu orang yang selalu dikabulkan doanya.20
Lebih detail lagi al-
Suyūṭī menjelaskan bahwa yang dimaksud Arab Baduwi dalam ayat tersebut
adalah Bani Muqrin dari Muzinah. Mereka mengharap doa Rasul agar Rasul Saw
memintakan ampun (istighfār) kepada Allah Swt.21
Ketiga, Q.S al-Taubah ayat 84,
هم مات أبدا ول ت قم على ق به إن هم كفروا بالله ورسو ول تصل له وماتوا وهم على أحد من
فاسقون
Artinya, Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah
dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (Q.S al-Taubah: 84)
Berbeda dengan dua ayat sebelumnya, kalimat “wa lā tuṣallī” dalam ayat
tersebut lebih bermakna salat, walaupun sebenarnya dalam kasus salat jenazah,
sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas juga bisa bermakna “doa untuk mayit”
(al-duʽa li al-mayyit).22
Ayat ini disebut oleh al-Suyūṭi sebagai teguran kepada
Rasul Saw. yang tetap ingin menyalati Abdullah ibn Ubay ibn Salūl. Saat itu
putranya datang kepada Rasul untuk memintakan ampun, sekaligus meminta
Rasul memberikan bajunya (qāmis) sebagai kain kafan. Selain itu, puteranya juga
meminta kepada Rasul agar mau menyalatinya. Rasul Saw. pun bangun dari
tempatnya dan mengiyakan permintaan tersebut. Namun Umar ibn Khattab
menegur Rasul Saw., ia memperingatkan bahwa Rasul Saw. telah dilarang untuk
20
Ibn ʽĀsyūr, al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, j. 11, h. 15-16. 21
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h. 268. 22
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 46.
25
menyalati orang munafik. Tetapi Rasul bergeming, Rasul menyanggah bahwa ia
hanya diberi pilihan oleh Allah Swt. untuk menyalati atau tidak menyalati.23
Namun Rasul Saw., terus bersikukuh untuk menyalati, walaupun mayit tersebut
adalah orang munafik, kemudian turunlah ayat ini.24
Keempat, Q.S al-Isrā’ ayat 110,
ول تافت بصلتك قل ادعوا الله أو ادعوا الرحن أيا ما تدعوا ف له الساء السن ول تهر
با واب تغ ب ي ذلك سبيل
Artinya, Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul
husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan
suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah
jalan tengah di antara kedua itu". (Q.S al-Isrā’: 110)
Al-Bukhārī (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), al-Nasā’ī (w. 303 H) dan al-
Tirmidzī (w. 279 H), sebagaimana dikutip al-Suyūṭī (w. 911 H) menyebutkan
bahwa ayat ini turun setelah Rasul mendapatkan cacian karena bacaan Alquran
yang ia baca dalam salat. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kata “bi
ṣalātika” dalam ayat di atas adalah bacaan Alquran yang dibaca saat salat.25
Ayat
tersebut juga menghimbau agar Rasul tidak terlalu pelan saat membaca Alquran
dalam salat, dikhawatirkan para sahabat yang menjadi makmum dibelakangnya
23
Hal ini telah disebutkan dalam Q.S al-Taubah ayat 80,
استغفر لم أو ل تستغفر لم إن تستغفر لم سبعي مرة ف لن يغفر الله لمArtinya, “Ampunilah atau jangan kau ampuni (orang-orang munafik). Jika
kau memintakan ampun hingga tujuh puluh kali, maka Allah Swt. tidak akan
mengampuni mereka. (Q.S al-Taubah: 80) 24
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h. 258. 25
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h. 348.
26
tidak mendengar.26
Berbeda dengan al-Suyūṭī, Imam al-Syaʽrāwī (w. 1998 M)
menilai bahwa yang dimaksud dengan kata “ṣalāt” dalam ayat tersebut adalah
seluruh bacaan dan amalan salat.27
Imam al-Sakhāwī (w. 902 H) memilih
pendapat yang lebih umum, “ṣalāt” dalam ayat di atas dimaknai dengan “al-
qirā’ah” (bacaan).28
Pendapat al-Sakhāwī ini sekaligus mengakomodir dua
pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud dengan bacaan, bisa berarti bacaan
Alquran, sebagaimana disebutkan al-Suyūṭī, ataupun bacaan dalam salat yang
lain, seperti pendapat al-Syaʽrawī.
Kelima, Q.S al-Aḥzāb ayat 43,
عليكم وملئكته ليخرجكم من الظلمات إلى النور وكان بالمؤمني رحيما يصليهو الذي
Artinya, Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-
Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu
dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha
Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.S al-Aḥzāb: 43)
Dalam ayat ini, setidaknya ada dua subjek berbeda, yaitu Allah Swt., yang
disebutkan dengan ẓāmir ‘huwa’ (هو) dan malaikat. Al-Sakhāwī menyebutkan
bahwa kata “yuṣallī” dalam ayat tersebut memiliki dua arti yang berbeda
berdasarkan siapa subjek yang melakukannya. Jika subjek (pelakunya) adalah
Allah Swt., maka bermakna rahmat, namun jika subjeknya adalah malaikat, maka
bermakna istighfar atau meminta ampunan.29
Ibn Abbās menyebutkan, makna
26
Al-Suyūṭī, al-Durār al-Mantsūr, j. 4, h.348. 27
Muḥammad Mutawallī al-Syaʽrāwī, Tafsir al-Syaʽrawī, (Kairo: Aḥbār al-Yaum, T.t), j.
14, h. 8815. 28
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 50. 29
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 51.
27
salawat adalah doa keberkahan.30
Dari pendapat Ibn Abbās ini, kita sering
mengucapkan salawat dan keberkahan secara bersamaan, seperti dalam lafaz,
“Allahumma ṣalli wa sallim wa bārik ʽalaih.”.
Keenam, Q.S al-Aḥzāb ayat 56,
عليه وسلموا تسليما صلواعلى النب ياأي ها الذين آمنوا يصلون إن الله وملئكته
Artinya, Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S
al-Aḥzāb: 56)
Seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya, salat atau salawat dalam ayat
di atas, bermakna rahmat jika disandarkan pada Allah Swt. dan istighfar atau doa
jika disandarkan kepada malaikat. Abū al-ʽAliyah dalam riwayat al-Bukhāri
menyebutkan bahwa makna salawat dalam ayat di atas, ketika disandarkan pada
Allah Swt adalah bermakna pujian Allah Swt., kepada Rasulullah Saw. di depan
para malaikat. Sedangkan salawat malaikat adalah doanya kepada Rasul Saw.
Sedangkan firman Allah agar seluruh orang yang beriman membaca salawat
kepada Rasul Saw. adalah perintah untuk mendoakannya.31
Syukran Maksum dan Ahmad Fathoni (2009) menyebutkan bahwa ada
lima makna salawat Allah Swt. dan malaikat kepada Rasulullah Saw, salah
satunya sudah disebutkan oleh al-Sakhāwī dengan mengutip pendapat Ibn Abbās
di atas, sedangkan empat makna lain adalah:
30
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 51. 31
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 51.
28
1. Allah Swt. Mengasihi Rasul Saw. Dan para malaikat memohonkan
ampun untuk beliau.
2. Salawat dari Allah Swt. adalah pujian-Nya kepada beliau di hadapan
para malaikat, sedangkan salawat para malaikat adalah doa untuk
Rasul Saw. Hal ini juga sebenarnya telah disebutkan dalam penjelasan
di atas.
3. Allah Swt. dan para malaikat memberikan perhatian kepada Nabi
dengan cara menampakkan kehormatan serta memuliakan keberadaan
beliau. Pendapat ini disebutkan oleh Imam al-Baidhāwī.
4. Menurut Ibn Ḥajar salawat dari Allah Swt. adalah rahmat yang diikuti
dengan penghormatan.32
Sedangkan salawat manusia atau orang yang beriman kepada Nabi
Muhammad Saw., dalam potongan ayat, “yā ayyuha al-ladzīna āmanū ṣallū
ʽalaihi wa sallimū taslīmā,” oleh para ulama dimaknai dengan beberapa hal.
1. Menurut al-Nabhāni (w. 1977 M), memohonkan kasih sayang Allah
Swt untuk Rasul Saw.
2. Menurut al-Baiḍāwī (w. 685 H), memberikan semua perhatian kepada
Rasulullah Saw. karena sesungguhnya orang yang beriman lebih
berkewajiban untuk membacan salawat tersebut dengan bacaaan,
“Allahumma ṣallī ʽalā Muḥammad.”
32
Syukran Maksum dan Ahmad Fathoni, Rahasia Shalawat Nabi, (Yogyakarta: Mutiara
Media, 2009), h. 2-3.
29
3. Menurut Ibn Ḥajar (w. 852 H), salawat yang diucapkan selain Allah
Swt., baik malaikat atau manusia kepada Rasul Saw. adalah bentuk
penghargaan.33
Selain dalam beberapa ayat di atas, kata salat atau salawat juga disebutkan
dalam beberapa hadis Rasulullah Saw. beberapa di antaranya adalah:
إن بعثت إلى أهل البقيع لصلي عليهم Artinya, sesungguhnya aku diutus untuk penduduk Baqī’ untuk
memintakan ampunan untuk mereka.34
Kata “li uṣallī” dalam hadis tersebut bermakna istighfar atau memintakan
ampunan. Hal ini disebutkan oleh al-Sakhāwī bahwa ada hadis lain yang
menjelaskan dengan redaksi yang berbeda, yakni “Umirtu an-astghfira lahum”
(aku diutus untuk memintakan ampunan bagi mereka, penduduk Baqīʽ).35
Dari perbedaan makna berdasarkan konteks siyāq al-kalām, manakah yang
lebih cocok untuk mendefiniskan salawat kepada Rasul Saw., dari para umatnya?
Apakah bermakna doa atau meminta ampun?
Menurut Ibn Ḥajar al-Asqalānī, makna salawat kepada nabi adalah untuk
taʽdhim, penghormatan. Ia tidak memaknai sebagai doa atau istighfar karena Nabi
Muhammad Saw., telah diampuni dosa-dosanya oleh Allah Swt. Sedangkan mana
mungkin orang yang belum tentu diampuni dosanya mendoakan atau meminta
ampunan untuk orang yang sudah diampuni dosanya oleh Allah Swt.36
33
Syukran Maksum dan Ahmad Fathoni, Rahasia Shalawat Nabi, h. 3. 34
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam an-Nasā’ī dalam Sunan-nya dan Imam Mālik dalam
Muwāṭā’-nya. Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, (Aleppo: Maktabah al-Islāmiyah, 1986), j. 20, h. 26.
Lihat juga, Malik bin Anas, Muwāṭā’ Imam Mālik, (Abū Dhabi: Muassasah Zāyid ibn Sulṭān,
2004), j. 2, h. 341. 35
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 50. 36
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 56.
30
Namun pendapat Ibn Ḥajar ini dibantah sendiri oleh al-Sakhāwi dengan
lebih mendukung pendapatnya Abū al-ʽAlīyah yang menyebutkan bahwa salawat
dari orang biasa kepada Rasul Saw. adalah bermakna doa. Hal ini didasarkan pada
pendapat Ibn Sīrin (w. 110 H) yang pernah membacakan doa kepada anak kecil
yang belum penah berbuat dosa, kemudian melandaskan doanya pada Rasul yang
sudah diampuni doanya tetapi masih diperintahkan untuk membaca salawat
keapdanya. Kisah mendoakan seorang anak kecil ini ditulis dalam kitab “Faḍl al-
ṣalāt ʽalā al-Nabī ṣallāllahu ʽalaihi wasallam.” Yang ditulis sendiri oleh al-
Sakhāwī.
وا ع د ا ي م ك ر ف غ ت س ي و -ت يعني المي – ير غ عن محمد بن سيرين أنه كان يدعو للص ه ب ن ذ ن م م د ق ا ت م ه ل ر ف غ د ق صلى الله عليه وسلم النب : ال ق ف . ب ن ذ ه ل س ي ا ل ذ ه ن إ : ه ل ل ي ق ف ير ب ك ل ل ه ي ل ي ع ل ص أ ن أ ت ر م أ د ق و . ر خ أ ا ت م و
Artinya, “Dari Muḥammad ibn Sīrīn, sesungguhnya ia berdoa
kepada anak kecil (jenazah anak kecil) dan memintakan ampunan
sebagaimana ia berdoa untuk jenazah orang yang sudah dewasa. Ia
kemudian diberitahu bahwa anak kecil tersebut tidak memiliki dosa. Lalu
kemudian Ibn Sīrīn menjawab, Rasul Saw. telah diampuni dosanya yang
telah lalu dan yang akan datang, akan tetapi aku tetap diperintahkan untuk
berdoa.”37
Al-Fakīhanī (w. 734 H) menjelaskan bahwa salawat kepada Rasul Saw.
adalah merupakan bentuk ibadah kita dan salah satu sumber tambahnya kebaikan
pada diri kita. Hal ini karena Rasul Saw. adalah makhluk yang paling dicintai oleh
37
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 57.
31
Allah Swt. mengingatnya dengan sering membaca salawat adalah mengingat
Allah Swt.38
Syekh Ihsan M. Dahlan Jampes Kediri (w. 1952 M) menjelaskan bahwa
Nabi Muhammad SAW adalah makhluk yang sempurna. Meskipun demikian, ia
tetap menerima manfaat atas bacaan salawat untuknya. Hanya saja, orang yang
bersalawat tidak selayaknya bermaksud demikian terhadap Nabi Muhammad
SAW.
“Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad SAW menerima manfaat atas
bacaan shalawat kita, tetapi orang yang bershalawat tidak boleh meniatkan
shalawatnya untuk itu. Yang ia niatkan adalah manfaat yang berpulang
untuk dirinya sendiri sebagaimana manfaat untuk dirinya bertambah
dengan memperbanyak amal-ibadah yang sesuai dengan hukum syariat.
Hal serupa adalah ketika seorang guru mengajarkan sebuah hukum kepada
seseorang, lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya, maka manfaat
untuknya akan semakin bertambah dengan memperbanyak pengamalan
ilmu tersebut sebagaimana dikatakan oleh al-Quṭub al-Dasūqī (w. 696 H)
dan ulama lain.”39
Ismāʽil al-Ḥamidi juga menegaskan soal manfaat salawat bagi Nabi
Muhammad Saw. dan orang yang membaca salawat sebagaimana dikutip oleh
Syekh M Nawawi Banten berikut ini:
“Jawabannya, tujuan salawat (doa) kita untuk Nabi Muhammad Saw.
adalah permohonan rahmat baru yang belum ada karena tiada satu waktu
yang berlalu kecuali di situ terdapat rahmat Allah yang belum didapat oleh
Rasulullah. Dengan shalawat, derajat Nabi Muhammad Saw. selalu naik
dalam kesempurnaan tak terhingga. Jadi, Rasulullah Saw. jelas menerima
manfaat atas salawat kita kepadanya, menurut pendapat ulama yang sahih.
Tetapi orang yang bersalawat tidak seharusnya bermaksud demikian, tetapi
38
Al-Sakhāwī, al-Qaul al-Bādiʽ, h. 57. 39
Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Ṭalibīn ʽalā Minhāj al-ʽAbidīn, (Indonesia, Daru Ihyā
al-Kutb al-ʽArābīyah: T.t), j. 1, h. 14.
32
bermaksud tawasul kepada Allah (melalui salawat) dalam mewujudkan
harapannya.”40
Habib Syarief Muhammad al-Aydrus (w. 1829 M) menjelaskan definisi
salawat secara istilah dengan, “Suatu amal yang berisi permohonan doa kepada
Allah agar Dia mencurahkan keselamatan dan keberkahan untuk Nabi Muhammad
SAW, dan orang yang bershalawat itu memperoleh pahala di sisi Allah Ta’ala.”41
Mengacu pada beberapa kaul para ulama seperti Ibn Manzūr, Ibn Abbās dan
beberapa ulama lain, maka definisi salawat yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah doa, berkah, dan kebaikan.
40
Muḥammad Nawawī al-Bantānī, Kasyifatus Saja, (Indonesia, Daru Ihyā al-Kutb al-
ʽArābīyah, T.t), h. 4. 41
Habib Syarief Muhammad al-Aydrus, 135 Shalawat Nabi: Keutamaan, Tata Cara dan
Khasiatnya, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2010), h. 7.
33
BAB III
PEMAHAMAN HADIS RAGAM REDAKSI SALAWAT DAN
KEUTAMAANNYA
A. Redaksi Salawat dalam Hadis
Sedikit sekali hadis yang menjelaskan redaksi salawat kepada Rasul Saw., baik
yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., sendiri maupun dari sahabat yang selanjutnya
diafirmasi oleh Rasul Saw., sehingga redaksi salawat tersebut hanya ada satu,
walaupun dalam beberapa riwayat ada beberapa perbedaan redaksi juga.
1. Redaksi Salawat yang Diajarkan Rasulullah SAW
a. Menggunakan redaksi “āli Muḥammad”
Redaksi salawat yang paling banyak diriwayatkan dan menjadi satu-satunya
redaksi lengkap salawat dalam hadis adalah salawat yang ditanyakan kepada seorang
sahabat bernama Ka’ab ibn ʽUjrah kepada Rasulullah Saw. Redaksi salawat yang
diajarkan oleh Rasul Saw. kepada Kaʽab ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
dalam kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhāri berikut ini: 1
ث نا أبو ث نا عبد الواحد بن زياد حد ث نا ق يس بن حفص وموسى بن إساعيل قال حد حدلى قال ف روة مسلم بن سال ال ع عبد الرحن بن أب لي ثن عبد الله بن عيسى س مدان قال حد
عت ها من النب صلى الله عليه وسل م ف قل لقين كعب بن عجرة ف قال أل أهدي لك هدية س دها ل ف قال سألنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ف قلنا يا رسول الله كيف الصلة ب لى فأه
مد وعلى اللهم صل على م قولوا عليكم أهل الب ي فإن الله قد علمنا كيف نسلم عليكم قال يد ميد اللهم بارك على م مد آل ممد كما صلي على إب راهيم وعلى آل إب راهيم إنك ح
يد ميد وعلى آل ممد كما بارك على إب راهيم وعلى آل إب راهيم إنك حArtinya, “Telah bercerita kepada kami Qais bin Hafsh dan Musa bin
Isma'il keduanya berkata telah bercerita kepada kami 'Abdul Wahid bin Ziyad
1 Muḥammad ibn Ismāʽīl al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, (Kairo: Dār ṭūq al-Najāh, 1422 H), j.
4, h. 146.
34
telah bercerita kepada kami Abu Farwah Muslim bin Salim Al Hamdaniy
berkata telah bercerita kepadaku 'Abdullah bin 'Isa dia mendengar 'Abdur
Rahman bi Abi Laila berkata; Ka'ab bin 'Ujrah menemui aku lalu berkata;
"Maukah kamu aku hadiahkan suatu hadiah yang aku mendengarnya dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam". Aku jawab; "Ya, hadiahkanlah aku". Lalu dia
berkata; "Kami pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam; "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami bershalawat kepada
tuan-tuan kalangan Ahlul Bait sementara Allah telah mengajarkan kami
bagaimana cara menyampaikan salam kepada kalian?". Maka Beliau bersabda:
"Ucapkanlah; Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammadin wa 'alā āli Muḥammad kamā
ṣāllaita 'alā Ibrāhīm wa 'alā āli Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma
bārik 'alā Muḥammadin wa 'alā āli Muḥammadin kamā bārakta 'alā Ibrāhīm wa
'alā āli Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd" (Ya Allah berilah shalawat kepada
Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberi shalawat kepada Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah berilah
barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau
telah memberi barakah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia) ". (HR. Al-Bukhārī)
Secara kesahihan sanad, hadis ini tidak diragukan lagi kesahihannya karena
diriwayatkan dalam kitab sahih. Selain diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, hadis
yang sama, yakni melalui Kaʽab ibn ʽUjrah juga memiliki banyak riwayat dalam kitab
lain dengan syāhid dan sanad yang berbeda-beda: Ṣaḥīḥ Muslim,2 Sunan Ibn Mājjah,
3
Al-Mustadrāk al-Ḥākim,4 Ṣaḥīḥ Ibn Hibbān,
5 Sunan al-Tirmidzī,
6 Muwaṭṭāʽ Imam
Mālik,7 Sunan Abū Dawūd,
8 Musnad Al-Dārimī,
9 Sunan al-Kubrā al-Bayhāqī,
10
Musnad Aḥmad,11 dan Muʽjam al-Awsaṭ. Seluruh riwayat tersebut sama-sama
2 Muslim ibn Ḥajjāj al-Naisabūrī, ṣaḥīḥ Muslim, (Beirut: Dār al-Jīl, 1334 H), j. 2, h. 16.
3 Muḥammad ibn Yāzid al-Qazwainī, Sunan Ibn Mājjah, (Beirut: Dār al-Fikr, T.t), j. 1, h. 293.
4 Al-Ḥākim al-Naisābūrī, al-Mustadrak, (Beirut: Dār al-Maʽrifah, T.t), j. 3, h. 148.
5 Muḥammad ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, (Kairo: Muassasah al-Risālah, 1993), j. 5, h. 287.
6 Abū ʽĪsā al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, (Beirut: Dār Gharb, 1998), j. 1, h. 610.
7 Mālik ibn Anas, Muwaṭṭāʽ Imam Mālik, (Kairo: Dār Iḥyā’ Turāts, T.t), j. 1, h. 165.
8 Abū Dawūd, Sunan Abū Dawūd, (Beirut: Dār Kutb al-Arābī, T.t), j. 1, h. 371.
9 ʽAbdullah ibn Abd al-Rahmān al-Dārimī, Sunan al-Dārimī, (Beirut: Dār al-Kutb al-ʽArabi,
1407), j. 1, h. 103. 10
Abū Bakr al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, (Heyderabad: Majlis Dairah Nidzāmīyah, 1344 H),
j. 2, h. 146. 11
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1999), j. 3, h. 16.
35
meriwayatkan redaksi hadis salawat yang sama yang diajarkan oleh Rasulullah
kepada para sahabat, yaitu:
نك كما صلي على إب راهيم وعلى آل إب راهيم إ اللهم صل على ممد وعلى آل ممد
يد ميد اللهم بارك على ممد وعلى آل ممد كما بارك على إب راهيم وعلى آل إب ر اهيم ح
يد ميد إنك ح
Artinya, “Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada
keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada
Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji
dan Maha Mulia. Ya Allah berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Ibrahim dan
kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha
Mulia.
Selain redaksi salawat di atas, ada juga beberapa redaksi salawat yang
berbeda, bahkan penulis menemukan lima redaksi yang berbeda, namun perbedaannya
tidak terlalu signifikan.
b. Menggunakan redaksi “azwājihi wa dzurrīyyatihi”
Perbedaan redaksi ini dengan redaksi salawat sebelumnya adalah hanya
mengganti kata “āli Muḥammad” menjadi “azwājihi wa dzurrīyyatihi” sedangkan
kelanjutannya hingga akhir sama.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan sahabat yang meriwayatkan hadis
tersebut. Jika redaksi salawat yang pertama, perawi dari kalangan sahabatnya adalah
Kaʽab ibn Ujrah, sedangkan redaksi kedua ini perawi sahabatnya adalah Abū Ḥumaid
al-Saʽdī. Hadis redaksi salawat yang kedua ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab
Ṣaḥīḥ-nya. 12
12
Muslim ibn Ḥajjāj al-Naisabūrī, Ṣaḥīḥ Muslim, (Beirut: Dār al-Jīl, 1334 H), j. 2, h. 16.
36
ث نا روح ، وعبد الله بن نافع ث نا ممد بن عبد الله بن ني ، حد ث نا إسحاق بن ( ح)حد وحد
أخب رنا روح ، عن مالك بن أنس ، عن عبد الله بن أب بكر ، عن : إب راهيم ، واللفظ له ، قال
يا رسول الله ، كيف : أبيه ، عن عمرو بن سليم ، أخب رن أبو حيد الساعدي ، أن هم قالوا
كما صلي على آل اللهم صل على ممد ، وعلى أزواجه ، وذريته قولوا : نصلي عليك ؟ قال
يد إب راهيم ، وبارك على ممد وعلى أزواجه ، وذريته كما بارك على آل إب راهيم ، إنك ح
.ميد
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah
bin Numair telah menceritakan kepada kami Rauh dan Abdullah bin Nafi' --
lewat jalur periwayatan lain-- dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin
Ibrahim dan lafazh tersebut miliknya, dia berkata, telah mengabarkan kepada
kami Rauh dari Malik bin Anas dari Abdullah bin Abi Bakar dari bapaknya
dari Amru bin Sulaim telah mengabarkan kepadaku Abu Humaid as-Sa'idi
bahwasanya mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah Saw, bagaimana kami
bersalawat atasmu?" Beliau bersabda, "Allāhumma ṣalli 'alaa Muḥammad wa
'alā azwājihi wadzurrīyātihi kamaa ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm, wa bārik 'alā
Muḥammad wa 'alā azwājihī wa dzurrīyātihī kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm,
innaka ḥamīdun majīd." Katakanlah, ya Allah, berikanlah salawat atas
Muhammad, istri-istrinya, dan keturunannya sebagaimana Engkau
memberikan salawat atas keluarga Ibrahim. Berilah berkah atas Muhammad,
istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberikan keberkahan kepada
keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia'."
Hadis ini juga tidak diragukan lagi kesahihan sanadnya karena diriwayatkan
oleh kitab sahih, yaitu Ṣaḥīḥ Muslim. Hadis tersebut, selain diriwayatkan oleh
Muslim, juga diriwayatkan oleh Imam Mālik ibn Anas dalam kitab Muwaṭṭā’-nya13
dengan sanad yang berbeda, walaupun dari sahabat yang sama.
13
Mālik ibn Anas, Muwaṭṭā’, j. 2, h. 65.
37
c. Menggunakan redaksi “al-nabīy al-ummīy”
Redaksi salawat ketiga yang diajarkan oleh Rasul Saw., adalah diriwayatkan
oleh sahabat Abū Masʽūd yang disebutkan dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban karya Ibn Ḥibbān
berikut:
ث نا أبو الأزهر أحد بن الأزهر : أخب رنا ممد بن إسحاق بن خزية ، وكتبته من أصله ، قال حدث نا ي عقوب بن إب راهيم بن س : ، وكتبته من أصله ، قال ث نا أب ، عن ابن : عد ، قال حد حد
ثن : إسحاق ، قال ف الصلة على رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا المرء المسلم -وحدد بن إب راهيم الت يمي ، ع -صلى عليه ف صلته د بن عبد الله ب مم .ن زيد بن عبد ربه ن ممأق بل رجل حت جلس ب ي يدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ونن : عن أب مسعود ، قال
لم عليك ف قد عرف ناه ، فكيف نصلي عليك إذا نن يا رسول الله ، أما الس : عنده ، ف قال نا ف صلتنا ، صلى الله عليك ؟ قال نا أن الرجل ل يسأله ، قال : صلي : فصم حت أحبب
، وعلى آل ممد، كما صلي على صل على ممد النب الأمي اللهم : إذا صليتم علي ف قولوا ، كما بارك على وعلى آل ممد وبارك على ممد النب الأمي إب راهيم وعلى آل إب راهيم ،
يد ميد إب راهيم وعلى آل إب . راهيم ، إنك حArtinya, “Telah memberi kabar kepada kita Muḥammad ibn Isḥāq ibn
Ḥuzaimah dan ia telah menulis dari asalnya berkata, telah menceritakan
kepada kami Abū al-Azhar Aḥmad ibn al-Azhar dan ia telah menulisnya dari
asalnya berkata, telah menceritakan kepada kami Yaʽqūb ibn Ibrāhīm ibn Saʽd
berkata, telah menceritakan kepada kami Ubay dari Ibn Isḥāq berkata, telah
menceritakan kepadaku dalam hal salawat kepada Rasulullah Saw ketika
seorang muslim bersalawat kepada Rasul Saw., dalam salawatnya-
Muḥammad ibn Ibrāhīm al-Taymī dari Muḥammad ibn Abdullah ibn Zaid ibn
Abd Rabbihi, dari Abī Masʽūd berkata: seorang laki-laki menghadap kepada
Rasulullah Saw dan duduk di sampingnya. Saat itu kami juga ada di sana.
Laki-laki itu pun bertanya kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah Saw.,
adapun salam kepadamu kami sudah mengetahui, namun bagaimana (bunyi)
salawat kepadamu saat kita ingin bersalawat kepadamu, wahai Rasulullah
Saw? Abu Mas’ud berkata: laki-laki tersebut diam hingga kami mengira
bahwa laki-laki tersebut tidak bertanya kepada Rasul Saw. Kemudian
Rasulullah SAW menjawab, “Jika kalian ingin bersalawat kepadaku, maka
ucapkanlah, “Allāhumma ṣalli 'alaa Muḥammad al-Nabiy al-Ummi wa 'alā āli
Muḥammad kamaa ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm, wa bārik 'alā Muḥammad al-Nabiy
al-Ummi wa 'alā āli Muḥammad kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm, innaka
ḥamīdun majīd.” Katakanlah, ya Allah, berikanlah salawat atas Muhammad,
38
seorang nabi yang ummī dan kepada keluarganya sebagaimana Engkau
memberikan salawat atas keluarga Ibrahim. Berilah berkah atas Muhammad,
seorang nabi yang ummī dan kepada keluarganya, sebagaimana Engkau
memberikan keberkahan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji dan Maha Mulia'.
Dari kedua redaksi salawat sebelumnya, perbedaan redaksi salawat yang
ketiga ini terletak pada penyifatan Rasul Saw dengan kata “al-nabī al-ummīy” setelah
kata “Muḥammad.” Kalimat-kalimat setelahnya lebih kurang sama dengan kedua
redaksi salawat sebelumnya.
Hadis ini selain diriwayatkan oleh Ibn Ḥibbān juga diriwayatkan oleh
beberapa mukharrij yang lain dengan sanad yang berbeda-beda, yaitu oleh al-Ḥākim
dalam Al-Mustadrak-nya,14
al-Dāruquṭnī dalam Sunan-nya,15
Ibn ḥuzaimah dalam
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah,16
Aḥmad ibn Ḥanbal dalam Musnad Aḥmad,17
dan Sunan al-
Kubrā al-Bayhāqī karya Imam al-Bayhāqī.18
d. Menggunakan redaksi “Abdika wa Rasūlika”
Redaksi hadis keempat diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāri dengan
menambahkan kata “ʽAbdika wa rasūlika” setelah kata “Muḥammad”. 19
ثن ابن الاد عن عبد الله بن خباب ث نا الليث قال حد ث نا عبد الله بن يوسف حد عن أب حداللهم صل سعيد الدري قال ق لنا يا رسول الله هذا التسليم فكيف نصلي عليك قال قولوا
صلي على آل إب راهيم وبارك على ممد وعلى آل ممد كما كما على ممد عبدك ورسولك ارك على آل قال أبو صالح عن الليث على ممد وعلى آل ممد كما ب بارك على إب راهيم
14
Al-Ḥākim, Al-Mustadrak, j. 1, h. 268. 15
Abū al-Hasan al-Dāruquṭnī, Sunan al-Dāruquṭnī, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 2004), j. 2,
h. 168. 16
Abū Bakr ibn Ḥuzaimah, ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, (Beirut: al-Maktab al-Islāmī, T.t), j. 1, h.
351. 17
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 28, h. 304. 18
al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 2, h. 146. 19
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, j. 6, h. 121.
39
ث نا ابن أب حازم والدراوردي عن يزيد وقال ك ث نا إب راهيم بن حزة حد ما صلي على إب راهيم حد آل إب راهيم إب راهيم وبارك على ممد وآل ممد كما بارك على إب راهيم و
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah
menceritakan kepada kami Al-Laits dia berkata; Telah menceritakan kepadaku
Ibnu Al Haad dari Abdullah bin Khabbab dari Abu Sa'id Al-Khudzrī dia
berkata; Aku berkata; 'Ya Rasulullah, mengucapkan salam udah kami ketahui,
lalu bagaimana mengucapkan shalawat kepadamu? Beliau menjawab:
"Ucapkanlah: Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, 'abdika wa rasūlika kamā
ṣallaita alā āli Ibrāhīm wa bārik ʽalā Muḥammad wa 'alā 'āli Muḥammad kamā
bārakta 'alā Ibrāhīm. - Abu Shalih berkata; dari al-Laits - dengan lafazh; 'alā
Muḥammad wa 'alā 'āli Muḥammad kamā bārakta 'alā āli Ibrāhīm.' Telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibn Hamzah Telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abu Hazim dan al-Darāwardi dari Yazid ia berkata dengan lafaz;
'Kama ṣallaita 'alā Ibrāhīm, wa bārik ʽalā Muḥammad wa āli Muḥammad kamā
bārakta ʽalā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm.”
Dalam hadis di atas, Imam al-Bukhārī tidak hanya menyebutkan redaksi awal
salawat dalam riwayat Abū Said al-Khudzrī (w. 64 H) tetapi juga menyebutkan
berbagai riwayat terkait kalimat lanjutan salawat tersebut. Hadis yang sama juga
diriwayatkan oleh beberapa mukharrij hadis dari sahabat yang sama, yaitu Abū Sāʽid
al-Khudzrī, tentunya dengan sanad yang berbeda-beda, yaitu: Sunan Al-Nasā’ī,20
Musnad Aḥmad,21
dan Sunan Ibn Mājjah.22
Walaupun mereka tidak menyebutkan
secara rinci perbedaan riwayat untuk kalimat terakhir salawat tersebut sebagaimana
yang telah disebutkan oleh Imam al-Bukhāri dalam riwayatnya di atas.
e. Menggunakan redaksi “wa anzilhu al-maqʽad al-muqarrab ʽindaka”
Sedangkan redaksi kelima ini sangat berbeda dengan redaksi-redaksi
sebelumnya. Redaksi terakhir yang diajarkan Rasul kepada sahabat yang sangat
20
Al-Nasā’ī, al-Mujtabā min al-Sunan, j. 3, h. 49. 21
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 4, h. 2032. 22
Ibn Mājjah al-Qazwainī, Sunan Ibn Mājjah, j. 1, h. 292.
40
berbeda dengan redaksi sebelumnya ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrāni dalam al-
Muʽjam al-Kabīr, dan tidak ditemukan riwayat lain selain riwayat al-Ṭabrānī ini. 23
حدثنا عبد الملك بن يحيى بن بكي المصري ثنا أب ثنا ابن ليعة عن بكر بن سوادة عن زياد بن قال رسول الله صلى الله : نعيم عن وفاء بن سريح الحضرمي عن رويفع بن ثاب الأنصاري قال
ه ل ب ج و ة ام ي ق ال م و ي ك د ن ع ب ر ق م ال د ع ق م ال ه ل ز ن أ و د م ى م ل ع ل ص م ه لل ا قال من : عليه و سلم ت اع ف ش
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Abd al-Mālik ibn Yahyā ibn
Bukair al-Miṣrī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibn Lahīʽah dari
Bakr ibn Sawādah dari Ziyād ibn Nuʽaim dari Wafā’ ibn Suraiḥ al-Ḥaḍrāmī
dari Ruwaifiʽ ibn Tsābit al-Anṣārī berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa
yang mengucapkan ‘Allahumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa anzilhu al-maqʽad
al-muqarrab ʽindaka yaum al-qiyāmah’. Maka ia wajib mendapatkan
syafaatku.”
Walaupun hadis ini hanya diriwayatkan oleh al-Ṭabrāni, namun oleh al-Suyūṭī,
hadis ini disebut sebagai hadis yang hasan.24
Dari lima redaksi berbeda ini, walaupun empat redaksi awal agak mirip,
perbedaan ini dipengaruhi oleh siapa sahabat yang meriwayatkan. Walaupun jika kita
tilik kembali sebenarnya empat redaksi pertama tersebut disebutkan Nabi Muhammad
Saw. dalam satu kejadian, yakni kejadian ketika Rasul Saw. ditemui seorang laki-laki
untuk meminta diajarkan salawat. Dalam redaksi hadis kedua, ketiga, dan keempat,
memang tidak disebutkan nama dari laki-laki yang menghadap tersebut (hanya
disebutkan dengan sebutan “rajulun”), namun dalam redaksi hadis pertama,
disebutkan dengan gamblang bahwa lelaki yang menghadap tersebut adalah periwayat
hadis itu sendiri, yaitu Basyir ibn Saʽad. Lalu mengapa bukan Kaʽab ibn Ujrah?
Karena Kaʽab menggunakan damir na (نا), ini menunjukkan bahwa Kaʽab seperti
perawi sahabat lain yang sama-sama berada di majelis tersebut ketika laki-laki
23
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 5, h. 25. 24
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Jāmiʽ al-Aḥādīts, (Riyadh: Maktabah al-Maārif, t.t), j. 6, h. 241.
41
tersebut bertanya kepada Rasul Saw. Sedangkan Basyir ia mengatakan sendiri bahwa
ia yang bertanya langsung kepada Rasul Saw.
Untuk lebih mudah, lihat tabel berikut ini:
NO Redaksi Salawat Sahabat Riwayat Hukum
hadis
وعلى آل ممد اللهم صل على ممد .1كما صلي على إب راهيم ، وبارك على
كما بارك على ممد وعلى آل ممد يد ميد إب راهيم ف العالمي ، إنك ح
Kaʽab ibn ʽUjrah.
(perawi)
Basyir ibn
Saʽad. (pelaku dan
perawi sahabat)
Al-Bukhārī
Muslim
Ibn Mājjah
Ibn Hibbān
Al-Tirmidzī
Mālik ibn Anas
Abū Dawūd
Al-Dārimī
Al-Bayhāqī
Aḥmad ibn Ḥanbal
Al-Ṭabrānī
Sahih
وعلى أزواجه اللهم صل على ممد .2كما صلي على آل إبراهيم وبارك وذريته
على ممد وعلى أزواجه وذريته كما بارك على آل إبراهيم إنك حيد ميد
Abū Ḥumaid al-
Sā’īdī (perawi) Muslim
Mālik ibn Anas
Sahih
، وعلى ممد النب الأمى اللهم صل على .3آل ممد كما صلي على إب راهيم ، وعلى آل إب راهيم ، وبارك على ممد النب الأمى ، وعلى آل ممد كما بارك على إب راهيم
يد ميد وعلى آل إب راهيم ، إ نك ح
Abī Masʽūd
(perawi) Al-Bayhāqī
Ibn Ḥibbān
Al-Mustadrak
Al-Dāruquṭnī
Ibn Ḥuzaimah
Aḥmad ibn Ḥanbal
Sahih
كما عبدك ورسولك اللهم صل على ممد .4صلي على آل إب راهيم وبارك على ممد وعلى آل ممد كما بارك على إب راهيم
Abū Saʽīd al-
Khudrī (perawi) Al-Bukhārī
Al-Nasā’ī
Aḥmad
Ibn Mājjah
Sahih
وأنزله المقعد المقرب اللهم صل على ممد .5 القيامةعندك يوم
Ruwaifiʽ ibn Tsābit Al-Ṭabrānī
Hasan
Dari tabel di atas, bisa kita simpulkan bahwa perbedaan kelima redaksi salawat
tersebut bersumber dari Rasulullah Saw. sendiri. Perbedaan redaksi salawat tersebut
42
disampaikan oleh Rasul Saw. kepada lima sahabat yang berbeda. Berkenaan dengan
sebab perbedaan tersebut diharapkan penelitian lebih lanjut.
2. Redaksi Salawat yang Diucapkan Sahabat.
Selain redaksi salawat yang diajarkan oleh Rasul Saw. berikut ini penulis
paparkan dua contoh salawat yang dibuat oleh sahabat dan bukan dari Rasul Saw.
a. Redaksi Salawat yang Dibuat oleh Sahabat dari Suku Badui
Dalam sebuah hadis disebutkan sebuah riwayat redaksi salawat yang
diriwayatkan oleh seorang sahabat bernama Zaid ibn Tsābit dari seorang Badui yang
mengucapkan salawat dan salam kepada Rasul Saw.. Walaupun redaksi salawat ini
keluar dari mulut seorang sahabat Badui, namun redaksi salawat tersebut diafirmasi
oleh Rasul Saw., ini juga bisa disebut sebagai sunnah taqiririyah Rasul SAW, yaitu
sunnah yang dilakukan oleh seorang sahabat, namun Rasul Saw. diam dan tidak
marah, sehingga bisa disimpulkan bahwa Rasul Saw., juga memperbolehkannya.25
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrānī dalam al-Muʽjam al-Kabīr.26
حدثنا الحسي بن إسحاق التستري، ثنا فروة بن عبد الله بن سلمة الأنصاري، بالأبواء، ثنا هارون بن يحيى الحاطب، ثنا زكريا بن إساعيل بن يعقوب بن إساعيل بن زيد بن ثاب ، عن أبيه
غدونا يوما غدوة من : قال زيد بن ثاب : ن ثاب ، قالإساعيل، عن عمه سليمان بن زيد بالغدوات مع رسول الله صلى الله عليه وسلم حت كنا ف ممع طرق المدينة، فبصرنا بأعراب أخذ
السلم عليك أيها : ونن حوله، فقالبخطام بعيه حت وقف على النب صلى الله عليه وسلم : قال« كيف أصبح ؟»: لنب صلى الله عليه وسلم فقالالنب ورحة الله وبركاته، فرد عليه ا
يا رسول الله هذا الأعراب سرق البعي، فرغا : ورغا البعي، وجاء رجل كأنه حرسي، فقال الحرسيالبعي ساعة وحن، فأنص له رسول الله صلى الله عليه وسلم يسمع رغاءه وحنينه، فلما هدأ
انصرف عنه فإن البعي شهد عليك »: على الحرسي فقال البعي أقبل النب صلى الله عليه وسلم
25 Hadits yang berupa ketetapan Nabi saw terhadap apa yang datang atau yang dilakukan
sahabatnya. Nabi saw membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para
sahabatnya tanpa memberikan penegasan apakah beliau bersikap membenarkan atau
mempermasalahkannya. Maḥmūd al-ṭaḥḥān, Taysīr Musṭalāh al-Ḥadīts, h. 47. 26
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 5, h. 25.
43
أي »: فانصرف الحرسي، وأقبل النب صلى الله عليه وسلم على الأعراب فقال« أنك كاذبى ق ب ت ل ت ح د م لى م ع ل ص م ه لل ي ا م أ و ن أ ب أ ب : قل : قال« شيء قل حي جئتن؟
، م ل ى س ق ب ي ل ت ح د م لى م ع م ل س م ه لل ، ا ة ك ر ى ب ق ب ت ل ت ح د م ى م ل ع ك ار ب م ه لل ، ا ة ل ص إن الله جل »: ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلمة ح ى ر ق ب ت ل ت ا ح د م م م ح ار و م ه لل ا
«وإن الملئكة قد سدوا الأفق وعز أبداها ل والبعي ينطق بعذره،Artinya, “telah menceritakan kepada kami al-Ḥusain ibn Isḥāq al-
Tustarī, ia berkata telah menceritakan kepada kami Furwah ibn Abdullah ibn
Salamah al-Anṣārī dan al-Abwāʽ, mereka berkata telah menceritakan kepada
kami Hārūn ibn Yaḥyā al-Ḥaṭābī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Zakariya ibn Ismāʽīl ibn Yaʽqūb ibn Ismāʽī ibn Zayd ibn Tsābit dari ayahnya,
Ismāʽīl, dari pamannya, Sulaiman ibn Zayd ibn Tsābit berkata, telah berkata
Zayd ibn Tsābit: Suatu pagi kami melakukan perjalanan bersama Rasulullah
Saw. hingga kami sampai pada suatu perempatan jalan Madinah. Kami melihat
seorang laki-laki Badui memegang tali kekang untanya dan ia mengetahui
keberadaan Rasul Saw. dan kami berada di sekelilingnya. Laki-laki Badui itu
kemudian memberi salam kepada Rasul Saw.: ‘Assalāmu ʽalaika ayyuha al-
nabīy wa raḥmatullahi wa barakātuh.” (semoga keselamatan atasmu wahai
Nabi dan senantiasa mendapatkan rahmat Allah serta keberkahan-Nya). Rasul
pun menjawab, “Bagaimana kabarmu pagi ini?” Zaid berkata, unta yang
dibawa seorang Badui itu pun bersuara. Kemudian datanglah seorang laki-laki,
sepertinya ia al-Ḥarasī. Kemudian al-Ḥarasī mengadu kepada Rasul Saw.:
Wahai Rasul, orang Badui ini mencuri unta. Unta tersebut pun bersuara
kembali. Rasul pun mencoba menangkan unta tersebut hingga ia berhenti
bersuara. Ketika unta itu berhenti bersuara, Rasul pun menghadap kepada al-
Ḥarasī, kemudian Rasul berkata, “Pergilah dari orang Badui itu, sesungguhnya
unta tersebut telah bersaksi bahwa engkau adalah seorang pembohong.” Al-
Ḥarasī pun pergi. Rasul kemudian mendatangi orang Badui tersebut dan
berkata, “Apa yang akan kamu ucapkan saat bertemu denganku tadi?” Orang
Badui tersebut menjawab: Aku akan berkata, “demi ayah dan ibuku
‘Allahumma ṣalli ʽalā Muḥammad ḥattā la tabqā ṣalātan. Allāhummah bārik
ʽalā Muḥammad ḥattā lā tabqā barakatan. Allāhumma sallim ʽalā Muḥammad
ḥattā lā yabqā salām. Allāhumma warḥam Muḥammadan ḥattā lā tabqā
raḥmatan’. Rasulullah Saw berkata, “Sesungguhnya Allah Swt telah
menunjukkan kepadaku dan unta berbicara dengan pembelaannya, Dan
sesungguhnya malaikat telah menyumbat kebohongan.”
b. Redaksi Salawat yang Dibuat oleh Ibn Masʽūd
Selain hadis di atas, yang merupakan sunnah taqririyah dan diafirmasi Rasul,
ada juga sahabat lain yang memberikan salawat dengan redaksi darinya sendiri
44
walaupun tidak disebutkan apakah telah diafirmasi oleh Rasul Saw. atau belum.
Berikut ini adalah riwayat Ibn Masʽūd (w. 32 H) tentang salawat kepada Rasul Saw.
dengan hadis yang mauquf yang diriwayatkan oleh al-Bayhāqī (w. 458 H) dalam Al-
Daʽwāt al-Kabīr.27
ث نا أبو عثمان ال , أخب رنا أبو ممد الحسن بن علي بن المؤمل وأخب رنا , بصري ح حدث نا ممد بن عبد : أخب رنا أبو عبد الله ممد بن ي عقوب قال , أبو زكريا يحيى بن إب راهيم حد
عن أب فاختة , عون بن عبد الله عن , أخب رنا المسعودي , أخب رنا جعفر بن عون , الوهاب إذا صليتم على رسول الله صلى الله عليه : قال عبد الله بن مسعود : قال , عن الأسود ,
, علمنا : ف قالوا له , ل ذلك ي عرض عليه فإنكم ل تدرون لع , وسلم فأحسنوا الصلة عليه , وإمام المتقي , اللهم اجعل صلواتك وب ركاتك ورحتك على سيد المرسلي : قولوا : ف قال
اللهم اب عثه , ورسول الرحة , وقائد الي , إمام الي و , ممد عبدك ورسولك , وخات النبيي د وعلى آل ممد كما صلي , مقاما ممودا ي غبطه به الأولون والخرون اللهم صل على مم
يد ميد على إب راهيم وآل إب راه وبارك على ممد وآل ممد كما بارك على , يم إنك حيد ميد , إب راهيم وآل إب راهيم .إنك ح
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Abū Muḥammad al-Ḥasan
ibn ʽAlī ibn Mu’ammal.Ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abū
ʽUtsman al-Baṣrī (ḥa), telah menceritakan kepada kami Abū Zakariya Yaḥya
ibn Ibrāhīm, ia berkata telah menceritakan kepada kami Abū ʽAbdillah
Muḥammad ibn Yaʽqūb, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami
Muḥammad ibn ʽAbdul Wahhāb, ia berkata telah menceritakan kepada kami
Jaʽfar ibn ʽAun, ia berkata telah menceritakan kepada kami al-Masʽūdī dari
ʽAun ibn ʽAbdillah dari Abī Fākhitah, dari al-Aswad berkata, Abdullah ibn
Masʽūd berkata: Jika kalian bersalawat kepada Rasul Saw., maka perbaguslah
salawat kalian kepadanya. Karena kalian tidak mengetahui bahwa salawat
kalian itu diperlihatkan kepadanya. Kemudian mereka berkata kepada Ibn
Masʽūḍ: ajarkanlah kepada kami. Ibn Masʽūd pun berkata: Katakanlah
“Allāhumma ijʽāl ṣalawātika, wa barakātika wa raḥmataka ala sayyid al-
mursalīn, wa imām al-muttaqīn, wa khātam al-nabīyīn, Muḥammadin ʽAbdika
wa Rasūlika wa imām al-khaīr wa qāid al-khair, wa rasūl al-raḥmah.
Allāhumma ib’atshu maqām al-maḥmūda yaghbiṭuhu bihi al-awwalūn wa al-
ākhirūn, allāhumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa ʽalā āli Muḥammad kamā
ṣallaita ʽalā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm, wa bārik ʽalā Muḥammad wa ʽalā āli
27
Abū Bakr al-Bayhāqī, al-Daʽwāt al-Kabīr, (Kuwait: Ghirās li al-Nasyr wa al-Tauzīʽ, 2009),
j. 1, h. 258.
45
Muḥammad kamā bārakta ʽalā Ibrāhīm wa ʽalā āli Ibrāhīm, fi al-ʽālamīna
innaka ḥamīd al-majīd.”
Salawat ini juga diriwayatkan oleh Abdullah Ibn ʽUmar dalam kitab al-
Maṭālib al-ʽAlīyah karya Ibn Ḥajar al-Asqalānī.28 Secara umum, lafaz salawat ini tidak
jauh beda dengan salawat yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. kepada Basyīr ibn
Sa’ād yang telah disebutkan sebelumnya, hanya saja para sahabat ini, baik Ibn Masʽūd
ataupun Ibn ʽUmar menambahkan beberapa redaksi lain sebelum salawat yang
diajarkan Rasul Saw.
Berpijak pada paparan redaksi salawat dari Rasul Saw. dan selain Rasul,
bahwa bisa disimpulkan sementara bahwa redaksi salawat tidak harus bersumber dari
Rasul Saw. Redaksi salawat yang bersumber dari selain Rasul Saw. juga dapat dinilai
keabsahannya.
B. Redaksi Keutamaan Salawat
Al-Sakhawī dalam Al-Qaul al-Badī’ menjelaskan sekitar 52 keutamaan
membaca salawat.29
Namun dalam hadis, hanya ditemukan enam hadis saja yang
marfu terkait keutamaan salawat.
1. Allah Swt. Akan Bersalawat Sepuluh Kali
Salah satu hadis yang paling banyak dikutip dalam berbagai kitab hadis dan
juga kitab-kitab yang menjelaskan keutamaan salawat adalah hadis berikut:
من صلى على واحدة صلى الله عليه عشرا
Artinya, “Jika seseorang membaca salawat kepadaku satu kali, maka
Allah Swt. akan bersalawat kepadanya sepuluh kali.”
28
Ibn Ḥajar al-Asqalānī, al-Maṭālib al-ʽaliyyah, (Beirut: Dar al-Kutb, T.t), j. 9, h. 411. 29
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 231-232.
46
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥ-nya.30
Selain itu,
diriwayatkan juga oleh beberapa mukharrij yang lain, seperti, Aḥmad ibn Ḥanbal
dalam Musnad-nya,31
Sunan Abī Dāwud,32
Sunan al-Nasā’ī,33
dan Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān.
34
2. Allah Swt. Akan Mencatat Sepuluh Kebaikan
Beberapa mukharrij lain meriwayatkan dengan beberapa redaksi yang berbeda.
Perbedaan tersebut biasanya terdapat dalam jumlah balasan salawat yang disiapkan
oleh Allah Swt., untuk orang yang membaca salawat, seperti hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Aḥmad ibn Ḥanbal berikut ini:
ث نا ربعي ث نا عبد الرحن بن إسحاق عن العلء بن عبد الرحن عن أبيه عن أب هري رة حد حدا ل له ب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من صلى علي مرة واحدة كتب الله عز وج
عشر حسنات Artinya, “Telah menceritakan kepadaku Ribʽi, ia berkata, telah
menceritakan kepadaku Abdurrahman ibn Isḥāq, dari al-ʽAlā’, dari ayahnya,
dari Abū Hurairah berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Siapapun orang yang
membaca salawat kepadaku satu kali maka Allah akan mencatat baginya
sepuluh kebaikan.
Hadis ini tidak hanya diriwayatkan oleh Aḥmad, beberapa Mukharrij yang lain
juga meriwayatkan, seperti: Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban,35
Sunan al-Kubra al-Nasāʽī,36
dan
Musnad Abī Yaʽlā.37
Dalam redaksi yang berbeda, dengan menyebutkan redaksi yang lebih
lengkap, Imam Muslim dalam ṣaḥīḥ-nya juga menyebutkan hadis yang kurang lebih
semakna dengan beberapa hadis di atas.
30
Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, j. 2, h. 17. 31
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 14, h. 444. 32
Abī Dāwud, Sunan Abī Dāwud, j. 1, h. 562. 33
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 3, h. 50. 34
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 187. 35
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban, j. 3, h. 186. 36
Al-Nasā’ī, Sunan al-Kubrā, j. 9, h. 30. 37
Abū Yaʽlā al-Mūṣilī, Musnad Abī Yaʽlā, (Damaskus: Dar Maʽmūn, 1984), j. 7, h. 75.
47
ث نا عبد الله بن وهب عن ث نا ممد بن سلمة المرادى حد وة وسعيد بن أب أيوب حد حي ع وغيها عن كعب بن علقمة عن عبد الرحن بن جب ي عن عبد الله بن عمرو بن العاص أنه س
عتم المؤذن ف ق » ي قول -صلى الله عليه وسلم-النب ولوا مثل ما ي قول ث صلوا على فإنه إذا سنة ل من صلى على صلة صلى الله عليه با عشرا ث سلوا الله ل الوسيلة فإن ها منزلة ف ا
جو أن أكون أنا هو فمن سأل ل الوسيلة حل له الشفاعة ت نبغى إل لعبد من عباد الله وأر Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Salamah
al-Murādī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Wahb,
dari Ḥaywah dan Saʽīd ibn Abī Ayyūb dan selain keduanya dari Kaʽab ibn
ʽAlqamah dari Abdurrahman ibn Jabīr dari Abdullah ibn ʽAmr ibn al-ʽĀṣ.
Sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw., bersabda, “Jika kalian
mendengar seorang muazin (mengumandangkan azan), maka ucapkanlah
ucapan yang diucapkan muazin tersebut. Kemudian bersalawatlah kepadaku.
Sesungguhnya orang yang bersalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan
bersalawat kepadanya sepuluh kali. Mohonlah kepada Allah wasilah untukku,
karena wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga, tidaklah layak tempat
tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku
berharap aku hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku,
maka syafa'at halal untuknya."
Selain diriwayatkan oleh Muslim, hadis di atas, juga diriwayatkan dalam Al-
Muʽjam al-Awsaṭ,38
Sunan al-Nasā’ī,39
Musnad Aḥmad,.40
Sunan Abī Dawūd,41
Ṣaḥīḥ
ibn Ḥuzaimah,42
dan Sunan al-Tirmidzī.43
3. Allah Swt. Akan Bersalawat Sepuluh Kali dan Akan Dicatat Sebagai Orang
yang Terbebas dari Kemunafikan dan Api Neraka.
Dengan redaksi yang hampir mirip, beberapa mukharrij juga meriwayatkan
dengan beberapa tembahan, seperti dalam redaksi hadis riwayat al-Ṭabrānī dalam al-
Muʽjam al-Awsaṭ berikut ini:
38
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Awsaṭ, j. 3, h. 121. 39
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 2, h. 25. 40
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 11, h. 28. 41
Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, j. 1, h. 206. 42
Ibn Ḥuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, j. 1, h. 218. 43
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 6, h. 13.
48
نديسابو ث نا ممد بن مسلم بن عبد الله بن ا ث نا إب راهيم بن سلم بن رشيد حد ري ، حدث نا عبد العزيز بن ق يس بن عبد الرحن ، عن حيد الطويل ، ع ن أنس الجيمي البصري ، حد
من صلى علي صلة واحدة ، صلى : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : بن مالك ، قال تب الله الله عليه عشرا، ومن صلى علي عشرا ، صلى الله عليه مائة ، ومن صلى علي مائة ، ك
ن يه النار ، وأسكنه الله ي وم القيامة مع الشهداء ب راءة من الن فاق ، وب راءة من : له ب ي عي Artinya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Muslim, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami, Ibrāhīm ibn Muslim ibn Rasyīd ibn
al-Fākhir al-Hujaimi, ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Abdul Azīz
ibn Qays ibn Abdurrahman, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Ḥamīd al-Ṭawīl, dari Anas ibn Mālik berkata, Rasulullah Saw bersabda: Siapa
yang membaca salawat sekali, Allah Swt. akan bersalawat kepadanya sepuluh
kali, siapa yang membaca salawat sepuluh kali, Allah Swt. akan bersalawat
kepadanya seratus kali. Siapa yang membaca salawat sebanyak 100 kali, maka
Allah Swt. akan mencatatnya terbebas dari kemunafikan dan terbebas dari api
neraka. Serta Allah Swt. akan menempatkannya pada hari kiamat bersama para
syuhada’.”
4. Dihapus Sepuluh Kesalahannya dan Diangkat Sepuluh Kali Lipat
Derajatnya
Selain hadis di atas, ada juga riwayat Imam al-Nasā’ī yang mencantumkan
hadis lain dengan beberapa redaksi yang sama, namun ada beberapa tambahan balasan
bagi orang yang bersalawat kepada Nabi, yaitu dihapus sepuluh kesalahannya dan
diangkat sepuluh kali lipat derajatnya.
ث نا يونس بن أب إس : أخب رنا إسحاق بن منصور ، قال حاق ، أخب رنا ممد بن يوسف ، حدث نا أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من : عن ب ريد بن أب مري ، حد
، صلى علي صلة واحدة ، صلى الله عليه عشر صلوات ، وحط عنه عشر خطيئات . ورفع له عشر درجات
Artinya, “Telah memberi kabar kepada kami Isḥāq ibn Manṣūr, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Yūsuf, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Yūnus ibn Abī Isḥāq, dari Barīd ibn Abī
Maryam, ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Anas ibn Mālik, ia
berkata, Rasulullah Saw bersabda, Siapa yang bersalawat kepadaku sekali,
49
maka Allah Swt. akan bersalawat kepadanya sepuluh kali, menghapus sepuluh
kesalahan dan mengangkat derajat hingga sepuluh kali lipat.”
Selain al-Nasā’ī dalam Sunan al-Nasā’ī,44
hadis ini juga diriwayatkan oleh
Imam Ibn Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥībbān,45
Aḥmad ibn Ḥanbal dalam al-Musnad-
nya,46
dan Al-Mustadrak karya al-Ḥākim.47
5. Menjadi Manusia Utama di Hari Kiamat
Berbeda dengan riwayat-riwayat sebelumnya, al-Tirmidzī meriwayatkan
bahwa orang yang membaca salawat akan menjadi orang yang paling utama di hari
kiamat nanti.
د بن بشار ، قال ث نا مم د بن خالد ابن عثمة ، قال : حد ث نا مم ث : حد نا موسى بن حد
اد ، أخب ره عن عبد الله : ي عقوب الزمعي قال ثن عبد الله بن كيسان ، أن عبد الله بن شد حد
م القيامة أكث رهم أول الناس ب ي و : بن مسعود ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
.علي صلة
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Basysyār, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Khālid ibn ʽAtsmah,
ia berkata: telah menceritakan kepada kami Musā ibn Yaʽqūb al-Zamʽī, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami ʽAbdullah ibn Kaysān, sesungguhnya
Abdullah ibn Syaddād telah menceritakan kepadanya dari Abdullah ibn
Masʽūd, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang paling utama di hari
kiamat adalah orang banyak membaca salawat kepadaku.” 48
6. Mendapatkan Syafaat Rasul di Hari Kiamat
Al-Ṭabrānī meriwayatkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa orang yang
membaca salawat kepada Rasul Saw. akan mendapatkan safaat-nya kelak di hari
kiamat.
44
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 3, h. 50. 45
Ibn Ḥībbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥībbān, j. 3, h. 185. 46
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 19, h. 57. 47
Al-ḥākim, al-Mustadrak, j. 1, h. 550. 48
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 1, h. 612.
50
ا أب، ثنا ابن ليعة، عن بكر بن سوادة، عن حدثنا عبد الملك بن يحيى بن بكي المصري، ثن
قال رسول الله : زياد بن نعيم عن وفاء بن شريح الحضرمي، عن رويفع بن ثاب الأنصاري، قال
م و ي ك د ن ع ب ر ق م ال د ع ق م ال ه ل ز ن أ و د م لى م ع ل ص م ه لل ا : من قال: " صلى الله عليه وسلم
" ت اع ف ش ه ل ب ج و ة ام ي ق ال
Artinya, “Telah menceritakan kepadku Abd al-Mālik ibn Yaḥyā ibn
Bakīr al-Miṣrī, ia berkata, telah menceritakan kepadaku, Ibn Lahīʽah, dari
Bakr ibn Sawādah, dari Ziyād ibn Naʽīm dari Wafā’ ibn Syuraiḥ al-Ḥadrāmī,
dari Ruwaifiʽ ibn Tsābit al-Anṣārī, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
“Siapa yang mengucapkan ‘Allāhumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa anzilhu al-
Maqʽad al-Muqarrab ʽindaka yaum al-qiyāmah,’ maka ia berhak
mendapatkan safaatku.” 49
Jika kita kumpulkan ada beberapa redaksi yang berbeda terkait keutamaan
salawat, begitu juga dengan jumlah balasannya. Lebih jelasnya, lihat tabel berikut ini:
No Jenis Keutamaan Sahabat Sumber kitab
1 Allah bersalawat sepuluh kali
kepada orang yang bersalawat
kepada Nabi sekali.
Anas ibn Mālik
Abdullah ibn ʽAmr
Amr ibn Rabīʽah
Ṣaḥīḥ Muslim
Musnad Aḥmad
Sunan Abī Dāwud
Sunan al-Nasā’ī
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān
2 Allah Swt. memberikan sepuluh
kebaikan.
Abū Hurairah Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban
Musnad Aḥmad
3 Allah Swt. memberikan 10
salawat, dicatat sebagai orang
yang terbebas nifaq dan api
neraka.
Anas Ibn Mālik al-Muʽjam al-
Awsaṭ
4 Allah Swt. memberikan 10
salawat, menghapus 10
kesalahan, dan meningkatkan
derajat hingga 10 kali lipat.
Anas ibn Mālik Sunan al-Nasā’ī
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥībbān
al-Musnad
Al-Mustadrak
5 Menjadi manusia utama di hari
kiamat
Abdullah ibn
Masʽūd
Sunan al-Tirmidzī
6 Mendapatkan syafaatnya kelak di
hari kiamat
Ruwaifiʽ Ibn
Tsābit
Al-Muʽjam al-
Kabīr
49
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Kabīr, j. 5, h. 25.
51
C. Ancaman Bagi Orang yang Tidak Membaca Salawat
Selain hadis-hadis keutamaan membaca salawat, banyak juga hadis-hadis yang
menjelaskan ancaman bagi orang-orang yang enggan bersalawat kepada Nabi
Muhammad Saw. Ada beberapa julukan jelek yang disebutkan dalam hadis terkait
orang-orang yang enggan bersalawat kepada Rasulullah Saw. saat disebutkan
namanya. Pertama, yaitu hadis yang menjelaskan bahwa orang yang tidak bersalawat
adalah orang yang paling sesat. Hadis ini diriwayatkan dalam kitab Al-Maṭālib al-
Alīyyah, karya Ibn Ḥajar al-Asqalānī.50
شميل ، ثنا حاد هو ابن سلمة ، نا سعيد ، أخبرن فلن ، ف مسجد دمشق ، أنا النضر بن أن أبا ذر جلس إل رسول الله صلى الله عليه وسلم ، أو جلس : عن عوف بن مالك قال
إن : لضحى فذكر الحديث وفيه يا أبا ذر أصلي ا: رسول الله صلى الله عليه وسلم ف قال .أضل الناس من ذكرت عنده ف لم يصل علي صلى الله عليه وسلم
Artinya, “telah menceritakan kepada kami al-Naḍr ibn Syamīl, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Ḥammād, yaitu Ibn Salamah, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Saʽīd, ia berkata telah menceritakan
kepada kami Fulān, di Masjid Damaskus, dari Auf ibn Mālik berkata,
sesungguhnya Abū Dzār bertemu Rasul Saw atau Rasul Saw. sedang duduk,
kemudian Rasul Saw bersabda, “Wahai Abu Dzār, apakah kamu telah
mendirikan shalat dhuha?” Rasul Saw. kemudian menyebutkan sebuah hadis,
dan dalam hadis tersebut terdapat kalimat, “Sesungguhnya manusia yang
paling sesat adalah orang yang saat disebutkan namaku, ia tidak bersalawat
kepadaku.”
Selain hadis di atas, ada juga riwayat lain yang menjelaskan bahwa orang yang
tidak bersalawat kepada Rasul Saw. saat nama Rasul disebut adalah orang yang kikir.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Ḥākim dalam al-Mustadrak-nya. 51
ث نا أخب رنا جعف ث نا إسحاق بن صدقة بن صب يح ، حد ر بن هارون النحوي ، بب غداد ، حدث نا عمارة بن غزية ، قال ث نا سليمان بن بلل ، حد ع : خالد بن ملد القطوان ، حد س
ه ، قال عبد الله ب ث ، عن أبيه ، عن جد قال رسول الله صلى الله : ن علي بن الحسي ، يحد
50 Ibn Ḥajar al-Asqalānī, al-Maṭālib al-ʽaliyyah, j. 9, h. 401.
51 Al-Ḥākim, al-Mustadrak, j. 1, h. 549.
52
هذا حديث صحيح الإسناد ، ول .إن البخيل من ذكرت عنده ف لم يصل علي : عليه وسلم وله شاهد عن أب هري رة . يرجاه
Artinya, “Telah memberi kabar kepada kami Jaʽfar ibn Hārūn al-Naḥwī
di Baghdad, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Isḥāq ibn Ṣadaqah ibn
Ṣubaiḥ, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Khālid ibn Makhlad al-
Qaṭawānī, ia berkata telah menceritakan kepada kami Sulaimān ibn Bilāl, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami ʽUmarah ibn Ghazīyah, ia berkata:
Aku mendengar Abdullah ibn ʽAlī ibn al-Ḥusain bercerita dari ayahnya, dari
kakeknya berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang kikir
adalah orang yang saat disebutkan namaku, ia tidak membaca salawat
kepadaku.” Hadis ini adalah hadis sahih sanadnya, dan tidak ditakhrij oleh
Bukhāri maupun Muslim. Hadis ini memiliki syāhid dari Abū Hurairah.
Hadis ini selain diriwayatkan oleh al-Ḥākim juga diriwayatkan oleh Ibn
Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ-nya52 dan al-Bayhaqī dalam Syuʽāb al-Īmān.53 Dalam riwayat al-
Ṭabrānī yang ditulis dalam al-Muʽjam al-Kabīr, disebutkan ancaman yang lebih
keras.
ث نا عبدان بن ث نا إساعيل بن حد ث نا ممد بن عبد الله بن عب يد بن عقيل ، حد أحد ، حدث نا ق يس بن الربيع ، عن ساك ، عن جابر ، قال صعد النب صلى الله عليه وسلم : أبان ، حد
يا ممد من : أتان جبريل عليه السلم ، ف قال : " ، قال " آمي آمي آمي : " ل المنب ر ، ف قايا : آمي ، قال : أدرك أحد والديه ، فمات ، فدخل النار ، فأب عده الله ، قل آمي ، ف قل
درك شهر رمضان ، فمات ، ف لم ي غفر له ، فأدخل النار ، فأب عده الله ، قل آمي ، ممد من أ ومن ذكرت عنده ف لم يصل عليك ، فمات فدخل النار ، فأب عده الله ، : آمي ، قال : ف قل ".آمي : ي ، ف قل قل آم
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami ʽAbdān ibn Aḥmad, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami, Muḥammad ibn ʽAbdullah ibn
ʽUbaid ibn ʽAqīl, ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Ismāʽīl ibn
Abān, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Qays ibn Rabīʽ, dari Samāk,
dari Jābir, ia berkata, Rasulullah Saw. naik ke atas mimbar kemudian
berkhutbah, “āmīn...āmīn...āmīn.” Kemudian bersabda, “Jibril As.
mendatangiku kemudian ia berkata, siapa yang bertemu dengan kedua
orangtuanya (tapi tidak berbuat baik kepada mereka) kemudian meninggal,
maka masuk neraka dan Alllah menjauhinya. Katakanlah amin..amin..amin.
52
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 189. 53
Abū Bakr al-Bayhāqī, Syuʽab al-Imān, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003), j. 1, h. 131.
53
Siapa yang bertemu Ramadan tapi tidak diampuni, maka ia masuk neraka dan
Alllah menjauhinya, katakanlah amin..amin..amin. Siapa yang disebutkan
namamu (Muhammad Saw.) lalu dia tidak bersalawat kepadamu, maka masuk
neraka dan Alllah menjauhinya. Katakanlah amin..amin..amin.
Hadis di atas, secara substansi matan, agak mirip dengan hadis lain yang
diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzī dalam Sunan-nya. 54
ورقي ، قال ث نا أحد بن إب راهيم الد ث نا ربعي بن إب راهيم ، عن عبد الرحن بن إسحاق : حد حدقال رسول الله صلى الله عليه : ، عن سعيد بن أب سعيد المقبري ، عن أب هري رة ، قال
رغم أنف رجل ذكرت عنده ف لم يصل علي ، ورغم أنف رجل دخل عليه رمضان ث : وسلم أب واه الكب ر ف لم يدخله انة قال عبد انسلخ ق بل أن ي غفر له ، ورغم أنف رجل أدرك عنده
هذا حديث حسن غريب من . وف الباب عن جابر ، وأنس .أو أحدها: وأظنه قال : الرحن .ابن علية : إساعيل بن إب راهيم ، وهو ثقة ، وهو أخو : وربعي بن إب راهيم هو هذا الوجه
إذا صلى الرجل على النب صلى الله عليه وسلم مرة ف : وي روى عن ب عض أهل العلم قال .المجلس المجلس أجزأ عنه ما كان ف ذلك
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibn Ibrāhīm al-
Daurāqī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Rib'i ibn Ibrāhīm, dari
ʽAbdurrahman ibn Isḥāq, dari Saʽīd ibn Abū Saʽīd al-Mabūrī, dari Abū
Hurairah ia berkata; Rasulullah Saw. bersabda: “Celakalah seseorang, namaku
disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan salawat kepadaku.
Celakalah seseorang, bulan Ramadan menemuinya kemudian keluar dari bulan
Ramadan sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang
kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat
memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya)." Abdurrahman
berkata; dan aku mengira beliau berkata; atau salah seorang dari keduanya.
Dan dalam bab tersebut terdapat riwayat dari Jābir serta Anas. Abū ʽĪsā
berkata: hadis ini adalah hadis gharib dari jalur ini. Rib'i ibn Ibrāhīm adalah
saudara Ismāʽīl ibn Ibrāhīm, ia adalah orang yang tsiqah, dan ia adalah Ibnu
'Ulayyah. Dan telah diriwayatkan dari sebagian ulama, beliau mengatakan:
“Apabila seseorang bersalawat kepada Nabi Saw. satu kali maka hal tersebut
telah memberikan kecukupan terhadap apa yang ada di dalam majelis
tersebut."
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh beberapa perawi lain, seperti al-Bayhaqī
dalam Sunan al-Kubrā-nya,55
Ibn Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ-nya,56
Aḥmad ibn ḥanbal
54
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, j. 5, h. 443.
54
dalam Musnad Aḥmad,57
al-Bazzār dalam Musnad-nya,58
dan al-Ḥākim dalam Al-
Mustadrak-nya. 59
Seluruhnya mengambil dari jalur Abū Hurairah, kecuali al-Bazzār
yang mengambil dua riwayat sahabat, yaitu Abū Hurairah dan Jābir ibn Samūrah.60
Hal ini menunjukkan bahwa selain beberapa hadis yang meriwayatkan
keutamaan bersalawat kepada Rasul Saw., ada juga beberapa hadis yang menjelaskan
ancaman bagi orang yang tidak membaca salawat kepada Rasul Saw. Terkait jenis-
jenis ancaman bagi orang yang tidak mau membaca salawat kepada Rasulullah Saw.
tersebut secara lebih mudah bisa dilihat melalui tabel berikut ini:
No Jenis Ancaman Sahabat Sumber kitab
1 Disebut sebagai orang yang
paling sesat
Auf Ibn Mālik.
Abū Dzār
(mukhatab Nabi)
Al-Maṭālib al-
Alīyyah
2 Disebut sebagai orang yang
kikir.
Alī ibn al-Ḥusain Ṣaḥīḥ Ibn ḥibbān
Al-Mustadrak
Syuʽab al-Imān
3 Masuk neraka. Jābir ibn Samūrah
Abū Hurairah
Al-Muʽjam al-
Kabīr
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān
4 Celaka Abū Hurairah
Jābir ibn Samūrah
Sunan al-Tirmidzī
Sunan al-Kubrā
al-Bayhāqī.
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān.
Musnad Aḥmad.
Musnad al-Bazzār.
Al-Mustadrak.
D. Memahami Teks Keutamaan Salawat
Al-Qaraḍāwī menyebutkan bahwa memahmi hadis tidak perlu memperhatikan
beberapa hal. Beberapa di antaranya adalah ta’kīd min madlūlāt alfādz al-hadīts
(memastikan petunjuk dari lafaz hadis), al-Tafrīq bain al-ḥaqīqah wa al-majāz
55
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 4, h. 304. 56
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ ibn Ḥibbān, j. 3, h. 189. 57
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 12, h. 421. 58
Al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, j. 2, h. 437. 59
Al-Ḥākim, al-Mustadrak, j. 1, h. 550. 60
Al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, j. 2, h. 129.
55
(membedakan lafaz yang hakiki dan majaz), dan fahm al-aḥādīts fi ḍauʽi asbābihā wa
mulābasatihā wa maqāsidia (memahami hadis dalam lingkup sebabnya,
penggunaannya dan tujuannya.61
Beberapa metode memahami hadis ala al-Qaraḍāwī
tersebut akan kami implementasikan untuk memahami teks-teks hadis keutamaan
salawat melalaui beberapa penjelasan di bawah ini.
1. Memahami Lafaz Hadis
Al-Qaraḍāwī menyebutkan bahwa diperlukan memahami lafaz-lafaz dalam
hadis tersebut dan memastikan maknanya karena setiap lafaz bisa berubah maknanya
masa demi masa.62
Selain itu dalam bagian ini penulis mencoba memastikan apakah
suatu lafaz tersebut merupakan lafaz yang hakiki atau hanya majaz dan
membandingkannya dengan Al-Quran atau hadis yang lain.
a. Balasan Sepuluh Salawat, Sepuluh Kebaikan, Sepuluh Derajat dan
Dihapus Sepuluh Dosa Bagi Orang yang Bersalawat Satu Kali.
Dalam hadis yang diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim, Musnad Aḥmad, Sunan
Abī Dāwud, Sunan al-Nasā’ī, dan Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān ini menggunakan redaksi lafaz:
Redaksi ini hampir ada dalam setiap hadis yang menjelaskan .صلى الله عليه عشرا
keutamaan salawat. Setiap salawat yang diberikan kepada Rasul Saw. akan
mendapatkan balasan sepuluh kali. Al-Sakhawī menyebutkan bahwa hal ini
merupakan sebuah balasan bagi kebaikan.63
Karena salawat adalah sebuah kebaikan,
maka Allah Swt. akan membalasnya dengan sebuah kebaikan juga. Hal ini sesuai
dengan Q.S. al-Anʽam ayat 160:
ومن جاء بالسيئة فل يزى إل مث لها وهم ل يظلمون من جاء بالحسنة ف له عشر أمثالا
61
Yusuf Al-Qaraḍāwī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah, (Karo: Dār al-
Syurūq, 2000), h. 111. 62
Al-Qaraḍāwī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah, h. 197. 63
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 285.
56
Artinya, “Siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat
maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
Ini berarti bahwa keutamaan orang bersalawat yang akan mendapatkan balasan
sepuluh salawat adalah mendapatkan sepuluh kebaikan, yaitu sesuai juga dengan
hadis keutamaan selanjutnya berupa mendapatkan sepuluh kebaikan, yang
diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibban dan Musnad Aḥmad. Namun apakah jumlah
sepuluh tersebut berupa jumlah yang haqiqi atau hanya sekedar majaz, al-Sakhāwī
menjelaskan bahwa jumlah angka 10 yang disebutkan dalam hadis tersebut hanyalah
sebuah majaz yang menunjukkan bahwa balasan bagi orang yang bersalawat kepada
Rasul Saw. akan mendapatkan pahala yang agung.64
Dalam hal ini diumpakan dengan
angka 10. Atau dalam hadis lain riwayat al-Ṭabrānī dalam al-Muʽjam al-Awsaṭ
ditingkatkan menjadi bilangan yang bertingkat-tingkat. Jika bersalawat satu kali akan
mendapatkan sepuluh, jika bersalawat sepuluh kali akan mendapatkan seratus, dan
jika bersalawat seratus kali akan dicatat terbebas dari kemunafikan dan api neraka. Ini
semua adalah bentuk penggambaran keagungan pahala bersalawat kepada Nabi Saw.
Karena terlalu agung, hingga digambarkan dengan bilangan dan balasan yang
berlipat-lipat.65
Al-Sakhawī juga menjelaskan kebaikan seperti apa yang akan didapatkan oleh
orang yang bersalawat kepada Rasulullah Saw. Dengan mengutip kaul Umar ibn Abd
al-Wahhāb al-ʽUrdhi, ia menjawab bahwa kebaikan tersebut berupa rahmat khusus
dari Allah Swt. kepada orang yang bersalawat, bahkan tidak hanya mendapatkan
rahmat, orang yang bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw., juga mendapatkan doa
dan pujian dari malaikat. Hal inilah salah satu bentuk keagungan pahala salawat.
64
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 286. 65
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 286.
57
Pembahasan ini juga sekaligus menjawab makna dari lafaz keutamaan salawat dalam
tabel kedua hingga keempat.
Lantas bagaimana dengan sepuluh kesalahan? Yang dimaksud kesalahan
dalam hal ini hanyalah dosa kecil. Hal ini ketika Allah Swt. memberikan rahmatnya
kepada orang yang bersalawat, Allah bisa mengampuni dosa-dosa kecil orang yang
bersalawat, tanpa orang tersebut bertaubat terlebih dahulu, kecuali dosa besar. Karena
Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Allah Swt. tidak akan
mengampuni orang yang melakukan dosa besar, kecuali ia bertaubat kepada Allah
Swt. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam QS. Al-Nisā’ ayat 48 dan 116.
شاء ومن يشرك بالله ف قد اف ت رى إثا عظيماإن الله ل ي غفر أن يشرك به وي غفر ما دون ذلك لمن ي
Artinya, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar."
Ayat tersebut turun sebagai peringatan untuk kaum Yahudi.66
Namun para
ulama sepakat keumuman ayat ini. Artinya, ayat ini berlaku untuk semua manusia,
bukan hanya untuk Yahudi. Menurut al-Ṭabarī, ayat ini turun setelah Rasulullah
mengucapkan Qs. Al-Zumar: 53:
نوب قل يا عبادي الذين أسرفوا على أن فسهم ل ت قنطوا من رحة الله إن الله ي غفر الذيعا إنه هو الغفور الرحيم ج
Artinya, Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
66
Umat Yahudi pada saat itu lebih percaya dengan para rahib mereka daripada kepada Allah dan
utusannya, yaitu Isa As, juga perilaku mereka mendustakan Rasulullah Saw dan mengubah kitab
mereka. Hal ini disebutkan dalam Qs. 9: 31. Lihat: Rasyid Ridha, Tafsīr al-Mannār, (Kairo: Haiʽah al-
Miṣriyyah, 1990 M), j. 5, h. 120-121.
58
Mendengar ayat itu, kemudian ada seorang sahabat yang bertanya terkait
ampunan untuk orang yang berlaku syirik kepada Allah. Setelah Rasul SAW diam
beberapa kali, akhirnya turunlah ayat tersebut.67
Yang dimaksud tidak diampuni dalam syirik adalah jika ia tidak bertaubat
hingga meninggal.68
Karena dalam ayat tersebut juga disebutkan bahwa Allah akan
mengampuni dosa lain jika berkehendak. Oleh karena itu, beberapa sahabat pada saat
itu yang terbiasa bersaksi jelek atas perbuatan seseorang dan mengiranya sebagai ahli
neraka, tidak mengulangi lagi perbuatannya setelah turun ayat ini.69
b. Menjadi Manusia yang Paling Utama di Hari Kiamat
Biasanya kata aulā adalah menunjukkan afʽal al-tafḍīl yang maksudnya adalah
superlatif. Jika aulā al-nās, maka maksudnya adalah manusia yang paling utama di
antara manusia-manusia yang lain. Namun menurut al-Sakhawī, yang dimaksud
manusia yang paling utama (aulā al-nās) dalam hal ini bukanlah sebagaimana makna
di atas, melainkan yang paling dekat dengan Rasul Saw. Sehingga aula al-Nās dalam
hal ini adalah aqrab al-nās, yaitu manusia yang paling dekat dengan Rasul Saw.70
Oleh karena itu, hal ini bisa dilihat dari bagaimana Ibn Ḥibbān membuat tarjamah al-
bāb (judul bab) untuk hadis ini. Dalam ṣaḥīḥ Ibn ḥibbān, hadis ini dimasukkan dalam
bab, “Dzikr al-Bayān bi anna Aqrab al-Nās fi al-Qiyāmah Yakūnu min al-Nabīy ṣallā
Allahu ʽālaihi wa Sallam Man Kāna Aktsara Ṣalātan ʽalaihi fi al-Dunyā” (Bab yang
menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Rasul Saw pada
67
Jalāluddin al-Suyūṭī, al-Durār al-Manṣūr, (Beirut: Dār al-Fikr, t.t), j. 2, h. 557. 68
Abū Jaʽfar al-Ṭabarī, Jāmiʽ al-Bayān fi Ta’wīl al-Qur’ān, (Beirut: Muassasah al-Risalah,
2000 M), j. 9, h. 206. 69
al-Suyūṭī, al-Durār al-Manṣūr,j. 2, h. 557. 70
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 290.
59
hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca salawat kepadanya).71
Orang
yang paling dekat dengan Nabi Saw. apalagi kalau bukan orang yang paling utama.
Bagi para ulama hadis, orang yang paling dekat dengan Nabi Saw pada hari
kiamat ini bukanlah orang yang hanya membaca salawat satu kali dua kali, melainkan
orang yang senantiasa melafalkan salawat di setiap gerakan mulutnya. Tidak hanya
itu, ia juga senantiasa bersalawat dalam setiap tindakannya, pagi maupun malam,
sedang membaca maupun sedang menulis.72
c. Halal Baginya Syafaat Rasulullah Saw. di Hari Kiamat.
Dalam redaksi hadis, menggunakan kalimat “ḥālat lahu al-Syafāʽah” (halal
baginya syafaat). Al-Mubārakfūrī menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ḥālat
lahu al-Syafāʽah” adalah orang tersebut mendapatkan syafaat dari Rasulullah Saw.
Al-Qārīʽ menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan halal adalah al-nuzūl yang
berarti istaḥaqqa an asyfaʽa lahu mujāzatan li duʽaihi (orang tersebut berhak
mendapatkan syafaat sebagai balasan atas doa yang telah dipanjatkan untuk
Rasulullah Saw).73
Al-Munawi menambahkan bahwa yang dimaksud ḥalat dalam
redaksi hadis tersebut bukanlah awalnya haram kemudian dihalalkan, melainkan
diliputi syafaat (ghasyiyathu aw jalalathu al-syafāʽah). Sedangkan syafaat Rasul
sendiri berfungsi untuk menambahkan pahala dan menggugurkan hukuman, bahkan
al-Munawi menyebutkan syafaat tersebut bisa diperoleh oleh orang yang saleh
maupun orang yang jahat (ṭāliḥ) karena syafaat merupakan hak perogratif Rasulullah
Saw.74
71
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 189. 72
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 291. 73
Abū al-ʽAlā al-Mubārakfūrī, Tuḥfat al-Aḥwādzī, (Beirut: Dār al-Kutb, T.t), j. 10, h. 60. 74
ʽAbd al-Ra’ūf al-Munāwī, Faiḍ al-Qādir Syarḥ al-Jāmiʽ al-Ṣaghīr, (Mesir: al-Maktabah al-
Tijāriyah al-Kubrā, 1356 H.), j. 1, h. 384.
60
Dari beberapa pembahasan di atas, menunjukkan bahwa berbagai redaksi
keutamaan salawat tersebut bukanlah menggunakan lafaz yang hakiki, melainkan
menggunakan majaz. Lebih jelasnya bisa dilihat melalui tabel berikut ini:
No Redaksi keutamaan Haqiqi/Majazi Madlūl
1 Balasan sepuluh salawat, sepuluh
kebaikan, sepuluh derajat dan
dihapus sepuluh dosa bagi orang
yang bersalawat satu kali.
Majazi Ajr al-ʽAdhīm
(pahala yang
sangat agung)
2 Menjadi manusia yang paling
utama di hari kiamat..
Majazi Aqrāb al-nās ʽinda
al-Rasūl (orang
yang paling dekat
dengan Rasul)
3 Halal Baginya Syafaat
Rasulullah Saw. di Hari Kiamat.
Majazi
Istaḥaqqa al-
Syafāʽah lahu
(Berhak
mendapatkan
syafaat)
2. Memahami Siyāq al-Kalām
Al-Qaraḍāwī dalam Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah
menyebutkan bahwa memahami siyāq dalam hadis adalah salah satu hal terpenting
dalam memahami hadis. Al-Qaraḍawī menyebutkan beberapa bagian penting yang
harus difahami dalam proses ini, yaitu membedakan mana yang khusus dan mana
yang umum (al-khāṣ wa al-ʽām), mana yang berlaku temporer dan mana yang berlaku
selamanya, mana yang juzʽī dan mana yang kullī. Hal ini perlu karena dapat
membantu memahami secara tepat dan benar.75
Terkait hadis-hadis salawat, tidak semua anjuran salawat kepada Rasul Saw
muncul dalam ruang hampa, yaitu anjuran bersalawat tersebut, bahkan ancaman bagi
orang yang tidak bersalawat muncul karena sebab dan/atau untuk kejadian tertentu.
penulis menemukan ada beberapa sebab dan kejadian yang melatarbelakangi anjuran
dan keutamaan salawat kepada Rasul Saw., bahkan juga ancamannya.
75
Al-Qaraḍāwī, Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunna al-Nabawīyah, h. 146.
61
a. Saat Nama Rasul Saw. Disebut
Hadis-hadis keutamaan salawat ini muncul ketika Rasul mengharuskan para
sahabat untuk membaca salawat kepadanya setelah nama Rasul Saw. disebut. Hal ini
muncul dalam beberapa hadis yang menjelaskan bahwa keutamaan bersalawat kepada
Rasul Saw akan mendapatkan balasan salawat dari Allah Swt sebanyak sepuluh kali
salawat. Dalam hadis riwayat Al-Muʽjam al-Awsaṭ76
dan Ḥilyat al-Auliyā’77
disebutkan
hadis yang lebih lengkap bahwa keutamaan tersebut ketika membaca salawat setelah
nama Rasul Saw. disebut.
ار ش ع ه ي ل ع ى الله ل ص ة ر م ي ل ى ع ل ص ن م ه ن إ ف ي ل ع ل ص ي ل ف ه د ن ع ت ر ك ذ ن م
Artinya, “Siapa yang jika disebutkan namaku, maka ia seharusnya
membaca salawat kepadaku. Karena sesungguhnya siapa yang membaca
salawat kepadaku sekali, maka Allah Swt. akan membaca salawat kepadanya
sepuluh kali.
Ini bisa disebut menjadi latarbelakang keutamaan salawat yang disebutkan
dalam beberapa hadis di atas. Termasuk menjadi latar belakang acaman-ancaman bagi
orang yang tidak membaca salawat. Sehingga tidak semua orang yang tidak membaca
salawat bisa dihukumi demikian. Orang-orang yang dimaksud dalam hadis keutamaan
membaca salawat tersebut adalah orang yang mendengar nama Rasul Saw disebutkan.
Dalam hal ini salawat bisa dimaknai sebagai doa, sebagaimana definisi bahasa salawat
sendiri.
b. Saat Mendengarkan Azan
Dalam hal ini, salawat juga bermakna sebagai doa. Hal ini bisa dilihat dalam
redaksi lengkap hadis yang masih menjelaskan keutamaan membaca salawat berupa
mendapatkan sepuluh salawat dari Allah Swt. dan berhak mendapatkan syafaatnya
76
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Awsaṭ, j. 5, h. 162. 77
Al-Aṣbahānī, Ḥilyat al-Auliyā’, j. 4, h. 347.
62
kelak di hari kiamat. Dalam hadis riwayat lengkap Muslim, disebutkan bahwa Rasul
menganjurkan membaca salawat setelah atau ketika mendengar azan.
عتم المؤذن ف قولوا مثل ما ي قول ث صلوا على فإنه من صلى على صلة صلى الله عليه إذا سنة ل ت نبغى إل لعبد من عباد الله وأرجو أن با عشرا ث سلوا الله ل الوسيلة فإن ها منزلة ف ا
أكون أنا هو فمن سأل ل الوسيلة حل له الشفاعة Artinya, “Jika kalian mendengar seorang muazin (mengumandangkan
azan), maka ucapkanlah ucapan yang diucapkan muazin tersebut. Kemudian
bersalawatlah kepadaku. Sesungguhnya orang yang bersalawat kepadaku satu
kali, maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali. Mohonlah kepada
Allah wasilah untukku, karena wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga,
tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-
hamba Allah, dan aku berharap aku hamba tersebut. Dan barangsiapa
memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal untuknya."
Selain diriwayatkan oleh Muslim, hadis di atas, juga diriwayatkan dalam Al-
Muʽjam al-Awsaṭ,78
Sunan al-Nasā’ī,79
Musnad Aḥmad,.80
Sunan Abī Dawūd,81
Ṣaḥīḥ
ibn Ḥuzaimah,82
dan Sunan al-Tirmidzī.83
Ini menunjukkan bahwa keutamaan salawat dalam hal ini muncul setelah ada
anjuran dari Rasulullah Saw untuk mendengarkan azan, menjawab azan, dan berdoa
setelah azan.
c. Sebagai Zikir Sehari-hari
Dalam hal ini, salawat juga bermakna sebagai zikir. Hal ini bisa dilihat dalam
hadis keutamaan orang yang bersalawat berkali-kali dan ada anjuran Rasul untuk hal
ini. Rasul Saw., bahkan menjanjikan tempat yang paling dekat dengannya di hari
kiamat bagi orang yang memperbanyak salawat kepadanya. Arti memperbanyak
salawat, tentu tidak hanya ketika namanya disebut atau ketika mendengar azan, karena
78
Al-Ṭabrānī, al-Muʽjam al-Awsaṭ, j. 3, h. 121. 79
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 2, h. 25. 80
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 11, h. 28. 81
Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, j. 1, h. 206. 82
Ibn Ḥuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, j. 1, h. 218. 83
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 6, h. 13.
63
dua hal tersebut adalah terbatas. Sedangkan memperbanyak salawat bisa dilakukan
kapan saja selain dua hal di atas. Ini bisa dilihat dari hadis riwayat berikut ini:
.أول الناس ب ي وم القيامة أكث رهم علي صلة : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang paling utama di hari kiamat
adalah orang banyak membaca salawat kepadaku.” 84
Dari tiga hal di atas, bisa disimpulkan bahwa kautamaan salawat ada yang
berlaku umum dan khusus, ada yang berlaku dalam hal-hal tertentu dan ada yang
berlaku dalam setiap hal, bahkan ada keutamaan salawat yang bisa berlaku khusus
(kejadian-kejadian tertentu saja) dan bisa berlaku umum. Selengkapnya bisa dilihat
melalui tabel berikut ini:
No Redaksi keutamaan Latar belakang keutamaan
1 Balasan sepuluh salawat, sepuluh
kebaikan, sepuluh derajat dan dihapus
sepuluh dosa bagi orang yang
bersalawat satu kali.
a. Ketika nama Rasul Saw
disebut. (Khusus)
b. Setelah mendengar dan
menjawab azan. (Khusus)
c. Sebagai zikir, dibaca secara
banyak. (Umum) 2 Halal Baginya Syafaat Rasulullah Saw.
di Hari Kiamat.
3 Menjadi manusia yang paling utama di
hari kiamat.
Sebagai zikir (Umum)
E. Penggunaan Salawat pada Masa Rasulullah Saw.
Tidak hanya sekedar doa dan pujian kepada Rasul Saw., salawat pada masa
Rasulullah Saw. juga sering digunakan untuk beberapa hal lain. Penulis menemukan
ada enam hal penggunaan salawat yang dijelaskan dalam hadis Rasul Saw.
1. Salawat Kepada Nabi Sebagai Bagian dari Syarat untuk Berdoa.
Dalam sebuah hadis riwayat al-Bayhāqī, Rasulullah Saw. pernah menemui
orang yang berdoa namun tidak memuji Allah, mengagungkan-Nya, dan juga tidak
membaca salawat kepada Rasul Saw., hingga kemudian Rasul mengajari orang
84
Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmīdzi, j. 1, h. 612.
64
tersebut untuk memuji Allah Swt dengan tahmīd (alhamdulillāh) dan membaca
salawat kepada Rasul Saw. Pesan Rasul ini terekam dalam Sunan al-Kubrā karya al-
Bayhāqī.85
د بن عبد الله الحافظ أخب رنا أبو أحد رف برو : أخب رنا مم ث نا عبد بكر بن ممد الصي حدوة عن أب هانئ عن أب ث نا حي ث نا عبد الله بن يزيد المقرئ حد على الصمد بن الفضل حد
رأى -وسلمصلى الله عليه -أن رسول الله : عمرو بن مالك عن فضالة بن عب يد الأنصارى وانصرف ، -صلى الله عليه وسلم-رجل صلى ل يحمد الله ول يجده ول يصل على النب
إذا صلى » :فدعاه ف قال له ولغيه . «عجل هذا » : -وسلمصلى الله عليه -ف قال رسول الله ث -صلى الله عليه وسلم-كم ف ليبدأ بتحميد ربه عز وجل والث ناء عليه ، وليصل على النب أحد
.«يدعو با شاء Artinya, “telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Abdullah
ibn al-Ḥāfidz, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abū Aḥmad Bakr
ibn Muḥāmmad al-Ṣairāfī di Marwa, ia berkata, telah menceritakan kepada
kami Abd al-Ṣāmad ibn Faḍl, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibn Yāzid al-Muqrī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Ḥaiwah ibn Abī Hanī’, dari Abī ʽAlī ʽAmr ibn Mālik, dari Faḍālah ibn ʽUbaid
al-Anṣārī, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang laki-laki berdoa
namun tidak memuji Allah, tidak mengagungkan-Nya, dan tidak membaca
salawat kepada Nabi Saw. kemudian ia pergi begitu saja. Kemudian Rasul
Saw., bersabda, “orang ini tergesa-gesa.” Rasul kemudian mendoakannya dan
berkata kepadanya juga kepada orang-orang yang lain, “Jika kalian berdoa,
awalilah dengan memuji Allah, dan membaca salawat kepada Nabi
Muhammad Saw, kemudian berdoalah apa yang engkau inginkan.”
Hadis ini oleh para ulama dijadikan sebagai landasan bahwa syarat
memanjatkan doa adalah harus diawali dengan memuji Allah dan mengagungkan-Nya
kemudian membaca salawat kepada Rasul Saw., baru dilanjutkan dengan berdoa
sesuai keinginan masing-masing. Hal ini oleh al-Bayhāqī disebutkan dalam kitabnya
sebagai bagian dari adab berdoa kepada Allah Swt.86
85
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 2, h. 147. 86
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, j. 2, h. 147.
65
2. Salawat Kepada Nabi Sebagai Bagian dari Tasyahud dalam Salat
Abū Masʽūd al-Badrī dan al-Syaʽbī pernah menyebutkan bahwa tanpa salawat
kepada Rasul Saw., tidak sempurna tasyahud seseorang, bahkan disebutkan tidak sah
salatnya. Hal ini disebutkan dalam sebuah riwayat al-Bayhāqī dalam Sunan al-Kubrā-
nya. 87
ث نا أبو بكر وأخب رن عبد الله بن يحيى بن : ا ممد بن على بن خشيش التميمى بالكوفة حدث نا أبو حصي ث نا إب راهيم بن ممد : معاوية الطلحى حد بن ممد بن الحسي بن حبيب حد
ث نا عب ي ث نا إب راهيم بن ممد حد نب عن شريك قال وحد ث نا أبو مالك ا د الله بن ميمون حديعا عن جابر عن أب جعفر عن أب مسعود البدرى قال لو صلي : موسى عن إسرائيل ج
عفى ت فرد ب .صلة ل أصلى فيها على ممد وعلى آل ممد ما رأي أن ها تتم . ه جابر االتشهد ف ليعد ف -صلى الله عليه وسلم-ن ل يصل على النب م : وروينا عن الشعب أنه قال
.، أو قال ل تزى صلته صلته Artinya, “telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn ʽAlī ibn
Ḥusyaisy al-Tamīmī di Kufah, ia berkata, telah menceritakan kepada kami
Abū Bakr: Abdullah ibn Yaḥyā ibn Muʽawiyah al-Ṭalḥīy, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Abū Ḥusain Muḥammad ibn al-Ḥusain ibn Ḥabīb,
ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm ibn Muḥammad ibn
Maimūn, ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Abū Mālik al-Janabī,
dari Syārik berkata, dan telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm ibn
Muḥammad, ia berkata, telah menceritakan kepada kami ʽUbadillah ibn Mūsā,
dari Isrāil secara keseluruhan, dari Jābir, dari Abī Jaʽfar dari Abī Masʽūd al-
Badrī, ia berkata: Jika aku melakukan salat dan aku tidak mengucapkan
salawat kepada Nabi, maka aku melihat bahwa salatku itu tidak sempurna.
Jaʽfar al-Juʽfī tafarrud dan hadis ini daif. Dan kami meriwayatkan dari al-
Syaʽbī, “Siapa yang tidak bersalawat kepada Nabi saat tasyahud, maka ia
harus mengulangi salatnya.atau berkata, salatnya tidak sah.” (HR. Al-Bayhāqī)
Hadis ini divonis daif oleh al-Zailā’ī karena mauquf.88
Namun dalam hadis
lain, riwayat al-ṭabrānī dalam Al-Muʽjam al-Kabīr89
disebutkan redaksi tasyahud yang
lengkap dan disebutkan di dalamnya salawat kepada Nabi Muhammad Saw.
87
Al-Bayhāqī, Sunan al-Kubrā, J. 2, h. 379. 88
Abdullah al-Zailāʽī, Naṣb al-Rayyāh, (Kairo: Dār al-Ḥādīts, 1357 H), j. 1, h. 308.
66
ث نا ممد بن يحيى القطعي، ث نا عبدان بن أحد، حد ث نا حد ث نا ممد بن بكر الب رجان، حد حدثن ماهد، قال ثن عبد الرحن : عبد الوهاب بن ماهد، حد لى، وأبو معمر، قال حد : بن أب لي
التحيات لله :علمن رسول الله صلى الله عليه وسلم : علمن ابن مسعود التشهد، وقال نا وعلى عباد الله والصلوات والطيبات، السلم عليك أي ها النب ورح ة الله وب ركاته، السلم علي
د وأهل الصالحي، أشهد أن ل إله إل الله، وأشهد أن ممدا عبده ورسوله، اللهم صل على ممد ب يته كما صلي على إب راهي نا معهم، اللهم بارك على مم يد ميد، اللهم صل علي م، إنك ح
نا معهم، صلوا يد ميد، اللهم بارك علي ت الله وأهل ب يته كما بارك على إب راهيم، إنك ح، السلم عليه ورحة الله وب ركاته وصلة المؤمن .ي على ممد النب الأمي
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Abdān ibn Aḥmad, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Yaḥyā al-Qaṭʽī, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Bakr, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Abd al-Wahhāb ibn Mujāhid, ia berkata, telah
mcneritakan kepada kami, Mujāhid, ia berkata, telah menceritakan kepada
kami ʽAbd al-Rahman ibn Abī Lailā dan Abū Muʽammar, ia berkata: Ibn
Masʽūd telah mengajariku tasyahud. Ia berkata, Rasulullah Saw. telah
mengajariku: “Al-Taḥiyyātu lillāh wa al-ṣalawāt wa al-ṭayyibāt. Assalāmu
ʽalaika ayyuha al-Nabīyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ʽalainā
wa ʽalā ʽibādillāhi al-ṣāliḥīn. Asyhadu an lā ilāha illa Allāh wa asyhadu an lā
Muḥammadan ʽabduhu wa rasūluhu. Allāhumma ṣalli ʽalā Muḥammad wa
ahli baithi kamā ṣallaita ʽalā Ibrāhīm innaka ḥamīd majīd. Allāhumma ṣalli
ʽalainā maʽahum. Allāhumma bārik ʽalā Muḥammadin wa ahli baitihi kamā
bārakta ʽalā Ibrāhīm innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma bārik ʽalaina
maʽahum ṣalawātullāhi wa ṣalawāt al-muʽminīn ʽalā Muḥammadin al-Nabīy
al-Ummīy al-salāmu ʽalaihi wa raḥmatullāhi wa barakātuh.”
Atas dasar ini beberapa ulama fikih syafi’īyah menetapkan bahwa tasyāhud
dan membaca salawat dalam tasyāhud akhir merupakan bagian dari rukun salat, yang
artinya, tanpa salawat tersebut, salat tidak akan sah, dan harus mengulangi lagi dengan
menyertakan salawat pada saat tasyāhud akhīr. 90
3. Salawat Kepada Nabi Sebagai Doa Setelah Azan.
89
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 10, h.
54. 90
Abū Sujā’, Matan al-Ghāyah wa al-Taqrīb, (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), h. 9.
67
ʽAbdullāh ibn ʽUmar pernah meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah Saw.,
bahwa Rasul pernah menganjurkan untuk membaca salawat setelah azan. Hadis ini
salah satunya, diriwayatkan oleh Abū Nuʽaim al-Aṣbahānī dalam Al-Musnad al-
Mustakhraj.91
عتم المؤذن ف قولوا مثل ما ي قول ث صلوا على فإنه من صلى على صلة صلى الله عليه إذا سنة ل ت نبغى إل لعبد من عباد الله وأرجو أن با عشرا ث سلوا الله ل الوسيلة فإن ها منزلة ف ا
أكون أنا هو فمن سأل ل الوسيلة حل له الشفاعة Artinya, “Jika kalian mendengar suara azannya seorang muadzin, maka
ucapkanlah sebagaimana perkataan muadzin tersebut, kemudian bersalawatlah
kepadaku. Sesungguhnya siapapun yang bersalawat kepadaku satu kali, maka
Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mintalah kepada
Allah melalui perantara ku. Sesungguhnya tempat di surga tidak berikan
kecuali untuk seorang hamba Allah dan aku berharap itu adalah dia (yang
bersalawat kepada Nabi). Maka siapa yang memohon wasilah, halal baginya
safaatku.”
Selain diriwayatkan oleh al-Aṣbahānī, hadis ini juga diriwayatkan oleh
mayoritas Imam hadis, seperti Muslim,92
Aḥmad,93
Ibn Ḥibbān,94
Ibn Khuzaimah95
dan beberapa imam hadis yang lain.
Dalam hadis lain riwayat al-Ṭabrānī juga disebutkan bahwa Rasul Saw.,
menganjurkan kepada muslim untuk membaca salawat kepada Nabi setelah azan
selesai. 96
هران ثنا حبان بن علي عن ممد بن عبيد الله حدثنا أحد بن عمرو القطران ثنا أبو الربيع الز رسول الله بن أب رافع عن أخيه عبد الله بن عبيد الله بن أب رافع عن أبيه عن جده قال قال
91
al-Aṣbahānī, Al-Musnad al-Mustakhraj. j. 2, h. 7. 92
Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, j. 1, h. 288. 93
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 18, h. 387. 94
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 4, h. 583. 95
Ibn Ḥuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah, j. 1, h. 218. 96
Al-Ṭabrānī, Al-Muʽjam al-Kabīr J. 2, h. 245.
68
ي بخ الله ر ك ذ ل ق ي ل و ي ل ع ل ص ي ل و ن ر ك ذ ي ل ف م ك د ح أ ن ذ أ ن ا ط ذ إ : ) صلى الله عليه و سلم ( ن ر ك ذ ن م
Artinya, “telah menceritakan kepada kami, Aḥmad ibn ʽAmr al-
Qaṭrānī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abū Rabīʽ al-Zahrānī, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Ḥibbān ibn ʽAlī, dari Muḥammad
ibn ʽUbaidillah ibn Abī Rāfiʽ, dari saudaranya Abdullah ibn Ubaidillah ibn
Abī Rāfiʽ, dari ayahnya, dari kakeknya berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
“Jika telah selesai azan salah satu dari kalian, maka berzikirlah kepadaku dan
bersalawat kepadaku. Dan (bisa saja) mengucapkan, zikir kepada Allah
dengan kebaikan seseorang yang zikir kepadaku.”
Dua hadis di atas menunjukkan bahwa salawat kepada Rasul Saw., adalah
bagian dari doa setelah azan.
4. Salawat Sebagai doa Untuk Jenazah Dalam Salat Jenazah.
ʽAiysah menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah menyerukan untuk
bersalawat kepada jenazah saat salat jenazah. Hal ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrāni
dalam Al-Mu’jam al-Awsaṭ.97
حدثنا عبد الله بن احد بن حنبل قال نا زكريا بن يحيى الرقاشي الزاز قال نا عاصم بن هلل عن عائشة قال سع رسول الله صلى الله عليه قال نا ايوب عن هشام بن عروة عن ابيه
ض و ح ه د ر و ا و ه ي ف ك ار ب و ه ي ل ع ل ص و ه ل ر ف اغ م ه لل ا ) ) و سلم يقول ف الصلة على المي ك ول س ر
Artinya, “telah menceritakan kepada kami, Abullah ibn Aḥmad ibn
Ḥanbal, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Zakarīya ibn Yaḥyā al-
Ruqāsyī al-Khazzāz, ia berkata, telah menceritakan kepada kami ʽĀṣim ibn
Hilāl, ia berkata, telah menceritakan keapda kami Ayyūb, dari Hisyām ibn
ʽUrwah, dari ayahnya, dari Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw.
berkata dalam salat jenazah, “Allāhumma ighfir lahu wa ṣalli ʽalaihi wa bārik
fīhi wa auridhu ḥauḍa rasūlik.”
97
Al-Ṭabrāni, Al-Mu’jam al-Awsaṭ, j. 4, h. 316.
69
Namun hadis ini divonis daif karena ada seorang perawi yang bernama ʽĀṣim
ibn Hilāl yang didaifkan oleh beberapa kritikus sanad. Hal ini disebutkan oleh Imam
al-Suyūṭī dalam kitabnya Jāmiʽ al-Aḥādits.98
Namun, terkait salawat pada salat jenazah, memang tidak diragukan lagi
pensyariatannya. Karena membaca salawat kepada nabi juga menjadi salah satu rukun
salat jenazah.99
F. Peruntukan Salawat pada Masa Rasulullah Saw.
1. Salawat untuk Rasulullah Saw.
Hal ini jelas telah disebutkan dalam QS. Al-Ahzab ayat 56 yang menjelaskan
anjuran salawat kepada Rasulullah Saw. Selain itu, ada beberapa hadis yang
menjelaskan tentang keharusan untuk membaca salawat setelah nama Nabi
Muhammad Saw. disebutkan, bahkan dalam beberapa hadis disebutkan ancaman bagi
orang yang tidak mau membaca salawat setelah Nama Rasulullah Saw disebut.
Pembahasan ini secara lebih mendalam akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya.
2. Sebagai Doa untuk Orang yang Bersedekah
Seorang putra dari Abū Aufā pernah bercerita bahwa Rasulullah Saw., selalu
bersalawat kepada orang yang memberikan sedekah kepadanya. Saat itu ayah dari
Abdullah Ibn Abī Aufā, yaitu Abū Aufā pernah bersedekah kepada Rasululllah Saw.
Kemudian Rasul mendoakannya dengan bersalawat kepadanya. Hal ini direkam oleh
al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥ-nya. 100
98
Al-Suyūṭī, Jāmiʽ al-Ahādīts, j. 6, h. 145. 99
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 390. 100
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Bukhāri, j. 2, h. 129.
70
ث نا شعبة عن عمرو عن عبد الله بن أب أوف قال كان النب ث نا حفص بن عمر حد صلى حدبصدقتهم قال اللهم صل على آل فلن فأتاه أب بصدقته ف قال الله عليه وسلم إذا أتاه ق وم اللهم صل على آل أب أوف
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Ḥafṣ ibn 'Umar, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari 'Amru, dari 'Abdullāh ibn Abī
Awfā berkata; Jika suatu kaum datang kepada Rasulullah Saw. dengan
membawa sedekah mereka, Rasul mendoakannya, "Allāhumma ṣalli 'alā āli
fulān" (Ya Allah berilah salawat kepada keluarga fulān"). Maka bapakku
mendatangi Rasul Saw. dengan membawa zakatnya., dan Rasul
mendo'akanya: "Allāhumma ṣalli 'alā āli Abī Awfā". (Ya Allah, berilah salawat
kepada keluarga Abu Awfā"). (HR. Al-Bukhārī)
Selain diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī, hadis tersebut juga diriwayatkan
oleh beberapa mukharrij lain melalui sanadnya yang berbeda-beda, yaitu: Ibn Ḥibbān
dalam Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān,101
Abī Dawūd dalam Sunan-nya,102
al-Nasā’ī dalam Sunan-
nya,103
Imam Muslim dalam Ṣaḥīḥ-nya,104
Musnad al-Bazzār,105
dan Ḥilyat al-Auliyā’
wa Ṭabaqāt al-Aṣfiyā’ karya Abū Nuʽaim al-Aṣbahānī.106
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw juga pernah memberikan doa dengan
salawat kepada orang Anshar yang memberikan Rasul air untuk mandi dan selimut
atau mantel. Kejadian ini juga terekam dalam sebuah hadis riwayat al-Bazzār dalam
Musnad al-Bazzār.107
ث نا إب راهيم بن سعيد، قال لى، عن ممد بن عبد الرحن بن : نا وكيع، قال : حد نا ابن أب لي جاء : ل سعد بن زرارة، عن ممد بن شرحبيل، عن ق يس بن سعد بن عبادة، رضي الله عنه، قا
ليه رسول الله إل ب ي سعد فسلم ف رد سعد السلم وخاف وانطلق رسول الله صلى الله ع
101
Ibn ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 3, h. 197. 102
Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, j. 2, h. 18. 103
Al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī, j. 5, h. 31. 104
Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, j. 3, h. 121. 105
Al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, j. 8, h. 284. 106
Abū Nuʽaim al-Asbahānī, Ḥilyat al-Auliyā’ wa Ṭabaqāt al-Aṣfiyā, (Beirut: Dār Kutb,
1974), j. 5, h. 96. 107
Abū Bakr al-Bazzār, Musnad al-Bazzār, (Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 2009),
j. 9, h. 196.
71
ا حلن على ذلك أردت أن تزيدن : وسلم ف لحقه سعد، ف قال ا من كث رة السلم يا رسول الله، إنغتسل ث ث أق بل رسول الله صلى الله عليه وسلم حت دخل على سعد فأتاه بإناء فيه ماء فا
اللهم صل " :س على عكنه ث قال ف رأي أث ر الور : أتاه ملحفة ورسية فاشتمل با، قال ق يس له عليه حارا ، ث أوكف سعد على الأنصار وعلى ذرية الأنصار، وعلى ذرية ذرية الأنصار
اركب على »: رسول الله صلى الله عليه وسلم اذهب ف رد الحمار، ف قال : قطيفة ف قال لبنه هو لك يا رسول الله : قال " إنك ربه : قال . يا رسول الله اركب : قال « صدر حارك
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm ibn Saʽīd, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Wakīʽ, ia berkata, telah menceritakan
kepada kami Ibn Abī Lailā dari Muḥammad ibn ʽAbd al-Raḥman ibn Saʽd ibn
Zurārah, dari Muḥammad ibn Syuraḥbīl, dari Qays ibn Saʽd ibn ʽUbādah Ra.
berkata: Rasulullah Saw datang ke rumah Saʽd, kemudian beliau memberi
salam. Saʽd pun menjawab salam tersebut dan berbicara dengan suara lirih.
Rasul Saw pun pergi namun Saʽad menyusulnya. Saʽad pun berkata: Wahai
Rasulullah Saw., saya berbuat demikian karena saya ingin Rasul menambah
salam sebanyak-banyaknya. Rasul pun menatap Saʽad dan kembali masuk ke
rumah Saʽad. Saʽad kemudian menyambut Rasul Saw dengan sebuah wadah
yang berisi air dan dibuat mandi oleh Rasul. Kemudian Saʽad memberi Rasul
sebuah mantel berwarna merah untuk dipakainya. Pada saat itu, Qays melihat
ada bekas benang pakaian menempel di lehernya. Kemudian Rasul Saw.
bersabda, “Allāhumma ṣalli ʽalā al-Anṣār wa ʽalā dzurrīyat al-Anṣār, wa ʽalā
dzurrīyat dzurrīyat al-Anṣār (Ya Allah, berikanlah salawat kepada orang
Anshar ini, keturunannya, dan keturunan dari keturunannya.) Saʽad kemudian
mewakafkan satu keledai untuk Rasul Saw, dan di atas keledai itu ada
sepotong kain sutera. Saʽad pun berkata kepada puteranya: pergilah dan
kembalikan keledainya. Rasulullah Saw. bersabda, “Naiklah di atas punggung
keledaimu!” Saʽad berkata: Wahai Rasulullah, naiklah! Rasul menjawab,
“Naiklah, kaulah pemiliknya.” Saʽad berkata kembali, “keledai ini sudah
menjadi milikmu wahai Rasul Saw.”
Hadis di atas juga diriwayatkan oleh al-Ṭabrānī dalam al-Muʽjam al-Kabīr,108
dan Ibn Abī Syaibah dalam Muṣannaf Ibn Abī Syaibah. 109 Ini menunjukkan bahwa
salawat tidak hanya untuk Rasulullah Saw., tapi juga untuk orang lain selain Rasul,
yakni manusia biasa.
108
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, (T.K: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983), j. 18, h. 389. 109
Abū Bakr ibn Abī Syaibah, al-Muṣannaf fi al-Aḥādis wa al-Atsār, (Riyadh: Maktabah al-
Rusyd, 1409 H), j. 6, h. 398.
72
3. Salawat sebagai Doa untuk Orang yang Sahur
Dalam sebuah hadis riwayat Abū Bakr al-Syaibānī, Rasulullah Saw. pernah
mendoakan orang yang sedang sahur. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu
Suwaid.110
ث نا علي بن ثاب ، ع ث نا خضر بن ممد ، حد ث نا ممد بن علي بن ميمون ، حد ن هشام حد من بن سعد ، عن حات بن أب نصر ، عن عبادة بن نسي ، عن أب سويد رضي الله عنه وكان
اللهم صل على : النب صلى الله عليه وسلم ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أصحاب إن ها أكلة ب ركة : تسحروا ولو باء ، فإنه كان ي قال : وكان ي قال : عبادة قال المتسحرين
Artinya, “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn ʽAlī ibn Maimūn,
ia berkata, telah menceritakan kepada kami Khudr ibn Muḥammad, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami ʽAlī ibn Tsābit, dari Hisyām ibn Saʽd, dari
Khātim ibn Abī Naṣr, dari ʽUbadah ibn Nasīy, dari Abī Suwaid Ra. seorang
sahabat Nabi Muhammad Saw, sesungguhnya Rasul Saw. bersabda,
“Allāhmumma ṣalli ʽalā al-mutasaḥḥirīn.” ʽUbadah berkata, disebutkan
bahwa Rasul Saw., berkata: Sahurlah, walaupun dengan seteguk air, karena
sesungguhnya dikatakan, sesungguhnya sahur adalah makanan barakah. (HR.
Ibn Abī Syaibah)
Namun, hadis ini divonis daif oleh para ulama hadis. Menurut Imam al-Suyūṭī,
hadis ini didaifkan oleh para ulama hadis.111
4. Salawat untuk Orang yang Salat di Saf Pertama
Rasul Saw. pernah bersabda bahwa Allah dan para malaikat juga bersalawat
kepada orang-orang yang berbaris dalam salat di saf pertama.
ثن ساك بن حرب عن الن عمان بن بش ثن حسي بن واقد حد ث نا زيد بن الحباب حد ي قال حد
ع النب صلى الله عليه وسلم ي قول إن الله عز وجل وملئكته يصلون عل ى الصف الأول أو س
الصفوف الأول
110
Abū Bakr al-Syaibānī, al-Aḥad wa al-Matsānī, (Riyadh: Dār al-Rāyah, 1991), j. 5, h. 228. 111
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Jāmiʽ al-Aḥādīts, j. 6, h. 241.
73
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Zaid ibn al-Ḥubāb, ia
berkata telah menceritakan kepada kami Ḥusain ibn Wāqid, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Simāk ibn Ḥarb, dari al-Nuʽmān ibn Basyīr, ia
berkata aku mendengar Nabi Saw. bersabda. “Sesungguhnya Allah Swt. dan
para malaikat-Nya bersalawat kepada (orang di) saf pertama.”
Hadis di atas adalah riwayat Aḥmad ibn Ḥanbal dalam Musnad-nya.112
Selain
itu, ada juga beberapa matan yang sama yang diriwayatkan oleh beberapa mukharrij
seperti al-Ṭabrānī dalam Muʽjam al-Awsaṭ dan Muʽjam al-Kabīr,113
Sunan Ibn
Mājjah.114
Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān,115
dan Ṣaḥīḥ Ibn Khuzaimah.116
5. Salawat untuk Orang yang Menggunakan ʽImāmah (surban di kepala) pada
Hari Jumat
Dalam hadis riwayat al-ṭabrānī pada Musnad al-Syāmīyīn117
disebutkan bahwa
salawat juga diperuntukkan bagi orang yang menggunakan ʽimāmah pada hari Jumat,
bahkan Allah dan para malaikatnya juga bersalawat kepada para pemakai ʽimāmah.
ث نا يوسف ث نا عبد الرحن بن معاوية العتب ، حد ث نا أيوب بن مدرك عن حد بن عدي ، حد
رداء قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله وملئكته يصلون على مكحول عن أب الد
معة أصحاب العمائم ي وم ا
Artinya, “telah menceritakan kepada kami Abd al-Raḥmān ibn
Muʽāwiyah al-ʽUtbī, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Yūsuf ibn
ʽAdīy, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyūb ibn Mudrik, dari
Makḥūl, dari Abī al-Dardā’, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
“Sesungguhnya Allah Swt. dan para malaikat-Nya bersalawat kepada orang
yang menggunakan ʽimāmah di hari Jumat.”
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Haitsāmī dalam Majmaʽ al-
Zawā’īd,118
dan Abū Nuʽaim al-Aṣbahānī dalam Ḥilyat al-Auliyā’.119
112
Aḥmad ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad, j. 30, h. 315. 113
Al-Ṭabrānī, Muʽjam al-Kabīr, j. 6, h. 164. 114
Ibn Mājjah, Sunan Ibn Mājjah, j. 1, h. 318. 115
Ibn Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, j. 5, h. 530. 116
Ibn Khuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Khuzaimah, j. 3, h. 24. 117
Al-Ṭabrānī, Musnad al-Syāmīyīn, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1984), j. 4, h. 336.
74
6. Salawat untuk Orang yang Mengajarkan Kebaikan pada Manusia
Salawat juga diperuntukkan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada
manusia. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadis riwayat al-Dārimī dalam kitab
Musnad al-Dārimī.120
ث نا ث نا أخب رنا ي عقوب بن إب راهيم، حد يل الكنان، حد ث نا الوليد بن ج يزيد بن هارون، حد
فضل العال على العابد، كفضلي على »قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مكحول قال
إن الله : ث قال [ 82: فاطر]{ ا يشى الله من عباده العلماء إن }ث تل هذه الية « أدناكم
ر وملئكته، وأهل ساواته وأرضيه، والنون ف البحر يصلون على الذين ي علمون الناس الي
Artinya, “telah menceritakan kepada kami, Yaʽqūb ibn Ibrāhīm, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Yazīd ibn Hārūn, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami al-Walīd ibn Jamīl al-Kinānī, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Makḥūl, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
“Keutamaan orang yang alim atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaanku
atas orang yang lebih rendah derajatnya dari kalian.” Rasul Saw. kemudian
membaca QS. Fātir: 28. Kemudian melanjutkan sabdanya, “Sesungguhnya
Allah Swt., para malaikat-Nya, penduduk langit-Nya dan bumi-Nya, serta ikan
Nūn di laut bersalawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia.”
Dari penggunaan dan peruntukan salawat berdasarkan hadis tersebut bisa
disimpulkan bahwa salawat, baik kepada Rasul Saw., maupun kepada selain Rasul
bisa dilakukan untuk setiap pekerjaan yang baik. Imam al-Sakhawī dalam al-Qaul al-
Badī’ bahkan menyebutkan hingga 72 perbuatan baik yang bisa diawali atau dibarengi
dengan membaca salawat kepada Rasul Saw.121
118
Al-Haitsamī, Majmaʽ al-Zawāid, j. 5, h. 322. 119
Al-Aṣbahānī, Ḥilyat al-Auliyā’, j. 5, h. 189. 120
Al-Dārimī, Musnad al-Dārimī, j. 1, h. 334. 121
Al-Sakhawī, al-Qaul al-Badīʽ, h. 342-459.
75
Sesuai penggunaan dan peruntukan salawat pada masa Rasul Saw,
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa setiap perbuatan baik
yang dibacakan salawat, maka akan diberikan rahmat dan keberkahan bagi orang yang
mengerjakannya.
Selain itu, kita juga bebas membaca salawat, bahkan dengan kreasi kita
sendiri, asalkan tidak terlepas dari tiga kata: pertama, “Allahumma”, kata ini adalah
sebuah permintaan kepada Allah, berasal dari kata “Yā Allah”, ya’ nidā’-nya dibuang
dan digantikan dengan mīm.122
Kedua, “ṣalli”, dan nama orang yang ingin kita
bacakan salawat, bisa Nabi Muhammad Saw., maupun orang yang telah berbuat baik
kepada kita. Adapun selebihnya bisa kita kreasikan sendiri. Hal ini sebagaimana
beberapa praktek bersalawat yang beredar saat ini di majelis-majelis taklim dan
pengajian yang jumlahnya sangat beragam. Misalnya salawat nariyah, salawat
Asyghil dan lainnya. Tidak lantas kita membidahkan salawat tersebut hanya karena
tidak diucapkan oleh Rasulullah Saw.
122
Dalam Alfiyah ibn Mālik dijelaskan:
وشذ يااللهم فى قريض* والأكثر اللهم بالتعويض
“Banyak yang menggunakan Allahumma dengan Ya nida yang diiwadhkan sedangkan
menggunakan Yaallahumma adalah sedikit.” Ibn Mālik, Alfiyah ibn Mālik, (Surabaya: Alhidyah, t.t), h.
70.
76
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan
salawat dan keutamaannya, penulis berkesimpulan bahwa:
1. Redaksi salawat yang bersumber dari Rasulullah Saw. ada lima, yaitu
menggunakan redaksi “āli Muḥammad”, “azwājihi wa dzurrīyyatihi”, “al-
nabīy al-ummīy”, “Abdika wa Rasūlika”, dan “wa anzilhu al-maqʽad al-
muqarrab ʽindaka”. Selain redaksi yang bersumber dari Rasul Saw.
tersebut, juga ditemukan, yakni dari para sahabat, seperti sahabat dari suku
Badui dan Ibn Masʽūd. Ini menunjukkan bahwa redaksi salawat yang bukan
dari Rasul juga dapat dibenarkan dan tidak termasuk bid’ah.
2. Makna keutamaan salawat yang terdapat dalam beberapa hadis adalah
bersifat majazi, yakni bukan kata yang sesungguhnya (hakiki). Angka dan
beberapa keutamaan salawat yang digambarkan dalam hadis tersebut
hanyalah sebuah gambaran akan keagungan pahala bersalawat.
B. Saran
1. Untuk kalangan akademisi, penelitian ini hanya fokus pada hadis-hadis
marfu yang menjelaskan salawat dan berbagai keutamaannya. Akan lebih
baik jika ada penelitian selanjutnya yang membahas lebih lanjut terkait
sebab-sebab redaksi salawat tersebut berbeda, apakah disesuaikan untuk
sahabat yang bertanya atau kehendak Nabi Saw.
2. Untuk masyarakat dan umat muslim secara umum, membaca salawat yang
tidak diajarkan redaksinya oleh Rasul Saw, juga bisa diamalkan sehari-hari
77
sebagai dzikir. Karena tujuan salawat sebagaimana hasil dari penelitian ini
adalah pujian dan penghargaan kepada para nabi dan rasul, khususnya
Rasulullah Saw.
78
DAFTAR PUSTAKA
A’yuni, Qurrata. “Salawat Menurut Tuntunan Rasul Saw”, Substantia, (Aceh: UIN Ar-
Raniry, Oktober 2016), Volume 18 Nomor 2.
Abū Dawūd, Sunan Abū Dawūd. Beirut: Dār Kutb al-Arābī, T.t.
Abū Sujā’. Matan al-Ghāyah wa al-Taqrīb. Surabaya: Al-Hidayah, 2000.
Abu Zayd, Nasr Hamid. al-Imam al-Syāfi’ī wa Ta’sīs al-Idiyulūjiyah al-Wasaṭiyyah.
Kairo: Maktab Madbuly, 1996.
________. al-Nāṣ al-ṣulṭah al-haqīqah. Beirut: al-Markāz al-Tsaqāfy al-A’rāby, 1995.
Ahwadzy, Benny. “Hadis di Mata Pemikir Modern (Telaah Buku Rethinking Karya
Daniel Brown)” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis. vol. 15. no. 2. Juli
2014.
Al-Asbahānī, Abū Nuʽaim Ḥilyat al-Auliyā’ wa Ṭabaqāt al-Aṣfiy. Beirut: Dār Kutb.
1974.
Al-Asqalānī, Ibn Ḥajar. al-Maṭālib al-ʽaliyyah. Beirut: Dar al-Kutb, T.t.
Al-Aydrus, Habib Syarief Muhammad. 135 Shalawat Nabi: Keutamaan, Tata Cara dan
Khasiatnya. Bandung: Pustaka Hidayah, 2010.
Azami, M.M.. Memahami Ilmu Hadis: Telaah Metodologi dan Literatur Hadis. Jakarta:
Penerbit Lentera, 2003.
Azra, Azyumardi. “Peranan Hadis Dalam Perkembangan Historigrafi Islam Awal” Al-
Hikmah. Jurnal Studi-Studi Islam; No. 11. Oktober-Desember 1993.
Al-Bantānī, Muḥammad Nawawī. Kasyifatus Saja. Indonesia, Daru Ihyā al-Kutb al-
ʽArābīyah. T.t.
Al-Baihāqī, Ahmad bin al-Husain. Ahkam al-Qur’an li al-Syāfi’ī. Kairo: Maktabah al-
Khanji, 1994.
________. al-Daʽwāt al-Kabīr. Kuwait: Ghirās li al-Nasyr wa al-Tauzīʽ. 2009.
________. Sunan al-Kubrā. Heyderabad: Majlis Dairah Nidzāmīyah, 1344 H.
________. Syuʽab al-Imān. Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003.
Al-Bazzār, Abū Bakr. Musnad al-Bazzār. Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam.
2009.
Al-Bukhārī, Muḥammad ibn Ismāʽīl. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Kairo: Dār ṭūq al-Najāh, 1422
H.
Dahlan Jampes, Ihsan M.Sirajut Ṭalibīn ʽalā Minhāj al-ʽAbidīn. Indonesia, Daru Ihyā
al-Kutb al-ʽArābīyah. T.t.
79
Al-Damīnī, Musfir Azmullah. Maqāyīs Naqd Mutūn al-Sunnah. Riyadh: Jami’ah Ibn
Saud, 1984.
Al-Dārimī, Abdullah bin Abdurrahman. Sunan al-Dārimī. Beirut: Dar al-Kutub al-
Araby, 1986.
Al-Dāruquṭnī, Abū al-Hasan Sunan al-Dāruquṭnī. Beirut: Muassasah al-Risālah, 2004..
Ibn ʽAbbād, Ṣāḥīb. al-Muḥīṭ fi al-Lughah. Beirut: Ālim al-Kutb, 1994.
Ibn Abī Syaibah, Abū Bakr. al-Muṣannaf fi al-Aḥādis wa al-Atsār. Riyadh: Maktabah
al-Rusyd. 1409 H.
Ibn Anas, Malik. Muwāṭā’ Imam Mālik. Abū Dhabi: Muassasah Zāyid ibn Sulṭān. 2004.
Ibn ʽĀsyūr. Ṭāhir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr. Tunisia: Dār Tūnis li an-Nasyr, 1984.
Ibn Fāris, Abū al-Ḥusain Aḥmad. Muʽjam Maqāyīs al-Lughah. Beirut: Dār al-Fikr.
1979.
Ibn Ḥanbal, Aḥmad Musnad Aḥmad. Beirut: Muassasah al-Risālah. 1999.
Ibn Ḥibbān, Muḥammad. Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān, Kairo: Muassasah al-Risālah, 1993.
Ibn Ḥuzaimah, Abū Bakr. ṣaḥīḥ Ibn Ḥuzaimah. Beirut: al-Maktab al-Islāmī, T.t.
Ibn Mālik. Alfiyah ibn Mālik. Surabaya: Alhidyah, T.t.
Ibn Manzūr, Jamāl al-dīn. Lisān al-ʽArāb. Beirut: Dār al-Ṣādir. 1414 H.
Ibn Qutaibah, Abdullah bin Muslim. Ta'wīl Mukhtalāf al-Hadīts. Beirut: Muassasah al-
Kutub al-Tsaqāfiah, 1988
Al-Irāqī, Zainuddin Abdurrahim. al-Mughnī ‘an Ḥamli al-Aṣfār fi al-Aṣfār. Riyadh:
Maktabah Ṭabriyah, 1995.
Al-Jauziyah, Ibn al-Qayyim. Jalāʽ al-Afhām fi Fadhl al-Ṣalāh wa al-Salām ʽalā Khair
al-Anām, (Mekkah: Dār ʽālim al-Fawāid, 1425 H).
Al-Jazri, Majdudin al-Mubārak. Jāmi’ al-Uṣūl fī Ahādīts al-Rasūl. t.tp: Maktabah Dār
al-Bayān. t.t.
Al-Khaṭib al-Baghdadi, Al-Jāmīʽ li Akhlāq al-Rāwī wa Adab al-Sāmīʽ, (Beirut:
Maktabah al-Maʽarif, 1989) j. Iv, h. 388.
Maksum, Syukran dan Fathoni, Ahmad. Rahasia Shalawat Nabi. Yogyakarta: Mutiara
Media. 2009.
Musṭāfā, Ibrāhīm. Zayyāt, Ahmad. Abd al-Qādir, Ḥāmid. Najjār, Muḥammad. al-
Muʽjam al-Wasīṭ. Beirut: Dār Daār Daʽwah, T.t.
80
Al-Mubārakfūrī, Abū al-ʽAlā. Tuḥfat al-Aḥwādzī, Beirut: Dār al-Kutb, T.t
Al-Munāwī, ʽAbd al-Ra’ūf. Faiḍ al-Qādir Syarḥ al-Jāmiʽ al-Ṣaghīr. Mesir: al-
Maktabah al-Tijāriyah al-Kubrā. 1356 H.
Al-Mūṣilī, Abū Yaʽlā. Musnad Abī Yaʽlā. Damaskus: Dar Maʽmūn, 1984.
Musahadi HAM. Evolusi Konsep Sunnah: Impilkasi Pada Perkembangan Hukum
Islam (Semarang: Aneka Ilmu, 2000)
al-Naisaburi, Muslim bin Hajjāj al-Qusyairy. al-Jāmi’ al-Ṣāḥiḥ Ṣāḥīḥ Muslim. Beirut:
Dar al-Jail. t.t.
Al-Naisābūrī, Al-Ḥākim. al-Mustadrak. Beirut: Dār al-Maʽrifah, T.t.
Al-Nasā’ī. Sunan al-Nasā’ī. Aleppo: Maktabah al-Islāmiyah, 1986
Nur, Maizuddin M. “Tipologi Pemikiran Tentang Kewenangan Sunnah di Era
Modern”. Jurnal Substantia. vol. 14. no. 2. Oktober 2012
Al-Qaraḍāwī, Yusuf Kaifa Nataʽāmal Maʽa al-Sunnah al-Nabawīyah. Karo: Dār al-
Syurūq. 2000.
Al-Qazwainī, Muḥammad ibn Yāzid Sunan Ibn Mājjah, (Beirut: Dār al-Fikr, T.t), j. 1,
h. 293.
Ridha, Rasyid. Tafsīr al-Mannār. Kairo: Haiʽah al-Miṣriyyah. 1990 M.
Al-Sakhāwī, Muḥammad ibn ʽAbd al-Raḥmān. al-Qaul al-Bādiʽ fi al-Ṣalāh ʽala al-
Ḥabīb al-Syāfiʽ. Madinah: Muassasah al-Rayyān. 2002.
Al-San`āni, Abdu al-Razāq. Mushannaf Abdu al-Razāq. Beirut: al-Maktab al-Islāmi,
1981.
Al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn. Jāmiʽ al-Aḥādīts. Riyadh: Maktabah al-Maārif. T.t.
_______. al-Durār al-Manṣūr. Beirut: Dār al-Fikr t.t.
_______. Tadrīb ar-Rāwī fi Syarḥi Taqrīb an-Nawāwī. Kairo: Dār al-Bayān al-‘Ārābī.
2004.
Al-Syaibānī, Abū Bakr. al-Aḥad wa al-Matsānī. Riyadh: Dār al-Rāyah. 1991.
Al-Syaʽrāwī, Muḥammad Mutawallī. Tafsir al-Syaʽrawī. Kairo: Aḥbār al-Yaum. T.t.
Syahrur, Muhammad. al-Sunnah al-Rasūliyah wa al-Sunnah al-Nabawiyyah. Beirut:
Dar al-Sāqi, 2012.
Al-Syatibī, Abu Ishaq. Al-Muwāfaqāt fī Uṣūl al-Syarī’ah. Beirut: Dar Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1424 H/2003 M.
81
Al-Ṭabarānī, Abu al-Qāsim. al-Mu’jam al-Kabīr. Mosul: Maktabah al-‘Ulūm wa al-
Hukm, 1983.
_______. Musnad al-Syamiyyīn. Beirut: Muassasah al-Risālah, 1984.
Al-Ṭabarī, Muḥammad ibn Jarīr. al-Tārikh al-Ṭabarī, Beirut: Dār al-Turāts, 1387 H.
_______. Jāmiʽ al-Bayān fi Ta’wīl al-Qur’ān. Beirut: Muassasah al-Risalah. 2000 M.
Al-Ṭabrānī. Muʽjam al-Kabīr. Madinah: Maktabah al-ʽUlm wa al-Ḥikam, 1983.
Al-Tirmidzī, Abū ʽĪsā. Sunan al-Tirmidzī. Beirut: Dār Gharb, 1998.
Al-Ṭahāwī, Abū Jaʻfar. Syarḥ Musykil al-Atsār. Beirut: Muassasah al-Risālah, 1987.
Ṭaḥḥān, Mahmūd. Taysīr Musṭalāh al-ḥadīts. Riyadh: Maktabah al-Maʻārif, 2004.
_______. Uṣūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd. Riyadh: Maktabah Dār al-Maʻrifah,
1996.
al-Tamīmī, Muhammad bin Hibban. Ṣāḥiḥ Ibn Hibbān. Beirut: Muassasah al-Risālah,
1993.
Al-Tirmiẓi, Muḥammad ibn ‘Isā. Sunan al-Tirmiẓi. Beirut: Dār al-Iḥyā’ al-Turāts al-
ʻArābī, t.t.
Yaqub, Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016.
Al-Zailāʽī, Abdullah. Naṣb al-Rayyāh fī Aḥādīts al-Hidāyah. Kairo: Dār al-Ḥādīts.
1357 H.
82
Lampiran I: Redaksi Salawat
No Redaksi Salawat Perawi Sahabat
آ 1 آعىلى آمحىمدآوىعىآلى آل اللهمآصىآل ممىآوىعىلىآ آ آعىلى آإ ب آرىا محىمدآكىمىاآصىلمتىآحىم مدآمىج آمدآاللهمآ ممىآإ نكى آإ ب رىا ل بىار كآعىلى آمحىمدآوىعىلى آل آآمحىمدآآآ ممىآوىآعىلى آل آعىلى آإ ب رىا اآبىارىكتى كىمى
مدآ آحىم مدآمىج ممىآإ نكى إ ب رىا
Al-Bukhārī
Muslim
Ibn Mājjah
Ibn Hibbān
Al-Tirmidzī
Mālik ibn Anas
Abū Dawūd
Al-Dārimī
Al-Bayhāqī
Aḥmad ibn Ḥanbal
Al-Ṭabrānī
Kaʽab ibn ʽUjrah.
Basyir ibn Saʽad.
(Mukhattab)
ه آآ 2 آعىلى آمحىمدآ،آوىآعىلى آأىزوىآاج اللهمآصىل ممىآ آإ ب رىا آعىآلى آل ،آوىذر يت ه آآكىمىاآصىلمتى
ه آ،آ،آوىبىار كآعىلى آمحىمدآوىعىلى آأىآ زوىاج آعىلى اآبىارىكتى ممىآ،آآوىذر يت ه آكىمى آإ ب رىا ل
مد. آحىم مدآمىج إ نكى
Muslim
Mālik ibn Anas
Abū Ḥumaid al-
Sā’īdī
م آآ،آ 3 آا مدآالنآبى آعىلى آمحى اللهمآصىل آمحىمدآكىمىاآصىلآ آعىلى آمتىآوىعىلى آل م آإ ب رىا ممىآ،آوىعىلى آل مىآ،آوىبىار كآإ ب رىام آ آا دآالنبى آآعىلى آمحىم ،آوىعىلى آل
آعىلى آإ ب آ اآبىارىكتى ممىآوىعىلى محىمدآكىمى آرىاآحىم مدآمىج آمدآ ممىآ،آإ نكى آإ ب رىا ل
Al-Bayhāqī
Ibn Ḥibbān
Al-Mustadrak
Al-Dāruquṭnī
Ibn Ḥuzaimah
Aḥmad ibn Ḥanbal
Abī Masʽūd
لل كىآآآ 4 آوىرى آعىلى آمحىمدآعىبىآد كى اللهمآصىل اآ آكىمى آإ ب رىا آعىلى آل ممىآوىبىار كآصىلمتى
آمحىمدآ آكىمىاآعىلى آمحىمدآوىعىلى آل ممىآ آعىلى آإ ب رىا آأىبلآصىال حآعىنآآقىا ىآآبىارىكتى
آعىآ آمحىمدآآلى آمحىمدآوىعىلى آلاللمث ممىآ آإ ب رىا آعىلى آل اآبىارىكتى كىمى
Al-Bukhārī
Al-Nasā’ī
Aḥmad
Ibn Mājjah
Abū Saʽīd al-
Khudrī
اىآللآهآمآآصىآل آآعىآلىآ آمآحىآمآدآآوىآأىآنآز آلآهآآالآمىآقآعىآدىآآ 5 الآمآقىآرآبىآآع آنآدىآكىآآي ىآلآمىآآالآق آمىآامىآة آ
Al-Ṭabrānī
Ruwaifiʽ ibn
Tsābit
ب آأىآب آيآأىآنآتىآآوىآأآم آيآاىآلل آهآمآآصىآل آآعىآل آ 6 Al-Ṭabrānī Zaid ibn Tsābit
83
مآحىآمآدآآحىآتآ آلىآآ ىآبى آقىآ آصىآلىآةآ،آاىآلل آهآمآآبىآار آكآآعىآلىآ آمآحىآمآدآآحىآتآ آلىآآ ىآبى آقىآ آب ىآرىآكىآةآ،آىآل آمآآعىآل آمآحىآمآدآآحىآتآ آلىآآي ىآبى آقىآ آ اىآللآهآمآآىآلىآمآ،آاىآللآهآمآآوىآارآحىآمآآمآحىآمآد آاآحىآتآ آلىآآ
ىآبى آقىآ آرىآحآمىآةآ،
آ آوىب ىآرىكىا كى اللهمآاجعىلآصىلىلىا كىآ ىآل منىآ آوىإ مىام م د آالمر ى آعىلى آ وىرىحمىآتىكى
آالنبى م آمنىآ آمحىمدآ اىم المتق منىآ آوىخىآالخىآمر آ آوىقىائ د آآ آ آوإ مىام لل كى آوىرى عىبىد كىآالرحمىة آ آاللهمآاب عىثآهآ ل الخىمر آ آوىرى
ىوللآنىآ مىقىام اآمىحملد اآي ىغبى طهآب ه آاآعىلىآ آمحىمدآ رونىآ آاللهمآصىل وىالخ آمحىمدآكىمىاآصىلمتىآآعىلى آ وىعىلى آل
مدآ ممىآإ نكىآآحىم مدآمىج آإ ب رىا ممىآوىل إ ب رىااآ آمحىآمدآكىمى آوىبىار كآعىلى آمحىمدآوىل آ ممىآ آإ نآكى آإ آب رىا ممىآوىل آعىلى آإ ب رىا بىارىكتى
مدآ .حىم مدآمىج
Al-Bayhāqī Ibn Masʽūd
84
Lampiran II: Keutamaan Salawat
No Redaksi Keutamaan Salawat Perawi Sahabat
ة آصىلآ آاللهآعىلىمآه آ 1 دى مىنآصىل آعىلى آوىاح عىشر ا
Muslim
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Abī Dāwud
Al-Nasā’ī
Ibn Ḥibbān
Anas ibn Mālik
Abdullah ibn ʽAmr
Amr ibn Rabīʽah
آاللهآ 2 ة آآكىتىبى دى آمىرة آوىاح مىنآصىل آعىلىيآ آحىسىآنىا آوىجىلآلىهآب هىاآعىشرى عىز
Ibn Ḥibban
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Abū Hurairah
ة آ 3 دى صىل آآ،آمىنآصىل آعىلىيآصىلة آوىاح اللهآعىلىمه آعىشر ا،آوىمىنآصىآل آعىلىيآعىشآر اآائىة آآ،آوىمىنآصىل آ ،آصىل آاللهآعىلىمه آم
ن ىمآه آ آ آاللهآلىآهآب ىمنىآعىم ائىة آ،آآكىتىبى آم عىلىيآ،آوىب ىرىاءىةآآم نىآالنار آ،آ ب ىرىاءىةآم نىآالن فىاق اء آ ىآالشههىدى كىنىهآاللهآي ىلمىآالق مىامىآة آمى وىأى
Al-Ṭabrānī Anas Ibn Mālik
ة آ،آ 4 دى لمىآمىنآصىل آعىلىيآصىلىآة آوىاح ى وىآ،آ آصىآلىلىا صىل آاللهآعىلىمه آعىشرى
آآ،آوىر عىتآ وىحطتآعىنهآعىشرآخىط مئىا. ا لىهآعىشرآدىرىجى
Al-Nasā’ī
Ibn Ḥībbān
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Al-Ḥākim
Anas ibn Mālik
آالق مىامىة آ 5 آي ىلمى آب ي آالناس آأىولى أىكث ىرمآعىلىيآصىلىة .
Al-Tirmidzī Abdullah ibn
Masʽūd
آدىآعىآقآمىآالآآهآلآز آنآأىآوىآآدآمآحىآل آمآعىآآل آصىآآمآهآللآاىآ 6الآمآقىآرآبىآآع آنآدىآكىآآي ىآلآمىآآالآق آمىآامىآة آآوىآجىآبىىآتآآلىآهآآ
شىآفىآاعىآت آي
Al-Ṭabrānī Ruwaifiʽ Ibn
Tsābit
85
Lampiran III: Ancaman Bagi yang Tidak Bersalawat
No Redaksi Ancaman Perawi Sahabat
آمىآ 1 آع آإ نآأىضىلآالناس آ ىلىمآنآذك ر ندىآعىلىيآ يصىل
Ibn Ḥajar al-
Asqalānī
Auf ibn Mālik
(Mukhatab: Abū
Dzār)
آع ندىآ 2 ملىآمىنآذك ر آآ ىلىمآيصىآإ نآالبىىخ ل عىلىيآ
Al-Ḥākim
Ibn Ḥībbān
Al-Baihāqī
Al-Ḥusain
ىلىمآيصىآ 3 آ آع ندى آ،آوىمىنآذك ر آعىلىمكى ل آ،آىأىب عىآ آىدىخىلىآالنارى ى ا آاللهآ،آقآىمى لآدى
ىقلتآ آلم منىآ لم منىآ،آ
Al-Ṭabrānī Jābir ibn Samūrah
آع ندىآ 4 آآ ىلىمآيصىآرىغ مىآأىنفآرىجلآذك ر ل عىلىيآ
Al-Tirmidzī
Al-Baihāqī
Ibn Ḥībbān
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Al-Bazzār
Al-Ḥākim
Abū Hurairah
Jābir ibn Samūrah
86
Lampiran IV: Penggunaan dan Peruntukan Salawat
No Redaksi Penggunaan Salawat Perawi Sahabat
أآإ ذىاآصىل آ 1 ه آب تىحم مد آرىب آآأىحىدكمآ ىلم ىبىدىآوىجىلآوىالث نىاء آعىلىمه آ، آعىلى آعىز آوىلمصىل
آ ثمآآ-لمصل آاللهآعلمهآو-النبى يىدعلآب مىاآشىاءىآ
Al-Baihāqī Faḍālah ibn ʽUbaid
al-Anṣārī
آلىلآصىلمتآصىلىة آلىآأىصىل آ مهىاآعىلىآ- 2آمحىمدآمىاآرىأىيتآأىن هىاآ محىمدآوىعىلى آل
ىت مه. آمىآ- آعىلى آالنبى صل آاللهآ-نآلىمآيصىل
لم آالتشىههد آ ىلمع دآصىلىىهآآ-علمهآو ل آالله آصىل آاللهآعىلىمه آآ- عىلمىن يآرى
آ آل له آوىالصلىلىا ما لمى التح ى وىآ آأىي ههىاآالنبى يه ،آالسلمآعىلىمكى وىالطم بىىانىاآ اه،آالسلمآعىلىم ةآالله آوىب ىرىكى وىرىحمى
منى،آأىشهىدآأىنآوىعىلى آع بىىاد آا لله آالصال ح اآ لآإ لىهىآإ لآالله،آوىأىشهىدآأىنآمحىمد
آعىلى آمحىمدآ لله،آاللهمآصىل آوىرى عىبىدممى،آ آعىلى آإ ب رىا آب ىمت ه آكىمىاآصىلمتى ل وىأىنىاآ آعىلىم مد،آاللهمآصىل آحىم مدآمىج إ نكى
آمىعىهمآ ل ،آاللهمآبىار كآعىلى آمحىمدآوىأىآ ممى،آإ نكى آعىلى آإ ب رىا اآبىارىكتى ب ىمت ه آكىمى
نىاآمىعىهم،آ مد،آاللهمآبىار كآعىلىم حىم مدآمىج آالله آوىصىلةآالمؤم ن منىآعىلى آ صىلىلىا،آالسلمآعىلىمه آ م ي آا دآالنبى ي محىم
اه. ةآالله آوىب ىرىكى آوىرىحمى
Al-Baihāqī
Al-Ṭabrānī
Abū Masʽūd al-
Badrī Al-Syaʽbī
Ibn Masʽūd
عتمآالمؤىذ نىآ ىقللآ 3 ىم Al-Aṣbahānī آثلىآمىاآي ىقلآلاآم آإ ذىاآ
Muslim
Abdullāh ibn
ʽUmar
87
Ibn Ḥībbān ثمآصىلهلاآعىلى آ
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Ibn Khuzaimah
يآن آرآكآذآمىآلآ ىآآمآكآد آحىآأىآآنآذىآأىآآتآنىآاآطىآذىآإ آ 4آنآمىآآر آمآخىآب آآالله آآرآكآذ آآلآقآم ىآلآوىآآيآلىآعىآآل آصىآمآلآوىآ
ذىآكىآرىآن آي
Al-Ṭabrānī Abū Rāfiʽ
آه آمآ آآكآار آبىآوىآآهىآمآلىآعىآآل آصىآوىآآهآلىآآرآف آاغآآمآهآلل آاىآ 5كىآلل آآرىآآضىآلآحىآآآدىآرىآوآاىآوىآ
Al-Ṭabrānī Aisyah
No Redaksi Peruntukan Salawat Perawi Sahabat
آأىب يآأىوآآاللهمآ 1 آعىلى آل ى صىل Al-Bukhārī
Ibn Ḥibbān
Abī Dawūd
Al-Nasā’ī
Muslim
Al-Bazzār
al-Aṣbahānī
Abdullah Ibn Abī
Aufā
ىنصىار آوىعىلى آذر ية آ 2 آعىلى آا اللهمآصىل ىنصىار آ ىنصىار ،آوىعىلى آذر ية آذر ية آا آا
Al-Bazzār Qays ibn Saʽad ibn
ʽUbādah
آعىلى آالمتىسىح آر ينىآ 3 Al-Syaibānī Abū Suwaid اللهمآصىل
ئ كىآإ نآاللهىآعىآ 4 آوىجىلآوىمىلى آتىهآيصىلهلنىآزوى آ آا آأىوآالصهآفلف ىو آا عىلى آالصف
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Al-Ṭabrānī
Ibn Mājjah
Ibn Ḥībbān
Ibn Khuzaimah
Al-Nuʽmān ibn
Basyīr
لنىآعىلى آإ نآاللهىآوىمىلئ كىتىهآيصىلهآ 5آي ىلمىآالجمآ آالعىمىائ م عىة آأىصحىاب
Al-Ṭabrānī
Al-Haitsāmī
Al-Aṣbahānī
Abū Dardā’
لىآ 6 ئ كىتىه،آوىأى ىمىاوىا ه آإ نآاللهىآوىمىلى آمه ،آوىالنهلنىآ يآالبىىحآ آر آيصىلهلنىآعىلىآوىأىرىض
آالخىآالذ ينىآي عىل آ م رىآملنىآالناسى
Al-Dārimī Makḥūl (Tabiin)
top related