ruhut parmahanion dohot paminsangon: kajian … · berkat dan kasih karunia-nya, hingga boleh...
Post on 24-Jan-2021
34 Views
Preview:
TRANSCRIPT
RUHUT PARMAHANION DOHOT PAMINSANGON: KAJIAN PASTORAL
TERHADAP JEMAAT YANG MENGALAMI PEMBERLAKUAN
HUKUM GEREJA DI HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)
KERTANEGARA SEMARANG RESORT JAWA TENGAH
Oleh :
Erma Dwi Natalia L.Gaol
712015093
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi
Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si.Teol)
Program Ilmu Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
i
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
berkat dan kasih karunia-Nya, hingga boleh menyelesaikan perkuliahan dan
penulisan tugas akhir ini. Guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol). Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya
ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Pdt. Dr. Jacob Daan Engel selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bantuan, arahan dan bimbingan selama proses pembuatan
Tugas Akhir.
2. Bapak Pdt. Simon Julianto M. Si, selaku dosen pembimbing sekaligus wali
studi yang selama ini telah memberikan dukungan dan arahan selama kurang
lebih empat tahun berkuliah dan dalam proses pembuatan tugas akhir.
3. Seluruh Dosen fakultas Teologi beserta Staff Fakultas Teologi yang sudah
memberikan ilmu serta bantuan dalam proses perkuliahan selama ini.
4. Keluarga saya yang telah memberikan dukungan secara materil dan spiritual
selama menempuh perkuliahan terkhusus kepada kedua orangtua saya Bapak
M. Lumban Gaol dan Ibu terkasih E. Br. Silaban yang telah berjuang keras
setelah kepergian ayah tercinta. Kepada abang dan adik-adik terkasih, Marnala
Lumban Gaol, Ayu Lumban Gaol, Maria Lumban Gaol, Okto Lumban Gaol
dan Anggi Lumban Gaol, yang selalu setia mendukung dan mendoakan saya.
5. Pdt. Requel O.P Nababan yang telah banyak membantu saya belajar selama
masa perkuliahan, mulai dari pembelajaran tentang karakter, kehidupan
sehari-hari, hingga pada penulisan tugas akhir.
6. Teman-teman satu angkatan 2015 di fakultas Teologi yang tidak dapat saya
tuliskan satu persatu.
7. Seluruh anggota keluarga Tehilla Voice yang memberikan dukungan berupa
motivasi kepada penulis.
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN -------------------------------------------------------- i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT --------------------------------------------- ii
PERSETUJUAN AKSES ----------------------------------------------------------- iii
PERSETUJUAN PUBLIKASI ---------------------------------------------------- iv
KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- v
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- vi
MOTTO ------------------------------------------------------------------------------- vii
ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- viii
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------- 1
LANDASAN TEORI
Pastoral -------------------------------------------------------------------------- 7
Hukum Gereja ------------------------------------------------------------------ 9
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon ---------------------------------- 10
Fungsi Pastoral ----------------------------------------------------------------- 14
Pendekatan Pastoral ------------------------------------------------------------ 17
HASIL PENELITIAN
Sejarah HKBP Kertanegara Resort Jawa Tengah --------------------------- 20
Deskripsi Hasil Wawancara ---------------------------------------------------- 21
Rangkuman ------------------------------------------------------------------------ 26
ANALISA
Praktik Pastoral dalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
di HKBP Kertanegara Resort Jawa Tengah ---------------------------------- 27
KESIMPULAN DAN SARAN --------------------------------------------------- 30
DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------- 32
vii
MOTTO
“DALAM HIDUP PERUBAHAN AKAN MELANDA SIAPAPUN,
TAK PANDANG SIAPA DIRIMU JUGA JABATANMU,
ADA DUA KEMUNGKINAN,
MENJADI LEBIH BAIK ATAU SEBALIKNYA.
SEMUA TERGANTUNG PENDIRIANMU,
JUGA MEREKA YANG ADA DI SAMPINGMU”
viii
ABSTRAK
Hukum gereja adalah dokumen yang berisikan ketetapan untuk mengatur
ketertiban kehidupan di dalam jemaat. Pada setiap gereja tentu memiliki aturan
tersendiri untuk penetapannya. HKBP adalah salah satu gereja yang memiliki
hukum gereja, sebagai buah dari iman kepercayaannya untuk mengatur kehidupan
berjemaat, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP). Ruhut ialah tata
aturan, Parmahanion adalah penggembalaan, dohot ialah dengan, dan
Paminsangon adalah peneguran. Apabila terjemahan dari kata-kata diatas
digabungkan maka artinya ialah tata aturan penggembalaan dan peneguran. Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon yang menekankan pada dua aspek pelayanan
yang harus saling berkaitan, yakni penggembalaan dan peneguran.
Pada penelitian ini, penulis bertujuan melakukan kajian pastoral terhadap
praktik pelaksanaan hukum gereja di HKBP Kertanegara Resort Jawa Tengah.
Pelaksanaan perkunjungan pastoral yang seharusnya dilakukan sesuai dengan
yang diaturkan dalam dokumen Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon dan
didukung dengan teori dari Bons- Storm yang menyatakan bahwa jemaat yang
mengalami pemberlakuan hukum gereja haruslah diberikan perkunjungan rutin.
Metode penelitian yang digunakan ialah dengan pendekatan kualitatif yaitu
mendeskripsikan permasalahan sesuai dengan teori di dalam Ruhut Parmahanion
dohot Paminsangon. Teknik pengumpulan dilakukan dengan sampel purposive
dan snowball. Hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa praktik perkunjungan pastoral di HKBP Kertanegara Resort Jawa Tengah
telah melakukannya sesuai dengan teori di dalam RPP, walaupun belum bila
dikaitkan dengan teori pendukung oleh Bons- Storm.
Kata Kunci: Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, Hukum Gereja, dan
Kajian Pastoral.
1
Pendahuluan
Secara umum hukum gereja dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
digunakan oleh gereja untuk mengatur segala peraturan dan penetapan gereja.
Menurut G.Voetius, hukum gereja adalah ilmu yang suci tentang pemerintahan
Gereja yang kelihatan. H. Bouwman juga berpendapat bahwa hukum gereja ialah
hukum yang berlaku dan harus diberlakukan, melihat gereja adalah sebuah
Lembaga. Namun berbeda dengan H. Berkhof yang lebih suka menyebutnya
sebagai “peraturan/tata gereja” dibandingkan dengan hukum.1 Dari definisi yang
telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa gereja adalah sebuah lembaga
yang tentu memiliki hukum gereja. Hidup tertib dan teratur yang diharapkan
dengan adanya hukum gereja tersebut. Demikian pula yang diharapkan oleh
pemimpin atau gembala sebagai pemegang amanat penatua. Seturut dengan ini,
maka penulis ingin menyadarkan akan pentingnya sebuah pastoral
(penggembalaan) yang dilakukan oleh seorang gembala.
Di dalam perjanjian lama, Allah disebut sebagai Gembala yang
memelihara domba-dombaNya dengan baik agar tidak kekurangan suatu apapun
(Mazmur 23). Dalam perjanjian Baru Yesus juga menyebut dirinya sebagai
Gembala yang baik, bahkan hingga rela memberikan nyawa-Nya bagi domba-
domba-Nya (Yohanes 10).2 Gereja sebagai perwujudan dari Kristus di dunia juga
memiliki peranan sama seperti Yesus yang digambarkan sebagai seorang
Gembala memberikan diri-Nya secara penuh untuk melayani jemaat (domba-
domba-Nya), agar tidak kekurangan apalagi sampai merasa berada didalam
bahaya.
Menurut Dr. J.W Herst, penggembalaan adalah kegiatan yang membantu
menyadarkan setiap jemaat atas hubungannya kepada Allah dan sesamanya
melalui ketaatannya kepada Allah. Walau hubungan manusia dengan Allah juga
tidak kalah rumit dengan hubungan antara sesama manusia.3 Tugas dari seorang
gembala ialah untuk mengarahkan, menyadarkan dan mengajarkan dombanya,
1 J. L. Ch. Abineno, Garis-garis besar hukum gereja (Jakarta:Gunung Mulia, 2011), 1.
2 M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu? (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 2-3.
3 Richard Dayringer, “The Image of God in Pastoral Counseling”, Journal of Religion and
Health, No. 51 (Oktober 2011): 53, diakses pada tanggal 01 Agustus 2019.
2
supaya tidak tersesat di dalam kesalahannya. Disadari atau tidak, hubungan
antara gembala (pelayan) dan domba (jemaat) tentu saling mempengaruhi.
Terlebih dahulu, gembala haruslah mengenali satu persatu dombanya. Sebaliknya
domba juga mengetahui suara dari gembalanya.4 Untuk menjalin sebuah
hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi kearah yang lebih baik.
Pastoral ialah usaha untuk memberdayakan manusia melalui potensi-potensi yang
dimiliki dan juga membantu keluar dari keterpurukan dan permasalahan didalam
hidup.5
Di HKBP, pelaksanaan pastoral juga diatur di dalam Hukum Gereja
(Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon). HKBP adalah salah satu jemaat
kesukuan yang menggunakan hukum gereja sebagai dokumen dan buah dari iman
kepercayannya. HKBP sering menyebutnya dengan istilah RPP (Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon). Ruhut = Tata Aturan, Parmahanion =
Pengembalaan, dohot = dengan, Paminsangon = Peneguran.6 Melihat arti dari
RPP itu sendiri, bisa diperhatikan dengan jelas bahwa hukum gereja tidak hanya
berisikan hal mengenai peneguran atau hukum saja, tetapi juga penggembalaan.
Karena yang mempunyai hak untuk menghukum dan menghakimi hanyalah Allah.
Gereja hanya boleh sampai pada tindakan peneguran, agar ia sadar akan kesalahan
atau dosa yang ia lakukan dan tidak kembali lagi melakukan dosa.
Hukum gereja dipahami sebagai salah satu ciri gereja yang benar karena
berasaskan firman Tuhan sehingga hal ini menjadi ketentuan baku yang harus
dilaksanakan oleh gereja. Hukum gereja juga dipahami sebagai ilmu yang
terintegrasi dengan ilmu teologi lainnya, seperti sejarah gereja, dogmatika, teologi
praktika dan sebagainya. Hukum gereja menjadi penting untuk dipahami jemaat
dan gereja karena fungsinya yang mengikat kehidupan jemaat secara teologi dan
sosial.7 Sehingga tujuan dari makna yang ingin disampaikan oleh hukum gereja
4 Bons- Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 1.
5 J. D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016), Kata Pengantar. 6 M. Simandalahi, “Kamus Batak” Kamus Batak.com, 2016. Akses 29 Januari 2019.
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=ruhut&bahasa=batak&submit=Terjemahkan 7 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
3
tidak menjadi kabur. Hukum gereja tidak lagi dipandang sebagai alat untuk
menghakimi seseorang di dalam jemaat.
Hingga saat ini hukum gereja menjadi hal yang kontroversial di tengah-
tengah jemaat. Beberapa orang berpandangan bahwa hukum gereja menjadikan
kehidupan jemaat lebih teratur. Disisi lain memahaminya sebagai alat gereja
untuk menghakimi dan mempermalukan orang lain. Tidak sedikit jemaat yang
menolak diberlakukannya hukum gereja dengan menggunakan berbagai alasan.8
Adapun beberapa hal yang menjadi alasan dari jemaat menolak diberlakukannya
hukum gereja ialah pertama, jemaat yang diwartakan telah melanggar hukum
gereja merasa dihakimi dan dipermalukan. Kedua, beranggapan bahwa gereja
tidak menjalankan kasih Yesus yang Maha Pengampun. Ketiga, gereja hanya
melakukan teguran melalui warta, tapi pastoral tidak dilaksanakan seperti
kunjungan atau konseling khusus. Sehingga maksud dari hukum gereja itu
menjadi kabur dan tidak jelas.9
Di beberapa gereja HKBP, para majelis (Penatua atau Pendeta) hanya
sekedar memahami teori saja dan kurang dalam pelaksanaannya. Terkadang ada
anggapan bahwa pastoral melalui khotbah di ibadah keluarga atau peribadahan
hari minggu saja sudah cukup. Padahal pemberitaan injil di dalam peribadahan
belum tentu bisa menjangkau dan memenuhi kebutuhan rohani tiap jemaat dan
menjawab pertanyaan atau pergumulan tiap orang. Setiap orang memiliki
pergumulannya masing-masing dan sudah tentu berbeda satu dengan lainnya.10
Kunjungan pastoral ke tiap rumah keluarga dapat memberikan pengaruh yang
sangat besar kepada jemaat, agar apabila ada jemaat yang memiliki pergumulan
tetapi malu untuk menyampaikannya di jemaat, dapat dijangkau dan dibantu
ketika ada kunjungan ke rumahnya.
Saat seorang jemaat mengalami pemberlakuan hukum gereja (RPP), ia
tidaklah boleh dianggap sebagai seorang musuh. Ia haruslah tetap didoakan dan
dikunjungi, karena Allah tidak menghendaki kematian dari orang fasik, melainkan
pertobatan dari mereka. RPP menjelaskan bahwa seorang yang mengalami
8 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
9 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
10 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
4
pemberlakuan hukum gereja terebut harus dikunjungi dan diingatkan meskipun ia
keras kepala. Seseorang tersebut harus merasakan kasih dari seorang gembala,
barang kali ia menjadi tersadarkan dan kembali lagi hatinya, dan ia tetap mau
beribadah ke gereja, karena bagaimana mungkin ia dapat tersadarkan akan
kesalahannya dan kembali bila tidak mendengarkan firman Tuhan.11
Melalui
pernyataan diatas kita dapat melihat bahwa tindakan nyata untuk menunjukkan
perhatian dari seorang gembala dapat dilakukan melalui dengan sebuah
perkunjungan khusus.
Menurut Engel, Pendeta sebagai konselor pastoral selalu berelasi dengan
sesamanya. Relasi yang dilakukan pun haruslah mendalam, serta melihat bahwa
seseorang itu berharga. Keberhasilan seorang pendeta menjadi seorang konselor
tidak dapat dilihat dari seberapa banyak orang yang datang kepada dia, tetapi
seberapa banyak orang yang merasakan kasih Kristus di dalam kehidupannya
melalui pelayanannya.12
Pendeta digambarkan sebagai Gembala atau juga
seorang Konselor memiliki peran untuk memberikan mengarahkan kepada
pengaktualisasian makna hidup. Pengaktualisasian makna kehidupan ini pun
haruslah terpusat kepada makna kehidupan yang baik dengan melihat cara
berpikir menangani sebuah permasalahan atau fenomena.13
Melihat dari
penjelasan diatas, penulis melihat bahwa peran dari seorang Pendeta tidak hanya
berhenti pada pelayanan di dalam gereja secara komunal saja, tetapi juga harus
mampu menyentuh kepada kehidupan setiap jemaat, guna memberikan
pengarahan kepada pencarian makna hidup dari jemaatnya ke arah yang lebih
baik.
Di dalam buku yang berjudul “Apakah Penggembalaan itu?” yang ditulis
oleh Bons-Storm juga menjelaskan bahwa seorang gembala haruslah terlebih
dahulu memperlihatkan bahwasannya ia benar-benar memerhatikan manusia
didalam jemaatnya. Keterbukaan atas sebuah masalah tidaklah harus dimulai
terlebih dahulu oleh jemaat, tetapi seorang gembala dalam kelakuan dan
perkataannya sungguh-sungguh berlandaskan kasih. Setelah melihat tindakan
11 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 18-19.
12 Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 92.
13 Howard Clinebell, Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 22.
5
nyata dari gembala, maka dengan sendirinya jemaat tentu dapat membuka diri dan
ingin berbagi kisah dengan Pendeta atau Majelis gerejanya. Perhatian itu tidaklah
cukup sampai pada hal tersebut, sebuah perkunjungan rutin harus dilakukan, guna
memahami jemaatnya lebih mendalam.14
Setiap orang membutuhkan perhatian
dari orang sekitarnya di dalam kehidupan sehari-hari. 15
Penulis berpendapat
bahwa perkunjungan pastoral dapat menciptakan hubungan yang lebih baik antara
gembala dengan jemaatnya.
Menurut Clinebell (dalam Engel 2016: 83) komunitas agama memberikan
kontribusi kepada setiap kliennya terhadap perkembangan psikologis dan
pemeliharaan dalam proses konseling atau pendampingan, yaitu: (a) membantu
pembaruan iman secara konsisten dan berkala; (b) membantu menumbuhkan
perasaan baik secara horisontal atau vertikal; (c) memberikan motivasi tentang
makna kehidupan; (d) membantu orang menangani permasalahannya dimulai dari
dalam diri sendiri; (e) memberikan saran guna membantu dalam menangani setiap
permasalahan yang melanda didalam kehidupannya; dan (f) membantu dalam
proses perkembangan pribadi dan sosial.16
Pada penjelasan diatas penulis lebih
mengarahkannya kepada kontribusi yang dilakukan oleh majelis gereja kepada
anggota-anggota jemaatnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kesadaran tiap pelayan akan pentingnya kunjungan pastoral kepada jemaat
sangatlah dibutuhkan. Terlebih kepada jemaat yang telah di RPP atau diberikan
teguran dari gereja karena telah melakukan dosa atau kesalahan. Untuk
menghindari jemaat merasa dikucilkan atau dipinggirkan atas kesalahan yang
dilakukan. Sebagai sebuah pencegahan juga agar tidak keluar dari jemaat yang
bersangkutan atau bahkan menjadi pindah ke agama yang lain. Disitulah fungsi
gereja, melalui kunjungan diharapkan jemaat yang melakukan kesalahan dapat
menyadarinya dan bisa mendapatkan kembali hak-haknya sebagai seorang jemaat
di gereja.
14
Bons- Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 45-46. 15
P. G. Van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup. (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 55. 16
J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 83.
6
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diatas, maka rumusan masalah
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Bagaimana praktik pelayanan pastoral terhadap jemaat yang mengalami
pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) di
HKBP Kertanegara Semarang Resort Jawa Tengah dikaji dari perspektif
pastoral.
Tujuan Penelitian
Untuk mengkaji praktik pelayanan pastoral kepada jemaat yang
mengalami pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon) di HKBP Kertanegara Semarang Resort Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
a. Teoretis : memberikan kontribusi pemahaman pastoral dan hukum gereja
terhadap jemaat yang mengalami pemberlakuan Hukum Gereja sesuai
dengan yang diaturkan didalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
(RPP).
b. Praktis : dapat bermanfaat bagi Majelis gereja, dan juga jemaat.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
penelitian Kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif
menekankan pada mencarai makna, pengertian, konsep, maupun dekripsi terhadap
suatu masalah;17
Mendeskripsikan praktik pelayanan pastoral secara teoretis dan
wawancara dengan teknik pengumpulan sampel purposive yang akan dilakukan
dengan Pdt. Rory C. Sibarani, selaku pimpinan tertinggi di Resort HKBP
Kertanegara dianggap mengetahui situasi mengenai tata cara pemberlakuan
hukum gereja. Adapun teknik pengumpulan sampel snowball, yaitu memilih
17
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitaif, Kualitatif, dan Penelitian gabungan. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 329.
7
penatua dan jemaat sebagai orang yang dianggap dapat memberikan data
tambahan selain dari data sebelumnya.18
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis ialah sebagai berikut:
Bagian Pertama, pendahuluan yang berisikan Latar belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan. Bagian Kedua, tentang Pastoral dan Hukum Gereja yang meliputi
definisi, fungsi dan pendekatan pastoral. Bagian Ketiga, tentang hasil penelitian
yang meliputi gambaran umum HKBP Kertanegara Semarang Resort Jawa
Tengah dan deskripsi praktik pelayanan pastoral terhadap jemaat yang mengalami
pemberlakuan hukum gereja. Bagian Keempat, tentang analisis masalah yang
meliputi kajian terhadapa pemberlakuan hukum gereja ditinjau dari perspektif
pastoral. Bagian Kelima, Kesimpulan yang meliputi temuan-temuan hasil
penelitian serta rekomendasi untuk penelitian lanjutan.
Pastoral
Definisi Pastoral
Pastoral dalam KBBI didefinisikan seperti gembala dan kehidupannya.19
Pastoral adalah praktik di jemaat yang bertujuan untuk membantu
mengarahkannya kepada Tuhan, baik itu melalui percakapan, pelayanan ibadah,
doa atau juga paduan suara.20
Menurut Cormier dan Hackney (dalam John
Sommers Flanagan dan Rita Sommers Flanagan 2004: 5) Hubungan yang
membantu seseorang yang mencari bantuan dan seseorang yang bersedia
membantu (Cormier & Hackney, 1987)21
. Menurut Engel, konseling pastoral
adalah dimensi spiritual didalam kekristenan yang melaksanakan fungsi yang
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitataif dan R & D. (Bandung: Alfabeta, 2006), 244-247. 19
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Google, diakses 25 Mei 2019 https://kbbi.kemdikbud.go.id/ 20
Tonu Lehtsaar and Maire Ivanova, “Opportunities for church Related Pastoral Counseling in Estonian Evangelical Churches,” International Report from University of Tartu (Ulikooli Tartu Estonia: Faculty of Theology), 282. 21
John Sommers-Flanagan and Rita Sommers-Flanagan, Counseling and Psycotheraphy Theories in context and practice: Skills, Strategies, and Techniques (United States of America: John Wiley & Sons, Inc, 2004), 5.
8
bersifat mendukung, membimbing, menyembuhkan, memulihkan memperbaiki,
dan memelihara22
. Menurut Van Beek, pastoral berasal dari bahasa latin Pastore
dan dalam bahasa Yunani Poimen yang berarti gembala. Didalam kata gembala
sendiri ditujukan kepada pendeta sebagai seorang “gembala” yang membimbing
dan mengarahkan jemaat sebagai “domba-domba”-nya. Seperti Yesus ysng juga
diibaratkan sebagai seorang “gembala yang baik”.23
Melalui beberapa definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa konseling pastoral adalah tindakan yang
dilakukan oleh seorang konselor (gembala) didalam kehidupannya yang meyentuh
kehidupan jemaat yang bertujuan untuk berusaha mendukung, menyembuhkan,
memperbaiki, dan memelihara hubungannya dengan Tuhan.
Penggembalaan dalam KBBI berasal dari kata gembala, kemudian
didefinisikan sebagai cara, proses, dan perbuatan menggembalakan.24
Menurut
Herfst, tugas dari penggembalaan ialah untuk membantu setiap orang dalam
situasinya sendiri menyadarkan hubungannya kepada sesama dan hubungan serta
ketaatannya kepada Allah. Penggembalaan akan terlaksana apabila ada gembala
dan tentunya objek yang digembalakan. Bila melihat definisi dan tugas dari
penggembalaan yang telah dikemukakan diatas, dapat diperhatikan bahwa
keduanya memiliki hubungan yang memfokuskan pada tugas untuk
menggembalakan yakni guna membantu menyadarkan dan mengarahkan setiap
orang kepada hal yang baik.
Adapun penyebutan penggembalaan disamakan dengan pastoral
dikarenakan melihat dari definisi dan tugas dari keduanya. Penggembalaan adalah
bagian dari pastoral bertujuan untuk membantu, mendukung, memulihkan dan
memelihara setiap orang dalam hubungannya dengan sesama dan Allah.
Pelayanan ini juga dilakukan dengan tidak membeda-bedakan karena setiap orang
tentu memiliki pergumulannya masing-masing, hingga kemungkinan besar akan
membutuhkan pendampingan. Namun didalam tulisan ini, penulis memfokuskan
untuk melihat praktik pastoral kepada jemaat yang mengalami pemberlakuan
hukum gereja. Tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang yang sedang mengalami
22
J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 2. 23
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2007), 10 24
Google, KBBI Online
9
pergumulan dengan diberlakukannya hukum gereja atas perbuatannya tentu
membutuhkan dukungan, baik dari keluarga, sesama jemaat, terlebih pelayan
gereja.
Hukum Gereja
Gereja adalah sebuah lembaga yang tentu memiliki hukum untuk
mengatur kehidupan jemaatnya. Di mana hukum gereja memiliki peranan yang
penting demi mengatur segala penetapan gereja guna menciptakan sebuah
keteraturan. Menurut Eduward Schweizer gereja dari mulanya telah mempunyai
peraturan-peraturan sendiri. Kemudian peraturan-peraturan yang ada di gereja
mulai berkembang dan kemudian penelitian mengenai peraturan itu dimulai sejak
abad ke-XII. Telah diketahui bahwa sampai abad ke-III gereja merupakan
persekutuan yang dimusuhi dan dikucilkan terutama pada saat berada dibawah
pemerintahan Kaisar Diocletianus dan para penggantinya (mulai tahun 303-311).
Hingga pada tahun 312 ZB terdapat perubahan yang cukup signifikan sejak Kaisar
Constantinus berhasil merebut kekuasaan di sebelah Barat dari iparnya, Lucianus
dan kekuasaan di sebelah Timur dari Kerajaan Romawi. Kemudian pada tahun
313 ZB mengeluarkan “Keputusan Milan” yaitu memberikan kebebasan penuh
kepada Gereja.25
Kemudian pada tahun 324 ZB Kaisar Constantinus mengalahkan Kaisar
Lucianus dan ia sendirilah yang memegang kendali penuh. Lalu pada tahun 380
ZB gereja diresmikan menjadi gereja negara oleh Kaisar Teodosius. Setelah
peresmian itu dilakukan, maka gereja mulai secara perlaha-lahan menyusun
“hukum kanonik” yang mencakup peraturan-peraturan untuk kehidupan
berjemaat, perkawinan, warisan, hak-hak gereja, pelanggaran-pelanggaran dan
lainnya. Namun melihat peraturan-peraturan ini kita tidak bisa melupakan bahwa
sebelumnya gereja sudah memiliki peraturannya seperti yang telah dikatakan
diatas. Contohnya ialah peraturan-peraturan etis (moral) dan liturgis, Didakhe
(ajaran kedua belas rasul) yang disusun kira-kira pada akhir abad pertama yang
juga memuat peraturan-peraturan untuk hidup jemaat.26
25
J. L. Ch. Abineno, Garis-garis besar hukum gereja (Jakarta:Gunung Mulia, 2011), 11. 26
Abineno, Garis-garis besar hukum gereja, 12.
10
Dari sejarah singkat diatas dapat kita lihat bahwasannya gereja sudah
memiliki peraturannya sendiri sejak waktu yang lama. Lalu, pada Tahun 1517,
Martin Luther mengeluarkan 95 Dalil yang mengarah kepada ketidaksetujuannya
kepada surat yang dikeluarkan oleh gereja Katolik melalui persetujuan Paus untuk
menjadi bukti penghapusan dosa di ajaran Katolik pada masa itu. Di dalam 95
Dalil yang dikeluarkan oleh Martin Luther secara singkat menggambarkan
sesungguhnya yang memiliki hak untuk menghapuskan dosa adalah Allah sendiri,
dan Paus sesungguhnya hanya sebagai perwakilan Allah di bumi untuk
menyatakan dan meneguhkan bahwa dosanya telah dihapus oleh Allah. Hukuman
atas dosa itu ialah sama dengan membenci diri sendiri, karena begitulah
pertobatan yang sesungguhnya dari dalam hati, hingga boleh sampai kepada
kerajaan surga.27
Pada tahun 2005 konvensi gereja di Kanada meminta Komisi Teologi
dan Hubungan Gereja untuk menyiapkan dokumen studi tentang masalah gereja
dan pelayanan agar dimasukkan kedalam buku kerja tahun 2008. Hingga
kemudian topik mengenai doktrin gereja, praktik hukum gereja hingga sejarahnya
melalui tulisan-tulisan para pakar alkitab menimbulkan beberapa pertanyaan dari
Fakultas Teologi Lutheran St, yakni tentang alasan praktik dari hukum gereja dan
hubungan antara pastoral dengan hukum gereja.28
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP) menjadi landasan HKBP
untuk menjalankan peneguran dan pastoral (penggembalaan). Terdapat tiga
perilaku yang dapat diingat untuk menjalankan Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon (RPP), yakni: Pertama, menuntun jemaat agar bepegang teguh
didalam Yesus Kristus. Kedua, menjaga agar tata aturan tetap terjaga dan
kekuasaan dosa tidak berkuasa di tengah-tengah jemaat. Bahwasannya melalui
peneguran dari hukum gereja itulah jemaat dapat merasakan amarah Allah dan
tidak dibiarkan para pengikut-Nya tetap tinggal didalam kejahatan. Terakhir,
melalui kotbah, nasihat, doa dan pastoral (penggembalaan) jemaat dapat menjadi
27
George Lochman. A.M, The Doctrine and Discipline of The Evangelical Lutheran Church (Harrisburgh: John Wyeth, 1818), 25-30. 28
Thomas M. Winger, “Rumination on Church Discipline”, Lutheran Theological Review XIX (Juli 2006): 107.
11
saling berlomba untuk meninggalkan dosanya dan menjadikan dirinya lebih
berhati-hati.29
Dalam menjalankan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP)
bukan hanya Pendeta ataupun Penatua, tetapi jemaat juga ikut termasuk
didalamnya. Jemaat dianggap perlu ikut terlibat menjaga agar pelanggaran tidak
terjadi didalam jemaat, dan setiap orang juga seharusnya dapat saling
mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan. Pada pengambilan keputusan
untuk menimbangi seseorang dikenakan pemberlakuan gereja akan diadakan rapat
oleh para majelis gereja. Harapannya bahwa teguran yang diberikan itulah jemaat
yang melakukan kesalahan dapat menyadari kesalahannya. Supaya jemaat yang
melakukan kesalahan pun tidak akan menjadi merasa dihakimi karena seluruh
jemaat hendaknya juga ikut merasakan tetapi tetap tidak merasa tinggi hati karena
melakukan peneguran. Mengingat bahwa sebagai manusia biasa tidak ada yang
dapat terlepas dari perbuatan dosa, hanya oleh karena kasih Tuhan sajalah kita
dapat terlepas dari kuasa dosa.30
Keberadaan dari orang sekitar juga berperan
untuk menyadarkan seseorang dari kesalahan yang diperbuatnya.
Seseorang yang dikabarkan atau ketahuan melakukan dosa, maka ia harus
dikenakan RPP. Ketika seseorang di RPP, ia tetap menjadi anggota jemaat, namun
tidak dapat mengambil atau memberikan suara berupa masukan kepada jemaat.
Adapun juga hak-haknya sebagai jemaat tidak lagi diberikan, selama ia belum
menyadari kesalahannya dan dianggap sudah berhak diterima kembali menjadi
anggota yang utuh.31
Namun tidak boleh sembarangan, karena untuk membuat
seseorang di RPP ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. pertama,
pengarahan atau menjelaskan kepada jemaat apa sebenarnya Hukum Gereja
(Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon). Kedua, menjaga segala pemikiran
yang dapat memecah persatuan didalam rapat jemaat dan menyeleweng dari
firman Tuhan. Ketiga, mengingatkan ketika ada kabar yang terdengar di Jemaat,
sebelum yang bersangkutan benar-benar melakukan kesalahan yang lebih fatal.
Keempat, sebelum peneguran dilakukan, ada empat langkah yang harus dijalankan
29 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 13-14.
30 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 15.
31 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, (Pematang Siantar: Unit
Usaha Percetakan HKBP, 2013), 23.
12
terlebih dahulu, yakni: diingatkan dua sampai tiga kali mengenai kesalahan yang
telah diperbuat. Kemudian dibawa kedalam rapat Majelis yang dipimpin oleh
Pendeta Ressort atau wakilnya. Lalu, dibuat surat resmi dari Majelis gereja
mewakili Jemaat dan disampaikan kepada yang bersangkutan. Terakhir akan
diwartakan di depan Jemaat. Maka rapat yang dilakukan harus benar-benar
dipertimbangkan dengan matang, agar jemaat yang mengalami hukum gereja
tidak merasa berkecil hati bahkan hingga merasa dihakimi. Kelima, ketika
seseorang yang mengalami hukum gereja tidak lagi mau mendengarkan nasihat
dan tidak lagi mau bertobat, maka ia akan dikeluarkan dari keanggotaan jemaat,
dan apabila pasangannya juga mengikuti jejak yang sama dalam kesalahan, maka
mereka benar-benar tidak lagi mendapatkan hak-haknya sebagai jemaat. Lalu
kemudian diwartakan didepan jemaat, bahwa mereka tidak lagi menjadi bagian
dari jemaat. Dilihat dari perkataan dan tingkahlaku yang tidak lagi mencerminkan
seorang kristen dan tidak lagi mau menerima masukan untuk mengajak mereka
supaya bertobat.32
Ketika seseorang melakukan kesalahan hendaklah pastoral
(penggembalaan) dilakukan agar tidak sampai kepada hukuman dikeluarkan dari
jemaat. Karena Yesus sendiri pernah berkata kepada murid-Nya didalam Yohanes
21:17 “Gembalakanlah domba-dombaKu”. Di dalam Matius 18:15-17 dikatakan
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dan ajarilah dia dibawah empat
mata. Bila ia mendengar nasihatmu, maka engkau telah mendapatkannya kembali
sebagai temanmu. Dan bila ia tidak mendengarkan maka ajaklah satu atau dua
orang untuk menasihatinya juga. Ketika ia tetap tidak mendengarkannya juga
maka beritahukanlah kepada seluruh jemaat, seandainya ia juga tetap tidak
mendengarkan maka pandanglah ia sebagai seorang kafir”.33
Karena itu sebelum
seseorang terjatuh kedalam dosa yang lebih mendalam, hendaklah pastoral
(penggembalaan) dijalankan agar tidak sampai kepada hukuman dikeluarkan dari
jemaat.
Kunjungan pastoral tidak hanya dapat dilakukan pasca terjadinya
pemberlakuan hukum gereja kepada seseorang jemaat atau majelis gereja, namun
32
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 24-29. 33
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 22.
13
alangkah lebih baiknya bila kunjungan pastoral dilakukan kepada setiap jemaat
yang meskipun ia tidak melakukan kesalahan. Sekaligus untuk menghilangkan
mind set dari jemaat yang bisa saja beranggapan bahwa kunjungan dilakukan
hanya kepada jemaat yang melakukan dosa. Apabila ketika kunjungan pastoral
telah dilaksanakan tetapi tetap ada saja kesalahan yang terjadi didalam jemaat,
maka majelis gereja sudah bisa dengan mudah mencari jalan keluar untuk
penyelesaian masalah, karena ia telah terlebih dahulu mengenali jemaat dan
kebutuhannya
Maka ketika seseorang mengalami pemberlakuan hukum gereja, tidak lagi
dipandang sebagai paksaan dan hukuman semata, tetapi sudah menjadi tanggung
jawab dari jemaat juga untuk menjalankan Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon. Hendaknya RPP itu dipandang sebagai jalan untuk memelihara,
memperhatikan untuk hidup didalam kekristenan dan tinggal didalam firman
Tuhan. (Kol. 3:16-17). Oleh karena itu ada baiknya ketika jemaat dapat
memahami Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, agar ketika mereka
melakukan kesalahan dan mengalami pemberlakuan hukum gereja, mereka dapat
menerima peneguran untuk perubahan diri. Dikarenakan tidak baik juga ketika
seseorang dijatuhi hukuman, tetapi ia tidak memahami kesalahan yang
dilakukannya. Para majelis gereja juga hendaknya mengetahui tata aturan
penggembalaan dan peneguran (RPP), agar tidak ada kesalahan dalam
menjalankannya.34
Itulah pentingnya pemahaman akan RPP, karena pada tahapan
untuk pemberlakuannya telah dijelaskan secara jelas.
Seseorang yang mengalami pemberlakuan hukum gereja (Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon) dipertimbangkan telah berubah dan mengakui
dosanya, maka jemaat haruslah bersedia menerimanya kembali. Melalui hal itulah
maka utang dari jemaat telah terlunaskan dihadapan Tuhan, ketika seorang domba
yang hilang telah kembali. Seorang yang telah mengalami pemberlakuan hukum
gereja hendaklah mendatangi majelis gereja guna memberitahu keinginannya
untuk bertobat. Melalui bantuan majelis gereja, ia akan dibantu untuk membuat
surat yang akan dibawa olehnya ke rapat majelis gereja untuk menimbangi
34
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 25-26.
14
permintaannya. Pendeta dan Guru Huria yang akan melayani penyambutan
seseorang yang telah bertobat itu ditengah-tengah jemaat, karena memang sudah
seharusnya jemaat bersuka cita akan kembalinya jemaat yang telah mengakui
kesalahannya. Untuk kasus seorang yang didalam masa kritis juga bisa disambut
atau diterima kembali oleh jemaat, apabila ia telah menunjukkan sikap perubahan
yang telah ditimbangi oleh Pendeta mengenai kepercayaannya. Setelah itu ia
boleh menerima haknya kembali sebagai jemaat seperti perjamuan kudus dan
ketika ia meninggal nantinya pun penguburannya akan dilayani oleh majelis
gereja. Begitu pula untuk seorang majelis gereja, bila ia benar-benar sudah
bertobat dari dosa yang ia perbuat, maka ia berhak melakukan pelayanan kembali
di jemaat.35
Untuk itu yang perlu kita perhatikan ialah bagaimana sebenarnya tahapan
mulai dari seseorang dikabarkan melakukan dosa, bertanya kepada yang
bersangkutan, bila yang bersangkutan tidak jujur maka mencoba mencari tahu dari
orang-orang sekitarnya, dibawa kedalam rapat majelis, menimbangi, memutuskan
teguran apa yang akan diberikan, diwartakan dijemaat, melakukan pastoral
khusus. Melalui kunjungan pastoral itulah jemaat dapat diarahkan kepada firman
Tuhan dalam hubungan dengan Tuhan dan situasi hidupnya.36
Hingga melalui hal
itu kita dapat melihat definisi pastoral, fungsi pastoral, pendekatan serta metode
konseling yang dapat digunakan dalam melakukan perkunjungan pastoral.
Fungsi Pastoral
Terdapat 5 fungsi dari pendampingan dan konseling pastoral, yakni:
1) Menurut Clebsch dan Jaekle (dalam Engel 2016:5) Fungsi Bimbingan
(guining) yaitu membantu konseli dalam mengambil keputusan yang tepat
bila diperhadapkan kepada pilihan-pilihan, jika keputusan yang diambil
dianggap mempengaruhi kejiwaan yang bersangkutan. Perubahan yang
dihadapi oleh seorang konseli dapat membuat dirinya bingung dalam
mengambil keputusan, maka itulah fungsi bimbingan untuk membantu
mengambil dan memiliih keputusan tentang hal-hal yang positif guna
35
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 21. 36
Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 1.
15
perkembangan dari konseli itu sendiri demi kelangsungan hidupnya kini
dan di masa yang akan datang.37
Melalui fungsi ini terlihat jelas bahwa
seseorang tidak dapat hidup seorang diri, terkadang ia tentu membutuhkan
orang lain dalam mengambil sebuah keputusan dalam hidupnya. Karena
adakalanya seseorang yang sedang memiliki masalah dalam kehidupannya
sulit untuk menimbang keputusan seperti apa yang akan pilih.
2) Fungsi Penopangan (Sustaining) yakni membantu konseli menghadapi
rasa sakit yang pernah terjadi pada masa lampau, hingga ia dapat bertahan
dan mengatasinya. Fungsi ini berupaya untuk menopang dan menguatkan
konseli agar mampu menghadapi kondisi yang ada dan dapat bertumbuh
kembali meski belum dapat dipastikan akan pulih seperti kondisi semula,
tetapi itulah tugas dari fungsi ini. Menurut Clebsch & Jaekle (dalam Engel
2016: 6) terdapat empat tugas dalam fungsi menopang, yakni: 1.
Penjagaan (Preservation) menjaga seseorang yang sedang merasa
kehilangan agar tidak terjatuh kedalam kesedihan yang lebih dalam; 2.
Penghiburan (consolation) memberikan penghiburan kepada konseli
sejauh ia akan terbuka kepada konselor; 3. Pemantapan (consoladation)
membantu dalam menangani situasinya secara mandiri; 4. Pemulihan
(redemption) ketika keadaan telah berubah dan mencoba untuk
membentuk sebuah pembaharuan dan hal itu bisa dilakukan secara
maksimal.38
Melalui pemikiran para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
banyak hal yang dialami seseorang bisa saja membentuk luka yang akan
sulit dipulihkan hingga membutuhkan bantuan dari orang diluar diri untuk
memberikan topangan dan penguatan.
3) Fungsi Penyembuhan (healing) membantu konseli untuk pulih dari
keadaan yang sebelumnya dialami. Tidak dapat dipungkiri bahwa
seseorang bisa saja mengalami luka dan membutuhkan pemulihan dari
keadaan yang dihadapinya. Fungsi ini memiliki tugas untuk
mengembalikan konseli kepada keadaan yang seutuhnya dan mencoba
untuk mengarahkannya kepada sesuatu yang lebih baik lagi.39
37
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 5-6. 38
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 6-7. 39
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 7-8.
16
Keterbukaan seseorang akan permasalahan yang dihadapi dengan orang
diluar dirinya merupakan jalan untuk membantunya pulih agar fungsi ini
dapat dijalankan.
4) Menurut Clinebell (dalam Engel 2016: 8) Fungsi memulihkan/
memperbaiki hubungan (reconciling) membantu konseli untuk
memperbaki hubungannya dengan orang lain yang pernah rusak akibat
sesuatu. Melalui fungsi ini dapat terlihat dengan jelas bahwa tugas dari
pendampingan pastoral tidak hanya mencoba untuk memperbaiki
hubungan antara konseli dengan sesamanya, tetapi juga hubungannya
dengan Tuhan40
. Fungsi ini mempertegas bahwa setiap orang harus
memiliki hubungan yang baik didalam kehidupannya. Dan fungsi ini
bertugas untuk memperbaiki hubugan tersebut apabila mengalami
permasalahan yang mungkin tidak dapat diselesaikan seorang diri.
5) Menurut Clinebell (dalam Engel 2016: 9) Fungsi memelihara/mengasuh
(nurturing) membantu konseli untuk memelihara dan mengembangkan
segala potensi diri yang diberikan Allah kepada dirinya. Melalui fungsi ini
seorang konseli akan dibantu untuk memahami makna keberadaan dirinya
didalam masyarakat dan sekitarnya. Melalui pendampingan dan fungsi ini
seorang konseli akan benar-benar dibantu untuk terlepas dari kondisi masa
lalu yang mungkin dapat mengganggunya.41
Apabila ketika kelima fungsi
yang telah dijelaskan tetap tidak dapat merubah keadan seseorang maka
konseling pastoral akan dijalankan untuk melanjutkan pemulihan dan
mengembangkan setiap potensi diri yang ada.
Dalam proses membantu tersebut, seorang konselor atau yang berada dalam
kehidupan gereja adalah pendeta haruslah memiliki sikap empati, tertarik, percaya
pada proses, terbuka, spontan, tulus hati, kenal diri, holistik, universalistik, dan
otonom. Alat utama yang dari seorang konseling pastoral ialah dirinya sendiri.42
Untuk dapat melakukan fungsi-fungsi pastoral yang disebutkan diatas, maka
seorang pendeta atau konselor terlebih dahulu haruslah mampu memahami dirinya
40
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 8. 41
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 8-9. 42
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), 116-113.
17
sendiri. Kebanyakan orang akan mencari seorang pendeta untuk mencari bantuan
atas masalah yang dihadapi, baik permasalahan psikologis ataupun agama.43
Seturut dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa peranan dan
pemahaman diri sendiri dari seorang konselor atau pendeta sangat mempengaruhi
proses konseling.
Pendekatan Pastoral
Konseling pastoral memiliki pendekatan berupa model-model yang dapat
digunakan sebagai teknik memahami konseling itu sendiri, yakni sebagai
berikut;
a. Model Eksistensial, ditemukan oleh Victor Frankl. Seorang tokoh
psikologi dan juga ahli filsafat eksistensialisme. Model ini berfokus
pada kondisi hidup manusia, seperti menentukan pilihan dan nasib
sendiri, pencarian makna hidup, hingga kematian. Setiap orang
memiliki potensi dan kemampuan untuk menyembuhkan dirinya
sendiri, sakit atau tidaknya ditentukan oleh pilihannya sendiri. Posisi
seorang konselor dalam model ini adalah membantu konseli menyadari
kekuatan didalam diri dan kemungkinan yang dimiliki. Tugas utama
dari konselor dalam model ini ialah untuk membangun hubungan yang
personal dengan konseli. Namun kekurangan dari model ini ialah akan
sulit dilakukan kepada konseli yang tidak terbiasa berpikir dan
merefleksikan kehidupannya secara terperinci.44
b. Model Client-centered counseling ditemukan oleh Carl Rogers, yaitu
proses konseling berpusat pada konseli, dengan konselor lebih banyak
mendengarkan. Penyelesaian masalah diberikan kepada konseli itu
sendiri, pengambilan keputusan juga diputuskan oleh dirinya sendiri.
Posisi dari konselor hanyalah sebagai perangsang melalui pertanyaan-
pertanyaan yang menantang untuk membuat konseli mau
43
John R. Belcher dan Steven Michael Hall, “Managed Care and Pastoral Counseling an Opportunity for Spiritual Growth”, Journal of Pastoral Psychology, Vol. 47. No. 6, (1999). Diakses pada tanggal 01 Agustus 2019. http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=10&sid=c631fb4d-17cd-47bd-9984-c85909ab5c96%40pdc-v-sessmgr04 44
Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 162-163.
18
mengungkapkan perasaannya. Seorang konseli memiliki peran utama
untuk permasalahan dan kepribadiannya. Konselor tidak boleh banyak
berbicara, dan menganggap bahwa ia memiliki otoritas untuk
mengambil sebuah keputusan atas masalah dari konselinya.45
Dalam
model ini sikap-sikap yang telah dibahas dalam paragraf sebelumnya
sangatlah dibutuhkan, contohnya empati dan ketertarikan. Walau
demikian, model ini tentu tidak terlepas dari kekurangan, seperti
contohnya ialah terkadang ada saja konseli membutuhkan seorang
konselor yang lebih aktif, karena lewat model ini seorang konselor
akan terlihat lebih pasif diharapkan keaktifan dari konseli itu sendiri.46
c. Model Gestalt, ditemukan oleh Fritz Perls (1893-1970). Model ini
berfokus pada keadaan kini dan di sini. Model ini beranggapan bahwa
setiap manusia bertanggung jawab atas sesuatu yang belum atau tidak
terselesaikan pada masa kini. Posisi seorang konselor pada model ini
ialah membantu konseli membuat interpretasi atas kehidupannya.
Konseli diajak untuk menyelesaikan masalah yang pernah terjadi
dimasa lalu, dengan cara seperti kembali lagi kepada keadaan lalu yang
traumatis dan seolah-olah terjadi kini. Kemudian dibantu untuk
melampiaskannya kepada benda-benda yang bisa disediakan oleh
konselor, seperti bola kecil yang dapat dilemparkan ke dinding atau
benda lainnya. Adapun kekurangan dari model ini ialah dapat
membuat seseorang mencurahkan perasaannya secara tidak terkendali.
Dan untuk seorang yang sulit berimajinasi, model ini akan sedikit sulit
dilakukan. karena model ini membutuhkan fantasi dari konseli atas
permasalahan yang pernah ia alami.47
d. Model Behavioral, ditemukan oleh Albert Bandura (1925- kini),
Joseph Wolpe (1915- 1997), Arnold Allan Lazarus (1932-2013), dan
Alan E. Kasdin (1945- kini). Model ini berfokus pada tingkah laku
yang tampak. Terlihatnya tingkah laku yang tidak normal diakibatkan
oleh kesalahan dalam memahami atau proses belajar. Posisi konselor
45
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 12. 46
Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 165. 47
Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 166-168.
19
pada model ini ialah sebagai guru yang terlibat aktif untuk membantu
konseli belajar dan berlatih akan perilaku yang lebih baik dan efektif.
Hubungan kerjasama yang baik antara konselor dan konseli dalam
model ini sangatlah mempengaruhi keberhasilan dari konseling
menggunakan model ini. Kekurangan dari model ini ialah adanya
kemungkinan dapat menrubah tingkahlaku dari konseli tetapi belum
tentu dapat merubah perasaannya. Kemudian tidak memperhatikan
keadaan masa lalu seseorang yang mungkin mempengaruhi
kehidupannya kini.48
e. Model realitas, ditemukan oleh William Glasser (1925- 2013). Model
ini berfokus pada hal yang sedang dikerjakan oleh konseli, dan melihat
apakah yang dikerjakannya berhasil atau tidak. Manusia menciptakan
perasaan melalui pilihan-pilihan dan sesuatu yang mereka lakukan atas
pekerjaan mereka. Posisi dari seorang konselor dalam model konseling
pastoral ini adalah dengan membantu konseli agar kuat dan menjadi
rasional dalam memilih tanggungjawab atas pilihan hidupnya.
Konselor melibatkan diri untuk mencari hal apa yang diinginkan oleh
konseli dan membantu membuat rencana perubahan apa yang
diharapkan oleh konseli. Kekurangan dari model ini adalah kurangnya
penghargaan terhadap pengalaman masa lalu.49
Melalui beberapa model diatas, kita dapat mengetahui bahwa setiap model
memiliki kekurangan. Maka dengan begitu secara singkat dapat disimpulkan dan
diambil jalan tengahnya ialah dengan tidak hanya berfokus pada satu aspek
kehidupan saja, contohnya fisik, mental, sosial dan spiritual saja. Kita harus
kembali kepada teori dasar ialah manusia adalah makhluk holistik. Kita harus
memperhatikan aspek fisik-psikomotorik, kognitif dan afektif dari mental
seseorang, dan hubungan antara konseli- konselor (pendeta- jemaat).
48
Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 172-174. 49
Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 176-177.
20
Hasil Penelitian
Sejarah HKBP Kertanegara Resort Jawa Tengah
Sejarah HKBP Kertanegara dimulai dengan adanya peribahan yang
dilakukan oleh semua orang yang tinggal di Semarang pada tahun 1920-1934.
Pada masa inilah dapat dikatakan sebagai pra- HKBP di Jawa Tengah. Semua
orang pada masa itu bersatu di dalam satu peribadahan di gereja Mlaten yang ada
dibawah kepengurusan Zending di Salatiga. Hingga pada 1 Januari 1929, seorang
bapak A. Aritonang mengumpulkan semua orang batak yang beragama kristen
dan bertempat tinggal di Semarang.50
Pada 1 April 1934 mulailah berdiri sebuah gereja HKBP di Semarang.
Berjalan beberapa saat, pada tahun 1939 diangkatlah bapak Anggam Aritonang
untuk menjadi penatua dan diharapkan dapat menjadi lebih bertanggung jawab
dan melakukan seluruh tugasnya yang berkaitan dengan kehidupan berjemaat.
Mulai tahun inilah timbul hasrat dari jemaat untuk mengadakan peribadahan
setiap minggunya. Unutk memenuhi hasrat itu maka jalan yang harus ditempuh
ialah berpindah dan mencari gedung yang baru untuk peribadahan. Dengan
permintaan dari jemaat dan tindakan dari majelis maka anggota majelis mencoba
menghungi dan meminta bantuan dari sekolah Christelyke Mulo di Sportlaan
untuk menggunakan ruangannya sebagai tempat peribadahan.51
Pada 1 April 1948 diadakanlah perayaaan ulang tahun ke XV HKBP di
Semarang. Mulai saat itulah dimulai mencari dan mengumpulkan dana untuk
mendirikan gereja HKBP di Semarang.52
Hingga pada tahun 1959 terjadilah
sebuah perbedaan pendapat untuk pembangunan gereja dan membuat jemaat
menjadi terbagi dalam dua bagian dan beribadah di dua tempat yang berlainan.
Berjalan beberapa saat, melalui rapat pendeta yang dilakukan di Jakarta, maka
setalah beberapa pertimbangan kelayakan, maka diberikan persetujuan untuk
50
Panitia Yubileum, Yubileum HKBP di Jawa Tengah, (1984), 3. 51
Panitia Yubileum, Yubileum HKBP di Jawa Tengah, 5. 52
P. P. Lumban Tobing. Dkk, Yubileum 25 Tahun HKBP Kertanegara Semarang, (1985), 11.
21
kedua gereja menjadi jemaat yang sah di sinode HKBP. Kini disebut sebagai
HKBP Kertanegara Resort Jawa Tengah dan HKBP Semarang Barat.53
Deskripsi Hasil Wawancara
a. pemahaman tentang Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP)
Menurut Pdt. R. C. Sibarani S.Th, Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon adalah panduan yang membantu seorang gembala guna memahami
tugasnya yaitu menertibkan jemaat agar menjadi persekutuan yang bertumbuh dan
memiliki identitas yang benar sebagai seorang kristen. Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon juga diibaratkan seperti pagar yang membentengi jemaat dari niat
buruk wilayah luar yang bisa membahayakan keberadaanya. Walau keberadaan
dari RPP sangatlah membantu gembala untuk menertibkan jemaatnya, namun
tetap saja ada pergumulan yang harus dilalui untuk pelaksanaan dari RPP itu
sendiri. Pergumulannya ialah adanya penyalahgunaan RPP yakni sebagai alat
untuk berkuasa. 54
HKBP selaku gereja yang memiliki dokumen hukum gereja atau yang
disebut dengan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon hendaknya para pelayan
dapat memahami dokumen tersebut dengna lebih baik lagi, agar tidak terjadi
kesalah pemahaman baik oleh majelis atau pun jemaat ketika pelaksanaannya.
Hingga saat ini, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon menjadi masalah yang
kontroversial di dalam kehidupan berjemaat. Dikarenakan kurangnya pemahaman
dan edukasi kepada jemaat.55
Walau HKBP memiliki dokumen hukum gereja untuk menertibkan warga
jemaatnya, namun harapan Pendeta selaku gembala dan pimpinan didalam sebuah
komunitas gereja, tentulah mengharapkan hal terbaik bagi jemaatnya, yakni
sebisanya jangan sampai ada jemaat yang harus dikenakan teguran karena
melakukan kesalahan yang dianggap melanggar aturan peraturan gereja.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan tidak dapat dipisahkan dari
kesalahan, maka akan ada saja permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan
53
Lumban Tobing. Dkk, Yubileum 25 Tahun HKBP Kertanegara Semarang, 19. 54
Wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada tanggal 12 Juli 2019. 55
Wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019
22
berjemaat. Untuk keberadaan dari RPP diharapkan diadakannya pembinaan atau
diskusi kepada penatua. Setidaknya ada diskusi-diskusi kecil yang dilakukan
setelah ibadah rumah tangga (partangiangan) baik kepada penatua ataupun
jemaat.56
Untuk penggembalaannya sendiri, baik sebelum diberlakukannya hukum
gereja (RPP) kepada jemaat dan sesudah diwartakan dihadapan jemaat, Pendeta
sependapat untuk menjalankan sesuai dengan yang telah diaturkan didalam
dokumen Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, yakni dengan mengadakan
perkunjungan. Perkunjungan akan dapat dilaksanakan apabila terdapat
komunikasi yang baik antara Pendeta selaku sebagai seorang gembala dengan
jemaatnya. Komunikasi yang baik harus dilakukan bahkan jauh sebelum ada
jemaat yang terdengar kabarnya melakukan kesalahan. Jauh sebelum itu Pendeta
haruslah mengantisipasi dengan mengadakan perkunjungan ke rumah-rumah
jemaatnya. Hingga apabila terjadi sebuah masalah yang tidak diinginkan, Pendeta
dapat mencari tahu informasi yang dibutuhkan dengan adanya keterbukaan oleh
jemaatnya.57
b. Pemahaman Penatua tentang Ruhut Parmahanon dohot Paminsangon
(RPP)
Bagi para Penatua selaku majelis gereja, beranggapan bahwa Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon adalah dokumen yang membedakan gereja
terkhusus HKBP dengan komunitas-komunitas lain, yakni dengan adanya RPP
maka kehidupan berjemaat dapat lebih teratur, karena pemberlakuannya bukan
hanya untuk jemaat, tetapi juga kepada pelayan.58
Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon dipandang sebagai hal yang positif karena dapat menjadi sarana
untuk menertibkan kehidupan berjemaat dan menjauhkannya dari perilaku-
perilaku yang tidak sesuai dengan firman Tuhan.59
Walau dalam praktiknya dalam menjalankan Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon tidaklah selalu sesuai dengan yang telah diaturkan didalam
56
Wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada tanggal 12 Juli 2019. 57
wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada tanggal 12 Juli 2019. 58
Hasil wawancara dengan St. R. Turnip pada 19 Juli 2019 59
Hasil wawancara dengan St. J. Pardede pada 19 Juli 2019
23
dokumennya. Terdapat beberapa pergumulan ketika ingin memberlakukannya
kepada jemaat.60
Namun keberadaan dari RPP dianggap sangat bermanfaat,
terkhusus untuk penggembalaan yang harus dilakukan. Para penatua sependapat
dengan aturan yang telah ditetapkan didalam dokumen Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon, yakni dengan mengadakan perkunjungan kepada jemaat-
jemaatnya. Meskipun untuk penatua sendiri, terkadang ada saja jemaat yang
belum mau terbuka kepada mereka, hingga Pendeta yang harus turun tangan untuk
menanganinya.61
c. Pemahaman Jemaat mengenai Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
(RPP)
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada beberapa orang
jemaat, terdapat beberapa perpektif yang berbeda-beda. Beberapa berpendapat
bahwa keberadaan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon adalah untuk
memberikan batasan-batasan kepada hal-hal yang tidak berkenan dan tidak sesuai
dengan ajaran kekristenan, terlebih ajaran HKBP.62
Diberikannya teguran melalui
pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) ialah
semata-mata bukan untuk menghakimi seseorang, melainkan agar ia dapat sadar
akan kesalahan yangtelah dilakukan, dan diharapkan dapat kembali ke jalan yang
benar. Pendapat yang lainnya ialah bahwa baik dengan adanya dokumen yang
mengatur kehidupan berjemaat, namun tentu saja rasa malu ketika harus
dikenakan pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon) tidak dapat dilepaskan begitu saja, dikarenakan terkadang ada saja
jemaat lain yang ikut membicarakan hal yang tidak-tidak. 63
Untuk perkunjungan pastoral atau penggembalaan yang dilakukan oleh
majelis sendiri memiliki pandangan positif di mata jemaat, karena dengan
perkunjungan itulah jemaat yang mengalami pemberlakuan hukum gereja (di
60
Hasil wawancara dengan St. H. Siahaan pada 19 Juli 61
Hasil wawancara dengan St. R. Turnip, St. J. Pardede, St. R. Girsang, St. H. Siahaan pada 19 Juli 2019 62
Wawancara dengan Ny. E. Silalahi pada 19 Juli 2019 63
Hasil wawancara dengan Ny. N. Manurung pada 19 Juli 2019
24
RPP) merasa masih dirangkul oleh gereja. Meskipun kembali lagi rasa malu
dihadapan jemaat lain masih tetap melekat.64
d. Pelaksanaan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP)
Melalui wawancara dengan Pendeta dan beberapa Penatua, hasil yang
didapatkan ialah adalah pemahaman yang sama untuk teknis pelaksanaannya.
Ketika di jemaat telah terdengar kabar bahwa seseorang dari jemaat dikabarkan
melakukan sebuah hal yang menyimpang dari aturan yang berlaku, maka Pendeta
selaku pimpinan akan menugaskan penatua sektor untuk bertanya kepada keluarga
mengenai hal yang sebenarnya terjadi dan terdengar di jemaat. Perkunjungan yang
dilakukan oleh penatua sektor juga tidak bisa terlepas dari koordinasi dengan
pendeta, dan juga seorang harus aktif untuk mencari tahu mengenai kebenaran
dari kabar-kabar yang terdengar. Karena keputusan ada di tangan Pendeta
nantinya.65
Apabila seorang penatua sektor tidak mendapatkan informasi yang valid
dari keluarga karena kurangnya keterbukaan, maka penatua sektor akan mengajak
penatua lain untuk menemaninya datang kembali dan bertanya kepada keluarga,
kunjungan ini bisa berlangsung selama 2-3 kali. Hingga pada akhirnya pendeta
juga harus ikut ambil bagian untuk mengunjungi keluarga yang bersangkutan,
karena terkadang ada saja jemaat yang masih hanya mau terbuka kepada pendeta
dibandingkan dengan penatua. Itu mengapa keaktifan seorang Pendeta sangat
dibutuhkan. 66
Untuk memutuskan seseorang akan diberikan teguran dengan
memberlakukan hukum gereja (di RPP) atas perbuatan yang dilakukannya juga
bisa sampai 3-4 kali rapat penatua dan dipimpin oleh pendeta. Tidak mudah untuk
memberikan keputusan yang harus diambil oleh seorang pimpinan, karena tidak
ada pendeta yang sebenarnya mau jemaatnya dikenakan pemberlakuan hukum
gereja. Namun untuk terciptanya sebuah keteraturan yang diharapkan dengan
adanya dokumen hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) maka
64
Hasil wawancara dengan Ny. N. Manurung pada 19 Juli 2019 65
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019 66
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019
25
tindakan adil harus dilakukan. Tidak memandang jabatan dan kekayaan yang
dimiliki, hukum gereja harus diberlakukan apabila seseorang benar melakukan
kesalahan.67
Setelah pemberlakuan hukum gereja telah diwartakan di jemaat, maka
akan berlangsung penggembalaan kepada jemaat yang bersangkutan kurang lebih
3-6 bulan. Pada masa itu, majelis terlebih penatua sektor akan melihat keaktifan
dari jemaat yang bersangkutan. Baik pada kehadirannya di ibadah keluarga dan
ibadah minggu umum. Perkunjungan akan diberikan juga kepadanya. Agar ia
dapat tersadar dari kesalahannya, penggembalaan dari atas mimbar dirasa tidak
cukup untuk memberikannya pemahaman, karena didalam khotbah pada
peribadahan tidaklah terjadi dialog antara gembala dengan jemaatnya. Hingga
belum tentu dapat menjawab pergumulan-pergumulan yang dihadapi.68
e. Kendala dalam pelaksanaan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
1. Terkadang kurangnya keterbukaan oleh jemaat yang bermasalah kepada
majelis gereja.69
2. Adanya hubungan yang dekat dengan jemaat yang bersangkutan, baik dari
hubungan marga (kekeluargaan didalam suku Batak) hingga adanya
kedekatan karena telah lama saling mengenal dengan baik, yang membuat
seorang majelis sulit memutuskan seorang jemaat harus di RPP atau
tidak.70
3. Kurangnya edukasi untuk penatua dan jemaat, yang membuat kaburnya
makna dari Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon didalam kehidupan
berjemaat, dan membuat banyak spekulasi di dalam jemaat.71
4. Ada saja jemaat yang ketika mengetahui bahwa ia melakukan kesalahan,
memilih untuk langsung pindah gereja (dalam hal ini tidak meminta surat
pindah, namun langsung pindah ke gereja yang tidak se-dogma dengan
HKBP).72
67
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019 68
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019 69
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019 70
Hasil wawancara dengan St. H. Siahaan pada 19 Juli 2019 71
Hasil wawancara dengan St. J. Pardede pada 19 Juli 2019 72
Hasil wawancara dengan St. J. Pardede pada 19 Juli 2019
26
5. Adanya jemaat yang memilih pergi dari keanggotaan jemaat karena kabur
dari kenyataan yang ada (dalam hal ini contohnya seorang yang nikah lari
dengan yang beragama lain dan memilih untuk meninggalkan suami dan
anaknya). Hingga penggembalaan tidak dapat dijalankan.73
Rangkuman:
1. Pemahaman Pendeta, Penatua dan Jemaat.
Pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon)
sesungguhnya memliki pandangan positif di dalam jemaat, karena dianggap
bahwa dengan adanya Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon maka kehidupan
berjemaat dapat berjalan dengan teratur. Dengan adanya Ruhut Parmahanion
dohot Paminsangon maka jemaat akan merasa dibentengi dari wilayah luar yang
bisa saja membahayakan kehidupan untuk melakukan hal-hal dengan seenaknya
baik itu salah maupun benar yang berakibat tidak adanya keteraturan didalam
jemaat. Kemudian diharapkan bahwa Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
dapat disosialisasikan dengan baik di dalam jemaat. Untuk mengurangi
pemahaman jemaat yang beranggapan buruk kepada jemaat yang diberikan
pemberlakuan hukum gereja. Jemaat yang diberikan pemberlakuan hukum gereja
akan merasa sangat malu ketika harus datang lagi ke gereja setelah diwartakan,
karena terkadang ada jemaat yang menjadikannya bahan pembicaraan dan
memperburuk suasana kehidupan jemaat yang bersangkutan.
2. Tahapan pelaksaan pemberlakuan hukum gereja
Sebelum diberikan pemberlakuan hukum gereja, maka penatua akan
ditugaskan mencari informasi dan bertanya kepada keluarga yang bersangkutan
yang dikabarkan melakukan kesalahan. Dengan tetap berkoordinasi dengan
Pendeta selaku pimpinan yang bertanggung jawab atas kehidupan berjemaat.
Pendeta juga harus ikut aktif mencari informasi. Perkunjungan untuk mencari
informasi kepada keluarga bisa sampai dilakukan sebanyak 2-3 kali. Rapat untuk
memutuskan permasalahannya juga bisa 3-4 kali pertemuan untuk membahas dan
menimbangi permasalahan melalui informasi yang telah didapatkan, dan
73
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019
27
menimbangi segala kemungkinan yang akan terjadi agar jemaat yang melakukan
kesalahan tidak merasa dihakimi. Maka perlu sebuah penjelasan yang mendalam
kepada jemaat yang bersangkutan. Kehidupannya di dalam jemaat akan terasa
berbeda ketika seseorang telah diwartakan telah di RPP (mengalami
pemberlakuan hukum gereja).
Itulah sebabnya pentingnya sebuah perkunjungan rutin yang dilakukan kepada
jemaat yang mengalami pemberlakuan hukum gereja, jemaat yang bersangkutan
akan menjadi jemaat yang digembalakan khsuus selama 3-6 bulan dan dilihat
frekuensi kehadirannya di peribadahan keluarga dan ibadah umum. Dengan
adanya perkunjungan khusus maka dapat terjadi sebuah dialog yang diharapkan
dapat membantu jemaat yang bersangkutan menjawab pergumulan-pergumulan
yang sedang dihadapi.
Analisa Praktik Pastoral dalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Pendeta, Penatua
dan Jemaat, penulis dapat melihat bahwa teknis pelaksanaan untuk menjalankan
peneguran (di RPP) belum benar-benar sesuai, karena yang diawali dengan
tahapan mencari informasi, dilakukan pertama kali oleh seorang penatua sektor,
kemudian bila belum ada keterbukaan dari jemaat yang bersangkutan, maka ia
bisa mengajak teman sepelayanan untuk menemuinya lagi. Perkunjungan itu dapat
dilakukan sebanyak 2-3 kali. Setelah itu akan diadakan rapat untuk menimbangi
permasalahan yang sedang dihadapi sebanyak 3-4 kali hingga keputusan dianggap
adil bagi jemaat yang bermasalah.
Bila melihat dari teori yang sesuai dengan diaturkan didalam Ruhut
Parmahaniondohot Paminsangon, tahapan awal yang harus dilakukan oleh
majelis ialah memberikan pemahaman sebelum sebuah pelanggaran terjadi
ditengah-tengah jemaat.74
Kemudian untuk tahapan yang dilakukan setelah
penjelasan dilakukan, maka dalam praktiknya pelaksanaan peneguran telah
dilakukan sesuai dengan teori yang ada didalam Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon, yakni dengan mendatangi seorang diri, bila belum mendapat
keterbukaan akan membawa teman sepelayanan untuk menemani, dan akan bisa
74 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 24-25.
28
berlangsung hingga 2-3 kali. Rapat juga akan dilakukan yang dipimpin oleh
pendeta Resort atau wakilnya.75
Melalui wawancara yang telah dilakukan, para penatua sendiri belum
dapat memahami Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon dengan sepenuhnya.
Para penatua hanya memahami secara mendasar, karena kurangnya edukasi yang
diberikan kepada para majelis tersebut.76
Hingga pada jemaat juga belum
memahami dengan pasti makna dan tujuan dari Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon. Pemahaman jemaat hanya bila ada jemaat yang melakukan
kesalahan maka akan diberikan hukuman atas pelanggaran yang dilakukan dan
menjadi anggota tidak penuh di dalam jemaat, dan selama itu ia tidak akan
mendapatkan haknya sebagai anggota jemaat yang penuh, ia tidak dapat
mengikuti perjamuan kudus, dan apabila ia meninggal dunia, maka ia tidak akan
dilayani penguburannya.77
Namun untuk proses penggembalaan pasca diberikan peneguran,
berdasarkan wawancara yang dilakukan, baik pendeta dan penatua telah
menjalankan tugasnya mengadakan perkunjungan ke rumah yang bersangkutan.
Melalui perkunjungan tersebutlah diharapkan terjadi dialog antara jemaat dengan
majelis, agar ia bisa tersadar dari kesalahannya dan hingga bisa mendapat haknya
kembali sebagai anggota jemaat yang penuh.78
Berdasarkan hasil wawancara diatas sesuai dengan yang diatur didalam
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, yakni seseorang yang telah melakukan
kesalahan hendaknya diberikan perkunjungan meskipun keras hatinya, karena
dengan datang ke rumahnya dan menunjukkan sebuah kepedulian diharapkan
menjadi terketuk hatinya untuk kembali ke jalan yang benar.79
Di dalam Yehezkiel 3:20-21 jelas disebutkan bahwa seseorang yang
mengingatkan saudaranya, hendaklah berdasarkan kasih kepada sesamanya, bukan
hanya sebagai pemberi hukuman saja, tetapi bertindak seperti seorang gembala
75
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 28. 76
Hasil wawancara dengan St. J. Pardede pada 19 Juli 2019 77
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019 78
Hasil wawancara dengan Pdt. R. C. Sibarani S. Th pada 12 Juli 2019 79
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 19.
29
yang menjaga dan mengawasi domba-nya. Terdapat tiga tindakan yang perlu
diingat ketika hendak melakukan peneguran atau menjalankan Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon. Pertama, mengajak dan merangkul jemaat agar
tetap hidup di dalam kasih Kristus. Kemudian, menjaga agar pelanggaran tidak
terjadi didalam kehidupan, mengingat bahwa melalui teguranlah seorang yang
melakukan kesalahan tidak tinggal di dalam kejahatannya. Terkahir, melalui
khotbah, nasihat, dan doa yang dapat mengejar seorang bersalah agar
meninggalkan perbuatan jahatnya dan memperhatikan kehidupannya.80
Jemaat melalui majelis jemaat yang dipimpin atau diarahkan oleh Pendeta-
lah yang akan melakukan penggembalaan dan peneguran. Bukan hanya kebijakan
pribadi oleh majelis gereja, maka dari itu hendaknya setiap jemaat juga ikut
menjaga agar tidak sampai terjadi pelanggaran di dalam jemaat. Dengan begitu
setiap orang haruslah ikut merangkul seorang yang akan berbuat kesalahan. Walau
pada praktiknya majelis yang akan menjalankan setiap proses teknis pelaksanaan
peneguran apabila terjadi suatu masalah, dikarenakan belum tentu seluruh jemaat
dapat berkumpul pada suatu waktu untuk menimbangi kesalahan seseorang.81
Tujuan dari penggembalaan ialah membantu mengarahkan seseorang
kepada firman Allah di dalam situasi kehidupannya. Dalam percakapan pada
perkunjungan pastoral, seseorang gembala akan membantu seorang jemaat untuk
menyadari kesalahan dan keberdosaannya, kemudian ia akan diarahkan kepada
kasih Tuhan yang Maha pengampun, berharap agar ia mengakui kesalahannya dan
mau untuk merubah cara pandang dan kehidupannya.82
Seorang gembala haruslah
memperhatikan dan memperlihatkan perhatiannya kepada jemaatnya, maka tentu
dengan sendirinya ia akan dapat merasa nyaman untuk terbuka. Hal yang penting
juga ialah harus dilakukan perkunjungan rutin, agar terjalin kedekatan yang lebih
baik dan harapan untuk keterbukaan seseorang menjadi lebih besar.83
Seorang gembala hendaknya seseorang yang mengenal Yesus dan meniru
perilaku-Nya. Sifat seorang gembala juga hendaknya ialah seseorang yang suka
80
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 14. 81
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 15. 82
Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 91. 83
Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 45.
30
bergaul, tidak memiliki sikap yang dengan mudah menghukum seseorang, tahu
dan mau mengampuni, tidak mendengarkan hasutan dari orang asing, menjadi
pendengar yang baik, harus rajin keluar maksudnya ialah mau berpergian ke
rumah saudaranya terlebih jemaatnya, dan seorang gembala tidaklah harus
seorang psikolog yang dapat mengetahui kejiwaan seseorang berdasarkan ilmu
yang dimiliki, cukuplah dengan perhatian yang lebih dan berlandaskan kasih,
maka dengan sendirinya ia bisa memahami bagaimana kelakuan dan perbuatan
seorang jemaatnya.84
Menjadi tantangan bagi gereja terkhusus Pendeta selaku
pimpinan yang bertanggung jawab atas kehidupan berjemaat, untuk lebih
memperhatikan pemahaman jemaatnya, dan tetap menjalankan Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon seperti yang diaturkan terlebih kepada
penggembalaan pasca seseorang dijatuhi hukuman. Agar kedepannya jemaat yang
memilih keluar karena diberikan peneguran dapat berkurang dan jemaat pun
merasa menjadi lebih diperhatikan oleh majelis. Hingga terjalin sebuah
keharmonisan didalam komunitas gereja, untuk mencegah terjadinya pelanggaran-
pelanggaran yang tidak diharapkan.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan analisa dari teori dan hasil wawancara yang dilakukan kepada
pendeta, penatua dan jemaat, maka penulis beranggapan bahwa pelaksanaan
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon belum tuntas dalam hal praktik untuk
menjelaskan kepada jemaatnya. Dalam dokumen Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon telah dipaparkan dengan jelas bahwa langkah pertama yang harus
dilakukan adalah memberikan pemahaman dan penjelasan kepada jemaat tentang
makna dan tujuan dari Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, agar ketika harus
dijatuhi peneguran tidak ada stigma negatif di dalam jemaat.
Pada praktik perkunjungan pastoral yang dilakukan juga dapat dilihat
melalui hasil wawancara cukup sesuai dengan yang tertera di dalam dokumen
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, karena benar adanya bahwa setiap
orang yang melakukan kesalahan hendaknya harus diberikan perkunjungan agar ia
84 Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 23-33.
31
dapat merasa diberikan semangat, penguatan, dan bimbingan agar dapat
menyadari dan mengakui kesalahannya. Seperti juga fungsi dari pastoral yakni
membimbing, menopang, menyembuhkan, memulihkan/memperbaiki hubungan
antara sesama dan kepada Allah, dan memelihara. Pada dasarnya setiap orang
membutuhkan pendampingan didalam kehidupannya. Maka disitulah tugas dari
seorang gembala untuk memenuhi kebutuhan dari jemaatnya.
Saran
Setelah memaparkan teori dan melakukan wawancara di HKBP Ressort
Kertanegara, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis ialah sebagai berikut;
1. Kiranya Sinode HKBP dapat menjalankan Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon dengan lebih tegas lagi, tanpa pandang jabatan atau pun
kekayaan, baik ia seorang majelis maupun anggota jemaat.
2. Hendaknya Sinode HKBP lebih memperhatikan lagi praktik dari Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon di jemaatnya masing-masing, terkhusus
untuk memberikan edukasi atau sosialiasi mengenai hukum gereja di
HKBP. Setidaknya mengadakan diskusi yang dipimpin oleh Pendeta, baik
berupa pertemuan atau dialog sederhana seusai ibadah keluarga atau
ibadah lainnya untuk membahas Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
bila terdapat pertanyaan oleh jemaat atau penatua.
3. Kiranya Sinode HKBP menjadi lebih sadar lagi akan pentingnya sebuah
perkunjungan rutin yang dilakukan ke rumah-rumah jemaat. Dengan
komunikasi yang baik antara majelis dengan jemaat, maka kehidupan
berjemaat tentu akan menjadi lebih harmonis lagi dan akan ada
keterbukaan jemaat mengenai kehidupannya apabila sebuah masalah
menghampiri seseorang di dalam jemaat.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J. L. Ch. Garis-garis Besar Hukum Gereja. Jakarta: Gunung Mulia,
2011.
Beek, Aart Van. Pendampingan Pastoral, Jakarta: Gunung Mulia, 1999.
Belcher, John R dan Steven Michael Hall. “Managed Care and Pastoral
Counseling an Opportunity for Spiritual Growth”, Journal of Pastoral
Psychology, Vol. 47. No. 6. (1999). Diakses pada 01 Agustus 2019.
http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=10&sid=c631fb4d-17cd-
47bd-9984-c85909ab5c96%40pdc-v-sessmgr04
Clinebell, Howard. Tipe-tipe Pendampingan dan Konseling Pastoral.
Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Dayringer, Rinchard. “The Image of God in Pastoral Counseling”, Journal of
Religion and Helath no. 51. (Oktober 2011). Diakses pada tanggal 01 Agustus
2019. http://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=14&sid=d62a6ef4-
5710-4297-b155-2bbccbf65749%40sessionmgr4006
Engel, J. D. Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016.
Engel, J. D. Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016.
Flanagan, John Sommers dan Rita Sommers Flanagan. Counseling and
Psycotheraphy Theories in context and practice: Skills, Strategies, and
Techniques. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Hooijdonk. P. G. Van. Batu-batu yang Hidup: Pengantar ke dalam
Pembangunan Jemaat. Yogyakarta:Kanisius, 1996.
Howard, Clinebell. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002
Kantor Pusat HKBP. Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon. Pematang
Siantar: Unit Usaha Percetakan HKBP, 2013.
Lochman, George. A. M. The Doctrine and Discipline of The Lutheran Church.
Harrisburgh: John Wyeth, 1818.
Lumban Tobing P. P. Jubileum 25 Tahun HKBP Kertanegara. Semarang, 1985.
Panitia Jubileum, Jubileum 50 Tahun HKBP di Jawa tengah. Semarang, 1984.
33
Simanjuntak, Bungaran A dan Soedjito Sosrodiharjo. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014
Storm, M. Bons. Apakah Penggembalaan itu?. Jakarta: Gunung Mulia, 2011.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2006.
Warneck, J. Kamus Bahasa Batak Toba Indonesia. Medan: Bina Media, 2001.
Winger, Thomas. M. Rumination on Church Discipline. Lutheran Theological
Review XIX (Juli 2006): 107-23.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta, 2014.
______________. Church Discipline in The Christian Congregation. Diedit oleh
T. G. Tappert (Philadelphia: Fortress, 1959).
Sumber Lain
Simandalahi, M. “Kamus Batak” Kamus Batak.com, 2016. Akses pada 29 Januari
2019.
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=ruhut&bahasa=batak&submit=Terjema
hkan
top related