resusitasi nafas
Post on 08-Apr-2016
53 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat
2010 menempatkan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas penting karena anak
adalah harapan bangsa di masa yang akan datang. Kemajuan bangsa di masa
mendatang akan sangat tergantung dari kondisi kesehatan anak saat ini.
Dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010
terdapat beberapa program unggulan yang berhubungan dengan kesehatan anak yaitu
program perbaikan gizi, penanggulangan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana, kesehatan lingkungan pemukiman, air dan udara sehat dan pencegahan
kecelakaan. Program-program tersebut dilakukan melalui upaya kesehatan seperti
pemeriksaan ibu hamil, imunisasi, pertolongan persalinan, penanggulangan penyakit-
penyakit penyebab kematian, deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang anak serta
upaya kesehatan sekolah.
Beberapa indikator terkait dengan kesejahteraan anak menjadi indikator
penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan terutama
dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan pembangunan di bidang
kesehatan. Indikator tersebut adalah angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian
balita (AKABA).
1
Angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah
kematian bayi di bawah usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
merupakan indikator yang sensistif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas
pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal. AKB juga berhubungan dengan
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan keadaan gizi
keluarga.
Indikator selanjutnya adalah angka kematian balita (AKABA). Angka
kematian balita adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun
per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita ini menggambarkan keadaan
lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti gizi, sanitasi, penyakit
menular dan kecelakaan.
Berdasarkan data penyebab terbanyak kematian bayi dan balita adalah
gangguan perinatal dan penyakit-penyakit sistem pernafasan. Menurut Yunanto, dkk
(2003) upaya menurunkan angka kematian bayi dilakukan dengan mempercepat
usaha rujukan agar bayi resiko tinggi dapat segera mendapat pertolongan. Bayi-bayi
yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi adalah bayi berat lahir rendah
(BBLR), asfiksia pada bayi baru lahir, kejang, sesak nafas, perut kembung, kuning
pada bayi dan perdarahan pada bayi.
Rujukan pelayanan kesehatan ini terutama ditujukan kepada bayi baru lahir
beresiko tinggi yang mengalami kegawatan perinatal atau perinatal distress.
Kegawatan perinatal disebabkan oleh berbagai gangguan yang berpotensi
meningkatkan kematian atau kesakitan pada neonatus. Akibat gangguan tersebut bayi
2
akan sakit sehingga pertumbuhannya terhambat atau kemampuan adaptasinya
terganggu atau bahkan menimbulkan kematian.
Kegawatan pernafasan juga dapat terjadi pada bayi dengan penyakit
pernafasan dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi berupa terjadinya
henti nafas atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan
adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh.
Pengetahuan perawat tentang resusitasi merupakan modal yang sangat penting
untuk pelaksanaan tindakan resusitasi pada situasi kritis. Pengetahuan ini menentukan
keberhasilan tindakan resusitasi. Pengetahuan tentang resusitasi didapat melalui
pendidikan, pelatihan atau pengalaman selama bekerja.
Pengetahuan tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi di Ruang NICU,
Ruang Perinatologi dan Ruang Anak RSUD Dr. Slamet Garut harus dikuasai dengan
baik oleh perawat karena RSUD Dr. Slamet Garut adalah rumah sakit pendidikan tipe
B yang menerima rujukan dari Wilayah Garut.
Sebagai rumah sakit rujukan, RSUD Dr. Slamet Garut menerima rujukan
pelayanan kesehatan dari beberapa rumah sakit di Wilayah Garut, termasuk masalah-
masalah kegawatan pada neonatus, bayi dan anak yang memerlukan perawatan lebih
lanjut dan seringkali pasien-pasien yang dirujuk adalah pasien-pasien dalam keadaan
kritis dengan prognosa yang buruk.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar neonatus yang
dirawat terutama di Ruang NICU dan Ruang Perinatologi adalah penderita gangguan
pernafasan yang berpotensi mengalami kegawatan pernafasan sehingga perawat harus
3
selalu siap melaksanakan tindakan resusitasi terutama pada saat pasien jatuh ke dalam
kondisi kritis untuk mencegah kecacatan atau bahkan kematian.
Tindakan resusitasi di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak
hampir selalu dilakukan oleh perawat karena terbatasnya tenaga dokter terutama pada
saat-saat tertentu seperti pada saat sore atau malam. Kewenangan perawat ini telah
diatur dalam kebijakan rumah sakit mengenai standar prosedur serta operasional
dalam penanganan pasien neonatus, bayi dan anak yang mengalami kondisi kritis.
Oleh karena itu perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan resusitasi
dengan baik agar dapat melakukan tindakan resusitasi secara efektif untuk mencegah
kecacatan atau kematian.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatan Nafas dan Tindakan
Resusitasi Pada Neonatus Yang Mengalami Kegawatan Pernafasan di Ruang NICU,
Ruang Perinatologi dan Ruang Anak RSUD Dr. Slamet Garut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka
peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, bagaimanakah pengetahuan
perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus yang
mengalami kegawatan pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang
Anak RSUD Dr. Slamet Garut ?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai
pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus
yang mengalami kegawatan pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan
Ruang Anak di RSUD Dr. Slamet Garut.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan
resusitasi pada neonatus yang mengalami kegawatan pernafasan di Ruang NICU,
Ruang Perinatologi dan Ruang Anak RSUD Dr. Slamet Garut meliputi :
1) Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang konsep kegawatan pernafasan
pada neonatus.
2) Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan pada
neonatus yang mengalami kegawatan pernafasan, meliputi pengkajian,
perencanaan dan evaluasi.
3) Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang konsep resusitasi pada neonatus
meliputi pengertian, tujuan, serta teknik resusitasi terdiri dari pengelolaan jalan
nafas (airway), bantuan ventilasi (breathing) dan sirkulasi darah dengan cara
pemijatan dada (circulation).
1.4 Kegunaan Penelitian
5
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pengelola
RSUD Dr. Slamet Garut mengenai pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan
tindakan resusitasi pada neonatus yang mengalami kegawatan pernafasan di Ruang
NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak sehingga dapat digunakan untuk
mengevaluasi keberhasilan dalam penatalaksanaan situasi krisis.
Disamping itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penatalaksanaan kegawatan pada neonatus di
RSUD Dr. Slamet Garut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan dan kesadaran, maka
perilaku bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003). Terbentuknya perilaku baru pada
orang dewasa dimulai dari domain kognitif, subjek terlebih dahulu mengetahui
stimulus berupa materi atau obyek luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru
pada subyek tersebut. Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003) proses
terbentuknya suatu perilaku baru adalah melewati tahap-tahap berikut ini, yaitu :
1) Awareness
Menyadari/mengetahui terlebih dahulu stimulus (obyek).
2) Interest
Merasa tertarik terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subjek
sudah mulai timbul.
7
3) Evaluation
Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial
Subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh
stimulus.
5) Adaption
Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers yang menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) Pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu
Tahu sebagai tingkatan yang paling rendah diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
8
2) Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Dengan kata lain harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah
dipelajari pada suatu kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen dalam suatu struktur organisasi yang masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
9
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
2.1.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo,2003).
2.2 Kegawatan Pernafasan
2.2.1 Pengertian
Kegawatan pernafasan adalah keadaan kekurangan oksigen yang terjadi dalam
jangka waktu relatif lama sehingga mengaktifkan metabolisme anaerob yang
menghasilkan asam laktat. Dimana apabila keadaan asidosis memburuk dan terjadi
penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain.
Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu
yang memanjang dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Yu dan Monintja, 1997).
2.2.2 Etiologi
Towel dalam Jumiarni, dkk (1995) menggolongkan penyebab kegagalan
pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin
dan faktor persalinan.
10
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun
penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi
solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak
menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan
meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia,
hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
2.2.3 Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak
atau bahkan kematian.
Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan
oksigen (hipoksia) pada tubuh. bayi akan beradapatasi terhadap kekurangan oksigen
dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat
dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.
11
Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia (Yu dan
Monintja, 1997).
2.2.4 Manifestasi Klinik
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut :
1) Takhipneu (> 60 kali/menit)
2) Pernafasan dangkal
3) Mendengkur
4) Sianosis
5) Pucat
6) Kelelahan
7) Apneu dan pernafasan tidak teratur
8) Penurunan suhu tubuh
9) Retraksi suprasternal dan substernal
10) Pernafasan cuping hidung
2.2.5 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.
12
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
2.2.6.2 Analisa Data
Data yang terkumpul melalui pengkajian selanjutnya dikelompokkan dan
dianalisis untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Menurut Suryadi dan Yuliani
(2001), diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada bayi dan anak yang
mengalami gawat nafas antara lain :
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret
pada jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang
tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi
dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang
kurang tepat.
4) Resiko injuri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa; O2 dan
CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
13
5) Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi,
sekunder dari situasi krisis pada bayi.
6) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss).
7) Intake nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan, maturitas gastrik menurun dan kurangnya absorpsi.
2.2.6.3 Perencanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tujuan dari intervensi keperawatan
meliputi :
1) Gangguan pertukaran gas adekwat ditandai dengan nilai analisa gas darah dan
saturasi oksigen dalam batas normal.
2) Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan ditandai dengan bunyi nafas normal
dan adanya pergerakan dinding dada.
3) Support ventilator tepat dan ada usaha bayi untuk bernafas yang ditandai dengan
analisa gas darah dalam batas normal.
4) Bayi tidak mengalami ketidakseimbangan asam dan basa dan barotrauma.
5) Orang tua bayi akan menerima keadaan anaknya dan mau melakukan bonding dan
mengidentifikasi perubahan peran yang terjadi.
6) Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan.
7) Kebutuhan intake nutrisi dapat dipertahankan.
14
Adapun implementasi yang dapat dilakukan meliputi :
1) Mempertahankan pertukaran gas adekwat.
(1) Identifikasi adanya resiko yang muncul.
(2) Monitor status pernafasan dan lapor ke dokter bila pernafasan memburuk.
(3) Monitor analisa gas darah, pulse oxymetry.
(4) Posisikan bayi dengan tepat.
(5) Pertahankan suhu lingkungan netral.
(6) Pemberian oksigen sesuai dengan program.
2) Meningkatkan kebersihan jalan nafas.
(1) Kaji dada bayi apakah bunyi nafas bilateral dan adanya ekspansi selama
inspirasi
(2) Atur posisi bayi utuk memudahkan drainase
(3) Lakukan pengisapan lendir (suction).
(4) Kaji kepatenan jalan nafas setiap jam.
(5) Kaji posisi ketepatan alat ventilator setiap jam.
(6) Auskultasi kedua lapang paru.
3) Meningkatkan pola nafas efektif.
(1) Monitor serial analisa gas darah sesuai program.
(2) Gunakan alat Bantu nafas sesuai program.
(3) Pantau ventilator setiap jam
(4) Berikan lingkungan yang kondusif supaya bayi dapat tidur, gunakan sedatif
bila perlu sesuai program.
15
4) Mencegah injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan asam – basa; O2 dan
CO2 dan barotrauma.
(1) Evaluasi gas darah untuk melihat fungsi abnormal pernafasan.
(2) Monitor pulse oksimetri
(3) Monitor adanya komplikasi
(4) Pantau dan pertahankan ketepatan posisi alat bantu nafas atau ventilator.
5) Meningkatkan bonding orang tua dan bayi.
(1) Jelaskan semua alat (monitor, ETT, ventilator) pada orang tua.
(2) Anjurkan orang tua untuk selalu mengunjungi bayi.
(3) Jika tidak menggunakan oksigen, ajarkan orang tua untuk menyentuh bayi,
bercakap dan belaian kasih sayang.
(4) Ajarkan cara orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi.
(5) Instruksikan pada ibu untuk memberikan ASI dan ajarkan cara merangsang
pengeluaran ASI.
6) Mencegah kekurangan volume cairan.
(1) Pertahankan cairan infus 60 – 100 ml/kg/hari.
(2) Peningkatan pemberian cairan dapat dilihat dari hasil output urine, dan
jumlah makanan enteral yang didapat.
(3) Gunakan infus pompa agar jumlah cairan tubuh yang normal dapat
dipertahankan.
(4) Moitor intake dan output dan catat secara ketat.
(5) Monitor output urine pada popok.
16
(6) Kaji elektrolit; sodium dan potasium.
(7) Monitor jumlah infus yang masuk.
7) Memenuhi kebutuhan nutrisi.
(1) Pasang NGT untuk pemberian minum.
(2) Evaluasi abdomen dengan cara auskultasi.
(3) Pastikan bahwa selang NGT masuk tepat pada lambung.
(4) Berikan makanan atau minuman melalui NGT secara bertahap.
(5) Tinggikan kepala anak sedikit pada saat akan minum.
(6) Pemberian makanan atau minuman secara perlahan-lahan.
(7) Pantau sisa makanan atau minuman sebelum pemberian makanan.
(8) Tempatkan bayi dengan posisi miring ke kanan setelah pemberian minum
selama satu jam.
2.2.6.4 Evaluasi dan Perencanaan Pulang
1) Berikan pengajaran perawatan bayi pada orang tua dengan simulasi. Kenalkan
pada orang tua utuk mengidentifikasi tanda dan gejala distress pernafasan.
2) Ajarkan pada orang tua bagaimana cara melakukan resusitasi jantung paru (RJP)
dan disimulasikan bila perlu untuk perawatan dirumah.
3) Jika bayi menggunakan monitor di rumah, ajarkan pada orang tua bagaimana
mengatasi bila ada alarm.
17
4) Jelaskan kepada orang tua pentingnya sentuhan dan suara-suara nada sayang
didengar oleh bayi.
5) Tekankan pentingnya kontrol ulang dan deteksi dini bila ada kelainan.
2.3 Resusitasi
2.3.1 Pengertian
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan
kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi
jantung dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban
tenggelam, stroke, obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat,
tersedak, tersengat listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena
fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.
2.3.2 Tujuan
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera
sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan
resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita
kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support)
yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali
sirkulasi yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah
18
pengelolaan intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat
tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan
bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual
dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam
daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat
diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak
terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5
menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak
negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi
Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan
metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,
metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan
asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan
organ lain (Yu dan Monintja, 1997). Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan
yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya
dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung
19
eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan
diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera.
Makin lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat
pula timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal
ini diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang
keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada
pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti
pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti
jantung atau henti nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum
terjadi. Kerusakan otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam
darah tidak segera dikoreksi atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit
(Tjokronegoro, 1998)
Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :
1) Keadaan miokardium
2) Penyebab terjadinya henti jantung
3) Kecepatan dan ketepatan tindakan
4) Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5) Perawatan khusus di rumah sakit
6) Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang menggambarkan objek atau peristiwa yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan yang terjadi pada saat sekarang (Notoatmodjo, 2002).
Pada penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang pengetahuan
perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus yang
mengalami gawat nafas di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak RSUD
Dr. Slamet Garut.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 1998). Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan
perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus di ruang
NICU, Perinatologi dan Ruang Anak di RSUD Dr. Slamet Garut.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, yang meliputi keseluruhan
elemen yang ada dalam wilayah penelitian (Arikunto, 1998). Populasi dalam
21
penelitian ini adalah perawat di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak
RSUD Dr. Slamet Garut berjumlah 35 orang yang terdiri dari perawat di Ruang
NICU sebanyak 12 orang, 10 orang perawat Ruang Perinatologi dan 13 orang
perawat Ruang Anak.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1998).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik sampling jenuh,
yaitu tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi relatif kecil (Sugiono,1999).
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Ruang NICU,
Perinatologi dan Ruang Anak RSUD Dr. Slamet Garut yang berjumlah 35 perawat
(total sampling).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
instrumen berupa angket yang berisi beberapa pertanyaan tertutup yang harus diisi
oleh responden.
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-
hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998). Jenis kuisioner yang digunakan adalah
kuesioner tertutup, dimana pada setiap item pertanyaan responden memilih jawaban
22
yang disediakan yang terdiri dari empat jawaban dengan skala ordinal. Jawaban yang
benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0 sehingga data yang
diperoleh merupakan data berskala nominal dikotomus.
Pada saat pengumpulan data, peneliti mendampingi responden secara
langsung dalam pengisian kuesioner, sehingga apabila responden kurang jelas dengan
maksud pertanyaan, bisa langsung bertanya pada peneliti.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang maksud dan tujuan
penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari responden, kemudian responden
mengisi dan menandatangani lembar persetujuan . Setelah itu kuesioner dapat
langsung digunakan dan diisi oleh respoden.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk kuesioner
yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden. Kuesioner ini
sebelumnya telah diuji terlebih dahulu ketepatannya sebagai alat ukur dengan cara uji
validitas dan reliabilitas.
23
3.6 Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga belum memberikan
gambaran yang diharapkan, oleh karena itu perlu diolah untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah pengolahan data yanng
terdiri dari seleksi data (langkah ini dimaksudkan untuk memilih data yang
representatif yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya), mengelompokkan
data dan tabulasi data (data yang dikelompokkan telah di susun dalam bentuk tabel
induk sehingga data mentah dapat dianalisa).
3.6.2 Analisa Data
Analisa data hasil observasi dalam bentuk deskriptif kuantitatif yaitu data
yang berwujud angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran dapat di proses
dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan yang tersedia dan diperoleh hasil
persentase. Kemudian hasil dari observasi diolah secara tabulasi dan untuk
menganalisa dilakukan dengan teknik persentase setiap item pertanyaan dengan
rumus :
P = x 100 %
Dimana :
P = Persentase
24
X = Skor item yang dilaksanakan
N = Skor total (Arikunto, 1998)
Kemudian dimasukkan ke dalam kriteria berikut :
Baik = 76 – 100%
Cukup = 60 – 75%
Kurang = <60%
(Arikunto, 1998)
Selanjutnya untuk mengetahui prosentase responden untuk tiap kategori
didalam suatu variabel atau dimensi maka digunakan rumus perhitungan distribusi
frekuensi sebagai berikut :
P = x 100%
Dimana : p = prosentase reponden,
f = jumlah responden yang termasuk dalam kriteria
n = jumlah keseluruhan responden
Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut :
0% : Tak seorangpun responden.
1 – 19% : Sangat sedikit responden.
25
20 – 39% : Sebagian kecil responden
40 – 59% : Sebagian responden
60 – 79% : Sebagian besar responden
80 – 99% : Hampir seluruhnya responden
100% : Seluruh responden (Arikunto, 1998)
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang
Anak RSUD Dr. Slamet Garut pada Januari 2014.
26
PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KEGAWATAN NAFAS DAN TINDAKAN RESUSITASI PADA NEONATUS YANG MENGALAMI
KEGAWATAN PERNAFASAN DI RUANG NICU, RUANG PERINATOLOGI DAN RUANG ANAK RSUD DR. SLAMET GARUT
PROPOSAL
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata KuliahRiset Keperawatan
Disusun oleh :
Fitra Aditiya Wijaya05200ID11060
PEMERINTAH KABUPATEN GARUTAKADEMI KEPERAWATAN
27
2014
28
top related