produksi hidrogen sebagai sumber energi
Post on 19-Jan-2016
139 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Laju pertumbuhan penduduk dan tingkat ekonomi yang semakin meningkat, serta
perkembangan teknologi yang semakin pesat dari waktu ke waktu mengakibatkan dunia
(termasuk Indonesia) membutuhkan energy yang sangat besar. Bahan bakar fosil seperti
minyak bumi dan batu bara merupakan sumber energi utama. Permintaan akan bahan
bakar tersebut yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya eksplorasi dan
eksploitasi sumber energi berbahan bakar fosil secara besar-besaran. Eksploitasi energi
yang berlebihan dari sumber daya alam terutama minyak bumi selama ini menyebabkan
menipisnya kandungan minyak bumi tersebut, menimbulkan kerusakan lingkungan,
perubahan iklim global, dan krisis energi di seluruh dunia (Bockris 2002).
Krisis energi dan kerusakan lingkungan ini memerlukan penanganan serius.
Usaha mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan pengembangan sumber
energy alternatif termasuk bioenergi terus diupayakan dan dilakukan. Bioenergi
merupakan energy terbarukan yang berasal dari biomassa (Liu & Shen 2004). Bioenergi
ini adalah salah satu bentuk energi alternatif yang prospektif untuk dikembangkan.
Pengembangan bioenergi ini tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan terhadap
bahan bakar minyak yang harganya terus melambung, tetapi juga dapat meningkatkan
keamanan pasokan energy nasional. Perhatian masyarakat dunia yang semakin
meningkat pada penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan menjadikan
pengembangan bioenergi sangat strategis dan perlu direalisasikan (Sirait 2007). Oleh
karena itu, energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable energy) dan aman
lingkungan (green energy) sangat dibutuhkan dan sangat penting untuk diupayakan serta
dioptimalkan pengolahan dan penggunaannya.
Hidrogen merupakan salah satu pilihan energi alternatif karena mudah dikonversi
dan tidak merusak lingkungan baik dalam proses pembuatan maupun penggunaannya.
Hidrogen adalah unsur paling ringan, sangat mudah terbakar, dan paling banyak terdapat
di alam semesta. Unsur ini dikandung oleh air dan semua senyawa organik serta
makhluk hidup (Mohsin 2007).
Biohidrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses biologis atau dari
biomassa. Biohidrogen dapat dikembangkan di Indonesia karena bahan bakunya cukup
tersedia. Biohidrogen diproduksi dengan memanfaatkan organisme bakteri
melaluiproses fermentasi atau fotoproduksi untuk merombak substrat organik (limbah
atau nonlimbah) menjadi energi hidrogen (Sirait 2007).
Salah satu mikroorganisme yang mampu memproduksi hidrogen adalah bakteri
fotosintetik, seperti Rhodobium marinum dan Rhodobacter sphaeroides (Kawaguchi
2005). Bakteri fotosintetik mampu mengubah senyawa organik menjadi gas hydrogen
dengan adanya energi cahaya. Banyak tantangan teknis yang dihadapkan pada masa
transisi dari bahan bakar berbasis fosil ke bahan bakar berbasis biohidrogen ini, mulai
dari produksi dengan kuantitas memadai, penyimpanan, transmisi, dan distribusinya
(Dunn 2002). Oleh karena itu, penelitian ini menjadi salah satu bagian dari transisi
menuju penggunaan bahan bakar berbasis biohidrogen.
Krisis energi yang melanda Indonesia dikarenakan karena jumlah penduduk yang
semakin meningkat berpengaruh langsung terhadap konsumsi bahan bakar. Energi yang
berasal dari fosil termasuk energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga semakin
menipis. Di sisi lain, isu lingkungan global yang menuntut tingkat kualitas lingkungan
yang lebih baik, mendorong berbagai pakar energy untuk mengembangkan energi yang
lebih ramah lingkungan dan mendukung keamanan pasokan berkesinambungan.
Hidrogen sangat dimungkinkan menjadi alternatif bahan bakar masa depan.
Proses produksi hidrogen dapat dilakukan secara biologi maupun secara kimiawi. Secara
biologi (bioteknologi) adalah teknik pendayagunaan organisma hidup atau bagiannya
untuk membuat atau memodifikasi suatu produk dan meningkatkan/ memperbaiki sifat
organisme untuk penggunaan dan tujuan khusus seperti untuk pangan, farmasi dan
energi (Miyamoto et al. 1997). Hal ini dilakukan Woodward et al. 2002 dengan
memproduksi hidrogen menggunakan enzim melalui jalur fosfat pentosa dan enzim
hidrogenase. Produksi hidrogen melalui fermentasi biomasa kekayuan tropika, hidrolisis
gas metana, menggunakan methanol langsung (Liu et al. 2003). Proses fermentasi juga
dilakukan Susilaningsih et al. 2008 dengan menggunakan limbah biomasa kekayuan
melalui dua langkah fermentasi, yaitu dengan mengkombinasikan konversi monomer
hasil hidrolisa limbah biomasa kekayuan menjadi asam laktat melalui bakteri laktat
(Lactobacillus sp) dan konversi laktat menjadi hidrogen dengan menggunakan bakteri
fotosintetik.
Secara kimiawi dapat melalui elektrolisis seperti yang dilaporkan Salimy &
Finahari 2008 dengan melakukan perbandingan produksi hidrogen dengan energy nuklir
untuk dua buah teknologi proses produksi hidrogen yaitu proses elektrolisis dan steam
reforming. Proses elektrolisis juga dilaporkan juga oleh Domen & Maeda 2006 dengan
produksi hidrogen melalui elektrolisis air dengan reaksi fotokatalisis oksinitrida.
Produksi hidrogen lain misalnya melalui dekomposisi metanol dengan katalis Pt/Al2O3
(Brown & Gulari 2004). Produksi hydrogen melalui dekomposisi metana menggunakan
katalis berbasis Ni (Purwanto et al. 2005). Produksi hidrogen berbasis nuklir dilakukan
oleh Sriyono 2008 dan Sutarno & Malik 2004 dengan menganalisis efisiensi energi
nuklir dan energi listrik pada proses produksi hidrogen dengan elektrolis air.
Produksi hidrogen secara kimiawi yang lain adalah dengan menggunakan
alumunium beralkalin untuk dijadikan fuel cell alumunium alkalinudara. Fuel cell
alumunium alkalin-udara adalah serangkaian anoda alumunium dalam larutan beralkalin
dan gas oksigen berada di katoda yang akan menghasilkan energi listrik. Fuel cell
berbasis alumunium alkalin-udara sangat ramah lingkungan karena produk sampingnya
adalah air dan bahan kimia (aluminum oksida (Al2O3) dan aluminum hidroksida
Al(OH)3 yang dibutuhkan industry pemurnian air dan industri kertas serta alat-alat
elektronik (Kulakov & Ross 2007).
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sejarah Produksi Hydrogen Fuel
Hidrogen (bahasa Latin: hydrogenium, dari bahasa Yunani: hydro: air, genes:
membentuk) adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol H dan nomor
atom 1. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bersifat
non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mudah
terbakar. Dengan massa atom 1,00794 amu, hidrogen adalah unsur teringan di dunia.
Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 4%
H2 di udara bebas. Entalpi pembakaran hidrogen adalah - 286 kJ/mol. Hidrogen terbakar
menurut persamaan kimia:
2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol)[10]
Ketika dicampur dengan oksigen dalam berbagai perbandingan, hidrogen meledak
seketika disulut dengan api dan akan meledak sendiri pada temperatur 560 °C. Lidah api
hasil pembakaran hidrogen-oksigen murni memancarkan gelombang ultraviolet dan
hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu, sangatlah sulit mendeteksi
terjadinya kebocoran hidrogen secara visual. Kasus meledaknya pesawat Hindenburg
adalah salah satu contoh terkenal dari pembakaran hidrogen. Karakteristik lainnya dari
api hidrogen adalah nyala api cenderung menghilang dengan cepat di udara, sehingga
kerusakan akibat ledakan hidrogen lebih ringan dari ledakan hidrokarbon.
Dalam kasus kecelakaan Hidenburg, dua pertiga dari penumpang pesawat
selamat dan kebanyakan kasus meninggal disebabkan oleh terbakarnya bahan bakar
diesel yang bocor. H2 bereaksi secara langsung dengan unsur-unsur oksidator lainnya. Ia
bereaksi dengan spontan dan hebat pada suhu kamar dengan klorin dan fluorin,
menghasilkan hidrogen halida berupa hidrogen klorida dan hidrogen fluorida.
2. Perkembangan Produksi Hydrogen Fuel
Menipisnya bahan bakar fosil dan berbagai isu global membuat manusia terdesak untuk
mencari alternatif bahan bakar untuk masa depan, salah satu jawabannya adalah
hydrogen. Hydrogen menjadi jawaban karena hanya menghasilkan air ketika direaksikan
untuk menghasilkan energy. Dengan teori kimia yang cukup dasar itu maka dibuatlah
kendaraan-kendaraan yang menggunakan bahan bakar hydrogen untuk menjawab isu
global yang beredar. Merek-merek mobil besar mulai berlomba untuk mengembangkan
mobil dengan bahan bakar ini untuk menciptakan lingkungan yang sehat di masa depan.
Hydrogen adalah elemen paling berlimpah dan paling simple di dunia. Pada suhu
dan tekanan permukaan bumi, hydrogen tidak berwarna. Bagaimanapun, hydrogen
jarang ditemukan sendiri di alam. Biasanya terikat dengan element lain. Atmosfer kita
sekarang mempunyai presentase yang kecil untk hydrogen. Hydrogen terkunci dalam
jumlah besar di air (H2O), hydrocarbon (seperti methana, CH4), dsb. Memproduksi
hydrogen untuk menjadi bahan bakar dari komponen tsb secara efisien dan ramah
lingkungan menjadi tantangan yang besar pada hari ini.
Penggunaan metode steam reforming gas alam menjadi metode yang paling
sering digunakan, karena ini merupakan metode paling umum untuk memproduksi
hydrogen. Metode ini hanya bersandar dari reaksi kimia methana (CH4) dan H2O yang
menghasilkan hydrogen. Namun, dikarenakan reaksi ini merupakan reaksi endoternik
maka perlu suplai panas dari pembakaran gas alam. Selain gas alam, penggunaan bahan
bakar fosil lain seperti batu bara dan minyak bumi sebagai suplai panas juga dapat
digunakan. Metode produksi hydrogen dengan bahan bakar fosil ini memberikan
dampak buruk bagi alam. Karena selain menghasilkan hydrogen metode ini juga
melepaskan gas CO2 ke atmosfer sebesar 0,44-0,81 Nm3 CO2 tiap Nm3 hydrogen yang
diproduksi. Dari data tahun 2007 Industri hydrogen di USA, walaupun mengahsilkan 11
juta metric ton hydrogen per tahun namun metode ini juga melepaskan 77 ton CO2 ke
atmofer per tahunnya. Dan sayangnya metode ini merupakan metode yang paling umum
dan paling handal. Dari data statistik tahun 1988 di bawah ini kita dapat melihat betapa
besarnya penggunaan bahan bakar fosil dibandingkan metode produksi yang ramah
lingkungan seperti electrolysis.
Metode electrolysis walaupun mempunyai sejarah yang cukup panjang (pertama
kali ditemukan tahun 1800) dan merupakan jawaban untuk produksi hydrogen yang
ramah lingkungan belum dapat menjadi metode idola. Ini dikarenakan metode ini belum
dapat memberikan nilai efisiensi yang tinggi dengan suhu yang rendah. Metode
electrolysis yang biasa dikenal, menggunakan KOH sebagai electrolytenya, dapat
beroperasi pada suhu 80 0C, akan tetapi hanya mempunyai efisiensi 20-30%. Efisiensi
yang tinggi dari electrolysis dapat diperoleh dengan menggunakan electrolyzer dengan
Oxygen Ion conducting Solid Electrolyte yang beroperasi di suhu 700-100 0C. Namun,
dibutuhkan energy yang besar untuk memepertahankan suhu tinggi tersebut.
Permasalahan ini dapat terjawab dengan adanya teknologi nuklir. Dengan mengambil
panas yang dihasilkan dari reaksi nuklir, High Temperature Electrolysis dapat
dilakukan . Akan tetapi, karena reactor di dunia tidak banyak maka metode electrolysis
ini belum banyak digunakan.
3. Cara memproduksi Hidrogen
Banyak cara yang dapat digunakan dalam membuat hidrogen, yang antara lain :
Skala Laboratorium
a) Dalam skala laboratorium hydrogen biasanya dibuat dari hasil samping reaksi
tertentu misalnya mereaksikan logam dengan asam seperti mereaksikan antara besi
dengan asam sulfat.
Fe(s) + H2SO4(aq) →FeSO4(aq) + H2(g)
b) Sejumlah kecil hydrogen dapat juga diperoleh dengan mereaksikan kalsium
hidrida dengan air. Reaksi ini sangat efisien dimana 50% gas hydrogen yang dihasilkan
diperoleh dari air.
CaH2(s) + 2 H2O(l) → Ca(OH)2(aq) + 2 H2(g)
c) Elektrolisis air juga sering dipakai untuk menghasilkan hydrogen dalam skala
laboratorium, arus dengan voltase rendah dialirkan dalam air kemudian gas oksigen akan
terbentuk di anoda dan gas hydrogen akan terbentuk di katoda.
2 H2O(l) → 2 H2(g) + O2(g)
Skala industry
Dalam skala industri hydrogen dapat dibuat dari hidrokarbon, dari produksi secara
biologi melalui bantuan alga dan bakteri, melalui elektrolisis, ataupun termolisis.
Produksi hydrogen dari hidrokarbon masih menjadi primadona disebabkan dengan
metode ini bias dihasilkan hydrogen dalam jumlah yang melimpah sehingga metode
yang lain perlu dikembangkan lagi akar meningkatkan nilai ekonomi hydrogen.
Pembuatan Hidrogen dari Hidrokarbon
Hidrogen dapat dibuat dari gas alam dengan tingkat efisiensi sekitar 80% tergantung dari
jenis hidrokarbon yang dipakai. Pembuatan hydrogen dari hidrokarbon menghasilkan
gas CO2, sehingga CO2 ini dalam prosesnya dapat dipisahkan. Produksi komersial
hydrogen menggunakan proses “steam reforming” menggunakan methanol atau gas
alam dan menghasilkan apa yang disebut sebagai syngas yaitu campuran gas H2 dan
CO.
CH4 + H2O → 3H2 + CO + 191,7 kJ/mol
Panas yang dibutuhkan oleh reaksi diperoleh dari pembakaran beberapa bagian methane.
Penambahan hasil hydrogen dapat diperoleh dengan menambahkan uap air kedalam gas
hasil reaksi yang dialirkan dalam reactor bersuhu 130 C.
CO + H2O → CO2 + H2 – 40,4 kJ/mol
Reaksi yang terjadi adalah pengabilan oksigen dari molekul air ke CO untuk menjadi
CO2. Reaksi ini menghasilkan panas yang dapat dipakai untuk menjaga suhu reactor.
Pembuatan Hidrogen dari air Melalui elektrolisis, diantaranya :
1. Pembuatan Hidrogen dari air Melalui elektrolisis tekanan tinggi
Hidrogen dapat dibuat dari proses elektrolisis air dengan menggunakan suplai energi
yang dapat diperbaharuhi misalnya angina, hydropower, atau turbin. Dengan cara
elektrolisis maka produksi yang dijalankan tidak akan menghasilkan polusi. Proses
elektrolisis menjadi salah satu proses yang memiliki nilai ekonomi yang murah
dibandingkan dengan menggunakan bahan baku hidrokarbon. Salah satu teknik
elektrolisis yang mendapatkan perhatian cukup tinggi adalah “elektrolisis dengan
menggunakan tekanan tinggi” dalam teknik ini elektrolisis dijalankan untuk
menghasilkan gas hydrogen dan oksigen dengan tekanan sekitar 120-200 Bar. Teknik
lain adalah dengan dengan menggunakan “elektrolisis temperature tinggi” dengan teknik
ini konsumsi energi untuk proses elektrolisis sangat rendah sehingga bisa meningkatkan
efisiensi hingga 50%. Proses elektrolisis dengan menggunakan metode ini biasanya
digabungkan dengan instalasi reactor nulklir disebabkan karena bila menggunakan
sumber panas yang lain maka tidak akan bisa menutup biaya peralatan yang tergolong
cukup mahal.
2. Pembuatan Hidrogen dari air Melalui elektrolisis dengan tenaga listrik
Proses ini adalah dengan memecah senyawa air yang terdiri dari 2 atom Hidrogen dan
satu atom O dengan tenaga listrik. Jika menginginkan tetap menjadi energi bersih,
sumber untuk energi listrik yang cukup potensial adalah tenaga matahari, angin dan
panas bumi. Elektrolisis air memerlukan energi listrik DC (Direct Current) arus searah
yang bisa diproduksi dari berbagai macam sumber terbarukan seperti saya sebutkan
diatas.
3. Pembutan Hidrogen dengan Metode Elektrolisis Air Suhu Tinggi
Metode elektrolisis air suhu tinggi atau High Temperature Electrolysis System (HTES)
adalah salah satu metode terbaik yang hingga saat ini banyak digunakan untuk
memproduksi hidrogen dan oksigen dalam skala besar. Keunggulan dari metode HTES
adalah pada proses operasinya mampu meminimalisir konsumsi energi listrik karena
pada proses elektrolisis dengan suhu operasi yang sangat tinggi konsumsi energi listrik
menjadi semakin minimal dan konsumsi energi panas menjadi semakin besar. Meskipun
demikian, proses tersebut dianggap menguntungkan mengingat biaya pembangkitan
sejumlah energi panas lebih murah bila dibandingkan dengan biaya pembangkitan
sejumlah energi listrik. Selain itu, bila ditilik dari kualitas hidrogen yang dihasilkan,
metode HTES mampu menghasilkan hidrogen dengan puritas tinggi.
Dalam prosesnya, HTES melibatkan energi listrik dan energi panas dari sumber
sumber-sumber panas yang mudah diperoleh seperti PLTN generasi IV (semisal MSR,
GCR atau VHTR) atau pembangkit geotermal. Proses yang berlangsung adalah proses
termokimia pemecahan molekul air menjadi molekul hidrogen dan ion-ion oksigen pada
kondisi fluida superheat.
Secara kimia, reaksi pemecahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen
mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut.
Katoda : H2O(g) –> 2e- + H2 (g) + O2-
Anoda : O2- –> ½O2 (g) + 2e-
Total : H2O(l) –> H2(g) + ½O2(g)
Dengan total kebutuhan energi untuk reaksi elektrolisis di atas dirumuskan dengan
persamaan berikut.
∆H = ∆G + T∆S
Adapun ∆H adalah total kebutuhan energi untuk proses elektrolisis suhu tinggi. ∆G
adalah energi bebas Gibs yang sesungguhnya megejawantahkan kebutuhan energi listik
dan T∆S adalah kebutuhan energi panas atau energi kalor untuk proses elektrolisis.
Proses elektrolisis air suhu tinggi terjadi dalam komponen yang
dinamakan electrolyzer. Electrolyzer terdiri dari tiga bagian utama yakni elektroda
positif (katoda), elektroda negatif (anoda) dan elektrolit plus satu komponen yang tidak
kalah pentingnya yakni interkoneksi. (perhatikan gambar di bawah). Gambar 1. dan 2.
adalah tampak atas dan tampak depan sekumpulan sel electrolyzer.
Gambar 1. 1. Tampak Atas Sekumpulan Sel Electrolyze
Gambar 2. Tampak Depan Sekumpulan Sel Electrolyzer
Untuk proses elektrolisis suhu tinggi biasanya menggunakan jenis sel electrolyzer dari
jenis Solid Oxide Electrolyzer Cell (SOEC). Hal ini didasari atas
keunikan electrolyzer jenis SOEC yang mampu beroperasi pada suhu ekstrim bahkan
mampu beroperasi hingga suhu 1000 ºC atau lebih.
Secara sederhana konsep elektrolisis air suhu tinggi dalam sebuah
electolyzer adalah proses pemecahan molekul air menjadi molekul hidrogen dan ion
oksigen pada suhu tinggi dengan memanfaatkan energi listrik dan energi termal. Gambar
3. menunjukkan proses fisis dan kimia yang terjadi pada saat elektrolisis suhu tinggi
berlangsung. Proses yang berlangsung tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Umpan masuk pada sisi inlet electrolyzer berupa (H2+H2O) berada dalam kondisi
satu fase berupa uap. Energi listrik dan energi termal yang disuplai ke dalam sel-
sel electrolyzer selanjutnya akan digunakan untuk memecahkan ikatan molekul H2O
menjadi molekul H2 dan O2-. Selanjutnya ion-ion O2- yang terbentuk akan bermigrasi
melewati membran elektrolit untuk mencapai sisi anoda sesuai prinsip fisikaelectron-
hole. Setelah mencapai sisi anoda, ion-ion O2- akan melepaskan elektron dan membentuk
molekul oksigen pada sisi anoda. Adapun molekul hidrogen terbentuk pada sisi katoda.
Molekul oksigen dan hidrogen yang dihasilkan masih dalam kondisi superheatsehingga
perlu melewati suatu proses pendinginan pada komponenoxygen cooler dan hydrogen
steam cooler. Setelah mengalami cooling process atau proses pendinginan selanjutnya
hidrogen dimurnikan dalam komponen separator. Se parator merupakan komponen
yang selalu ada pada suatu instalasi produksi hidrogen dengan fungsi dasar sebagai
pemisah antara hidrogen dengan air (fraksi air biasanya dalam campuran ini (H2+H2O)
tergolong sangat kecil). Setelah melewati proses tersebut hidrogen dan oksigen
ditampung dalam tangki penyimpanan semantara sebelum akhirnya di transformasi
dalam berbagai moda untuk selanjutnya didistribusikan.
Pembuatan hydrogen melalui proses biologi
Beberapa macam alga dapat menghasilkan gas hydrogen sebagai akibat proses
metabolismenya. Produksi secara biologi ini dapat dilakukan dalam bioreactor yang
mensuplay kebutuhan alga seperti hidrokarbon dan dari hasil reaksi menghasilkan H2
dan CO2 Dengan menggunakan metode tertentu CO2 dapat dipisahkan sehingga kita
hanya mendapatkan gas H2nya saja.
Hidrogen kini diusulkan sebagai energy alternative pengganti bahan bakar fosil karena
bersih, dapat dipebaharui dan menghasilkan energy tinggi. Produksi gas secara biologis
dilakukan dengan fermentasi anaerob yang ramah lingkungan dan proses hemat energy.
Asidifikasi anaerob pada limbah organic akan menghasilkan berbagai asam organic, H2,
CO2 dan senyawa intermediet lainnya. Reaksi melibatkan produksi hydrogen secara
cepat dan tidak membutuhkan radiasi matahari sehingga dapat dibuat dalam skala besar
bahan organic (Shin and Youn, 2005).
Produksi gas secara biologis dapat dilakukan dengan fermentasi anaerob yang
ramah lingkungan dan proses hemat energy. Asidifikasi anaerob pada limbah organic
akan menghasilkan berbagai asam organic, H2, CO2 dan senyawa intermediet lainnya.
Reaksi melibatkan produksi hydrogen secara cepat dan tidak membutuhkan radiasi
matahari sehingga dapat dibuat dalam skala besar bahan organic (Shin and Youn, 2005).
Mikroorganisme yang melakukan fermentasi ini diantaranya
adalahClostridium dan Thermoanaerobacterium yang mampu menghasilkan hydrogen
dari karbohidrat. Selama asidifikasi anaerob pada limbah organic, bakteri metanogenesis
dan bakteri pereduksi sulfat mengkonsumsi hydrogen yang dihasilkan oleh acidogenesis
sehingga berkontribusi negative dalam produksi bio-hidrogen. Oleh karena itu, guna
produksi gas hydrogen perlu dilakukan penghambatan terhadap prganisme
mengkonsumsi hydrogen missal dengan waktu hidraulik yang pendek atau dengan pH
rendah (Shin and Youn, 2005).
Limbah organic yang kaya karbohidrat membutuhkan waktu tinggal hidraulik
(WTH) lebih dari 3 hari untuk asidifikasi yang mana consumer hydrogen
seperti methanogenesi dapat berkembangbiak, sehingga produksi gas hydrogen hanya
sepertiganya. Namun demikian, jika consumer hydrogen dapat dikendalika selama
asidifikasi , hydrogen dapat diperoleh secara efektif dari limbah organic. Walaupun
produksi gas hidrogen dari limbah kaya karbohidrat umumnya dipublikasikan dalam
penelitian batch namun percobaan secara kontinyu juga telah dilaporkan dengan
menggunakan kondisi termofil dan bukan mesofil. Kondisi termofilik diyakaini
memiliki pengaruh penghambatan terhadap metanogensis (Shin and Youn, 2005).
Pada asidifikasi termofil, biogas yang dihasilkan mengandung hydrogen dan
karbon dioksida tetapi tidak terdetksi adanya metana pada semua laju masukan bahan
organic. Produksi Hidrogen dapat mencapai 62 %(v/v) dan meningkat dengan
meningkatnya laju aliran masukan. Namun demikian, efisiensi dekomposisi karbohidrat
dalam limbah akan berkurang dengan meningkatnya laju aliran. Asam organic utama
yang ada adalah asam butirat dan asetat masing-masing sebanyak 62 – 65% dan 22 –
25%. Asam laktat dan propionate sebgai tanda adanya coksumer hydrogen hanya ada
dalam jumlah 0,1 – 2,0% dan 1,6 – 2,2% (Shin and Youn, 2005).
Thermoanaerobacterium thermosaccharolyticum diketahui sebagai
mikroorganisme menghasil hydrogen yang tumbuh dengan baik pada pH 5,0 – 6,0.
Bakteri ini merupakan sakarolitik termofil yang terlibat dalam fermentasi asetat/butirat
dan mampu menghasilkan hydrogen dalam jumlah besar dari karbohidrat. Bakteri ini
memiliki isaran pH optimum 5 – 6 dengan suhu pertumbuhan optimunya 600C. produksi
hydrogen sebanyak 2,4 ml H2 / mol glukosa setara dengan kemampuan
produksi Clostridium butyricum yang menghasilkan gas hydrogen 2,4 mol H2 /mol
heksosa (Shin and Youn, 2005).
Dekomposisi air dengan gelombang radio
Dengan menggunakan gelombang radio maka kita dapat menghasilkan hydrogen dari air
laut dengan dasar proses dekomposisi. Jika air ini diekspos dengan sinar terpolarisasi
dengan frekuensi 13,56 MHz pada suhu kamar maka air laut dengan konsentrasi NaCl
antara 1-30% dapat terdekomposisi menjdi hydrogen dan oksigen.
Termokimia
Terdapat lebih dari 352 proses termokimia yang dapat dipakai untuk proses splitting atau
termolisis dengan cara ini kita tidak membutuhkan arus listrik akan tetapi hanya sumber
panas. Beberapa proses termokimia ini adalah CeO2/Ce2O3, Fe3O4/FeO, S-I, Ce-Cl,
Fe,Cl dan lainnya. Reaski yang terjdi pada proses ini adalah:
2H2O → 2H2 + O2
Dan semua bahan yang dipergunakan dapat didaur ulang kembali menuju proses yang
baru.
Produksi hidrogen dari Biomassa.
Untuk proses pembuatan gas hidrogen dari sumber hidrokarbon, yang paling potensial
dan disarankan adalah dari hidrokarbon terbarukan seperti biomasa. Di Indonesia,
sumber biomasa yang patut diperhitungkan adalah limbah-limbah industri seperti tandan
kosong kelapa sawit, bagasse (ampas tebu), sekam dan jerami padi dan juga dapat dibuat
dari rumput gajah yang sengaja ditanam untuk sumber energi. Mengingat rumput jenis
ini sangat cepat pertumbuhannya.
Silahkan lihat skema dibawah untuk mendalami proses pembuatannya. Secara
keseluruhan, proses dibawah dinamakan proses steam reforming dimana :
Biomass + H2O --------> H2 + CO2
Gambar 3. Proses produksi hidrogen
Pertama Biomasa digasifikasi untuk menghasilkan gas CO, kemudian gas CO ini
direaksikan dengan steam (uap air) pada suhu 350 derajat Celcius untuk menghasilkan
gas hidrogen dan CO2. Proses selanjutnya adalah pemurnian dilanjutkan dengan
pemisahan gas-gas tersebut.
Pembuatan hidrogen dengan menggunakan energi matahari
Metode revolusioner menggunakan energi matahari untuk menghasilkan hidrogen
sebagai sumber energi yang bersih, aman, dan murah telah dikembangkan para ilmuwan
dari Israel, Swedia, Swiss, dan Perancis.
Teknik ini terutama ditujukan untuk mengekstrak seng murni lebih mudah, cepat, dan
ramah lingkungan guna mendorong produksi bahan bakar hidrogen, menggantikan BBM
yang semakin langka.
Hidrogen adalah salah satu kandidat sumber energi yang berpotensi sebagai
pegganti bahan bakar mesin kendaraan bermotor. Hidrogen dapat ditemukan dalam
jumlah yang sangat besar khususnya karena terkandung di air. Selain itu, hidrogen tidak
menghasilkan polusi udara saat dibakar dan menghasilkan energi yang lebih besar
daripada bahan bakar lainnya.
Salah satu alasan utama mengapa hidrogen belum dapat memasuki pasaran yang
luas adalah harga produksi dan ongkos transportasi yang masih tinggi. Meskipun bahan
baku utama untuk memproduksi hidrogen adalah air, metode elektrolisis yang paling
umum digunakan untuk menghasilkan hidrogen sekarang masih terlalu mahal.
Perlu diketahui, elektrolisis akan memecah molekul-molekul air menjadi atom-
atom penyusunnya yaitu hidrogen dan oksigen dengan mengalirkan arus ke dalamnya.
Proses ini relatif sederhana namun membutuhkan arus yang sangat besar sehingga
membutuhkan biaya yang tinggi.
Cara lainnya, memecah molekul air dengan memanaskannya, kurang praktis
karena membutuhkan suhu di atas 2.500 derajat Celcius. Sebenarnya, beberapa tahun
yang lalu telah diketahui bahwa seng murni dapat digunakan untuk mengambil oksigen
dari air sehingga lepas dari hidrogen. Proses ini dapat dilakukan pada suhu 350 derajat
Celcius.
Karena seng adalah logam yang berlimpah dan merupakan empat besar logam
yang diproduksi - selain besi, aluminium, dan tembaga - menghasilkan hidrogen
mungkin dapat dilakukan secara alami. Masalahnya, untuk memperoleh seng murni dari
seng oksida yang tersedia di alam, baik dengan proses elektrolisis maupun meleburnya,
hanya dapat dilakukan dengan konsumsi energi yang besar pula. Di samping itu, proses
ekstraksinya menghasilkan polusi karena seringkali dilakukan dengan membakar bahan
bakar fosil untuk menghasilkan panas dan listrik.
Meskipun demikian para ilmuwan berhasil menggantinya dengan cara yang
ramah lingkungan menggunakan deretan cermin yang memantulkan panas matahari ke
satu titik. Reaktor yang dibangun di Weitzman Institute di Israel ini dapat menghasilkan
panas hingga 1.200 derajat Celcius. Dengan menambahkan sedikit karbon, seng murni
dapat dipisahkan pada suhu tersebut.
Dengan cara ini tim ilmuwan dapat memperoleh sekitar 50 kilogram seng murni
setiap jam. Pendinginan seng murni menghasilkan bubuk seng yang lebih mudah dipakai
dan didistribusikan. Untuk menghasilkan hidrogen murni, bubuk seng tinggal dicampur
ke dalam air dan dipanaskan pada suhu 350 derajat Celcius. Oksigen dalam air akan
berikatan dengan seng menjadi seng oksida dan sisanya adalah hidrogen murni yang siap
disimpan ke dalam tabung bahan bakar.
Produksi Hidrogen dengan proses FUKAI
Environmental Research Institute Jepang, mengumumkan suatu terobosan teknologi
baru dengan proses FUKAI, yaitu cara memperoleh hidrogen yang diklaim lebih murah
dan lebih efisien dari cara-cara sebelumnya.
Proses FUKAI, mengunakan bahan dasar mineral alam yang
mengandung aluminium atau magnesium. Bahan proses ini merupakan bahan yang
menjadi kepemilikan FUKAI, disebut sebagai “unit pembangkit air fungsional”. Saat
bahan proses ditambahkan ke dalam air baku, seperti air ledeng rumahan biasa, bahan
akan mendidihkan dan merubah air baku menjadi "air fungsional", fungsi bahan yang
memperlemah ikatan antara atom-atom pembentuk molekul air, sehingga mudah terurai.
Perolehan penguraian adalah 2 liter gas hidrogen per gram aluminium, atau 3,3
liter gas hidrogen per gram magnesium. FUKAI juga mengklaim bahwa biaya produksi
hidrogen yang cukup untuk menghasilkan daya energi sebesar 1 kWh listrik adalah
sekitar US$0.18 (18 sen dolar). Biaya tersebut akan menurun apabila bahan mineral
dipakai-ulang.
Teknologi ini tidaklagi difasilitasi oleh bahan yang lain, seperti oleh penambahan
bahan bakar berbasis petroleum, atau melaui proses yang menghasilkan gas CO2 seperti
pada penguraian uap air oleh panas bahan bakar. Proses ini lebih efisien dalam hal
energi dibandingkan elektrolisis, serta tidak memerlukan penanaman yang
membutuhkan lahan luas seperti halnya sistem proses penguraian berbasis masa-bio.
Pemanfaatan kelanjutan teknologi ini memungkinkan untuk digunakan dsebagai
pengganti bahan bakar minyak dan listrik dalam penggunaan otomotif. FUKAI
mendorong terus penelitian lanjutannya untuk mencapai penguraian tanpa membutuhkan
biaya proses lagi, serta lebih memudahkannya untuk diproses di dalam rumah-tangga.
Teknologi yang dikembangkan oleh Toshiharu FUKAI ini dipublikasikan dan
didemonstasikan pada konferensi pers Senin, 25 Oktober 2010 diNew York City.
Produksi Hidrogen dari bahan Organik Biodegradable
Para peneliti Amerika berhasil mengembangkan sebuah metode untuk memproduksi gas
hidrogen dari bahan organik biodegradable yang berpotensi menyediakan bahan bakar
yang melimpah dari sumber energi bersih ini.
Metode yang digunakan oleh para insinyur dari Pennsylvania State
University mengkombinasikan bakteri penghasil elektorn dengan pengisian listrik kecil
dalam sel bahan bakar mikrobial untuk menghasilkan gas hidrogen.
Sel bahan bakar mikrobial bekerja melalui aksi bakteri yang bisa mengantarkan
elektron-elektron ke suatu anoda. Elektron mengalir dari anoda melalui sebuah kawat ke
katoda yang menghasilkan arus listrik. Dalam proses itu, bakteri-bakteri mengkonsumsi
bahan-bahan organik dalam bahan biomassa. Getaran eksternal listrik membantu
menghasilkan gas hidrogen pada katoda.
Di masa lalu, proses yang dikenal dengan elektrohidrogenesis memiliki efisiensi
produksi hidrogen yang sangat rendah. Para peneliti dari Pennsylvania State University
berhasil mengatasi persoalan ini dengan memodifikasi unsur-unsur reaktor secara
kimiawi.
Dalam sejumlah percobaan di laboratorium, reaktor mereka menghasilkan
hidrogen mencapai hampir 99% dari produksi maksimum teroritis dengan menggunakan
asam aetik (aetic acid), produk tak berguna dari suatu fermentasi glukosa.
Produksi hidrogen dengan menggunakan panas nuklir
Ada 3 metode proses produksi Hidrogen yang sangat potensial, yaitu: Advanced
Electrolysis, Steam Reforming, dan Sulfur-Iodine water splitting cycle (SI). Advanced
Electrolysis dan Steam Reforming sudah proven. SI sangat menarik krn memproduksi
Hidrogen dg efisien dan tanpa limbah CO2.
Ketiga metode tersebut harus memanfaatkan panas dari reaktor nuklir krn
pertimbangan efisiensi tertinggi dan paling ramah lingkungan. Alternatif lain adalah dari
pembakaran batubara.
1. Advanced Electrolysis
Gambar 4. Skema kerja advance elektrolisis
Electrolysis adalah metode paling umum untuk produksi Hidrogen dengan cara
memisahkan molekul air menggunakan listrik. Gambar di atas adalah skema proses
elektrolisis mnggunakan panas HTR. Reaksi fundamental dari metode ini adalah sebagai
Berikut:
Keuntungan metode electrolysis adalah metode sederhana hanya membutuhkan
air dan listrik, ramah lingkungan, teknologi sudah proven, tdk tergantung dari bahan
fosil (PLTN bis sebagai alternatif). Kesederhanaan plantelectrolysis bisa menempatkan
pabrik di lokasi pedalaman, krn listrik bisa diproduksi menggunakan generator listrik
tapi biaya produksi akan mahal. Kerugian metode ini adalah kebutuhan listrik sangat
besar (tanpa PLTN akan sangat tdk efisien dan timbul polusi). Efisiensi 25-45%.
Efisiensi bisa meningkat sampai 90% kalau dicouple dengan PLTN.
2. Steam Reforming
Gambar 5. Skema kerja stem reforming
Steam reforming adalah metode produksi Hidrogen mnggunakan proses thermo-kimia
yang melibatkan gas methane dan uap air pada suhu tinggi. Proses konvensional steam
reforming terjadi pada suhu 800-900 Celcius yang dihasilkan dari bahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil bisa diganti dari PLTN untuk meminimalkan energi-loss dengan
cara couple yang memerlukan modifikasi metode. Panas dari pembakaran methane
memisahkan molekul uap air menjadi hidrogen seperti reaksi pada Table di bawah. Ada
2 reaksi kimia yang terjadi, pertama adalah reaksi reforming secara endothermic dengan
katalis pada suhu tinggi. Kedua adalah reaksi shift secara exothermic.
Keuntungan metode Steam Reforming adalah metode paling efisien sampai saat
ini, teknologi sudah proven, dan biaya produksi paling rendah. Kerugian metode ini
tanpa menggunakan PLTN adalah ketergantungan pada bahan bakar fosil, menghasilkan
CO2. Penggunaan PLTN memungkinkan dengan modifikasi metode seperti skema
dibawah. Efisiensi 70%.
Gambar 6. Proses steam reforming
Status metode steam reforming menggunakan PLTN baru pada tahap experimen di
Jepang, menggunakan High Temperature engineering Tested Reactor (HTTR).
3. Sulfur-Iodine water splitting cycle (SI)
Gambar 7. Skema kerja Sulfur-Iodine water splitting cycle (SI)
SI adalah metode produksi Hidrogen dengan siklus pemisahan air secara thermo-kimia,
terdiri dari 3 reaksi kimia sebagai berikut:
Sulfur acid dan hydrogen iodide dibentuk dalan reaksi H2O, SO2, dan I2 secara
eksothermik. Hidrogen diperoleh dari dekomposisi eksothermik darihydrogen iodide.
Gambar dibawah memperlihatkan diagram aliran proses siklus SI.
Gambar 8. Diagram aliran proses siklus SI
Status pemanfaatan siklus SI sampai saat ini masih dalam taraf eksperimen, hanya
menggunakan reaktor nuklir yang dirancang co-generasi dengan generator listrik
(PLTN), artinya PLTN selain memproduksi listrik, panas sisa digunakan untuk
memproduksi Hidrogen. Sebenarnya teknologi SI sudah dikembangkan sejak tahun 1970
oleh General Atom (GA) dengan efisiensi 47% tahun 1978, dan meningkat menjadi
52%, tahun 1980. Berita terkini, GA bekerja sama dengan Japan Atomic Energy Agency
(JAEA). Hasilnya adalah rancangan pabrik Hidrogen disebelah gedung HTTR
menggunakan siklus SI seperti pada gambar di bawah. Rencana produksi masal pada
tahun 2015. Disamping itu, sebuah reaktor nuklir baru Very High Temperature Reactor
(VHTR) juga akan dibangun di Jepang untuk keperluan produksi Hidrogen.
Keuntungan metode SI adalah efisiensi tinggi, biaya produksi rendah, ramah
lingkungan, tidak tergantung pada bahan fosil krn menggunakan PLTN. Kerugian
metode ini adalah penggunaan teknologi ini memerlukan PLTN yang memiliki resistansi
masyarakat, tidak ada alternatif menggunakan bahan bakar fosil. Efisiensi sekitar 50%.
KESIMPULAN
Dewasa ini keberadaanya bahan bakar dirasa sangat peting karena mobilitas manusia
yang sangat tinggi. Namun semakin menipisnya persediaan minyak bumi sekarang mulai
dirasakan, sehingga banyak para pemerhati energy berupaya mencari bahan bakar yang
dapat digunakan sebagai alternative pengganti minyak bumi. Banyak diantaranya telah
telah ditemukan dan salah satunya adalah hydrogen fuel. Hydrogen merupakan senyawa
kimia yang terdapat di muka bumi dan sangat melimpah jumlahnya. Pada suhu dan
tekanan permukaan bumi, hydrogen tidak berwarna. Bagaimanapun, hydrogen jarang
ditemukan sendiri di alam. Biasanya terikat dengan element lain. Atmosfer kita sekarang
mempunyai presentase yang kecil untk hydrogen. Hydrogen terkunci dalam jumlah
besar di air (H2O), hydrocarbon (seperti methana, CH4), dsb. Untuk itu, para ilmuwan
energi berlomba – lomba dalam menemukan metode yang efektif dan efisien dalam
memproduksi hidrogen. Dimulai dari elektrolisis, steam reforming, fukai, dll. Produksi
dilakukan dengan cara memodifikasi teknik produksi/ metode produksi, bahan dan alat.
DAFTAR PUSTAKA
Bockris J. 2002. The origin of ideas on a hydrogen economy andits solution to the decay
of the environment. Int J Hydrogen Energy 27: 31-40.
Dunn S. 2002. Hydrogen Futures: Toward A Sustainable Energy System. Int J Hydrogen
Energy 26: 13-28.
Domen, K., Maeda K.. 2006. Hydrogen Production from Water on Oxinitride
Photocatalysts, The International Society for Optical Engineering,1-3.
Kawaguchi Y et al. 2005. Effect of Innoculum Conditioning on Hydrogen Fermentation
and pH Effect on Bacterial Community Relevant to Hydrogen Production. Osaka:
Kumamoto.
Liu G, Shen J. 2004. Effect of Culture and Medium Condition on Hydrogen Production
of Starch Using Anaerobic Bacteria. J Bioscience and bioengineering 98: 251-
256.
Kulakov, E., Ross, A.F. .2007.Alumunium Energi for Fuel Cells: Using an Energi
Source that is Both Plentiful and Fully Recyclable Will Dramatically Enhance its
Utilization and Provide Benefits Globally., ALTEK FUEL GROUP.INC.
Liu, X.Z., Liu, C.Z., Eliasson, B. . 2003. Hidrogen Production from Methanol Using
Corona Discharges, Chinese Chemical Letters Vol. 14, No. 6, 631-633.
Miyamoto, K., Hallenbeck, P.C., Benemann, J.R. .1997 Appl Environ Microbiol. 37,
454- 458.
Purwanto, W.W., Nasikin, M., Saputra, E., Song, L. . 2005. Production Hidrogen and
Nanocarbon via Methane Decomposition using Ni-based Catalysts. Effect ao
Acidity and Catalyst Diameter, Makara, Teknologi, Vol. 9, No. 2, 48-52.
Salimy, D.H., Finahari, I.N. .2008. Perbandingan Produksi Hidrogen dengan Energi
Nuklir Proses Elektrolisis dan Steam Reforming, Prosiding: Seminar Nasional IV
SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, ISSN 1978-0176.
Shin, H-S and J-H. Youn. 2005. Conversion of food waste into hydrogen by thermophilic
acidogenesis. Biodegradation 16: 33–44
Sirait LR. 2007. Produksi Gas Hidrogen Dari Limbah Cair Tahu dengan Bakteri
Fotosintetik Rhodobium marinum [tesis]. Depok: Sekolah Pascasarjana,
Universitas Indonesia.
Sriyono. 2008. Teknologi Proses Produksi Hidrogen Berbasis Energi Nuklir, Sigma
Epsilon, ISSN 0853-9103.
Susilaningsih, D., Harwati, T.U., Anam, K., Yopi. 2008.Preparasi Substrat Biomassa
Kekayuan Tropika untuk Produksi Biohidrogen, Makara, Teknologi, Vol.12,
No.1, 38-42.
Sutarno, Malik A. 2004. Analisis Efisiensi Efisiensi Energi dan Energi Listrik pada
Proses Produksi Hidrogen dengan Elektrolisis Air, Prosiding: Seminar Nasional
Rekayasa Kimia dan Proses, ISSN 1411-4216.
T.O.Saetre. 1997. Hydrogen Power: Theoretical and Engineering Solutions. Kluwer
Academic Publisher.
Thomas Ari Negara. 2007. Efek Recycling Hydrogen pada Electrolyzer Terhadap
Kinerja Elektrolisis Suhu Tinggi. JTF.
Woodward, J., Heyer, N.I., Getty, J.P., O’Neil, H.M., Pinkhassik, E., Evans, B.R. . 2002.
Efficient Hidrogen Production using Enzymes of the Pentose Phosphate
Pathway, Proceedings of the 2002 U.S. DOE Hidrogen Program Review
NREL/CP-610-32405.
http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1127296285 diakses tanggal 26
Mei 2013
MAKALAH MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN
“PERKEMBANGAN PRODUKSI HIDROGEN”
PRODUKSI HIDROGEN
OLEH :
NAMA : TALITHA IKHSANIL AMALIA
BP : 1010422042
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2013
top related