ptk-penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada kompetensi dasar geometri di sd berdasarkan...
Post on 27-Jul-2015
17.482 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional dijelaskan fungsi dan
tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. (UUD RI, No 20, SISDIKNAS, 2003 : 7)
Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan
pengembangan kecakapan yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi
peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri dan berhasil dalam
kehidupan.
Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
dianggap sulit oleh sebagian siswa, sehingga banyak siswa yang kurang antusias
dan semangat mengikuti pelajaran matematika, sehingga hasil belajar matematika
biasanya di bawah rata-rata. Masalah lain yang timbul pada pembelajaran
matematika diantaranya masih rendahnya minat belajar matematika siswa, siswa
2
cenderung merasa takut apabila akan belajar matematika, siswa merasa bosan
dengan angka-angka yang menakutkan, siswa menganggap pelajaran matematika
adalah mata pelajaran yang kurang menyenangkan atau kurang menarik.
Dari permasalah di atas akan banyak menimbulkan dampak yang kurang
baik dari siswa diantaranya siswa menjadi malas untuk belajar matematika, siswa
merasa tidak termotivasi untuk belajar matematika bahkan ada siswa yang takut
untuk belajar matematika sehingga menimbulkan keberhasilan belajar matematika
semakin menurun dan cenderung hasil belajar siswa di bawah rata-rata.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar mata pelajaran
Matematika sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Diantaranya dalam
pengajaran matematika, penyampaian guru cenderung bersifat monoton, hampir
tanpa variasi kreatif, kalau saja siswa ditanya ada saja alasan yang mereka
kemukakan seperti matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh guru
ke depan dan sebagainya.. Hal ini disebabkan karena guru dalam pembelajarannya
di kelas kurang mengaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa
dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan
mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.
Hasil pembelajaran juga bukan saja tergantung pada situasi pembelajaran,
tetapi juga pada pengetahuan dasar yang dimiliki oleh siswa. Banyak sekali upaya
yang dilakukan oleh para praktisi pendidikan untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar diantaranya menerapkan dan memperkenalkan berbagai metode dan
model pembelajaran serta penggunaan alat peraga dalam suatu model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.
3
Salah satu model pembelajaran matematika adalah Model pembelajaran
konstruktivisme merupakan suatu penjelasan bagaimana peserta didik belajar dan
dapat membina pemahaman yang bermakna tentang alam sekeliling mereka.
Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi peserta didik harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dalam model pembelajaran konstruktivisme siswa dituntut untuk
mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka secara aktif sedangkan peranan
guru sendiri hanya sebagai moderator dan fasilitator. Sebagai moderator artinya
guru hanya menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa
bertanggung jawab dalam membuat rancangan proses penelitian, sedangkan guru
sebagai fasilitator adalah guru hanya menyediakan atau memberikan kegiatan-
kegiatan yang merangsang keingin tahuan siswa, membantu mereka untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah
mereka. Menyediakan sarana dan merangsang siswa berfikir produktif, dan guru
harus menyemangati siswa.
Berdasarkan kajian-kajian di atas maka dianggap perlu menerapkan model
pembelajaran konstruktivisme pada siswa Sekolah Dasar, sehingga dapat
menumbuh kembangkan cara berpikir logis, kritis dan sistematis. Pembelajaran
tersebut akan diterapkan pada pokok bahasan geometri, sebab pada pokok bahasan
tersebut banyak siswa yang mengalami kesulitan dengan pemahamannya. Untuk
4
itu perlu kiranya dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan
Model Pembelajaran Konstruktivisme Pada Kompetensi Dasar Geometri di SD
Berdasarkan Kurikulum 2006.
B. Rumusan Masalah
Yang menjadi pokok permasalah dalam penelitian ini adalah rendahnya
minat belajar siswa dalam metematika khususnya pada geometri bangun ruang
sehingga menimbulkan kurang oftimalnya hasil belajar siswa yang cenderung di
bawah nilai rata-rata.
Agar kajian permasalah ini tidak terlampau meluas, kajian ini dibatasi
pada keberhasilan penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada
kompetensi dasar geometri di SD berdasarkan kurikulum 2006. Sedangkan yang
menjadi subjek penelitian adalah siswa Kelas V semester 2 SD Negeri I
Gandasoli.
Selanjutnya dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas V di SD Negeri I Gandasoli
sebelum menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme?
2. Bagaimana aktivitas dan minat belajar matematika siswa kelas V di SD
Negeri I Gandasoli untuk mengembangkan pengetahuannya dengan
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme ?
3. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri I Gandasoli
setelah menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme?
5
C. Tujuan Penelitian
Ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus, yaitu :
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui keberhasilan
penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada pokok bahasan geometri di
SD berdasarkan kurikulum 2006 terhadap peningkatan minat dan hasil belajar
siswa.
2. Tujuan Khusus
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan secara khusus yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi hasil belajar matematika siswa Kelas V SDN I Gandasoli
pokok bahasan geometri bangun ruang sebelum menggunakan model
pembelajaran konstruktifisme.
b. Mengetahui aktivitas dan minat siswa dalam belajar dengan menggunakan
model pembelajaran konstruktivisme.
c. Mengidentifikasi hasil belajar matematika siswa kelas V SDN I Gandasoli
pada geometri bangun ruang setelah menggunakan model pembelajaran
konstruktivisme
6
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharafkan dapat bermanfaat untuk :
1. Penulis
Untuk dijadikan pengalaman dalam upaya meningkatkan motivasi mengajar di
masa yang akan datang.
2. Guru Kelas
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan
kreatifitas mengajar yang lebih berkualitas dan sebagai motivasi untuk
meningkatkan profesionalisme guru.
3. Siswa Kelas V SD Negeri I Gandasoli
Untuk memotivasi siswa dalam belajar sehingga menjadi siswa yang lebih aktif
dan kreatif dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar .
E. Klarifikasi Konsep
1. Model Pembelajaran Konstruktivisme
Model Pembelajaran Konstruktivisme lebih memfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. bukan
kepatuhan siswa dalam merefleksikan atas apa yang telah diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi
Adapun tahap-tahap pembelajaran dalam Model Pembelajaran Konstruktivisme
adalah sebagai berikut :
7
a. Tahap Pertama
Guru mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengemukakan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas.
b. Tahap Kedua
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelidiki dan menemukan
konsep yang akan dibahas dengan bantuan LKS.
c. Tahap Ketiga
Siswa diberi kesempatan untuk melaporkan hasil diskusi kelompok di depan
kelas, kemudian guru memberikan penguatan terhadap konsep hasil temuan
siswa.
d. Tahap Keempat
Siswa diberi masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena di
lingkungannya yang harus dipecahkan.
2. Hasil Belajar
Dalam proses belajar mengajar ada sesuatu yang kita harafkan yang biasa
disebut dengan hasil belajar, hasil belajar yang didapat siswa penting sekali untuk
diketahui guru agar dapat merancang/mendesain pengajaran secara tepat.. Setiap
proses belajar mengajar keberhasilannya diukur oleh berapa jauh hasil belajar
yang dicapai siswa, di samping diukur dari segi prosesnya.
Howard Kingsley (Nana Sudjana,2002 : 45) “membagi tiga macam hasil
belajar, yakni : (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian,
8
(c) sikap dan cita-cita., yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan
yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.”
Dan menurut Gagne (Suprayekti , 2003 : 5) “mengklasifikasikan hasil
belajar menjadi lima kategori yaitu informasi verbal, kemahiran intelektual,
strategi kognitif yang termasuk ranah kognitif, sikap dari ranah afektif dan
keterampilan motorik dari ranah psikomotor.”
Sedangkan menurut Bloom (Nana Sudjana , 2002 : 46) bahwa :” Tujuan
pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan
dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni : (a) bidang kognitif, (b) bidang afektif,
dan (c) bidang psikomotor. Masing-masing bidang dibagi lagi menjadi bebrapa
tingkatan.”
Dari konsep-konsep di atas dapat disimpilkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang diperoleh dari hasil interakti siswa dengan
lingkungannya yang sengaja direncanakan oleh guru dalam perbuatan
mengajarnya yang dituangkan dalam rencana pembelajaran. Hasil belajar dapat
berupa pengetahuan atau perubahan tingkah laku.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Belajar Mengajar
1. Pengertian Belajar Mengajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Bloom,dkk (Suprayekti 2003:4) „belajar secara umum dapat diartikan
sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Proses
perubahan perilaku ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang disengaja dan
direncanakan dan ada yang dengan sendirinya terjadi karena proses kematangan. Proses
yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku ini disebut proses belajar.
Proses ini merupakan suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interakti aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan dan
berbekas. Perubahan-perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang mencakup
ranah kognitif, afektif dan psikomotor‟.
Crow and Crow (Surya, 1996 : 22), menyatakan bahwa : „Belajar adalah
memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Hal tersebut, meliputi cara-
cara baru untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap sesuatu yang baru.
Belajar menunjukkan adanya tingkah laku yang progresif, dan memberi kemungkinan
untuk memuaskan kebutuhan dalam mencapai tujuan. Selanjutnya, menurut Crow and
Crow pula bahwa, “belajar dapat bersifat vertikal maupun horizontal.”
Menurut H.C. Witherington (Usman, dkk 1993 : 5) mengemukakan bahwa :
„Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku di dalam kepribadian yang menyatakan diri
10
sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan keperibadian
atau suatu pengertian‟. Pendapat serupa dikemukakan oleh
Gagne (Hernawan, dkk 2007 : 62) mengemukakan bahwa „Belajar adalah suatu
perubahan tingkah laku manusia atau kemampuan yang dapat dipelihara yang bukan dari
proses pertumbuhan. Hal itu ditunjukkan dari perubahan tingkah laku yang dapat diamati
yang terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu yang dapat diamati pula. Belajar disebut
juga suatu proses krena secara formal dapat dibandingkan dengan proses organik lainnya
sperti pencernaan dan pernapasan‟.
Dari definisi-definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku pada seseorang baik perubahan sikap, kepribadian,
kebiasaan-kebiasaan maupun pengetahuan sebagai akibat dari interaksi antara peserta
didik dan pendidik atau proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah
direncanakan terlebih dahulu atau berdasarkan kematangan seseorang.
b. Pengertian Mengajar
Mengajar menurut Jerome S. Brunner (Usman, dkk: 1993 : 5) mengemukakan
bahwa : “Mengajar adalah menyajikan ide, problem, atau pengetahuan dalam bentuk yang
sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa.”
Sedangkan Sudjana (2002:29) berpendapat bahwa Mengajar pada hakikatnya
adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di
sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses
belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses meberikan bimbingan/bantuan
kepada siswa dalam melakukan proses belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah proses mengatur
dan mengorganisir keadaan ruang belajar dalam menyampaikan ide, problem atau
11
pengetahuan sehingga tercipta ruangan belajar yang tidak membosankan siswa sehingga
akan menumbuhkan dan mendorong siswa untuk melakukan proses belajar mengajar.
Dari konsep-konsep belajar dan mengajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai
komponen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
dalam perencanaan pembelajaran.
2. Teori-teori Belajar Matematika
a. Teori Ausubel
Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Ia membedakan antara
belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya
menerima, jadi tinggal menghapalkannya. Sedangkan pada belajar menemukan konsep
ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Pada belajar menghapal
siswa menghapalkan materi yang sudah diperolehnya. Sedangkan Pada belajar
bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih dimengerti (Suwangsih, 2006:78).
Pada saat metode penemuan dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik
karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah adalah metode yang merupakan belajar
menerima, Ausubel menentang pendapat itu. Ia berpendapat bahwa dengan metode
penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna
tergantung situasinya.
Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode
mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal ini ia kemukakan berdasarkan
penelitiannya.
12
b. Teori Piaget
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar kontruktivisme adalah Teori Perkembangan Mental Piaget . Teori ini biasa
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri–ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan.
Perkembangan mental setiap pribadi anak melewati empat tahap, yaitu :
1). Tahap Sensori Motor (Senspry Motoric Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan
fisik (Gerakan anggota tubuh) dan sensori (Koordinasi alat indera). Pada mulanya
pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang
asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahan terlihat.
Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat
perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya, bersamaan dengan itu konsep objek
dalam struktur kognitif mulai matang. Ia mulai mapun untuk melambungkan objek fisik
ke dalam simbol misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
2). Tahap Pra Operasional (Pre Operational Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian opersi konkrit. Istilah
operasi yang digunakan Piaget di sisni adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti
mengklasifikasikan sekelompok objek (Classifying), menata letak benda-benda menurut
urutan tertentu (Seriation), dan membilang (Counting). Pada tahap ini pemikiran anak
13
lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit dari pada pemikiran logis, sehingga
jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.
3). Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)
Umumnya nak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan
benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengkalasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
Piaget mengidentifikasi adanya enam jenis konsep kekekalan yang berkembang
selama anak berada pada tahap operasi konkrit, yaitu :
a). Kekekalan banyak (6-7 tahun)
b). Kekekalan materi (7-8 tahun)
c). Kekekalan panjang (7-8 tahun)
d). Kekekalan luas (8-9 tahun)
e). Kekekalan berat (9-10 tahun)
f). Kekekalan Volum (11-12 tahun)
4). Tahap Opersi Formal (Formal Operation Stage)
Pada tahap ini anak mulai mampu berfikir secara abstrak, dia dapat menyusun
hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi real, dan tidak terlalu bergantung pada benda-
benda kongkrit.
Piaget menekankan bahwa belajar mengajar merupakan suatu proses asimilasi
dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses terpadunya
informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental. Sedangkan akomodasi adalah
hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan pengalaman baru.
Mereka secara aktif mencoba menerima ide baru itu dalam kaitannya dengan pengalaman
dan ide-ide lama yang sudah ada. Suatu istilah umum untuk teori belajar Piaget adalah
14
Construktivism, karena keyakinan bahwa para siswa pasti mengkonstrukti pikiran mereka
sendiri dan bukan menjadi penerima informasi yang bersifat pasif.
c. Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky (Suwangsih, 2006:114) dalam mengkonstruksi suatu konsep
perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut
konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of
Proximal Development ( ZPD) dan Scaffolding. Zone of Proximal Development ( ZPD)
merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial
yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang
dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Scaffolding
merupakan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap awal pembelajaran, kemudian
mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab
yang semakin besar setelah ia melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan-bantuan
yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut
dapat berupa pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang
memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
d. Teori Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika berhasil
jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara
konsep-konsep danstruktur-struktur.
Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak
sebaiknya duberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat perag). Melalui alat
peraga yang ditelitinya itu anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola
15
struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya. Keteraturan tersebut
kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangn intuitif yang telah melekat pada
dirinya.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap,
yaitu :
1). Tahap Enaktif
2). Tahap Ikonik
Selain itu Bruner mengemukakan 4 dalil yang berhubungan dengan pengajaran
matematika yaitu :
1). Dalil penyusunan
2). Dalil notasi
3). Dalil pengontrasan
4). Dalil penyertaan
3. Anak Usia SD dalam Pembelajaran Matematika di SD
Suwangsih (2006:15) mengatakan bahwa :
Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12
tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit
artinya siswa SD belum berpikir secara formal. Ciri-ciri anak-anak pada tahap ini
dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit.
Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan
menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena ada perbedaan
karakteristik antara matematika dengan anak usia SD, maka matematika akan sulit
dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak SD.
Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia
anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang
bersifat deduktif.
16
Matematika merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengembangan
melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan
contoh dari sistem itu yang pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan
dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang
menjadi pola pikir yang matematis, sistematis, kritis dan cermat. Tetapi sistem
matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak.
Faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika,
selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD masih bersifat konkrit adalah
adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD. Matematika yang dipelajari oleh siswa SD
dapat digunakan oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya, untuk
membentuk pola pikir yang logis, sistematis, kritis dan cermat yang pada akhirnya dapat
digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
4. Meningkatkan Minat Belajar Matematika pada Anak
Minat belajar merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses
pembelajaran matematika. Minat yang timbul dari kebutuhan anak merupakan faktor
yang penting bagi anak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu minat
belajar anak harus diperhatikan dengan baik. Dengan adanya minat belajar pada anak
dapat memudahkan membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar matematika.
Dengan demikian anak tidak perlu lagi mendapat dorongan dari luar jika belajar yang
dilakukannya cukup menarik minatnya.
Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran hendaknya berusaha sedapat
mungkin untuk membangkitkan minat belajar pada anak. Berbagai cara dapat digunakan
untuk membangkitkan minat belajar pada anak, misalnya dengan memperkenalkan
kepada anak berbagai kegiatan belajar pada anak, seperti bermain sambil belajar,
17
menggunakan alat peraga, menggunakan bermacam-macam metode pembelajaran, atau
dengan mengaitkan pembelajaran matematika dengan dunia anak.
Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar anak
SD dalam belajar matematika (Suwangsih, 2006:16-18) :
a. Menyesuaikan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan dunia anak, misalnya
dengan memanfaatkan lingkungan sekitar.
b. Pembelajaran dilakukan dari hal yang mudah ke yang sukar atau dari konkrit ke
abstrak.
c. Menggunakan alat peraga
d. Pembelajaran sebaiknya dapat membangkitkan aktivitas anak
e. Semua kegiatan belajar harus kontras
5. Upaya Meningkatkan Prestasi Anak dalam Pembelajaran Matematika
Untuk dapat meningkatkan prestasi anak dalam pembelajaran matematika, salah
satu faktor penunjang adalah adanya proses belajar yang efektif (Suwangsih, 2006:18).
Kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu berubah
dan perubahan itu merupakan hasil belajar. Perubahan tersebut dapat berupa dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan sebagainya.
Proses belajar matematika di sekolah maupun dirumah akan berlangsung dengan
efektif jika guru dan orang tua mengetahui tugas apa yang harus dilaksanakan dalam
proses belajar matematika.
Sifat-sifat proses belajar matematika (Suwangsih, 2006:18) antara lain :
a. Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan. Dari
lingkungannya anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan lingkungan belajar
matematika yang kaya dengan stimulus berarti membantu anak dalam pertumbuhan
dan perkembangannya.
b. Belajar berarti berbuat
Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan
alat-alat. Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya.
Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh anak
sehingga konsep itu benar-benar tahan lama dalam ingatan anak.
c. Belajar matematika berarti mengalami
Mengalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan mengalami
berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi efektif, teknik akan
menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan generalisasi makin mudah
18
disimpulkan. Belajar matematika adalah suatu aktivitas yang bertujuan. Agar tujuan
matematika yang dirumuskan tercapai, maka pembelajaran harus menimbulkan
aktivitas pada anak sebab dengan aktivitas dapat diperoleh pengalaman baru. Dengan
meningkatnya aktivitas anak maka akan semakin meningkat pula pengalaman anak.
d. Belajar matematika memerlukan motivasi
Anak didik adalah manusia yang memerlukan bantuan dari sekitarnya sehingga dapat
berkembang secara harmonis. Anak didik membutuhkan kemampuan untuk
berkembang. Dengan memenuhi kebutuhan anak akan merupakan motivasi atau
dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
Motivasi itu dapat dirangsang dengan cara :
Merencanakan kegiatan belajar matematika dengan memperhitungkan kebutuhan
minat dan kesanggupan anak didik.
Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan anak didik.
Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik
Kesiapan artimya bahwa anak sudah matang dan sudah meguasai apa yang diperlukan.
Anak yang belum siap tidak boleh dipaksa belajar matematika karena akan membuat
anak malas belajar dan merasa tidak mampu belajar.
e. Belajar matematika harus menggunakan daya pikir
Berpikir konkrit pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan setelah itu akan beralih
ke taraf berpikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika merupakan ilmu yang
abstrak.
Untuk membantu anak berpikir abstrak, harus banyak diberikan pengalaman-
pengalaman dengan berbagai alat peraga. Pengalaman-pengalaman berpikir akan
memberikan kesanggupan kepada anak untuk memecahkan persoalan dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Belajar matematika memerlukan latihan (drill)
Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika diperlukan latihan berkali-kali
atau terus menerus.
B. Hakikat Matematika
1. Pengertian
Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu
mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science).
Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu
mathein atau mathenein yang artinya belajar atau berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya,
maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir
(bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan
19
menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena
pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran Russefendi
(Suwangsih, 2006:3)
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia secara empiris. Kemudian
pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran
didalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika agar
konsep-konsep matematika yang terbentuk tersebut itu mudah dipahami oleh orang lain
dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi
matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses
berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.
Pada awalnya cabang matematika yang ditemukan adalah Aritmatika atau
Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu ditemukan Kalkulus, Statistika, Aljabar Abstrak,
Aljabar Linear, Himpunan, Geometri Linear, Analisis Vektor dan sebagainya.
Suwangsih (2006:4) mengemukakan beberapa definisi para ahli mengenai
matematika, diantaranya sebagai berikut :
a. Russefendi (1988:23)
Matematika terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-
definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil. Apabila dalil-dalil tersebut telah
dibuktikan kebenarannya maka dalil-dalil tersebut berlaku secara umum, karena
itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
b. James dan James (1976)
Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya.
c. Jhonson dan Rising dalam Russefendi (1972)
Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang
logis. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol
dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam
teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak
didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya
adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu
seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
d. Reys-dkk (1984)
20
Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola
berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
e. Kline (1973)
Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
f. Sujono (1988:5)
Sujono mengemukakan beberapa pengertian matematika, diantaranya
Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan cabang ilmu
pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan
dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu
dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.
2. Fungsi dan Tujuan Matematika berdasarkan Kurikulum 2006
a. Fungsi dan tujuan Matematika
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan nalar melalui
kegiatan, penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah
melalui pola pikir dalam model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol,
tabel, grafik dan diagram dalam menjelaskan gagasan.
Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir sistematis, logis,
kritis, dan konsisten.
Tujuan pembelajaran matematika (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
2006:24) yaitu :
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami, menyelesaikan model,
dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengemukakan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
b. Ruang lingkup
21
Mata Pelajaran matematika pada satuan pendidikan di SD/MI meliputi aspek-aspek
sebagai berikut :
1). Bilangan
2). Geometri dan Pengukuran
3). Pengolahan Data
C. Model Pembelajaran Konstruktivisme
Model Pembelajaran Konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar perolehan
pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat
diatasi melalui pengetahuan diri (self regulation). Dan pada akhir proses belajar,
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi
dengan lingkungannya Bell, 1993:24, Driver & Leach, 1993:104(Karli, 2004:3).
Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah
dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga
diperlukan perubahan /modifikasi struktur kognitif (Skemata) untuk mencapai
keseimbangan. Peristiwa itu akan terjadi berkelanjutan selama siswa menerima
pengetahuan baru.
Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik para ahli
psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli mengatakan bahwa
ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas dikelas, maka pengetahuan matematika
dikonstruksi secara aktif Wood, 1990; Cobb, 1992 (Suwangsih, 2006:114). Para ahli
konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar
matematika bukanlah suatu proses „pengepakan‟ pengetahuan secara hati-hati, melainkan
hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk
aktivitas dan berpikir konseptual Cobb (Suwangsih, 2006:114). Didefinisikan oleh Cobb
(Suwangsih, 2006:114) bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara
22
aktif menkonstruksi pengetahuana matematika. Terjadinya proses modifikasi struktur
kognitif dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 2.1
Skema Perolehan Pengetahuan
Skema Perolehan Pengetahuan
Stanobridge dalam Sadia, 1996:101(Karli, 2004:3)
Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi
aktif dari pemaknaan bukan bilangan dan rumus-rumus saja. Mereka menolak paham
matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola linear. Setiap tahap dari
pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dan penyampaian
keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan
menggunakan keterampilan intelegensinya dalam setting matematika.
Hal baru (hasil interaksi dengan lingkungan)
Skema
Dibandingkan dengan konsep awal
Akomodasi Cocok Tidak cocok
Cocok Ketidaksembangan
Asimilasi Keseimbangan Jalan buntu (tidak mengerti)
Mengerti Alternatif Strategi lain
23
Lebih jauh lagi para ahli konstruktivis merekomendasi untuk menyediakan
lingkungan belajar dimana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan algoritma,
proses heuristik dan kebiasaan bekerjasama dan berefleksi. Dalam kaitannya dengan
belajar, Cobb dkk (Suwangsih 2006:115) menguraikan bahwa belajar dipandang sebagai
proses aktif dan konstruktif dimana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang
muncul sebagaimana mereka berpartisipasi aktif dalam latihan matematika dikelas.
Confrey (Suwangsih, 2006:115), yang juga banyak bicara dalam konstrukitvisme
menawarkan suatu powerfull construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi
pengertian matematika melalui pengalaman, ia mengidentifikasi 10 karakteristik dari
powerfull construction berpikir siswa. Lebih jauh ia mengatakan bahwa powerfull
construction ditandai oleh :
1. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal
2. Suatu keterpaduan antar bermacam-macam konsep
3. Suatu kekonvergenan diantara aneka bentuk dan konteks
4. Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan
5. Sebuah kesinambungan sejarah
6. Terikat kepada bermacam-macam sistem symbol
7. Suatu yang cocok dengan pendapat ahli
8. Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut
9. Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya
10. Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan Confrey (Suwangsih,
2006:115).
Semua ciri-ciri powerfull construction di atas dapat digunakan secara efektif
dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Confrey (Suwangsih, 2006:115), Siswa-
siswa matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria evaluasi mereka dari yang
mereka konstruksi misalkan dengan bertanya “apakah ini disetujui para ahli ?”atau dalam
istilah konstruktivis “apakah itu benar?”. akibatnya pengetahuan matematika menjadi
terisolasi dari sisa pengalaman mereka yang dikonstruksi dari aksi mereka di dunia dalam
pola yang spontan dan interaktif. Oleh karena itu pandangan siswa tentang „kebenaran‟
ketika mereka belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat.
24
Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah menjustifikasi berpikir siswa
dalam matematika. Salah satu yang mendasar dalam pembelajaran matematika menurut
konstruktivis adalah suatu pendekatan dengan sebab tidak terduga sebelumnya dengan
suatu keterikatan yang cerdik dalam mempelajari karakter, kejadian, cerita dan
implikasinya.
Pembelajran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan
memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kaca mata siswa sendiri. Guru memberi
tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut daru kacamata siswa itu sendiri.
Guru dalam pembelajaran hanya sebagai moderator dan fasilitator, Suparno, 1997 : 66
(Suwangsih, 2006 : 113) menjabarkan beberapa tugas guru tersebut sebagai berikut:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat rancangan, proses pendidikan
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan
siswa membantumereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan
mengkomunkasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa
berfikir produktif. Guru harus menyemangati siswa.
3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau
tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu
berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Adapun prinsip konstruktivisme Piaget menurut De Vries dan Kohlberg;
Suparno, (1977:70) (Suwangsih, 2006 : 114) yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
matematika antara lain :
1. Struktur psikologi harus dikembangkan dahulu sebelum persoalan bilangan
dikembangkan dulu. Bila siswa mencobamenalarkan blangan sebelum mereka struktur
logika yang cocok dengan persoalannya tidak akan ada jalan.
2. Struktur psikologi (Skemata) harus dikembangkan terlebih dahul;u sebelum simbol
formal diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu konsep tetapi bukan
konsepnya sendiri.
3. Siswa harus mendapatkan kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi
matematika sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa
yang sudah jadi.
4. Suasana berfikir harus diciptakan.
25
D. Penerapan Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran Geometri di Sekolah
Dasar Kelas V
Untuk menerapkan model konstruktivisme dalam pembelajaran geometri di
Sekolah Dasar Kelas V tidak dapat sekaligus tetapi memerlukan beberapa tahap. Adapun
tahap-tahap pembelajaran dalam Model Konstruktivisme tersebut adalah :
1. Tahap Pertama
Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang
akan dibahas dengan cara guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang fenomena yang
sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan
dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan
pemahamannya tentang konsep itu.
2. Tahap Kedua
Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui
pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data secara berkelompok dengan
bantuan LKS. Kemudian hasil temuan tiap kelompok didiskusikan dengan kelompok lain.
Tahap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang konsep baru yang akan mereka
pelajari.
3. Tahap Ketiga
Saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil
temuannya ditambah penguatan yang diberikan guru, maka secara otomatis siswa
membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.
4. Tahap Keempat
26
Guru berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat menerapkan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan
dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena dilingkungannya.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang erat
kaitannya dengan perbaikan pembelajaran, jenis penelitian yang dianggap tepat adalah
metode Penelitian Tindakan Kelas (Action Research Class Room). Menurut Hardjodipuro
(Wibawa,2003:7)”Bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar
mau untuk merubahnya.”
Penelitian Tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif
yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan betrtujuan untuk memperbaiki
pekerjaannya, memahami pekerjaan itu serta situasi di mana pekerjaan itu dilakukan.
(Kemmis dan Carr (1986) dalam Kasbolah, 1998: 13). Sedangkan Ebbut
(Kasbolah,1998: 14) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan studi
sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-paraktik dalam pendidikan
dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut.
Penelitian Tindakan Kelas adalah Penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam
kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa meningkat. (Wardhani, dan Wihardit,2007:1.4)
Wiriaatmadja (2005:13) mengemukakan bahwa Penelitian Tiindakan Kelas
adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka
28
sendiri. Mereka dapat mencoba sesuatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran
mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) adalah salah satu bentuk penelitian yang dilakukan langsung oleh guru
sebagai peneliti dalam rangka meningkatkan kinerjanya serta dalam upaya meningkatkan
motivasi belajar siswa dan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan dengan menuangkan
gagasan dan ide-ide yang baru sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
merangsang siswa untuk belajar.
Ciri-ciri Penelitian Tindakan Kelas menurut Iskandar (2006:3) adalah (1)
Perbaikan praktis pembelajaran dari dalam kelas, (2) Usaha kolaboratif antar para praktisi
pembelajaran, (3) bersifat reflektif, (4) tidak mengganggu komitmen mengajar, (5) tidak
terlalu menyita waktu, (6) metodologinya andal, (7) merupakan masalah guru, (8)
konsisten terhadap prosedur etika, (9) permasalahan ada dalam persepektif misi sekolah.
Berdasarkan uraian-uraian di atas bahwa salah satu tujuan Penelitian Tindakan
Kelas adalah untuk memperbaiki pembelajaran, yang melibatkan para praktisi
pembelajaran yaitu guru, mitra sejawat dan murid. Perbaikan pembelajaran yang
dimaksud dalam kajian ini adalah perbaikan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar
kelas V khususnya pada pokok bahasan Bangun Ruang.
Adapun model Penelitian Tindakan Kelas dalam penelitian adalah menggunakan
Model Spiral. Menurut Kemmis dan Taggart (1998) “Model Spiral yaitu model siklus
yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkelanjutan (siklus spiral)”. Artinya semakin
lama diharapkan semakin meningkat pencapaiannya. Penelitian tindakan kelas model
Kemmis dan Taggart ini merupakan pengembangan dari konsep dasar dalam berbagai
model penelitian tindakan, terutama penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research) yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin.
29
Penelitian tindakan model spiral ini merupakan suatu rangkaian lengkap (a spiral
of steps) yang terdiri dari empat komponen, yaitu : 1) perencanaan (planning), yaitu
rencana tindakan apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan itu
dilakukan; 2) tindakan (acting), yaitu pelaksanaan sesuai rencana; 3) pengamatan
(observing), yaitu pengamatan yang dilakukan bersamaan dengan tindakan; 4) refleksi
(reflecting), yaitu kegiatan mengemukakan implementasi rencana tindakan. Keempat
komponen itu dipandang sebagai suatu siklus spiral atau siklus ini berulang terus sampai
masalah yang dihadapi dapat dipecahkan. Rangkaian siklus tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut :
30
Gambar 3.1
Siklus Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Taggart
Siklus PTK Model Spiral Kemmis dan Taggart
(Kasbollah 1998/1999)
Perencanaan
Pelaksanaan Refleksi I SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
Pelaksanaan Refleksi II SIKLUS II
Pengamatan
Perencanaan
Pelaksanaan Refleksi III SIKLUS III
Pengamatan
?
31
Tahapan pembelajaran dalam tindakan ini dilakukan dalam tiga siklus. Setiap siklus
mengandung unsur perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan diawali dengan merencanakan ide penelitian kemudian
ditindaklanjuti dengan observasi pelaksanaan proses. Kegiatan ini merupakan kegiatan
pendahuluan yang tujuannya untuk mengidentifikasi masalah. Adapun perencanaan awal
yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Permohonan izin penelitian di Sekolah Dasar Negeri I Gandasoli Kecamatan Plered
Kabupaten Purwakarta kepada Kepala Sekolah. Perizinan ini dapat diperoleh dengan
mudah karena peneliti merupakan salah satu pengajar di sekolah tersebut. Kepala
Sekolah beserta dewan guru telah menyatakan kesiapannya untuk memberi dukungan
dan partisipasinya dalam pelaksanaan penelitian ini.
b. Observasi. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapat gambaran awal tentang kegiatan
belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran matematika di kelas V Sekolah
Dasar.
c. Melakukan telaah terhadap jadwal pelajaran yang ada, yang menjadwalkan mata
pelajaran matematika untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Konstruktivisme dalam upaya meningkatan hasil belajar matematika
siswa.
d. Melakukan telaah terhadap pokok bahasan pada mata pelajaran matematika di kelas V
semester I yang akan diajukan sesuai dengan jadwal pelajaran yang berlaku.
e. Melakukuan telaah terhadap kurikulum mata pelajaran matematika yang harus
disampaikan pada semester I. Dari hasil telaah terhadap tujuan pembelajaran, isi
materi dan buku sumber akan ditentukan strategi pembelajaran yang sesuai, dengan
32
harapan dapat digunakan untuk membantu siswa mempelajari materi pada mata
pelajaran matematika agar lebih meningkatkan hasil pembelajaran.
f. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertama (Siklus I) dengan
materi luas permukaan kubus dan balok.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan penelitian dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
tindakan yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan. Tujuan utama pada tahap ini
adalah mengupayakan inovasi dalam proses pembelajaran dengan tujuan meningkatkan
kualitas pembelajaran. Dalam hal ini Kasihani Kasbollah (1999:72) mengungkapkan
bahwa “tindakan yang dilaksanakan harus sejalan dengan laju perkembangan pelaksanaan
kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di kelas”. Artinya segala aktivitas Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) tidak boleh mengganggu kegiatan pembelajaran, dalam arti
menghambat atau mengalihkan fokus kegiatan pencapaian tujuan pembelajaran yang
sebenarnya.
3. Tahap Observasi
Kegiatan observasi atau pengamatan dalam penelitian tindakan kelas dilakukan
untuk mengetahui dan memperoleh gambaran lengkap secara obyektif tentang
perkembangan proses pembelajaran, dan pengaruh dari tindakan yang dipilih terhadap
kondisi kelas dalam bentuk data.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data berkaitan
dengan observasi ini adalah: (1) jenis data yang dihimpun adalah data yang
diperlukan dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, (2) indikator-indikator yang
ditetapkan harus tergambarkan pada perilaku siswa dan guru secara teratur, (3)
kesesuaian prosedur pengambilan data, dan (4) pemanfaatan data dalam analisis dan
refleksi.
33
4. Tahap Refleksi
Melalui pedoman pengamatan dan alat pengumpul data yang telah dipersiapkan
sebelumnya dalam kegiatan tindakan pelaksanaan ini, maka diperoleh temuan data dan
informasi-informasi yang selanjutnya direfleksikan. Hasil refleksi ini akan memberikan
makna pada proses pembelajaran.
B. Data Penelitian
Data penelitian yang akan dikumpulkan pada kajian ini terdiri dari dua jenis,
yaitu :
1. Data Kualitatif
Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka.
Data Kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya
wawancara, analisis dokumen, diskusi, atau observasi yang telah dituangkan dalam
catatan lapangan (transkip).
Adapun data kualitatif yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
berupa observasi. Data tersebut akan diolah selama penelitian berlangsung.
2. Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Data ini berupa
tes hasil belajar yang diperoleh dari hasil eveluasi setelah selesai pembelajaran dan
selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri
I Gandasoli yang beralamat di Kp. Cileutak Rt 04/01 Desa Gandasoli Kecamatan Plered
34
Kabupaten Purwakarta. Ada beberapa alasan mengapa lokasi yang dipilih adalah sekolah
tersebut, karena :
a. Sekolah tersebut adalah tempat kerja peneliti.
b. Adanya dorongan dan motivasi dari rekan-rekan untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa khususnya matematika yang dirasa masih kurang.
2. Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian adalah siswa dan siswi kelas V semester 2
tahun pelajaran 2008/2009 di SDN I Gandasoli yang terdiri dari 23 orang. Terdiri dari 12
orang laki-laki dan 11 orang perempuan.
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh hasil penelitian yang obyektif, ada beberapa instrumen
penilaian yang digunakan yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan
terhadap objek penelitian. Pengamatan ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung ketika penelitian sedang berlangsung.
Observasi yakni pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu.
Observasi bisa dalam situasi yang sebenarnya atau observsi langsung dan bisa pula dalam
situasi buatan atau observasi tidak langsung. Kedua jenis observasi ini dapat dilaksanakan
secara sistematik, yakni dengan menggunakan pedoman observasi dan bisa pula tidak.
(Sudjana,2002 : 114)
Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai pemusatan perhatian
terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk mendapatkan data. Jadi
observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan,
35
penciuman, pendengaran, perabaan, atau kalau perlu dengan pengecapan. (Hatimah,
Susilana, Nuraedi, 2006 : 184)
Jadi observasi digunakan untuk mengungkap sikap atau prilaku siswa dalam
proses pembelajaran, sikap guru, serta interaksi antara siswa dengan guru dan siswa
dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui observasi di dapat
gambaran baik secara umum maupun khusus berkenaan dengan aspek-aspek
pembelajaran yang dikembangkan.
Data hasil observasi yang dilakukan pada setiap siklus diolah kemudian
dikategorikan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
A = Baik Sekali dengan rentang nilai 86 - 100
B = Baik dengan rentang nilai 71 - 85
C = Cukup dengan retang nilai 56 - 70
D = Kurang dengan rentang nilai 41 – 55
E = Kurang Sekali dengan rentang nilai < 40
2. Kuesioner/Angket
Kuesioner atau angket adalah metode pengumpulan data, instrumennya disebut
sesuai nama metodenya. Bentuk lembaran angket dapat berupa sejumlah pertanyaan
tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden tentang apa yang ia alami
dan ketahui. (Hatimah, Susilana, Nuraedi, 2006 : 184)
Angket atau kuesioner adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar
pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis.
(Riyanto,1996 :87)
Kuesioner digunakan untuk menjaring data yang valid (absah) dan reliabel (dapat
dipercaya) mengenai pendapat siswa tentang implementasi penggunaan model
konstruktivisme yang diterapkan.
36
3. Tes
Tes adalah serentetan latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok. (Riyanto,1996 : 103)
Tes hasil belajar digunakan untuk menjaring data peningkatan hasil belajar siswa
dalam menguasai materi yang dilakukan melalui evaluasi dari tes awal, tes akhir, dan tes
proses yang diambil dari hasil Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam setiap siklus.
Pengumpulan data melalui tes hasil belajar adalah untuk mengetahui kondisi hasil
pembelajaran siswa. Hasil dari kegiatan tersebut dapat dijadikan acuan dalam tindakan
selanjutnya.
Data tes hasil belajar berupa skor dari pembelajaran matematika pada pokok
bahasan bangun ruang, dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 60. Hal ini
didasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dibuat oleh SD Negeri I
Gandasoli yang menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran
matematika adalah 60, dengan skor maksimal 100. Artinya bahwa siswa yang
memperoleh skor dibawah 60 dinyatakan tidak lulus sebaliknya siswa yang memperoleh
skor diatas 60 dinyatakan lulus. Sedangkan penelitian ini sendiri mempunyai target
sampai 90 % siswa dinyatakan lulus, dihitung dengan teknik prosentase. Data tersebut
dikelompokkan berdasarkan KKM, dengan perhitungan sebagai berikut :
X
P = x 100%
Y
Keterangan : P = Persentase penilaian
X = Banyak siswa yang mendapatkan skor ≤ 60 atau ≥ 60
Y = Banyak siswa seluruhnya
37
E. Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data berlangsung dari awal sampai akhir pelaksanaan program
penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Data hasil belajar dari setiap siklus tindakan yang
dilakukan yang meliputi data hasil observasi, hasil kuesioner dan hasil tes diproses dan
disajikan secara bertahap pada bagian pembahasan. Adapun tahapan dalam pengolahan
dan menganalisis data dalam penelitian ini adalah :
1. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi, kuesioner atau angket, dan tes
dikelompokkan dalam kelompok data peneliti. Data-data tersebut kemudian
diinterpretasikan.
2. Validasi Data
Validasi diartikan sebagai ukuran tingkat kebenaran suatu instrumen. Agar data
memiliki validasi yang tinggi, maka peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Triangulasi Data
Triangulasi data adalah mengecek keabsahan (validitas) data dengan
menginformasikan data yang sama dari sumber yang berbeda untuk memastikan
keabsahannya.(Wahyudin,2002 : 83)
b. Audit Trail,
Yaitu pengecekan keabsahan tamuan penelitian, dan prosedur penelitian yang
telah diperiksa dengan mengkonfirmasikan kepada sumber data pertama (guru dan siswa).
Kegiatan ini dilakukan guna memperoleh kritik, tanggapan dan masukan, sehingga bisa
mempertajam analisis, dan memperoleh validitas yang tinggi.
c. Member-check
38
Mengecek kebenaran data temuan penelitian dengan mengkonfirmasikan kepada
responden (sumber informasi). Dalam kegiatan ini data atau informasi yang diperoleh
tersebut di konfirmasikan dengan guru mitra penelitian, melalui refleksi / diskusi pada
tiap siklus sampai akhir keseluruhan pelaksanaan tindakan. Sehingga terjaring data yang
lengkap, dan memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
3. Interpretasi Data
Pada tahap ini, temuan-temuan penelitian diinterpretasikan berdasarkan kerangka
teoritik yang dipilih maupun norma-norma praktis yang disetujui atau intuisi guru sendiri,
yang menggambarkan pembelajaran yang baik. Dari interpretasi ini diharapkan
memperoleh makna yang berarti sebagai bahan untuk kegiatan tindakan-tindakan, atau
untuk kepentingan peningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri I Gandasoli yang
berlokasi di Kampung Cileutak Rt 05/02 Desa Gandasoli Kecamatan Plered
Kabupaten Purwakarta. SD Negeri I Gandasoli memiliki 8 Ruang Kelas, 1 Ruang
Kepala Sekolah dan Guru, 7 Ruang kelas, dan 2 MCK yang keadaannya sangat
memperihatinkan.
Selain itu SD Negeri I Gandasoli juga memiliki sarana dan prasarana
yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar. Untuk menunjang KBM SD
Negeri I Gandasoli memiliki berbagai macam alat peraga, seperti KIT IPA, Peta,
alat-alat olah raga dan lain-lain.
2. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas V A SD Negeri I
Gandasoli. Dengan jumlah siswa sebanyak 23 orang, yang terdiri dari 13 orang
siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan pada
semester 2 Tahun Ajaran 2008/2009.
3. Karakteristik Siswa
Keadaan siswa yang menuntut ilmu di SD Negeri I Gandasoli mayoritas
berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi menengah. Mata
pencaharian sebagian besar orang tua siswa adalah sebagai petani dan
40
pedagang. Jumlah seluruh siswa yang bersekolah di SD Negeri I Gandasoli pada
tahun ajaran 2008/2009 adalah 280 orang siswa, yang terbagi ke dalam 8
rombongan belajar mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Hal ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1
KEADAAN SISWA SDN I GANDASOLI
KECAMATAN PLERED
KABUPATEN PURWAKARTA
TAHUN AJARAN 2008/2009
No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 I 23 28 51
2 II 22 24 46
3 III 19 29 48
4 IV 8 25 33
5 V A 12 11 23
6 V B 11 14 25
7 VI A 14 13 27
8 VI B 7 20 27
Jumlah 115 165 280
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa 52,2 persen
siswa berjenis kelamin laki-laki sedangkan sisanya 47,8 persen berjenis kelamin
perempuan. Sedangkan jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian berjumlah
23 orang dengan jumlah siswa laki-laki 12 orang dan siswa perempuan 11 orang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
41
Tabel 4.2
KEADAAN SISWA KELAS VA
SDN I GANDASOLI
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
No Nama Siswa Jenis Kelamin
Ket. Laki-laki Perempuan
1 Abdul Hamid L
2 Abdul Roup L
3 Angga Andrianto L
4 Angga Saputra L
5 Ajid Salikin L
6 Acep Andri P
7 Cep Ahmad Ruskanda L
8 Eka Halimatusadiah P
9 Evi Apipah P
10 Fajar Suryaman L
11 Farid Rifai L
12 Gunawan L
13 Heri Irawan L
14 Hana Nurhasanah P
15 Heni Nuraeni P
16 Irma Suryani P
17 Ikoh Nurohmawati P
18 Muhammad Rodialloh L
19 Nadia Retna Ayuningsih P
20 Endang Kusnadi L
21 Nurul Adimah P
22 Siti Aisah P
42
23 Mufti P
Jumlah 12 11
Sedangkan keadaan siswa kelas VA apabila dilihat dari kelompok usia dapat di
lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3
KEADAAN SISWA KELAS VA
SDN I GANDASOLI
BERDASARKAN USIA
No Usia Jumlah Porsentase Ket
1 10 Tahun 3 13
2 11 Tahun 18 78,3
3 12 Tahun 2 8,7
Jumlah 23 100
Dari tabel di atas dapat disimpulkan rata-rata usia siswa kelas VA adalah
11 tahun yaitu sekitar 78,3 % sedangkan sisanya berusia 10 tahun 13 % dan usia
12 tahun sebanyak 2 orang mencapai 8,7%.
4. Karakteristik Guru
Jumlah Personil guru, TU dan Penjaga Sekolah yang ada di SD Negeri I
Gandasoli sebanyak 14 orang. Yang terdiri dari 1 orang Kepala Sekolah, 8 orang
guru kelas dan 3 orang guru mata pelajaran, 1 orang Tata Usaha, dan 1 orang
Penjaga Sekolah. Latar belakang pendidikan guru yang mengajar di SD Negeri I
Gandasoli terdiri dari lulusan D2 sebanyak 10 orang, lulusan S1 sebanyak 2
orang . Keadaan guru di SD Negeri I Gandasoli dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 4.4
KEADAAN GURU SDN I GANDASOLI
TAHUN AJARAN 2008/2009
No Nama Guru NIP Ijazah
Jabatan
Mengajar
di Kelas Gol
43
1 Didin Supriadin 19530401
198109 1
001 D 2
Kepala
Sekolah - IV A
2 Inik Suhariah 19570414
197702 2
003 D 2 Guru I IV A
3 Nurlaela AK 19611201
198109 2
001 D 2 Guru IV IV A
4 Saepudin 19620930
198204 1
001 D 2 Guru II IV A
5 Ujat Suryana 19630709
198410 1
001 D 2 Guru VI A IV A
6 Rosadi 19660215
199202 1
001 D 2 Guru VI B IV A
No Nama Guru NIP Ijazah
Jabatan
Mengajar
di Kelas Gol
7 Pepi Pramahsari 19751208
199803 2
006 D 2 Guru V A III C
8 Anin Yunani 19710914
200501 2
007 D 2 Guru III II C
9 Pipih Sopiah 480 184 373 D 2 Guru
PAI I-VI II B
10 Lukman Fauzie - D 2 Guru
Olahraga I-VI GTT
11 Lili Damayanti - S 1 Guru V B GTT
12 Atien Fauziah - S 1
Guru
B.
Inggris
IV-VI GTT
13 Nurhaeni - SMEA TU - PTT
14 Sunandar - SMA Penjaga - PTT
5. Deskripsi Awal Pembelajaran
Langkah awal yang dilakukan penulis pada penelitian ini adalah
melakukan pengamatan terhadap siswa kelas V SDN I Gandasoli yang dijadikan
44
subjek pada penelitian ini. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kemampuan
siswa ditinjau dari segi prestasi akademik, yang dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu kategori pandai, sedang dan kurang. Penetapan prestasi akademik
siswa tersebut didasarkan pada ranking yang diperoleh siswa di kelas IV
semester kedua. Dimana untuk rangking 1sampai dengan ranking 8
dikategorikan sebagai kelompok pandai, ranking 9 sampai dengan ranking 16
dikategorikan sebagai kelompok sedang, dan ranking 17 sampai dengan ranking
23 dikategorikan sebagai kelompok kurang.
Tujuan ditetapkannya hal tersebut adalah diperkirakan mempunyai
relevansi yang berarti bagi kelancaran dan keberhasilan siswa dalam kegiatan
pembelajaran yang akan menjadi bahan kajian dalam penelitian ini. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5
Keadaan Siswa Kelas VA SDN I Gandasoli
Berdasarkan Prestasi Akademik
No NAMA SISWA KELOMPOK
PANDAI SEDANG KURANG
1 Abdul Hamid
2 Abdul Roup
3 Angga Andrianto
4 Angga Saputra
5 Ajid Salikin
6 Acep Andri
7 Cep Ahmad Ruskanda
45
8 Eka Halimatusadiah
9 Evi Apipah
10 Fajar Suryaman
11 Farid Rifai
12 Gunawan
13 Heri Irawan
14 Hana Nurhasanah
15 Heni Nuraeni
16 Irma Suryani
No NAMA SISWA KELOMPOK
PANDAI SEDANG KURANG
18 Muhammad Rodialloh
20 Endang Kusnadi
21 Nurul Adimah
22 Siti Aisah
23 Mufti
Jumlah 8 8 7
6. Analisis dan Refleksi Terhadap Gambaran Awal Pembelajaran
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis terhadap proses
pembelajaran matematika yang selama ini dilakukan selalu berpusat pada guru
(teacher centered). Siswa hanya mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh
guru. Siswa tidak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sehingga
membuat hasil belajar matematika siswa pun kurang memuaskan.
46
Pada observasi selanjutnya penulis mengadakan pre test terhadap siswa
secara individu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal tentang
kemampuan siswa kelas V pada mata pelajaran matematika. Hasilnya akan
ditindakanjuti pada kajian yang akan penulis lakukan. Adapun hasil pelaksanaan
pree test yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.6
Perolehan Nilai Matematika Pra Siklus
NO NAMA SISWA SKOR PROSENTASE
( % )
1 Abdul Hamid 20 0 = 0
2 Abdul Roup 40 20 = 17
3 Angga Andrianto 40 40 = 26
4 Angga Saputra 20 60 = 48
5 Ajid Salikin 20 80 = 9
6 Acep Andri 40 100 = 0
7 Cep Ahmad Ruskanda 40
8 Eka Halimatusadiah 60
9 Evi Apipah 60
10 Fajar Suryaman 60
11 Farid Rifai 60
12 Gunawan 20
47
13 Heri Irawan 60
14 Hana Nurhasanah 60
15 Heni Nuraeni 40
16 Irma Suryani 60
17 Ikoh Nurohmawati 60
18 Muhammad Rodialloh 60
19 Nadia Retna Ayuningsih 40
20 Endang Kusnadi 20
21 Nurul Adimah 80
22 Siti Aisah 20
23 Mufti 20
JUMLAH 1140
RATA-RATA 49,5
Hasil skor pra siklus di atas dapat dituangkan dalam tabel distribusi
frekuensi di bawah ini :
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Pra Siklus
NO
Nilai
(x)
Frekuensi
(f)
fx %
Kumulatif f Kumulatif %
Atas Bawah Atas Bawah
1 20 4 80 17 4 23 17 100
2 40 6 240 26 10 19 43 83
3 60 11 660 48 21 13 91 57
4 80 2 160 9 23 2 100 9
Jumlah 23 1140 100
48
Rata-rata 49,5
Diagram 4.1
Perolehan Nilai Matematika Pra Siklus
Dari tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa siswa yang
mengalami ketuntasan belajar hanya 13 orang siswa atau hanya 56,5 % dan
dinyatakan lulus, sedangkan sisanya 43.5 % dinyatakan tidak lulus.
Berdasarkan observasi dan refleksi pada tahap ini maka perlu diadakan
perbaikan-perbaikan. Hal ini dimaksudkan agar kualitas pembelajaran
matematika bisa lebih baik dan hasil belajar matematika siswa bisa lebih
memuaskan.
B. Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Tindakan Kelas
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas disesuaikan dengan waktu yang
telah dijadwalkan sebelumnya yaitu pada tanggal 25 Mei sampai 6 Juni 2009.
49
Adapun pelaksanaan pembelajarannya disesuaikan dengan jadwal sekolah,
sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran sehari-hari.
1. Siklus Pertama
a. Perencanaan Tindakan
Proses pembelajaran tindakan siklus pertama diawali dengan
melaksanakan segala sesuatu yang telah direncanakan pada tahap perencanaan
tindakan yang telah dibuat sebelumnya. Di dalam perencanaan tindakan diawali
dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang
menentukan luas permukaan kubus dan balok.
b. Pelaksanaan Tindakan
Siklus pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 25 Mei 2009.
Kegiatan pembelajaran pada tindakan siklus pertama ini diawali dengan
kegiatan apersepsi. Dalam kegiatan apersepsi ini guru mengajukan beberapa
pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengemukakan pengetahuan awal
yang dimilikinya yang ada kaitannya dengan kubus dan balok. Pada kegiatan ini
sebagian besar siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, karena
materi tentang kubus dan balok memang sudah dipelajari sebelumnya di kelas
IV.
Kemudian guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok. Setelah itu
membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada tiap kelompok untuk
dikerjakan dengan cara berdiskusi dalam kelompok. Soal-soal yang disajikan
dalam LKS diharapkan dapat membantu siswa dalam membangun konsep yang
akan dibahas yaitu tentang menentukan luas permukaan kubus dan balok dengan
50
menggunakan gambar kubus bergaris. Tiap kelompok diberikan kebebasan
untuk menyelesaikan soal-soal dengan caranya masing-masing.
Pada saat kegiatan diskusi kelompok berlangsung guru berjalan
berkeliling untuk mengamati aktivitas diskusi kelompok tersebut. Kepada tiap
kelompok guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang LKS yang sedang
dikerjakan. Setelah diskusi kelompok selesai, kemudian guru memberikan
kesempatan pada tiap kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya di depam
kelas dan kelompok lain memberikan komentar terhadap hasil temuan kelompok
yang tampil di depan kelas. Kegiatan ini dipimpin oleh guru. Setelah selesai,
kegiatan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan terhadap hasil temuan secara
bersama-sama. Guru memberi penguatan terhadap hasil temuan tersebut.
Pada kegiatan akhir setiap siswa diberi soal-soal evaluasi mencari luas
permukaan kubus dan balok dengan menggunakan gambar kubus untuk
memantapkan pengetahuan yang telah dibangun. Kemudian dilakukan
pembahasan dan penilaian. Adapun hasil evaluasi tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.8
Nilai Matematika Post Test Siklus I
No Nama Siswa Skor Prosentase
( % )
1 Abdul Hamid 40 0 = 0
2 Abdul Roup 40 20 = 0
3 Angga Andrianto 60 40 = 39
4 Angga Saputra 60 60 = 57
5 Ajid Salikin 40 80 = 4
51
6 Acep Andri 60 100 = 0
7 Cep Ahmad Ruskanda 60
9 Evi Apipah 60
10 Fajar Suryaman 60
11 Farid Rifai 60
12 Gunawan 60
13 Heri Irawan 60
14 Hana Nurhasanah 60
15 Heni Nuraeni 60
16 Irma Suryani 60
17 Ikoh Nurohmawati 40
18 Muhammad Rodialloh 80
19 Nadia Retna Ayuningsih 40
20 Endang Kusnadi 40
21 Nurul Adimah 60
22 Siti Aisah 40
23 Mufti 40
JUMLAH 1220
RATA-RATA 53
Tabel 4.9
52
Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Siklus I
NO
Nilai
(x)
Frekuensi
(f)
fx %
Kumulatif f Kumulatif %
Atas Bawah Atas Bawah
1 20 0 0 0 0 23 0 100
2 40 9 360 39 9 23 39 100
3 60 13 780 57 22 14 96 61
4 80 1 80 4 23 1 100 4
5 100 0 0 0 23 0 100 0
Jumlah 23 1220 100
Rata-rata 53
Diagram 4.2
Perolehan Nilai Matematika Siklus I
Berdasarkan Tabel 4.6 dan 4.7 dapat dilihat bahwa skor rata-rata kelas
Post Test pada tindakan siklus pertama adalah 53. Siswa yang memperoleh skor
53
diatas 60 dan dinyatakan lulus hanya 14 orang siswa atau 61 %. Sedangkan
sisanya sebanyak 9 orang siswa atau 39 % memperoleh skor dibawah 60 dan
dinyatakan tidak lulus. Ini merupakan bukti bahwa pada siklus pertama,
pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran
Konstruktivisme pada sub pokok bahasan menentukan luas permukaan kubus dan
balok dengan menggunakan gambar kubus belum berhasil.
Sedangkan skor rata-rata kelompok pada siklus pertama ini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.10
Nilai Rata-rata Kelompok Siklus I
No Kelompok Nilai Keterangan
1 A 60
2 B 50
3 C 50
4 D 60
5 E 60
6 F 50
Jumlah 330
Rata-rata 55
Dari tabel 4.8 di atas dapat disimpulkan bahwa dari 6 kelompok, 3
kelompok diantaranya dinyatakan telah berhasil membangun konsep tentang
bagaimana cara menentukan luas permukaan kubus dan balok dengan
54
menggunakan kubus gambar kubus berpetak, karena memperoleh skor diatas 60.
Dan ada 3 kelompok yang dinyatakan belum berhasil karena hanya memperoleh
skor 50.
c. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengamati dan mengetahui
aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Terutama pada saat
kegiatan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Sedangkan untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari diadakan
evaluasi dengan menggunakan soal-soal evaluasi.
d. Analisis dan Refleksi Siklus Pertama
Setelah melakukan tindakan siklus pertama pada pembelajaran
matematika pada sub pokok bahasan menentukan luas permukaan kubus dan
balok dengan menggunakan gambar kubus dengan menggunakan Model
Pembelajaran Konstruktivisme, maka selanjutnya dilakukan analisis dan refleksi
hasil kegiatan berdasarkan data dan sejumlah informasi yang diperoleh dari hasil
observasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Adapun hasil analisis
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran
Konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa
Sekolah Dasar belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini dapat dilihat
selama kegiatan pembelajaran berlangsung terutama pada saat diskusi kelas
masih ada beberapa kelompok yang tidak mau tampil di depan kelas untuk
melaporkan hasil diskusinya karena mereka merasa malu dan takut tampil di
55
depan kelas. Hal ini disebabkan karena sebelumnya mereka tidak terbiasa
tampil di depan kelas.
2) Partisipasi dan kerjasama siswa dalam kelompok belum terlihat. Hanya
siswa yang pandai saja yang sibuk mengerjakan soal, sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan kurang hanya diam memperhatikan temannya yang
sedang mengerjakan soal.
3) Komunikasi antara siswa dan guru belum berjalan dengan baik. Hal ini
disebabkan siswa belum terbiasa menegemukakan pertanyaan atau
pendapatnya kepada guru.
4) Hasil belajar matematika siswa masih belum memuaskan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil evaluasi pada siklus pertama ini menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa dinyatakan tidak lulus.
Sebelum membuat perencanaan untuk siklus kedua, terlebih dahulu
diadakan refleksi guna meningkatkan segala sesuatu yang dirasakan masih
kurang pada pelaksanaan tindakan pertama dan hal-hal yang sudah baik tetap
dipertahankan. Perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan antara lain :
1). Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ), 2). Memberikan
motivasi kepada siswa agar berani tampil di depan kelas. Sehingga diskusi kelas
dapat berjalan dengan lancar, 3). Memberikan penjelasan kepada siswa bahwa
dalam kelompok setiap anggota kelompok mempunyai peran dan tanggung
jawab yang sama dalam segala hal serta kerjasama dan kekompakkan dalam
kelompok juga sangat dibutuhkan, 4).Memperbaiki komunikasi antara guru dan
siswa, agar terjadi interaksi yang baik pula. Sehingga dapat memperlancar
56
proses pembelajaran, dan 5).Mengoptimalkan pembelajaran dengan
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme, agar hasil belajar siswa
dapat meningkat.
2. Siklus Kedua
a. Perencanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus kedua diawali dengan melakukan refleksi
terhadap hasil yang diperoleh dari tindakan pada siklus pertama melalui analisis
terhadap sejumlah data yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil kegiatan ini
selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran secara
keseluruhan.
b. Pelaksanaan Tindakan
Proses pembelajaran pada tindakan siklus kedua ini dilaksanakan pada
hari Selasa tanggal 26 Mei 2009 . Prosedur pelaksanaan pembelajaran pada
tindakan siklus kedua ini sama dengan pada tindakan siklus pertama. Yaitu
diawali dengan apersepsi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat
mendorong siswa mengemukakan pengetahuan awal yang telah dimilikinya.
Kegiatan dilanjutkan dengan membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok. Kemudian setiap kelompok diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
harus diselesaikan dengan cara berdiskusi dalam kelompok. LKS ini berisi soal-
soal yang dapat membangun pengetahuan siswa tentang konsep yang akan
dipelajari yaitu menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok.
57
Setelah diskusi kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas
dimana setiap kelompok diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas untuk
melaporkan hasil temuannya pada saat berdiskusi dan kelompok lain
memberikan komentar. Kemudian guru bersama siswa membuat kesimpulan
dari hasil temuan siswa, dan guru memberi penguatan terhadap hasil temuan
siswa tersebut.
Untuk memantapkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa guru
menyajikan soal-soal eveluasi menentukan luas permukaan kubus dan balok
dengan menggunakan rumus dalam lembar evaluasi yang harus dikerjakan oleh
setiap siswa. Kemudian dilakukan pembahasan dan penilaian. Adapun hasil post
test tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.11
Nilai Matematika Post Test Siklus II
No Nama Siswa Skor Prosentase
( % )
1 Abdul Hamid 60 0 = 0
2 Abdul Roup 60 20 = 0
3 Angga Andrianto 80 40 =13
4 Angga Saputra 40 60 = 48
5 Ajid Salikin 40 80 = 26
6 Acep Andri 60 100 = 9
7 Cep Ahmad Ruskanda 60
8 Eka Halimatusadiah 60
9 Evi Apipah 80
10 Fajar Suryaman 80
58
11 Farid Rifai 100
12 Gunawan 60
13 Heri Irawan 80
14 Hana Nurhasanah 80
15 Heni Nuraeni 80
16 Irma Suryani 60
17 Ikoh Nurohmawati 60
No Nama Siswa Skor Prosentase
( % )
19 Nadia Retna Ayuningsih 60
20 Endang Kusnadi 40
21 Nurul Adimah 100
22 Siti Aisah 40
23 Mufti 60
JUMLAH 1500
RATA-RATA 65
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Siklus II
NO
Nilai
(x)
Frekuensi
(f)
fx %
Kumulatif f Kumulatif %
Atas Bawah Atas Bawah
1 20 0 0 0 0 1500 0 100
2 40 4 160 17 160 1500 17 100
3 60 11 660 48 820 1340 65 83
59
4 80 6 480 26 1300 680 91 35
5 100 2 200 9 1500 200 100 9
Jumlah 23 1500 100
Rata-rata 65
Diagram 4.3
Perolehan Nilai Matematika Siklus II
Berdasarkan data pada tabel nilai post test tindakan siklus kedua terhadap
sub pokok bahasan menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok , dapat
disimpulkan bahwa siswa yang memperoleh skor 60 ke atas dan dinyatakan lulus
lebih dari setengah dari seluruh jumlah siswa yaitu sebanyak 19 orang siswa atau
60
83 %. Sedangkan 4 orang siswa atau 17 % dinyatakan belum lulus. Skor rata-
ratakelas pada post test tindakan siklus kedua ini adalah 65.
Sedangkan skor rata-rata kelompok siswa dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.13
Nilai Rata-rata Kelompok Siklus II
No Kelompok Nilai Keterangan
1 A 60
2 B 60
3 C 60
No Kelompok Nilai Keterangan
4 D 50
5 E 70
6 F 60
Jumlah 360
Rata-rata 60
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa secara kelompok hampir
seluruh siswa dinyatakan telah berhasil dalam membangun konsep bagaimana
cara menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok.
c. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengamati dan mengetahui
aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Terutama pada saat
kegiatan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Sedangkan untuk mengetahui
61
tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari diadakan
evaluasi dengan menggunakan soal-soal evaluasi.
d. Analisis dan Refleksi Siklus Kedua
Setelah melakukan tindakan siklus kedua pada pembelajaran matematika
pada sub pokok bahasan menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok
dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme, maka selanjutnya
dilakukan analisis dan refleksi hasil kegiatan berdasarkan data dan sejumlah
informasi yang diperoleh dari hasil observasi pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Adapun hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas siswa pada saat berlangsung diskusi kelompok sudah berjalan
dengan baik. Setiap anggota kelompok sudah memberikan kontribusinya
untuk kelompok. Mereka saling bekerjasama dan bahu-membahu dalam
memecahkan masalah yang ada dalam LKS.
2) Diskusi kelas sudah berjalan dengan baik. Pada siklus kedua ini semua
kelompok sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa malu dan takut lagi
seperti pada siklus pertama. Mereka sudah mulai terbiasa dengan kegiatan
diskusi kelas.
3) Hasil belajar matematika siswa pada siklus kedua ini mengalami peningkatan.
Hal ini dapat terlihat dari hasil perolehan nilai rata-rata post test siklus kedua
lebih baik dibandingkan nilai post test siklus pertama.
Sebelum membuat perencanaan untuk siklus ketiga, terlebih dahulu
diadakan refleksi guna meningkatkan segala sesuatu yang dirasakan masih
62
kurang pada pelaksanaan tindakan siklus kedua dan hal-hal yang sudah baik
tetap dipertahankan. Perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan antara lain :
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )
2) Membuat soal-soal yang lebih variatif dan mudah dipahami dalam LKS,
sehingga dapat lebih membantu siswa dalam membangun konsep yang
akan dipelajari.
3) Memotivasi siswa agar menciptakan diskusi kelas yang lebih aktif dan
hidup.
3. Siklus Ketiga
a. Perencanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus ketiga diawali dengan melakukan refleksi
terhadap hasil yang diperoleh dari tindakan pada siklus kedua melalui analisis
terhadap sejumlah data yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil kegiatan ini
selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran secara
keseluruhan.
b. Pelaksanaan Tindakan
Proses pembelajaran pada tindakan siklus ketiga ini dilaksanakan pada
hari Jum‟at tanggal 29 Mei 2009 . Prosedur pelaksanaan pembelajaran pada
tindakan siklus ketiga ini sama dengan pada tindakan siklus pertama dan kedua.
63
Yaitu diawali dengan apersepsi dengan cara guru mengajukan beberapa
pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengemukakan pengetahuan awal
yang telah dimilikinya.
Kegiatan dilanjutkan dengan membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok. Kemudian setiap kelompok diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
harus diselesaikan dengan cara berdiskusi dalam kelompok. LKS ini berisi soal-
soal yang dapat membangun pengetahuan siswa tentang konsep yang akan
dipelajari yaitu Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan
perhitungan luas permukaan kubus dan balok.
Setelah diskusi kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas
dimana setiap kelompok diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas untuk
melaporkan hasil temuannya pada saat berdiskusi dan kelompok lain
memberikan komentar. Kemudian guru bersama siswa membuat kesimpulan
dari hasil temuan siswa, dan guru memberi penguatan terhadap hasil temuan
siswa tersebut.
Untuk memantapkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa guru
menyajikan soal-soal menentukan luas permukaan kubus dan balok dengan
menggunakan rumus dalam lembar evaluasi yang harus dikerjakan oleh setiap
siswa. Kemudian dilakukan pembahasan dan penilaian. Adapun hasil post test
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.14
Nilai Matematika Post Test Siklus III
No Nama Siswa Skor Prosentase
64
( % )
1 Abdul Hamid 60 0 = 0
2 Abdul Roup 80 20 = 0
3 Angga Andrianto 100 40 = 4
4 Angga Saputra 60 60 = 31
5 Ajid Salikin 40 80 = 26
6 Acep Andri 60 100 = 39
7 Cep Ahmad Ruskanda 60
8 Eka Halimatusadiah 80
9 Evi Apipah 100
10 Fajar Suryaman 100
11 Farid Rifai 100
12 Gunawan 80
13 Heri Irawan 100
14 Hana Nurhasanah 100
15 Heni Nuraeni 100
16 Irma Suryani 80
17 Ikoh Nurohmawati 60
18 Muhammad Rodialloh 100
19 Nadia Retna Ayuningsih 80
20 Endang Kusnadi 80
21 Nurul Adimah 100
No Nama Siswa Skor Prosentase
( % )
22 Siti Aisah 60
23 Mufti 60
JUMLAH 1840
65
RATA-RATA 80
Tabel 4.15
Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Siklus III
NO
Nilai
(x)
Frekuensi
(f)
fx %
Kumulatif f Kumulatif %
Atas Bawah Atas Bawah
1 20 0 0 0 0 1820 0 100
2 40 1 40 4 40 1820 4 100
3 60 7 420 31 460 1780 35 96
4 80 6 460 26 920 1360 61 65
5 100 9 900 39 1820 900 100 39
Jumlah 23 1820 100
Rata-rata 80
Diagram 4.4
Perolehan Nilai Matematika Siklus III
Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
tindakan siklus ketiga ini hampir seluruh siswa yaitu sebanyak 22 orang siswa
atau 96 % dinyatakan lulus. Sedangkan sisanya 1 orang siswa atau 4 %
66
dinyatakan tidak lulus. Sementara skor rata-rata kelas mengalami kenaikan yang
signifikan yaitu 80.
Skor rata-rata kelompok pada tindakan siklus III ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.16
Nilai Rata-rata Kelompok Siklus III
No Kelompok Nilai Keterangan
1 A 70
2 B 80
3 C 80
4 D 70
6 E 70
7 F 80
Jumlah 450
Rata-rata 75
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh
kelompok pada kegiatan diskusi siklus III dinyatakan lulus dengan skor yang
baik, dengan skor rata-rata 75. Ini berarti bahwa penggunaan Model
Pembelajaran Konstruktivisme yang menekankan kepada pembelajaran secara
berkelompok dinyatakan berhasil.
c. Observasi dan Analisis Tindakan Siklus Ketiga
67
Setelah melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan
Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa, maka dilakukanlah observasi dan analisis terhadap
pelaksanaan kegiatan tindakan tersebut. Hasil analisis tersebut dijelaskan
sebagai berikut :
1) Aktivitas siswa selama diskusi kelompok sudah berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
2) Hasil belajar siswa pada siklus ketiga ini mengalami peningkatan yang
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai post test siklus ketiga yang
mengalami peningkatan dibanding siklus pertama dan kedua. Hanya 1 orang
siswa yang mendapatkan skor dibawah 60.
C. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Informasi yang diperoleh dari hasil observasi pada setiap siklus
menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung siswa mau
berdiskusi dengan temannya dalam kelompok, selalu mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru. Selain itu mereka serius dan memiliki toleransi yang tinggi
terhadap teman dan kelompok lain pada saat pembelajaran berlangsung.
Pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme ini
juga membuat mereka menjadi lebih berani bertanya dan mengemukakan
pendapat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.17
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran
68
pada setiap Siklus
No Aspek Yang Dinilai
Hasil Yang Dicapai
Pra
Siklus
Siklus
I
Siklus
II
Siklus
III
1 Keberanian K C B B
2 Keaktifan C C B B
3 Menghargai pendapat teman C C B B
4 Kerja sama C C B B
5 Pemecahan masalah C C B B
6 Mengembangkan pendapat dengan
baik K C B B
7 Kreatif C C B B
8 Ketekunan C C B B
9 Ketelitian C C B B
10 Perhatian C C C B
D. Persepsi Siswa Tentang Pembelajaran dengan Menggunakan Model
Konstruktivisme
Untuk mengetahui persepsi siswa tentang pembelajaran yang telah
dilakukan, Setelah kegiatan Penelitian Tindakan Kelas Siklus III selesai, peneliti
menyebarkan angket yang berisi 4 pertanyaan. Dari jawaban-jawaban siswa dapat
ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Hampir seluruh siswa menjawab bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode konstruktivisme menyenangkan, yaitu dari 23 siswa yang menjawab
Ya sebanyak 20 siswa dan sisanya menjawab Tidak.
2. 16 orang siswa menjawab bahwa dengan menggunakan model
konstruktivisme kegiatan pembelajaran lebih mudah dipahami sedangkan
yang lainnya menjawab tidak.
3. Hampir seluruh siswa merasa lebih aktif dalam pembelajaran dengan metode
konstruktivisme.
69
4. Seluruh siswa setuju pada pembelajaran berikutnya menggunakan metode
konstruktivisme kembali.
E. Hasil Analisis Pelaksanaan Tindakan
1. Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Sebelum
Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme kurang memuaskan. Hal ini
dapat dilihat dari hasil perolehan skor rata-rata pada pra siklus yang hanya
mencapai 49,5. Hasil perolehan nilai ini masih jauh dibawah KKM yang telah
ditetapkan yaitu 60. Jumlah siswa yang dinyatakan lulus sebanyak 13 orang
siswa atau hanya 56,5 % dari jumlah seluruh siswa yang ada, sedangkan jumlah
siswa yang dinyatakan tidak lulus sebanyak 10 orang atau 43,5 %.
2. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Konstruktivisme
Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Konstruktivisme menunjukkan hasil yang positif pada setiap
siklus. Berikut informasi yang diperoleh dari setiap siklus :
a. Aktivitas siswa pada saat pembelajaran siklus pertama dengan menggunakan
Model Pembelajaran Konstruktivisme belum menunjukkan hal yang berarti,
semuanya masih berjalan biasa-biasa saja. keaktifan siswa pada saat
pembelajaran berlangsung masih kurang. Diskusi kelompok dan diskusi kelas
belum berjalan dengan baik. Dalam diskusi kelompok hanya siswa dengan
kemampuan pandai saja yang aktif mengerjakan soal-soal dalam LKS,
70
sedangkan pada saat diskusi kelas masih ada kelompok yang belum berani
tampil di depan kelas untuk melaporkan hasil diskusinya.
b. Pada siklus kedua akitvitas siswa pada saat pembelajaran mulai menunjukkan
perubahan. Mereka mulai bersemangat dalam berdiskusi kelompok dan kelas,
dan tidak ada lagi kelompok yang tidak mau tampil di depan kelas. Pada
siklus kedua ini juga sudah mulai ada interaksi yang baik antara siswa dengan
siswa maupun antara siswa dengan guru.
c. Aktivitas siswa pada siklus ketiga jauh lebih baik dibanding siklus-siklus
sebelumnya. Mereka sangat antusias dalam melakukan pembelajaran, baik
pada saat diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
3. Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Setelah
Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam penelitian ini cukup
memuaskan. Skor evaluasi dari siklus ke siklus mengalami peningkatan yang
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata siswa pada setiap siklus. Pada
siklus pertama skor rata-rata siswa hanya 53, pada siklus kedua naik menjadi 65,
dan pada siklus ketiga perolehan skor rata-rata siswa mengalami peningkatan lagi
dibanding siklus kedua menjadi 80.
Untuk lebih jelasnya peningkatan hasil belajar matematika siswa dengan
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.18
Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Matematika dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Konstruktivisme
71
No Nama Siswa
Skor Pada
Pra
Siklus Siklus I Siklus II
Siklus
III
1 Abdul Hamid 20 40 60 60
2 Abdul Roup 40 40 60 80
3 Angga Andrianto 40 60 80 100
5 Ajid Salikin 20 40 40 40
6 Acep Andri 40 60 60 60
7 Cep Ahmad Ruskanda 40 60 60 60
8 Eka Halimatusadiah 60 40 60 80
9 Evi Apipah 60 60 80 100
10 Fajar Suryaman 60 60 80 100
11 Farid Rifai 60 60 100 100
12 Gunawan 20 60 60 80
13 Heri Irawan 60 60 80 100
14 Hana Nurhasanah 60 60 80 100
15 Heni Nuraeni 40 60 80 100
16 Irma Suryani 60 60 60 80
17 Ikoh Nurohmawati 60 40 60 60
18 Muhammad Rodialloh 60 80 60 100
19 Nadia Retna Ayuningsih 40 40 60 80
20 Endang Kusnadi 20 40 40 80
21 Nurul Adimah 80 60 100 100
22 Siti Aisah 20 40 40 60
23 Mufti 20 40 60 60
JUMLAH 1140 1220 1500 1840
RATA-RATA 49,5 53 65 80
72
F. Pembahasan dan Temuan
1. Pembahasan Hasil Penelitian
Menurut pengamatan peneliti aktivitas belajar matematika siswa dengan
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme menunjukkan adanya
peningkatan dibandingkan dengan pembelajaran matematika dengan
pembelajaran konvensional yang hanya menekankan pada latihan-latihan soal
atau drill and practice. Karena dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme siswa aktif membangun
sendiri pengetahuannya.
Sebelum menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme proses
pembelajaran didominasi oleh guru, setelah menggunakan Model Pembelajaran
Konstruktivisme siswalah yang banyak mendominasi pembelajaran. Guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan moderator dalam proses pembelajaran. Karena
siswalah yang membangun sendiri pengetahuan barunya dengan berbekal
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Ausubel yang menyatakan bahwa faktor yang
paling penting yang mempengaruhi belajar yaitu apa yang diketahui siswa, guru
harus meyakininya dalam mengajar.
Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil belajar matematika siswa dalam
pembelajaran matematika setelah menggunakan Model Pembelajaran
73
Konstruktivisme mengalami peningkatan dibanding sebelum menggunakan
Model Pembelajaran Konstruktivisme . Hal ini dapat dilihat dari skor evaluasi
yang terus meningkat dari siklus ke siklus.
Untuk lebih jelasnya hasil perolehan skor rata-rata hasil belajar siswa
tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Diagram 4.5
Nilai Rata-Rata Tiap Siklus
2. Temuan
Salah satu temuan pada penelitian ini bahwa pembelajaran matematika
dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Temuan ini diperkuat oleh temuan
Deti Rostika (2008). Dalam penelitiannya beliau menemukan bahwa dengan
menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme hasil belajar matematika
siswa mengalami peningkatan.
74
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada awal pembelajaran
dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme menunjukkan
bahwa pada saat dilakukan diskusi kelompok maupun diskusi kelas belum
berjalan dengan baik. Kegiatan diskusi masih didominasi oleh siswa yang
pandai.
Dari hasil penskoran terhadap LKS yang mereka kerjakan, pada
umumnya mereka kesulitan mengkomunikasikan jawaban mereka dengan baik.
Walaupun secara keseluruhan sebetulnya mereka dapat menyelesaikan soal-soal
dalam LKS tersebut.
Berdasarkan temuan peneliti dari hasil Penelitian Tindakan Kelas yang
dilakukan, pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran
Konstruktivisme perlu mendapat perhatian dan dikembangkan, karena
berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.
75
BAB V
KESIMPILAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mulai dari studi pendahuluan sampai berakhirnya
penelitian pada siklus III dapat disimpulkan hal-halberikut ini :
1. Pembelajaran geometri bangun ruang sebelum menerapkan model konstruktivisme
dari segi hasil masih kurang, baik dari nilai post tes maupun partisifasi siswa dalam
pembelajaran.
2. Penerapan model konstruktivisme dalam pembelajaran matematika khususnya
geometri bangun ruang telah mampu menumbuhkan aktivitas dan minat siswa dalam
pembelajaran, hal ini dapat dilihat pada hasil partisifasi aktivitas siswa selama
pembelajaran yang menunjukkan peningkatan yang signifikan pada setiap siklusnya.
3. Pembelajarn geometri dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme
telah menunjukkan hasil yang baik, hal ini terlihat dari nilai rata-rata perolehan tiap
siklus. Di mana pada siklus I nilai rata-ratanya 53, kemudian meningkat pada siklus
kedua dengan nilai rata-rata 65, dan akhirnya pada siklus III mencapai nilai rata-rata
80.
Meskipun pada intinya peningkatan hasil belajar di atas karena adanya pengaruh
dari penggunaan model konstruktivisme yang digunakan dalam pembelajaran, namun
tentu sajahal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung.
Dari ketiga kesimpulan yang telah diuraikan di atas, ditarik kesimpulan bahwa
penerapan model konstruktivisme pada pembelajaran matematika telah memberikan
76
dampak yang positif, baik hasil yang berupa nilai maupun sktivitas dan minat belajar
siswa yang semakin meningkat.
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan selam penelitian, peneliti merekomendasikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Sebaiknya suatu pembelajaran dilakukan dengan tidak mengesampingkan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
2. Alangkah baiknya suatu pembelajaran telah disusun secara sistematis dan
direncanakan dengan matang melalui suatu rencana pembelajaran serta pelaksanaan
dari rencana pembelajaran tersebut.
3. Dalam suatu pembelajaran guru hendaknya mampu mengembangkan motivasi
belajar siswa pada awal pembelajaran, dan dalam proses pembelajaran itu sendiri
agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh apalagi ketakutan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin, TR. (2007), Pendekata, Metode, dan Teknik Penelitian Pendidikan.
UPI Kampus Purwakarta
Hamalik, O. (2004), Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar
Baru Algensindo
Herman, T. dan Sufyani, P. (2007), Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru. Bandung : Unipersitan Pendidikan Indonesia
Karli, H dan Margaretha. (2002), Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi 1. Bandung : Bina Media Informasi
Kasbollah, K (1998/1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta : DIRJEN DIKTI
Mulyasa, E. (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Natawidjaja,R.(1995/1996)Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Penelitian Kelas.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Riyanto, Y. (1996), Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : SIC
Sudjana, N. (2002), Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Sinar Baru Algensindo
Suprayekti, (2003), Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta : Departeman Pendidikan
Nasional
Surya, M. (1996), Psikologi Pendidikan. Bandung : CV. Pembangunan Jaya
Suwangsih, E. dan Tiurlina (2006), Model Pembelajaran Matematika.
Bandung : UPI Press
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. (2003), Sistem Pendidikan Nasional.
Bandung : Citra Umbara
Usman, U. dan Setiawati,L. (1993), Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya
78
Wardani, IGAK dan Wihardit, K. (2008), Penelitian Tindakan Kelas.
Universitas Terbuka
Wibawa, B. (2003), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan. (2006), Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Tingkat SD,MI dan SLB, Departemen Pendidikan.
Tesis
Wahyudin, D. (2002), Implementasi Pendidikan Keterampilan Proses dalam
Pembelajaran Pendidikan IPS di SD. Bandung : Program Pasca Sarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Jurnal
Iskandar, S. (2006), Ancangan Alternatif Penelitian bagi Guru Sekolah Dasar.
Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
top related