resiliensi komunitas jamaah ahmadiyah indonesia (jai...
Post on 29-Dec-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan
(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Irvan Santoso
NIM. 1113032100065
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2020
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI)dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan
(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaAgama (S. Ag)
Oleh:
Irvan SantosoNIM : 1113032100065
Dosen Pembimbing
Zaenal Muttaqin, MA.NUPN: 9920112756
JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2020 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Irvan Santoso
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/ Prodi : Studi Agama Agama
Judul Skripsi : Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan
(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat).
Dengan ini saya menyatakan bahwa,
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain maka, saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juli 2020
Irvan Santoso
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH
Skripsi ini berjudul RESILIENSI KOMUNITAS JAMA'AH
AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DALAM MERESPON DISKRIMINASI
SOSIAL KEAGAMAAN (Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat) telah
diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 28 Juli 2020, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) Program Strata Satu (S-1) pada
Prodi Studi Agama Agama.
Ciputat, 28 Juli 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Syaiful Azmi, MANIP. 19710310 199703 1 005
Lisfa Sentosa Aisyah, MANIP. 1975050506 200501 2 003
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dr. Hamid Nasuhi, M. AgNIP. 19630908 199001 1 001
Drs. Moh. Nuh Hasan, M. AgNIP. 19610312 198903 1 002
Dosen Pembimbing,
Zaenal Muttaqin, MA.NUPN: 9920112756
iv
ABSTRAK
“Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam
Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan
(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)”
Skripsi ini ingin mendeskriprisikan bagaimana komunitas JamaahAhmadiyah Indonesia (JAI) merespon kondisi diskriminatif yang mereka terimasebagai entitas sosial keagamaan yang tidak diterima di Indonesia. Beragam faktadiskriminasi, persekusi, dan teror bereskalasi diterima komunitas Ahmadiyahbeberapa waktu terakhir ini. Dari fakta yang menarik yang menjadi kehidupanmasyarakat dalam setiap kegiatan sosial yang dilakukan oleh organisasiAhmadiyah. Setelah terpikirkan lebih jauh maka penulis mencoba untuk mencarilebih dalam lagi terkait Ahmadiyah dimana Ahmadiyah mendapat perlakuandiskriminasi yang dialaminya. Namun penulis melihat ada sesuatu yang berbedadan menarik mengenai upaya untuk selalu berbuat baik meskipun banyakmengalami perlakuan diskriminasi, bahkan mereka mengalami perkembanganyang cukup pesat ditengah-tengah diskriminasi yang mereka alami.
Peneliti ingin menjawab pertanyaan penelitian ini, lalu untuk mejawabpenelitian ini metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakanpendekatan sosiologi dengan cara mendeskripsikan gejala sosial keagamaan.Kerangka teori yang digunakan didalam penelitian ini adalah resiliensi sosial.Untuk memperkuat penelitian penulis mendapatkan data dari hasil kepustakaan.Selain mendapatkan dari kepustakaan penulis juga melakukan wawancara danobservasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa modal resiliensi KomunitasJamaah Ahmadiyah Indonesia ditempuh dengan dua cara. Pertama, menjagakesalehan atau loyalitas Jamaah Ahmadiyah pada umatnya dengan adanyaprogram-program pembelajaran agama (Tarbiyah) dan perkumpulan anggotasecara berkala. Kedua, membangun komunikasi dengan pihak luar Ahmadiyahdengan melakukan dialog dan program sosial (Rabtah).
Kata Kunci: Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Diskriminasi, Resiliensi Sosial,Tarbiyah, dan Rabtah
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat,
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon
Diskriminasi Sosial Keagamaan
(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)”. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan
syafaatnya kelak di hari akhir.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi
persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Agama pada Program Studi Agama
Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud sebagaimana yang diharapkan, tanpa
bimbingan dan bantuan serta tersedianya fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh
beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menggunakan kesempatan ini
untuk menyampaikan easa terimakasih dan hormat kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang tak putus-putusnya memberikan Do’a
dan Ridhonya hingga akhir masa studi berlangsung, serta tidak lupa
kepada adik-adik ku yang memberikan dukungan sampai saat ini.
2. Bapak Zaenal Muttaqin, MA., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
selalu memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Saiful Azmi, MA., selaku Kaprodi Studi Agama Agama,Fakultas
Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah selaku Sekretaris Jurusan Studi
Agama Agama yang telah membagikan waktu, tenaga, ilmu pengetahuan
juga pengalaman yang berharga.
4. Ibu Dra. Marjuqoh, MA., selaku penasehat Akademik yang memberikan
arahan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, para staff Fakultas Ushuluddin dan
Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah.
vi
6. Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia
Cabang Jakarta Pusat di Jalan Balikpapan I/10, dan terimakasih juga
kepada anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia di wilayah Jakarta yang
telah memberikan sumber utama dalam skripsi ini serta meluangkan
waktunya kepada penulis untuk dapat berdiskusi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
7. Teman-teman SAA episode 2013, Barly, Najib, Wahid, Imam, Iman, Abu,
Tedi, Usup, yang senantiasa berjuang bersama hingga akhir penulisan ini
selesai.
Meskipun skripsi ini merupakan hasil kerja maksimal dari penulis, namun
penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dari skripsi ini. maka penulis dengan
kerendahan hati sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan
pada umumnya.
Ciputat,
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7
E. Kerangka Teori........................................................................................................ 9
F. Metode Penelitian.................................................................................................. 13
G. Sistematika Penelitian ........................................................................................... 16
BAB II. SEJARAH SINGKAT AHMADIYAH ........................................................... 18
A. Sejarah Singkat Ahmadiyah.................................................................................. 18
B. Terpecahnya Terpecahnya Ahmadiyah dan Perkembangannya ........................... 21
C. Sejarah Masuknya Ahmadiyah di Indonesia......................................................... 25
D. Kebijakan dan Sikap Ormas Islam terhadap keberadaan Jamaah
Ahmadiyah Indonesia............................................................................................ 29
viii
BAB III. GAMBARAN UMUM JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA
JAKARTA PUSAT ......................................................................................................... 38
A. Sejarah Berdirinya Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat ..................... 38
B. Aktifitas Sosial Keagamaan .................................................................................. 41
C. Respon Masyarakat Sekitar................................................................................... 44
D. Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia ................................ 46
E. Respon Jamaah Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat Terhadap Kebijakan
Pemerintah............................................................................................................. 49
BAB IV. RESILIENSI JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA DALAM
MERESPON DISKRIMINASI SOSIAL KEAGAMAAN .......................................... 52
A. Paradigma Hidup Harmonis Jamaah Ahmadiyah Indonesia................................. 52
B. Membangun Kesalehan dan Komunikasi Anggota Komunitas Jamaah
Ahmadiyah Indonesia............................................................................................ 56
C. Sosial Kemanusiaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia dengan Komunitas
Non Ahmadiyah .................................................................................................... 62
BAB V. PENUTUP.......................................................................................................... 65
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 65
B. Saran...................................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama yang memberikan konsep rahmatan lil
‘alamin tentunya selalu memberikan rasa kenyamanan bagi setiap umatnya dalam
berinteraksi antar sesama manusia dan kepada sang khalik. Namun, fakta berkata
lain sering kali terjadi ketidakharmonisan sesama muslim yang selalu berujung
pada permusuhan, penganiayaan, perusakan, dan bahkan penyerangan terhadap
sesama muslim sendiri.
Salah satu permasalahan krusial dalam konteks kehidupan beragama di
Indonesia adalah Ahmadiyah. Ahmadiyah merupakan salah satu kelompok
keagamaan yang telah lama berkembang di Indonesia. Perkembangannya di
Indonesia diawali dengan masuknya Ahmadiyah aliran Qadian ke Indonesia pada
tahun 1925 dimana ketika Rahmat Ali yang merupakan ulama Ahmadiyah Qadian
mulai menginjak Tapaktuan, pantai barat wilayah Aceh dan disusul oleh para
Muballigh Ahmadiyah Qadian lain dari India maupun Punjab untuk memperkuat
misi Ahmadiyah. Dan sejak tahun 1932 Ahmadiyah mulai berkembang di Jakarta
dan Bogor.
Perkembangan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan di Indonesia,
mulanya Ahmadiyah mendirikan Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia
(AQDI) pada tanggal 16 Desember 1935 dan kemudian berganti menjadi
Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia (AADI). Lalu pada bulan Desember
1949, AADI mengadakan Muktamar yang dengan penggantian Anggaran Dasar
2
dan Anggaran Rumah Tangga yang baru dan merubah nama Anjuman Ahmadiyah
Departemen Indonesia menjadi Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dalam
perkembangan selanjutnya mendapat pengesahan dari pemerintah Republik
Indonesia sebagai Badan Hukum dengan Surat Keputusan Kehakiman No.
J.A/5/23/13 tanggal 13 Maret 1953 dan diumumkan dalam Berita Negara
Republik Nomor 26 tanggal 31 Maret 1953.1
Pada kurun waktu 2010-2011 telah terjadi setidaknya 15 kali insiden
antara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan sejumlah oknum masyarakat
yang mengaku memeluk agama Islam arus utama, seperti yang terliput media.
Jumlah itu cenderung menurun karena menurut Komnas HAM bahkan mencatat
bahwa hanya antara tahun 2007-2008 saja telah terjadi 342 kali aksi serangan dan
intimidasi kepada anggota JAI. Bentuk serangan bervariasi mulai pengusiran,
pengrusakan kediaman dan tempat ibadah, bahkan yang terparah hingga
pembunuhan. Tindak kekerasan terburuk yang telah terjadi adalah insiden di
Cikeusik Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2011), dimana 4 orang Jamaah
Ahmadiyah tewas akibat dianiaya massa.2
Tidak hanya itu, Ahmadiyah juga dianggap telah melakukan penodaan
atau penistaan terhadap agama Islam, hal tersebut dilontarkan oleh Wakil
Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan Pusat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Luthfie Hakim. Menurut Luthfie, Ahmadiyah
jelas-jelas telah menodai agama Islam dan harus dikenai pasal penodaan agama.
1 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis PelangiAksara 2005), h. 196.
2 Rofiqoh Zuchairiyah, Kekerasan Terhadap Pengikut Aliran Yang Dinilai Sesat DalamPerspektif Hukum Islam (Studi terhadap Ahmadiyah di Indonesia), In Right Jurnal Agama danHak Azazi Manusia, Vol. 1 No. 2, Mei 2012, h. 370-371.
3
Karena, kata Luthfie, aliran ini membawa nama 'Islam'. Jika aliran ini tidak
membawa nama 'Islam' mungkin tidak akan menjadi masalah. Selain itu, yang
membuat Ahmadiyah dianggap Menodai Agama Islam karena mereka telah
mengajak umat Islam lain. Alasan inilah yang membuat Islam dalam keadaan
bahaya. Menurutnya, jika Ahmadiyah tidak mengajak umat lain mungkin tidak
akan perlakuan yang demikian.3
Beberapa kelompok minoritas keagamaan yang pernah mengalami
pelarangan atau menerima peringatan keras, seperti dijelaskan di atas. Pada
kelompok saksi-saksi Yehova yang pernah dilarang oleh Jaksa Agung pada 1976
karena memiliki konsep ajaran yang berbeda dengan ajaran kekristenan pada
umumnya.4 Sementara Jamaah Ahmadiyah Indonesia pada 2008 harus menerima
peringatan keras untuk menghentikan penyebaran ajarannya melalui Surat
Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung
karena memiliki konsep ajaran atau penafsiran yang berbeda dengan ajaran Islam
arus utama.5
Terbukti bahwa pasca diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
Menteri sebagai pengejawantahan ketentuan pasal penodaan agama, perlakuan
intoleransi yang dialami oleh pihak Jamaah Ahmadiyah diberbagai wilayah
3https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/23/nfhqdg-mui-kalau-tak-mau-menodai-ahmadiyah-jangan-sebut-dirinya-islam di akses pada tanggal 23 September 2018 pukul08.38 WIB.
4Secara resmi pengajaran Saksi-saksi Yehova di Indonesia dilarang melalui SuratKeputusan Jaksa Agung Nomor 129 Tahun 1976, lewat SK itu, Jaksa Agung telah melarangkegiatan Saksi Yehova diseluruh wilayah Indonesia. Pada Februari 1994, ada upaya untukmencabut SK ini dengan berlandaskan Pasal 29 UUD 1945, Tap MPR Nomor XVII/1998 tentangHAM, dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998. Pada 1 Juni 2001 atau pada zaman Presiden KH.Abdurrahman Wahid SK pelarangan ini kemudian dicabut.
5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
4
Indonesia terus terjadi bahkan relatif lebih intens dari sebelumnya. Berbagai
tindak intoleransi mulai dari intimidasi kepada para penganut ajaran Ahmadiyah,
sampai dengan penghancuran tempat ibadah, rumah tinggal, serta penjarahan harta
benda terus terjadi.
Penyebab terbesar dari penyerangan yang terjadi kepada golongan
Ahmadiyah yang mana aliran ini mempunyai dasar pemikiran dan penafsiran
berdasarkan ajaran Islam, namun ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda
dari umat Islam pada umumnya. Beberapa hal yang membedakan adalah
penafsiran mengenai pemahaman tentang kenabian, wahyu, dan Al Masih
Mau’ud. 6 Amir Jamaah Ahmadiyah Indonesia mengklaim perbedaan Ahmadiyah
dengan Islam hanya terletak pada sosok Imam Mahdi. Menurutnya, pendiri
Ahmadiyah adalah pengikut Nabi Muhammad SAW, tidak ada penambahan atau
pengurangan dari apa yang diajarkan Nabi Muhammad saw.7
Peristiwa yang telah disebutkan di atas tidak hanya menimbulkan kerugian
secara fisik tetapi juga menimbulkan trauma secara psikis. Masalah yang mungkin
muncul setelah penyerangan terjadi selain trauma yaitu korban menarik diri dari
lingkungan sosial sehingga korban menjadi tertutup, bahkan ragu untuk
mengungkapkan identitas diri yang sebenarnya, karena ada ketakutan sendiri.
Adanya bias mayoritas dalam setiap keputusan pemerintah terhadap kasus-
kasus Jamaah Ahmadiyah Indonesia menjadikan persoalan yang tak kunjung
selesai, bahkan tekanan yang muncul membuat Jamaah Ahmadiyah Indonesia
6 Lubis, Syarif Ahmad, Jamaah Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, Parung: JAI, 1994, h. 13.7 https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2011/02/17/46575/amir-ahmadiyah-
bedanya-ahmadiyah-dengan-islam-pada-imam-mahdi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2020pukul 20.38 WIB
5
menentukan cara harus bagaimana agar bisa membangun interaksi dan pergaulan
untuk menciptakan hubungan antar manusia dan tidak jarang pula terjadi konflik
sehingga mereka terus bisa bertahan ditengah himpitan tersebut untuk
meminimalkan diskriminasi sosial keberagamaan sebagai Jamaah Ahmadiyah
Indonesia.
Fokus yang menjadi bahan penelitian pada kesempatan kali ini adalah
mengenai pengaruh komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia dalam membangun
pengaruh positif dengan masyarakat. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Bapak Urip Jamaah Ahmadiyah yang berada di Masjid Al Hidayah Kebayoran
Lama Jakarta Selatan, yang mana beliau menyampaikan bahwasanya Jamaah
Ahmadiyah sendiri, tidak ada masalah pasca diterbitkannya SKB yang dibuat
karena aturan tersebut dibuat demi kemaslahatan bersama. Beliau juga
menuturkan di lingkungan tempat mereka beribadah, mereka sangat bersahabat
dengan warga sekitar dan menjalin hubungan baik dengan Masjid Al Hikmah
yang berada di sekitarnya dan melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Beliau
juga mengungkapkan bahwa Jamaah Ahmadiyah Indonesia taat kepada apa yang
diperintahkan pemerintah Indonesia mengenai segala bentuk peraturan atau
himbauan yang disampaikan pemerintah pusat untuk mematuhi protokol
kesehatan dan melakukan kegiatan ibadahnya di rumah masing-masing di tengah
pandemi yang terjadi.8
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang yang seberapa besar perkembangan pasca terjadinya konflik yang
8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Urip, selaku Jamaah dari Ahmadiyah Indonesia,Tanggal 03 Juni 2020
6
dialami oleh Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) berdasarkan argumentasi
sosiologi, dan juga menurut penulis tema ini berkaitan dengan Jurusan Studi
Agama-agama. Oleh karena itu, penulis akan menulis skripsi dengan judul
Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon
Diskriminasi Sosial Keagamaan (Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat).
B. Rumusan Masalah
Setelah memaparkan latar belakang tersebut, tentunya terdapat persoalan-
persoalan mendasar yang ingin diungkap dalam penelitian ini. Adapun rumusan
masalah yang dapat diuraikan dengan penulisan skripsi ini adalah, Bagaimana
Jamaah Ahmadiyah Indonesia melakukan resiliensi atau mempertahankan diri
mereka ditengah diskriminasi sosial keagamaan dari masyarakat yang kontra
terhadap Ahmadiyah?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
di atas. Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memenuhi persyaratan akhir memperoleh gelar Sarjana Agama pada
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Mengetahui bagaimana respon yang dilakukan oleh Jamaah
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam menjaga identitas sosial keagamaan
dari tindak pelarangan maupun diskriminasi yang dialami kelompok
keagamaan yang kontra terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
7
Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai
berikut:
1. Akademis
Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir
perkuliahan dalam meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Jurusan Studi
Agama Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran kepada Komunitas Jamaah
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon diskriminasi sosial
keagamaan.
3. Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan penulis dapat memahami sejauh mana
Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon
diskriminasi sosial keagamaan atas keberlangsungan kelompoknya.
D. Tinjauan Pustaka
Tujuan adanya tinjauan pustaka, yaitu untuk membuktikan orisionalitas
penelitian dan menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki obyek
penelitian dan menguraikan penelitian dan kajian yang relevan dengan penelitian
ini.
Dari hasil penelusuran penulis, kajian-kajian yang telah dilakukan dalam
bentuk karya ilmiah, antara lain penelitian dilakukan oleh Intan Hanifatunisa
Fakultas Psikologi dengan skripsinya yang berjudul Pengaruh Positive Religious
8
Coping, dan Social Support Terhadap Post-Traumatic Growth Pada
Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan. Penelitian ini membahas tentang
Posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah sebagai korban penyerangan yang
dipengaruhi oleh variabel-variabel diantaranya positive religious coping, dan
Social Support.9
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Farkhan dengan skripsinya yang
berjudul "Jamaah Ahmadiyah Indonesia” yang menyoroti pada segi dakwah
dan ajaran pokok yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad. Penelitian ini
merupakan skripsi yang disusun oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Program Studi Arab.10
Penelitian berikutnya merupakan sebuah riset yang dilakukan oleh Rosidin
yang berjudul "Sikap Pemerintah Terhadap Konflik Keagamaan; Kasus
Ahmadiyah Manislor". Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013, membahas
tentang faktor yang menyebabkan konflik antara Ahmadiyah dengan non
Ahmadiyah di Manislor Kuningan, serta bagaimana sikap pemerintah terhadap
konflik Ahmadiyah di daerah Manislor Kuningan.11
Disertasi yang berjudul "Gerakan Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942",
yang disusun oleh Iskandar Zulkarnain, yang membahas tentang pengaruh
9 Intan Hanifatunisa, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support TerhadapPost-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan, Skripsi, diterbitkan olehUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019.
10 Farkhan, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Skripsi, diterbitkan oleh UniversitasIndonesia, Tahun 2012. h. 6.
11 Rosidin, Sikap Pemerintah Terhadap Konflik Keagamaan; (Kasus AhmadiyahManislor) Riset, diterbitkan oleh Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), Tahun 2013.
9
Ahmadiyah terhadap Gerakan Islam di Indonesia dan Kontribusinya bagi
perkembangan gerakan Islam Modern di Indonesia.12
Setelah melihat penelitian yang dihasilkan oleh para kaum intelektual, baik
itu Skripsi, Tesis, dan Disertasi, penulis bukanlah yang pertama menulis mengenai
Ahmadiyah. Akan tetapi hal yang membedakan Skripsi penulis dengan penelitian-
penelitian sebelumnya adalah topik pembahasannya. Skripsi ini menekankan
kepada sejauh mana komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)
mempertahankan identitas dan eksistensinya di tengah pelarangan dan
diskriminasi.
E. Kerangka Teori
Dalam menelaah permasalahan di atas tidak hanya diselesaikan dengan
pemikiran saja, melainkan harus menganalisa dengan landasan teori, sehingga
dapat terwujud karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Penelitian ini fokus
menjelaskan bagimana kelompok Jamaah Ahmadiyah Indonesia dalam
mempertahankan identitas di tengah pelarangan dan sikap diskriminasi. Untuk itu,
penelitian ini memanfaatkan teori resiliensi sosial.
Istilah resiliensi berasal dari Bahasa Inggris resilience yang berarti daya
pegas, daya kenyal.13 Resiliensi sebagai kemampuan untuk tetap berusaha
mengatasi dan bertahan setelah menghadapi sesuatu yang sulit atau buruk yang
12 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942, Disertasi,diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2000.
13 https://www.u-dictionary.com/word/Resilience/from/en/to/id, diakses pada tanggal05 Agustus 2020. Pukul 22.00.
10
telah dialaminya.14 Kemampuan itulah yang membuat seseorang bisa beradaptasi
dalam masa kesulitan.
Resiliensi sosial adalah kemampuan kelompok atau komunitas untuk
mengatasi tekanan dan gangguan eksternal sebagai hasil perubahan sosial, politik
dan lingkungan hidup. Dalam hal ini, kemampuan untuk mempertahankan diri
dalam menjalani kehidupan setelah kesusahan dan kesulitan untuk terus
melanjutkan tujuan hidup setelah mengalami kesulitan secara positif.15
Resiliensi juga merupakan konsep ketahanan yang berkembang dari
penekanan untuk bertahan, sehingga mereka bisa beradaptasi dan melakukan
penyesuaian dengan keadaan positif guna menjawab permasalahan secara kritis
tentang transformasi sosial dalam menghadapi perubahan global.16
Dengan demikian arti dari resiliensi sosial adalah segala ketahanan sosial
yang menyangkut suatu golongan atau komunitas untuk menyesuaikan diri dari
berbagai ancaman demi keberlangsungan suatu komunitas tersebut. Ketahanan
sosial itu sendiri ditandai dengan ancaman yang terus menerus yang merujuk pada
bahaya-bahaya yang mengancam suatu komunitas. Bahkan, mereka akan tertekan
pada peristiwa sosial maupun dinamika yang terjadi, bahkan dapat dianggap
sebagai ancaman bagi komunitas tersebut.17
14 https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/resilience, diakses pada tanggal 16Juli 2020. Pukul 23.00.
15 https://hijauku.com/2018/03/08/resiliensi-sosial-sebagai-virus-positif-lingkungan/,diakses pada Tanggal 16 juli 2020, pukul 23.15.
16 Markus Keck dan Patrick Sakdapolrak, What is Social Resilience Lessons Learned andWays Forward, Erkunde, 2013, Vol.67, No 1, h.6.
17 Markus Keck dan Patrick Sakdapolrak, What is Social Resilience Lessons Learned andWays Forward, Erkunde, 2013, Vol.67, No 1, h.8.
11
Thabet (2017) mengatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan agar
terus menjalankan kehidupan setelah kesulitan dan kesusahan yang telah dialami,
atau untuk terus melanjutkan hidup setelah mengalami kesulitan.
Kobylarczyk dan Bulik (2015) juga menjelaskan bahwa resiliensi
diperlakukan sebagai kelompok luas karakteristik pribadi, yang dilakukan oleh
kebiasaan dan adaptasi untuk tuntutan kehidupan, kemampuan untuk mengambil
tindakan perbaikan dalam kesulitan situasi dan toleransi terhadap emosi.
Tugade dan Fredrickson (2004) dengan menekankan pentingnya resiliensi
terhadap kemampuan seseorang dalam mengatasi kesulitan dan penderitaan
sehingga membantu individu agar lebih cepat beradaptasi dalam menghadapi
kehidupan setelah kehidupan yang stres.
Grotberg (2001), mengatakan bahwa sangat mudah untuk fokus pada
dampak setelah musibah yang dialami. Bagaimanapun, manusia memiliki
kapasitas untuk menghadapi, mempertahankan dan menyelesaikan masalah atau
kesulitan. Kapasitas manusia itu adalah daya tahan (resilience). Resiliensi
membantu kelompok yang hidup dalam kondisi buruk atau mengalami kesulitan
lainnya agar tetap bertahan meskipun dalam tingkat yang rendah atau berada
dalam tekanan. Sehingga dapat meningkatkan harapan dan memiliki keyakinan
yang tinggi dalam fungsi sosial dan menjadi komunitas yang efektif.18
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah teori yang telah disampaikan
Grotberg (2001) yang menyebutkan bahwa resiliensi merupakan kapasitas
kelompok atau komunitas yang dapat bertahan ditengah diskriminasi sosial.
18 Intan Hanifatunisa, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support TerhadapPost-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan, Skripsi, diterbitkan olehUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019
12
Menurut Grotberg (2001), terdapat tiga dimensi yang ada dalam resiliensi:
1. I Have (eksternal supports), yang merupakan dukungan eksternal yang
terdapat cinta yang diberikan kepada orang lain, sehingga orang lain
tersebut mengetahui kapan harus lanjut dan berhenti, dengan
mengajarkan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan membantu
ketika mengalami kesulitan dan dalam keadaan yang membahayakan.
2. I am (inner streght), kepercayaan diri yang dibangun dengan
menghormati diri sendiri dan orang lain, senang melakukan perbuatan
baik, bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan oleh diri sendiri
dan menolong orang lain dengan mempercayai bahwa semua akan
baik-baik saja.
3. I can (interpersonal and problem-solving skills), dengan mengahadapi
suatu masalah selalu berusaha mencari bantuan orang lain jika
diperlukan, berbicara kepada orang lain tentang hal yang membuat
ketakutan dan mengganggu, serta mampu dalam mengendalikan diri
ketika ingin melakukan sesuatu, mengetahui kapan waktu yang tepat
dalam mengambil tindakan dan kapan waktu untuk berbicara.19
Dengan adanya tiga dimensi yang telah disebutkan, kemampuan seseorang
untuk selalu terus berusaha menjalani kehidupan dalam keadaan sulit
sekalipun dan banyaknya tekanan. Kemampuan tersebut bisa didapatkan
melalui dukungan eksternal yang diberikan kepada orang lain. Dengan
kekuatan yang berasal dari diri sendiri dengan mempercayai bahwa apa yang
19 Intan Hanifatunisa, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support TerhadapPost-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan, Skripsi, diterbitkan olehUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019
13
dialami itu akan baik-baik saja. Kemudian untuk mengidentifikasi masalah
lalu menyelesaikannya dengan baik merupakan interpersonal dan problem
solving skills.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan yaitu, penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan untuk memperoleh data dalam membangun dan
memperkaya tulisan ilmiah ini. Penulis menggunakan studi kepustakaan
(library research), yaitu suatu penelitian untuk memperoleh data, baik
untuk data primer dan data sekunder, yang bersumber dari buku, majalah,
artikel, jurnal, dan lain-lain. Berdasarkan hasil bacaan, catatan, dan bahan-
bahan lainnya yang diolah untuk dikumpulkan.20 Studi kepustakaan
digunakan penulis, sebab Jama’ah Ahmadiyah Indonesia memiliki buku-
buku yang merupakan pedoman dalam mereka beragama. Deskriptif
analitik digunakan penulis untuk menganalisis data-data berdasarkan
bahan-bahan yang telah ditelaah secara mendalam.
Kemudian penelitian lapangan (field research), yaitu penulisan yang
dilakukan secara langsung di medan terjadinya gejala melalui
pengamatan/observasi maupun wawancara mendalam. Penelitian ini
menggunakan informasi yang diperoleh dari para informan melalui
wawancara, abstraksi, atau lainnya. Penelitian ini dilakukan di Masjid Al
Hidayah, Jalan Balikpapan I, Jakarta Pusat dan melakukan pengamatan
20Mestika Zed, Motode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,cetakan pertama, 2004), h. 3.
14
lapangan serta wawancara, apa saja yang dilakukan oleh para anggota
Jama’ah Ahmadiyah Indonesia.
2. Sumber
Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini yang akan penulis
jadikan sebagai pusat informasi bagi data yang dibutuhkan dalam hal
penelitian. Sumber data tersebut terbagi atas dua kelompok, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Primer
Peneliti memperoleh data yang diperlukan dengan melakukan
wawancara terhadap mereka yang bersangkutan. Kemudian
melalui buku, artikel, jurnal, ceramah, arsip, dokumen,
majalah, dan surat kabar yang terkait langsung dengan topik
penelitian ini.
b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder atau dapat diartikan sumber ini dapat
memberikan informasi atau data tambahan yang dapat
memperkuat data primer. Data sekunder dapat penulis peroleh
dari dokumentasi atau buku-buku yang berhubungan dengan
penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat tiga teknik yang penulis gunakan dalam melakukan
pengumpulan data.
a. Kajian Kepustakaan
15
Seperti diketahui kajian kepustakaan dilakukan dengan cara
menggali informasi dari sumber-sumber yang relevan dalam
penelitian ini, yang bersumber dari buku, majalah, artikel, jurnal,
dan lain-lain. Berdasarkan hasil pembacaan, catatan, dan bahan-
bahan lainnya yang diolah untuk dikumpulkan.21 Adapun, penulis
mengumpulkan data baik dari kepustakaan atau library reseach
untuk memperoleh data yang berkaitan dengan tema yang akan
diambil dalam penelitian.
b. Wawancara (Indepth Interview)
Teknik wawancara yaitu, penelitian yang diajukan secara lisan
(pengumpul data bertatap muka dengan responden).22 Penulis
mewawancarai pengurus Jama’ah Ahmadiyah indonesia, untuk
melengkapi data yang telah ada dan memperoleh informasi secara
langsung, serta mengetahui bagaimana pandangan Komunitas
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon diskriminasi
sosial keagamaan.
c. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu
penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau
obyek yang diteliti.23 Penulis mengamati setiap apa yang
diinformasikan kepada responden dalam meninjau upaya komunitas
21Mestika Zed, Motode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,cetakan pertama, 2004), h. 3.
22Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2010). h. 52.23Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006). h. 124
16
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon diskriminasi
sosial keagamaan.
4. Metode Penelitian
Dalam melakukan kajian ini penulis menggunakan pendekatan
sosiologi24 terhadap agama dengan maksud mencari relevansi dan
pengaruh agama terhadap fenomena sosial. Pendekatan ini berfokus
pada masyarakat yang memahami dan mempraktekan agama,
bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama
kepada masyarakat.25 Penulis harus melihat seperti apa landasan atau
teori-teori Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan (Studi Jamaah
Ahmadiyah Jakarta Pusat).
G. Sistematika Penelitian
Sebagai pertimbangan dalam mempermudah penulisan skripsi ini, penulis
menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini tercakup di
dalamnya tujuh pasal pembahasan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka
Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
BAB II : Bab ini akan menjelaskan tentang Sejarah Singkat Ahmadiyah,
Terpecahnya Ahmadiyah dan Perkembangannya, Sejarah Masuknya Ahmadiyah
24 Pendekatan ini berfokus pada masyarakat yang memahami dan mempraktekan agama,bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat,(Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 43-44).
25 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, cet. 1, h. 43-44.
17
di Indonesia, Kebijakan dan Sikap Ormas Islam terhadap keberadaan Jamaah
Ahmadiyah Indonesia.
BAB III : Bab ini akan membahas tentang Gambaran Umum Jamaah
Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat terkait Sejarah Berdirinya Jamaah Ahmadiyah
Indonesia di Jakarta Pusat, Aktifitas Sosial Keagamaan, Respon Masyarakat
Sekitar, Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Respon
Jamaah Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat Terhadap Kebijakan Pemerintah.
BAB IV : Bab ini akan membahas tentang Upaya Komunitas Jama'ah
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan
pada Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat terkait Paradigma Hidup Harmonis
Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Membangun Kesalehan dan Komunikasi Anggota
Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Sosial Kemanusiaan Jamaah
Ahmadiyah Indonesia dengan Komunitas Non Ahmadiyah.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari
seluruh kajian dalam skripsi ini, dan saran-saran yang sifatnya membangun dari
penulis.
18
BAB II
SEJARAH AHMADIYAH DAN PERKEMBANGANNYA
DI INDONESIA
A. Sejarah Singkat Ahmadiyah
Beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya sekte dalam Islam ialah
adanya perebutan kekuasaan, perbedaan interpretasi dan fanatisme.1 Hal tersebut
yang menyebabkan kemunduran umat Islam, seperti yang terjadi di India pada
masa terakhir kerajaan Mughal. Dimana umat Islam cenderung statis, eklusif,
rigid, dan konservatif, sehingga tidak peduli atas realitas sosial. Sebenarnya,
kesadaran untuk mencari solusi tentang kelatarbelakangan dalam segala bidang
yang dialami oleh kalangan umat Islam pada masa itu.
Fenomena tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Inggris yang berkoloni
dengan India. Eklusivisme yang menjadi karakter, membuat umat Islam terisolasi
karena sikap antipati atas keragaman yang ada di India. Sehingga menambah
keyakinan Inggris bahwa umat Islam adalah aktor dari pemberontakan yang
terjadi. Puncaknya setelah terjadinya pemberontakan umat Islam pada saat dalam
garis kemiskinan, ta\asshub, percaya tahayul dan mencampuradukan ajaran agama
dan budaya.2
Pada wilayah berbeda, problem sosial seperti kemiskinan, kelaparan. Dan
sikap konservatisme yang melekat pada umat Islam menjadi salah satu faktor
1 Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Husni Zikra, Tahun 2001), h. 542 Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Islamabad: Neratja
Press, 2014), h. 64.
19
yang melatarbelakangi lahirnya Ahmadiyah di India. Kemiskinan yang melanda
umat Islam menjadi pintu masuk bagi non muslim dalam mempengaruhi umat
Islam untuk berpindah keyakinan. Oleh sebab itu, Mirza Ghulam Ahmad
membuat seruan untuk menghidupkan kembali ajaran agama.3
Fenomena diatas memberikan catatan bahwa, lahirnya Ahmadiyah secara
umum tidak lepas dari tiga faktor, yaitu keagamaan, sosial, dan politik. Faktor
keagamaan adalah faktor internal umat Islam, yaitu pemurnian sikap pengakuan
(taassub) yang menyelimuti umat Islam menjadi salah satu faktor stagnasi
pemikiran dan peradaban Islam.
Pada tahun 1889 M, pasca terjadinya pembaiatan pertama yang dilakukan
oleh Mirza Ghulam Ahmad kepada seorang muridnya yang sangat taat dan setia,
yang berada di kota Ludhiana. Maka lahirlah aliran baru pada Tahun 1889
menurut aliran Qadian.4 Sedangkan dari aliran Lahore berpendapat bahwa
Ahmadiyah berdiri pada tahun 1888 M, berdasarkan ilham yang diterimanya dan
melakukan bai’at kepada Mirza Ghulam Ahmad.5
Tujuan Ahmadiyah didirikan untuk memperbaiki kehidupan beragama
umat Islam dan menjalin Ukhuwah Islamiyah. Selaras dengan tugas dan apa yang
3 Mirza Ghulam Ahmad, Ajaranku, R.A (ttp: ttm) Tahun 2012, h. 27.4 Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Islamabad: Neratja
Press, 2014), h. 705 Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang,( Jakarta: Yayasan Raja Pena, 2001),
cet. IV, h. 5
20
dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad bahwa kehadirannya untuk memajukan dan
menegakan syari’at Islam.6
Ahmadiyah meyakini bahwasanya Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang
yang sangat istimewa, seorang yang membawa syariat yang telah ada yakni
syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.7 Dalam hal ini, penempatan
keistimewaan yang dimiliki Mirza Ghulam Ahmad akan dibahas pada sub bab
berikutnya.
Mirza Ghulam Ahmad mengakui dalam kasyaf-nya bertemu dengan Nabi
Muhammad saw, Sayyidina Ali, Siti Fatimah, Hasan dan Husain. Dalam
pertemuannya tersebut diceritakan dalam kitab Tadzkirah, dimana sekitar tahun
1875 M dalam keadaan sadar bertemu dengan keluarga Nabi, dan Sayyidina Ali
menyerahkan sebuah buku sebagai pedoman dalam menafsirkan Al Quran.8
Dengan demikian kejadian tersebut merupakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad
adalah orang pilihan untuk menghidupkan agama.
Datangnya utusan di dunia ini adalah untuk memperbaiki perilaku umat
yang meyalahi aturan tuhan, yang mana seorang utusan tersebut mempunyai tugas
menghilangkan konsep asing dalam ajaran agama Islam. Sehingga seorang utusan
diperintah oleh tuhan untuk melakukan pembaharuan yang dilakukan tidak
6 Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang,( Jakarta: Yayasan Raja Pena, 2001),cet. IV, h. 14-15.
7 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RM Books, 2006), h. 15.8 Mirza Ghulam Ahmad, Tadzkirah, Wahyu, Mimpi dan Kasyafnya yang diterima,
(Islamabad:Neratja Press, 2014), h. 19.
21
datangnya dari diri sendiri, melainkan tugas dari tuhan.9 Dengan pandangan
tersebut merupakan awal dari perdebataan dan berakhir dengan mayoritas umat
Islam.
Saat ini Jamaah Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Masroor Ahmad,
khalifah ke-5 penerus dari Mirza Ghulam Ahmad, sejak pertama kali didirikan
sampai sekarang, Jamaah Ahmadiyah berkembang pesat dan tersebar keseluruh
dunia yang meliputi lebih dari 200 bangsa dengan keanggotaan yang melebihi
puluhan juta orang.10 Dilihat dari perkembangan sampai saat ini, Jamaah
Ahmadiyah berhasil melakukan ekspansinya dengan jumlah yang tergolong
sangat signifikan dari salah satu kelompok besar dalam Islam.
B. Terpecahnya Ahmadiyah dan Perkembangannya
Ahmadiyah adalah nama yang diambil dari nama akhir pendirinya, yakni
Mirza Ghulam Ahmad. Menurut Ahmad Lubis, nama Ahmadiyah berasal dari
nama dan sifat Nabi Muhammad SAW, yakni Ahmad yang berarti terpuji.11
Komunitas ini terdiri dari orang-orang yang menerima pengakuan pendirinya
bahwa beliau adalah Imam Mahdi dan Al Masih yang dijanjikan oleh tuhan serta
bertugas menegakan ajaran-ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad saw
dengan pemahaman yang benar.
9 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis PelangiAksara 2005), h. 97.
10 https://www.alislam.org/ahmadiyya-muslim-community, diakses pada tanggal 14 juni2020, Pukul 21.00 wib.
11 Lubis, Syarif Ahmad, Jemaat Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, (Parung: JAI, 1994), h.2.
22
Setelah Ahmadiyah dipimpin oleh pendirinya sampai tahun 1908,
kemudian dilanjutkan oleh penerusnya yakni Hakim Nuruddin sampai tahun 1914.
Sepeninggal Hakim Nuruddin, bibit perpecahan sudah mulai terlihat di kalangan
mereka. Menurut Bashir Ahmad, ada tiga faktor yang menyebabkan Golongan
Ahmadiyah terpecah, yaitu masalah Khalifah, iman kepada Mirza Ghulam
Ahmad, dan masalah kenabian.12
Permasalahan khilafah, di kalangan Ahmadiyah terjadi perbedaan
pendapat yang cukup signifikan. Perbedaaan ini sangat berpengaruh pada
manajemen organisasi Ahmadiyah yang telah mempunyai jangkauan luas, baik di
kalangan muslim maupun non muslim. Ada dua pendapat yang berbeda tentang
masalah tersebut di kalangan ahmadiyah. Pertama, kelompok yang mengatakan
bahwa organisasi khilafah masih diperlukan untuk mengikuti apa yang telah
diajarkan Mirza Ghulam Ahmad. Aliran ini menyakini bahwa Ahmadiyah harus
berada dan bergerak dengan sistem khilafah sebagaimana yang ada terdahulu pada
masa Mirza Ghulam Ahmad dan Hakim Nuruddin yang sudah berjalan. Sistem
khilafah juga harus ada pada masa yang akan datang dan seterusnya harus tetap
ada.13 Sementara pendapat kedua, mengatakan bahwa organisasi khilafah sudah
tidak diperlukan lagi dan sudah cukup dengan organisasi Anjuman yang sudah
terbentuk saja, tetapi untuk menghormati wasiat khilafah Hakim Nuruddin boleh
ditetapkan seorang Amir dan posisinya tidak wajib ditaati oleh Jamaah, bahkan
jabatannya terbatas dan mempunyai syarat-syarat yang cukup ketat.
12 Mirza Bashiruddin Ahmad, Silsilah Ahmadiyah, Penerjemah Abdul Wahid H. A.Kemang: 1997, h. 71.
13 Mirza Bashiruddin Ahmad, Silsilah Ahmadiyah, Penerjemah Abdul Wahid H. A.Kemang: 1997, 40.
23
Kedua, yang menjadi titik perpecahan di kalangan Ahmadiyah adalah
masalah iman kepada Mirza Ghulam Ahmad. Terjadi perbedaan yang sengit,
diantara dua kelompok dalam Ahmadiyah. Pertama, kelompok yang berpendapat
bahwa iman kepada Mirza Ghulam Ahmad adalah suatu kewajiban yang harus
ditaati. Siapa saja orang yang tidak mempercayainya adalah kafir dan keluar dari
Islam. Kelompok ini yang oleh sebagian umat Islam dinilai telah melampaui batas
dan dikatagorikan kelompok radikal yang sesat. Sementara kelompok Kedua,
adalah kelompok yang mengatakan bahwa mereka yang tidak beriman kepada
Mirza Ghulam Ahmad tidak ada masalah, karena mereka mempunyai kebebasan
untuk tidak melakukan hal itu selama mereka mengucapkan dua kalimat syahadat.
Menurut Maulana Muhammad Ali, faktor yang kedua adalah faktor yang memicu
perpecahan di kalangan Ahmadiyah.
Faktor yang ketiga, yang menjadi pemicu perpecahan di kalangan
Ahmadiyah adalah masalah kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Di kalangan
Ahmadiyah terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam diantara dua kelompok.
Permasalahan tersebut sangat krusial, karena masalah kenabian seperti yang sudah
disebutkan diatas merupakan masalah yang khas dari Ahmadiyah dan
kontroversial di kalangan umat Islam. Dua kelompok tersebut antara lain,
Pertama, kelompok yang mengatakan bahwa kenabian sesudah Nabi Muhammad
saw tetap terbuka sampai kapan pun, sementara pendapat kedua, mengatakan
sesudah kenabian Nabi Muhammad saw pintu kenabian sama sekali sudah
tertutup dan mengakui Mirza Ghulam Ahmad tidak mendakwahkan diri sebagai
24
nabi.14 Pendapat yang kedua merupakan paham yang dianut oleh kelompok yang
kemudian dinamakan golongan Lahore. Golongan Lahore memperkuat
argumentasinya melalui Qanun Asasi Ahmadiyah Lahore yang mengatakan bahwa
Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir dan sesudah beliau tidak akan datang
lagi nabi.15
Sejak munculnya dua pendapat yang kontroversial dari internal
Ahmadiyah, pada tahun 1914 Ahmadiyah terpecah menjadi dua golongan.
Pertama, golongan Qadiani yang mana ajarannya mencela tuduhan muslim lain
sebagai kafir. Golongan yang berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka sesudah
Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud
Ahmad. Golongan ini juga berpandangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak
hanya sebagai mujadid, tetapi juga sebagai nabi dan rasul yang seluruh ajarannya
harus ditaati.
Golongan kedua adalah golongan Lahore yang disebut juga dengan
Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam. Golongan ini dipimpin oleh Maulana Rahmat
Ali dan Kwaja Kamaluddin yang menyetujui prinsip golongan pertama. Golongan
ini berkeyakinan bahwa pintu kenabian setelah Nabi Muhammad saw telah
tertutup. Dengan demikian, Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi,
melainkan seorang Mujadid, selain sebagai al Masih dan al Mahdi.16
14 PB. GAI, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2003), cet.Ke 2, h. 10.
15 PB. GAI, Anggaran Dasar (Qanun Asasi), (Yogyakarta: PB. GAI), h. 85-86.16 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis Pelangi
Aksara 2005), h. 72-73.
25
Menurut Syafi’i R. Batuah, seorang pengikut golongan Qadian, golongan
Ahmadiyah Lahore bermula dari kegagalan Maulana Muhammad Ali dalam
mencapai ambisinya untuk menjadi khalifah II. Oleh karena itu, ia dan
pengikutnya memisahkan diri dan membentuk golongan yang berpusat di Lahore.
Dengan terpilihnya Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad sebagai khalifah
tidaklah mendapat dukungan penuh dari warga Ahmadiyah. Tampaknya,
perpecahan akibat perbedaan pandangan tersebut sangat sulit untuk dipersatukan
kembali. Meski demikian, kedua golongan tersebut sangat aktif dan intensif dalam
usaha mewujudkan cita-cita kemahdian.
Pada wawancara yang dilakukan peneliti terhadap Mubaligh Ahmadiyah
cabang Jakarta Pusat Bapak Djusmansyah, memberikan penjelasan bahwa
perbedaan antara Ahmadiyah Qadian dan Lahore bukan karena masalah teologi
melainkan terletak pada tataran prinsip kepemimpinan pada saat pergantian
khalifah ke-2, ada semacam ambisi dari pendiri Lahore untuk menjadi pemimpin.
Kemudian dalam Lahore, tidak ada khalifah.17
C. Sejarah Masuknya Ahmadiyah di Indonesia
Pada masa khalifah Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jamaah
Ahmadiyah mulai mengembangkan pahamnya ke berbagai negara, termasuk
Indonesia. Ahmadiyah Lahore adalah golongan yang pertama masuk ke
Indonesia, yang dibawa oleh seorang mubaligh Kwajah Kamaluddin pada tahun
17 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.
26
1922.18 Sementara Golongan Qadian menyebarkan gerakannya di Indonesia pada
tahun 1925, melalui para santri yang belajar di Sumatera dan melanjutkan sekolah
di Qadian kemudian menyebarkan ajaran Ahmadiyah.19 Atas permohonan mereka,
seorang mubaligh Ahmadiyah yang bernama Maulana Rahmat Ali diutus ke
Indonesia.20
Maulana Rahmat Ali yang saat itu secara khusus diutus oleh pemimpin
Ahmadiyah internsional membawa Ahmadiyah masuk ke wilayah Indonesia
melalui Tapaktuan, Aceh pada tanggal 02 Oktober 1925.21 Kemudian ia tinggal di
rumah seorang mantan pelajar Indonesia yang belajar di Qadian, yaitu
Muhammad Samin, kegiatan pengajian dan ceramah keberbagai pelosok desa di
Tapaktuan. Yang dilakukan Maulana Rahmat Ali telah menarik banyak orang
untuk masuk Ahmadiyah. Dan materi yang disampaikannya mengenai Mirza
Ghulam Ahmad dan Imam Mahdi, kewafatan Isa bin Maryam dan lain-lain.
Dengan banyak antusias dari kalangan masyarakat berdirilah cabang Ahmadiyah
di Tapaktuan. Dengan datangnya Maulana Rahmat Ali mengundang banyak reaksi
dari ulama yang berada di Bukit Tinggi dan Padang Panjang.22
Reaksi keraspun datang mengecam Ahmadiyah yang mana menganggap
bahwa Ahmadiyah adalah sesat dan kafir. Bahkan ejekan dan penghinaan menjadi
18 M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: LPPI,2008),h. 197.
19 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RM Books, Tahun. 2006),h. 24.
20 M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: LPPI, 2008),h. 198.
21 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007), h. 20.
22 JAI, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Bogor: JAI, Tahun 2000, h. 40.
27
warna setiap hari dari kegiatan dakwah Mubaligh Ahmadiyah. Disisi lain, Banyak
orang yang ternyata juga tertarik dengan Ahmadiyah dari berbagai kalangan dan
latarbelakang sosial di Padang. Dengan disusulnya Mubaligh lainya yang sudah
lulus belajar di Qadian dan menjadi Mubaligh Ahmadiyah di Padang dengan
tujuan untuk memperkuat misi Ahmadiyah. Bertambahnya tenaga Mubaligh untuk
membantu gerakan dakwah Ahmadiyah sehingga bedirilah Jamaah Ahmadiyah
Qadian di Padang. Dengan demikian, sebenarnya Maulana Rahmat Ali dan para
pemuda Indonesia yang belajar di Qadian adalah orang yang membawa ajaran
Ahmadiyah Qadian ke Indonesia dan sebagai perintis Ahmadiyah di Indonesia.23
Dari sana Jamaah Ahmadiyah berkembang ke wilayah Sumatera Barat dan pada
tahun 1931 masuk ke Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1932, Jamaah
Ahmadiyah mulai berkembang di wilayah Jakarta dan Bogor.24 Kepengurusan
Organisasi Jamaah Ahmadiyah dikedua wilayah itu pun ketika itu terbentuk
Jamaah Ahmadiyah Betawi dan Jamaah Ahmadiyah Bogor. Dari wilayah Betawi
dan Bogor Jamaah Ahmadiyah kemudian berkembang dibeberapa cabang lainnya.
Setelah Jamaah Ahmadiyah tersebar dan kepengurusannya terbentuk
dibeberapa kota di Sumatera dan hampir di seluruh bagian pulau Jawa, maka pada
tahun 1935 Jamaah Ahmadiyah Indonesia membentuk Hoofdbestuur atau
pengurus besar. Di awal pembentukan organisasi ini diberi nama Ahmadiyah
Qadian Departemen indonesia (AQDI), Anggaran Rumah Tangga Ahmadiyah
Qadian Departemen Indonesia disesuaikan dengan organisasi pusat Ahmadiyah di
23 JAI, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Bogor: JAI, Tahun 2000, h. 44-45.24 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007), h. 20.
28
Qadian. Nama Ahmadiyah telah diganti dari Ahmadiyah Qadian Departemen
Indonesia menjadi Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia (AADI).
Muktamar Ahmadiyah yang diselenggarakan pada bulan Desember 1949 di
Jakarta, selain menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang
baru, juga mengganti nama Ahmadiyah Anjuman Departemen Indonesia menjadi
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).25
Pada akhir tahun 1952, Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia
mengajukan surat kepada pemerintah Republik Indonesia yaitu surat permohonan
pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Jamaah Ahmadiyah
untuk diakui sebagai Badan Hukum. Dan pada tanggal 13 Maret 1953 Menteri
Kehakiman RI melalui Surat Keputusan No. J.A/5/23/13 menetapkan, bahwa
perkumpulan atau organisasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia diakui sebagai Badan
Hukum. Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut dimuat dalam tambahan
berita Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 31 Maret 1953.26
Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore yang tidak terlalu struktural pada
awal berdirinya, hanya saja inisiatif dari Djojosugito dan Muhammad Husni yang
ingin membuat wadah untuk berdiskusi dan berkumpul bersama. Tepatnya pada
tahun 1928, mereka mendirikan Gerakan Ahmadiyah Indonesia Centrum Lahore
25 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, Yogyakarta, LKis: Tahun,2005), h. 196.
26 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007), h. 21.
29
dan secara resmi mendapatkan badan hukum pada tahun 1929, dengan Gerakan
Ahmadiyah Indonesia (GAI) Lahore sampai sekarang.27
Nama pergerakan ini telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu, pada
zaman kolonial Belanda bernama ”Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Centrum
Lahore)”. Pada zaman kemerdekaan sampai tahun 1973, bernama “Gerakan
Ahmadiyah Lahore”. Sejak tahun 1975-1994, bernama “Gerakan Ahmadiyah
Lahore Indonesia” dan sejak 1994 sampai sekarang bernama “Gerakan
Ahmadiyah Indonesia” yang disingkat dengan GAI.28
D. Kebijakan Pemerintah dan Sikap Ormas Islam Terhadap
Keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia
Salah satu fenomena sosial yang mewarnai kehidupan beragama di
Indonesia. Eksistensi keberadaan Jamaah Ahmadiyah telah menyita perhatian
publik dan tidak sedikit pula yang mengundang perdebatan di tengah
masyarakat.sejumlah lembaga fatwa memberikan fatwa mengenai katagori aliran
sesat seperti, MUI mendesak pemerintah membubarkan secara resmi ajaran
Ahmadiyah di Indonesia. Desakan tersebut disampaikan MUI dengan cara
menyebutkan fatwa sesat Ahmadiyah ke Kejaksaan Agung, “Jaksa Agung pernah
mengatakan belum pernah menerima fatwa sesat Ahmadiyah dari MUI, jadi hari
ini kami serahkan fatwa itu” tutur ketua MUI, KH. Kholil Ridwan di Gedung
27 Gerakan Ahmadiyah Lahore dan Qadian, Buku Kenang-Kenangan 50 Tahun, h. 85.Lihat juga S. Yasir Ali dan yatimin, 100 Tahun Ahmadiyah, Yogyakarta: Pedoman Besar GAIBagian Tabligh dan Tarbiyah, h. 35.
28 M. Amin Djamaluddin, Sejarah Kelam Perjalanan Hidup sang Pendusta Agama,Pengkhianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta Penghinaan AhmadiyahTerhadap Agama, Jakarta: LPPI, Tahun, 2009, cet. 1.h. 198-199.
30
Kejaksaan Agung.29 Diantara pernyataan dan argumentasi MUI yang memutuskan
Ahmadiyah sesat dan berada di luar Islam.
Pada tahun 2005 keluarlah fatwa sesat dari MUI yang mengatakan
kesesatan Ahmadiyah, yaitu :
1. Menegaskan fatwa MUI dalam Munas II tahun 1980 yang menetapkan
bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan,
serta orang yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam).
2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti aliran Ahmadiyah, supaya
segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al ruju’ ila al haq),
yang sejalan dengan Al Quran dan Al Hadist.
3. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham
Ahmadiyah diseluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta
menutup semua tempat kegiatan.30
Fatwa MUI tahun 2005 yang menegaskan kembali tentang sesatnya
Ahmadiyah memperkuat resistensi terhadap Ahmadiyah dan memancing reaksi
yang kuat dari ormas-ormas Islam. Desakan pelarangan Ajaran Ahmadiyah dan
pembubaran organisasi tak hanya sebatas wacana dan aksi unjuk rasa, tetapi
disertai aksi kekerasan terhadap sejumlah aset pendidikan dan fasilitas ibadah
milik JAI.
29 M. Amin Djamaluddin, Sejarah Kelam Perjalanan Hidup sang Pendusta Agama,Pengkhianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta Penghinaan AhmadiyahTerhadap Agama, Jakarta: LPPI, 2009, cet. 1, h. 189.
30 Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nomor: 11/MUNAS VII/15/2005, tentangaliran Ahmadiyah pada tahun 2005.
31
Di tengah derasnya perlawanan terhadap Ahmadiyah, pada tahun 2008 JAI
membuat penjelasan tentang Ahmadiyah dihadapan Departemen Agama dan
beberapa tokoh ormasi Islam. Dalam penjelasan PB JAI tentang pokok-pokok
keyakinan dan kemasyarakatan warga Jamaah Ahmadiyah Indonesia tercantum
dalam 12 butir pernyataan:
1. Kami warga Jamaah Ahmadiyah sejak semula meyakini dan
mengucapkan dua kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh
Yang Mulia Nabi Muhammad SAW, yaitu Asyhaduanlaailaaha
illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, artinya: aku
bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.
2. Sejak semula kami warga jamaah Ahmadiyah meyakini bahwa
Muhammad Rasulullah adalah Khataman Nabiyyin (Nabi penutup).
3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad
adalah seorang guru, Mursyid, pembawa berita dan peringatan serta
pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin jamaah Ahmadiyah
yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa ole
Nabi Muhammad SAW.
4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang
harus dibaca oleh setiap calon anggota jamaah Ahamdiyah bahwa yang
dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW. Maka kami mencantumkan
kata Muhammad di depan kata Rasulullah.
32
5. Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa tidak ada wahyu syariat
setelah Al Qur’anul Karim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sumber
ajaran Islam yang kami pedomani.
6. Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan
pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan
dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada
1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).
7. Kami warga Jamaah Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan
mengafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun
perbuatan.
8. Kami warga Jamaah Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan
menyebut Masjid yang kami bangun dengan Masjid Ahmadiyah.
9. Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola
oleh Jamaah Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari
golongan manapun.
10. Kami warga Jamaah Ahmadiyah sebagai muslim malakukan
pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan
perkara perceraian dan perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor
Pengadilan Agama sesuai dengan perundang-undangan.
11. Kami warga Jamaah Ahmadiyah akan terus meningkatkan
silahturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/golongan
umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial
33
kemasyarakatan untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
12. Dengan penjelasan ini, kami pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah
mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat
Islam umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya
dengan ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.31
Dengan 12 butir pernyataan diatas, Badan Koordinasi Pengawasan
Kepercayaan Masyarakat (BAKORPAKEM) yang terdiri dari Kejaksaan Agung,
Polri, dan BIN, memutuskan untuk tidak melarang Ahmadiyah dan memberi
kesempatan golongan tersebut. Pada saat itu, Bakorpakem dapat memahami
penjelasan tertulis yang disampaikan oleh Ahmadiyah dan akan terus memantau
dan mengevaluasi. Oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk bisa memahami
i’tikad baik Jamaah Ahmadiyah dengan tidak melakukan tindakan anarkis.32
Namun pada bulan April 2008 Bakorpakem memutuskan ajaran
Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam yang dianut di Indonesia dan
memperingatkan kepada pengikut ajaran Jamah Ahmadiyah untuk menghentikan
seluruh aktivitas dari ajaran mereka. Kemudian Bakorpakem pun
merekomendasikan dibuatnya SKB 3 Menteri yakni Menteri Agama, Jaksa
Agung, dan Menteri Dalam Negeri terkait keputusan yang disampaikan
Bakorpakem dan jika tidak dilaksanakan maka Bakorpakem akan
merekomendasikan agar ajaran Ahmadiyah dibubarkan.
31 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 85-87.32 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 89.
34
Keputusan tersebut berkaitan dengan tiga bulan kesempatan yang
diberikan sekaligus berdasarkan pantauan terhadap Jamaah Ahmadiyah, namun
mereka tidak mentaati kesempatan yang ditentukan. Dalam masa tersebut
pengikut ajaran Ahmadiyah tetap tidak mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai
penutup. Kondisi ini oleh Bakorpakem dianggap telah menimbulkan keresahan di
tengah masyarakat.33
Hingga pekan pertama bulan Juni 2008, Surat Keputusan Bersana Menteri
Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri soal dibahas dan tinggal
dikeluarkan. Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi jaminan, SKB mengenai
Ahmadiyah yang akan dikeluarkan akan sejalan dengan Undang-Undang dan
UUD 45. Jaksa Agung Hendarman Supandji, menyatakan, konsep SKB tentang
Ahmadiyah sudah selesai. Ia berharap SKB tersebut secepatnya diterbitkan.
Menurut Hendarman Supandji, sesuai UU nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama, SKB itu berisi peringatan
bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia. 34
Dengan menyikapi banyaknya konflik yang dialami Ahmadiyah
pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Bersama (SKB) 3 Menteri pada tahun 2008, yang isinya berupa keputusan dan
ketetapan sebagai berikut :
1. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat
untuk tidak menceritakan, menganjurkan dukungan umum dan
33 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 91.34 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 158-159.
35
menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU
penodaan agama.
2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi para anggota, pengurus
Jamaah Ahmadiyah Indonesia, sepanjang menganut agama Islam agar
menghentikan kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama
Islam pada umumnya, seperti dengan mengakui adanya nabi setelah
Nabi Muhammad SAW.
3. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi para anggota dan
pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia, baangsiapa yang tidak
mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan.
4. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada masyarakat warga
negara agar menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan
tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap komunitas
Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat
yang tidak mengindahkan peringatan dapat dikenai sanksi sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
6. Memerintahkan kepada setiap pemerintah daerah agar selalu
melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.
7. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.35
35 Keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri RepublikIndonesia, Nomor 3 Tahun 2008, Nomor KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008,
36
Dalam keputusan bersama tersebut, pemerintah memerintahkan kepada
Jamaah Ahmadiyah Indonesia untuk menghentikan syiar, yakni penyebaran,
penafsiran, dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama
Islam. Maftuh Basuni selaku Menteri Agama menjelaskan SKB 3 Menteri Nomor
3 tahun 2008, “Penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala
ajarannya setelah Nabi Muhammad saw”. KEP-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199
Tahun 2008.36
Serangkaian kebijakan dan peraturan dijadikan legitimasi oleh kelompok
mayoritas untuk mengerdilkan kelompok minoritas. Bahkan, implementasi
peraturan tersebut justru lebih diskriminatif. Organisasi masyarakat yang menolak
hidup bersama Ahmadiyah mendorong pemerintah untuk membuat peraturan yang
diskriminatif, kemudian menggunakan peraturan tersebut sebagai dasar tindakan
kekerasan mereka. Meskipun demikian perkembangan kelompok Ahmadiyah
yang belum terlalu signifikan, namun Ahmadiyah telah menjadi organisasi
keagamaan internasional yang besar. Sejak awal tahun 1920 mereka mulai
mengirimkan pengikutnya keseluruh dunia. Dengan payung Humanity First, disini
kelompok Ahmadiyah banyak melakukan proyek-proyek sosial untuk membantu
negara miskin di Benua Eropa.37
Tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, dan/atau Anggota Pengurus JamaahAhmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.
36 M. Amin Djamaluddin, Sejarah kelam Perjalanan Hidup Sang Pendusta Agama,Penghianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta Penghinaan Ahmadiyah TerhadapAgama, h. 197.
37 Cahyo Pamungkas, Mereka Terusir: Studi tentang Ketahanan Sosial PengungsiAhmadiyah dan Syiah di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Tahun 2017, Cet, 1,h. 55.
37
Berdasarkan fatwa sesat atas kelompok Ahmadiyah masuk dalam aliran
sesat. Fatwa terkait juga pernah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih pada tahun 1926,
Persatuan Islam pada tahun 1932, kemudian NU pada tahun 1942 dan 1995
kemudian ditegaskan kembali pada tahun 2005, yang menyebutkan bahwasanya
Ahmadiyah merupakan aliran yang menyimpang.38 ormas Islam pun mengamini
tentang kebijakan tersebut, yang didasarkan legitimasi oleh masyarakat dalam
menyikapi persoalan aktual yang muncul di Indonesia.
38 https://minanews.net/fatwa-ahmadiyah-sesat-sudah-ada-sejak-1926, diakses padatanggal, 16 Juni 2020
38
BAB III
GAMBARAN UMUM
JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA JAKARTA PUSAT
A. Sejarah Berdirinya Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat
Penyebaran Ahmadiyah di negara-negara lain, dimulai dari tersebarnya
para mubaligh atas permintaan Kantor Pusat Ahmadiyah yang dikirim ke negara-
negara lain atau daerah, kemudian atas pemintaannya tersebut barulah para
Mubaligh dikirim oleh Khalifah. Namun Masuknya Ahmadiyah di Indonesia yang
dibawa oleh pemuda Indonesia yaitu Abu Bakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan
Zaini Dahlan.1 Ketiga pemuda tersebut berasal dari Madrasah Tawalib di Padang,
Sumatera Barat, kemudian melanjutkan pendidikan dan menimba ilmu agama ke
India, yang didasari atas kekaguman mereka terhadap seorang Da’i Islam asal
India.
Pada tahun 1925 Jamaah Ahmadiyah berupaya untuk mengembangkan
ajarannya dengan mengirimkan Mubalighnya yang bernama Maulana Rahmat Ali
ke Indonesia lebih tepatnya yang berada di Tapaktuan Aceh. Dan melanjutkan
misinya ke Padang, Sumatera Barat. kemudian dilanjutkan ke Jakarta. Lalu pada
tahun 1932 Pengurus Besar Ahmadiyah di Jakarta terbentuk dengan ditunjuknya
R. Muhyiddin sebagai ketua. Kemudian Pusat Jamaah Ahmadiyah dipindahkan ke
1 Najib Burhani, Melintas Batas Identitas dan Kesarjanaan: Studi Tentang Ahmadiyah diIndonesia, (Jakarta: LIPI dan Singapura: ISEAS- Yusof Ishak Institute,2008), h. 261.
39
Parung Bogor pada tahun 1987. Dan pada saat ini, Perkembangan Jamaah
Ahmadiyah telah tersebar di beberapa cabang di seluruh Provinsi Indonesia.2
Dalam rangka menyebarluaskan ajarannya, strategi yang disampaikan oleh
mubaligh sangat menarik perhatian, dengan cara melalui kepribadian atau
pembawaan mubaligh yang bersikap dan bertindak sopan santun, sehingga
membuat orang lain ingin menanyakan beberapa hal terkait Ahmadiyah.
kemudian dengan melakukan pendekatan dengan memberikan kursus bahasa Arab
di rumahnya yang beliau selenggarakan. Para peserta kursus diikuti oleh R.
Hidayat, R. Moh. Anwar, R. Moh Tohamihardja, Undun Abdullah, dan Soemarna.
Kesemua peserta yang telah disebutkan berasal dari Garut, ada juga yang berasal
dari luar Jawa misalnya, Palembang dan Manado. Dengan banyaknya peserta
yang mengikuti kursus tersebut, beliau juga menyampaikan penjelasan mengenai
Ahmadiyah.3
Pada awal kedatangan Mubaligh yang dikirim untuk mengajarkan
ajarannya dan telah tersebar dibeberapa wilayah kota, baik di Sumatera maupun
Jawa, Pada tahun 1933 Jamaah Ahmadiyah di wilayah kota Jakarta berdirilah
Masjid Hidayah yang berada di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat, yang juga
sebagai awal pusat Jamaah Ahmadiyah Indonesia dan disini pulalah terbentuknya
2 Lukman Nul Hakim, Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah, (Aspirasi, Vol.2, 2011), h. 19
3 Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 124-125.
40
Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia sebelum akhirnya dipindahkan ke
Parung Bogor.4
Pada tanggal 25-26 Desember 1935, dibentuklah Pengurus Besar di
Jakarta, yang dihadiri oleh tiga belas para mubaligh Ahmadiyah dengan susunan
sebagai berikut:
Ketua : R. Mohammad Muhyidin
Sekretaris I : Sirati Kohongia
Sekretaris II : Mohammad Usman Kartawijaya
Anggota : R. Markas Atmasasmita
R. Hidayath
R. Sumadi Gandakusuma
R. Kaartatmaja5
Di masa Maulana H. Mahmud Ahmad Cheema HA, Sy sebagai amir dan
Rais Tabligh, dan Ir. Syarif Ahmad Lubis sebagai ketua Pengurus Besar atau
Ketua Nasional perkembangan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di luar wilayah
Jakarta pun sangat meningkat, sehingga untuk keperluan kegiatan-kegiatan
Jamaah Ahmadiyah yang berskala Nasional seperti, Jalsah Salanah diperlukan
tempat yang cukup luas.
4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.
5 Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Suvenir Peringatan, h. 71.
41
Pada tahun 1975 Maulana Imamuddin HA selaku Raissutabligh
membentuk sebuah panitia dan Ir. Pipip Sumantri ditunjuk untuk mengurus
pembelian tanah dan membangun pusat pendidikan.6 Sejalan dengan rencana yang
telah diusahakan pembelian tanah di daerah Pinang Kabupaten Tangerang namun
disebabkan ketidakjujuran seorang oknum, usaha tersebut menjadi gagal. Pada
tahun 1976 mengadakan Majelis di Jakarta, dan memutuskan bahwa lokasi Pusat
Pendidikan dipindahkan ke Sindang Barang, Bogor.
Sebagai sebuah organisasi keagamaan, keberadaan Jamaah Ahmadiyah
Indonesia Jakarta Pusat tidak lepas dari peranan pusat Jamaah Ahmadiyah
Indonesia yang berada di Bogor. Jamaah Ahmadiyah Indonesia merupakan
organisasi yang terhubung dengan dunia internasional dalam setiap aktifitas
sosial. Dengan begitu, keorganisasian dalam Jamaah Ahmadiyah Indonesia dibagi
menjadi dua jalur, yang mana pada tiap jalurnya mempunyai garis komando
langsung dari Khalifah dan Amir Nasional.7 Dengan demikian, kekuatan
organisasi bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia merupakan hal penting dalam
mempertahankan keberadaannya, dengan mengatur masing-masing kegiatan yang
dilakukan oleh anggota..
B. Aktifitas Sosial Keagamaan
Aktivitas sosial keagamaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia terbagi dalam
beberapa kegiatan diantaranya, kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian
6 Qoyum Wahid, Sejarah Pembangunan Kampus Mubarak, (Jakarta: Jemaat AhmadiyahIndonesia 2010), h. 1
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
42
setiap minggu sekali, pengajian ini bisa berbentuk ceramah atau diskusi. Topik
yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang dihadapi Ahmadiyah maupun
masalah sosial. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan dari usulan Jamaah
bisa juga dari seorang Mubaligh. Penceramah dilakukan biasanya dilakukan oleh
Mubaligh, akan tetapi topik permasalahan tertentu dengan mengundang
penceramah dari luar. Dan di setiap cabang Ahmadiyah ditempatkan seorang
Mubaligh. Mubaligh ini biasanya yang diberikan tugas untuk memberi wawasan
terhadap para Jamaah Ahmadiyah yang menetap disetiap cabang-cabang yang
ada.
Seorang Mubaligh Sebelum diamanahkan untuk diterjunkan menjadi
Mubaligh disetiap cabang, mereka dididik dahulu di Pusat Ahmadiyah yang
berada di Parung. Dan biaya pendidikannya pun ditanggung Pengurus Pusat
(Amir Nasional). Selain kegiatan ceramah maupun diskusi ada kegiatan belajar
membaca Al Quran bagi anak-anak. Kegiatan ini dilakukan di Masjid Ahmadiyah
atau di rumah Jamaah Ahmadiyah yang berada dilokasi yang terdekat.
Kemudian dengan melakukan Kegiatan sosial yang diadakan oleh para
Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan, Jakarta Pusat, demi
memperkuat keperdulian antar sesama dan membantu meringankan beban bagi
mereka yang tertimpa musibah. Dengan kepedulian tersebut kemudian mereka
43
melakukan berbagai program sosial, misalnya dengan membagikan sembako,
melakukan bazar murah, membagikan alat pelindung diri, dan lain sebagainya.8
Dalam menjalankan aktivitas sosial keagamaan Jamaah Ahmadiyah
Indonesia di Jalan Balikpapan Jakarta Pusat, selalu meningkatkan rasa kepedulian
antar sesama dengan berusaha menjalin hubungan baik dengan berbagai
kelompok masyarakat sebagai upaya membangun komunikasi yang harmonis dan
menghapus kecurigaan pada mereka.
Pada prinsip kepedulian sosial keagamaan yang dilakukan oleh Jamaah
Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan. Dengan membangun hubungan sosial
yang dilandasi rasa saling percaya dan bersepakat untuk hidup damai, menjamin
terhindar dari diskriminasi sosial keagamaan dapat terselesaikan masalah-masalah
yang berkaitan dengan kepentingan bersama dan melakukan perdamaian sosial di
lingkungan masyarakat.9
Secara aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia cabang Ahmadiyah di Jalan
Balikpapan juga melakukan kegiatan-kegiatan yang dimiliki oleh tiap-tiap badan
kepengurusan, yang berdasarkan dari klasifikasi usia dan jenis kelamin,
diantaranya:
a. Khudam, badan yang menangani Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang
berusia 15-40 tahun.
8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.
9 Bambang Rustanto, Masyarakat Multikultural di Indonesia, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2015), h. 73
44
b. Anshorullah, badan yang menangani Jamaah Ahmadiyah Indonesia
yang berusia 40 tahun keatas.
c. Lajnah Imaillah, badan yang menangani Jamaah Ahmadiyah Indonesia
wanita yang berusia diatas dari 15 tahun.
Masing-masing pada setiap badan memliliki kegiatan-kegiatan sosial yang
berbeda. Yang mana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk meningkatkan
rasa kepedulian kepada manusia dan menambah wawasan terhadap Jamaah
Ahmadiyah.10 Dengan demikian Jamaah Ahmadiyah di Jalan Balikpapan I/10
Jakarta Pusat berusaha menanamkan modal dasar dalam rangka penguatan nilai-
nilai ke-Ahmadiyahan ketika menghadapi tekanan, sehingga dapat terjaga
keharmonisan dengan warga sekitar dengan nilai-nilai pengamalan sebagai
Ahmadiyah dan pada akhirnya terjalin suasana yang baik dalam bertetangga
maupun beragama.
C. Respon Masyarakat Sekitar
Pada dasarnya klaim aliran sesat pada Ahmadiyah lebih banyak diukur
dari kuantitas pendukung pernyataan tersebut, artinya klaim konsep sesat atau
tidak sesat tersebut tidak lahir dari kalangan minoritas terhadap mayoritas.
Dengan begitu Jamaah Ahmadiyah Indonesia memiliki strategi dengan cara
mengamankan diri kelompoknya, dengan memberikan pemahaman kepada warga
non Ahmadiyah demi terciptanya keharmonisan antar sesama.
10 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.
45
Berkaitan dengan strategi sosial yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah
Indonesia di Jalan Balikpapan ini, masyarakat sekitar mensikapi bahwa organisasi
tersebut tak fanatis. Disamping karena kesibukan pekerjaan aktifitas ekonomi
sehari-hari masyarakat sekitar.11
Lain lagi halnya tanggapan dari Bapak Waryo, menurut beliau keberadaan
Jamaah Ahmadiyah di daerah Cideng, sama sekali tidak mengganggu apapun
aktifitas maupun berbagai kegiatan lainnya yang biasa dilakukakan oleh warga
sekitar. Warga di daerah Cideng pada dasarnya sudah mengetahui tentang
keberadaan di Wilayahnya, akan tetapi warga disini lebih bersikap skeptis karena
sibuk dengan urusan masing-masing. Malah warga disini cenderung senang
dengan keberadaan mereka disini karena biasanya jika mereka mengadakan acara
sosial seperti bagi-bagi sembako dan semacamnya, warga disini suka mendapat
bantuan dari mereka.12
Hal tersebut seperti diamini oleh Ibu Eli, Kebedaraan Jamaah Ahmadiyah
disini malah menimbulkan dampak positif dari pada hal negatifnya, disamping
mereka yang sering mengadakan acara sosial yang melibatkan warga sekitar,
mereka juga jika berjumpa dimanapun itu selalu bersikap ramah dan baik kepada
kami.13
11 Wawancara Pribadi dengan Bapak Burhan, warga sekitar Cabang Jamaah AhmadiyahIndonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.
12 Wawancara Pribadi dengan Bapak Waryo warga sekitar Cabang Jamaah AhmadiyahIndonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.
13 Wawancara Pribadi dengan Ibu Eli warga sekitar Cabang Jamaah AhmadiyahIndonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.
46
Jika penulis melihat sikap yang ditunjukan masyarakat sekitar terhadap
keberadaan Jamaah Ahmadiyah di Jalan Balikpapan I. tidak akan sepenuhnya
Jamaah Ahmadiyah benar-benar bisa dikatakan bebas dari ancaman dan tekanan,
karena tidak dapat dipungkiri meskipun masyarakat menerima baik dalam
hubungan sosial, akan tetapi dalam hal lain masih ada saja masyarakat dimanapun
yang tidak setuju dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
D. Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia
Dalam perkembangannya, Jamaah Ahmadiyah Indonesia banyak
mendapat perlakuan kekerasan dan intimidasi oleh masyarakat Muslim Indonesia
yang menganggap bahwa Ahmadiyah adalah sesat. Pada kurun waktu 2010-2011
telah terjadi setidaknya 15 kali insiden antara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)
dengan sejumlah oknum masyarakat yang mengaku memeluk agama Islam arus
utama, seperti yang terliput media. Komnas HAM bahkan mencatat bahwa hanya
antara tahun 2007-2008 saja telah terjadi 342 kali aksi serangan dan intimidasi
kepada anggota JAI. Bentuk serangan bervariasi mulai pengusiran, pengrusakan
kediaman dan tempat ibadah, hingga pembunuhan. Tindak kekerasan terburuk
yang telah terjadi adalah insiden di Cikeusik Pandeglang, Banten, Minggu
(6/2/2011), dimana 4 orang Jamaah Ahmadiyah tewas akibat dianiaya massa.14
14 Rofiqoh Zuchairiyah, Kekerasan Terhadap Pengikut Aliran Yang Dinilai Sesat DalamPerspektif Hukum Islam (Studi terhadap Ahmadiyah di Indonesia), In Right Jurnal Agama danHak Azazi Manusia, Vol. 1 No. 2, Mei 2012, h. 370-371.
47
Dari rentetan akar kekerasan yang dialami oleh Jamaah Ahmadiyah
Indonesia Berikut rincian kejadian kekerasan Cikeusik dan beberapa kasus serupa
lainnya yang dialami oleh anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia:
1. 6 Februari 2011 Cikeusik Banten, Jawa Barat Massa menyerang Jamaah
Ahmadiyah 4 orang tewas, rumah dan mobil dibakar.
2. 29 Januari 2011 Makassar Massa FPI berunjuk rasa memaksa Jamaah
Ahmadiyah untuk keluar dari Masjid Ahmadiyah.
3. 27 Desember 2010 Cianjur, Jawa Barat Madrasah milik Ahmadiyah
dibakar orang tak dikenal. Seminggu sebelumnya sebuah mushola juga
dibakar. Gedung, Madrasah dan Mushola 4.
4. 10 Desember 2010 Sukabumi, Jawa Barat Sekitar seribu santri di
Sukabumi, Jawa Barat membongkar masjid Ahmadiyah di Kampung
Panjalu Sukabumi.
5. 8 Desember 2010 Tasikmalaya, Jawa Barat. Sejumlah sarana milik
Ahmadiyah di kota Tasikmalaya ditutup.
6. 3 Desember 2010 Ciputat, Tangerang Selatan Sekelompok orang
bersepeda motor menyerang dan merusak sebuah masjid Ahmadiyah di
Jalan Ciputat Raya.
Dan masih banyak lagi kasus intimidasi dan kekerasan terhadap anggota
JAI yang tidak hanya mengalami kerugian materi oleh karena pengrusakan sarana
ibadah Ahmadiyah namun juga sampai menimbulkan korban jiwa.15
15Lukman Nul Hakim, Tindakan Kekerasan Terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia:Sebuah Kajian Psikologi Sosial, Jurnal Aspirasi Vol. 2 No. 1, Juni 2011, h. 23-24.
48
Secara hukum pemerintah sudah memberikan jaminan dan kebebasan
terhadap warga Negara dalam memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya dan
keyakinannya masing-masing. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 yang sudah di
amandemen pasal 28 (e) ayat (1): “Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
kewarganegaraan, serta memilih tempat dimana dia tinggal dan meninggalkannya
dan berhak untuk kembali”. Kemudian pada ayat (2): “Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya”. Hal tersebut ditegaskan lagi dalam pasal 29 ayat (1): “Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat (2): “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.16 Oleh karena itu, negara
harus melindungi segenap bangsa Indonesia dengan berdasarkan persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri yang diharapkan bisa meberikan
solusi terhadap keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia, namun belakangan ini
menimbulkan permasalahan baru, karena dengan keberadaan SKB itu sendiri
dianggap kurang tegas dan ironisnya keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia
masih diganggu oleh massa dan banyak menimbulkan konflik.
16 H. Oemar Seno Adji, Hukum Acara Pidana Prospeksi, (Jakarta: Erlangga, 1981), h. 71.
49
E. Respon Jamaah Ahmadiyah Indonesia Terhadap Kebijakan
Pemerintah
Keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia sudah lama berada di
Indonesia, akan tetapi sampai saat ini masih menyisahkan kontroversi. Bahkan
beberapa kelompok Islam garis keras kerap melakukakan penyerangan terhadap
Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Sebagaimana yang dulu pernah terjadi pada tahun
2008 kelam dimana sejumlah tokoh berusaha menyegel keberadaan Masjid Al
Hidayah Jl. Balikpapan I yang diketahui sebagai kantor cabang Jamaah
Ahmadiyah Indonesia.17
Setelah dikeluarkannya kebijakan terhadap Ahmadiyah melalui
Bakorpakem, yang mana gerakan massa menuntut pembubaran Ahmadiyah
bermunculan diberbagai daerah. Begitu juga, pada kantor sekaligus Masjid
Jamaah Ahmadiyah di Jakarta Pusat ini dilakukan penjagaan ketat guna
mengantisipasi serangan dari kelompok yang berusaha bertindak anarkis.
Terbukti bahwa pasca diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
Menteri sebagai pengejawantahan ketentuan pasal penodaan agama, perlakuan
intoleransi yang dialami oleh pihak Jamaah Ahmadiyah diberbagai wilayah
Indonesia terus terjadi bahkan relatif lebih intens dari sebelumnya. Berbagai
tindak intoleransi mulai dari intimidasi kepada para penganut ajaran Ahmadiyah,
sampai dengan penghancuran tempat ibadah, rumah tinggal, serta penjarahan harta
benda terus terjadi.
17https://m.liputan6.com/news/read/106266/tempat-ibadah-jemaah-ahmadiyah-disegel,diakses pada Tanggal, 16 Juni 2020.
50
Penyebab terbesar dari penyerangan yang terjadi kepada golongan
Ahmadiyah yang mana aliran ini mempunyai dasar pemikiran dan penafsiran
berdasarkan ajaran Islam, namun ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda
dari umat Islam pada umumnya. Beberapa hal yang membedakan adalah
penafsiran mengenai pemahaman tentang kenabian, wahyu, dan Al Masih
Mau’ud.18 Sehingga dengan demikian menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
Amir Jamaah Ahmadiyah Indonesia mengklaim perbedaan Ahmadiyah dengan
Islam hanya terletak pada sosok Imam Mahdi. Menurutnya, pendiri Ahmadiyah
adalah pengikut Nabi Muhammad SAW, tidak ada penambahan atau pengurangan
dari apa yang diajarkan Nabi Muhammad saw.19
Dengan adanya SKB 3 Menteri tahun 2008 yang memiliki tujuan untuk
membangun kerukunan umat beragama terutama antara Jamaah Ahmadiyah
Indonesia dan non Ahmadiyah pada umumnya, akan tetapi kendala yang dihadapi
justru berasal dari peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah penegasan
tentang keberadaan Jamaah Ahmadiyah itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan
tindak kekerasan yang menimpa anggota Ahmadiyah seperti yang telah
dipaparkan.20 Menurut pemaparan tersebut, keadaan yang dialami Jamaah
Ahmadiyah Indonesia mempengaruhi keadaan psikologis seseorang sehingga
membuat resah para anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
18 Lubis, Syarif Ahmad, Jamaah Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, Parung: JAI, 1994, h.13.
19 https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2011/02/17/46575/amir-ahmadiyah-bedanya-ahmadiyah-dengan-islam-pada-imam-mahdi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2020pukul 20.38 WIB
20 Wawancara Pribadi dengan Bapak Urip, selaku Jamaah dari Ahmadiyah Indonesia,Tanggal 03 Juni 2020
51
Kebijakan yang diberikan kepada Jamaah Ahmadiyah Indonesia sendiri
sebenarnya tidak hanya mengatur bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia saja,
melainkan juga masyarakat luas untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar
hukum terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Dengan adanya kebijakan dan
kasus kekerasan yang diterima Jamaah Ahmadiyah Indonesia upaya yang
dibangun dalam merespon diskriminasi sosial keagamaan akan disampaikan pada
bab berikutnya.
52
BAB IV
RESILIENSI JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA
DALAM MERESPON DISKRIMINASI SOSIAL KEAGAMAAN
A. Paradigma Hidup Harmonis Jamaah Ahmadiyah Indonesia
Di tengah berbagai bentuk kekerasan baik yang dilakukan secara aksi maupun
ideologi mulai dari fatwa maupun sikap ormas dari penentang Jamaah Ahmadiyah Indonesia
tetap mempromosikan nilai-nilai harmoni. Jamaah Ahmadiyah berupaya menepis pandangan
yang keliru terhadap umat Islam pada umumnya. Meskipun pada faktanya tidak jarang
Jamaah Ahmadiyah mendapatkan perlakuan buruk dari para penentangnya, mereka berupaya
untuk membalas dengan cara yang tidak sama, misalnya dengan bersikap baik. Sebagai mana
yang disampaikan oleh Mirza Masroor Ahmad dalam pidatonya:
“Jangan pernah meninggalkan keadilan bahkan kepada musuh anda sekalipun. ..
perdamaian akan ditegakan hanya jika syarat keadilan juga diberikan kepada musuh,
tidak hanya dalam perang melawan kelompok ekstrimis agama, tetapi juga dalam
seluruh bentuk perang. Hanya dengan hal demikian perdamaian bisa terjadi.”1
“... kita telah diajarkan prinsip emas oleh Nabi suci Muhammad SAW, yaitu
membantu korban dan pelaku kekejaman sekaligus. .... jadi, dari belas kasih, kita
mencoba untuk menyelamatkan. Prinsip ini melampaui sekat terkecil dari masyarakat
ke tingkat internasional. ”2
Dengan prinsip-prinsip yang dibangun diatas merupakan suatu tindakan kemaslahatan
dan menjadi tanda positif dalam upaya menghindari konflik kekerasan serta menumbuhkan
nilai-nilai keharmonisan terhadap masarakat dengan bersikap baik.
1 Pidato bersejarah Mirza Masroor Ahmad, Khalifah Kelima, yang bertempat di House of CommonsInggris, pada 22 Oktober 2008. Lihat Mirza Masroor Ahmad, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, terj.Ekky O. Sabandi (Bandung: Neratja Press, 2014), h. 16.
2 Mirza Masroor Ahmad, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, (Bandung: Neratja Press, 2014),h. 17.
53
Secara empiris normatif, pembangunan karakter bisa dilihat dari syarat baiat bagi
calon anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Secara umum, sepuluh poin syarat baiat
mengarahkan calon Ahmadiyah kepada perilaku yang berasaskan nilai-nilai kemanusiaan,
penghormatan, permusyawaratan, dan kekuatan spiritual yang transendental, yakni kekuatan
keyakinan yang rasionalitasnya yang membentuk mental seorang Ahmadiyah.
Adapun sepuluh poin baiat Ahmadiyah diantaranya:
1. Orang yang baiat, berjanji dengan hati jujur bahwa di masa yang akan mendatang
sampai masuk ke dalam kubur, akan senantiasa menjauhi syirik.
2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan
birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq,kejahatan, aniaya, khianat,
mengadakan hura hara, dan memberontak serta tidak dikalahkan oleh hawa
nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3. Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu tanpa putus, sesuai perintah Allah
dan Rasul-Nya dan sebisa mungkin akan berusaha mendirikan shalat Tahajud
serta bershalawat kepada yang maha mulia Rasulallah SAW. Kemudian memohon
ampun atas kesalahan dan memohon perlindungan dosa dan ingat akan nikmat
Allah, kemudian mensyukuri dengan hati tulus dan memuji dengan hati yang
tulus.
4. Tidak akan mendatangkan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap
makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa
nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara apapun.
5. Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah ataupun
senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas
keputusan Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala kehinaan
54
dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah
Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-
benar akan menjunjung tinggi perintah Al-quran Suci di atas dirinya. Firman Allah
dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.
7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri,
beradat lemah-lembut, berbudi pekerti yang halus, dan sopan santun.
8. Agama dan kehormatan agama serta solidaritas Islam akan dianggap lebih mulia
daripada nyawanya, hartanya, kehormatan dirinya, anak keturunannya, dan dari
segala yang dicintainya.
9. Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah umumnya, dan
akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan
kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini, semata-mata demi Allah
dengan ikrar taat dalam hal ma’ruf dan akan senantiasa berdiri teguh di atasnya
sampai akhir hayat. Tali persaudaraan ini begitu tinggi derajatnya sehingga tidak
akan diperoleh bandingannya dalam ikatan persaudaraan maupun hubungan
duniawi atau dalam segala bentuk pengkhidmatan/penghambaan.
Secara khusus, peneliti mendapati enam dari sepuluh syarat baiat tersebut
mengandung konvensi nilai-nilai perdamaian dan cinta kasih, baik vertikal maupun
horizontal, yang menjadi komitmen dasar kepribadian sang Ahmadi. Keenam dari sepuluh
janji seorang Ahmadi itu adalah sebagai berikut:3
3 Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud, Syarat-Syarat Baiat dalam Jemaat Ahmadiyah, terj. IsytiharTakmil Tabligh. Keseluruhan syarat baiat terlampir.
55
a. (Poin Baiat Nomor 2) akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong,
zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq,kejahatan, aniaya,
khianat, mengadakan hura hara, dan memberontak serta tidak dikalahkan oleh hawa
nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
b. (Poin baiat nomor 4) Tidak akan mendatangkan kesusahan apapun yang tidak pada
tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena
dorongan hawa nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara
apapun.
c. (Poin baiat nomor 5) Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan
susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan
rela atas keputusan Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala
kehinaan dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah
Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
d. (Poin baiat nomor 6) Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu,
dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah Al-quran Suci di atas dirinya. Firman
Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.
e. (Poin baiat nomor 7)Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan
merendahkan diri, beradat lemah-lembut, berbudi pekerti yang halus, dan sopan santun.
f. (Poin baiat nomor 9) Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah
umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia
dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
Dengan demikian untuk menjadi seorang Jamah Ahmadiyah tidaklah mudah karena
berusaha sebisa mungkin untuk tidak menaruh kebencian kepada siapapun sekalipun orang
tersebut pernah melakukan tindak kekerasan atau bahkan menentang atas keberadaannya
sebagai Jamaah Ahmadiyah.
56
Paradigma tersebut, secara jelas dan terperinci disebutkan dalam risalah Mirza
Ghulam Ahmad. Setidaknya ada sembilan belas kode etik kepribadian ideal seorang Ahmadi:
(1) tidak cemas dengan laknat dunia; (2) tidak bersikap menonjol-nonjolkan diri; (3)
luruskan hati, bersihkan jiwa dan teguhkan tekad; (4) tidak angkuh, tidak egois, dan tidak
bermalasmalasan; (5) tidakmudahberprasangka; (6) menyudahi pertentangan satu sama lain
dengan aman dan damai, serta memaafkankesalahan saudara; (7) tidak menghamba pada
nafsu; (8) menghindari bersitegang;(9) meski berada di pihak yang benar, tetap rendah diri;
(10) saling bersatu-paduselayaknya saudarasaudara kandung; (11)pemaaf; (12) tidak
berperilaku buruk dan zalim; (13)berlaku jujur, tidak tergila-gila keduniawian; (14)
membersihkan hati agar menyadari kehadiran Tuhan;(15) tidak takut menderita; (16)
menjadikan diri sebagai sahabat Tuhan; (17) berbelas-kasih kepada siapapun; (18) bersabar
dan tidak pernah berhenti ikhtiar; (19) bertawakal dengan kehendak Tuhan. Tentu saja,
prinsip-prinsip pembentukan karakter dan relasi kemanusiaan ini sejatinya sudah ada di
dalam Alquran dan ajaran Rasullullah Saw.4
Bagi Jamaah Ahmadiyah salah satu pola dalam merealisasikan kode etik kepribadian
ideal seorang Ahmadi dengan membangun hubungan yang harmonis dengan dilandasi
kerendahan hati, rasa saling percaya dan membangun hubungan sosial yang berkaitan dengan
kepentingan bersama serta memantapkan nilai-nilai perdamaian di lingkungan masyarakat
khususnya dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah di Jakarta Pusat.
B. Membangun Kesalehan dan Komunikasi Anggota Komunitas Jamaah
Ahmadiyah Indonesia
Dalam rangka menyebarluaskan ajarannya, Jamaah Ahmadiyah Indonesia memiliki
misi dakwah sebagai suatu organisasi. Sehingga dalam konsep dakwah yang dilakukan oleh
4 Disarikan dari Mirza Ghulam Ahmad, Ajaranku, terj. Ahmad Anwar (Bogor: Jemaat AhmadiyahIndonesia, 1993), h. 1-4
57
Jamaah Ahmadiyah Indonesia misalnya, dengan cara berdakwah melalui kepribadian atau
pembawaan para Mubaligh Ahmadiyah yang bersikap dan bertindak secara sopan dan baik.
Secara garis besar metode dakwah yang dilakukan oleh Ahmadiyah di Jakarta Pusat
terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dakwah internal yaitu dakwah yang dilakukan dalam
rangka menjaga identitas anggota Ahmadiyah. Kedua, dakwah eksternal yaitu dakwah secara
umum kepada masyarakat umum yang belum bergabung dalam Jamaah Ahmadiyah
Indonesia.
1. Tarbiyah
Dakwah yang digunakan Jamaah Ahmadiyah dikenal dengan Tarbiyah. Dakwah ini
dibangun oleh badan-badan organisasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat yang
bertanggung jawab pada setiap kegiatan-kegiatan anggota Ahmadiyah seperti,
a. Khudamul, yaitu terdiri dari pemuda Ahmadiyah yang berusia 15-40 tahun.
Terbentuknya badan ini pernah dijabat oleh putra dari Mirza Tahir Ahmad.
Kegiatan yang dilakukan pada badan ini seperti menolong orang miskin dan
warga yang kurang mampu baik dari Jamaah Ahmadi atau non Ahmadiyah.
b. Lajnah Imaillah. Yaitu badan yang terdiri dari perempuan Ahmadiyah yang
berusia 15 tahun keatas. Kegiatan ini berupaya mendidik kaum perempuan
Ahmadiyah dan pada badan ini sering sekali mengadakan kajian tarbiyah, yang
mengisi kegiatan ini bisa dari laki atau perempuan, jika yang mengisi Mubaligh
laki-laki harus diberi pembatas antara Mubaligh dan Jamaah.
c. Ansharullah, yaitu badan Ahmadiyah yang mengatur orang-orang Ahmadiyah
yang berusia 40 tahun keatas. Jamaah Ahmadiyah yang sudah dewasa dengan usia
lebih dari 21 tahun keatas, pendidikannya berupa pemantapan. Pemantapan ini
58
misalnya sudah keluarga dan mempunyai anak yang harus dididik putra dan putri
anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.5
Pada badan organisasi Khudamul, yaitu terdiri dari pemuda Ahmadiyah setiap
bulannya mengadakan pembinaan rohani dan dilanjutkan dengan melakukan shalat Tahajud.
Kegiatan ini bertujuan untuk memantau aktifitas para pemuda dalam aspek keagamaan. Pada
kegiatan lain, mereka juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan wikari amal seperti, bakti sosial,
ikut serta dlam kegiatan donor darah dan donor mata sebagai bentuk kemanusiaan yang
dilakukan di Masjid Al Hidayah Jakarta Pusat yang selama ini digunakan shalat dan kegiatan
anggota Ahmadiyah.
Kemudian pada badan organisasi Lajnah Imaillah. Yaitu badan yang terdiri dari
perempuan Ahmadiyah, yang mana mereka mengisi kegiatannya dengan ikut berpartisipasi
dan berperan aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan Rw 06 misalnya, program
bercocok tanam hidroponik dengan ibu-ibu PKK Rw 06, yang mana menjadi program
unggulan di wilayah tersebut, kemudian dengan mengadakan bakti sosial bagi masyarakat,
pemeriksaan kesehatan gratis. Kegiatan yang ditujukan bagi masyarakat ini merupakan
agenda rutin yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat serta mendapat
apresiasi bagi pemerintahan setempat. Di samping itu, pada badan organisasi Lajnah Imaillah
juga mengadakan wisata ke suatu tempat yang kemudian diisi dengan siraman rohani dengan
tujuan untuk memperoleh nilai-nilai keagamaan dalam membentuk loyalitas sebagai anggota
Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
Pada badan Ansharullah, yaitu badan Ahmadiyah bagi anggota Ahmadiyah yang
berusia 40 tahun keatas. Kegiatan yang dilakukan pada tiap bulannya yaitu setiap Jum’at
kedua setelah Jum’atan seperti, Ijtima, dimana pada kegiatan ini dilakukan oleh bapak-bapak
5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
59
yang diisi dengan pengajian ta’lim Al Qur’an dan pengkajian buku-buku Ahmadiyah dengan
tujuan mendorong keaktifan dalam membaca buku-buku seputar Ahmadiyah sehingga
menambah pemahaman pada anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.6 Dengan demikian,
dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat di atas adalah
dengan membangun kesalehan dan loyalitas anggota komunitas Jamaah Ahmadiyah
Indonesia melalui kegiatan-kegiatan yang di bangun pada tiap-tiap badan organisasi yang ada
di dalamnya.
Kemudian kegiatan internal Ahmadiyah yang dilakukan pada tiap tahun oleh seluruh
anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia adalah Majelis Syura Nasional dan Jalsah Salanah,
dimana kegiatan ini bertujuan untuk mendidik anggota Jamaah Ahmadiyah dan tabligh
setahun sekali serta sebagai sarana untuk menambah pengalaman mereka sebagai anggota
Ahmadiyah.
2. Rabtah
Strategi dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia dilakukan dalam
tiga kegiatan yaitu, komunikasi melalui kegiatan Rabtah, kerjasama melalui Wikari Amal dan
pendidikan melalui Tarbiyah.7 Strategi yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah yang telah
penulis sebutkan di atas, merupakan modal dasar dalam rangka penguatan nilai-nilai ke-
Ahmadiyahan ketika menghadapi tekanan.
Kegiatan Rabtah dilakukan untuk memperkuat tali silaturahmi antar Pengurus
Ahmadiyah dan komunikasi diantara Jamaah Ahmadiyah dengan tokoh di luar Ahmadiyah
sekaligus menepis isu-isu negatif dan provokatif yang ditujukan kepada Jamaah Ahmadiyah
yang membentuk citra buruk terhadap Ahmadiyah dengan tanpa dasar yang kuat. Di samping
6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
60
itu kegiatan Rabtah merupakan moment silaturahmi antara pengurus Ahmadiyah dengan para
pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan khususnya komunikasi antar anggota Ahmadiyah8
seperti halnya dengan diadakannya kunjungan-kunjungan ke Instansi tertentu. Dengan adanya
kegiatan Rabtah merupakan strategi bertahan eksternal yang dibangun dengan adanya
kedekatan dari pihak-pihak tokoh atau pemerintah setempat di daerah manapun Jamaah
Ahmadiyah selalu melakukan pendekatan dan menghindari adanya konflik serta perselisihan
dengan pemerintah yang ada.
Kegiatan Rabtah dilakukan oleh anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia, sesuai
dengan tujuan organisasi Ahmadiyah dimana hendak memperkenalkan Ahmadiyah, pengurus
Ahmadiyah, dan anggota Ahmadiyah kepada pihak yang akan diajak berkomunikasi misalnya
dengan melakukan kunjungan ke Kecamatan atau Kelurahan setempat kemudian ke Polres.9
Maka bisa diketahui proses strategi dakwah Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat
dalam rabtah yaitu, dengan menentukan orang-orang yang akan melaksanakan rabtah,
persiapan biaya, persiapan bahan ketika pelaksanaan, dan penentuan target dalam kegiatan
rabtah. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Mubaligh Ahmadiyah di Jakarta Pusat.
Bahwasanya demi menjalin hubungan komunikasi dengan pihak-pihak sekitar Jakarta Pusat
melalui rabtah tersebu. Dengan demikian, dapat peneliti simpulkan bahwasanya terdapat tiga
jenis komunikasi yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat, yaitu
komunikasi yang dibangun dengan pejabat pemerintah setempat, dimana komunikasi ini
dibangun dengan tujuan mencari penyelesaian konflik yang dihadapi Jamaah Ahmadiyah.
Kemudian dengan pihak kepolisian setempat, dan masyarakat sekitar.
8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
9 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.
61
Selain kegiatan rabtah, dalam organisasi Ahmadiyah melakukan kegiatan melalui
Wikari Amal. Kegiatan ini merupakan kegiatan sosial yang dikhususkan bagi kebutuhan
anggota atau organisasi yang dilakukan secara gotong royong. Disamping untuk anggota
ataupun organisasi kegiatan ini juga dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum dengan
tujuan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Kegiatan Wikari Amal ini dilakukan untuk menepis anggapan bahwa kelompok
Ahmadiyah adalah kelompok eklusif. Pada kegiatan Wikari amal ini dikoordinir oleh
pengurus pusat Jamaah Ahmadiyah sedangkan cabang hanya sebatas mengirimkan utusan
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Secara sosial hubungan Jamaah Ahmadiyah
dengan masyarakat berlangung cukup baik seperti halnya yang terjadi pada kantor cabang
Ahmadiyah Jakarta Pusat dengan diselenggarakannya bakti sosial di Gedung Rahmat Ali
Jalan Balikpapan Jakarta pusat. Dalam bakti sosial tersebut diisi dengan kegiatan penjualan
pakaian layak pakai, pemeriksaan kesehatan gratis dan paket sembako sembako murah untuk
warga, disamping itu anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang ikut berpartisipasi di dalam
kegiatan baksos tersebut menyiapkan paket sembako gratis kepada beberapa warga.10
Dengan terbangunnya relasi sosial Jamaah Ahmadiyah dengan masyarakat sekitar
memainkan peranan penting dalam menjaga sebuah identitas demi keberlangsungan Jamaah
Ahmadiyah serta menghilangkan stigma negatif.
Berdasarkan dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah di Jakarta Pusat,
sebagai sebuah organisasi yang mencoba untuk keluar dari berbagai tekanan yang
menyelimutinya. Langkah-langkah yang dilakukannya mendapatkan apresiasi dari pihak-
pihak non Ahmadiyah dengan membangun jaringan dan kerja sama dari pihak luar,
disamping itu juga dapat menyanggah bahwa Ahmadiyah merupakan kelompok yang eklusif.
10 https://warta-ahmadiyah.org/baksos-jemaat-ahmadiyah-jakpus-diapresiasi-lurah.html, diakses padatanggal 15 Juni 2020, pukul, 21.58 wib.
62
C. Sosial Kemanusiaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia dengan Komunitas Non
Ahmadiyah
Dengan memahami upaya dalam pencegahan diskriminasi sosial keagamaan, tidak
dapat dilepaskan dari paradigma yang menjadi pedoman atasnya. Dalam dunia Jamaah
Ahmadiyah Indonesia, jihad menempati posisi yang sentral. Sebab, dengan jihad merupakan
titik tolak dengan membangun ideologi yang mampu menggerakkan anggota Jamaah
Ahmadiyah Indonesia sekaligus memperluas pengaruhnya. Dalam tataran normatif, jihad
bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia terbagi ke dalam tiga tipe: (1) jihad melawan hawa nafsu,
jihad besar; (2) jihad dengan Al Quran dengan jalan dakwah untuk menghapus berbagai
kejahatan, jihad hakiki; (3) jihad dengan pedang/jihad kecil. Masa berlaku jihad tipe pertama
dan kedua adalah sepanjang zaman, sedangkan jihad tipe ketiga berlaku apabila suatu bangsa
atau kaum memerangi umat Islam.
Jihad dalam logika Ahmadiyah, dapat sangat fleksibel dengan konteks zaman. Pada
masa yang tenang, dalam jihad bukan berarti perang, jihad dipahami dalam bentuknya yang
pertama dan kedua, yaitu pengorbanan dengan dakwah, harta, termasuk program menerbitkan
buku ke dalam seratus bahasa dunia. Dalam tataran aplikatif, segala macam dan bentuk
program Ahmadiyah sejatinya adalah jihad, atau berkorban.11
Di Indonesia, program-program Ahmadiyah dilakukan melalui berbagai kerja sosial
kemanusiaan yang dilakukan secara rutin/berkala, seperti posyandu yang rutin diadakan
sebulan sekali pada minggu ketiga, bantuan untuk anak asuh dan anak yatim dengan santunan
pendidikan dan sandang per tiga bulan sekali, santunan untuk janda yang kurang mampu,
bakti sosial tahunan di bulan Ramadhan, Khitan massal, sistem pengobatan Homeopathy,
11 Mardian Suliasti, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan dan PrimasiPerlawanan Stigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, Volume 2, Nomor 2,2015) h. 1.
63
donor darah, dan donor mata. Tiap-tiap lokasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia juga memiliki
fasilitas dapur umum yang sangat aktif dan responsif baik untuk keperluan internal kegiatan
Ahmadiyah, maupun untuk keperluan subsidi/ sumbangan bagi korban bencana alam.
Gerakan ini secara struktur yang diinisiasi oleh Pengurus Pusat hingga Pengurus Cabang JAI.
Hal menarik yang peneliti temukan dari sekian bentuk program sosial, yang dilakukan JAI
cenderung mengenai kesehatan atau pengobatan. Pengobatan ini, secara akidah tidak ada
hubungannya dengan Ahmadiyah, namun secara tidak langsung mengusung kekuatan dalam
menunjang program penyebaran Ahmadiyah.
Dengan motivasi kemanusiaan, pengobatan homeopathy mulai dikembangkan sejak
tahun 1998 oleh para Jamaah Ahmadiyah yang kompeten. Dua tahun setelahnya pada tahun
2000, atas saran dari Khalifah Ahmadiyah ke IV Mirza Tahir Ahmad saat mengunjungi
Indonesia, pengobatan homeopathy pun mulai diterapkan dan dapat dinikmati gratis oleh
masyarakat Indonesia hingga saat ini. Dalam salah satu keyakinan Ahmadiyah, seorang
Ahmadiyah layak dikatakan berhasil jika telah belajar berkorban demi kepentingan orang
lain. Prinsip memberi dan berkorban ini, tidak hanya ditujukan untuk Jamaah Ahmadiyah
saja, tetapi juga masyarakat secara umum tanpa pandang sekat. Donor mata dan donor darah
misalnya. Hampir bisa dipastikan, setiap laki-laki dewasa Ahmadiyah memiliki kartu donor
darah dan donor mata di dompet mereka. Khusus untuk donor mata, meski di Indonesia
masih sangat minim dan kurang lazim, tidak demikian jika kita berada di tengah-
tengah Jamaah Ahmadiyah. Tak heran bila di Indonesia, jumlah pendonor mata terbesar
adalah dari kalangan Jamaah Indonesia.12 Berdasarkan yang disampaikan oleh Mubaligh
Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat kegiatan ini terkait kegiatan donor mata ini
dilaksanakan juga secara nasional pada tiap-tiap kota.
12 Suliasti, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan dan Primasi PerlawananStigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 159.
64
Contoh-contoh kegiatan Ahmadiyah tersebut, cukup untuk menyiratkan kepada kita
bahwa salah satu kekuatan jihad Jamaah Ahmadiyah Indonesia ada pada ranah kemanusiaan.
Berbicara aspek sosial kemanusiaan dalam pergerakan Ahmadiyah, maka kurang afdol bila
tidak menyinggung Humanity First. Humanity First adalah organisasi sosial kemanusiaan
bentukan Ahmadiyah berskala dunia yang memberi bantuan kepada semua orang tanpa
pandang ras, agama, atau politik. Organisasi ini bersifat kesukarelawanan dengan lingkup
garapan bantuan bencana dan pengembangan masyarakat. Tidak satu pun dari relawan
gerakan ini yang menerima kompensasi untuk berjam-jam kerja dan pengeluaran pribadi
mereka. Humanity First telah aktif-efektif merespon bencana di berbagai belahan dunia.
Sistem kerjanya yakni dengan mengarahkan lebih dari 93 persen seluruh dana yang dihimpun
untuk proyek-proyek kemanusiaan.13 Ahmadiyah, dalam hal ini tampak satu langkah lebih
maju, karena telah menciptakan sebuah organisasi yang berfokus kepada kebutuhan-
kebutuhan kemanusiaan yang melampaui arogansi kebangsaan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, tergambar upaya yang dibangun Jamaah
Ahmadiyah dalam merespon diskriminasi sosial keagamaan dengan menjalin hubungan
komunikasi melalui pihak-pihak terkait yang dibangun oleh Jamaah Ahmadiyah, dalam hal
ini dapat menciptakan rasa aman bagi pihak Ahmadiyah karena pihak-pihak terkait mampu
memberikan keuntungan seperti perlindungan dari ancaman kekerasan yang datang dari
kelompok yang menolak keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
13 Suliasti, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan danPrimasi PerlawananStigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 160.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis simpulkan bahwa dalam melakukan
resiliensi untuk mempertahankan diri ditengah diskriminasi sosial, Jamaah
Ahmadiyah Indonesia menerapkan beberapa strategi. Strategi, yaitu dakwah tarbiyah
dan dakwah rabtah. Dakwah tarbiyah dilakukan dengan kegiatan pembelajaran
keagamaan bagi komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia seperti mengaji, dan diskusi
topik-topik keagamaan. Sedang rabtah dilakukan dengan dialog dan bakti sosial.
Dakwah pertama bertujuan menjaga kesalehan dan loyalitas anggota komunitas,
sedang dakwah kedua dilakukan untuk menjalin hubungan baik dengan komunitas di
luar komunitas Ahmadiyah. Dengan begitu diharapkan anggota komunitas Jamaah
Ahmadiyah Indonesia tetap terjaga loyalitas dan kesalehan keagamaannya, sedang
yang kedua diharapkan komunitas Ahmadiyah bisa tetap bertahan dalam lingkungan
sosial yang menekan identitas keagamaan Ahmadiyah. Dengan adanya kegiatan
tersebut guna menepis isu-isu negatif dan provokatif yang ditujukan kepada Jamaah
Ahmadiyah yang membentuk citra buruk terhadap Ahmadiyah dengan tanpa dasar
yang kuat.
B. Saran
Dari hasil penelitian mengenai Resiliensi Jamaah Ahmadiyah Indonesia dalam
mencegah diskriminasi sosial keagamaan, penulis melihat ada beberapa hal yang
harus diperhatikan terkait kegiatan sosial yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah
Indonesia, alangkah baiknya kegiatan sosial tersebut dapat menginspirasi kita semua.
66
Dengan tersenyum merupakan cara terbaik untuk menghadapi setiap masalah dan
menghancurkan ketakutan serta untuk menyembunyikan setiap rasa sakit.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis akan menerima
dengan tangan terbuka segala saran demi kesempurnaan skripsi ini.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mirza Bashiruddin, Silsilah Ahmadiyah, Penerjemah Abdul Wahid H. A.
Kemang: 1997.
Ahmad, Mirza Ghulam, Ajaranku, terj. Ahmad Anwar (Bogor: Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, 1993).
Ahmad, Mirza Ghulam, Tadzkirah, Wahyu, Mimpi dan Kasyafnya yang diterima,
(Islamabad:Neratja Press, 2014).
Ahmad, Mirza Masroor, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, terj. Ekky
O. Sabandi (Bandung: Neratja Press, 2014).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006).
Burhani, A. Najib, Melintas Batas Identitas dan Kesarjanaan: Studi Tentang
Ahmadiyah di Indonesia, (Jakarta: LIPI dan Singapura: ISEAS- Yusof
Ishak Institute,2008.
Djamaluddin, M. Amin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: LPPI,
2008).
Djamaluddin, M. Amin, Sejarah Kelam Perjalanan Hidup sang Pendusta Agama,
Pengkhianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta
Penghinaan Ahmadiyah Terhadap Agama, Jakarta: LPPI, Tahun, 2009,
cet. 1.
Gerakan Ahmadiyah Lahore dan Qadian, Buku Kenang-Kenangan 50 Tahun
Hakim, Lukman Nul, Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah, (Aspirasi,
Vol. 2, 2011).
68
Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Husni Zikra, Tahun 2001).
Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud, Syarat-Syarat Baiat dalam Jemaat
Ahmadiyah, terj. Isytihar Takmil Tabligh. Keseluruhan syarat baiat terlampir.
JAI, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Bogor: JAI, Tahun 2000.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Suvenir Peringatan.
Kurniawan, A. Fajar, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RM Books, 2006).
Lubis, Syarif Ahmad, Jamaah Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, Parung: JAI, 1994.
Markus Keck dan Patrick Sakdapolrak, What is Social Resilience Lessons
Learned and Ways Forward, Erkunde, 2013, Vol.67, No 1.
Mestika Zed, Motode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
cetakan pertama, 2004).
Nahdi, Saleh A., Ahmadiyah Selayang Pandang,( Jakarta: Yayasan Raja Pena,
2001), cet. IV.
Pamungkas, Cahyo, Mereka Terusir: Studi tentang Ketahanan Sosial Pengungsi
Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Tahun 2017, Cet, 1.
PB. GAI, Anggaran Dasar (Qanun Asasi), (Yogyakarta: PB. GAI).
PB. GAI, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2003),
cet. Ke 2.
Rustanto, Bambang, Masyarakat Multikultural di Indonesia, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2015).
S. Yasir Ali dan yatimin, 100 Tahun Ahmadiyah, Yogyakarta: Pedoman Besar
GAI Bagian Tabligh dan Tarbiyah.
69
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).
Seno Adji, H. Oemar, Hukum Acara Pidana Prospeksi, (Jakarta: Erlangga, 1981).
Sidik, Munasir, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007).
Sofianto, Kunto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Islamabad:
Neratja Press, 2014).
Wahid, Qoyum, Sejarah Pembangunan Kampus Mubarak, (Jakarta: Jemaat
Ahmadiyah Indonesia 2010).
Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008).
Zainul Bahri, Media, Wajah Studi Agama-a gama Dari Era Teosofi Indonesia
(1901-1940) Hingga Masa Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015, cet. 1.
Zulkarnain, Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis
Pelangi Aksara 2005).
Skripsi
Farkhan, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Skripsi, diterbitkan oleh Universitas
Indonesia, Tahun 2012.
Hanifatunisa, Intan, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support
Terhadap Post-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban
Penyerangan, Skripsi, diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019.
70
Jurnal
Hakim Lukman Nul, Tindakan Kekerasan Terhadap Jemaah Ahmadiyah
Indonesia: Sebuah Kajian Psikologi Sosial, Jurnal Aspirasi Vol. 2 No. 1,
Juni 2011.
Suliasti, Mardian, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan
dan Primasi Perlawanan Stigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, Volume 2, Nomor 2, 2015).
Zuchairiyah, Rofiqoh, Kekerasan Terhadap Pengikut Aliran Yang Dinilai Sesat
Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi terhadap Ahmadiyah di
Indonesia), In Right Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol. 1 No.
2, Mei 2012.
Disertasi
Zulkarnain, Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942, Disertasi,
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Tahun 2000.
Riset
71
Rosidin, Sikap Pemerintah Terhadap Konflik Keagamaan; (Kasus Ahmadiyah
Manislor) Riset, diterbitkan oleh Institut Studi Islam Fahmina (ISIF),
Tahun 2013.
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah
Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat
Wawancara Pribadi dengan Bapak Urip, selaku Jamaah dari Ahmadiyah
Indonesia, Tanggal 03 Juni 2020.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Burhan, warga sekitar Cabang Jamaah
Ahmadiyah Indonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Waryo warga sekitar Cabang Jamaah
Ahmadiyah Indonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Eli warga sekitar Cabang Jamaah Ahmadiyah
Indonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.
Website
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/23/nfhqdg-mui-kalau-
tak-mau-menodai-ahmadiyah-jangan-sebut-dirinya-islam di akses pada
tanggal 23 September 2018 pukul 08.38 WIB.
https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2011/02/17/46575/amir-
ahmadiyah-bedanya-ahmadiyah-dengan-islam-pada-imam-mahdi.html
diakses pada tanggal 25 Juni 2020 pukul 20.38 WIB.
72
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/resilience, diakses pada
tanggal 16 Juli 2020. Pukul 23.00.
https://hijauku.com/2018/03/08/resiliensi-sosial-sebagai-virus-positif-lingkungan/,
diakses pada Tanggal 16 juli 2020, pukul 23.15.
https://www.alislam.org/ahmadiyya-muslim-community, diakses pada tanggal 14
juni 2020, Pukul 21.00 wib.
https://minanews.net/fatwa-ahmadiyah-sesat-sudah-ada-sejak-1926, diakses pada
tanggal, 16 Juni 2020.
https://m.liputan6.com/news/read/106266/tempat-ibadah-jemaah-ahmadiyah-
disegel, diakses pada Tanggal, 16 Juni 2020.
https://warta-ahmadiyah.org/baksos-jemaat-ahmadiyah-jakpus-diapresiasi-
lurah.html, diakses pada tanggal 15 Juni 2020, pukul, 21.58 wib.
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Wawancara dengan Bapak Djusmansyah Selaku Mubaligh JamaahAhmadiyah di Jakarta Pusat
1. Sejak kapan Jamaah Ahmadiyah Indonesia ini berada di sini?
Masjid Al-Hidayah ini berdiri dari tahun 1933 dan termasuk bangunanawal dari pada bangunan lain yang ada disekitarnya. Dan di sini juga merupakanawal terbentuknya Pengurus Ahmadiyah
Disini juga awal terbentuknya kesekretariasan nasional, baru setelah itu,merasa ingin membuat markas yang lebih luas baru dipindahkan ke Parung.
Pada jaman dahulu disini juga merupakan tempat berkumpulnya paraMubaligh-mubaligh yang berasal dari Pakistan kumpul semuanya disini. Perintispertama Ahmadiyah yaitu Maulana Rahmat Ali HAOT dari padang kemudiandatang ke pulau jawa lebih tepatnya di Batavia, awalnya tinggal dipasar baru(ngontrak), kemudian pindah kesini sampai akhirnya dibuatlah bangunan kecilsederhana dengan menggunakan kayu papan.
Dulu disini dikenal dengan sebutan Gang Gerobak, karena di sekelilingbangunan Ahmadiyah ini merupakan tanah lapang yang dijadikan tempat menaruhgerobak.
2. Apa saja Upaya dan Aktifitas Sosial Keagamaan yang dilakukan JAIdi Jakarta Pusat ini?
Aktifitas yang dilakukan cabang sini ada beberapa kegiatan yang manakegiatan tersebut dibagi berdasarkan usia dan jenis kelamin misalnya, ada LajnahImaillah, kegiatan yang dilakukan bagi para wanita yang usianya sekitar 15 tahunkeatas.
Terus ada Khudamul Ahmadiyah kegiatan yang dilakukan oleh pemudayang usianya 40 tahun kebawah,
Ada Ansharullah, kegiatan yang dilakukan oleh bapak-bapak, kemudianada juga pengajian yang dilakukan bagi wanita yang usianya masih dibawah 15tahun, biasanya pembimbing yang ditugaskan pada usia ini diambil dari anggotaLajnah Imaillah
Masing-masing disetiap badan ada kegiatannya masing-masing. Danmelakukan kajian keilmuan yang dikaji biasanya pada materi dari masing-masing
pengajian yang dilakukan bisa merujuk pada tiap-tiap tema tertentu atau buku-buku Ahmadiah atau bahkan dari Al Quran /Hadist.
Begitu juga dalam masalah sosial, ada sekretaris yang membidangimasalah sosial yang namanya Ummu Ammah, nah dalam kesekretariatan ini yangmembawahi organisasi Humanity First, jadi seluk beluk masalah Ahmadiyahdisisi sosial dengan membuat suatu event apa yang bisa dirancang oleh organisasiAhmadiyah untuk mempertahankan diri agar bisa bangkit dari penderitaan.Seperti dulu kejadian di Lombok mereka (anggota Ahmadiyah) yang dipersekusiakan tetapi pada saat ‘Idul Adha, Ahmadiyah malah memberi bantuan kepadayang melakukan persekusi dikampungnya tersebut.
Jadi dalam melakukan aktifitas sosial keagamaan disini dilakukan olehsemua anggota Ahmadiyah dikerahkan dalam memberikan bantuan, jadisebelumnya membuat satu event, diadakan peretemuan terlebih dahulu kemudiankegiatan itu dilaksanakan secara serempak. Misalnya, merencanakan untuksekedar berkumpul bersama kemudian dari perkumpulan itu diadakan suatukegiatan yang sifatnya sosial kemudian serempak menjalankan kegiatan sosial itudengan cara bergotong royong satu sama lain. Seperti membagi sembako,memberikan takjil pada saat Ramadhan, bahkan memberikan alat pelindung diriberupa Hand Sanitaizer dsb.
Humanity First sebenarnya lembaga terpisah maksudnya independent, jaditidak mengatasnamakan Ahmadiyah akan tetapi bagian dari Ahmadiyah, jadiberdirinya Humanity First itu, awalnya pada perang bosnia kemudian duniaperhatian kesana, banyak korban perang kemudian khalifah Ahmadiyah yang ke 4merasa bahwa kita ini perlu berpartisipasi untuk memberikan peran pada duniaini, jadi tercetus untuk membentuk satu badan kemanusiaan. Kata khalifah ke 4bahwa Humanity First ini murni untuk sosial tanpa ada embel-embel dakwahsecara tersembunyi. Walaupun pada dasarnya secara pengorganisasian adalahorang-orang Ahmadiyah termasuk dari sisi pendanaan tapi tidak menutupkemungkinan untuk kerjasama dengan organisasi-organisasi luar Ahmadiyah. danini merupakan badan amalnya Ahmadiyah, ada juga moment dimana denganmelakukan kegiatan sosial disitu adalah moment memperkenalkan Ahmadiyahpada masyarakat.
Justru dengan adanya badan amal jadi nilai plus yang dimiliki olehAhmadiyah karena tidak setiap orang akan menerima atau ada penolakantersendiri karena bantuan yang diberikan berasal dari organisasi Ahmadiyah.maka dari itu badan kemanusiaan itu tidak memakai embel-embel Ahmadiyahmeskipun demikian orang bisa merasakan kebaikan yang dilakukan oleh anggotaAhmadiiyah.
Sejauh ini ketika orang lain mendengar nama Humanity First ada sebagainorang yang tidak mau menerima bantuan yang diberikan tapi jumlah yang tidakmau menerima sedikit justru mayoritas memberi sambutan yang positif. Bahkanada yang menangis ketika Ahamdiyah membagikan alat pelindung diri padahaldia orang yang sangat menentang adanya Ahmadiyah. orang itu mengatakanwalaupun Ahmadiyah sudah mengalami persekusi tapi mereka masih maumemberikan bantuan kepada orang yang melakukan persekusi tersebut. Karenamereka tidak pernah mendapat fasilitas tersebut dari pusat kesehatan yang adadisana. Jadi dengan melakukan niat baik tersebut merupakan jembatan supayaorang tidak memberikan stigma negatif kepada ahmadiyah.
3. Apakah Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang berada disini pernahmengalami diskriminasi yang ditujakan JAI sendiri
Kalau sekarang tidak ada, kalau pun pernah mengalami sikap diskriminasitidak separah yang dialami oleh Jamaah Ahmadiyah yang berada di daerah, yangsampai sekarang masih dipersekusi misalnya, di depok, Disini juga pernah dipersekusi tapi sudah lama sekali dan itu hanya sekedar didemo aja tidak sampaimelakukan tindak anarkis seperti didaerah, karena di Jakarta sendiri ring satu, jadikalaupun ada polisi langsung turun.
Dulu ada sekelompok orang yang pernah melakukan demo disini cumasudah dicegah oleh Polisi terlebih dahulu. kalau di daerah sampai ditutup, dibakar,dirubuhkan seperti kejadian di Manislor, Cianjur. Sedangkan di sini hanyapenyegelan Masjid saja.
Jadi adanya persekusi it awalnya dari ormas kemudian mereka menekanPemerintah Kota lalu dari Pemerintah Kota yang melakukan eksekusi. Kalaudahulu pola penyerangannya Ormas langsung turun jadi sehingga merekamendapat kesan negatif dengan cara yang dilakukan, sedangkan sekarang merekamendatangi ke Pemerintah/ Walikota kemudian mengadakan audensi danmenekan pemerintah untuk melakukan penutupan cabang tersebut. Jadi dengancara tersebut merupakan cara yang efektif bagi mereka untuk menyerangAhmadiyah, karena dengan begitu yang kami lawan bukan Ormas akan tetapiPemerintah Kota sekalipun regulasi yang berlaku sikapnya inkonstitusional cumatetap jalan yang dihadapi berliku.
4. Kira-kira menurut Bapak Perbedaan Antara JAI dengan GAI itusendiri apa?
JAI adalah sumber pertama Ahmadiyah di Qadian, sedangkan Gai bagiandari Ahmadiyah kemudian memisahkan diri menjadi Ahmadiyah Lahore, tidak
ada perbedaan yang mendalam dari kedua golongan ini, jadi dari sisi sejarah lebihdari kekecewaan dari sisi organisasi, jadi waktu pemilihan khalifah di zamankhalifah kedua, yang menjadi pimpinan Ahmadiyah Lahore merasa tidak puaskarena harusnya yang dipilih pimpinan Ahmadiyah Lahore, sedangkan yangdipilih adalah Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, yang saat itu berusia 24 tahun.
Dalam prakteknya agak berbeda bahwa mereka memahami khalifah-khalifah Ahmadiyah yang sekarang tidak sah menurut mereka dan strukturnyabukan lewat khalifah tapi lewat anjuman seperti organisasi besar lainnya. Merekajuga meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai Guru/ Mujadid.
5. Upaya yang dilakukan JAI, jika mengalami persekusi dari pihakluar?
Masyarakat yang tinggal lama disekitar sini disini tahu bahwasanya inimerupakan bangunan yang dimiliki Ahmadiyah, disamping itu bangunan tersebutsudah lama berdiri disekitar tempat tersebut, tapi bagi orang-orang pendatangyang baru mengetahui bahwa bangunan ini merupakan tempat berkumpulnyakami ada yang melihat kami dari bentuk gestur, termasuk dulu waktu ada demodisini dengan tujuan untuk menghentikan kegiatan kami. Akan tetapi dalang darisemua itu bukan berasal dari warga sini melainkan warga luar (FPI) akan tetapi dytidak langsung kesini melainkan dengan mempengaruhi DKM masjid disekitarsini. Setelah kejadian itu, Kemudian kami berupaya membangun komunikasidengan baik dengan DKM Masjid setempat barulah setelah itu tidak ada lagikeributan.
Hubungan komunikasi kami dengan masyarakat sekitar masih terjalindengan baik dan kami juga rutin dalam mengadakan bakti sosial kepadamasyarakat sekitar misalnya sembako murah, pengobatan, di gedung serba gunayang ada disebelah Masjid. Bisa jadi karena disekeliling kami tidak terlalu banyakjadi, yang tinggal mungkin tidak terlalu peduli atas keberadaan Ahmadiyah disini.
Wawancara dengan Bapak Burhan, Bapak Waryo, dan Ibu Eli.
1. Bagaimana hubungan masyarakat dengan Jamaah AhmadiyahIndonesia?
Baik sekali, bahkan keberadaan mereka disini cenderung menimbilkandampak positif dari pada negatifnya.
2. Apakah ada aktifitas/ kegiatan Jamaah Ahmadiyah yang meresahkanwarga?
Tidak ada, mereka sering mengadakam kegiatan sosial dengan wargasekitar, bagaimana itu bisa disebut meresahkan warga.
3. Bagaimana pandangan bapak/ibu terkait kegiatan sosial yangdilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia?
Sangat senang sekali, karena dengan situasi pandemi seperti sekarang kegiatanyang mereka adakan sangat membantu warga sekitar, ditambah warga punmenuggu bantuan dari pemerintah yang tak kunjung datang.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
Foto Bersama Bapak Djusmansyah Selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat
Pembagian Sembako kepada warga
Pembagian Hand Sanitaizer
Pembagian Bantuan Kepada Warga Sekitar
Kegiatan Donor Darah dalam Gerakan Donor Darah Nasional, diGedung RahmatAli Jakarta Pusat
Pembagian Takjil pada warga sekitar di Jalan Balikpapan I/10
Anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat
Menanam Tanaman Hidroponik bersama ibu-ibu Pkk RW 06
Persiapan Baksos
top related