rencana program kelurahan dulalowo gorontalo print
Post on 07-Aug-2015
171 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS PROMOSI KESEHATAN LINGKUNGAN
RENCANA PROGRAM KPP/COMBIDALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK
DI KELURAHAN DULALOWOKECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO
OLEH
SAFRUDIN TOLINGGI(101214353004)
UNIVERSITAS AIRLANGGAFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
SURABAYA2012
Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo
I.1 Identifikasi geografis
a. Lokasi
Batas wilayah Kelurahan Dulalowo:
Utara : Kecamatan Kota Utara
Selatan : Kecamatan Kota Selatan
Barat : Kecamatan Dungingi dan Kota Barat
Timur : Kecamatan Kota Utara
Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Gorontalo,
dengan luas wilayah 307,125 km2, terdiri dari 6 kelurahan, 36 RW, 136 RT, dengan jarak
dari ibukota Kota Gorontalo ± 6 km.
Letak geografis Kecamatan Kota Tengah Terletak pada 00º 28' 17" - 00º 35' 56" Lintang
Utara dan 122º 59' 44" - 123º 05' 59" Bujur Timur dengan batas wilayah
b. Iklim
Iklim tropis dengan suhu rata-rata 28 derajat celcius
I.2 Bisnis dan perdagangan
a. Agrikultural
Tidak terdapat kegiatan agricultural dalam wilayah ini.
b. Industri
Di kelurahan ini hanya terdapat industry rumah tangga dan tidak terdapat industri berskla
besar
c. Perkebunan, peternakan, dan perikanan
Karena masuk dalam wilayah kota gorontalo maka tidak ada kegiatan perkebunan,
maupun peternakan dan perikanan
I.3 Karakteristik Demografi
Jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah 20.605 Jiwa dan jumlah KK adalah 5499
KK, dengan jumlah masyarakat miskin 4919 jiwa, jumlah KK miskin 1120 jiwa, jumlah
peserta Askes Sosial 5507 jiwa, Ibu Hamil 567, Ibu Menyusui/Bersalin 536, Bayi 0 – 1 thn
515 Anak Balita 1 – 5 thn 2061 orang.
a. Struktur mata pencaharian
Ciri khas suatu kota adalah kondisi struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor
perdagangan dan jasa. Untuk Kecamatan Kota Tengah struktur perekonomiannya didominasi
oleh sektor perdagangan yang kemudian diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi serta
jasa-jasa lainnya.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan formal : tamat SD/sederajat 10%, tamat SLTP/sederajat 10%, tamat
SLTA/sederajat 20%, sarjana 50%, dan pascasarjana 10%,
c. Tingkat pendapatan dan kemiskinan
Pendapatan penduduk bervariasi tergantung jenis pekerjaan penduduk.Masih banyak
penduduk yang tergolong miskin dengan pendapatan rendah dan mata pencaharian utamanya
adalah sebagai pedangang kecil.
I.4 Struktur sosial dan politik
a. Struktur pemerintahan
Struktur Pemerintahan dikepalai seorang Lurah dengan perangkat Kelurahan meliputi
sekretaris, kepala seksi, kepala urusan, kepala RT dan RW. Administrasi pemerintahan
meliputi administrasi umum, administrasi penduduk dan administrasi keuangan.
b. Sistem pendidikan
Sistem pendidikan di kelurahan ini adalah pendidikan formal dengan lembaga TK, SD,
SLTP, SLTA..
c. Kegiatan agama
Kegiatan agama tidak rutin dilaksanakan kecuali pada hari-hari besar keagamaan
seperti hari raya idul fitri, dll.
d. Lembaga kemasyarakatan
Lembaga yang ada di masyarakat antara lain RT, RW, PKK, Koperasi, dan
Posyandu.Lembaga kemasyarakatan yang aktif/ yang sering dimanfaatkan warga yaitu
posyandu, dan koperasi.
I.5 Status Kesehatan
a. Statistik vital
Tidak ada data valid
b. Morbiditas
1. Penyakit menular : penyakit menular dengan spektrum luas TBC, ISPA, malaria,
DBD.
2. Penyakit tidak menular : gangguan mata, antara lain kelainan refraksi, katarak,
glukoma,kelainan kornea,dan penyakit mata lainnya, serta penyakit pada telinga
seperti infeksi telinga tengah dan infeksi mastoid
c. Faktor Perilaku
1. Perilaku manajemen pembuangan limbah baik limbah cair (rumah tangga) dan limbah
padat/sampah masih buruk. Untuk sampah domestic telah dibuat parit di depan rumah
warga, Walaupun telah di buatkan parit-parit di depan rumah warga tetapi masih
banyak yang membuang limbah cair hasil rumah tangga yang dibuang sembarang
tempat..
2. Kesadaran masyarakat mengenai posyandu (imunisasi) selama ini sudah meningkat
dan mulai sadar betapa pentingnya posyandu. Setiap ada informasi mengenai adanya
imunisasi, warga berbondong-bondong ke tempat posyandu.
d. Harapan hidup
Tidak ada data valid.
e. Sistem kesehatan
Sistem kesehatan di Kelurahan Dulalowo gratis
I.6 Sistem Kesehatan
a. Tenaga professional kesehatan formal yang diakui
Masyarakat sudah menggunakan tenaga kesehatan (perawat dan bidan) untuk
pertolongan ibu bersalin dan pemeriksaan ibu hamil di bidan (posyandu) serta tenaga
fungsional tetapi ada beberapa yang masih mempercayai dukun beranak. Untuk
penyakit-penyakit yang masih sederhana, sebagian besar warga masih berobat di dukun-
dukun/ paranormal. Terdapat puskesmas sebagai pendukung kesehatan warga.
b. Tenaga professional non formal : masih terdapat dukun beranak dan dukun-dukun
yang lain.
c. Hubungan kerja sama
Terjalin kerja sama yang baik antara tenaga kesehatan dan masyarakat untuk
menjaga kesehatan, seperti kerja sama PKK dengan penyuluhan dan pemeriksaan
kesehatan setempat.
d. Sistem rujukan kesehatan
Sistem rujukannya melalui puskesmas langsung ke rumah sakit kota. Kebanyakan
rujukan ditujukan ke rumah sakit provinsi lain misalnya ke Sulawesi Selatan maupun
utara karena belum adanya rumah sakit provinsi di Gorontalo.
I.7 Community Assistance System
Sistem bantuan yang diandalkan adalah bantuan dari pemerintah daerah.Selain itu
bantuan juga diperoleh dari perusahan yang bergerak di bidang pertambangan yaitu PT.
Gorontalo Mineral langsung tanpa melalui pemerintah Kota.Misalnya kegiatan pendidikan,
keagamaan, kesehatan dan lain-lain tetapi tidak rutin.
PERENCANAAN PROGRAM
I. LATAR BELAKANG
Kelurahan Dulalowo merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di Kecamatan
Kota Tengah Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo. Mayoritas utama mata pencaharian
penduduknya adalah sebagai pegawai negeri sipil maupun pegawai swasta yang sebagian
besar lulusan merupakan lulusan sarjana, namun pengetahuan serta perilaku dalam
pengelolaan sampah dan penanganan limbah rumah tangga masih kurang. Sebagian besar
warga setempat masih membuang sampah di sembarang tempat khususnya di drainase yang
dibuat pemerintah sehingga akan menyebabkan genangan air sehingga menyebabkan banjir.
Selain itu juga dapat mengganggu estetika dan akan menjadi tempat bersaranganya vektor
penyakit. Peran serta pemerintah dalam pengelolaan sampah dianggap masih sangat kurang
misalnya dalam pengadaan sarana sanitasi lingkungan dan kegiatan penyuluhan tentang
pengolahan sampah masih kurang sehingga akan berimplikasi pada kesehatan manusia,
lingkungan serta sosial ekonomi.
Dari masalah sampah yang mengakibatkan genangan air yang menjadi tempat
hidupnya vektor menimbulkan masalah penyakit demam berdarah yang semakin meningkat.
Sampai saat ini Demam Berdarah Dengue masih tetap menjadi masalah kesehatan
masyarakat dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis disebagian wilayah di
Indonesia. Dari tahun ketahun angka kejadian dan daerah terjangkit terus meningkat serta
sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa.
Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan terutama dengan kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-
Mengubur). Kegiatan PSN telah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1992 dan pada
tahun 2002 dikembangkan menjadi 3M Plus, dengan cara menggunakan larvasida,
memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Berbagai upaya penanggulangan tersebut
belum menampakkan hasil yang diinginkan. Salah satu penyebab tidak optimalnya upaya
penanggulangan tersebut karena belum adanya perubahan perilaku masyarakat dalam upaya
PSN.
Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam
pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai
protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa
dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja
Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN 3M Plus) dan Peningkatan profesionalisme pelaksana program.
Untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD, pada
tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu Komunikasi Perubahan
Perilaku/KPP (Communications for Behavioral Impact /COMBI), tetapi beberapa negara di
dunia seperti negara Asean ( Malaysia, Laos, Vietnam), Amerika Latin (Nikaragua, Brazil,
Cuba) telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik. Di Indonesia sudah
diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan memberikan hasil yang baik.
Pendekatan ini lebih menekankan kepada kekompakan kerja tim, yang disebut sebagai
tim kerja dinamis. Perumusan dan penyampaian pesan, materi dan media komunikasi
direncanakan berdasarkan masalah yang ditemukan oleh masyarakat dengan cara
pemecahan masalah yang disetujui bersama.
Diharapkan dengan pendekatan KPP/COMBI ini, perubahan perilaku masyarakat
kearah pemberdayaan PSN dapat tercapai secara optimal. Serta diharapakan dapat menjadi
suatu upaya program intervensi dalam menekan tingginya insiden DBD.
II. TUJUAN UMUM
Untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD
III. TUJUAN PERILAKU YANG DIHARAPKAN
Program Tujuan Parameter Keberhasilan Alat
verifikasi
Target waktu
Pendidikan dan
Promosi kesehatan
khususnya dalam
PSN, yaitu dengan
Mengadakan
pelatihan KPP/
COMBI sebagai
salah satu
pendekatan dalam
PSN
Diharapakan
masyarakat mampu
mengenal,
menjelaskan dan
melaksanakan
pelatihan KPP/
COMBI dalam PSN-
DBD
90% dari masyarakat
yang menjadi peserta
pelatihan mampu
mampu mengenal,
menjelaskan dan
melaksanakan
pelatihan KPP/
COMBI dalam PSN-
DBD.
Pra dan
post test
Pada saat
pelaksanaan
penyuluhan
Teraplikasikannya
perilaku masyarakat
dalam memberantas
sarang nyamuk
Indikator :
meningkatnya angka
rumah bebas jentik
Survey ≤ 5 bulan pasca
program dimulai
Pelatihan
mengidentifikasi
vektor
Setelah mengikuti
pembelajaran peserta
mampu menjelaskan
vektor penular DBD
kepada orang lain
maupun tetangganya
Semua warga
Kelurahan Dulalowo
Survey ≤ 5 bulan pasca
program dimulai
Informasi kebijakan
nasional, pokok-
pokok kegiatan serta
strategi program
pengendalian
penyakit DBD dan
situasi terkini DBD.
Peserta latih mampu
menjelaskan
kebijakan
nasional, pokok-
pokok program
pengendalian
penyakit DBD dan
situasi terkini DBD
Teroptimalisasi upaya
pemberdayaan
masyarakat dalam PSN
DBD
Observasi
wawancara
≤ 2 bulan
program dimulai
Advokasi pada
pemerintah
kabupaten dan
kecamatan
Teralokasikannya
dana bantuan dalam
pengadaan fasiilitas
pelatihan
Observasi
wawancara
≤ 1 bulan
program dimulai
IV. ANALISA SITUASI DAN PROGRAM
A. PENDEKATAN COMBI/KPP
B. SEGMENTASI KHALAYAK SASARAN
• KhalayakSasaran Primer
– sasaran pokok
– mereka yg akan melaksanakan kebiasaan atau perilaku baru yg diharapkan (Ibu R.T,
Petugas kebersihan/pelayan,penjaga sekolah,murid)
• KhalayakSasaran Sekunder
– sasaran antara
– mereka yg mempunyai pengaruh terhadap khalayak sasaran primer( mis. ptgs kshtn,
tkh masyr.formal&non-formal, guru, kepala-keluarga)
• KhalayakSasaran Tersier
– sasaran penunjang
– mereka yg turut menentukan keberhasilan program, seperti pengambil keputusan,
penyandang dana & orang/institusi yg berpengaruh atas keberhasilan program
C. TATANAN
• Dimana seseorang menjalani kehidupannya sehari-hari, seperti: makan, minum, tidur,
bekerja, belajar, bermain, bercinta, memberi & menerima kasih sayang, bercengkrama,
bercanda, berolah raga, dengan berkualitas
• Kita ber COMBI/KPP ria di tatanan :
– Rumah tangga
– sekolah/institusi/pendidikan
– Tempat kerja
– Tempat tempat umum
– Sarana kesehatan/RS & institusi lainnya,termasuk POSYANDU atau UKBM lainnya
D. 15 LANGKAH PERENCANAAN COMBI/KPP
( Versi WHO-Jenewa)
1. Membentuk suatu Tim Perencana yang anggotaanggotanya MULTIDISIPLINER
2. Menetapkan Tujuan Perilaku Awal
3. Merencanakan & Melaksanakan Kajian/Survey/Riset Formatif,
4. Upayakan umpan-balik dari kajian Formatif,
5. Menganalisis, menentukankan prioritas & menetapkan Tujuan Perilaku definit/final,
6. Mensegmentasi Khalayak Sasaran,
7. Mengembangkan Strategi,
8. Mem-Pre-Test Perilaku, Pesan & Materi,
9. Mendisain Sistem Pemantauan/Monitoring,
10. Memperkuat/meningkatkan keterampilan Staf,
11. Mendisain & Menetapkan Sistem utk mengkelola & membagi informasi
12. Menyusun Struktur Program,
13. Menyusun Rencana Pelaksanaan Strategis,
14. Mempertimbangkan pembiayaan/anggaran,
15. Melaksanakan Uji-coba daerah Pilot & merevisi Rencana Pelaksanaan Strategis
E. PROSES MENDISAIN COMBI:
“10 LANGKAH UTK.MENDISAIN PERENCANAAN COMBI”
1. Tetapkan Latar-belakang & Tujuan Umum
2. Tetapkan Tujuan Perilaku yg.diharapkan
3. Laksanakan Analisa Situasi Pasar, untuk memastikan tujuan perilaku yang sesuai/tepat:
Keadaan sekarang(tkt.pengetahuan, sikap,perilaku sekarang, kecenderungan
perilaku);Segmentasi Pasar (sasaran,segmen prioritas pasar,Force field analysis,SWOT
analysis,Keinginan/kebutuhan /harapan konsumen, Biaya/cost;Kenyamanan
(DILO/MILO:Day/Moment in life of),Positioning(persepsi posisi mental berdasarkan
TOMA/Top Of the Mind,Pesaing(alternatif perilaku/pelayanan yg.ditawarkan,termasuk
uji terhadap.”Tidak melakukan apa-apa” & TAC/Take A Chance option,
MS.CREFS,kajian lebih lanjut,program pendahuluan seperti pelatihan staf
4. Sajikan seluruh strategi untuk mencapai Tujuan Perilaku yg.telah ditetapkan
• Pastikan-ulang Tujuan Perilaku
• Tetapkan Tujuan Komunikasi
• Garis-besar/rancangan Strategi Komunikasi dgn.memanfaatkan “Bintang” Bauran
Aksi Komunikasi
5. Sajikan Rencana Aksi COMBI :Rinci secara spesifik Rencana Aksi Komunikasi
sehubungan dengan “Bintang” Bauran Aksi Komunikasi
6. Manajemen:Uraikan struktur manjemen pelaksanaan Rencana COMBI
7. Monitoring: Uraikan bagaimana kemajuan pelaksanaan dipantau
8. Kajian Dampak: Uraikan bagaimana dampak perilaku dikaji
9. Penjadwalan: Sediakan kalender/ jadwal waktu/Rencana Aksi Kegiatan
10. Pembiayaan : Sajikan pembiayaan/budget, yang terintegrasi.
F. DIAGNOSIS MASALAH
Timbulnya penyakit serta tidak indahnya lingkungan itu disebakan oleh kurangnya
kesadaran warga untuk memanagemen lingkungan untuk selalu sehat dan bersih.Dari
diagnosis communnitas diatas ada beberapa masalah yang bersangkutan dengan kesehatan
lingkungan yaitu masalah sampah dan managemen pengelolaan tinja yang masih kurang
baik.Selain itu kelengkapan alat kesehatan di puskesmas masih belum memadai sehingga
diperlukan adanya kontribusi dari pemerintah dan pihak-pihak pemerhati serta semua
stakeholders. Apabila masalah tersebut terus dibiarkan tanpa ada upaya intervensi maka
angka kejadian penyakit akan terus meningkat.Semua masalah tersebut disebabkan oleh
kurangnya kesadaran masyarakat, lingkungan yang kurang sehat, dan kurang aturan (policy)
dari pemerintah setempat, sehingga diperlukan suatu tindakan.
G. ANALISIS SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threatness )
Strength Weakness
1. Tidak terdapat industri besar
2. Terdapat Perusahaan yang
membantu kekurangan warga
3. Kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya imunisasi meningkat
4. Tingkat pendidikan masyarakat
yang mayoritas merupakan lulusan
sarjana
1. Iklim yang panas
2. Kurangnya peran serta tokoh agama
3. Kurangnya fasilitas puskesmas
4. Minimnya tenaga dokter spesialis
5. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai
sarana sanitasi yang baik
6. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
vektor penyakit DBD maupun malaria yang
mengancam masyarakat di musim penghujan
7. Masyarakat masih percaya dukun
Opportunity Threatness
Adanya system kesehatan, pendidikan
gratis
1. Banjir
2. Timbulnya berbagai penyakit akibat perilaku dan
sarana sanitasi yang kurang baik misalnya DBD,
dan penyakit malaria.
3. Kurangnya fasilitas di puskesmas menyebabkan
kurang efektifnya pelayanan kesehatan
V. STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN
Kegiatan/program utama yang ingin dicapai terkait dengan COMBI. Ada beberapa
rangkaian kegiatan yang mendukung program tersebut yaitu :
a) Pendekatan kepada suatu kelompok masyarakat baik dalam tingkat RT maupun RW:
sosialisai/penyuluhan (DBD, vektor penyebab, menentukan langkah dalam memilih
perilaku sasaran, serta memilih cara pemberantasan) dari nara sumber (dinas kesehatan
setempat maupun para ahli) yang diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam
aktualisasi program yang akan dibuat. Sehingga suatu kelompok masyarakat mendapat
pengetahuan COMBI sebagai pendekatan dalam memberantas sarang nyamuk. Media
promosi kesehatan : pamflet, leaflet, poster dll
b) Pelatihan Mengidentifikasi vektor: diharapkan suatu kelompok masyarakat mampu
mengidentifikasi vektor DBD sehingga PSN dapat berjalan optimal, selain itu masyarakat
diharapkan mampu menjelaskan dan menginformasikan dengan menggunakan media-
media yang mereka buat untuk menginformasikan ciri-ciri jentik vektor dan cara
pemberantasannya
c) Pendekatan yang dilakukan untuk tercapainya program
a) Advokasi : teraktulisasi dalam bentuk aturan/kebijakan yang sifatnya memaksa dari
pihak pemerintah setempat. Tidak hanya aturan/kebijakan yang diinginkan tetapi
aspek materil/dana sangat diperlukan.
b) Social Support (dukungan sosial) : melibatkan tokoh masyarakat (TOMA) dan tokoh
agama (TOGA) yang paling berpengaruh. Selain itu juga, dukungan sosial dari
komponen pemerintah setempat sangat dibutukan. Dalam hal ini yang terkait adalah
dinas kesehatan.
d) Strategi program pengendalian penyakit DBD dan situasi terakhirnya: Masyarakat
diharapkan mampu menentukan strategi upaya pengendalian penyakit DBD secara
mandiri sehingga secara tidak langsung terjadinya program pemberdayaan masyarakat
dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk
VI. RENCANA AKSI
Perencanaan Kegiatan Inti Program Pengelolaan Sampah secara benar untuk
mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD di Kelurahan Dulalowo
No. Nama Kegiatan Sasaran Metode Media dan alat
Kriteria Evaluasi
1. Pelatihan KPP/
COMBI sebagai
salah satu
pendekatan dalam
PSN
Kader, perangkat desa, dan masyarakat
Ceramah, diskusi
Lembar pre dan post test, LCD, doorprize
90% dari masyarakat yang menjadi peserta pelatihan mampu mampu mengenal, menjelaskan dan melaksanakan pelatihan KPP/ COMBI dalam PSN-DBD.
2. Pelatihan
mengidentifikasi
vektor
Kader, toma, masyarakat
Ceramah, diskusi, simulasi
LCD , Poster, leaflet
90 % warga
Kelurahan Dulalowo
dapat mengidentifikasi
vektor
3. Informasi kebijakan
nasional, pokok-
pokok kegiatan
serta
strategi program
pengendalian
penyakit DBD dan
situasi terkini DBD.
Kader, toga, toma, masyarakat
Demo, diskusi LCD, Poster, leaflet
90 % Peserta latih
mampu menjelaskan
kebijakan
nasional, pokok-pokok program pengendalian penyakit DBD dan situasi terkini DBD
VII. STRUKTUR MANAJEMEN PELAKSANAAN RENCANA COMBI
VIII. MONITORING
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dan kontinyu untuk
mengetahui kemajuan pelaksanaan (target) program Communication For Behavioural Impact.
a) Mengetahui Kemajuan Perubahan Secara Fisik dengan menggunakan peta sosial
1. Apakah masih ada warga yang membuang sampah di sembarang tempat (sungai,
tanah lapang dll)
2. Apakah ada penambahan sarana sanitasi (bak sampah) di sekolah, di kantor-kantor
pemerintah dan di tempat-tempat umum.
3. Apakah dalam waktu ± 5 bulan setelah program berjalan, apakah masih ada
sampah-sampah atau kontener-kontener yang berserakan yang menjadi tempat
perkembang biakkan vektor.
4. Apakah TPS (Tempat Pembuangan Sementara) selalu dimanfaatkan warga dan
selalu di tutup agar tidak ada genangan air yang menjadi tempat perkembang
biakkan nyamuk
5. Apakah masih ada saluran drainase yang tersumbat akibat sampah yang dibuang
sembarangan
b) Evaluasi Perubahan Perilaku Secara Partisipatif
1. Apakah warga sudah membuang sampah pada tempatnya
2. Apakah warga bisa mengidentifikasi vektor DBD dan mulai mengetahui cara
memutuskan daur hidup vektor DBD yang efisien, efektif serta ramah lingkungan.
3. Apakah warga sudah mengaplikasikan pelatihan yang sudah dilakukan
4. Apakah warga sering memantau perkembangan jumlah sarang nyamuk di rumah
maupun dilingkungan tempat tinggalnya serta melakukan kegiatan PSN dan masih
melakukan kegiatan 3M
5. Apakah warga melakukan suatu proses pemberdayaan masyarakat misalnya
pemberdayaan kelompok masyarakat lain dalam melakukan PSN melalui kegiatan
promosi secara persuasif dan berkesinambungan
6. Apakah warga mampu secara mandiri menentukan strategi pemberantasan sarang
nyamuk.
IX. KAJIAN DAMPAK
Merupakan evaluasi pada tahap akhir pelaksanaan program yang biasanya akan dapat
dilihat setelah kurang lebih 5 tahun program berjalan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah
Apakah ada peningkatan derajad kesehatan masyarakat di Kelurahan Dulalowo setelah
pelaksanaan program?
X. PENJADWALAN
XI. PEMBIAYAAN
1. Bantuan dari perusahaan dan pemerintah
2. Iuran warga
XII. Teori
Terdapat beberapa teori berkaitan dengan perubahan perilaku, baik perilaku secara
umum maupun dalam aspek kesehatan Berdasarkan permasalahan yang ada di kelurahan
Dulalowo yaitu masalah tingginya penyakit berbasis lingkungan seperti penyakit DBD
sehingga memerlukan suatu program yang efektif dalam menekan tingginya angka kejadian
DBD namun dengan cara memberdayakan suatu kelompok masyakarat dalam proses PSN.
Program intervensi yang dinilai mampu memberdayakan suatu kelompok masyarakat yaitu
dengan COMBI/KPP. Maka teori perubahan perilaku yang dinilai sesuai untuk dijadikan
sebagai salah-satu landasan dalam penyusunan rencana program antara lain:
Teori S-O-R( Stimulus-Organisme-Respons )
Perubahan perilaku didasari oleh adanya stimulus, organisme dan respons. Perubahan
perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau memperbanyak rangsangan (stimulus).Oleh
sebab itu, perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran (learning process).Materi
pembelajaran adalah stimulus.Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:
a. Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak
b. Apabila diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami) stimulus.
c. Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:
1) Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)
2) Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice)
Teori ini menunjukkan bahwa respone yang timbul pada organisme akan sangat
dipengaruhi oleh stimulus yang diterimanya. Maka oleh karena itu, stimulus yang diberikan
seharusnya bersifat konsisten dan terus-menurus hingga perubahan yang diharapkan dapat
terwujud. Bahkan ketika perubahan perilaku tersebut tercapai, stimulus harus tetap diberikan
sebagai salah-satu bentuk monitoring. Adapun proses perubahan perilaku berdasarkan teori
S-O-R yaitu :
a. Adanya stimulus (rangsangan), rangsangan yang diberikan harus melalui proses
pembelajaran, dan materi pembelajaran inilah yang dimaksud sebagai stimulus,
stimulus ini dapat diterima oleh organisme ataupun sebaliknya ditolak. Dalam
mengatasi permasalahan buruknya aplikasi PHBS warga Kelurahan Dulalowo,
diperlukan adanya pendidikan kesehatan bagi warga sebagai stimulus untuk terjadinya
learning process. Pendidikan kesehatan yang diberikanpun sifatnyatidaklah incidental
melainkan periodic dan berkesinambungan. Hal ini dalam mendukung learning
process bagi masyarakat untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan
kesadaraan akan pentingnya PHBS terutama dalam permasalahan ini yang berkaitan
dengan sanitasi lingkungan. Untuk itu pendidikan yang diberikan tidak hanya dapat
dalam bentuk penyuluhan pada waktu-waktu tertentu saja, namun stimulus ini dapat
terus diberikan pada warga melalui media lain seperti pamflet, leaflet, poster dll.
Stimulus pendidikan ini dapat rutin diberikan melalui stakeholders yang telah dibentuk
di Kelurahan Dulalowo atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang ada, ataupun
tokoh-tokoh masyarakat. Sehingga secara tidak langsung pendidikan dapat diberikan
secara periodic.
Adapun yang dimaksud dengan berkesinambungan ialah adanya tingkatan
dalam materi pendidikan kesehatan yang diberikan. Pada awalnya warga diberikan
pemahaman terlebih dahulu akan pentingnya PHBS secara umum, untuk kemudian
dispesifikan dalam aspek sanitasi lingkungan, sebagai salah-satu factor utama dalam
kejadian dan penyebaran penyakit infeksi yang ada. Untuk selanjutnya stimulus yang
diberikan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan namun juga keterampilan
warga, yaitu dengan mulai memberikan keterampilan berupa pelatihan-pelatihan
dalam mengelola dan mengolah limbah kotoran yang menjadi sumber utama kejadian
penyakit.
b. Stimulus/rangsangan yang diberikan dalam bentuk pendidikan kesehatan ini memiliki
dua kemungkinan dalam disikapi oleh warga. Diterima ataupun ditolak. Apabila
diterima maka warga akan memberikan perhatian khususterhadap masalah ini,
sehingga dari pendidikan yang didapat diharapkan akan timbul kesadaran warga akan
pentingnya PHBS terkhusus sanitasi lingkungan.
c. Organisme yang dalam hal ini ialah warga kelurahan Dulalowo, yang setelah
menerima dan memahami pendidikan yang diberikan selanjutnya akan mengolah
pengetahuan yang telah dimilikinya.Maka dari proses inilah pada akhirnya akan
menghasilkan kesediaan untuk mengaplikasikan pendidikan kesehatan yang telah
didapatkan dalam kehidupannya sehari-hari. Diawali dengan adanya langkah awal
untuk selanjutnya menjadikan sebagai sebuah kebiasaan sebagai wujud dari perubahan
perilaku.Jika sebelumnya warga tidak menaruh perhatian terhadap kebersihan
lingkungan, maka dengan adanya perubahan perilaku kearah yang lebih baik sehingga
warga menjadi lebih peduli dan menerapkan dalam tindakan nyata. Namun tentunya
perubahan perilaku ini harus didukung pula dengan fasilitas yang ada. Sehingga
masyarakat tidak hanya sekedar mau dan sadar namun juga mampu untuk melakukan
perubahan itu.
Teori Kognitif Sosial
Terdapat 6 konsep dalam teroi kognitif sosial :
a. Reciprocal Determinism (timbal balik)
Konsep ini menunjukkan adanya interkasi dinamis, sehingga menimbulkan hubungan
timbal balik antara tiga faktor, yaitu perilaku (B), faktor kognitif dan personal (P), dan
pengaruh lingkungan (E), yang masing-masing berperan secara mandiri sebagai faktor
penentu bagi faktor-faktor lainnya.Besar pengaruh dari masing-masing faktor ini pun
bervariasi dalam kekuatannya.Perilaku manusia merupakan hasil interaksi timbal-balik antara
peristiwa eksternal dan faktor-faktor personal seperti kemampuan genetiknya, kompetensi
yang dipelajarinya, pikiran reflektif dan inisiatifnya. Interaksi antara ketiga faktor ini yang
akan berpengaruh terhadap perilaku yang tampak dari seseorang. Maka, dalam perencanaan
perubahan perilaku terhadap suatu komunitas masyarakat harus memperhatikan ketiga faktor
ini.Bukan hanya dari individu masyarakat itu sendiri, namun juga perlunya
intervensi/treatment terhadap lingkungan, baik lingkungan dimana masyarakat tersebut
tinggal maupun lingkungan sekitarnya.
b. Behavioral capability(kemampuan berperilaku)
Termasuk di dalamnya yaitu pengetahuan serta keterampilan, dua hal yang akan
mempengaruhi perilaku yang akan ditampakkan oleh individu. Sehingga untuk melakukan
perubahan terhadap perilaku individu ataupun masyarakat, hal yang harus diubah lebih awal
ialah pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh individu tersebut.
c. Expectations (harapan)
Merupakan hasil yang akan didapatkan dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan.
Sehingga model harapan positif menjadi strategi dalam mendapatkan potensi perubahan.
d. Self-efficacy
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan individu untuk
menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dipunyainya untuk menampilkan
perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut dengan self-efficacy atau efikasi diri(Bandura,
1977a), dan hal ini dipandang sebagai sebuah factor yang paling penting dalam perubahan
perilaku. Keyakinan efficacy juga turut menentukan berapa besar usaha yang harus dilakukan
dan berapa lama orang dapat bertahan dalam menghadapi kegagalan dan kesulitan.Keyakinan
yang kuat tentang self-efficacy dapat memperkuat daya tahan orang bila menghadapi tugas
yang sulit.Di samping itu, keyakinan efficacy mempengaruhi pikiran dan perasaan orang.
Empat sumber informasi yang penting untuk self-efficacy adalah:
1) Pengalaman melalui perbuatan langsung (enactive attainment)
2) Pengalaman tak langsung (vicarious experience)
3) Persuasi verbal (verbal persuasion) dan
4) Keadaan fisiologis (physiological state).
Setiap metode perlakuan dapat dipergunakan dengan satu atau lebih dari sumber-
sumber ini.Strategi untuk meningkatkan self-efficacymeliputi: menetapkan tujuantambahan,
adanya pengaruh olehperilakuindividu lain (kontrak formal, dan penghargaan), monitoring
serta adanya penguatan terhadap individu tersebut dari orang lain.
e. Observational learning (modeling)
Fungsi Observational Learning adalah sebagai berikut:
1) Modelling dapat mengajari observer keterampilan dan aturan-aturan berperilaku.
2) Modelling dapat menghambat ataupun memperlancar perilaku yang sudah
dimiliki orang.
3) Perilaku model dapat berfungsi sebagai stimulus dan isyarat bagi orang untuk
melaksanakan perilaku yang sudah dimilikinya.
4) Modelling dapat merangsang timbulnya emosi. Orang dapat berpersepsi danberperilaku
secara berbeda dalam keadaan emosi tinggi.
5) Symbolic modelling dapat membentuk citra orang tentang realitas sosial
karenamenggambarkan hubungan manusia dengan aktivitas yang dilakukannya.
Proses ObservationalLearning
Belajar mencakup pemrosesan informasi.Kekuatan modelling terletak pada
kemampuannya untuk mempengaruhi proses tersebut.Observational learning memerlukan
empat macam proses utama:
1) Proses memperhatikan (attention processes). Jika orang belajar melalui modelling,
maka mereka harus memperhatikan dan mempersepsi perilaku model secara tepat.
2) Proses retensi (retention processes). Agar efektif, modelling harus disimpan dalam
ingatan.
3) Proses produksi. Pada tahap tertentu, gambaran simbolik tentang perilaku model
mungkin perlu diterjemahkan ke dalam tindakan yang efektif.
4) Proses motivasi. Apakah orang mempraktekkan apa yang sudah dipelajarinya atau tidak,
tergantung pada motivasinya
f. Reinforcements (bantuan/penghargaan)
Merupakan bentuk tanggapan terhadap perilaku atau tindakan dari individu, baik
perilaku yang berubah ke arah yang lebih baik, maupun perilaku yang justru menjadi lebih
buruk. Pemberian reinforcements ini dapat berupa penghargaan ataupun insentif.
Table. Teori Kognitif Sosial (Social Kognitif Theory)
Konsep Definisi Stategi Potensial Untuk
Mengubah
Reciprocal
Determinism
Interaksi dinamis dari orang
(P), perilaku (B), dan
lingkungan (E) di mana
perilaku dilakukan
Mertimbangkan beberapa cara untuk
mempromosikan perubahan
perilaku, termasuk membuat
penyesuaian terhadap lingkungan
atau mempengaruhi sikap pribadi
Behavioral
capability
Pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan perilaku
tertentu
Promosikan penguasaan belajar
melalui pelatihan keterampilan
Expectations Hasil dari suatu perilaku Model positif hasil perilaku sehat
Self-efficacy Keyakinan pada kemampuan
seseorang untuk mengambil
tindakan dan mengatasi
hambatan
Pendekatan perubahan perilaku
dalam langkah-langkah kecil untuk
memastikan keberhasilan; lebih
spesifik tentang perubahan yang
diinginkan
Observational
learning(modeling
)
Perilaku akuisisi yang terjadi
dengan mengamati tindakan
dan hasil dari perilaku orang
lain
Menawarkan model-model peran
yang kredibel yang melakukan
perilaku yang ditargetkan
Reinforcements Tanggapan terhadap perilaku
seseorang yang meningkatkan
atau menurunkan
kemungkinan terjadinya
kembali
Promosikan diri diprakarsai
penghargaan dan insentif
Community Level (Level Masyarakat)
Inisiatif melayani komunitas dan populasi, bukan hanya berpusat pada individu
sebagai tolak ukur utama dari pendekatan kesehatan masyarakat untuk mencegah dan
mengendalikan penyakit. Tetapi dapat dilakukan pada level masyarakatnya misalnya institusi
pelayanan kesehatan, sekolah, tempat kerja, kelompok masyarakat, dan lembaga pemerintah.
Program promosi kesehatan yang komprehensif sering menggunakan teknik advokasi untuk
membantu mendukung perubahan perilaku individu dengan perubahan organisasi. Ada
beberapa kerangka kerja konseptual dalam melakukan intervensi di tingkat masyarakat :
Organisasi Masyarakat dan Model Partisipatif
Menekankan pada pendekatan berbasis masyarakat untuk menilai dan memecahkan
masalah kesehatan dan sosial.Berbagai organisasi yang terlibat dan berpartisiapasi dalam
perubahan perilaku masyarakat.
Teori Difusi Inovasi
Membahas bagaimana ide-ide baru, produk, dan praktek-praktek sosial terdistribusi
dalam sebuah organisasi, komunitas, atau masyarakat, atau dari satu masyarakat ke
masyarakat lain.
Teori Komunikasi
Menjelaskan bagaimana jenis komunikasi mempengaruhi perilaku kesehatan.
Precaution Adoption Model
Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat
memutuskan untuk mengambil tindakan, dan bagaimana seseorang menterjemahkan
keputusan menjadi tindakan. Adapun modelnya dapat dilihat dalam skema berikut ini:
Dalam penerapan COMBI pada masyarakat Dulalowo memperhatikan model ini.
Biasanya masyarakat cenderung tidak menyadari dampak negative dari permasalahan
lingkungan yang mereka hadapi, kecenderungan paradigma masyarakat yang selalu bertindak
ketika menyadari diri mereka sakit yang membuat status derajat kesehatan di Indonesia itu
rendah sehingga paradigma yang demikian harus di rubah.
Program COMBI yang dilaksanakan oleh puskesmas menitik beratkan pada
penguatan informasi dalam konsep preventif, masyarakat di berikan informasi dampak
negative dari lingkungan yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Tujuan informasi ini untuk
membuat masyarakat Dulalowo sadar, kemudian mereka menyadari mempunyai peran
penting dalam mencegah penyakit DBD yang menjadi endemis di wilayah mereka. Apabila
kesadaran mereka terbentuk melalui promosi dan pelatihan-pelatihan yang diberikan maka
TAHAP 1Tidak
menyadari
TAHAP 2Tidak
Terkait
TAHAP 3Ragu-ragu
TAHAP 4Memutuskan untuk tidak bertindak
TAHAP 5Memutuskan untuk
bertindak
TAHAP 6Bertindak
TAHAP 7Pemeliharaan
akan membentuk kesadaran masyarakat untuk bertindak dalam mengatasi permasalahan
kesehatan lingkungan dan tetap konsisten mempertahankan perilaku positif karena mereka
telah diberikan pemahaman tentang bahaya penyakit yang berbasis lingkungan.
top related